Fintech Startup dan Tugasnya Membawa Perubahan

Game changer adalah istilah dalam bahasa Inggris yang mengacu pada situasi atau ide yang mendobrak dan mengubah cara berpikir masyarakat akan sebuah tatanan. Mereka yang masuk kategori game changer biasanya bukan cuma mendapat eureka moment saja, tetapi juga sadar bahwa inovasinya akan membawa perubahan bagi orang banyak dan juga dapat membumikannya. Mengingat banyak tokoh inventor yang ada di dalamnya, dunia teknologi tampaknya sudah tidak asing lagi dengan istilah game changer, apalagi bila meninjau geliat startup yang unjuk gigi di industri.

Di pasar mancanegara, perusahaan-perusahaan teknologi game changer hadir di berbagai ranah, termasuk yang cukup signifikan untuk disoroti adalah lingkup financial technology (fintech). Mengapa? Sebab, keuangan adalah denyut nadi dari sebuah sistem organisasi, entah itu dalam skala keluarga, komunitas, korporasi, maupun pemerintahan.

PayPal, Alipay, dan Paytm adalah tiga dari sekian banyak bisnis fintech internasional yang menghantam dinding budaya masyarakat terkait cara bertransaksi dan mengelola keuangan, dengan model bisnisnya masing-masing. Ryu Kawano, CEO Midtrans, menceritakan bagaimana ketiga perusahaan ini begitu menginspirasi.

“PayPal didirikan pada tahun 1998, bermula dari sistem pembayaran default di eBay, kini menjadi payment method yang mengubah cara berpikir orang-orang dalam melakukan pembayaran,” ujar Ryu.

Alipay juga memiliki caranya sendiri dalam menjalankan bisnisnya di Tiongkok. Platform pembayaran online yang didirikan pada tahun 2004 ini melihat adanya trust issue antara penjual dan pembeli. “Maka, Alipay membuat escrow service, dan membuat rasio NPL (non-performing low) Tiongkok menurun tajam, yang awalnya berada di angka lebih dari 25%,” kisah Ryu.

Lain lagi dengan Paytm yang juga dikagumi Ryu. Awal terciptanya e-wallet asal Negeri Barata ini adalah dari kesadaran bahwa, di India, mesin ATM tidak dapat digunakan untuk membeli pulsa. Padahal di sisi lain, rider Uber mulai bermunculan. Akhirnya, Paytm memberikan solusi tersebut, khususnya bagi rider Uber India yang tidak memiliki kartu kredit.

“Kesamaan dari setiap perusahaan tadi adalah solusi yang mereka tawarkan di masing-masing tempat mereka berada,” ujar Ryu. Ya, tiga perusahaan fintech tadi telah membawa solusi dan gebrakan di daerahnya. Bagaimana dengan Indonesia?

Menurut Ryu, yang perlu difokuskan adalah masalah yang terjadi di Indonesia, bukan terlalu terpaku pada fitur yang dimiliki PayPal, Paytm, atau Alipay. Berpegangan pada prinsip tersebut, Ryu mengawali bisnis payment gateway-nya dengan perusahaan bernama Veritrans yang membantu masyarakat Indonesia dalam pembayaran online pada tahun 2011. “Kami memproses transaksi yang bernilai miliaran rupiah setiap hari,” aku Ryu.

Seiring dengan pertumbuhan volume transaksi, ternyata Ryu dan timnya tidak hanya menghadapi permasalahan cara pembayaran online saja; mereka juga mendapati pola fraud yang semakin hari semakin rumit dan dapat menghilangkan ribuan dolar hanya dalam hitungan menit.

Ryu kemudian mengubah Veritrans menjadi Midtrans. Bagi Ryu, hal ini tentu bukan hanya soal perubahan nama, namun Midtrans hadir untuk bertransformasi menjadi solusi untuk menjangkau perubahan pasar yang cepat melalui inovasinya yang lebih dari payment gateway, salah satunya adalah Aegis.

“Aegis awalnya dikembangkan untuk mengisi kebutuhan terhadap Fraud Detection System yang melonjak,” kisah Ryu. Pertama-tama, Midtrans mengembangkan Rule Engine-based Fraud Detection System, yang mana ternyata fraud di ranah e-commerce berkembang semakin kompleks saja seiring waktu. “Contohnya, konsumen yang ingin menyalahgunakan promotional discount seringkali memperlihatkan gerak-gerik yang sama dengan konsumen yang memang betul-betul secara identitas jelas,” tambah Ryu.

Midtrans lantas menambahkan kemampuan dari Aegis seperti scoring, augmented intelligence, dan visualisasi untuk mendeteksi pola-pola canggih dari para fraudster.

Melalui Aegis, Midtrans berupaya menjawab keresahan dari para pelaku industri jual-beli elektronik. Cerita sukses PayPal, Alipay, dan Paytm tadi terbukti mendorong Midtrans untuk terus membawa solusi di masyarakat, hingga disadari atau tidak, mereka pun menjadi game changer dalam ekosistem fintech Indonesia. “Yang menarik dari inovasi mereka adalah bukan tentang mengubah sistem pembayaran, namun memperbaikinya,” tutur Ryu mengacu pada keberhasilan tiga perusahaan tersebut.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh Midtrans.

Menunggu Realisasi National Payment Gateway

Industri digital saat ini tengah tumbuh dengan baik di Indonesia dengan e-commerce yang mencuat sebagai primadona dan memiliki perputaran uang paling besar dibanding yang lain. Hal tersebut memunculkan banyak inisiasi baru dari para pemangku kepentingan. Salah satu yang cukup ditunggu kehadirannya adalah National Payment Gateway (NPG). Meski sudah diangkat ke permukaan sejak beberapa tahun silam, hingga kini NPG masih belum kelihatan bentuknya.

I heard a lot about it, I heard nothing about it,” ujar Direktur Veritrans Budi Gandasoebrata dalam workshop Harbolnas hari kedua beberapa waktu silam. Kalimat tersebut diucapkannya ketika disinggung mengenai NPG. Harus diakui, apa yang diucapkan oleh Budi, secara gamblang telah menggambarkan kondisi perkembangan dari realisasi NPG di tanah air.

Wacana yang masih mencari “bentuk”

National Payment Gateway / Shutterstock

Sebenarnya, inisiasi NPG sendiri telah diangkat kepermukaan sejak empat tahun silam dan direncanakan untuk dapat direalisasikan pada tahun 2013. Namun, itu semua kini hanya menjadi wacana karena hingga menjelang akhir tahun 2015 NPG masih belum kelihatan bentuk batang hidungnya meski sudah jauh lebih banyak dibicarakan. Entah apa yang menjadi alasan di belakang sana, karena secara infrastruktur teknologi Indonesia harusnya sudah jauh lebih siap sekarang.

Budi mengatakan “Banyak yang bicara NPG, tapi arti dari NPG itu kami sendiri belum tahu. […] Intention-nya itu apa? Apakah domestic switch […] seperti NETS di Singapura, National Card Principle seperti di China, atau lainnya? […]. Kalau yang saya tangkap dari banyak diskusi adalah bagimana caranya bisa merekam seluruh transaksi e-commerce sehingga semuanya tercatat dalam satu pool.”

Sementara itu VP Enterprise Product Doku Imam Akbar Hadikusumo mengatakan, “Yang pasti, kalau ada NPG, yang diharapkan pemerintah adalah bisa memonitor dan melihat transaksinya [e-commerce]. Jadi, objective-nya mereka adalah bagaimana caranya transaksi e-commerce ini ada datanya.”

Bila NPG berhasil direalisasikan, industri digital yang akan merasakan dampaknya memang e-commerce. Menkominfo Rudiantara juga sempat menyebutkan bahwa NPG ini dapat bantu menyehatkan industri e-commerce itu sendiri.

Titik terang dari sebuah rumor

National Payment Gateway / Shutterstock

Bila harus melongok sejenak ke seberang, Indonesia memang masih tertinggal. Paling dekat, bisa dilihat Singapura dengan NETS [eNETS] dan di Belanda ada iDEAL. Ironis rasanya, apalagi bila mengingat pertumbuhan e-commerce Indonesia yang selalu diprediksi akan menjadi sebesar Tiongkok dalam beberapa tahun mendatang.

Pun begitu, ada secercah harapan yang terlihat. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas dalam pemberitaan Indotelko mengabarkan bahwa BI saat ini tengah menyiapkan blue print untuk merealisasikan NPG untuk tahun depan. Itu semua guna mengantisipasi naiknya transaksi non tunai yang akan meningkat beriringan dengan pertumbuhan e-commerce di Indonesia.

“Kami mengharapkan dengan adanya NPG ini, istilahnya, bisa mengadopsi kultur yang ada sekarang [di Indonesia] dan [transaksi e-commerce] termonitor dalam satu payment gateway yang otomatis terhubung dengan payment gateway yang sudah ada sekarang,” ujar Akbar.

Hingga saat ini terdapat 3 operator pembayaran yang dikenal luas, yaitu Artajasa yang mengelola ATM Bersama, Rintis Sejahtera yang mengelola Prima, dan Daya Network Lestari yang mengelola ALTO. Tapi, sayangnya hingga kini BI belum menunjuk operator mana yang akan bertindak sebagai pengelola tunggal NPG ini.

Merealisasikan NPG memang bukan hal yang mudah meski infrastruktur teknologi Indonesia saat ini pasti sudah mendukung. Ada banyak faktor lain yang harus dipertimbangkan, mulai dari kultur Indonesia hingga regulasi di ranah keuangan yang sudah sangat mapan dan sulit untuk digoyang.

Saat ini harusnya sudah menjadi titik bagi para pemangku kepentingan untuk mulai duduk dan berdiskusi bersama untuk membentuk NPG dengan bentuk dan tujuan yang lebih jelas.

CGI Opens Registration for Startup Incubation Batch 2015 (UPDATED)

A new batch of Ciputra GEPI Incubator’s (CGI) incubation has officially been inaugurated. The program will last for six months, and the selected startups will be guided to seal capital and other benefits. To join the program, startups must register themselves no later than this January. Continue reading CGI Opens Registration for Startup Incubation Batch 2015 (UPDATED)

Ryu Kawano: Ingin Startup Anda Go Global? Tunggu Dulu!

Startup yang berbasis di Asia memang selalu dihantui pertanyaan soal skalabilitas pasarnya, apakah harus fokus di pasar domestik, regional atau global? Sayangnya, pertanyaan seperti ini tidak berlaku untuk startup yang berbasis di Amerika Serikat. Ryu Kawano Suliawan, CEO Veritrans Indonesia berpendapat agar startup-startup di Asia jangan dulu fokus ke pasar global.

Continue reading Ryu Kawano: Ingin Startup Anda Go Global? Tunggu Dulu!

Veritrans Indonesia Perbarui Situs, Turunkan Biaya Layanan

Layanan pengelola payment gateway Veritrans Indonesia hari ini memperbarui situs dengan tampilan flat yang lebih segar dan info produk yang lebih lengkap. Selain itu situs yang baru juga mengakomodasi demo produk dan pengaksesan dokumentasi tanpa registrasi terlebih dahulu. Veritrans juga memberikan penurunan biaya layanan dan tetap menjanjikan skema harga yang transparan tanpa setup fee dan hidden fee.

Continue reading Veritrans Indonesia Perbarui Situs, Turunkan Biaya Layanan

Rakuten Belanja Online Siapkan Platform Baru dan Gandeng Veritrans Indonesia untuk Handle Sistem Pembayaran

Rakuten Belanja Online (RBO), selaku anak perusahaan Rakuten yang bergerak di Indonesia, bakal menjadi negara kedua di Asia Tenggara yang menggunakan platform terbaru ini setelah Malaysia. Platform yang dimaksudkan adalah mengakomodasi segala macam ukuran layar yang mengaksesnya, baik dari komputer, tablet maupun desktop, alias responsive theme. Pihak Rakuten mengklaim bahwa sejak diimplementasikan akhir tahun lalu di negara tetangga, platform baru ini mampu mendongkrak hasil penjualan — meskipun tidak disebutkan berapa persentase kenaikannya.

Continue reading Rakuten Belanja Online Siapkan Platform Baru dan Gandeng Veritrans Indonesia untuk Handle Sistem Pembayaran

Mengenal Lebih Jauh Miss Kirby, Online Marketplace untuk Makanan Penutup dan Patisseries

Tidak banyak online marketplace yang fokus di satu bidang saja dan Miss Kirby merupakan satu di antaranya. Miss Kirby yang diperkenalkan akhir pekan lalu menjawab kebutuhan konsumen yang menginginkan jasa pengantaran untuk makanan penutup (dessert) dan patisseries yang cepat tapi tetap menjaga kualitas. Saat ini jangkauan pelayanan Miss Kirby adalah Jakarta, Depok, Tangerang dan Bekasi, meskipun tidak menutup peluang ekspansi ke kota-kota lain.

Continue reading Mengenal Lebih Jauh Miss Kirby, Online Marketplace untuk Makanan Penutup dan Patisseries

Bagaimana Pendiri Veritrans, Ryu Kawano Suliawan, Membangun Kultur Perusahaan Sejak Dini

Apple, Microsoft, Facebook, Zappos: Apa kesamaan dari perusahaan-perusahaan tersebut? Semuanya perusahaan besar yang berasal dari startup dengan company culture yang luar biasa kuat. Apa sebenarnya company culture ini? Bagaimana sebuah company culture bisa bermanfaat untuk startup dan seberapa pentingkah? DailySocial berbincang dengan Ryu Kawano dari Veritrans Indonesia mengenai company culture.

Continue reading Bagaimana Pendiri Veritrans, Ryu Kawano Suliawan, Membangun Kultur Perusahaan Sejak Dini

[Foto] Startup Pembayaran Online Veritrans Resmikan Kantor Baru

Hari ini Veritrans Indonesia meresmikan kantor barunya yang bertempat di bilangan Sudirman, Jakarta Selatan. Ryu Kawano, CEO dari Veritrans Indonesia mengadakan acara syukuran sederhana bersama dengan tim Veritrans Indonesia dan dengan mengundang beberapa rekanan. Saat ini tim Veritrans Indonesia sudah mencapai 27 orang dan terus giat mempopulerkan produk online payment miliknya. Continue reading [Foto] Startup Pembayaran Online Veritrans Resmikan Kantor Baru

Teliti Sebelum Membeli Juga Penting untuk Pembelian Online

Jargon teliti sebelum membeli biasanya lebih lekat untuk pembelian secara offline, namun slogan ini juga harus dimiliki bagi mereka yang ingin melakukan pembelian secara online.

Continue reading Teliti Sebelum Membeli Juga Penting untuk Pembelian Online