Google Sempurnakan Desain Tampilan Wear OS Demi Mudahkan Pengoperasian

Ketika Google mengganti nama Android Wear menjadi Wear OS pada bulan Maret lalu, saya mengira keputusan itu hanya sebatas rebranding. Namun ternyata saya salah, sebab Google rupanya juga telah menyempurnakan desain tampilan Wear OS.

Revisi desain ini bertujuan untuk memudahkan pengoperasian. Dari tampilan utamanya (watch face), pengguna sekarang bisa mengakses berbagai fitur yang berbeda dengan satu usapan (swipe) pada layar. Google percaya cara seperti ini dapat membantu pengguna memaksimalkan waktunya di jam-jam sibuk. Seperti apa memangnya?

Wear OS redesign

Yang pertama, swipe dari atas ke bawah akan menampilkan deretan shortcut ke berbagai fungsi macam airplane mode, Google Pay, find my phone, dan lain sebagainya. Selanjutnya, swipe dari bawah ke atas akan menampilkan deretan notifikasi. Untuk notifikasi pesan masuk, pengguna dapat merespon menggunakan fitur smart reply dengan satu tap saja.

Yang ketiga, swipe dari kiri ke kanan akan menampilkan Google Assistant. Di sini pengguna dapat melihat ringkasan informasi yang disuguhkan secara proaktif oleh Assistant. Seiring waktu, Google memastikan bahwa bantuan dari Assistant akan terasa makin esensial.

Terakhir, swipe dari kanan ke kiri bakal menampilkan widget Google Fit. Google Fit sendiri baru-baru ini telah dirombak ulang, dan versi barunya juga akan tersedia pada update Wear OS ini, yang dijadwalkan meluncur mulai bulan depan. Sayang sejauh ini belum ada info smartwatch apa saja yang bakal kebagian jatah update.

Sumber: Google.

Pix Adalah Tas Ransel Unik yang Dapat Menampilkan Gambar dan Animasi Pixel Art

Banyak orang bilang kalau produk yang berdesain timeless itu tidak akan kelihatan kuno meski sudah termakan usia. Bagaimana seumpama persepsinya diubah, di mana timeless berarti desainnya dapat diganti kapan saja kita mau, atau demi mengikuti tren terkini?

Kalau Anda setuju, maka tas ransel unik bernama Pix ini bisa dikategorikan sebagai produk berdesain timeless. Pasalnya, sisi depannya dapat menampilkan berbagai macam gambar ataupun animasi pixel art sesuai keinginan penggunanya, mulai dari gambar karakter game, emoji sampai teks.

Pix Backpack

Rahasianya terletak pada – kalau dugaan saya benar – deretan LED yang tertanam di balik sisi depannya. Saya tidak berani memastikan karena pengembangnya sendiri belum mengungkap banyak detail mengenai Pix. Anggap saya benar, berarti ada sekitar 320 (20 x 16) LED pada Pix berdasarkan hasil hitungan manual saya dari gambar produk yang terpampang di situsnya.

Jumlah itu tergolong cukup untuk mengakomodasi kreativitas pengguna Pix nanti. Melalui aplikasi pendamping di smartphone yang tersambung via Bluetooth, pengguna dapat membuat desain sendiri atau memilih dari berbagai pilihan yang telah tersedia. Begitu bosan, tinggal pilih desain yang lain.

Andai diperlukan, pengguna juga bisa menampilkan notifikasi atau informasi cuaca pada Pix. Elemen sosial pun semestinya juga bakal ada, misalnya lewat fitur untuk saling berbagi desain antar sesama pengguna Pix.

Pix Backpack

Sebagai perangkat elektronik, Pix tentu membutuhkan sumber energi. Ia kompatibel dengan power bank apapun asalkan ada output 2A. Soal daya tahannya, power bank 20.000 mAh diperkirakan bisa menenagai Pix selama sekitar 12 jam. Lebih lanjut, pengembangnya memastikan bahwa Pix memiliki ketahanan air dan guncangan yang cukup.

Rencananya Pix akan ditawarkan melalui situs crowdfunding Kickstarter. Namun hingga kini kampanye penggalangan dananya masih belum berlangsung.

Pix Backpack

Sumber: VentureBeat.

Michael Kors Access Runway Adalah Salah Satu Smartwatch Wear OS Berfitur Terlengkap

Meski masuk dalam kategori brand fashion, Michael Kors bukan pemain baru di segmen smartwatch. Mereka pun juga tergolong produktif meski perkembangan teknologi di segmen ini terkesan lambat. Untuk tahun 2018, mereka sudah menyiapkan smartwatch baru, yaitu Michael Kors Access Runway.

Secara estetika, desainnya banyak mengacu pada lini jam tangan Michael Kors Runway yang cukup populer. Access Runway dideskripsikan sebagai smartwatch untuk kaum hawa, akan tetapi beberapa variannya masih pantas disebut unisex – terutama kombinasi strap hitam dan bezel silver (gambar paling kiri) – apalagi mengingat diameternya cukup besar di angka 41 mm.

Angka tersebut berarti 1 mm lebih kecil ketimbang Michael Kors Access Sofie yang dirilis tahun lalu, yang desainnya sangat jelas ditujukan buat konsumen wanita. Secara total ada 9 kombinasi warna dan bahan untuk Access Runway yang mencakup tiga pilihan warna bezel (plus satu dengan butiran kristal), dan ia pun diklaim tahan air hingga kedalaman 30 meter.

Michael Kors Access Runway

Spesifikasinya standar smartwatch Wear OS (Android Wear): layar AMOLED 1,19 inci beresolusi 390 x 390 pixel, chipset Qualcomm Snapdragon Wear 2100, RAM 512 MB, storage 4 GB dan baterai 300 mAh (± 1 hari pemakaian). Yang membuatnya lebih istimewa dibanding Michael Kors Access lainnya adalah kehadiran GPS, NFC serta heart-rate monitor, sama seperti Fossil Q Venture dan Q Explorist yang masih satu grup.

Michael Kors Access Runway saat ini sudah dipasarkan dengan harga mulai $295 untuk varian dengan strap silikon, atau mulai $350 untuk yang ber-strap stainless steel.

Sumber: Wareable.

Xiaomi Hey+ Punya Semua Teknologi Mi Band 3, Tapi dengan Layar Lebih Lega

Setelah meluncurkan model terbaru Mi Band 3 beberapa bulan yang lalu, banyak orang beranggapan Xiaomi akan berhenti meluncurkan perangkat wearable baru tahun ini dan kembali lagi tahun depan. Tapi anggapan itu salah besar. Sebab, diluncurkan di situs penggalangan dana miliknya, Youpin, Xiaomi kembali merilis perangkat fitness tracker baru yang dinamai Hey+. Fitur yang disorot di Hey+ adalah dukungan NFC dan panel layar OLED.

Hey+ memiliki layar OLED dengan penampang selebar 0,95 inci dan resolusi 240 x 120 piksel. Ukuran ini ternyata terbilang lebih lega dibandingkan Mi Band 3 yang selama ini digadang-gadan sebagai jagoan unggulan Xiaomi di ranah wearable. Kapasitas baterai yang dibawa juga tak lebih buruk, bahkan sama dengan Mi Band 3, yakni sebesar 120mAh. Material pembangunnya berasal dari elastometer termoplastik yang berkontribusi terhadap bobot perangkat yang hanya 19,7 gram.

Xiaomi Hey+

 

Sebagai perangkat finess tracker, Hey+ punya fitur yang memang dirancang untuk itu. Ia mendukung berbagai aktivitas olahraga dengan sederet fitur pelacak di dalamnya, seperti melacak dan mencatat aktivitas berenang, berlari, berjalan sekaligus membaca ritme jantung pemakainya. Kehadiran aplikasi MiFit memungkinkan tugas-tugas semacam itu terintegrasi ke smartphone. Pemakai selanjutnya dapat menggunakan Hey+ untuk mengirimkan informasi-informasi aktivitas dan pola tidur ke smartphone. Ada juga fitur ID Caller yang dapat digunakan untuk menolak panggilan tanpa harus menyentuh ponsel.

Koneksi antara Hey+ dan smartphone dapat terbentuk karena ketersediaan teknologi Bluetooth 4.2 LE. Teknologi ini membantu perangkat terhubung ke perangkat baik yang berbasis iOS maupun Android dan perangkat rumah pintar keluaran Xiaomi. Tak hanya Bluetooth, seperti yang sudah disinggung di awal, Hey+ juga punya fitur NFC yang menjadi alternatif lebih mudah untuk menghubungkan perangkat ke smartphone.

Xiaomi Hey+__22

 

Saat terhubung ke smartphone, Hey+ dapat menampilkan 10 panggilan dan 10 pesan di saat bersamaan. Sedangkan dari sisi daya tahan tenaga, Xiaomi mengklaim baterai Hey+ mampu bertahan selama 18 hari dengan pemakaian normal. Xiaomi Hey+ dijual di Tiongkok dengan banderol CNY229 atau setara dengan $33,5 dan bisa dipesan mulai tanggal 20 September 2018.

img

Sumber berita Mi.

Peneliti Manfaatkan Google Glass dalam Terapi Penderita Autisme

Google Glass tidak cocok untuk konsumsi umum. Anggapan tersebut tidak perlu diperdebatkan lagi, sebab Google sendiri telah merancangnya ulang sebagai produk enterprise. Kendati demikian, Glass masih punya potensi untuk membantu mengatasi keperluan-keperluan khusus, seperti misalnya membantu anak-anak penderita autisme bersosialisasi dengan lebih baik.

Temuan itu didapat berdasarkan hasil pengujian tim peneliti di Stanford University. Mereka mengembangkan sebuah aplikasi smartphone berteknologi facial recognition yang bisa digandengkan dengan Glass, kemudian mengujinya bersama 14 penderita autisme dengan rentang usia 3 – 17 tahun selama 10 minggu.

Subjek percobaan itu bukannya mengenakan Glass setiap saat, melainkan minimal hanya tiga sesi setiap minggu, dengan durasi masing-masing sesi selama 20 menit. Hasilnya cukup positif; sebagian besar anak-anak yang ikut dalam program terapi ini terbukti bisa mempertahankan kontak matanya secara lebih baik, serta mampu mengenali bermacam ekspresi wajah orang lain.

Jadi, kamera milik Glass akan merekam wajah setiap orang yang ditemui sang anak, lalu meneruskan informasi tersebut ke smartphone. Aplikasinya yang telah dilatih menggunakan ratusan ribu foto wajah kemudian bertugas menebak ekspresi wajah orang yang tertangkap kamera, kemudian meneruskan kembali informasinya ke Glass – bisa dalam bentuk audio atau emoticon kecil yang tampil di ujung kanan atas pandangan sang anak.

Google Glass facial recognition app for autism

Aplikasinya ini dapat mengenali delapan jenis ekspresi: senang, sedih, marah, jijik, kaget, takut, sombong dan tenang. Masing-masing ekspresi diwakili oleh emoticon yang berbeda, dan seluruh proses ini berlangsung secara real-time sehingga sang anak bisa langsung bereaksi sesuai kondisinya.

Usai tiap sesi, anak-anak beserta orang tuanya bisa meninjau ulang rekaman video interaksi mereka. Videonya juga dilengkapi timeline warna-warni (sesuai emoticon ekspresi wajahnya tadi) yang mengindikasikan kapan kombinasi Google Glass dan aplikasi ponsel ini berhasil mengidentifikasi tiap-tiap ekspresi wajah.

Meski hasilnya bagus, para peneliti belum bisa memastikan apakah yang memberikan pengaruh positif selama terapi berlangsung hanyalah Google Glass, dan bukan faktor-faktor yang lain. Untuk memastikan hal itu, dibutuhkan percobaan lain yang juga mencakup anak-anak yang menjalani program terapi secara tradisional, alias tanpa bantuan Google Glass.

Sumber: Science News.

Foci Adalah Perangkat Wearable untuk Meningkatkan Fokus dan Melawan Kecanduan Teknologi

Tak dimungkiri, kalau keberadaan smartphone dapat menunjang aktivitas pekerjaan kita. Namun tidak sedikit pula orang-orang yang mudah ter-distract oleh ponsel pintar dan berujung gagal fokus.

Sebentar-bentar cek notifikasi, baca feed media sosial, balas chat atau email, belanja online, hingga bermain game. Lalu tanpa disadari, kita telah menghabiskan terlalu banyak waktu dalam menggunakan smartphone.

Menurut Tinylogics – perusahaan startup asal Inggris, para pekerja kantor ter-distract setiap tiga menit karena kecanduan teknologi. Melihat seriusnya gangguan tersebut, mereka akhirnya mengembangkan perangkat wearable bernama Foci.

foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-3
Foto: Foci di Kickstarter

Tujuannya adalah untuk melawan kecanduan teknologi dan meningkatkan fokus penggunanya. Bentukan Foci sangat kecil seperti flashdisk, perangkat ini memiliki sensor gerak. Foci menggunakan machine learning untuk membedakan hembusan nafas dengan suara berisik lainnya, termasuk dalam pengolahan datanya.

Cara kerjanya, jepit Foci ke pinggang. Foci akan melacak pola pernapasan kita untuk menangkap keadaan kognitif alam bawah sadar kita. Pola bernapas kita berubah ketika sedang stres atau santai, kita cenderung bernapas lebih cepat dan lebih dangkal ketika merasa tertekan.

Kemudian Foci akan menyuguhkan informasi melalui aplikasi yang kita install di smartphone, memvisualisasikan pikiran kita dengan tanda bulat yang berubah warnanya.

foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-2
Foto: Foci di Kickstarter
foci-adalah-perangkat-wearable-untuk-meningkatkan-fokus-dan-melawan-kecanduan-teknologi-4
Foto: Foci di Kickstarter

Dengan Foci, kita juga bisa mengetahui berapa lama kita fokus, tahu kapan kita kehilangan fokus, mengingatkan pengguna agar kembali fokus, dan mengetahui kondisi kita ketika sedang stres maupun kelelahan.

Jadi, kita bisa mengevaluasi kinerja dan cara meningkatkannya. Foci juga akan memberi saran secara real-time agar kita mampu melakukan pekerjaan sebaik yang kita bisa.

Foci diluncurkan sebagai project crowdfunding di Kicstarter dan telah melampui targetnya. Bila tertarik, Anda masih bisa mendukung project tersebut, harganya US$65 atau sekitar Rp900 ribuan, dan barang akan dikirim pada bulan Oktober 2018.

Sumber: Ubergizmo

Qualcomm Umumkan Chipset Smartwatch Baru, Tapi Khusus untuk Smartwatch Anak-Anak

Bulan lalu, beredar laporan bahwa Qualcomm tengah menyiapkan sejumlah chipset baru untuk smartwatch. Salah satunya telah disingkap baru-baru ini. Namanya Snapdragon Wear 2500, tapi ia bukanlah untuk generasi baru smartwatch Wear OS, melainkan dikhususkan untuk segmen smartwatch anak-anak.

Kalau Anda ingat, dua tahun lalu Qualcomm juga pernah meluncurkan chipset smartwatch anak-anak, yaitu Snapdragon Wear 1100. Chipset baru ini tentu saja membawa sejumlah peningkatan, namun yang paling utama adalah dukungan atas konektivitas 4G LTE.

Adanya konektivitas 4G memudahkan anak-anak pengguna smartwatch untuk memanggil voice assistant macam Alexa kapan saja mereka perlu. Menurut Qualcomm, hal ini bisa mendorong anak-anak untuk belajar di mana saja dan kapan saja; cukup dengan bertanya ke Alexa mengenai banyak hal yang dijumpainya sehari-hari.

Omate Nanoblock

Juga menarik adalah bagaimana Snapdragon Wear 2500 telah dioptimalkan untuk sistem operasi Android yang dirancang khusus buat keperluan anak-anak. Basisnya masih Android Oreo, tapi berbeda dari Wear OS yang ada sekarang, dan karena diperuntukkan anak-anak, kemungkinan besar tidak akan ada akses ke Play Store.

Dimensi fisik Wear 2500 rupanya sepertiga lebih kecil dibanding chipset generasi sebelumnya, yang berarti konsumsi daya baterainya bakal sedikit lebih efisien, sampai 14 persen kalau kata Qualcomm. Selain LTE, chipset ini juga mendukung berbagai macam sensor, fitur tracking lokasi, serta kamera 5 megapixel.

Smartwatch anak-anak berbekal Snapdragon Wear 2500 dijadwalkan meluncur tahun ini juga. Yang pertama kemungkinan berasal dari Huawei, yang ditunjuk sebagai mitra utama Qualcomm dalam pengembangan chipset ini.

Sumber: Qualcomm dan The Verge.

Susul Pesaing, Marc Jacobs Luncurkan Smartwatch Wear OS Meski Terlambat

Sudah ada banyak brand fashion yang memasarkan smartwatch Android Wear Wear OS, tapi ternyata Marc Jacobs bukan salah satunya. Namun terlambat memang lebih baik daripada tidak sama sekali, sebab brand asal Amerika Serikat itu baru saja memperkenalkan smartwatch berlayar sentuh pertamanya, Marc Jacobs Riley Touchscreen.

Label “Touchscreen” pada namanya itu penting karena sebelum ini sudah ada smartwatch buatan Marc Jacobs bernama Riley Hybrid yang berwajah analog. Secara desain Riley Touchscreen cukup identik dengan Riley Hybrid, hanya saja ia mengemas panel layar AMOLED 1,19 inci, dan jumlah tombol di sisi kanannya bukan tiga, melainkan satu.

Jeroannya juga berbeda, meski kurang lebih sama seperti smartwatch Wear OS lain. Utamanya ada chipset Qualcomm Snapdragon Wear 2100 yang sudah berumur dua tahun lebih. Namun jangan salahkan Marc Jacobs, salahkan Qualcomm yang terkesan terlalu nyaman sehingga malas berinovasi di segmen wearable.

Marc Jacobs Riley Touchscreen

Penggunaan Wear OS juga berarti Google Assistant telah terintegrasi dengan baik. Tidak berbeda dari brand lain, Marc Jacobs juga menyediakan opsi kustomisasi watch face yang diklaim bisa mencapai 1.000 kombinasi yang berbeda.

Soal baterai, Riley Touchscreen jelas kalah jauh dibanding saudara berwajah analognya, di mana dalam satu kali pengisian ia cuma sanggup bertahan selama 24 jam. Terlepas dari itu, setidaknya penantian panjang fans Marc Jacobs akan sebuah smartwatch berlayar sentuh akhirnya bisa terkabulkan.

Riley Touchscreen saat ini sudah dipasarkan seharga $295. Pilihan warna case dan strap silikonnya ada tiga: emas dengan strap putih, rose gold dengan strap cokelat abu-abu, dan full-hitam.

Sumber: PR Newswire.

Asus VivoWatch BP Bisa Mengukur Tekanan Darah Layaknya Dokter

Sejak ZenWatch 3, komitmen Asus di ranah wearable device patut dipertanyakan menyusul lesunya manuver mereka di ceruk itu. Bandingkan dengan jajaran smartphone Asus yang terus bermunculan setiap tahunnya. Tetapi Asus is back! Perusahaan asal Taiwan itu kembali dengan wearable baru yang menjanjikan, membawa sensor tekanan darah tingkat medis ke pergelangan tangan Anda. Yap, Asus secara resmi memperkenalkan fitness tracker terbarunya yang bernama VivoWatch BP.

Diresmikan di ajang Computex di Tapei, VivoWatch BP bisa disebut sebagai pelacak kebugaran atau jam pintar tingkatan baru. Asus lebih memilih untuk memprioritaskan fungsionalitas di bidang kesehatan sehingga perangkat lebih pas disebut sebagai perangkat kesehatan ketimbang smartwatch. Dengan menggunakan kombinasi EKG dan pemantauan jantung PPG berbasis cahaya, Asus VivoWatch BP mampu melakukan mengukur tekanan dara seperti dokter atau tenaga medis. Memakai VivoWatch BP sama dengan memiliki asisten kesehatan yang siap sedia setiap saat di pergelangan Anda.

ASUS VivoWatch BP

Mungkin karena itulah Asus VivoWatch BP tak memiliki desain yang enak dipandang layaknya perangkat wearable kebanyakan. Pun begitu, perangkat ini memperoleh serangkaian fitur yang bisa mempesona siapa saja, terutama mereka yang peduli dengan kesehatan.

Selain mengukur tekanan darah, VivoWatch BP juga memanfaatkan teknologi Asus HealthAI sehingga pengguna dapat melacak informasi metrik lainnya, seperti detak jantung, kualitas tidur, data aktivitas, dan indeks stress. Berdasarkan aktivitas pengguna tersebut, Asus HeathAI juga memberikan saran berupa langkah harian guna mencapai pola hidup yang lebih sehat. VivoWatch PB secara terus menerus mencatat dan melaporkan seluruh informasi tersebut selama 28 hari dalam satu kali isi ulang.

Selain itu, Asus VivoWatch BP datang dengan tambahan GPS yang memungkinkan pengguna untuk berbagi lokasi ketika mendaki gunung, menjelajah hutan dan kegiatan luar ruangan ekstrim lainnya.

Untuk harga dan ketersediaannya, Asus VivoWatch BP ditawarkan dengan banderol di kisaran $169. Jam tangan pintar akan tersedia di Asia pada akhir Juli dan di Eropa pada bulan Agustus.

Sumber berita Asus.

Dua Tahun Setelah Diakuisisi Nokia, Withings Balik Kucing ke Pemilik Aslinya

Dunia tidak kekurangan stok kisah akuisisi perusahaan besar yang berujung gagal. Microsoft dengan Nokia, Google dengan Motorola, akan tetapi cukup jarang kita menjumpai perusahaan yang diakuisisi ‘balik kucing’ ke sang empunya.

Itulah yang baru saja terjadi pada Withings, startup asal Perancis yang diakuisisi Nokia (bukan Nokia-nya HMD Global) pada tahun 2016 lalu. Sempat di-rebrand menjadi Nokia Health dan menelurkan produk baru bernama Nokia Sleep belum lama ini, Withings akhirnya dijual kembali oleh Nokia ke pemilik aslinya, Eric Carreel.

Nominal penjualannya tidak diungkap ke publik, tapi semestinya tidak lebih dari ketika Nokia mengakuisisi Withings dua tahun silam dengan nilai €170 juta. Alasannya, kiprah Withings di tangan Nokia jauh dari kata sukses, membukukan omzet penjualan hanya €52 juta tahun lalu di saat Nokia secara keseluruhan meraup €23,3 miliar.

Jelas sekali bahwa Nokia enggan meneruskan divisi bisnis yang kurang menguntungkan. Namun untungnya portofolio yang dibangun Withings selama ini, yang mencakup pelopor tren smartwatch analog, tidak akan ke mana-mana, sebab Eric Carreel berniat meneruskan kembali jejak brand yang didirikannya di akhir tahun nanti.

Eric bilang bahwa produk-produk Withings nantinya akan berfokus di ranah preventive health, yang artinya tidak jauh berbeda dari lineup produk mereka sebelumnya. Selain smartwatch analog dan activity tracker, Withings juga memasarkan perangkat seperti termometer pintar dan timbangan canggih untuk memonitor kesehatan jantung.

Sumber: TechCrunch.