18 Tahun Berdiri, Bagaimana Strategi Bisnis Lyto Sekarang?

Dalam 10 tahun terakhir, ada cukup banyak perubahan yang terjadi di industri game. Genre dan model bisnis baru mulai bermunculan. Tak hanya itu, platform yang digunakan oleh para gamers pun mulai berubah. Sekarang, platform mobile memberikan kontribusi besar pada pemasukan industri game global. Menurut Newzoo, 2,8 miliar dari 3 miliar gamers di dunia akan bermain di platform mobile. Tentu saja, perubahan ini akan mempengaruhi para pelaku industri game, tak terkecuali perusahaan game Indonesia.

Awal Mula Lyto Indonesia

Lyto Indonesia adalah salah satu perusahaan game Indonesia yang berumur panjang. Berdiri pada 2003, Lyto kini sudah berumur 18 tahun. Dalam waawancara dengan Hybrid.co.id, COO Lyto Indonesia, Kenken Rudy Salim mengungkap bahwa selama ini, Lyto telah meluncurkan sekitar 24-25 games. Sayangnya, kebanyakan dari game itu harus tutup. Saat ini, Lyto hanya menaungi sembilan game, yaitu enam game PC dan tiga mobile game.

Kenken menceritakan, ketika didirikan, salah satu visi Lyto adalah untuk memberikan hiburan pada remaja dan dewasa muda. “Di Indonesia, hiburan untuk golongan di rentang umur 17-25 tahun itu agak kurang,” ujarnya. “Karena itu, mereka malah pergi ke tempat karaoke, dugem, atau bahkan narkoba dan tawuran.” Keberadaan game online bisa menjadi salah satu hiburan alternatif bagi remaja dan dewasa muda.

Warnet juga pernah menimbulkan budaya buruk. | Sumber: Marketeers

Namun, Kenken mengakui, bermain game online terus-menerus juga memberikan dampak buruk. Contohnya, ketika komunitas warnet yang menjamur karena infrastruktur internet yang belum memadai. “Jadi, warnet sering buka paket malam sampai subuh. Hal ini memberikan efek buruk. Kalau sekarang, ada hiburan yang lebih baik,” katanya. “Kalau diatur, game bisa memberikan dampak baik. Karena, segala sesuatu yang berlebihan memang memberikan dampak buruk.” Dia menjadikan esports sebagai contoh dampak positif dari dunia game.

Strategi Lyto Sekarang

Seiring dengan berubahnya industri game, Lyto pun harus menyesuaikan diri. Kenken lalu menceritakan strategi yang Lyto terapkan untuk bisa beradaptasi dengan industri game saat ini. Dia menyebutkan, salah satu hal yang paling diperhatikan oleh Lyto adalah komunitas gamers. Menurutnya, keberadaan komunitas game yang kuat bisa membuat sebuah game bertahan lama.

“Dari dulu, kita sudah punya komunitas,” ujar Kenken. “Game-game kita bisa tetap bertahan berkat adanya komunitas para pemain.” Dia mengungkap, walau sekarang mobile game menjamur, hal itu bukan berarti tidak ada lagi orang yang senang memainkan game PC. Game PC tetap diminati. Hanya saja, dia mengakui, regenerasi pemain PC menjadi lebih lambat.

“Karena dulu, PC jadi platform pertama bagi para gamers Indonesia untuk bermain game,” kata Kenken. “Sekarang, budayanya sudah berbeda. Gamers biasanya mulai mengenal game melalui mobile, baru gamer beralih ke PC.” Menurut Kenken, perubahan budaya game ini memang hal yang lumrah. Dia bercerita, pada era 2000-an, budaya game di Indonesia juga tidak sama dengan budaya gaming saat ini. Di tahun 2000-an, kebanyakan gamers mulai bermain game di konsol. Setelah itu, mereka baru mulai bermain di PC.

Ragnarok Online jadi salah satu game Lyto pada tahun 2000-an.

Walau punya mobile game, Lyto lebih menargetkan gamers PC. Sementara dari segi umur, gamers yang menjadi target pasar Lyto adalah mereka yang berumur 17 tahun ke atas. Kenken mengaku, keputusan mereka untuk menargetkan gamer PC dengan umur 17 tahun ke atas memang membatasi pasar mereka. Namun, mereka percaya, target pasar mereka tetap ada. Selain itu, dia menyebutkan, salah satu keuntungan menargetkan gamers PC di umur 17 tahun ke atas adalah daya beli yang lebih besar.

“ARPU (Average Revenue per User) dari mobile game dan game PC seperti langit dan bumi,” ujar Kenken. “Di mobile, ARPU sekitar US$4 saja, kita sudah happy. Kalau di game PC, bisa 10 kali lipat dari mobile game, sekitar US$40-60.” Karena itu, dia menjelaskan, untuk bisa mendapatkan untung dari mobile game, game tersebut harus bisa menarik banyak pemain. “Misalnya, kalau di mobile, kita perlu mendapatkan 10 ribu pemain. Kalau di PC, jika kita mendapatkan seribu pemain saja sudah senang,” cerita Kenken.

Atlantica Rebirth dan Angel Squad

Salah satu game yang saat ini ada di bawah naungan Lyto Indonesia adalah Atlantica Rebrith. Sebenarnya, sebelum diluncurkan oleh Lyto pada April 2021, game tersebut pernah diluncurkan pada 2008 dengan nama Atlantica Online. Menurut laporan Suara, popularitas game itu sempat bertahan selama lebih dari 10 tahun.

“Atlantica tutup service bukan karena nggak laku,” ujar Kenken ketika ditanya mengapa Lyto mau meluncurkan kembali game ‘lawas.’ “Atlantica cukup potensial dan pasarnya pun masih bagus.” Atlantica Online pertama kali diluncurkan di Indonesia pada 2008. Game itu menjadi populer di warung internet pada 2010. Sayangnya, game tersebut harus tutup pada 2016.

Dengan peluncuran kembali Atlantica Rebirth, Kenken berharap, orang-orang yang sempat tertarik untuk memainkan game itu, tapi enggan karena mereka merasa sudah tertinggal jauh, akan mau mencoba game tersebut. Alasan lain mengapa Lyto tertarik meluncurkan Atlantica adalah karena komunitas dari game tersebut juga masih hidup. “Kalau rekam jejak dari sebuah game sepi, ya kami nggak akan luncurkan kembali,” tambahnya.

Lyto kembali merilis Atlantica Rebirth karena komunitasnya yang masih kuat.

Lyto tak hanya berkutat dengan game PC, tapi juga mobile game. Salah satu mobile game baru dari Lyto adalah Angel Squad Mobile. Game tersebut memiliki genre shooter RPG. Kenken mengungkap, salah satu hal yang membedakan Angel Squad Mobile dengan game shooter lainnya — seperti PUBG Mobile atau Free Fire — adalah karena Angel Squad memiliki artstyle anime. Selain itu, di Angel Squad, para pemain juga bisa mengumpulkan para karakter, yang disebut Angel.

Angel Squad Mobile merupakan game free-to-play alias gratis untuk dimainkan. Model bisnis yang Lyto gunakan untuk mendapatkan untung dari game tersebut adalah in-app purchase. “Revenue-nya darimana? Dari pemain yang beli Angels, akesori, dan weapon,” ujar Kenken. “Kekurangannya adalah pemasukan dari game ini tidak akan sebesar game yang PVP. Memang, game-game kompetitif biasanya punya pemasukan yang lebih besar.”

7 Mods You Must Download in Stardew Valley

Since its initial release in 2016, Stardew Valley has amassed quite an enormous playerbase and, with it, also a loyal community of modders. According to Nexus Mods, there are over 6000 mods that have been created for Stardew Valley, a pretty huge number to say the least. Of all the available mods, we have compiled 7 that are most beloved by the community and are considered essential to download. Since we will only be including the “must-have” mods, I won’t be mentioning any texture or re-skin mods that are more specific to personal taste.

Without further ado, here are the recommended Stardew Valley mods.

1. Stardew Valley Expanded

Source: Nexus Mods

The Stardew Valley Expanded mod does exactly what it sounds like. The mod adds a ton of new stuff into the game and gives experienced players the feeling of a fresh start. You can explore Pelican Town in greater detail, finding tons of new features just like you would do when you first start playing Stardew Valley. In the current version of the mod (1.13), SVE introduces 26 new NPCs with personalized schedules, backgrounds, and events. There are also more than 200 additional character events that expand the original Stardew world lore. The mod also includes map redesigns and 33 new unlockable locations. These are just a few of the plethora of new features that SVE adds to the game. If you want to know more about the mod, I suggest checking out their fanmade wiki here. Despite the sheer complexity of the mod, FlashShifter does an awesome job in ensuring that the mod feels original as if it was a legitimate DLC of Stardew Valley. If you have already completed the vanilla game several times and felt bored of Stardew Valley, this mod might just be the one for you.

2. Tractor Mod

Source: Nexus Mods

One of the most popular and beloved mods in the community is perhaps the Tractor mod. The mod gives you a tractor garage that is purchasable from Robin the carpenter, which allows you to use a tractor to plant seeds, water your plants and harvest your precious crops. The tractor also has built-in tools to clear twigs, till soils, and even mow down monsters. It just makes life much easier and speeds everything up on the farm. Note that getting the tractor does require a bit of resources, some of which are quite rare. More specifically, you will need 150 000 gold, 20 Iron Bar, 5 Iridium Bar, and 5 Battery Packs. However, once you accumulate these items and get the invaluable tractor, I ensure you that your life on the farm will be much less painful.

3. Lookup Anything

Source: Gamepressure

Lookup Anything is perhaps one of the best utility mods that will greatly enhance your knowledge about Stardew Valley. You can basically hover any object in the game and simply press F1 to bring up the information about that particular object. If you hover a character, you can see their birthday, friendship status, and their favorite gifts. If you hover an item, you can see how much it sells for, who might want it, and its recipe. You can see a plant’s growth stage and seed availability by using the same technique. Likewise, you can also find out monster drops and their health if you are in the mood for hunting. Lookup anything is essentially one quick Google search of any entity in the game and will be incredibly useful for you who wants to learn more about the intricacies of Stardew Valley.

4. NPC Map locations

Source: Reddit

This handy mod will display all the NPCs on your map at any given time. Therefore, when you want to find a specific person to send gifts or do quests, you don’t have to wander around town endlessly and simply pull out your map to see where they are. Furthermore, you can also customize what characters are displayed, hiding the NPCs that you consider less important. Many players have wanted this feature to be implemented in the original game since keeping track of NPC locations and schedules can be rather tedious most of the time. For now, however, we will just have to stick with NPC Map Locations.

5. CJB show item sell price

Source: Nexus Mods

CJB show item sell price is perhaps the simplest mod in the whole list but is still incredibly useful to have in your arsenal. The mod does exactly what it sounds like: display prices of items singly and in a stack. Therefore, you can essentially see how much money you are making from your inventory without having to wait to ship the item, sleep, and wait for the end screen. You can also use the mod to filter which items are less worth and possibly to throw away. Again, just an overall essential mod to have that will speed things up and make life easier in Stardew Valley.

6. CJB item spawner

Source: Nexus Mods

The Item Spawner mod by CJB is the first cheat mod in this list. You can select any item in the game, spawn it with whatever amount you want with any quality. With all this power, you can be rich and build your creative endeavors without having to manually collect years’ worth of resources. Of course, using this mod will remove all the “grinding” nature that defines Stardew Valley, which is why I think that the Item Spawner mod will be better suited for players who have completed the game.

The mod draws parallels to the Creative Mode in Minecraft. Sure, Creative Mode will not give you the fascinating feeling of mining diamonds. But it will allow you to build a 10-story mansion to your liking with ease.

If you already worked your way up to the top and want to experiment with the different aspects of the Stardew Valley, the Item Spawner mod will provide much-needed help.

7. CJB cheats menu

Source: Rock Paper Shotgun

If you think that the Item Spawner mod is broken, you have been greatly mistaken. Unlike the previous cheat mod, CJB Cheats Menu allows you to basically modify the game to your liking. You can have infinite stamina, health, and speed. You can give yourself unlimited money, change the weather, teleport to any location, freeze time; you get the point. Of course, as I said before, cheat mods like this ruins the experience of Stardew Valley, and I would only recommend picking CJB Cheats Menu up if you are already an advanced player.

 

Featured Image: GameIndo

Daftar Turnamen Esports Terpopuler Pada Agustus 2021

Pada awal bulan, seperti biasa, Hybrid.co.id akan membuat daftar turnamen esports paling populer dari bulan sebelumnya. Salah satu hal yang menarik dalam daftar kali ini adalah kelima kompetisi hanya mengadu tiga game, yaitu Mobile Legends, PUBG Mobile, dan League of Legends. Satu hal menarik lainnya adalah dua kompetisi yang masuk dalam daftar turnamen esports terpopuler di Agustus 2021 merupakan turnamen esports yang digelar di Indonesia.

Berikut daftar turnamen esports terpopuler pada Agustus 2021, berdasarkan data dari Esports Charts.

5. PUBG Mobile Pro League Season 4 2021 Indonesia

Posisi ke-5 ditempati oleh PUBG Mobile Pro League (PMPL) Season 4 2021 Indonesia, yang berhasil mendapatkan peak viewers sebanyak 567 ribu orang. Hasil kerja sama Tencent, VSPN, KRAFTON, dan Lightspeed and Quantum Studios, PMPL ID Season 4 dimulai pada 24 Agustus 2021 dan berakhir pada 19 September 2021. Secara keseluruhan, waktu siaran PMPL ID Season 4 mencapai 53 jam. Sementara jumlah hours watched dari kompetisi itu mencapai 11,8 juta jam dengan jumlah average viewers mencapai 223,5 ribu orang.

Data penonton PMPL ID Season 4. | Sumber: Esports Charts

Sepanjang PMPL ID Season 4, babak yang paling populer adalah Ronde 7 pada minggu pertama, hari ke-2. Ronde yang diadakan pada 25 Agustus 2021 itu berhasil mendapatkan peak viewers sebanyak 567 ribu orang. Ronde 12 pada Super Weekend 1 hari ke-3 menjadi babak paling populer ke-2, diikuti oleh Ronde 5 pada Super Weekend 1, hari ke-1. Jumlah peak viewers dari Ronde 12 adalah 557,3 ribu orang dan Ronde 5 550,7 ribu orang. Di YouTube, PMPL ID Season 4 berhasil mendapatkan 23,6 juta views dengan 370,4 ribu likes.

4. MPL PH Season 8

Turnamen esports terpopuler ke-4 untuk bulan Agustus 2021 adalah Mobile Legends Professional League Philippines (MPL PH) Season 8. Pada bulan lalu, jumlah peak viewers dari kompetisi tersebut mencapai 458,9 ribu orang. Pertandingan terpopuler terjadi minggu ke-2 hari ke-3, ketika Blacklist International bertemu dengan Nexplay EVOS. Baik BI dan Nexplay EVOS memang dua tim yang paling populer di MPL PH. Sepanjang liga, Nexplay EVOS berhasil mendapatkan 2,38 juta hours watched dan 272,15 ribu average viewers. Sementara BI mendapatkan 1,84 juta jam hours watched dan 229,4 ribu average viewers.

Babak dan tim esports terpopuler sepanjang MPL PH S8. | Sumber: Esports Charts

MPL PH Season 8 dimulai pada 27 Agustus 2021 dan akan berakhir pada 31 Oktober 2021 mendatang. Saat ini, total durasi siaran dari kompetisi tersebut telah mencapai 37 jam. Sejauh ini, total hours watched dari MPL PH Season 8 mencapai 6,1 juta jam dengan jumlah average viewers sebanyak 167,4 ribu orang.  Kompetisi itu disiarkan di tiga platform, yaitu YouTube, TikTok, dan Facebook. Dari ketiga platform tersebut, Facebook menjadi platform yang paling populer, diikuti oleh YouTube. Di YouTube, jumlah views dari MPL PH Season 8 mencapai 11,9 juta views dengan 97,4 ribu likes.

3. LEC Summer 2021

League of Legends European Championship (LEC) Summer 2021 mulai digelar pada Juni 2021 hingga Agustus 2021. Pada puncaknya, kompetisi ini ditonton oleh 843,5 ribu orang. Babak yang menarik paling banyak penonton adalah pertandingan antara G2 dengan Fnatic, yang terjadi pada babak Playoffs, hari ke-6. Babak grand final — yang mengadu Fnatic dengan MAD Lions — justru menjadi pertandingan terpopuler kedua. Tidak heran jika pertandingan antara G2 dan Fnatic menjadi pertandingan paling populer, bahkan mengalahkan popularritas babak final. Pasalnya, Fnatic dan G2 merupakan dua tim terpopuler pada LEC Summer 2021.

Tim dan pertandingan terpopuler pada LEC Summer 2021. | Sumber: Esports Charts

Menurut data dari Esports Charts, total hours watched dari Fnatic mencapai 14 juta jam, sementara G2 memiliki 9,26 juta jam. Dari segi average viewers, kedua tim itu juga tetap menjadi tim paling populer di LEC Summer 2021. Fnatic memiliki 341,8 ribu average viewers dan G2 punya 235,7 ribu average viewers. Di YouTube, LEC Summer 2021 mendapatkan 16,3 juta views dengan 203,7 ribu likes. Sementara di Twitch, kompetisi itu disiarkan di 14 channel dengan total views mencapai 27,8 juta views.

Mengingat LEC Summer 2021 mengadu tim-tim League of Legends asal Eropa, kompetisi itu disiarkan dalam belasan bahasa. Siaran dalam bahasa Inggris masih menjadi siaran terpopuler dengan peak viewers sebanyak 532,5 ribu orang. Selain bahasa Inggris, siaran dalam bahasa Prancis dan Spanyol juga cukup populer.

2. LCK 2021 Summer

Sebelum ini, League of Legends Champions Korea (LCK) 2021 Summer juga sempat masuk ke dalam daftar turnamen esports terpopuler pada bulan Juni dan Juli 2021. Pada bulan Juli, LCK 2021 Summer duduk di peringkat ke-3. Dan pada Agustus 2021, kompetisi itu naik satu peringkat, menjadi peringkat ke-2.

Secara total, lama waktu siaran dari LCK 2021 Summer mencapai 295 jam, dengan total hours watched sebanyak 60,5 juta jam. Pada puncaknya, ada 1,3 juta orang yang menonton liga tersebut. Peak viewers tersebut tercapai pada babak final, yang mempertemukan T1 dengan DAMWON KIA. Sementara pertandingan terpopuler kedua adalah pertandingan antara T1 dengan Gen.G, yang terjadi di babak semifinal pada hari ke-2. Pertandingan tersebut berhasil menarik 907,9 ribu orang.

Data penonton LCK 2021 Summer. | Sumber: Esports Charts

LCK 2021 Summer disiarkan di YouTube dan Twitch. Di YouTube, liga tersebut mendapatkan 20,6 juta views dengan 223,6 ribu likes. Sementara di Twitch, LCK 2021 Summer disiarkan di 21 channels dan berhasil mendapatkan 61,2 juta views serta 259,1 ribu follows. Menariknya, LCK 2021 Summer juga menarik perhatian audiens dari Tiongkok. Hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah view LCK 2021 Summer jika platform di Tiongkok dilibatkan.

Jika data dari platform streaming game asal Tiongkok dimasukkan, total peak viewers dari LCK 2021 Summer adalah 28,1 juta orang. Sementara total hours watched dari kompetisi itu mencapai 856 juta jam dengan jumlah average viewers mencapai 2,9 juta orang.

Data penonton LCK 2021 Summer berdasarkan platform. | Sumber: Esports Charts

Siaran LCK 2021 Summer dalam bahasa Korea masih menjadi siaran paling populer. Jumlah peak viewers dari siaran berbahasa Korea mencapai 599,9 ribu orang. Bahasa Inggris menjadi bahasa paling populer kedua dengan jumlah peak viewers mencapai 348,1 ribu orang. Dan bahasa paling populer ketiga adalah bahasa Vietnam, yang mendapatkan 293,2 ribu peak viewers.

1. MPL ID Season 8

Gelar turnamen esports paling populer pada Agustus 2021 jatuh ke Mobile Legends Professional League Indonesia (MPL ID) Season 8. Dengan durasi siaran selama 69 jam, MPL ID Season 8 berhasil mendapatkan 23,2 juta jam hours watched, dengan jumlah average viewers sebanyak 338,7 ribu orang. Sementara itu, jumlah peak viewers dari MPL ID Season 8 adalah 1,7 juta orang. Peak viewers tersebut tercapai ketika EVOS Legends bertemu dengan RRQ Hoshi di minggu ke-3 hari ke-2. Memang, baik RRQ Hoshi dan EVOS Legends merupakan tim terpopuler di MPL ID Season 8, seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah.

Tim dan pertandingan terpopuler di MPL ID Season 8. | Sumber: Esports Charts

MPL ID disiarkan di tiga platform, yaitu YouTube, Facebook, dan NimoTV. Liga ini paling populer di YouTube, dengan jumlah peak viewers sebanyak 913,6 ribu orang. Secara keseluruhan, MPL ID Season 8 mendapatkan 82,1 juta views dan 976,7 ribu likes di YouTube. Sementara itu, NimoTV menjadi platform paling populer kedua dengan jumlah peak viewers sebanyak 727,7 ribu orang. Facebook menjadi platform dengan penonton paling sedikit. Jumlah peak viewers di platform tersebut hanya mencapai 80,6 ribu orang.

5 Serial Bertema Esports yang Cocok Ditonton Gamer

Tidak bisa dipungkiri, pertumbuhan gaming dan esports di seluruh dunia belakangan ini memang sangat pesat. Bahkan, tidak lagi ingin menjadi pilot atau dokter, kini banyak remaja yang memiliki cita-cita menjadi pemain esports professionalApalagi mengingat gaji pemain esports bisa mencapai angka yang fantastis.

Jika Anda memiliki cita-cita menjadi pemain professional esports, pastinya jam bermain game kompetitif Anda sudah tinggi. Nah, untuk beristirahat sejenak, kami akan memberikan beberapa rekomendasi drama asal Tiongkok atau biasa disebut dengan C-drama yang memiliki tema tidak jauh dari hobi Anda, yaitu gaming dan esports.

Sebagai gamer, pastinya juga akan sangat menarik jika Anda menonton serial drama dengan unsur gaming dan esports. Tidak hanya berfokus di esports, beberapa judul berikut juga dibumbui dengan romance dan comedy. Nah, tanpa basa-basi lagi, berikut adalah beberapa rekomendasi C-drama ber-genre esports untuk mengisi waktu luang Anda.

1. Falling Into Your Smile (2021)

Di drama Falling Into Your Smile ini, Anda akan mengikuti perjalanan pertandingan esports tim ZGDX serta asmara antara kedua tokoh utama. Drama ini juga memperlihatkan jatuh bangunnya pemain professional esports

Diadopsi dari novel “You’re Beautiful When You Smile” besutan Qing Mei, drama Tiongkok satu ini menceritakan tim esports laki-laki terkenal bernama ZGDX yang akan bersaing di OPL (Onmyoji Premier League). Tim ZGDX ini memiliki kapten bernama Lu Si Cheng yang terkenal akan sifat arogan dan perfeksionisnya.

Konflik dimulai saat salah satu anggota tim mengalami cedera tangan. Hal ini membuat tim kalang kabut mencari penggantinya. Di sisi lain, manager dari tim ZGDX menemukan seorang pemain amatir yang memiliki skill yang menjanjikan bernama Tong Yao.

Image Credit: Falling Into Your Smile

Tong Yao adalah seorang gadis gamer yang terobsesi dengan OPL. Keahlian bermain game-nya bisa dibilang luar biasa. Awalnya, Lu Si Cheng dengan sifat arogan dan perfeksionisnya ragu-ragu mengizinkan Tong Yao masuk ke tim mereka. Namun karena satu dan lain hal, akhirnya ia pun mengubah keputusannya.

Tentu saja, selain gaming dan esports, banyak adegan romantis dengan percikan komedi di drama ini yang bisa membuat jiwa jomlo Anda bergetar (tidak berlaku kepada yang sudah punya pasangan hehe…).

2. You Are My Glory (2021)

You Are My Glory membawa Anda mengikuti kisah seorang artis perempuan bernama Qiao Jing Jing yang berjuang untuk membuktikan skill-nya di game melalui pertandingan esports.

Semua dimulai dari Jing Jing yang mendapat sebuah pekerjaan menjadi brand ambassador game mobile berjudul Honor of Kings. Masalah muncul ketika satu video terunggah di internet yang menampilkan buruknya performa bermain Jing Jing di game.

Karena video itu, ia terancam kehilangan pekerjaan menjadi brand ambassador game. Jing Jing putus asa mencari cara untuk mempertahankan pekerjaannya. Sampai ia menemukan satu solusi, yaitu mengikuti turnamen untuk membuktikan keahliannya bermain game.

Image Credit: You Are My Glory

Memiliki ambisi yang kuat, Qiao Jing Jing memutuskan untuk menggunakan semua waktu luangnya untuk berlatih. Namun, itu saja tidak cukup, ia juga meminta bantuan teman sekelasnya saat SMA, Yu Tu.

Yu Tu adalah siswa yang populer saat masih sekolah. Mulai dari segi akademis sampai non-akademis, Yu Tu lihai dalam segala hal. Kini, Yu Tu menjadi seorang insinyur aerospace dan juga pemain game yang lihai. Karena itu, Jing Jing meminta Yu Tu menjadi pelatihnya. Dan dari sini, kapal cinta mulai berlayar. Kya ~

Drama ini mengandung banyak adegan tentang gaming dan aerospace dengan unsur romantis, membuatnya cocok untuk para gamer yang ingin merasakan bagaimana rasanya PDKT. Atau mungkin saja Anda bisa terinspirasi dari drama ini.

3. Gank Your Heart (2019)

Mirip TenZ dan Kyedae, Gank Your Heart mengisahkan kisah asmara seorang pemain esports professional bernama Ji Xiang Kong dengan streamer perempuan, Qiu Ying. Qiu Ying memiliki cita-cita menjadi komentator turnamen esports professional. Tentu saja, drama ini dipenuhi dengan turnamen, persaingan, dan percintaan.

Hubungan Qiu Ying dan Ji Xiang Kong dimulai pada pertemuannya di suatu turnamen internasional. Namun, beberapa saat setelah pertemuannya dengan Qiu Ying, reputasi Xiang Kong memburuk. Ia dituduh memukuli lawannya, membocorkan rencana permainan sebelum turnamen, dan terlibat dalam cinta segitiga.

Di sisi lain, Qiu Ying mendapatkan kesempatan untuk menjadi komentator turnamen esports. Kisah ini terbilang menarik untuk ditonton, karena Anda akan mengikuti perjalanan kedua tokoh utama dengan karir yang berbeda. Karir yang dimiliki oleh kedua tokoh ini juga sangat berhubungan dengan esports.

4. Love O2O (2016)

Memiliki 30 episode, Love 020 merupakan salah satu drama terpopuler yang rilis di tahun 2016 dengan lebih dari 25 miliar kali ditonton. Mengadopsi cerita dari novel “One Smile is Very Alluring” besutan Gu Man, drama ini menceritakan kisah seorang mahasiswi jurusan teknik informatika (IT) bernama Bei Wei Wei dan senior kampusnya, Xiao Nai.

Xiao Nai diceritakan sebagai seorang gamer dan juga sangat populer di kampus. Memiliki skill gaming di atas rata-rata, Xiao Nai menjadi pemain nomor 1 di game MMORPG berjudul “A Chinese Ghost Story”. Dipertemukan oleh game, Bei Wei Wei ternyata juga memainkan game MMORPG tersebut.

Dengan kemampuannya yang lihai, nama Wei Wei tercatat di daftar 10 pemain terbaik. Ia juga merupakan satu-satunya perempuan yang berada di daftar tersebut. Mengetahui hal ini, Xiao Nai menjadi penasaran dan memutuskan untuk berkenalan dengan Wei Wei melalui game A Chinese Ghost Story ini. Nah, di sinilah awal mula perjalanan cinta pasangan ini.

Drama ini sangat mungkin dapat terjadi di dunia nyata. Mengingat jaman sekarang banyak kisah cinta yang berawal dari kenalan di game (asal jangan ketemu hode aja wkwkwk). Apakah Anda juga tertarik untuk mencari pasangan di game? 

5. Go Go Squid! (2019)

Go Go Squid merupakan salah satu drama terbaik dengan ceritanya yang mengangkat tema gaming dan romance. Tayang di tahun 2019 lalu, Go Go Squid memiliki 41 episode.

Drama ini menceritakan tentang mahasiswi ilmu komputer, Tong Nian, yang juga seorang penyanyi cover ternama. Suatu hari, Tong Nian bertemu dengan Han Shang Yan di sebuah warnet. Han Shang Yan juga seorang mahasiswa ilmu komputer yang jenius serta merupakan pemain game professional. Saat itu, Tong Nian langsung jatuh cinta pada pandangan pertama.

Cerita drama ini terfokus di kisah cinta Tong Nian dan Han Shang Yan. Tidak hanya kisah asmara, beberapa adegan juga menunjukkan esensi gaming dan esports.

Penutup

Nah, itu tadi adalah beberapa rekomendasi drama bertema gaming dan esports untuk Anda. Meskipun drama-drama ini tidak sepenuhnya esportstema romantis dan komedi juga membantu jalan cerita menjadi menarik. Semoga beberapa drama ini memotivasi Anda mencari pasangan lewat game, ya! Wkwkwkwk…

Menggali Akar Masalah Pelecehan Seksual di Esports Indonesia

Jika dibandingkan dengan olahraga tradisional, esports memang lebih inklusif. Mengingat esports tidak mengadu kekuatan fisik secara frontal, pemain laki-laki dan perempuan seharusnya bisa bermain dan bertanding bersama. Idealnya. Sayangnya, kita hidup di dunia yang jauh dari ideal. Dan sampai saat ini, industri esports masih didominasi oleh laki-laki.

Meskipun begitu, dunia esports tetap punya peran untuk perempuan. Pelaku esports juga terus berusaha untuk membuat industri ini menjadi semakin inklusif. Misalnya, dengan mengadakan kompetisi esports khusus perempuan untuk mengembangkan ekosistem esports perempuan. Namun, tentunya, dominasi pria di esports juga menimbulkan masalah sendiri. Salah satunya adalah pelecehan seksual.

Apa Itu Pelecehan Seksual dan Kenapa Masalah Ini Penting

Menurut Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan alias Komnas Perempuan, pelecehan seksual adalah tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non-fisik dengan sasaran organ seksual atau seksualitas korbannya. Sementara dalam jurnal The Psychology of Sexual Harassment disebutkan bahwa pelecehan seksual terjadi ketika seseorang mendapatkan komentar, gerakan, atau tindakan seksual yang tidak mereka inginkan karena gender mereka.

Para psikolog tertarik untuk meneliti masalah pelecehan seksual karena keberadaannya merupakan bukti dari ketidakadilan sosial. Selain itu, pelecehan seksual juga menyakiti sang korban, karena pelecehan membuat korban merasa sedih, malu, marah, kecewa, takut, dan stres. Korban bahkan bisa merasa kehilangan harga dirinya sebagai manusia karena dilecehkan. Semua hal ini bisa berujung pada korban mengidap Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD). Seolah hal itu tidak cukup buruk, pelecehan seksual juga bisa membuat korban memiliki membenci tubuhnya sendiri atau menjadi memiliki eating disorder atau gangguan makan.

Di dunia kerja, pelecehan seksual bisa membuat korban merasa tidak nyaman dan aman di lingkungan kerja, yang berakhir pada penurnan performa. Pelecehan juga bisa merusak kepercayaan diri korban. Dan ketika korban merasa dia harus mengundurkan diri karena lingkungan kerja yang tidak bersahabat, hal ini akan menyebabkan korban kehilangan karirnya.

Pelecehan seksual di tempat kerja bisa menunrunkan performa korban. | Sumber: The Conversation

Berdasarkan studi Fitzgerald et al (1997), pelecehan seksual bisa dikelompokkan menjadi tiga grup: gender harassment, unwanted sexual attention, dan sexual coercion. Gender harassment atau kekerasan berbasis gender mencakup perkataan atau tindakan bersifat menghina yang didasarkan pada gender seseorang. Contohnya adalah perkataan seksis yang disamarkan sebagai “bercanda” atau mengirimkan konten seksual pada seseorang tanpa persetujuan orang tersebut.

Sementara itu, secara harfiah, unwanted sexual attention berarti perhatian seksual yang tidak diinginkan. Catcalling adalah contoh paling sederhana dari perhatian seksual yang tidak diinginkan. Memberikan komentar menjurus innuendo tentang tubuh seseorang — tidak peduli positif atau negatif — juga masuk dalam kategori unwanted sexual attention. Tak terbatas pada lisan, unwanted sexual attention juga bisa mencakup tindakan, seperti meraba, mencubit, atau menggerayangi tubuh seseorang. Terus menerus mengajak seseorang pergi kencan — atau melakukan hal-hal lain dengan rating 18+ — walau orang tersebut telah menolak berkali-kali, hal ini juga masuk dalam unwanted sexual attention. Kunci dari jenis pelecehan ini adalah pada “tidak diinginkan”. Sebuah pujian yang menjurus ke innuendo pun bisa masuk dalam kategori pelecehan jika hal itu tidak diinginkan oleh korban.

Kategori terakhir adalah sexual coercion. Pada dasarnya, sexual coercion terjadi ketika seseorang mengiming-imingi orang lain dengan sesuatu agar dia mau melakukan tindakan seksual. Misalnya, seorang bos menjanjikan karyawannya kenaikan pangkat jika sang pekerja mau tidur dengan sang bos. Selain bujukan, sexual coercion juga mencakup saat seseorang memaksa orang lain melakukan tindakan seksual melalui ancaman. Sebagai contoh, ketika dosen pembimbing mengancam akan mempersulit proses bimbingan mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas akhir jika sang mahasiswa tidak mau menuruti keinginan dosen melakukan hal seksual.

Apakah Pelecehan Seksual Terjadi di Esports?

Iya. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang pelecehan seksual yang terjadi di dunia esports, saya menghubungi dua caster perempuan ternama: Icha “Mocchalatte” Annisa dan Veronica “Velajave” Fortuna. Keduanya setuju, jenis pelecehan yang paling sering terjadi adalah pelecehan seksual verbal. Mereka juga mengatakan, walau seorang perempuan telah mengenakan pakaian tertutup — seperti blazer — hal ini tidak menjamin tidak ada orang yang akan melontarkan pelecehan seksual.

Dan jangan salah, pelecehan seksual verbal tidak melulu harus frontal, berupa ucapan yang tidak senonoh. Tanpa konteks, kata-kata yang diucapkan pelaku pelecehan verbal bisa terdengar seperti sesuatu yang diucapkan dalam percakapan sehari-hari, seperti: “Enak nih.” Contoh lainnya adalah “Ada yang menonjol tapi bukan bakat” — kalimat yang pernah dilontarkan oleh Rama Sugianto ketika dia sedang menjadi komentator dalam pertandingan sepak bola di TV nasional. Selain itu, pelecehan seksual verbal juga bisa secara langsung merendahkan fisik seseorang, baik terlalu kurus atau terlalu gemuk.

“Yang terlalu kurus dibuang dari event, tanpa menilai kemampuannya. Yang gendut dijadikan bahan bercanda di belakang. Yang penampilannya kurang, dijadikan bahan bully dan gosip. Yang punya dada besar, jadi bahan obrolan yang tidak pantas. Yang pakai baju tertutup dibilang munafik, yang pakai baju terbuka dibilang pelacur,” cerita Vela saat dihubungi melalui pesan singkat. “Kita sebagai perempuan direndahkan. Walau aku ngomong ini secara umum, karena pria juga banyak direndahkan dan dilecehkan, tapi dalam konteks ini, aku benar-benar membahas dari sisi perempuan.”

Walau pelecehan seksual verbal “hanya” berupa kata-kata, hal ini tetap bisa menjatuhkan mental korban. Icha mengaku bahwa dia pernah mengalami hal tersebut. “Dulu, pernah down banget, sampai nangis, padahal kerjaan belum selesai,” ungkapnya. “Tapi, ya gimana ya, kita nggak bisa buat mereka berhenti. Mereka begitu juga karena minim edukasi dan karena tidak ada sanksi yang menghukum mereka. Misal, kalau mereka komentar tidak enak pun, paling hanya di-ban saja sama admin.

“Tapi, mereka juga bisa langsung menyerang media sosial pribadi. Ya, memang mereka bisa diblokir, tapi ya hanya sebatas itu saja. Tidak ada sanksi apa-apa lagi untuk mereka,” jelas Icha. “Esports masih belum punya badan hukum yang melindungi para esports enthusiasts dari harassment. Satu-satunya sanksi yang mereka dapatkan cuma sanksi sosial saja.”

Jadi, ya, pelecehan seksual masih menjadi masalah yang di dunia esports Indonesia. Untuk mengatasi — atau setidaknya meminimalisir — masalah tersebut, saya akan mencoba untuk menguraikan beberapa alasan mengapa pelecehan seksual bisa terjadi.

Kurang Edukasi

Seperti yang disebutkan oleh Icha, salah satu alasan mengapa seseorang melakukan pelecehan seksual adalah karena ketidaktahuannya akan pelecehan seksual. Terkadang, pelaku pelecehan tidak sadar sedang melakukan pelecehan.  Atau, dia menganggap, apa yang dia lakukan tidak termasuk sebagai pelecehan seksual. Contohnya, catcalling. Ketika seorang laki-laki melakukan catcalling dengan memanggil seorang perempuan “cantik”, bisa jadi, sang pelaku justru merasa bahwa dia memberikan “pujian”. Padahal, seperti yang dibahas di atas, ketika seseorang memberikan perhatian seksual yang tidak diinginkan — tidak peduli apakah perhatian itu positif atau negatif — maka hal itu sudah masuk dalam kategori pelecehan seksual.

Di negara-negara berkembang seperti Amerika Serikat, perusahaan terkadang memberikan sensitivity training untuk para pekerja baru. Tujuannya adalah untuk mengajarkan cara memperlakukan orang lain, khususnya orang-orang yang masuk dalam golongan minoritas. Seseorang bisa menjadi golongan minoritas berdasarkan ras, gender, warna kulit, agama, orientasi seksual, dan lain sebagainya. Namun, di Indonesia, khususnya di bidang esports, belum ada sensitivity training yang mengajarkan tentang cara memperlakukan orang lain, dalam kasus ini perempuan, dengan patut.

Sensitivity training bisa membantu pekerja baru untuk mengerti cara memperlakukan orang lain. | Sumber: Evensi

Jika ketidaktahuan menjadi akar masalah, maka edukasi menjadi solusi. Sayangnya, melakukan edukasi massal pada pelaku dan penonton esports bukanlah perkara gampang. Icha menyebutkan, saat ini, sudah ada cukup banyak webinar edukatif tentang pelecehan seksual. Namun, jumlah peminatnya tidak banyak. Artikel ini pun sebenarnya bagian dari edukasi. Hanya saja, saya ragu bahwa semua orang yang mengklik berita ini akan membacanya sampai habis. Ketika ditanya tentang cara edukasi yang efektif, Icha menjawab, salah satu cara efektif untuk mengajarkan masyarakat akan pelecehan seksual adalah dengan mengadakan seminar offline.

“Acara face to face memang sudah yang paling tepat,” ujar Icha. “Tapi, saat pandemi seperti ini susah.” Dia bercerita, sebelum pandemi, dia pernah menjadi pembicara dalam gerakan edukasi untuk siswa SMA dan mahasiswa yang diadakan oleh Kaskus. “Yang aku tahu, anak-anak ini bisa lebih paham dan bisa tanya-tanya ketika mereka memang nggak paham materinya. Menurut aku, itu edukasi yang cukup efektif, apalagi untuk daerah-daerah yang jauh dari kota.”

Karena, Icha percaya, orang-orang yang tinggal jauh dari kota biasanya belum terlalu aktif di media sosial. Jadi, mereka belum terpapar pada perilaku netizen Indonesia — yang merupakan paling tidak sopan se-Asia Tenggara. Harapannya, setelah diberi pemaparan, mereka akan berlaku dengan lebih baik saat mereka akhirnya aktif di media sosial atau platform streaming.

CEO Morph, Yohannes “Joey” Siagian mengatakan, saat ini, telah mulai muncul usaha untuk memberikan edukasi tentang pelecehan seksual secara terkoordinir di dunia esports. Sebelum ini, memang sudah ada usaha untuk memberikan edukasi di tingkat individual. Namun, terkadang, orang yang mencoba untuk memberi edukasi justru dilawan

Absennya Konsekuensi

Kenapa koruptor — ahem, maling, maksudnya — tidak pernah jera? Ketika tertangkap pun, para maling masih bisa tertawa dan melambai ke kamera. Salah satu alasannya adalah karena hukuman yang ringan. Padahal, salah satu tujuan pemberian hukuman adalah untuk menimbulkan efek jera pada pelaku. Selain itu, hukuman juga berfungsi sebagai pencegah. Misalnya, jika ditetapkan bahwa hukuman untuk maling uang rakyat adalah hukuman mati, harusnya, orang-orang yang tergoda untuk korupsi akan berpikir dua kali sebelum mencuri.

Namun, di industri esports, belum ada lembaga khusus yang menangani masalah pelecehan seksual. Jadi, belum ada hukuman yang jelas untuk pelaku pecehan seksual. Dan ketiadaan hukuman ini menjadi salah satu alasan mengapa pelecehan seksual masih terjadi di esports.

“Ini (hukuman) sesuatu yang berpengaruh banget,” kata Joey saat dihubungi oleh Hybrid.co.id. “Tapi, sebenernya, menurut aku, untuk talent dan content creator yang melakukan hal seperti ini, jelas kok konsekuensinya apa: nggak ada. Karena selama mereka menghasilkan dana, nggak akan ditegur. Kecuali ada yang angkat bicara dan angkat suara. Tapi, itupun jarang terjadi.”

Seolah hal itu tidak cukup buruk, ketika korban pelecehan melaporkan kasus pada pihak berwenang — seperti manajemen tim atau eksekutif EO — dia justru dipersulit. Vela menceritakan pengalamannya terkait hal ini. “Hukum tentang harassment memang ada,” ungkapnya. “Aku pernah lapor, tapi pelaporannya sangat sulit. Ketika dilaporkan, cuma diterima, tapi nggak ada follow up, nggak ada updates.” Masalah pelecehan seksual akan menjadi semakin runyam ketika pelaku punya jabatan atau popularitas.

Lalu, siapa yang seharus memberikan hukuman pada pelaku pelecehan? Menurut Icha, jawaban dari pertanyaan ini tergantung pada siapa yang menjadi pelaku pelecehan. “Kalau pelaku adalah pemain, ya dari pihak manajemen,” katanya. “Pelaku jangan hanya disuruh minta maaf saja, tapi juga bisa dilakukan pemutusan kontrak kalau kasusnya memang sudah parah. Untuk freelancer, mungkin teguran halus, teguran kasar, dan sampai larangan untuk bisa bekerja di tempat tersebut.”

Icha menjadikan kasus Listy Chan sebagai perbandingan. Pada akhir 2020, muncul kabar bahwa Listy Chan berselingkuh dengan Ericko Lim. Skandal tersebut berakhir dengan pemecatan Listy Chan dari EVOS Esports. “Dia bikin kasus yang merugikan pihak manajemen, dan kontraknya langsung di-cut. Nah, kenapa pelaku pelecehan nggak diperlakukan dengan sama?” Icha bertanya. “Apalagi kan banyak tuh, kasus laki-laki melakukan pelecehan ke pemain atau talent perempuan.”

Kasus Listy Chan berakhir dengan pemecatan.

Ketika pelaku pelecehan seksual bisa terhindar dari hukuman, maka sanksi sosial bisa menjadi alternatif untuk membuatnya kapok. Sayangnya, karena minimnya edukasi, tidak banyak orang yang peduli akan pelecehan seksual. Icha bercerita, seorang Liaison Officer (LO) pernah melakukan pelecehan verbal padanya di hadapan rekan kerja mereka. Namun, tidak ada satu pun orang yang menegur sang pelaku. Menurut Icha, hal ini terjadi karena pelecehan yang dilakukan oleh sang LO dianggap sebagai “candaan tongkrongan” yang memang sudah lumrah.

Jika korban ingin tetap memberikan sanksi sosial pada pelaku pelecehan, dia bisa menggunakan media sosial; biarkan netizen Indonesia yang mencabik, memakan bulat-bulan, menghabisi memberikan efek jera pada pelaku. Vela bercerita, Monica “MomoChan” Mariska pernah membantunya melawan pelecehan seksual dengan mengunggah kasus tersebut ke media sosial. “MomoChan, dia pernah bantu aku, dia fight, fansnya bantu kasih sanksi sosial,” ujar Vela. “Pernah juga di-up ke Lambe MOBA, langsung banyak yang nyerang. Tapi, hal itu sebenarnya masuk ke ranah bullying. Orang banyak yang malah senang karena namanya dikenal.”

Senada dengan Vela, Icha juga mengatakan, jika seorang pelaku pelecehan seksual diviralkan di media sosial, dia tetap bisa mendapatkan untung, berupa banyak orang yang menjadi follower-nya. “Sanksi sosial memang cukup efektif. Pihak korban bisa mendapat permintaan maaf dan pelaku di-bully netizen,” kata Icha. “Tapi, pelaku tetap bisa dapat follower banyak. Jadi, belum tentu memberikan efek jera pada pihak lain.”

Di era remaja berani bertaruh nyawa — lari di hadapan truk yang tengah melaju kencang — demi membuat konten TikTok, saya tidak heran jika ada orang yang senang karena dia “populer” sebagai pelaku pelecehan seksual. Jika tidak percaya lihat saja salah satu selebriti yang baru saja keluar penjara namun dipuja-puja sejumlah media.

Bandwagon Fallacy

Bandwagon fallacy merupakan salah satu kesalahan pola pikir. Dalam bandwagon fallacy, seseorang mendasarkan argumennya berdasarkan opini populer. Dalam kasus ini, pelecehan seksual dianggap sebagai “hal biasa” karena banyak orang yang melakukannya. Joey menjelaskan, para kreator konten di dunia esports Indonesia pun sering membuat konten yang bersifat melecehkan.

“Kreator konten, baik manajemen ataupun individu, laki-laki dan perempuan, seolah menormalisasi perlakuan yang melecehkan,” kata Joey. “Kreator konten laki-laki membuat konten yang melecehkan perempuan. Sementara kreator konten perempuan juga tidak sedikit yang memanfaatkan seksualitas untuk mencari perhatian dan popularitas. Manajemen konten pun menggunakan paras cantik sebagai salah satu strategi mencari perhatian.” Lebih lanjut dia menjelaskan, “Kalau idola membuat perilaku tersebut seakan-akan it’s okay, ya, fans akan mengikuti. Apalagi fans yang masih berada di umur pembentukan identitas dan jati diri. Pada umur segitu, perilaku dan values masih sangat dipengaruhi oleh idola dan panutan.”

Mengidolakan seseorang bisa memengaruhi cara pikir kita. | Sumber: Medium

Dalam jurnal The Psychology of Sexual Harassment, dijelaskan bahwa dari sudut pandang biologi, seorang pria melakukan pelecehan pada perempuan karena dia berusaha untuk menunjukkan ketertarikannya. Hanya saja, sang perempuan yang tidak tertarik dengan sang laki-laki menyalahartikan usahanya itu sebagai pelecehan. Sementara dalam kasus pelecehan pada pria, hal itu ditujukan untuk merendahkan sang korban. Tujuannya adalah agar “nilai” sang korban sebagai pasangan akan jatuh.

Jurnal tersebut juga membahas tentang alasan di balik pelecehan seksual dari segi sosial-budaya. Di jurnal itu, tertulis bahwa pelecehan seksual terjadi karena proses sosial akan peran dari masing-masing gender. Secara tidak langsung, masyarakat mendukung dominasi laki-laki dan mewajarkan objektivikasi akan perempuan. Hal lain yang mendorong pelecehan seksual adalah karena budaya masyarakat yang cenderung menormalisasi kekerasan pada perempuan. Pelecehan seksual juga bisa digunakan sebagai alat untuk “menghukum” orang-orang yang berusaha untuk melakukan sesuatu yang berbeda dari gender norm. Misalnya, seorang perempuan yang punya aspirasi untuk menjadi pemimpin politik mungkin akan menjadi korban dari pelecehan seksual.

Penurunan Kualitas Konten

Di atas, sudah dijelaskan bagaimana konten yang dibuat kreator konten bisa memengaruhi pemikiran para penontonnya. Sekarang, pertanyaannya, kenapa para kreator konten membuat konten yang mengandung pelecehan seksual? Jawabannya sederhana, karena konten seperti itu laku. Salah satu sumber pemasukan kreator konten adalah dari iklan. Semakin banyak view dari konten yang sang kreator buat, semakin banyak pihak yang mau memasang iklan atau semakin mahal iklan yang bisa ditawarkan. Sayangnya, popularitas tidak menjamin kualitas.

Saat ini, semakin banyak orang yang tertarik untuk menjadi kreator konten, baik di YouTube, TikTok, atau platform lainnya. Masalahnya, jumlah kreator konten meningkat dengan lebih pesat daripada jumlah penonton atau lama waktu yang penonton bisa habiskan untuk menonton konten. Toh, waktu yang penonton bisa habiskan untuk menonton konten memang terbatas. Dalam sehari, kita hanya punya waktu 24 jam untuk melakukan kewajiban dan hobi kita. Hal ini berarti, persaingan antara kreator konten pun semakin ketat. Jadi, tidak heran jika sebagai kreator konten ingin mengambil jalan pintas dan fokus untuk membuat konten yang viral dan bukannya konten berkualitas. Dan konten berbau seksual menjadi salah satu jenis konten yang menjual.

Sex sells,” ujar Joey gamblang. “Lebih gampang untuk mendapatkan audiens dengan belahan dada dan suara sugestif. Tapi sebenarnya, ada banyak hal lain yang juga menjual, selain seks. Hanya saja, seks menjual dan mudah untuk dieksekusi.”

Kecenderungan untuk mendewakan view atau popularitas punya dampak buruk lain. Karena, mendorong orang-orang yang ingin populer untuk melakukan apa saja, walau mereka harus melakukan hal-hal berbahaya atau menjurus pada pornografi. Masalah ini juga diperburuk dengan betapa cepatnya penyebaran informasi di internet terjadi. Jadi, walau seseorang menjadi viral karena terlibat dalam sebuah kasus, kesalahannya bisa dilupakan setelah masalah viral baru muncul.

Logan Paul saat mengunjungi hutan Aokigahara. | Sumber: Polygon

Mari kita lihat Logan Paul, seorang vlogger, sebagai contoh. Dia pernah mengunggah video kontroversial yang menampilkan jenazah dari orang yang meninggal karena bunuh diri di Jepang. Dalam video tersebut, Paul menunjukkan perjalanannya bersama teman-temannya ke hutan Aokigahara, yang memang dikenal sebagai tempat bunuh diri, seperti yang disebutkan oleh BBC. Jadi, tidak aneh ketika dia dan teman-temannya menemukan jenazah dari seseorang yang melakukan bunuh diri. Masalahnya, Paul dan teman-temannya sama sekali tidak berusaha untuk menghargai jenazah sang korban dan justru bercanda dengan satu sama lain.

Video Paul memicu kemarahan dari para netizen. Setelah itu, dia pun menghapus videonya dan mengunggah video baru, yaitu video permintaan maaf. Ketika itu, pada 2018, Paul punya subscribers sebanyak 15 juta. Sekarang, jumlah subscribers-nya justru bertambah menjadi 23,2 juta orang. Hal ini menunjukkan, meskipun seorang kreator konten membuat konten yang bermasalah dan mendapat hujatan netizen, pada akhirnya, kesalahannya akan dilupakan.

Power Corrupts…

Berdasarkan studi dalam ilmu ekonomi, seseorang bisa mendapatkan kekuasaan ketika dia memberikan sumber daya pada orang lain dan membuat mereka sejahtera, menurut Dacher Keltner, dosen psikologi di University of California, Berkeley. Dia juga menyebutkan, jika seseorang berlaku rendah hati, maka orang-orang akan cenderung menghormati orang tersebut. Dan rasa hormat inilah yang menjadi awal dari kekuasaan seseorang.

“Ketika kita merasa berkuasa, dopamin akan mengalir ke otak kita. Kita merasa seolah-olah kita bisa melakukan apapun,” ujar Keltner dalam wawancaranya dengan PBS. Dopamin merupakan hormon yang punya banyak fungsi, mulai dari mengendalikan emosi, rasa senang, konsentrasi, dan juga rasa sakit. “Di sinilah paradoks akan kekuasaan muncul. Ketika kita merasa berkuasa, hal ini justru membuat kita menyalahgunakan kekuasaan.”

Keltner bercerita tentang apa yang terjadi ketika sekelompok orang dibawa ke laboratorium dan salah satu dari mereka ditunjuk untuk menjadi pemimpin. Orang yang tiba-tiba punya kuasa punya kecenderungan untuk bertindak secara impulsif: mereka mengambil lebih banyak sumber daya dari yang seharusnya.

“Mereka akan mengambil uang. Mereka menjadi kehilangan moral. Mereka berpikir bahwa tindakan amoral bukan masalah selama mereka yang melakukan tindakan tersebut,” ujar Keltner. “Mereka akan punya kecenderungan untuk mempercayai stereotipe. Kemungkinan, mereka juga tidak lagi memikirkan apa yang diperlukan oleh orang lain.” Lebih lanjut dia berkata, “Hal inilah yang disebut sebagai paradoks dari kekuasaan. Kita bisa mendapatkan kuasa dengan berlaku baik, tapi, ketika kita sudah mendapatkan kuasa, kita cenderung melakukan hal buruk.”

Keltner juga menyebutkan bahwa kutipan “power corrupts and absolute power corrupts absolutely” ada benarnya. Orang-orang yang punya kuasa punya kecenderungan untuk berbicara tidak sopan, selingkuh, dan mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Dia lalu menjelaskan tentang studi yang dia lakukan untuk memperkuat argumennya.

Dalam studi yang dia namai “Cookie Monster Study”, Keltner membagi para peserta eksperimen ke dalam grup berisi tiga orang. Salah satu dari tiga orang tersebut akan dipilih untuk menjadi pemimpin. Pemilihan pemimpin tersebut bersifat acak. Ketiga peserta kemudian ditugaskan untuk membuat regulasi akan sebuah universitas. Dan mereka bisa bekerja bersama dengan baik. Beberapa saat kemudian, Keltner bercerita, para peneliti akan memberikan makanan pada ketiga orang tersebut, yaitu lima potong kue.

“Dan di sinilah penelitian yang sebenarnya dimulai,” kata Keltner. “Masing-masing peserta mengambil satu potong kue. Mereka memakan kue itu dan merasa senang. Semua kelompok yang kami teliti biasanya tidak memakan potongan kue kelima. Karena, mereka tidak ingin mengambil makanan terakhir yang tersisa. Jadi, pertanyaannya, siapa yang memakan potongan kue keempat? Biasanya, orang yang ditunjuk sebagai pemimpinlah yang akan mengambil kue tersebut.” Keltner mengatakan, memang, sang pemimpin tidak selalu mengambil potongan kue keempat (yang berarti ia mengambil jatah lebih banyak dibanding yang lain). Tapi, kemungkinan sang pemimpin mengambil kue keempat adalah dua per tiga.

Keltner menjelaskan, ketika seseorang memegang kuasa, hal ini akan memengaruhi moralnya, serta tindakannya terkait orang lain. “Ketika saya punya kuasa, saya merasa bahwa saya boleh memakan kue lebih banyak. Saya boleh memaki rekan kerja saya. Saya boleh menyentuh orang lain, selama saya senang, tanpa perlu memikirkan apakah orang yang saya sentuh juga senang. Pada akhirnya, kuasa membuat seseorang merasa bahwa dia punya hak atas lebih banyak sumber daya.”

Penutup

Ketika ditanya apakah pelecehan seksual di esports bisa hilang sepenuhnya, Joey menjawab dengan lugas: tidak. Menurutnya, berkaca pada sejarah, hal-hal yang dianggap buruk oleh masyarakat sekalipun — seperti rasisme — tidak bisa sepenuhnya hilang. Namun, dia menambahkan, jika masyarakat tidak lagi menganggap pelecehan sebagai hal yang lumrah dan komunitas esports bisa meregulasi diri sendiri terkait masalah ini, pelecehan seksual mungkin bisa diatasi.

Sebagai media, Hybrid.co.id bisa saja mengangkat topik pelecehan seksual dengan membahas drama atau skandal seputar pelecehan yang terjadi di dunia esports. Namun, kami lebih memilih untuk menggali faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan dari pelecehan seksual itu sendiri. Karena, mengidentifikasi masalah dan mencari tahu penyebab masalah bisa jadi langkah pertama untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tentu saja, saya tidak delusional dan percaya bahwa artikel ini akan serta-merta bisa menyelesaikan masalah pelecehan seksual di dunia esports Indonesia. But hey, you can’t say we didn’t try…

Sumber header: Vox

Ekspansi Mobile Legends dan Wild Rift ke Brasil, Seberapa Masuk Akal?

Selama 2020, industri mobile esports tumbuh dengan pesat. Faktanya, gelar kompetisi esports terpopuler kedua dan ketiga berdasarkan average viewers sepanjang 2020 ditempati oleh kompetisi Free Fire. Sementara itu, jika menggunakan hours watched sebagai tolok ukur, Mobile Legends Professional League menjadi kompetisi esports terpopuler kedua di 2020. Karena itu, tidak heran jika ada publisher dari mobile game yang berencana untuk melebarkan cakupan ekosistem esports mereka. Di mata publisher, Brasil menjadi salah satu negara yang menarik. Kenapa?

Ekosistem Esports di Brasil

Jumlah populasi merupakan salah satu tolok ukur untuk mengetahui besar pasar esports sebuah negara. Pada 2019, jumlah penduduk Brasil mencapai 211 juta orang. Menurut Statista, jumlah fans esports di Brasil pada 2017 mencapai 15,4 juta orang: 8,8 juta merupakan occasional viewers dan 6,6 juta lainnya esports enthusiasts. Angka ini naik menjadi 18,3 juta orang pada 2018, dengan pembagian 10,7 juta occassional viewers dan 7,6 juta esports enthusiasts. Pasar esports Brasil juga masih akan tumbuh. Pada tahun ini, diduga, jumlah penonton esports di Brasil akan mencapai 27,9 juta orang. Sebanyak 15,3 juta orang merupakan occasional viewers dan 12,6 juta lainnya esports enthusiasts.

Jumlah fans esports di Brasil. | Sumber: Statista

Salah satu publisher yang hendak melakukan ekspansi ekosistem esports mereka pada tahun ini adalah Moonton, publisher dari Mobile Legends: Bang Bang. Pada Juni 2021, perusahaan asal Tiongkok itu mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan liga nasional Mobile Legends di Brasil. Padahal, selama ini, Moonton hanya fokus di Asia Tenggara untuk mengembangkan ekosistem esports Mobile Legends. Sebelum membentuk MPL di Brasil, MPL hanya tersedia di negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, Myanmar, dan Singapura, seperti yang disebutkan oleh Esports Charts.

MPL Brasil telah debut pada 14 Agustus 2021. Dalam liga tersebut, enam tim esports akan bertanding dengan satu sama lain untuk memperebutkan total hadiah sebesar US$30 ribu. Jika dibandingkan dengan total hadiah MPL Indonesia (US$300 ribu) dan MPL Filipina (US$150 ribu), total hadiah MPL Brasil memang tidak terlalu besar. Namun, dengan mengadakan MPL Brasil, Moonton juga memberikan kesempatan pada tim-tim Mobile Legends di negara tersebut untuk bertanding di kompetisi yang lebih besar, termasuk MPL Invitational dan M3 World Championship.

Jumlah penonton MPL di Asia Tenggara. | Sumber: Esports Charts

Moonton bukan satu-satunya publisher yang melirik pasar esports Brasil. Riot Games juga menunjukkan ketertarikan pada negara tersebut. Tidak lama setelah Moonton mengumumkan keberadaan MPL Brasil, pada awal Juli 2021, Riot Games mengungkap skema dari kompetisi Wild Rift di Brasil. Perusahaan asal AS itu bakal memulai turnamen Wild Rift di Brasil dengan mengadakan turnamen pra-musim. Setelah itu, mereka akan menggelar turnamen Wild Rift Tour,yang menawarkan total hadiah sebesar US$50 ribu.

Sebagai bagian dari Wild Rift Tour, Riot akan mengadakan empat kualifikasi terbuka pada periode Agustus-September 2021. Dari kompetisi-kompetisi tersebut, delapan tim dengan nilai tertinggi akan maju ke babak final. Sementara itu, babak grand final dari Wild Rift Tour akan digelar pada Oktober 2021. Jika kondisi pandemi di Brasil memungkinkan, maka babak final dari Wild Rift Tour akan digelar secara offline di studio Riot Games Sao Paulo. Tim yang keluar sebagai pemenang dari Wild Rift Tour akan mewakili Brasil di Wild Rift World Championship 2021.

Apa yang Membuat Brasil Menarik di Mata Publisher?

Populasi Brasil cukup besar. Negara Amerika Latin itu merupakan negara dengan populasi terbesar ke-6 di dunia. Selain populasi yang besar, seperti yang disebutkan oleh Esports Charts, penonton esports Brasil sudah terbiasa menonton konten mobile esports. Game esports yang digemari oleh fans esports Brasil adalah Free Fire, yang merupakan mobile game esports terpopuler setelah PUBG Mobile pada 2020. Jadi, tidak heran jika para publisher mobile game mulai melirik negara tersebut.

Dafter mobile game esports terpopuler berdasar hours watched pada 2020. | Sumber: Esports Charts

Sejauh ini, audiens esports di Brasil juga sudah cukup aktif menonton kompetisi esports. Contohnya, pada Free Fire World Series 2021 Singapore, jumlah peak viewers dari siaran berbahasa Portugis — bahasa yang digunakan di Brasil — mencapai satu juta orang. Angka ini menyamai jumlah peak viewers dari beberapa kompetisi esports ternama, seperti PUBG Mobile World Invitational 2021 dan League of Legends Champions Korea Spring 2020. Dan kejadian seperti ini tidak hanya terjadi sekali. Contoh lainnya adalah Free Fire Continental Series 2020 Americas, yang digelar pada November 2020. Jumlah peak viewers dari siaran berbahasa Portugis kompetisi tersebut mencapai 845,8 ribu orang.

Streamers punya peran penting dalam memopulerkan game esports atau organisasi esports di Brasil. LOUD adalah salah satu organisasi esports paling terkenal di Brasil. Di sana, mereka dikenal berkat konten Free Fire yang mereka buat. Saat ini, jumlah subscribers dari channel YouTube LOUD Free Fire bahkan telah mencapai 2,54 juta orang.

Alasan lain mengapa Moonton dan Riot Games tertarik untuk menjajaki pasar esports Brasil adalah karena audiens esports di Brasil cukup menyukai game MOBA. Buktinya, jumlah peak viewers dari liga League of Legends nasional Brasil, CBLOL 2021 Split 1, mencapai 416 ribu orang. Angka ini cukup besar untuk liga regional. Dan walau League of Legends cukup populer di Brasil, belum ada mobile MOBA yang masuk di negara tersebut. Setidaknya sampai beberapa bulan lalu. Pasalnya, selama ini, Mobile Legends hanya fokus pada Asia Tenggara, sementara Arena of Valor populer di Vietnam. Padahal, di Brasil, genre MOBA juga cukup populer.

Kesimpulannya, Brasil punya fans esports yang cukup banyak. Selain itu, mereka juga sudah terbiasa menonton konten mobile esports. Hal ini terlihat dari banyaknya jumlah penonton kompetisi Free Fire. Di Brasil, MOBA juga cukup populer. Semua hal ini membuat Moonton tertarik untuk mengembangkan skena esports Mobile Legends di Brasil dan Riot Games dengan Wild Rift.

30 Game Asal Indonesia yang Mencuri Perhatian di Gamescom 2021

Gelaran Gamescom memang menjadi pameran video game terbesar yang setiap tahunnya diadakan di Jerman. Sayangnya pandemi mengharuskan event akbar ini diadakan secara digital.

Untungnya, kondisi tersebut tidak mengurangi keseruan dari pengumuman-pengumuman game yang hadir pada Gamescom 2021. Game-game besar seperti Forza Horizon 5, Saints Row Reboot, dan Marvel’s Midnight Suns mungkin memang mencuri perhatian pada Opening Night Live.

Namun di eksibisi Devcom Developer Conference (DDC) 2021, game-game Indonesia ternyata cukup menarik perhatian dari banyak negara karena dominasinya di dalam ajang ini. Asosiasi Game Indonesia (AGI) memang membuat program untuk mengirimkan 30 developer game lokal untuk tampil di dalam Gamescom 2021.

Dan bila Anda penasaran game apa saja yang ikut, berikut adalah daftar 30 game terbaik asal Indonesia yang tampil pada gelaran Gamescom 2021.

Nusantara Fighter

Developer: Miracle Gates Entertainment

Salah satu pendatang baru yang langsung mencuri perhatian banyak gamer dan media pada Gamescom kemarin adalah Nusantara Fighter. Game fighting ala Mortal Kombat atau Street Fighter ini memang tampil menarik dengan desain karakter yang terinspirasi dari sejarah dan kisah rakyat lokal. Game ini tengah dalam tahap pendanaan dan juga pencarian publisher.

Fallen Elysium, Dusk at War, and Fading Star

Developer: Miracle Gates Entertainment

Selain Nusantara Fighter, pengembang Miracle Gates Entertainment ternyata juga memiliki beberapa proyek menarik lain yang ikut ditampilkan. Ada tiga game lain bergenre visual novel yang diperkenalkan, yaitu Fallen Elysium yang bertema masa depan, Dusk at War yang bertema peperangan, dan yang terakhir adalah Fading Star yang bertema romantis. Ketiganya mengambil tema cerita yang cukup berbeda-beda.

Escape from Naraka

Developer: Xelo Games

Game ini memang bukan game yang baru, namun para penonton Gamescom tetap dibuat terpukau lewat trailer eksklusif barunya. Game bergenre action-platformer ini terus mencuri banyak perhatian gamer di seluruh dunia karena aksi yang ditampilkan dikombinasikan dengan tema Balinya yang cukup unik.

A Space For The Unbound

Developer: Mojiken Studio

Game petualangan kehidupan berlatar Indonesia di tahun 90-an ini memang menjadi salah satu game yang paling diantisipasi oleh banyak gamer di Indonesia dan bahkan Asia Tenggara. Game ini memang ikut tampil di booth milik Toge’s Indie Arena Booth. Namun sayangnya game ini tidak menunjukkan hal baru pada gelaran kemarin.

Stella Gale: The Trials of Faith

Developer: Extra Life Entertainment

Visual style memang menjadi salah satu daya tarik unik bagi sebuah video game. Dan Stella Game: The Trials of Faith dengan indah membuat game-nya seakan kartun atau anime klasik yang digambar manual. Para pemain akan menjadi Stella yang mengikuti kompetisi gladiator dengan hadiah satu permintaan apapun yang akan dikabulkan oleh sang pangeran.

Misguided: Never Back Home

Developer: JEVO Games

Mengambil tema game horor dengan karakter utama seorang cewek SMA, plus gameplay dari pandangan orang ketiga tentu membuat Misguided: Never Back Home langsung dibanding-bandingkan dengan Dreadout. Namun game ini merupakan game mobile yang akan mengikuti Silvia yang mencari teman-temannya di tempat yang tidak diketahui dan dihantui oleh mahluk-mahluk mistis.

Who Is He: Let Me Out

Developer: 4Happy Studio

Game horor dengan karakter utama anak-anak memang terkadang membuat suasananya semakin mencekam, sekaligus membuat sedikit menenangkan saat dimainkan. Dalam game ini pemain akan menjadi Alvin yang terperangkap di kampung halamannya. Dengan bantuan saudarinya yang telah meninggal dan juga laba-laba peliharannya, ia harus mengungkap rahasia kelam di desanya dan kabur dari sana.

Kirana: Raga Sukma

Developer: Kawarna Studio

Aspek mitologi dan cerita rakyat Indonesia memang menjadi salah satu tema yang luas untuk digali. Seperti judulnya, game yang satu ini mengangkat tema raga sukma atau ngrogo sukmo. Dalam game petualangan dengan pandangan orang ketiga ini, pemain akan menjadi Kirana yang punya misi untuk menyelamatkan saudaranya, sekaligus menyelesaikan masalah mental yang ia hadapi.

Ngopi, Yuk!

Developer: Uniqx Games Studio

Game adaptasi komik atau anime memang bukan yang baru. Sama seperti game ini yang diadaptasi dari webtoon lokal dengan judul yang sama. Sesuai namanya, pemain akan menjadi barista yang sibuk mengurusi mulai dari kostumer, menu, dan bahkan mengembangkan toko lewat sistem gacha.

Here Comes The Hero

Developer: GameChanger Studio

Menggabungkan dua genre video game yang berbeda memang berpotensi untuk membuat sebuah genre hybrid yang memberikan pengalaman baru bagi gamer. Seperti yang ditawarkan lewat Here Comes The Hero, game ini menggabungkan genre petulangan roguelike yang tengah naik daun dengan game fighting 1-vs-1. Game ini direncanakan untuk dirilis pada 2023 mendatang untuk PC dan konsol.

Rendezvous

Developer: Pendopo Studios

Kombinasi konsep cyberpunk, style pixel art, dan juga aksi 2 dimensi mungkin menjadi komposisi andalan dari para pengembang game indie. Namun hal tersebut tidak selalu negatif, apalagi bila konsep tersebut ditambahkan elemen lokal seperti pada game Rendezvous ini yang menampilkan kota Neo-Surabaya.

Grammarian Ltd

Developer: Algorocks

Memberikan narasi imajinatif untuk konsep dasar sebuah game terkadang bisa membuat game edukasi menjadi menarik. Seperti yang dilakukan pada game ini lewat cerita di masa depan ketika sang presiden mewajibkan semua tata bahasa dan juga tulisan harus benar dan sempurna. Dan pemain mendapat tugas besar untuk memastikan bahwa semua teks yang lewat tanpa cacat bahasa.

Project Unseek

Developer: Arsanesia

Apa jadinya bila kalian bermain petak umpet di malam hari, mungkin itulah yang ingin disuguhkan oleh Project Unseek ini. Pemain akan bermain secara multiplayer dengan 6-10 pemain lainnya, dengan satu orang akan bertugas menjadi penjaga yang harus menangkap pemain lainnya. Dengan pandangan yang terbatas, para pemain yang dikejar harus menggunakan kemampuan uniknya untuk selamat.

Night of Sorrow

Developer: Satriver Studio

Bila ada yang mengatakan sebuah game shooter bertema Malam Satu Suro, mungkin akan banyak yang menyebut bahwa hal itu terlalu mengada-ada. Namun itulah yang tengah direalisasikan oleh developer asal Malang ini. Memang tidak banyak yang ditunjukkan selain dari desain karakter yang menyerupai hantu kuntilanak yang membawa senjata.

Project KISS: Road to Debut

Developer: Wisageni Studio

Dengan semakin populernya Kpop dan para idol-nya. Maka cukup menarik untuk melihat bagaimana jadinya bila pemain menjadi manajer dari para idol ini. Game ini nantinya akan berfokus pada narasi dengan gameplay yang kasual. Para pemain nantinya akan mengatur jadwal dari idol ini untuk mendapatkan ending yang memiliki 15-20 varian.

Hello Goodboy

Developer: Rolling Glory Jam

Game tentang cerita kehidupan atau slice-of-life mungkin memberikan kesan tersendiri kepada para pemainnya. Hello Goodboy kemungkinan akan menjadi salah satunya. Game ini bercerita tentang seorang anak dengan anjing kesayangannya yang bernama Coco. Hello Goodboy akan menjadi game side-scrolling 2D dengan puzzle dan beragam aktivitas yang akan berdampak pada kelanjutan narasinya.

Matchmaker: Love & Roguelike

Developer: MelonCat studio

Bila sebelumnya Here Comes The Hero mencoba menggabungkan genre roguelike dengan fighting 1-vs-1, game yang satu ini mencoba lebih radikal dengan menggabungkan genre roguelike dengan matchmaking sim. Namun itulah inti dari game ini. Pemain diminta untuk menjadi Mak Comblang, sekaligus berpacu dengan waktu untuk memasangkan sebanyak mungkin orang.

Anuchard

Developer: stellarNull

Game action RPG berlatar fantasi ini menjadi salah satu game yang ditampilkan secara langsung kepada para pengunjung Gamescom. Game ini menawarkan nostalgia dari game-game action RPG klasik yang akan membawa para pemain ke dalam petualangan di dungeon, memecahkan puzzle, dan juga pertarungan secara real-time. Game ini tengah dipersiapkan untuk dirilis di PC via Steam dan Xbox awal tahun depan.

Amazing Swing

Developer: Megaxus

Bila game-game sebelumnya menitik beratkan aspek naratif ataupun gameplay-nya. Maka Swing Saga merupakan game kasual yang menantang para pemain untuk berayun dari satu platform ke platform yang lain. Para pemain juga akan mendapatkan poin bila mereka dapat mendarat pada titik yang tepat. Game ini akan dirilis untuk PlayStation 4 dan 5, serta Nintendo Switch akhir tahun nanti.

Monster Breakout! Brickbreaker Pixel RPG

Developer:  Seraph Games

Game yang satu ini sebenarnya adalah remake dari Brick Pixel yang keluar untuk platform mobile awal tahun ini. Namun Seraph Games bersama dengan publisher Niji Games Studio dan art designer Frosty Rabbid memberikan improvisasi visual dan animasi yang lebih baik, ditambah dengan narasi yang lebih kuat serta sistem progres ala RPG yang lebih detail.

Cooking Chef Story: Food Park

Developer: Dreams Studio

Masih di bawah publisher Niji Games, ada Dreams Studio yang membawa game memasak dan menantang para pemain untuk menyiapkan dan juga menyajikan berbagai makanan ataupun kudapan dari Indonesia maupun negara lainnya. Game yang dirilis untuk mobile ini tengah berstatus alpha dan direncanakan untuk dirilis pada 2022

Calico Cafe

Publisher: Niji Games Studio

Game terakhir yang dibawa Niji Games lagi-lagi bertemakan makanan-minuman. Dalam game ini, para pemain akan menjadi kucing tiga warna alias calico yang membuka kafe pertamanya. Berbeda dengan game sebelumnya yang akan menuntut ketangkasan, game ini akan lebih menenangkan.

Knight Vs Giant

Developer: Gambir Studio

Siapa yang menyangka bahwa game flash yang berasal dari tahun 2013 kini dapat hidup kembali. Itulah yang dialami oleh Knight vs Giant. Game Flash bergenre hack and slash ini dikembangkan ulang sebagai game yang lebih sempurna dengan grafis, mekanisme pertarungan, dan juga sistem progresi yang lebih baik.

The Sun Shines Over Us (Menggapai Matahari)

Developer: Eternal Dream Studio

Isu perundungan atau bullying memang masih menjadi topik yang masih terus menghantui. Game Menggapai Matahari ini mencoba mengangkat isu-isu sensitif dari kehidupan para remaja seperti persahabatan dan juga kesehatan mental. Game visual novel ini masih tengah dalam tahap pengembangan.

Fractured Core

Developer: Engram Interactive

Sistem pertarungan turn-based mungkin kini sudah banyak ditinggalkan game-game besar untuk mendorong aksi yang lebih cepat dan interaktif. Namun sistem ini ternyata diaplikasikan dalam game futuristis cyberpunk yang berlatar di Jerman ini. Fractured Core menawarkan cerita naratif yang dalam dan juga kostumisasi karakter yang membuat game-nya lebih menarik.

Tanasurga

Developer: Rainman Studios

Satu lagi game yang mengimplementasikan sistem pertarungan turn-based dan juga naratif. Namun bedanya, Tanasurga mengambil latar mundur ke era Perang Dunia 2 dengan ‘twist‘ bahwa para pejuang kini menggunakan robot untuk bertarung dan berjuang untuk memerdekakan negaranya. Game ini memiliki tiga orang pilot yang punya cerita berbeda-beda dengan multiple ending yang membuatnya semakin membuat penasaran.

Project Angels

Developer: Project Angels Dev

Bila Anda mencari sebuah game visual novel bertema militer dengan karakter bergaya anime, maka game yang satu ini merupakan jawaban yang pas. Dalam Project Angels pemain akan menjadi komandan dari pasukan elit superhuman yang harus memastikan bahwa setiap misinya berhasil sekaligus membangun hubungan dengan para tentaranya.

Billy Makin Kid

Developer: SLAB Games

Game terakhir yang masuk ke dalam Gamescom ini sebenarnya bukan game baru. Namun developer SLAB Games memang tengah membawa game flash satu ini untuk masuk ke dalam PC, mobile, dan juga HTML5. Game tower defense ini memang cukup populer saat era game flash. Selain itu SLAB Games juga memiliki beberapa proyek yang masih belum diumumkan.

Penutup

Dan itulah tadi ke-30 game asal Indonesia yang berhasil tampil pada gelaran Gamescom dan mencuri perhatian pada Devcom Developer’s Conference karena serbuan dari game-game asal Indonesia yang mendominasi hingga menjadi game terbaik pada Indie Arena Booth.

Semoga saja, serbuan semacam ini dapat dipertahankan pada event-event internasional berikutnya agar para gamer dari seluruh dunia mengetahui bahwa para developer asal Indonesia juga memiliki game-game berkualitas yang mampu bersaing secara internasional.

 

Gaming and the Brain

The brain is undoubtedly the most complicated and fascinating organ in the human body. It practically defines who we are, our beliefs, emotions, well-being, and the entirety of our lives. However, the mind is also incredibly susceptible to changes in the environment. What we eat, drink, watch, listen can alter the circuitry of the mind in one way or another.

The same thing goes with playing video games. Gaming, for better or worse, can affect how our brains operate. This relationship also works the other way around: the state of our brain can change our performance and behavior in-game. Unlike most traditional sports out there, gaming emphasizes the cognitive capabilities of humans, similar to board games like chess. Dota 2, CS:GO, VALORANT, all your beloved games is simply a mental battle between you and your opponents. It doesn’t matter if you are tall, short, thin, fat, ugly, or beautiful you can play games and grind your brains to become the best in the world.

Esports organizations today also begin to realize the importance of the relationship between the brain and gaming, consequently hiring a professional psychologist to support their esports rosters.

Astralis, arguably the best CS:GO team of all time, was perhaps one of the pioneers who collaborated with a sports psychologist. Before this project, Astralis was undoubtedly still a solid team and is considered one of the future prospects in Europe CS:GO. However, around 2015-2016, they hit a major roadblock. The Danish team simply couldn’t close out any tournament they participated in and have trouble getting through most semifinals. Even worse, most of their losses were usually a result of a choke, meaning that they lose games despite securing an early lead over the opponent.

Although the CS:GO community simply thought that this was a curse, Astralis knew that this was all about mindset. They soon hired Mia Stellberg, perhaps the best and the most famous esports psychologist today, and the rest was history. In 2018, the Astralis roster was practically undefeatable, winning almost every LAN they enter. OG also hired her in 2019, which ultimately led to the only two consecutive The International wins ever in Dota 2 History.

Mia Stellberg (most left) and the whole OG roster when they won TI9 | Source: miastellberg.com

From these examples, we can see that gaming and the brain are highly correlated and can influence each other in many profound ways. In this article, we will be taking a look at the effects of video games on the brain, basing our discussion on scientific works conducted by experts in the field. Aside from the effects on brain performance, I will also be including mental health issues of gaming in one of the sections, since it is highly correlated to our brain’s functionality. Furthermore, although I stand by the side of gaming, I will try to balance out all the pros and cons that come with this topic.

Depression and Anxiety

Source: Freepik

Before understanding how gaming affects depression or anxiety, we need to understand what each of them really is. Depression is very similar to being unhappy, although it is important to note that the two things are not the same. Most unhappy people are not content with their lives. Depressed individuals, however, may already be satisfied in life but still have a sense of deep underlying sadness. Anxiety is simply being overly worried about the potential challenges or problems we will face in the future. The key thing in depression and anxiety is how both of them deal with negative emotions. You’ll see why this is important later on.

Let’s get one simple fact out of the window: gaming does not cause depression nor anxiety. There is, indeed, a correlation between depression and gaming, as shown by the study entitled Daily Violent Video Game Playing and Depression in Preadolescent Youth. However, a correlative relationship does not imply causation, and many have falsely cited this article to berate gaming as a whole. In simpler terms, one thing does not necessarily cause another thing by being correlated to each other. If ice cream sales increase when crime rates increase, it does not mean that ice creams cause murders.

Likewise, people with depression or anxiety most likely turn to games to escape their life problems and consequently worsen their condition. Gaming can be extremely dangerous for people with depression or anxiety because it can shut down negative emotions. Having no negative emotions will trick your brain into giving a false sense of security regarding your life.

I personally have felt this effect a couple of times when playing games, and I’m sure that all of you gaming enthusiasts had as well. When we play, all our life problems, school, and work seem to disappear into thin air. Fortunately, for me, I was able to go back to the real world and realize all my upcoming deadlines. However, people who have a severe case of depression and anxiety will never want to re-experience the negative emotions, which in turn causes them to get stuck in gaming. When they do not stop playing, their life gets worse, they become more depressed or anxious, and the whole process becomes a negative feedback loop. So, does gaming cause depression? No, but it sure can spiral depression out of control.

However, a proper dose of gaming has been shown to be somewhat effective in combating depression and anxiety. Researchers from Michigan State University have used elements of gaming to “reduce anxiety by helping people focus in an increasingly distracting world”. Another study has also found links between video games and improvements in mental health. The researchers argued that gaming has the potential to introduce positive emotions, engagement, build meaningful relationships, and give a sense of fulfillment or purpose in life. Even so, I wouldn’t suggest using gaming to cure depression or anxiety. If you feel like you might have any of these two illnesses or conditions, please visit a licensed mental health professional and get their opinion.

Attention

The older generation often criticized youngsters nowadays for having a short attention span. They also usually blame social media, the internet, or gaming as the primary causes of this behavior, and they wouldn’t be completely wrong. Several studies have found that gaming, especially the ones related to violence, may have a negative effect on attention and the ability to concentrate for long periods of time. Experts in the field hypothesized that this is due to the high levels of dopamine bursts that gaming provides. Indeed, a lot of video games today are fast-paced, filled with new challenges and environments that highly stimulate the brain. As a result, when faced with much slower and “uninteresting” activities (such as lectures, doing homework, etc), gamers often feel unmotivated in executing them.

The fast-paced nature of video games can leave us unmotivated when doing less dynamic tasks | Source: Freepik

On the other hand, there are also studies that claim the opposing idea, similar to that of depression and anxiety. Researchers from the University of Arkansas found that one hour of gaming can increase focus and specifically boost attention selection. This claim is especially true for action-packed games that display a lot of information to the players.

Let’s take Dota 2 as an example. Dota 2 players have to pay attention to their hero, the creeps, enemy heroes, and map just to iterate a few. They will then use this information to make the necessary quick decisions and output their actions in the game. Of course, you can’t always look at creeps and the map at the same time. Similarly, it wouldn’t be wise to look at the map in a 5v5 teamfight situation.

The best Dota 2 players know when to glance at the map, when to focus on their hero positioning, and what to look out for at specific time frames. This act of selecting information is called attention selection, and it is a key skill to have in almost all fast-paced games like Dota 2. Furthermore, this skill can be utilized in our daily activities, allowing us to block out distractions and use our brainpower more efficiently.

Dota 2 players have to constantly scan their screen for key information | Source: Steam

Therefore, gamers might not be able to concentrate on long boring activities, but they may be able to pick out and selectively focus on the most crucial information when doing tasks.

Alexithymia

Unlike depression or anxiety, every single gamer is exceedingly susceptible to Alexithymia. The condition arises when someone becomes unable to identify or describe the emotions they experience. Alexithymia is usually caused by the frequent suppression of emotions, which is sometimes what our society highly promotes.

Expressing our emotions can often be viewed as a sign of weakness, unreliability, and unprofessionalism. Similar to the case of depression and anxiety, gaming can be used as an escape strategy and suppress these critical emotions. More scientifically, the amygdala (the part of our brain that controls feelings or emotions) rarely actuates when we play games and deteriorates in its function. Our emotions build up and eventually get vented out when we game, which is why some gamers frequently find themselves outbursting in toxicity over simple in-game mistakes. Although it may sound slightly paradoxical, the suppression of our emotions will ultimately manifest in anger, an emotion itself.

The location of the amygdala | Source: The Science of Psychotherapy

I myself have experienced this issue firsthand in the past. Playing games can be exceptionally frustrating at times, and I often find myself trying to hold back from toxicity. After playing, it can be troubling to feel apathy or empathy and have concerns about other people’s problems.

Fortunately, I finally stopped “tryhard-ing” in Dota or CS:GO ranked games and try to have fun, the sole reason why I play games in the first place. Playing with friends in a Discord call also helps with this endeavor and express my emotions more freely. I was remarkably lucky to get out of the rabbit hole of Alexithymia before the condition can fully manifest. If you think that you might have this condition, it’s never too late to change your behavior for the better.

Boosting Your Brain’s Performance

In traditional sports, training will enhance your body and make it stronger. As I mentioned in the introduction, gaming is a mental sport. So can playing games improve your brain’s performance just like going to the gym? Although most conventional adults might disagree, studies have indeed shown that gaming can, one way or another, make you “smarter”.

Going back on track, researchers in UC Irvine have found that 3D games can improve memory and spatial awareness. Indeed, MOBA, FPS, and most gaming genres out there require some sort of map layout memorization. All games, as a matter of fact, require us to remember combos, strategies, counters, etc. The part of our brain that gets exercised when conducting these memorizations is the Hippocampus. If you want to know more about the intricacies of this topic, you can definitely check out this article written by yours truly.

The hippocampus plays a major role in learning and memory | Source: Wikipedia

But of course, gaming is not all about memorization. A large part of what defines a video game is the challenge and problem-solving aspect it provides. According to a study by Charles Reynaldo, gaming was shown to be able to highly improve decision-making and problem-solving skills that could, in turn, be applied in daily life settings. Researches at OpenAI even found Dota 2 players to be rather incredible since they have to practically make around 30 decisions every second.

Despite the benefits that gaming provides to the brain, teachers and parents often use video games as the culprit behind students’ declining grades. As much as I hate to say this, they are not wrong. If you continuously train your brain, it only makes sense for you to have an easier time learning in school and improve your academic performance. However, like all things in life, too much is never good. It doesn’t matter if you get +200IQ from gaming; if you don’t study, you will still fail the exam. Always balance out your gaming time with your education or work.

Conclusion

Before closing out this article, I would like to point out the similarities between gaming and chess. Video games, whether you agree or not, are a modern, more updated version of chess. Although both of them may require different skill sets to master, they both enhance the brain’s ability to make decisions and solve problems. They also both have the capability to drive people insane and depressed. Look at where chess has brought Bobby Fischer. He used to be one of the most genius chess players in the world but later become deranged, radical, recluse, and unfitting to society due to his overlooked mental problems.

Video games, chess, and everything in life can affect our brain’s ciruitry in some way. Whether you are a gamer or not, it is imperative for us to understand how our brains change in response to the activities we conduct so that we can avoid threatening mental conditions before they can fully manifest.

Featured Image: Freepik

Studi Kasus Asosiasi Esports di Berbagai Negara di Dunia

Beberapa tahun belakangan, esports menjadi perhatian banyak pihak, mulai dari perusahaan non-endemik, perusahaan venture capital, sampai pemerintah. Mengingat industri esports memang terus tumbuh, baik dari segi jumlah penonton maupun valuasi, hal ini tidak aneh. Seiring dengan semakin populernya competitive gaming, semakin banyak pula pihak yang tertarik untuk membuat asosiasi atau lembaga untuk menaungi esports. Di Indonesia, setidaknya ada dua lembaga yang bertanggung jawab atas esports, yaitu Indonesia Esports Association (IeSPA) dan Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI).

Dalam bahasa Inggris, ada pepatah: There is strength in numbers. Biasanya, semakin besar sebuah kelompok, semakin kuat pula kelompok tersebut. Masalahnya, menyatukan misi dan visi banyak orang bukan perkara mudah. Dan dalam kasus asosiasi esports, keberadaan banyak asosiasi justru bisa membuat para pelaku bingung. Apalagi, jika tugas dari masing-masing asosiasi tidak dipisahkan dengan jelas, membuat tanggung jawab setiap asosiasi menjadi saling tumpang tindih.

Kabar baiknya — atau justru kabar buruknya — Indonesia bukan satu-satunya negara yang punya lebih dari satu lembaga esports. Di beberapa negara lain — seperti Singapura dan Malaysia — asosiasi yang menaungi esports juga tidak hanya satu. Berikut pembahasan tentang lembaga apa saja yang ada di sejumlah negara dan apa saja tugas mereka.

Malaysia – MeSF & ESI

Sama seperti Indonesia, di Malaysia, setidaknya ada dua lembaga yang menaungi esports, yaitu Malaysia Esports Federation (MeSF) dan Esports Integrated (ESI). Menariknya, kedua asosiasi itu sama-sama ada di bawah naungan Kementerian Belia dan Sukan (KBS) alias Kementerian Pemuda dan Olahraga. MeSF didirikan pada Desember 2014. Saat didirikan, MeSF masih menggunakan nama Esports Malaysia (ESM). Pada 2020, status ESM naik menjadi federasi dan nama mereka pun menjadi MeSF. Mereka juga merupakan anggota dari International Esports Federation (IeSF).

Salah satu peran MeSF dalam mengembangkan industri esports di Malaysia adalah membuat Malaysia Esports Blueprint. Sesuai namanya, blueprint tersebut berisi rencana esports dalam lima tahun ke depan, sejak 2020 sampai 2025. Keberadaan Malaysia Esports Blueprint diumumkan pada November 2019 oleh Syed Saddiq, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Dengan program ini, pemerintah Malaysia ingin menjadikan Malaysia sebagai pusat esports di Asia Tenggara. Pada 2018 dan 2019, memang ada beberapa kompetisi esports internasional yang digelar di Malaysia. Dua diantaranya adalah Dota 2 Major Kuala Lumpur dan Mobile Legends World Championship.

Ada lima strategi yang menjadi prioritas bagi pemerintah Malaysia. Salah satunya adalah menyelenggarakan Malaysia Esports League. Selain itu, pemerintah Malaysia juga ingin menggelar konferensi esports, membuat pusat latihan esports berlisensi, mendorong agar ada lebih banyak perempuan yang ikut aktif di dunia esports, dan menjamin kesejahteraan para atlet esports. Pemerintah Malaysia juga ingin membahas tentang masalah kecanduan game.

MEL21 akan mengadu beberapa game. | Sumber: Upstation.Asia

Sementara itu, ESI diluncurkan oleh KBS pada Oktober 2020. Ketika itu, KBS menyebutkan bahwa tujuan mereka membuat ESI adalah untuk membangun struktur esports yang terintegrasi. Demi merealisasikan hal tersebut, mereka akan melakukan empat hal pada fase pertama. Keempat hal itu adalah:

1. Membuat platform untuk mengatur ekosistem esports secara terpusat
2. Mengadakan Malaysia Esports Circuit
3. Memperkenalkan seri Esports Conference and Summit
4. Menjadi advokat agar pemerintah bisa membuat regulasi yang lebih baik

Selain itu, ESI Juga akan mengadakan program Capacity Building, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dari para pelatih, manajer tim, serta Event Organizers (EO). Di bawah naungan KBS, ESI juga akan membuat fasilitas esports resmi yang terletak di Spacerubix, Puchong. Selain sebagai tempat latihan untuk pemain profesional dan amatir, tempat tersebut juga akan memiliki fungsi lain, seperti sebagai tempat untuk esports event serta tempat berkumpul para pelaku esports untuk bersosialisasi dan membangun jaringan.

Singapura – SCOGA & SGEA

Di Singapura, juga ada setidaknya dua lembaga esports. Pertama, Singapore Cybersports & Online Gaming Association (SCOGA). Kedua, Singapore Esports Association (SGEA). Baik SCOGA maupun SGEA bukan anggota dari IeSF. Namun, SGEA merupakan anggota dari Global Esports Federation (GEF) dan juga Singapore National Olympic Council (SNOC).

SCOGA didirikan pada 2008. Berdasarkan situs resmi mereka, SCOGA punya tiga fokus, yaitu Esports Academy, Campus Game Fest, dan Campus Legends. Melalui Esports Academy, SCOGA ingin memberikan edukasi tentang esports dan membantu generasi muda agar bisa berprestasi di bidang competitive gaming. Selain itu, SCOGA juga berniat untuk membantu generasi muda yang ingin berkarir di dunia esports, baik sebagai atlet, pelatih, manajer, atau bahkan pemilik tim.

Sementara untuk menggelar Campus Game Fest (CGF), SCOGA bekerja sama dengan Institute Technical Education (ITE) dan People’s Association Youth Movement (PAYM). Melalui CGF, SCOGA ingin meningkatkan kesadaran akan pentingnya gaya hidup yang seimbang, khususnya di kalangan anak muda. Terakhir, melalui Campus Legends, SCOGA berusaha untuk mendekatkan diri, mengedukasi, serta mengkaryakan generasi muda melalui esports.

Salah satu hal konkret yang SCOGA lakukan untuk membangun ekosistem esports Singapura adalah bekerja sama dengan Moonton untuk menggelar M2 World Championship. Dikutip dari Esports Insider, Nicholas Khoo, Co-founder dari SCOGA mengatakan, dengan diadakannya M2 World Championship di Singapura, dia berharap, hal ini bisa memberikan harapan pada fans esports di Singapura yang telah lelah menghadapi pandemi. Selain itu, dia juga ingin agar kompetisi itu bisa mendorong generasi muda untuk mengejar aspirasi mereka, khususnya di bidang esports.

SCOGA jadi salah satu rekan Moonton dalam mengadakan M2 World Championship.

Jika dibandingkan dengan SCOGA, umur Singapore Esports Association (SGEA) jauh lebih pendek. Asosiasi itu baru didirikan pada 2018. Di situs resmi mereka, SGEA menyebutkan bahwa misi mereka adalah mendorong partisipasi Singapura di kancah esports, baik di tingkat regional maupun internasional. Selain itu, mereka juga bertugas untuk mempromosikan esports. Memang, di Singapura, esports tidak terlalu populer. Alasannya, karena sistem edukasi di sana sangat ketat. Alhasil, para siswa di Singapura lebih memilih untuk fokus pada sekolah daripada menjadi atlet esports.

Salah satu kontribusi SGEA ke industri esports Singapura adalah memilih atlet esports yang bakal maju ke SEA Games 2021. Untuk memilih tim esports nasional, SGEA mengadakan National Selections untuk tiga game esports, yaitu League of Legends: Wild Rift, League of Legends, dan Arena of Valor.

Korea Selatan – KeSPA

Lembaga yang menaungi esports di Korea Selatan adalah Korea e-Sports Association (KeSPA). Ketika didirikan pada 2000, KeSPA ada di bawah naungan Kementerian Budaya, Olahraga, dan Wisata Korea. Selain itu, mereka juga merupakan anggota dari IeSF dan Korean Olympic Committee (KOC). Pada awalnya, KeSPA didirikan dengan tujuan untuk menjadikan turnamen esports sebagai kompetisi olahraga resmi. Selain itu, mereka juga ditugaskan untuk memperkuat bisnis esports.

Dari sisi operasional, KeSPA melakukan banyak hal, mulai dari mengadakan esports events, menyiarkan konten esports, sampai mengedukasi masyarakat agar lebih berpikiran terbuka pada gaming. Mereka juga punya wewenang untuk menetapkan taraf hidup para pemain profesional. Langkah kongkret yang mereka lakukan adalah membuat regulasi baru yang mereka buat bersama dengan Riot Games dan Ongamenet. Regulasi tersebut diumumkan pada Oktober 2014.

KeSPA Cup 2020 dimenangkan oleh DAMWON Gaming. | Sumber; Sportskeeda

Salah satu hal yang dibahas dalam regulasi dari KeSPA itu adalah gaji minimal yang diterima oleh pemain profesional. KeSPA juga menetapkan bahwa kontrak antara organisasi esports dan pemain profesional harus memiliki durasi paling singkat selama satu tahun. Peraturan terkait lama kontrak ini mulai diberlakukan pada 2016.

KeSPA juga bisa menjatuhkan hukuman pada pemain esports yang berbuat curang. Contohnya, pada April 2010, Sanction Subcommittee dari KeSPA melarang 11 pemain StarCraft ikut serta dalam kompetisi esports di masa depan. Alasannya, 11 pemain tersebut terlibat dalam kasus match-fixing di musim pertandingan 2009. Ironisnya, dua pemain KeSPA — Lee “Life” Seung dan Jung “Bbyong” Woo Yong — juga pernah terlibat dalam kasus match-fixing.

Jepang – JeSU

Pada awalnya, Jepang punya tiga asosiasi esports, yaitu Japan e-Sports Association, eSports Promotion Organization, dan Japan eSports Federation. Pada Februari 2018, ketiga asosiasi esports itu memutuskan untuk melakukan konsolidasi, lapor The Esports Observer. Alhasil, berdirilah Japan Esports Union (JeSU). Saat ini, JeSU punya 42 anggota, termasuk developer dan publisher game ternama, seperti Bandai Namco, Capcom, Konami, Microsoft Japan, Sony, Square Enix, dan Tencent Japan. Mereka juga merupakan anggota dari IeSF.

Tak bisa dipungkiri, industri game Jepang adalah salah satu yang paling besar di dunia. Menurut data Newzoo, walau hanya memiliki populasi sebanyak 126,5 juta orang, industri game Jepang bernilai US$20,6 juta. Sayangnya, industri esports Jepang justru sempat tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan yang sama. Salah satu masalah utama yang menghambat pertumbuhan esports di Jepang adalah keberadaan Act against Unjustifiable Premiums and Misleading Representation. Regulasi itu sebenarnya dibuat untuk mencegah yakuza mendapatkan uang dari mesin poker atau judi. Namun, peraturan itu juga membatasi jumlah hadiah yang bisa ditawarkan dalam kompetisi esports. Maksimal, kompetisi esports hanya bisa memberikan hadiah sebesar JPY100 ribu (sekitar Rp13 juta).

JAPAN eSPORTS GRAND PRIX. | Sumber: IeSF

JeSU berhasil mengakali regulasi tersebut. Dan hal itu menjadi salah satu pencapaian JeSU. Agar total hadiah kompetisi esports tidak dibatasi, JeSU mengeluarkan lisensi “Pro Gaming”. Ada tiga jenis lisensi yang dikeluarkan oleh JeSU, yaitu Japan eSports Pro License, Japan eSports Junior License, dan Japan eSports Team License, seperti yang disebutkan oleh GammaLaw.

Selain membuat lisensi Pro Gaming, JeSU juga aktif untuk mengedukasi masyarakat. Harapannya, hal ini akan mengubah pandangan masyarakat akan dunia esports dan pemain profesional bisa diterima oleh masyarakat. Untuk itu,  JeSU terus mendukung acara esports atau mengadakan kompetisi esports sendiri. Hampir setiap bulan, JeSU selalu mengadakan atau mendukung acara esports di Jepang.

Usaha JeSU berbuah manis. Menurut data dari Gzbrain, industri esports di Jepang tumbuh pesat setelah JeSU meluncurkan lisensi Pro Gaming. Pada 2017, industri esports di Jepang hanya bernilai US$3,4 juta. Angka itu naik 1244% menjadi US$42,3 juta pada 2018. Dan industri esports di Jepang diduga masih akan terus naik. Pada 2022, diperkirakan, esports di Jepang akan tumbuh menjadi industri bernilai US$90,8 juta.

Inggris – BEA

United Kingdom eSports Associatoin (UKeSA) didirikan pada Oktober 2008 untuk menaungi esports di Inggris. Namun, satu tahun kemudian, lebih tepatnya pada Desember 2019, asosiasi itu dibubarkan. Pada 2016, British Esports Association (BEA) berdiri. Salah satu tujuan asosiasi itu adalah untuk memperkenalkan esports pada warga Inggris. Pada saat yang sama, mereka juga bertugas untuk meningkatkan standar ekosistem esports di Inggris. Di situs resmi mereka, BEA mengunkap bahwa mereka bukanlah regulator. Fokus mereka adalah pada pengembangan ekosistem esports amatir di tingkat sekolah dan universitas.

Selama ini, BEA telah menyelenggarakan sejumlah turnamen esports. Salah satunya adalah British Esports Championships, kompetisi esports yang ditujukan untuk para pelajar di Inggris Raya. Belum lama ini, BEA juga mengeluarkan Esports Age Guide. Sesuai namanya, Esports Age Guide berfungsi untuk menginformasikan orang tua, guru, dan bahkan anak dan remaja akan rating dari game-game esports. Keberadaan panduan ini diharapkan akan memudahkan orang tua dan guru untuk menentukan game esports yang sesuai dengan umur anak dan remaja.

Amerika Serikat – USeF

Di Amerika Serikat, asosiasi yang bertanggung jawab atas esports adalah United States eSports Federation (USeF). Asosiasi itu juga merupakan bagian dari IeSF. Sama seperti kebanyakan asosiasi esports di negara lain, tujuan USeF adalah untuk mempromosikan esports dan menumbuhkan industri competitive gaming. Salah satu program USeF adalah Armour On, yang bertujuan untuk melindungi atlet esports dan memitigasi stigma negatif terkait game. Melalui program itu, USeF juga ingin meningkatkan kesadaran para pelaku esports akan pentingnya kesehatan mental, nutrisi, dan juga kesetaraan gender.

USeF dipimpin oleh Vlad Marinescu, yang menjabat sebagai President. Sebelum ini, Marinescu pernah menduduki jabatan sebagai Director General dari SportAccord, Global Association of International Sport Federation (GAISF). Pada Juli 2019, dia ditunjuk sebagai Vice President dari IeSF. Dan pada Mei 2020, dia diangkat menjadi President dari IeSF.

Tiongkok – CSIC & General Administration of Sports

Di Tiongkok, esports sudah diresmikan sebagai olahraga sejak 2003. Badan yang meresmikan hal itu adalah General Administration of Sports, ungkap Daniel Ahmad, Senior Analyst, Niko Partners. Dia menambahkan, pada tahun 2020, pihak yang bertanggung jawab untuk mengubah format kompetisi esports menjadi online selama pandemi adalah General Administration of Sports.

“Walau General Administration of Sports adalah badan yang bertanggung jawab atas esports di tingkat nasional, pemerintah lokal yang punya peran besar untuk mendorong pertumbuhan esports,” ujar Ahmad melalui email. “Pemerintah lokal di berbagai kota di Tiongkok telah membuat regulasi yang mendorong pertumbuhan esports. Biasanya, pihak pemerintah akan memberikan insentif berupa bantuan keuangan.” Beberapa pemerintah lokal yang telah mengeluarkan regulasi untuk membantu pertumbuhan esports antara lain Shanghai, Beijing, Guangzhou, Nanjing, Shenzhen, Hainan, Xian, dan Chengdu.

Mercedes-Benz Arena di Shanghai. | Sumber: Wikipedia

Peran pemerintah Tiongkok dalam pengembangan esports juga dibahas dalam jurnal berjudul Development of E-sports industry in China: Current situation, Trend and research hotspot. Di jurnal itu, disebutkan bahwa pemerintah Tiongkok — pusat dan daerah — telah mengeluarkan 98 regulasi untuk mendukung industri esports. Tidak heran jika pemerintah Tiongkok sangat peduli akan perkembangan industri esports, mengingat jumlah fans esports di Tiongkok memang banyak. Berdasarkan data dari Penguin Intelligence, jumlah fans esports di Tiongkok pada 2020 mencapai 400 juta orang atau sekitar seperlima dari total penonton esports di dunia. Sementara itu, nilai industri esports di Tiongkok mencapai CNY102,8 miliar. Dengan ini, Tiongkok menjadi pasar esports terbesar.

Selain General Administration of Sport, Tiongkok juga punya China Sports Information Center (CSIC), yang mewakili mereka di IeSF. Namun, ketika Tiongkok berpartisipasi dalam pertandingan eksibisi esports di Asian Games 2018, pihak yang memilih tim nasional esports adalah General Administration of Sports.

Global – IeSF & GEF

Tidak semua asosiasi esports membatasi diri untuk beroperasi di satu negara. Juga ada asosiasi esports yang memiliki skala global. Salah satunya adalah International Esports Federation (IeSF). Didirikan pada 2008, IeSF bermarkas di Korea Selatan. Saat didirikan, ada sembilan asosiasi esports yang bernaung di bawah IeSF. Sembilan asosiasi itu berasal dari Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Jerman, Korea Selatan, Swiss, Taiwan, dan Vietnam. Saat ini, IeSF punya 104 negara anggota, termasuk Indonesia. Di IeSF, Indonesia diwakili oleh IeSPA.

Walau memiliki skala global, IeSF juga menjalin kerja sama dengan beberapa lembaga pemerintah. Salah satunya adalah Kementerian Budaya, Olahraga, dan Wisata (MCST) Korea Selatan. Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan Busan IT Industry Promotion Agency (BIPA), dan Maccabi World Union.

Salah satu hal yang IeSF lakukan adalah mengelar kompetisi esports tahunan. Ketika pertama kali diselenggarakan pada Desember 2009, turnamen esports dari IeSF dinamai IeSF Challenge. Tahun berikutnya, IeSF kembali mengadakan kompetisi esports. Hanya saja, mereka menggunakan nama yang berbeda, yaitu IeSF Grand Finals. Pada 2011, nama kompetisi itu kembali diubah, menjadi IeSF World Championship. Dan pada 2014, IeSF menggunakan nama Esports World Championship. Nama itulah yang digunakan oleh IeSF hingga sekarang.

IeSF World Championship 2018. | Sumber: Inside the Games

IeSF bukanlah satu-satunya asosiasi esports global yang ada. Pada Desember 2019, Global Esports Federation (GEF). Federasi yang bermarkas di Singapura itu punya tujuan untuk meningkatkan kredibilitas esports. Secara konkret, salah satu hal yang GEF lakukan adalah memastikan para atlet esports tidak menggunakan doping. Selain itu, mereka juga membuat peraturan terkait gaji pemain esports, merumuskan peraturan dan struktur kepemimpinan esports, serta mendorong terciptanya asosiasi esports nasional yang memiliki standar dan regulasi yang jelas.

Salah satu hal yang membedakan GEF dengan IeSF adalah kedekatan GEF dengan Komite Olimpiade. Pasalnya, sejumlah tokoh GEF memang punya kaitan dengan komite Olimpiade nasional. Misalnya, Chris Chan, yang menjadi President GEF, juga menjabat Sektretaris Jenderal dari Singapore National Olympic Council. Sementara itu, dua Vice President GEF — Wei Jizhong dan Charmaine Crooks — juga punya andil dalam Olimpiade.

Wei merupakan mantan Sekretaris Jenderal dari Chinese Olympic Committee dan Crooks merupakan atlet yang pernah ikut dalam Olimpiade sebanyak lima kali. Selain itu, Chris Overholt,yang menduduki posisi sebagai Head of Digital Technology and Innovation Commission di GEF, juga menjabat sebagai CEO dari Canadian Olympic Committee. Tak hanya itu, GEF juga punya hubungan erat dengan publisher, khususnya Tencent. Faktanya, Tencent merupakan salah satu founding partner GEF. Jadi, GEF menunjuk Cheng Wu — Vice President, Tencent Holdings dan CEO dari Tencent Pictures — sebagai salah satu Vice President.

IESF VS GEF

IeSF telah berdiri terlebih dulu. Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah GEF didirikan untuk menyaingi IeSF. Ketika ditanya tentang hal itu, Chris Chan, President GEF mengatakan bahwa GEF tidak dibuat dengan tujuan untuk menyaingi IESF. Namun, dia juga sadar bahwa tidak tertutup kemungkinan, IeSF memang akan melihat GEF sebagai saingan. Walau dia sadar, IeSF memang bisa menganggap mereka sebagai saingan.

Menurut Nicolas Besombes, keberadaan GEF sebagai asosiasi esports baru justru bisa menimbulkan kebingungan di industri esports. Besombes sendiri merupakan Associate Professor untuk fakultas olahraga dari University of Paris. Dia juga pernah menjadi penasehat untuk Olympic Esports Summit yang digelar di Lausanne pada 2018.

Saat GEF didirikan.

“Saya rasa, publisher memang harus ikut serta dalam mengkonsolidasi industri, tapi tidak sendiri,” kata Besombes, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Dengan menyatukan semua pemegang kepentingan (tim, pemain, penyelenggara liga, manufaktur, publisher, dan perusahaan siaran), maka cara terbaik untuk menyatukan industri esports akan muncul.”

Di GEF, salah satu masalah yang mungkin terjadi adalah konflik kepentingan. Karena, Tencent, yang merupakan founding partner GEF, juga memiliki saham di beberapa perusahaan game esports. Mereka menguasai seluruh saham Riot Games, yang membuat League of Legends. Selain itu, mereka juga memiliki 81,4% saham dari Supercell, kreator dari Clash Royale. Tak berhenti sampai di situ, mereka juga punya 40% dari Epic Games, yang membuat Fortnite. Tencent sendiri juga meluncurkan beberapa game esports, seperti PUBG Mobile dan Honor of Kings atau Arena of Valor.

Kabar baiknya, menurut Besombes, GEF memiliki orang-orang yang punya peran penting di komite Olimpiade, yang memberikan keuntungan pada industri esports. Karena, hal itu bisa meningkatkan kredibilitas esports dan meyakinkan para investor akan esports. Keberadaan lebih dari satu asosiasi esports memunculkan pertanyaan: apakah esports memang bisa diregulasi?

Sekarang, esports sering disandingkan dengan olahraga tradisional. Namun, tetap ada beberapa perbedaan antara esports olahraga. Salah satu perbedaan paling fundamental adalah esports menggunakan game sebagai media. Padahal, game adalah produk komersil milik publisher. Artinya, publisher punya kuasa penuh akan apa yang ingin mereka lakukan pada IP yang mereka buat. Dan hal ini menjadi salah satu alasan mengapa esports sulit untuk diregulasi — kecuali oleh publisher.

Perbedaan skema esports dari LOL dan CS:GO. | Sumber: The Esports Observer

Alasan lain mengapa sulit untuk membuat badan regulasi di esports adalah karena esports mencakup banyak game. Dan setiap game punya publisher yang memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Ada publisher yang turun tangan langsung dalam pengembangan ekosistem esports dari game mereka, seperti Riot Games dan Tencent. Namun, juga ada publisher yang menunjukkan sikap acuh tak acuh. Contohnya adalah Valve dengan Counter-Strike: Global Offensive.

Komisi Anti-Curang – ESIC

Esports Integrity Commission (ESIC) menjadi salah satu asosiasi esports lain yang memiliki jangkauan global. Namun, berbeda dengan GEF dan IeSF, ESIC hanya fokus pada satu tujuan, yaitu menjaga integritas esports. Karena, jika penonton tidak lagi percaya akan integritas pertandingan esports, maka mereka akan pergi. Padahal, jumlah penonton yang terus naik — dan umur penonton yang cenderung muda — merupakan salah satu daya tarik esports.

Demi menjaga integritas esports, ESIC berusaha mencegah terjadinya kecurangan, seperti match-fixing, penggunaan doping, atau kecurangan lainnya. Tapi, jika kecurangan sudah terlanjur terjadi, ESIC punya wewenang untuk melakukan investigasi terkait kasus kecurangan tersebut dan bahkan memberikan sanksi pada orang-orang yang terlibat.

Sejauh ini, ESIC telah menjatuhkan hukuman berupa suspension atau bahkan ban pada puluhan pemain dan pelatih Counter-Strike: Global Offensive ketika mereka tertangkap melakukan kecurangan. Misalnya, pada September 2020, ESIC memberikan hukuman pada 37 pelatih tim CS:GO karena menggunakan bug untuk memberitahu posisi musuh pada anak asuh mereka. Sebelum itu, ESIC juga pernah bekerja sama dengan Kepolisian Victoria untuk menangkap enam pemain CS:GO yang melakukan match-fixing di Australia. Tak hanya itu, ESIC juga pernah bekerja berdampingan dengan FBI untuk menyelidiki kasus match-fixing.

Kesimpulan

Mengetahui bahwa Malaysia dan Singapura juga punya lebih dari satu asosiasi esports — sama seperti Indonesia — mungkin terasa melegakan. Namun, kita harus hati-hati agar tidak terjebak dalam logical fallacy bandwagon: mempercayai bahwa jika suatu hal dilakukan oleh banyak orang, berarti tidak ada yang salah dengan hal tersebut.

Dari JeSU di Jepang, kita bisa mengetahui bahwa ketika asosiasi melakukan konsolidasi, hal ini justru membuat mereka menjadi semakin efektif. Buktinya, mereka berhasil menemukan cara untuk mengakali regulasi terkait perjudian yang telah ada selama ratusan tahun. Sementara dari Tiongkok, kita bisa melihat bagaimana dukungan pemerintah tidak hanya bisa mengubah stigma negatif akan game, tapi juga memajukan industri game dan esports.

10 Game Horror Multiplayer PC Terbaik yang Bisa Membuat Anda Ketakutan bersama Teman

Melihat kondisi pandemi yang tak kunjung usai, Anda mungkin sedang bosan di rumah, memikirkan apa yang harus dilakukan. Bermain game merupakan salah satu aktivitas menarik untuk membunuh kebosanan. Namun, beberapa di antara Anda kemungkinan sudah bosan bermain game kompetitif atau baru saja menyelesaikan game singleplayer. Karena itu, game horror mungkin bisa jadi jawaban untuk kebosanan Anda.

Game horror memang menjadi salah satu genre yang bisa dimainkan saat bosan, mengingat rasa takut ternyata bisa menjadi candu tersendiri. Namun, tidak semua orang memiliki keberanian untuk memainkan game-game ber-genre horror ini sendirian. Seperti saya, berani main game horror, tapi harus ramai-ramai bareng teman.

Jika Anda memiliki tingkat keberanian seperti saya, game-game horror multiplayer di bawah ini sepertinya akan cocok untuk Anda.

1. Phasmophobia (2020)

Image Credit: Kinetic Games

Punya cita-cita menjadi pemburu hantu? Anda bisa mencobanya di game PhasmophobiaGame horror besutan Kinetic Games ini mengajak pemain untuk menjadi pemburu hantu bayaran. Tentu saja, tantangan mengerikan dari game ini adalah hantunya. Karena jika tidak berhati-hati, hantu di game ini dapat mencabut nyawa Anda.

Tugas pemain di game ini adalah menebak jenis hantu yang bergentayangan di rumah klien. Bukan hanya menebak jenis hantu, pemain juga akan mendapat tugas seperti menyaksikan aktivitas hantu, membuat hantu meniup lilin, dan banyak lagi.

Jika berhasil melakukan tugas-tugas, pemain akan mendapatkan bayaran dari klien. Phasmophobia dapat dimainkan bersama 3 teman Anda. Namun, jika memiliki keberanian lebih, Anda dapat memilih untuk bermain sendirian.

Phasmophobia dibanderol dengan harga Rp90 ribu dan dapat ditemukan di Steam.

2. Dead by Daylight (2016)

Image Credit: Behaviour Interactive

Dead by Daylight  merupakan game horror kooperatif yang bisa menempatkan Anda menjadi killer atau survivor. Jika bermain sebagai killer, tugas Anda adalah menangkap dan membunuh 4 survivor. Di sisi lain, survivor harus melarikan diri dari killer dengan cara memperbaiki 5 generator dengan tujuan membuka exit gate.

Dead by Daylight bisa dimainkan sampai 5 pemain sekaligus di mode custom dengan 1 pemain sebagai killer dan 4 pemain lainnya mengambil peran survivor. Menariknya, Behaviour Interactive juga menyematkan fitur cross-play di Dead by Daylight. Jadi, Anda bisa memainkan game ini dengan teman-teman Anda meskipun tidak satu platform.

Meskipun usianya sudah 5 tahun, Dead by Daylight merupakan salah satu game horror ikonik tersukses. Game besutan Behaviour Interactive ini dikenal dengan kolaborasinya dengan film-film maupun game horror ternama seperti Resident Evil, Silent Hill, Stranger Things, dan masih banyak lagi.

Dead by Daylight dibanderol dengan harga Rp135 ribu dan dapat ditemukan di Steam, PlayStation Store, dan Microsoft Store. Dead by Daylight juga tersedia di mobile dan dapat diunduh gratis.

3. In Silence (2020)

Image Credit: Ravenhood Games

In Silence merupakan game horror kooperatif dengan satu pemain akan menjadi monster bernama “Rake” dan 2-6 pemain lain akan menjadi survivor yang harus bertahan hidup dan kabur dari Rake ini.

Rake merupakan monster yang setengah buta tapi memiliki pendengaran super tajam. Jadi, pemain diharuskan untuk tidak membuat suara. Hal ini membuat game-nya jadi sangat menegangkan, apalagi saat Rake lewat di depan muka Anda. Pemain juga bisa mencari senjata di dalam kontainer hijau di map. Jika berhasil menemukan senjata, pemain dapat menembak Rake dan membunuhnya.

Namun, jika terbunuh oleh Rake, pemain akan reinkarnasi sebagai tikus. Saat menjadi tikus, pemain masih dapat berjalan keliling map, membantu teman-teman Anda untuk mencari barang, dan mengalihkan perhatian Rake.

In Silence dapat ditemukan di Steam dengan harga Rp70 ribu.

4. DEVOUR (2021)

Image Credit: DEVOUR

Dari semua game horror multiplayer yang pernah saya mainkan, inilah yang paling menyeramkan. DEVOUR menceritakan 4 mantan anggota kelompok pemuja iblis yang mencoba menyelamatkan mantan ketua kelompok mereka bernama Anna Puerta. Anna diceritakan telah dirasuki oleh iblis berwujud kambing, Azazel.

Untuk menyelamatkan Anna, pemain harus menangkap dan membakar kambing-kambing yang berkeliaran di sekitar rumah Anna. Namun, sosok Anna yang menyeramkan serta beberapa monster yang muncul dari lantai akan mengganggu pemain melakukan tugasnya.

DEVOUR dapat ditemukan di Steam dengan harga Rp39 ribu.

5. Pacify (2019)

Image Credit: SKHAPPS

Pacify mengajak Anda menjadi karyawan PAH Inc. (Paranormal Activity Helpers Incorporated) yang ditugaskan untuk menyelidiki sebuah bangunan menyeramkan. Bangunan ini dirumorkan merupakan bekas rumah duka yang menawarkan kesempatan untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang sudah meninggal. Anda bisa menjelajahi rumah menyeramkan ini ditemani 3 teman Anda.

Di dalam bangunan tersebut, pemain akan bertemu dengan satu gadis kecil bernama Emilia yang dirasuki roh jahat. Tugas pemain adalah mencari jalan keluar dari rumah itu dengan cara mencari kunci-kunci di sekitar rumah. Jika bertemu dengan Emilia saat ia dalam mode ngamuk, pemain akan diubah jadi boneka.

Pacify dapat ditemukan di Steam dengan harga Rp39 ribu.

6. The Forest (2018)

Image Credit: Endnight Games

Game co-op survival horror multiplayer yang dikembangkan oleh Endnight Games ini bercerita tentang pesawat yang jatuh di suatu pulau kecil. Gawatnya, pulau kecil ini dipenuhi dengan hutan, gua-gua ,dan manusia kanibal. Anda bisa menjelajahi pulau kecil ini dengan 7 teman Anda.

Di The Forest, Anda akan mengambil peran salah satu penumpang pesawat bernama Eric Leblanc yang selamat dari kecelakaan. Sesampainya di pulau kecil itu, Anda harus bertahan hidup dengan membangun tempat berlindung, memburu hewan untuk makanan, dan tentu saja, melawan para kanibal yang berusaha menyantap Anda. Namun, tugas utama dari game ini adalah mencari anak laki-laki Eric bernama Timmy.

The Forest dapat ditemukan di Steam dengan harga Rp108 ribu.

7. Lunch Lady (2021)

Image Credit: Lunch Lady

Lunch Lady merupakan game horror online co-op yang bisa dimainkan hingga 4 pemain. Di game ini, Anda akan bermain sebagai siswa yang menyelinap masuk ke sekolah pada malam hari untuk mencuri kunci jawaban ujian.

Ada 10 lembar kunci jawaban yang harus dikumpulkan secepat dan sehati-hati mungkin. Jika tidak berhati-hati, ibu-ibu penjaga kantin akan menangkap Anda. Semakin lama Anda di dalam sekolah, ibu-ibu pembunuh itu akan semakin cepat dan kuat. Untuk keluar, Anda harus mencari kunci-kunci di sekitaran area sekolah.

Lunch Lady dibanderol dengan harga Rp39 ribu dan dapat ditemukan di Steam.

8. Dying Light (2015)

Image Credit: Techland

Dying Light membawa Anda menjadi seorang agen rahasia bernama Kyle Crane. Tugas Crane adalah menyusup ke salah satu zona karantina di kota timur tengah bernama Harran. Di sana, Crane akan bertemu dengan para penyintas di satu gedung bernama “The Tower”.

Di kota Harran, pemain akan mendapatkan quest yang berhubungan dengan jalan cerita Dying Light. Semakin jauh ceritanya, pemain dapat mendapatkan senjata yang lebih bagus serta beragam skill baru. Game horror zombie besutan Techland ini dapat dinikmati bersama 3 teman Anda.

Game ini mendapatkan respon positif dari para pemain. Melihat respon pemain, Techland bahkan mengumumkan sekuel dari game besutan mereka itu berjudul Dying Light 2: Stay Human.

Dying Light dibanderol dengan harga Rp128 ribu dan dapat ditemukan di Steam.

9. Left 4 Dead 2 (2009)

Image Credit: Valve

Left 4 Dead 2 merupakan game tembak-tembakan zombie yang bisa dimainkan hingga 4 pemain. Game ikonik besutan Valve ini menceritakan tentang 4 penyintas yang telat untuk menaiki helikopter penyelamat. Akhirnya, mereka berempat memutuskan untuk pergi ke suatu mall yang dikabarkan ada tempat evakuasi yang masih beroperasi.

Tentu saja, perjalanan mereka tidak sampai di mall saja. Tujuan mereka adalah untuk bertahan hidup di tengah-tengah kekacauan penuh mayat hidup. Jika Anda tertarik untuk mengikuti perjalanan ke-empat penyintas itu, Anda dapat membeli Left 4 Dead 2 di Steam dengan harga Rp69 ribu.

10. GTFO (2019)

Image Credit: GTFO

GTFO adalah game co-op horror FPS yang dapat dimainkan sampai 4 pemain. Game ini menceritakan tentang 4 orang yang terperangkap di kompleks bawah tanah. Anda dan teman-teman akan bermain sebagai keempat orang yang kurang beruntung ini.

Keempat orang ini dikurung di sana di luar kehendak mereka. Mereka dipaksa untuk menuruni lebih dalam ruang bawah tahan itu dengan tujuan melakukan berbagai tugas yang diberikan oleh entitas yang disebut Warden. Mengerikannya, kompleks bawah tanah ini telah ditinggalkan selama bertahun-tahun dan dipenuhi oleh monster aneh pemakan daging.

Anda harus bertahan hidup melawan monster-monster ini sekaligus menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh Warden.

GTFO dibanderol dengan harga Rp487 ribu dan dapat ditemukan di Steam.


Itulah tadi beberapa game horror yang asyik dimainkan bersama teman. Dengan ini, Anda bisa ketakutan ramai-ramai dan tidak sendirian. Semoga beberapa game horror multiplayer ini bisa mengalahkan kebosanan Anda di rumah ya!