OPPO Watch Resmi Diperkenalkan, Punya VOOC Flash Charging-nya Sendiri

Setelah muncul dalam beberapa teaser, OPPO Watch akhirnya resmi diperkenalkan. Diumumkan bersamaan dengan OPPO Find X2, smartwatch pertama OPPO ini datang membawa sejumlah keunggulan, terutama di sektor baterai.

Namun sebelumnya, mari membahas sedikit soal desainnya, yang tak bisa dipungkiri tampak begitu mirip dengan Apple Watch. Perbedaan paling mencoloknya, selain sisi kanan yang dihuni sepasang tombol ketimbang crown, adalah bezel layar yang kelihatan lebih tipis.

OPPO Watch

Layarnya sendiri menggunakan panel AMOLED 1,91 inci beresolusi 402 x 476 pixel. Andai varian 46 mm ini terasa terlalu besar, konsumen bisa memilih varian 41 mm yang mengemas layar 1,6 inci.

OPPO menggunakan material aluminium untuk frame perangkat, sedangkan sisi belakangnya terbuat dari bahan keramik. Untuk strap-nya, tersedia varian kulit atau silikon, dan tentu saja strap-nya ini mudah diganti-ganti. Secara keseluruhan, OPPO Watch disebut tahan air hingga kedalaman 50 meter.

OPPO Watch

Bagus atau tidak penampilannya tergolong relatif, karena saya kenal banyak orang yang anti arloji berwajah kotak. Faktor yang lebih penting menurut saya adalah ketahanan baterainya, sebab baterai memang kerap menjadi titik lemah kategori smartwatch selama ini.

Dalam satu kali pengisian, OPPO Watch diklaim mampu beroperasi sampai 40 jam, sedangkan mode Power Saver malah bisa menambah durasinya lagi sampai 21 hari. Rahasianya menurut OPPO adalah mekanisme chipset ganda; OPPO Watch mengemas dua chipset yang berbeda (Snapdragon Wear 2500 dan Apollo 3 co-processor) dan perangkat dapat menggunakannya secara bergantian tergantung kebutuhan.

OPPO Watch

Kalau Anda jeli, Anda pasti heran kenapa prosesor yang digunakan bukanlah Snapdragon Wear 3100 yang paling baru. Lebih menarik lagi, Snapdragon Wear 2500 sebenarnya dirancang untuk menenagai smartwatch anak-anak. Terlepas dari itu, mekanisme chipset ganda yang melibatkan prosesor utama dan co-processor ini pada dasarnya juga merupakan resep irit daya yang diterapkan oleh Snapdragon Wear 3100.

Masih seputar baterai, yang lebih istimewa lagi justru adalah, perangkat ini turut dilengkapi teknologi VOOC Flash Charging-nya sendiri: charging selama 15 menit cukup untuk mengisi 46% kapasitas baterainya, dan ini diyakini cukup untuk pemakaian selama 18 jam. Untuk mengisinya hingga penuh, waktu charging yang diperlukan cuma berkisar 75 menit.

OPPO Watch

OPPO Watch tidak memakai Wear OS, melainkan sistem operasi bikinan OPPO sendiri, yakni ColorOS Watch yang juga berbasis Android. Seperti halnya smartwatch modern lain, ia turut dibekali seabrek sensor, termasuk halnya heart-rate monitor dan fitur ECG (electrocardiogram).

Di Tiongkok, OPPO Watch kabarnya bakal dipasarkan mulai 24 Maret seharga 1.499 yuan (± Rp 3,1 juta). OPPO berencana untuk memasarkannya secara global, tapi masih belum disebutkan kapan pastinya.

Sumber: 1, 2, 3.

Generasi Kedua Sepatu Self-Lacing Nike Lebih Nyaman dan Lebih Mudah Dipakai

Ketekunan Nike dalam mengembangkan dan mematangkan teknologi self-lacing selama bertahun-tahun terbukti sudah membuahkan hasil. Nike Adapt BB resmi dirilis tahun lalu, mempersilakan para pebasket untuk merasakan betapa revolusionernya sepasang sepatu yang dapat mengencangkan talinya sendiri.

Tahun ini, Nike bahkan sudah menyiapkan generasi keduanya. Dibandingkan pendahulunya, Nike Adapt BB 2.0 membawa sejumlah penyempurnaan. Wujudnya pun juga kelihatan lebih fancy, namun ia tetap mempertahankan tombol “+” dan “-” yang menyala seperti sebelumnya.

Nike Adapt BB 2.0

Fungsi kedua tombol ini tidak lain dari mengencangkan atau mengendurkan sepatu. Juga sama seperti generasi pertamanya, Adapt BB 2.0 yang masih mengemas konektivitas Bluetooth ini harus di-charge setiap dua minggu sekali dengan diletakkan di atas wireless charging mat.

Kendati demikian, Nike mengklaim sederet penyempurnaan yang mereka terapkan menjadikan Adapt BB 2.0 lebih nyaman untuk dikenakan. Salah satunya adalah bantalan Air Zoom Turbo yang diselipkan ke ujung depan Adapt BB 2.0, yang membuat sepatu terasa lebih memantul layaknya sepatu Nike seri Kyrie Irving.

Nike Adapt BB 2.0

Selain terasa lebih nyaman, Adapt BB 2.0 juga diyakini lebih mudah dipakai dan dilepas berkat material yang lebih elastis di sekitar lubangnya. Lebih lanjut, Nike juga bilang bahwa material elastis ini bakal membantu memantapkan kinerja sistem self-lacing milik sepatu.

Satu hal yang disayangkan, sepatu ini kian bertambah mahal. Di Amerika Serikat, Nike Adapt BB 2.0 saat ini telah dipasarkan seharga $400, $50 lebih mahal daripada generasi pertamanya.

Sumber: Nike dan Engadget.

Jelang Peluncuran, Penampakan Smartwatch Perdana OPPO Resmi Diungkap

Dalam event OPPO INNO DAY yang dihelat menjelang akhir 2019 kemarin, OPPO sempat menyinggung rencananya untuk meluncurkan smartwatch di kuartal pertama 2020. Meski sudah menelurkan banyak smartphone, OPPO rupanya belum pernah menjajal peruntungan di segmen smartwatch.

Kalau melihat jadwal rilis yang ditetapkan di kuartal pertama, sepertinya ajang MWC yang segera digelar pada akhir Februari nanti bakal menjadi momen perkenalan yang pas, bersamaan dengan peluncuran resmi salah satu ponsel flagship-nya untuk tahun ini, yakni OPPO Find X2.

Peresmian smartwatch perdana OPPO ini hanya tinggal menunggu waktu, sebab kita sudah bisa melihat wujudnya. Gambar di atas bukanlah Apple Watch, melainkan smartwatch bikinan OPPO yang masih tak bernama. Gambar itu diunggah oleh salah satu petinggi OPPO ke Sina Weibo, jadi anggap saja ini bocoran resmi.

Tidak bisa dipungkiri, ada cukup banyak kemiripan antara smartwatch bikinan OPPO ini dengan Apple Watch generasi teranyar, mulai dari layar persegi panjang yang melengkung di bagian sisinya, hingga strap silikon dengan gaya desain yang serupa. Satu yang sangat berbeda adalah, sisi kanannya dihuni oleh sepasang tombol ketimbang sebuah crown.

Terkait software, gambar di atas masih belum bisa menjelaskan sistem operasi yang dijalankan oleh perangkat tersebut. Bisa jadi WearOS, akan tetapi tidak menutup kemungkinan juga OPPO menggunakan sistem rancangannya sendiri, menyusul jejak rival sekampungnya, macam Xiaomi dan Huawei.

Sumber: Digital Trends.

‘Kacamata Audio Pintar’ Mutrics GB-30 Dirancang Khusus Buat Gamer

Selain menikmati hobinya, makin banyak gamer kini gemar mengekspresikan minatnya lewat busana, barang-barang koleksi dan aksesori. Produsen merespons minat tersebut dengan menyediakan berbagai produk, misalnya kaos, action figure, hingga gaming gear berlisensi resmi. Meski demikian, produsen memang jarang bereksperimen di ranah merchandising seperti yang dilakukan tim bernama Mutrics.

Perusahaan spesialis perangkat IoT dan AI tersebut saat ini tengah fokus mengembangkan GB-30, yaitu perangkat wearable yang dideskripsikan sebagai ‘kacamata audio pintar berdesain ultra-ramping untuk gamer‘. GB-30 bukanlah produk pertama Mutrics. Mereka sudah mulai menggarap kacamata audio sejak tahun 2017 dan tak lupa berpartisipasi di ajang CES. Jadi Anda tak perlu cemas dan berpikir bahwa Mutrics GB-30 merupakan proyek coba-coba.

Dengan menganalisis namanya, beberapa dari Anda mungkin bisa menebak sumber inspirasi desain dari GB-30: Nintendo Game Boy. Ada banyak elemen desain di GB-30 yang merepresentasikan console portable klasik tersebut: rangkaian tombol yang menyerupai directional pad dan action button di tangkai, plus penampilan serta kombinasi warna bertema retro. Meski berkiblat pada rancangan klasik, GB-30 bukanlah perangkat bertubuh bulky dan tetap nyaman dikenakan.

Mutrics GB-30 2

Rancangan Mutrics GB-30 berpedoman pada prinsip ergonomis. Bobotnya hanya 33-gram dengan ketebalan bingkai 6-milimeter. Saat dikenakan di waktu lama, kacamata audio pintar ini tidak akan menekan hidung serta menyakiti bagian belakang telinga. Uniknya lagi, GB-30 mempunyai dua bagian lensa. Satu dibekali filter ultraviolet 400 dan satu lagi bisa digonta-ganti. Tersedia lensa penangkal sinar matahari dalam berbagai warna serta lensa anti-sinar biru. Alternatifnya, kita dapat memasangkan lensa resep.

Mutrics GB-30 1

Tentu saja, fitur andalan Mutrics GB-30 ialah kemampuannya menyajikan suara. Perangkat ini memanfaatkan teknologi near-field surround system (NFSS), disuguhkan lewat speaker yang diposisikan di bagian dalam tangkai. Ia mampu mentransfer suara stereo tanpa menutup lubang telinga dengan earbud, itu berarti GB-30 tak akan menyakiti telinga dan tidak mengisolasi kita. Output speaker diarahkan ke telinga pengguna sehingga audio game tidak mengganggu orang-orang di sekitar.

Mutrics GB-30 4

Mutrics sempat pula membahas soal kapabilitas GB-30 menyuguhkan audio ‘virtual 5.1’ demi mempermudah gamer mengidentifikasi sumber bunyi dan membantu mereka mendominasi permainan. GB-30 terkoneksi ke perangkat gaming Anda secara wireless melalui Bluetooth 5.0, yang menjanjikan sambungan rendah latency dan mendukung jarak pemakaian hingga 20-meter. Perangkat juga dapat digunakan buat mengakses Siri maupun Google Assistant.

Mutrics GB-30 bisa dipesan sekarang di Kickstarter. Di masa crowdfunding ini, produk dijajakan seharga mulai dari US$ 100. Setelah itu, ia akan dibanderol di harga retail US$ 200.

Dua Teknologi Monitoring Berbeda Diusung Smartwatch Withings ScanWatch

Sejak 2008, perusahaan elektronik Perancis Withings memupuk reputasi lewat beragam terobosan di segmen perangkat terkoneksi. Withings diakuisisi Nokia pada bulan April 2016, ditransformasi menjadi divisi Nokia Health. Namun dua tahun setelahnya, Éric Carreel selaku co-founder mengambil alih kembali perusahaan yang ia dirikan, mengembalikan status independennya serta brand Withings.

Di kalangan konsumen, Withing terkenal akan jam pintar dan fitness tracker. Teknologi-teknologi canggih yang mereka racik umumnya dibenamkan dalam perangkat berdesain minimalis dan berkonsep hybrid. Belum lama ini, Withings memperkenalkan ScanWatch, yaitu smartwatch yang menyimpan dua teknologi health monitoring sekaligus. Satu berfungsi untuk mendeteksi ketidakstabilan detak jantung dan satu lagi memantau kadar oksigen di darah ketika Anda tidur.

ScanWatch kembali mengusung penampilan ala arloji klasik. Case-nya bundar, ada dua jarum di dial utamanya yang minimalis plus satu jarum lagi di subdial, lalu crown dapat ditemukan di sisi kanan. Dibuat agar mencerminkan subdial di bawahnya, desainder Withings membubuhkan layar kecil bundar untuk menampilkan informasi seperti detak jantung serta jika ada yang melakukan panggilan. Struktur ScanWatch menyerupai jam tangan biasa sehingga mendukung beragam jenis strap standar.

Withings ScanWatch 3

ScanWatch bekerja dengan cara menyinari pembuluh darah di pergelangan tangan untuk menakar oksigen di darah. Lewat cara ini, kadar zat asam dapat membantu mendeteksi masalah ketika kita tidur, salah satunya sleep apnea (kondisi ketika nafas tiba-tiba berhenti). Metode pembacaan oksigen ini juga terintegrasi ke data-data lain terkait tidur, misalnya durasi serta kualitas waktu istirahat Anda.

Withings ScanWatch 2

Perlu diketahui bahwa mendiagnosis sleep apnea sebetulnya tidak sederhana. Hal ini memerlukan beragam langkah, seperti menghitung kecepatan nafas, detak jantung, aktivitas otak, serta kadar oksigen. ScanWatch hanya menangkap gejala awal dari problem sleep apnea sehingga kita bisa mengambil langkah lebih proaktif.

Withings ScanWatch 1

Sempat disebutkan sebelumnya, kapabilitas andalan lain dari ScanWatch ialah menangkap ketidakteraturan detak jantung (arrhythmia) yang bisa menandakan gejala penggumpalan darah, struk dan gagal jantung. Ketika ScanWatch mendeteksi ketidakwajaran, perangkat akan meminta kita melakukan tes electrocardiogram (buat mengukur aktivitas listrik di jantung) dengan menyentuh sensor di sisi muka smartwatch. Hasilnya dapat dilihat di app.

Rencananya, Withings akan mulai memasarkan ScanWatch di triwulan kedua 2020. Di wilayah Amerika sendiri, produk baru bisa dijual setelah memperoleh izin FDA. Ada dua varian ScanWatch yang dapat dipilih: versi 38mm seharga US$ 250 dan model berdiameter 42mm yang dibanderol US$ 300.

Via The Verge.

Update untuk Samsung Galaxy Watch dan Galaxy Watch Active Hadirkan Sejumlah Fitur Milik Suksesornya

Kabar gembira bagi para pemilik Samsung Galaxy Watch dan Galaxy Watch Active. Anda tidak harus berkecil hati dan mempertimbangkan untuk upgrade hanya karena sejumlah fitur milik suksesornya, Galaxy Watch Active 2, tidak tersedia di smartwatch Anda. Pasalnya, Samsung baru saja merilis software update untuk kedua jam tangan lamanya tersebut.

Buat para pengguna Galaxy Watch Active, Anda boleh tersenyum lebar mengetahui bahwa update ini pada akhirnya mendatangkan fitur Touch Bezel. Fitur yang sudah menjadi ciri khas smartwatch bikinan Samsung ini sempat menghilang di Galaxy Watch Active, sebelum akhirnya dihadirkan kembali oleh Galaxy Watch Active 2.

Samsung Galaxy Watch software update

Sejumlah pembenahan user interface pun turut diterapkan demi memudahkan pengoperasian. Untuk urusan multitasking misalnya, layar perangkat kini bakal menampilkan icon aplikasi yang sedang berjalan di bagian paling bawah layar, tidak mengganggu sekaligus masih bisa memberikan akses cepat kepada pengguna untuk kembali ke aplikasi tersebut.

Fungsi kustomisasi watch face juga ikut disempurnakan berkat 24 sub-dial dan complication baru di samping 17 yang sudah ada. Untuk pertama kalinya, fitur My Style juga tersedia di Galaxy Watch dan Galaxy Watch Active.

Samsung Galaxy Watch Daily Active feature

Untuk keperluan fitness tracking, target-target yang ditetapkan pengguna maupun catatan waktu saat bersepeda atau berlari kini dapat dipantau dengan mudah melalui fitur Daily Active. Khusus Galaxy Watch, Samsung bilang bahwa perangkat tersebut kini telah mendukung fitur Low Heart Rate Alert.

Terakhir, bagi yang menggunakan Bixby, kecerdasan voice assistant itu ikut meningkat bersamaan dengan update ini. Ia sekarang dapat memahami perintah suara pengguna yang menyuruhnya memulai sesi tracking aktivitas maupun instruksi untuk mengakses perangkat dari ekosistem SmartThings.

Update-nya dijadwalkan meluncur secara bertahap dari satu kawasan ke yang lainnya. Jadi, bersabarlah menunggu demi ‘menyulap’ smartwatch Anda menjadi baru.

Sumber: Samsung.

Fossil Hybrid HR Sembunyikan Layar E-Ink di Balik Tampang Tradisionalnya

Fossil bukanlah nama yang asing di kategori smartwatch hybrid, dan baru-baru ini mereka kembali menunjukkan bahwa pengalaman panjangnya berhasil membuahkan inovasi yang cukup menarik. Inovasi tersebut datang dalam wujud Fossil Hybrid HR.

Tidak seperti smartwatch hybrid pada umumnya, ada sesuatu yang berbeda di balik sepasang jarum penunjuk Hybrid HR. Bagian membulat tersebut rupanya merupakan panel layar e-ink yang bersifat always-on, dirancang untuk menampilkan sejumlah informasi esensial tanpa menguras baterai secara berlebihan.

Fossil Hybrid HR

Berhubung ini e-ink, wajar apabila tampilannya monokrom. Informasi penting yang dapat disajikan cukup beragam, mulai dari data activity tracking, informasi cuaca, sampai notifikasi dari berbagai aplikasi. Jika dilihat sepintas dari jauh, sebagian besar orang mungkin bakal mengira perangkat ini sebagai jam tangan tradisional.

Fitur pintarnya jelas kalah lengkap apabila kita bandingkan dengan smartwatch Wear OS. Pun demikian, konsumen masih dipersilakan melakukan kustomisasi sesuai kebutuhan dan seleranya masing-masing. Satu pembeda yang paling utama antara Hybrid HR dan smartwatch Wear OS adalah tidak adanya app store di perangkat ini.

Fossil Hybrid HR

Kabar baiknya, keterbatasan seperti itu bisa dibayar dengan daya tahan baterai yang sangat lama, sampai sekitar dua minggu kalau kata Fossil, namun angka pastinya tentu sangat bergantung pada pola pemakaian masing-masing konsumen. Proses pengisian ulang baterainya juga tidak memerlukan waktu yang lama, cukup satu jam dari kosong sampai penuh.

Fossil Hybrid HR bakal tersedia dalam lima varian gaya yang berbeda, tiga untuk kaum adam, dan dua untuk kaum hawa. Fossil mematok harga $195 untuk varian yang dilengkapi strap berbahan silikon atau kulit, sedangkan varian yang mengemas strap stainless steel dihargai $215.

Sumber: Wareable.

Xiaomi Resmi Perkenalkan Smartwatch Perdananya, Mi Watch

Smartwatch perdana Xiaomi, Mi Watch, akhirnya resmi diperkenalkan setelah sejumlah bocorannya beredar di media sosial beberapa hari lalu. Persis seperti yang sudah diduga, perangkat ini mengambil banyak inspirasi dari Apple Watch, terutama dari segi desain.

Kemiripannya dengan Apple Watch bisa kita lihat dari bentuk layar serta posisi crown dan satu tombol tambahannya di sisi kanan. Layarnya sendiri merupakan panel AMOLED 1,78 inci beresolusi tinggi, dengan kepadatan pixel di angka 326 ppi. Layar tersebut duduk di atas case berbahan aluminium atau stainless steel, lagi-lagi sama seperti yang Apple tawarkan.

Xiaomi Mi Watch

Spesifikasi Mi Watch tergolong cukup mumpuni. Chipset Qualcomm Snapdragon Wear 3100 ditunjuk menjadi otaknya, lengkap beserta dampingan RAM 1 GB dan storage 8 GB. Kapasitas baterainya pun cukup besar di angka 570 mAh, dan Xiaomi mengklaim perangkat ini mampu beroperasi hingga 36 jam nonstop dalam sekali pengisian.

Juga penting di ranah smartwatch adalah kehadiran GPS dan NFC, yang berarti Mi Watch dapat memonitor aktivitas seperti jogging atau bersepeda secara mandiri (tanpa harus mengandalkan GPS milik smartphone), serta bisa dipakai sebagai alat pembayaran elektronik. Dukungan eSIM dan jaringan 4G, serta keberadaan mikrofon dan speaker juga berarti perangkat ini siap dipakai untuk keperluan menelepon.

Beralih ke software, Mi Watch menjalankan sistem operasi MIUI for Watch yang berbasiskan Wear OS. Selain punya tampilan yang berbeda, OS ini juga mengemas app store-nya sendiri. Xiaomi pun tidak lupa menyertakan sejumlah aplikasi bawaan rancangannya sendiri seperti Tasks, Recorder atau Notes.

Xiaomi Mi Watch

Fungsi tracking yang ditawarkan Mi Watch cukup melimpah. Di samping heart-rate monitoring dan sleep tracking, perangkat juga dibekali sepuluh mode khusus untuk memonitor aktivitas-aktivitas seperti berlari atau berenang. Ya, Mi Watch tentunya telah dirancang supaya tahan air, namun tidak diketahui sampai sedalam apa.

Untuk sekarang, Xiaomi hanya akan memasarkan Mi Watch di Tiongkok saja. Varian aluminiumnya dihargai 1.299 yuan (± Rp 2,6 juta), sedangkan varian stainless steel-nya dihargai 1.999 yuan (± Rp 4 juta) dan baru akan menyusul pada bulan Desember mendatang.

Sumber: Engadget.

Google Akuisisi Fitbit Senilai $2,1 Miliar

Sebagai pencetus Wear OS, Google punya harapan besar di segmen smartwatch. Beragam upaya ekstra mereka lancarkan demi menjadi pihak yang dominan, salah satunya dengan menebus teknologi smartwatch dari Fossil senilai $40 juta. Namun Google rupanya masih belum puas, dan mereka pun sekarang mengincar nama yang lebih besar lagi di bidang ini, yakni Fitbit.

Ya, Google tengah bersiap untuk mengakuisisi brand yang namanya sudah otomatis diasosiasikan dengan fitness tracker tersebut. Tidak tanggung-tanggung, dana sebesar $2,1 miliar telah mereka siapkan untuk meminang Fitbit secara menyeluruh, dan proses akuisisinya diperkirakan bakal tuntas tahun depan.

Belum diketahui apa rencana Google setelah Fitbit resmi berada di tangannya. Saya menduga Fitbit masih akan tetap berdiri sendiri seperti Nest, akan tetapi software yang menenagai perangkatnya bakal diganti dengan hasil peleburan antara Wear OS dan sistem operasi rancangan Fitbit sendiri. Satu hal yang sudah dipastikan dari jauh-jauh hari adalah, perangkat bikinan Fitbit tetap akan kompatibel dengan platform Android maupun iOS.

CEO sekaligus co-founder Fitbit, James Park, menilai Google sebagai mitra yang tepat untuk memenuhi misi mereka. Dukungan sumber daya Google akan menjadi motor utama mereka dalam mempercepat inovasi di ranah wearable. Di saat yang sama, Fitbit juga memastikan bahwa privasi konsumen bakal tetap terjaga meski mereka sudah berada di bawah naungan Google nantinya.

Reputasi Google terkait privasi memang jauh dari kata bagus. Fitbit pun sadar betul akan hal ini, dan mereka memastikan data konsumen yang dikumpulkan tidak akan pernah dipakai untuk optimasi platform iklan Google. Konsumen juga dipastikan bakal terus memiliki akses sekaligus kontrol terhadap data-data yang dikumpulkan oleh perangkat.

Google yang selama ini kita kenal memang bukanlah produsen hardware, akan tetapi belakangan mereka semakin menunjukkan keseriusannya di bidang ini. Lini Pixel adalah amunisi mereka di segmen smartphone dan laptop, sedangkan Nest di bidang smart home, dan Fitbit akan segera menyusul ekspansi mereka di ranah wearable.

Sumber: Google dan Fitbit.

Moto 360 Bangkit Kembali dengan Mengusung Sejumlah Revisi

Para pemerhati smartwatch pastinya masih ingat dengan Moto 360. Jauh sebelum Apple Watch mendominasi pasar, Moto 360 adalah salah satu yang paling menonjol dari seluruh deretan smartwatch Android Wear generasi pertama, utamanya berkat desainnya yang berkelas.

Usai menghilang cukup lama, Moto 360 kini sedang bersiap untuk kembali menyapa konsumen. Sebuah perusahaan bernama eBuyNow telah mengantongi lisensi dari Motorola, dan mereka hendak memasarkan kembali Moto 360 yang sudah direvisi. Skenarionya kurang lebih mirip seperti Nokia yang bereinkarnasi di bawah payung HMD Global, atau BlackBerry di bawah arahan TCL.

Secara keseluruhan, desain Moto 360 versi baru ini tidak jauh berbeda dari sebelumnya. Namun jika kita amati layarnya, tidak ada lagi garis hitam kecil kontroversial seperti pada Moto 360 generasi pertama maupun kedua. Perkembangan teknologi terbaru rupanya berhasil mewujudkan layar yang benar-benar membulat pada Moto 360.

Moto 360 (3rd Gen)

Layarnya sendiri merupakan panel AMOLED always-on dengan diameter 1,2 inci dan resolusi 390 x 390 pixel. Di sebelah kanan layarnya, tampak ada sepasang tombol (sebelumnya cuma ada satu), dan yang atas rupanya juga dapat diputar layaknya crown pada arloji tradisional.

Juga direvisi adalah deretan komponen yang tertanam di balik casing stainless steel tahan airnya. Mengikuti tren terkini, Moto 360 ditenagai oleh chipset Qualcomm Snapdragon Wear 3100, RAM 1 GB, dan storage internal 8 GB. Baterai berkapasitas 355 mAh miliknya sudah mendukung fast charging, dapat diisi sampai penuh dalam waktu satu jam saja.

Moto 360 (3rd Gen)

Penggunaan chipset terbaru berarti perangkat ini punya baterai yang cukup awet, apalagi sistem operasinya juga sudah memakai Wear OS versi teranyar. Andai baterainya sedang kritis, pengguna dapat mengaktifkan mode battery saver supaya perangkat masih bisa menampilkan waktu hingga selama tiga hari ke depan.

Rencananya, Moto 360 edisi comeback ini bakal dipasarkan mulai bulan Desember mendatang seharga $350 dalam tiga pilihan warna. Sayangnya sejauh ini belum ada informasi apakah ia juga akan dijual di luar AS, Kanada dan Inggris.

Sumber: Engadget.