Google Tebus Teknologi Smartwatch dari Fossil dengan Mahar $40 Juta

Fossil, perusahaan perakit jam tangan pintar dan aksesoris yang juga menaungi brand Misfit dan Kate Spade disebut telah menerima pinangan Google untuk teknologi jam tangan pintar dengan mahar sebesar $40 juta. Sebagai bagian dari kesepakatan itu, sejumlah tim penelitian dan pengembangan di balik kekayaan intelektual milik Fossil akan bergabung dengan Google.

Manuver ini memunculkan spekulasi bahwa Google tengah mempersiapkan perangkat smartwatch baru di bawah brandnya sendiri, diawali dengan membentuk tim yang terdiri dari sekelompok talent yang bekerja untuk memanfaatkan platform WearOS dan juga teknologi milik Fossil.

“Perangkat wearable dibangun untuk kesehatan, kesederhanaan, personalisasi dan bantuan, memiliki kesempatan untuk meningkatkan kehidupan dengan memberikan informasi dan wawasan yang dibutuhkan pengguna dengan cepat. Bergabungnya teknologi dan tim Fossil Group ke Google menunjukkan komitmen kami terhadap industri perangkat wearable dengan mengaktifkan portofolio beragam jam tangan pintar dan mendukung kebutuhan yang terus berkembang.” Kata Stacey Burr, presiden manajemen produk platform WearOS Google.

Sementara itu berdasarkan laporan Wareable, teknologi yang dibeli oleh Google merupakan inovasi produk baru yang belum ada di pasaran. Tetapi sayang belum ada informasi yang bisa dipercaya yang dapat menjelaskan inovasi apa yang dimaksudkan. Beberapa orang mengaitkan teknologi itu dengan akuisisi Fossil terhadap Misfit empat tahun lalu, hampir bersamaan dengan peluncuran Apple Watch.

Fossil sendiri dekat dengan pengembangan teknologi yang fokus pada kesehatan dan kebugaran. Rekam jejak mereka bersama Google melalui platform WearOS menegaskan konsistensi di ceruk itu. Kedua perusahaan pertama kali bermitra pada tahun 2014 dalam pengembangan teknologi smartwatch.

Pasca pengumuman ini, dikutip dari CNBC saham Fossil melonjak cukup signifikan sebagai pertanda optimisme investor akan manuver perusahaan. Pada perdagangan hari Kamis (17/1) saham Fossil ditutup $18 per saham, naik 53 sen per saham, atau 3,3%.

Sumber berita Techcrunch.

Nike Adapt BB Adalah Sepatu Basket yang Dapat Mengendur dan Mengencang dengan Sendirinya

Masih ingat dengan Nike HyperAdapt 1.0 sepatu yang dapat mengencangkan talinya sendiri seperti di film Back to the Future? Sudah hampir dua tahun berselang sejak Nike mengungkapnya, dan dalam kurun waktu tersebut Nike rupanya terus mematangkan teknologi self-lacing besutannya, hingga akhirnya lahir sepatu anyar bernama Nike Adapt BB.

Label “BB” di sini merujuk pada “basketball”, yang berarti sepatu ini memang ditujukan buat para atlet olahraga tersebut. Seperti yang bisa Anda lihat, tidak ada tali yang terlihat pada sepatu ini, sebab untuk mengencangkannya, pengguna hanya perlu menekan tombol atau menggunakan aplikasi pendampingnya di ponsel.

Nike Adapt BB

Namun kelebihan utama Adapt BB adalah kemampuannya untuk mengendur dan mengencang dengan sendirinya, menyesuaikan dengan kondisi atlet di sepanjang pertandingan. Tidak tanggung-tanggung, Nike mengklaim tenaga yang dihasilkannya setara dengan daya yang diperlukan untuk menarik tali parasut standar, yang berarti sepatu akan tetap mencengkeram kaki penggunanya.

Tentu saja sepatu ini memiliki baterai yang perlu diisi ulang ketika habis dayanya. Namun jangan khawatir, Nike mengklaim baterainya bisa bertahan sampai 14 hari. Charging-nya pun tak perlu menggunakan kabel, melainkan dengan Qi wireless charger selama sekitar tiga jam. Bukan hanya charging-nya yang wireless, Adapt BB juga dapat menerima firmware update secara wireless.

Nike Adapt BB

Nike berencana memasarkan Adapt BB mulai Februari mendatang seharga $350, jauh lebih terjangkau ketimbang harga HyperAdapt 1.0 saat dirilis dua tahun silam. Nike juga berniat menghadirkan sepatu Adapt untuk olahraga lain dalam waktu dekat.

Sumber: Engadget.

Matrix PowerWatch 2 Kawinkan Teknologi Thermoelectric dengan Panel Surya Mini

Sekitar dua tahun lalu, sebuah startup bernama Matrix Industries menyingkap smartwatch yang sangat inovatif. Dijuluki Matrix PowerWatch, keunggulannya terletak pada teknologi thermoelectric, yang memungkinkan perangkat untuk mengubah panas tubuh penggunanya menjadi energi, sehingga perangkat pun tidak perlu di-charge baterainya seperti pada umumnya.

Sekarang, Matrix tengah bersiap meluncurkan smartwatch keduanya, PowerWatch 2. Perangkat ini masih mengunggulkan teknologi thermoelectric seperti sebelumnya, akan tetapi kinerjanya kini makin efektif berkat bantuan energi matahari.

Ya, PowerWatch 2 dibekali dengan panel surya mini berbentuk cincin yang mengitari layarnya. CEO Matrix, Akram Boukai, percaya bahwa perpaduan thermoelectric dan panel surya mampu menjaga supaya PowerWatch 2 tidak pernah kehabisan daya. Namun ternyata itu bukan satu-satunya pembaruan yang dihadirkan PowerWatch 2.

Matrix PowerWatch 2

Pembaruan lainnya mencakup heart rate monitor, GPS, layar berwarna, serta ketahanan air yang naik menjadi 200 meter. Usai menerima firmware update nanti, PowerWatch 2 bahkan dapat mendeteksi aktivitas-aktivitas seperti berlari, bersepeda, maupun berenang secara otomatis.

Lebih menarik lagi, semua itu tidak malah membuat fisik PowerWatch 2 jadi lebih bongsor. Pada kenyataannya, tebalnya justru berkurang 1 mm dari pendahulunya. Desainnya pun juga sudah dibenahi, kini tampak lebih sporty dan rugged, sedangkan crown di sisi kanannya kini telah digantikan oleh empat tombol.

Sama seperti pendahulunya, Matrix PowerWatch 2 saat ini sudah mulai dipasarkan lewat situs crowdfunding Indiegogo. Selama masa kampanye, harga paling murahnya dipatok $199, sedangkan harga retail-nya diestimasikan berkisar $499.

Sumber: Wareable.

Louis Vuitton Tambour Horizon Edisi 2019 Usung Chipset Terbaru Qualcomm

Ketika Qualcomm mengumumkan chipset Snapdragon Wear 3100 bulan September lalu, mereka bilang bahwa ada tiga brand yang siap merilis smartwatch berbekal chipset itu: Montblanc, Fossil Group, dan Louis Vuitton. Montblanc dan Fossil Group sudah lebih dulu memenuhi klaim tersebut, dan kini giliran Louis Vuitton yang menyusul.

Menjelang pergantian tahun kemarin, brand fashion asal Perancis itu mengumumkan Louis Vuitton Tambour Horizon generasi baru. Wujudnya cukup mirip seperti versi pertamanya yang dirilis di tahun 2017, akan tetapi tentu saja yang menjadi sorotan adalah chipset anyar besutan Qualcomm itu tadi.

Secara teknis, Snapdragon Wear 3100 menjanjikan konsumsi daya yang jauh lebih efisien, sehingga Tambour Horizon generasi terbaru ini sekarang bisa beroperasi selama sehari penuh sebelum perlu diisi ulang baterainya. Kalau dipakai sebagai penunjuk waktu saja, baterainya malah bisa tahan sampai enam hari.

Lousi Vuitton Tambour Horizon 2019

Lebih lanjut, Snapdragon Wear 3100 juga memungkinkan perangkat untuk mengaktifkan mode ambient yang lebih kapabel ketimbang sebelumnya, dan ini diwujudkan oleh LV melalui bezel layar yang dilengkapi indikator 24 jam dan indikator siang/malam, yang semuanya dapat dilihat meski perangkat sedang dalam mode minim fitur tapi irit daya itu.

Dari segi kosmetik, LV tentunya sudah menyiapkan pilihan warna serta motif strap baru untuk Tambour Horizon edisi 2019. Mereka yang menginginkan kemewahan ekstra juga dapat memilih varian dengan bodi berbahan keramik. Selebihnya, pembaruan yang dibawa mencakup layar beresolusi lebih tinggi, meski seberapa tinggi tepatnya tidak dijabarkan.

Sayangnya sejauh ini belum ada informasi mengenai jadwal pemasaran maupun harganya. Sudah pasti mahal memang, apalagi mengingat versi pertamanya dulu dibanderol seharga $2.500.

Sumber: Engadget.

Puma Hidupkan Kembali Sepatu Lari Canggihnya dari Tahun 1986, RS Computer Shoe

Jauh sebelum kita mengenal fitness tracker dalam bentuk gelang dan jam tangan, di tahun 1986 pernah ada sepatu lari buatan Puma yang mampu merekam data seperti jarak tempuh, durasi, dan jumlah kalori yang terbakar. Namanya Puma RS Computer Shoe, di mana “RS” merupakan singkatan dari “Running System”.

Penampilan sepatu itu tergolong nyentrik, sebab ada bagian yang menyembul di area tumit, yang merupakan tempat modul sensor dan tombol pengoperasiannya bernaung. Puma bukan yang pertama menerapkan teknologi serupa, akan tetapi sepatu buatannya punya kelebihan tersendiri, yakni kemampuan untuk disambungkan ke komputer seperti Apple IIE dan Commodore 64 via konektor 16-pin guna meninjau datanya.

2018 Puma RS Computer Shoe

Lebih dari 30 tahun berselang, Puma memutuskan untuk menghidupkan kembali sepatu tersebut, tanpa banyak mengubah desain ikoniknya, tetap dengan bagian tumit yang menyembul. Kendati demikian, jeroannya tentu sudah diperbarui. Utamanya, kini ada accelerometer 3-axis, indikator LED, dan konektivitas Bluetooth 4.0.

Ya, datanya kini bisa dipantau langsung melalui ponsel Android maupun iPhone, via aplikasi khusus yang Puma siapkan. Demi menjaga kesan retro, tampilan aplikasinya pun sengaja dibuat dengan aset grafik 8-bit. Sepatunya sendiri bisa menyimpan data pemakaian selama 30 hari.

2018 Puma RS Computer Shoe

Kehadiran Bluetooth jelas menghilangkan sensasi unik yang didapat dari menyambungkan sepatu ke komputer via kabel. Puma sadar akan hal itu, dan reinkarnasi RS Computer Shoe ini rupanya masih bisa ditancapi kabel, hanya saja untuk mengisi ulang baterainya via USB.

Kabar buruknya, sepatu ini hanya akan dipasarkan dalam jumlah amat terbatas, tepatnya 86 pasang saja, mulai tanggal 13 Desember di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Jepang.

Sumber: The Verge dan Puma.

Kacamata Audio Augmented Reality Bose Frames Siap Dipasarkan Januari 2019

Maret lalu, Bose membuat kejutan dengan memamerkan prototipe kacamata augmented reality yang sama sekali tidak mengedepankan aspek visual. Sebagai gantinya, pengalaman AR murni disajikan melalui suara.

Kedengarannya aneh memang, akan tetapi kalau mengacu pada makna harfiah AR yang berarti “realitas tertambah”, tidak ada salahnya apabila yang ditambahkan hanya sebatas audio. Anda boleh setuju boleh tidak, tapi yang pasti Bose sudah siap untuk memasarkannya dalam waktu dekat.

Perangkatnya pun kini sudah memiliki nama resmi, yaitu Bose Frames. Secara fisik Frames hampir tidak ada bedanya dari kacamata hitam biasa, kecuali bagian tangkainya memang agak lebih gemuk dari biasanya. Bose pun bakal menawarkan Frames dalam dua gaya desain yang berbeda: Alto yang mengotak dan besar, dan Rondo yang bulat tapi lebih kecil.

Bose Frames

Frames mengarahkan audio langsung ke kedua telinga pengguna, dan di bagian pelipis kanan ada sebuah tombol multi-fungsi beserta mikrofon, sehingga pengguna dapat memanggil Siri atau Google Assistant dengan mudah. Ya, untuk menggunakan Frames, Anda harus terlebih dulu menyambungkannya ke ponsel via Bluetooth.

Setelahnya, Frames akan mengambil data GPS yang direkam ponsel untuk menentukan lokasi pengguna dan memulai sajian AR-nya. Namun bukan hanya itu saja, Bose juga menyematkan sensor pada Frames yang dapat mendeteksi pergerakan kepala di 9 poros, sehingga pada akhirnya perangkat bisa paham ke arah mana pengguna menghadap.

Jadi semisal pengguna tengah berkunjung ke museum dan mengamati suatu objek, Frames bisa tahu dan langsung memberikan informasi lebih lengkapnya. Berhubung semuanya tersuguhkan via audio, pengguna tak perlu khawatir ada elemen visual yang menghalangi pandangannya.

Bose Frames

Dalam satu kali pengisian, baterai Frames bisa bertahan hanya sampai 3,5 jam pemakaian, atau 12 jam standby. Charging-nya sendiri memakan waktu kurang dari dua jam.

Gerbang pre-order Bose Frames saat ini telah dibuka di Amerika Serikat, dengan harga $199. Pemasarannya baru akan dimulai pada bulan Januari 2019, akan tetapi fitur-fitur AR-nya baru akan hadir pada bulan Maret, bertepatan dengan event SXSW 2019.

Sumber: VentureBeat dan Bose.

Update Terbaru Wear OS Diracik untuk Meningkatkan Daya Tahan Baterai Smartwatch

Agustus lalu, Google merombak tampilan Wear OS demi menyuguhkan mekanisme pengoperasian yang jauh lebih mudah daripada sebelumnya. Sekarang, giliran faktor penunjang di balik layar yang dibenahi Google, spesifiknya yang berdampak langsung pada daya tahan baterai perangkat.

Melalui forum Wear OS, Google mengumumkan update Wear OS versi “H”, yang dijadwalkan meluncur dalam beberapa bulan ke depan. Pembaruan yang dibawa tidak terlalu banyak, akan tetapi seperti yang saya bilang, punya pengaruh besar terhadap jangka waktu penggunaan tiap-tiap perangkat.

Utamanya berkat mode Battery Saver baru yang akan menyulap smartwatch menjadi murni sebagai penunjuk waktu ketika sisa baterainya sudah mencapai batas 10%. Cara kerjanya sejatinya mirip seperti fitur Battery Saver bawaan chipset Qualcomm Snapdragon Wear 3100, yang sejauh ini baru tersedia di dua smartwatch, yaitu Montblanc Summit 2 dan Fossil Sport.

Ini berarti konsumen tak harus membeli dua smartwatch baru tersebut untuk bisa dimanjakan oleh fitur Battery Saver yang lebih efektif. Lebih lanjut, smartwatch yang menerima update ini juga dapat masuk ke mode Deep Sleep demi semakin meningkatkan efisiensi baterai ketika tidak terdeteksi ada aktivitas apa-apa selama 30 menit.

Selanjutnya, ada fitur Smart App Resume untuk semua aplikasi, dimaksudkan supaya proses pergantian aplikasi berjalan lebih seamless, sebab pengguna bisa langsung melanjutkan apa yang mereka lakukan sebelumnya di tiap-tiap aplikasi.

Pembaruan yang terakhir cukup sepele, namun tetap bisa memberikan keuntungan bagi pengguna. Usai menerima update versi H ini, pengguna bisa lebih mudah mematikan smartwatch-nya. Cukup dengan menekan dan menahan tombol power, lalu memilih opsi “power off” atau “restart”.

Sumber: Droid-Life dan Google.

Withings Pulse HR Siap Tandingi Fitbit Charge 3

Baru dua bulan yang lalu, Withings memulai kembali debutnya di ranah wearable lewat smartwatch analog Steel HR Sport. Tanpa harus menunggu lama, mereka langsung tancap gas merilis produk baru lagi, yaitu Withings Pulse HR.

Pulse, bagi yang masih ingat, adalah fitness tracker pertama Withings yang diluncurkan di tahun 2013. Bentuknya mirip iPod Shuffle yang ditarik sisi kiri dan kanannya, akan tetapi suksesornya kini telah berevolusi menjadi sebuah gelang pintar macam Fitbit Charge 3.

Melihat namanya, heart-rate monitoring memang menjadi salah satu fitur unggulannya. Laju jantung akan terus dimonitor selagi pengguna aktif berolahraga, tapi selebihnya perangkat hanya akan memonitor dalam interval 10 menit, demi menjaga ketahanan baterai tentu saja.

Withings Pulse HR

Bicara soal baterai, Pulse HR diklaim mampu beroperasi sampai 20 hari dalam satu kali pengisian. Masih kalah awet ketimbang Steel HR Sport, dan Pulse HR juga tidak bisa dipakai untuk memonitor VO2 Max seperti sepupu smartwatch-nya tersebut.

Kendati demikian, Pulse HR masih menawarkan sebagian besar fitur yang terdapat pada Steel HR Sport. Ada lebih dari 30 jenis aktivitas fisik yang dapat dikenali, mulai dari berlari, bermain bola voli, sampai yoga. Sayangnya untuk tracking GPS, Pulse HR masih harus nebeng ke smartphone. Sleep tracking pun juga tersedia bagi yang membutuhkan.

Withings Pulse HR

Meski desainnya tidak secantik Steel HR Sport, Pulse HR masih mengandalkan material premium seperti casing stainless steel, dan secara keseluruhan ia siap pengguna ajak menyelam sampai kedalaman 50 meter. Layarnya menggunakan panel OLED, namun Withings enggan menyebutkan resolusinya.

Saat ini Withings telah memasarkan Pulse HR seharga $130, sedikit lebih murah daripada banderol Fitbit Charge 3 yang merupakan kompetitor terdekatnya.

Sumber: Wareable.

Fossil Sport Jadi Smartwatch Wear OS Kedua yang Mengusung Chipset Terbaru Qualcomm

Montblanc Summit 2 yang dirilis pada bulan Oktober lalu mendapat perhatian ekstra karena ia merupakan satu-satunya smartwatch Wear OS yang mengusung chipset anyar Qualcomm Snapdragon Wear 3100 yang sudah dipasarkan. Sejumlah brand lain yang meluncurkan smartwatch setelahnya agak mengecewakan karena masih memakai chipset lawas Snapdragon Wear 2100.

Yang jadi masalah, banderol Summit 2 nyaris menyentuh angka $1.000. Beruntung Fossil bergerak cepat. Mereka baru saja menyingkap Fossil Sport, smartwatch kedua setelah Montblanc Summit 2 yang mengemas chipset buatan Qualcomm paling gres itu. Harganya? $255 saja, cukup masuk akal untuk mayoritas konsumen.

Sesuai namanya, desainnya mengarah ke sporty, dengan pilihan diameter 41 mm atau 43 mm. Casing-nya terbuat dari bahan aluminium dan nilon, sedangkan pilihan warnanya ada enam: abu-abu, silver, biru, merah, emas, dan rose gold. Untuk strap-nya, semuanya terbuat dari silikon, tapi ada 28 macam yang bisa dipilih, dengan variasi lebar 18 mm atau 22 mm.

Fossil Sport

Secara keseluruhan, penampilannya tergolong minimalis, dan aura sporty-nya turut ditunjang oleh ketahanan air yang mumpuni (bisa diajak berenang). Layar sentuhnya sendiri menggunakan panel AMOLED 1,2 inci dengan resolusi 390 x 390 pixel.

Fiturnya tergolong lengkap, tipikal smartwatch generasi terbaru keluaran Fossil Group. Heart-rate monitor menjadi fitur standar, demikian pula NFC dan GPS. Namun tetap saja yang menjadi bintang utamanya adalah chipset Snapdragon Wear 3100 itu tadi.

Fossil Sport

Dipadukan dengan baterai 350 mAh, chipset ini mampu menyuguhkan daya tahan yang lebih lama daripada chipset generasi sebelumnya. Fossil bilang Sport mampu beroperasi sehari penuh dengan fitur heart-rate monitoring dan location tracking aktif. Ambient Mode tetap tersedia supaya perangkat bisa bertahan sampai dua hari, meski dengan fitur yang terbatas.

Seperti yang saya bilang, $255 adalah banderol yang dipatok untuk Fossil Sport. Pemasarannya akan berlangsung mulai 12 November mendatang.

Sumber: Wareable.

Mobvoi Kembali Luncurkan Smartwatch Wear OS, Ticwatch C2

Mobvoi menggebrak pasar smartwatch di tahun 2016 lewat perangkat bernama Ticwatch 2. Dari situ mereka terus melebarkan portofolio produknya ke jalur yang lebih mainstream: Ticwatch E dan S untuk kategori budget di tahun 2017, dan Ticwatch Pro dengan teknologi layar ganda pada bulan Mei lalu, yang keduanya sama-sama bersaing di platform Wear OS.

2018 belum berakhir, namun Mobvoi rupanya masih belum puas. Mereka baru saja memperkenalkan Ticwatch C2 (Classic 2) sebagai penerus langsung dari Ticwatch 2. Perubahan terbesarnya, Ticwatch C2 menjalankan sistem operasi Wear OS, bukan lagi bikinan Mobvoi sendiri seperti sebelumnya.

Mobvoi Ticwatch C2

Secara estetika, Ticwatch C2 tampak lebih dewasa ketimbang pendahulunya. Tidak ada lagi varian dengan casing aluminium, semuanya stainless steel, dengan diameter 43 mm. Selain warna hitam dan silver, C2 juga tersedia dalam warna rose gold. Khusus varian ini, casing-nya sedikit lebih tipis, dan lebar strap kulit yang digunakan 18 mm, bukan 20 mm seperti pada varian hitam dan silver.

Layarnya menggunakan panel AMOLED 1,3 inci dengan resolusi 360 x 360 pixel. Sangat disayangkan, lagi-lagi chipset yang digunakan masih Qualcomm Snapdragon Wear 2100, bukan Snapdragon Wear 3100 yang paling baru, seperti yang terdapat pada Montblanc Summit 2.

Mobvoi Ticwatch C2

Beruntung kapabilitas fitness tracking-nya tidak dikurangi, yang mencakup heart-rate monitor dan GPS. Ticwatch C2 turut dilengkapi NFC sehingga dapat dipakai untuk membayar transaksi menggunakan layanan Google Pay.

Berbekal baterai 400 mAh, Ticwatch C2 diyakini bisa beroperasi hingga dua hari sebelum perlu diisi ulang. Secara keseluruhan, fisik perangkat tahan air dengan sertifikasi IP68.

Awal Desember adalah jadwal pemasaran yang ditetapkan Mobvoi untuk Ticwatch C2. Harganya dipatok $200, sama seperti pendahulunya.

Sumber: Engadget.