Hasil Temuan Mastercard tentang Ketertarikan Perempuan Berkarier di Bidang STEM

Mastercard kembali merilis laporan keduanya bertajuk “Girls in Tech”, kali ini memfokuskan pada kepuasan para pekerja perempuan di bidang STEM (Sains, Teknologi, Teknik dan Matematika). Salah satu simpulan menarik disebutkan bahwa 72 persen dari pekerja di bidang STEM di Indonesia sangat puas dengan karier mereka saat ini. Sementara itu tingkat partisipasi anak-anak perempuan di Indonesia (usia 15-19 tahun) di bidang STEM merupakan kedua tertinggi di wilayah Asia Pasifik.

Hasil yang didapat dalam penelitian ini berdasarkan pada wawancara yang berlangsung pada bulan Desember 2016 dengan jumlah responden sebanyak 2.270 perempuan berusia 12-25 tahun di enam negara di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

Di antara first jobber yang lulus kuliah dengan gelar STEM, sebanyak 84 persen memperoleh pekerjaan pertama kurang dari enam bulan, sementara 60 persen dari para lulusan tersebut sangat puas dengan pilihan pekerjaan yang mereka miliki setelah lulus.

Selain itu banyak 63 persen dari perempuan muda yang disurvei mengungkapkan bahwa mereka cenderung untuk bertahan di bidang yang terkait dengan STEM dalam karier. Banyaknya kesempatan untuk belajar, bertumbuh dan maju, serta passion mereka terhadap bidang STEM merupakan faktor utama yang dipilih responden untuk tetap bertahan berkarier di bidang STEM.

Kondisi peminat STEM di kalangan perempuan Indonesia

Di Indonesia, mayoritas dari lulusan STEM bekerja di bidang yang sesuai dengan gelar mereka (84 persen bekerja di bidang STEM). Mereka mengatakan bahwa passion (50 persen) dan tantangan (47 persen) merupakan alasan utama untuk bekerja di bidang STEM. Pemikiran mereka ketika memutuskan untuk memilih sebuah pekerjaan ialah upah yang tinggi (82 persen), bekerja dengan orang-orang yang cerdas (82 persen), keamanan dalam bekerja (79 persen) serta kesesuaian pekerjaan dengan ketertarikan mereka (79 persen).

Sementara itu walaupun partisipasi anak-anak perempuan berusia 12-19 tahun di bidang STEM merupakan salah satu yang tertinggi di wilayah Asia Pasifik, namun dibandingkan dengan negara lainnya Indonesia menjadi negara yang paling mendekati untuk menutup adanya kesenjangan gender (gender gap).  Hanya 26% dari anak-anak perempuan di Indonesia (dibandingkan dengan 39% rata-rata di wilayah tersebut) yang menyatakan bahwa anak-anak perempuan lebih cenderung untuk tidak memilih mata pelajaran STEM ketika melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki.

Kekhawatiran dan harapan perempuan di dunia kerja berbasis teknologi

Di antara para remaja perempuan yang disurvei, 30 persen dari mereka yang berusia 17-19 tahun mengatakan bahwa mereka tidak akan memilih pekerjaan di bidang STEM walaupun mereka mempelajari mata pelajaran bidang tersebut. Sementara itu, anak-anak perempuan berusia 12-19 tahun mengatakan mereka akan terus memegang persepsi bahwa mata pelajaran STEM itu sulit (39 persen) dan karier STEM merupakan karier yang bias gender, dengan dua dari lima anak perempuan percaya hanya sedikit anak perempuan yang memilih mata pelajaran STEM dikarenakan adanya persepsi bahwa pekerjaan STEM didominasi oleh laki-laki.

Ketika ditanyakan mengenai hal yang dapat menarik perhatian anak perempuan untuk mengejar karier di bidang STEM, anak-anak perempuan berusia 17-19 tahun menyatakan bahwa beasiswa (38 persen), wanita yang telah berhasil di bidang STEM dan menjadi panutan mereka (34 persen) serta dukungan kuat dari sekolah dan institusi (32 persen) sebagai tiga motivasi utama mereka. First jobber di bidang STEM merasa bahwa paparan sebelumnya mengenai karier STEM melalui kesempatan bersosialisasi atau networking (43 persen), magang (36 persen) dan pameran untuk karier (35 persen) akan membantu untuk mempersiapkan diri mereka lebih baik dari kondisi mereka saat ini.

Tiga dalam lima first jobber yang disurvei menyatakan bahwa kesesuaian pekerjaan bagi wanita merupakan sebuah kriteria ketika mereka mencari pekerjaan, sementara 46 persen percaya bahwa pada organisasi mereka saat ini, para pria dibayar lebih banyak dibandingkan perempuan untuk posisi yang sama.

Di antara first jobber STEM yang mempertimbangkan untuk bekerja di bidang non-STEM, kekhawatiran terhadap kurangnya eksposur terhadap hal-hal komersial (36 persen), jam kerja yang panjang (36 persen) dan kesesuaian untuk jenis kelamin/gender (33 persen) merupakan alasan utama yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut.  42 persen dari first jobber STEM percaya bahwa kita butuh untuk mengubah persepsi masyarakat terhadap STEM agar dapat menarik generasi perempuan selanjutnya untuk mengejar karier di bidang STEM.

Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup (Bagian 2)

Tulisan ini menjadi lanjutan dari artikel di tahun 2015 berjudul “Bagaimana Perempuan Menjadi Bagian Sebuah Startup”. Kala itu kami mewawancara tiga orang yang terlibat langsung dalam sebuah bisnis startup, dari sisi investor, pengembang bisnis dan juga developer. Dalam artikel tersebut dijabarkan beberapa hal teknis terkait keterlibatan perempuan dalam sebuah bisnis teknologi.

Dalam sebuah kesempatan, pada pagelaran Women in Tech yang diinisiasi oleh ADITIF (Asosiasi Digital Kreatif), sebuah diskusi terkait peran perempuan dalam industri teknologi dibahas. Kali ini fokus pada kultur kerja dan juga lingkungan yang berkorelasi dengan kenyamanan pekerja perempuan dalam bisnis teknologi, khususnya dalam ukuran startup.

Dalam kesempatan tersebut hadir GKR Hayu sebagai penanggung jawab TIK di Keraton Yogyakarta, Founder & CEO Fitinline Istofani Api Diany, Co-Founder & CEO JakPat Anggit Tut Pinilih dan CEO WeMarry Mugi Rahayu Wilujeng.

Salah satu yang melatarbelakangi diskusi ini adalah hasil survei Harvard Business Review (HBR) yang mengemukakan fakta untuk dalam industri teknologi. Dalam penelitian yang dilakukan pada tahun 2016 tersebut, dituliskan perbandingan keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam industri teknologi adalah dua banding delapan. Hanya 9 persen dari total entrepreneur adalah perempuan.

Di sisi investasi pun juga angkanya sangat signifikan jaraknya. Data dari Entrepreneur.com mengemukakan 89 persen investor adalah laki-laki dan mereka berinvestasi pada (kebanyakan) perusahaan yang dikelola oleh laki-laki. Hanya 7 persen founder perempuan yang mendapatkan suntikan investasi dari venture capital.

Kultur yang menahun dianggap sebagai sebuah kepastian

Mengawali pemaparannya Hayu menceritakan pengalamannya masuk menjadi tim IT sebuah perusahaan perbankan diteruskan menjadi manajer produk di sebuah perusahaan pengembang game. Berbicara dari sisi kemampuan teknis, anggapan miring seputar kompetensi pekerja perempuan sudah sangat akrab ia terima. Hayu mengatakan masih sering menemui kebiasaan yang memposisikan perempuan selalu harus berada di role pekerjaan yang non-teknis. Itu jika berbicara dari sisi kapabilitas dan di lingkungan kerja menurutnya ada hal lebih mendasar yang justru mengganggu kemajuan karier perempuan di industri teknologi, yaitu lingkungan pekerjaan.

“Kantor di perusahaan IT sering kali kurang memberikan kenyamanan kepada perempuan. Hal ini terbangun secara alamiah karena umumnya perusahaan IT didominasi laki-laki. Sementara itu perempuan memiliki sifat kurang merasa aman ketika harus di lingkungan seperti itu,” ujar Hayu membuka diskusi.

Sebagai CEO, Anggit mengonfirmasi keadaan yang disebutkan dalam riset HBR di atas. Beberapa kali ia ketemu investor, tidak jarang yang menyampaikan sikap acuh dan underestimate. Namun jika dalam perspektif lingkungan kerja, karena di startup yang ia pimpin porsi jumlah perempuan dan laki-laki hampir seimbang, proses bisnis justru bisa saling melengkapi.

“Sering kali terjadi perbedaan pendapat terutama ketika mengembangkan produk. Karena tim pengembang laki-laki sering kali memfokuskan pada fitur, sedangkan perempuan lebih banyak mengulas tentang detail dan sudut pandang dari calon pengguna. Namun dari situ malah saling melengkapi,” ungkap Anggit menceritakan kultur kerja di kantornya.

Diskusi tentang Women in Tech dari Aditif

Edukasi perlu dilakukan dari sudut pandang laki-laki

CEO portal pernikahan WeMarry Mugi Rahayu Wilujeng atau akrab disapa Ajeng memberikan pendapat bahwa untuk meningkatkan awareness tentang kesetaraan ini, perlu dilakukan banyak kegiatan edukasi di sisi laki-laki. Kepekaan mereka dan mindset untuk bisa terbuka dinilai akan memberikan dampak signifikan pada meningkatnya persentase perempuan yang terjun dalam bisnis digital.

Istofani mengomentari hal yang sama. Kaitannya dengan kultur yang sudah terlanjur dianggap menjadi sebuah kebenaran, bahwa perempuan kurang pas jika harus berjibaku dengan urusan yang sangat teknis. Sulit untuk diubah, namun dengan memberikan role model yang banyak sedikit demi sedikit pandangan ini akan terkikis.

“Menariknya 90 persen customer Fitinline, yang banyak dinilai sebagai startup yang cewek banget, justru laki-laki. Ketika berhadapan dengan customer laki-laki so far tidak ada masalah. Justru ketika mereka mengetahui bahwa kita adalah perempuan, mereka dapat bersikap lebih lembut,” papar Istofani.

Pada akhirnya diskusi tersebut menyimpulkan bahwa dengan penempatan pada lingkungan yang baik (dalam startup teknologi) perempuan akan dapat berpartisipasi besar dalam proses pengembangan produk, khususnya pada bagian teknis. Kendati jumlahnya masih sangat sedikit, mengingat demand mahasiswi di bidang TIK juga tidak banyak, tantangan saat ini adalah menunjukkan panutan sebanyak- banyaknya tentang kisah sukses perempuan yang berkiprah di industri atau startup teknologi.

Mencermati Kurang Berminatnya Perempuan Indonesia Terjun di Dunia Teknologi

Stereotipe atau bukan, faktanya adalah masih banyak perempuan Indonesia yang enggan untuk memilih profesi sebagai developer, programmer dan pekerjaan IT lainnya. Berbagai alasan pun kemudian muncul, mulai dari kesulitan untuk mempelajari, tidak biasa bekerja secara sistematis, ketakutan untuk mengenal lebih jauh tentang teknologi dan masih banyak lagi. Tidak heran tentunya ketika saat ini lebih banyak laki-laki yang mendominasi pekerjaan di bidang IT, dibandingkan perempuan.

Melihat fakta ini, beberapa perusahaanteknologi dan startup pun kemudian mulai melebarkan pilihannya dengan mencari tenaga kerja developer perempuan di Indonesia, hasilnya sangat mengecewakan, berdasarkan pengalaman yang ada masih sangat sedikit minat serta antusias yang ada dari kalangan perempuan.

Saya pun kemudian menjadi bertanya-tanya, sebenarnya bukan kesempatan yang sulit diperoleh oleh perempuan dalam hal teknologi, namun kecilnya minat serta keinginan kalangan perempuan untuk terjun di dunia teknologi yang menjadi penyebabnya.

Untuk menjawab pemasalahan tersebut, satu demi satu wadah serta komunitas yang bertujuan untuk menelurkan lebih banyak developer dan programmer perempuan mulai bermunculan. Mulai dari Female Dev, Girls in Tech, Female Geek dan masih banyak lagi. Banyak kegiatan yang ditawarkan, seperti workshop, pelatihan hingga mentoring semua dilakukan demi menciptakan lebih banyak lagi developer dan programmer perempuan di tanah air.

Meskipun mulai bemunculan entrepreneur perempuan yang mencoba membuat startup, namun sebagian besar dari mereka masih memanfaatkan pihak ketiga untuk membuat sebuah produk, aplikasi, atau mempekerjakan developer atau programmer pria untuk mempermudah pekerjaan.

Menanamkan keinginan dan pembelajaran sejak dini

Dalam beberapa pertemuan, saya sempat berbincang dengan para entrepreneur hingga developer perempuan di tanah air, kebanyakan dari mereka mulai mencoba untuk belajar mengenai pemrograman dan lainnya ketika dianjurkan oleh kalangan terdekat. Hanya kecil jumlah perempuan Indonesia yang secara sukarela menyukai dan kemudian mencoba untuk menjadi seorang developer dan programmer.

Angel investor dan serial entrepreneur perempuan Indonesia Grace Tahir mengatakan:

“Salah satu kendala mengapa masih sedikit perempuan Indonesia yang tertarik dengan teknologi adalah sedikitnya exposure hingga recognition terkait dengan eksistensi dan kesuksesan yang telah diraih oleh perempuan. Untuk itu menjadi hal yang penting bukan hanya bagi saya namun entrepreneur perempuan lainnya agar bisa tampil lebih sering dan tentunya menonjol untuk bisa membangkitkan lebih banyak semangat perempuan muda Indonesia.”

Tentunya menjadi suatu hal yang kurang menyenangkan ketika saat ini para orang tua harus memaksakan kepada anak-anak perempuan mereka untuk mencoba menjadi developer atau programmer dan mempelajari lebih dalam ilmu yang satu ini.

Idealnya adalah semua keinginan harus didasari oleh diri sendiri, dengan begitu passion serta kecintaan akan tumbuh secara alami. Namun tidak ingin terkesan putus asa, cara demikian ternyata satu-satunya pilihan yang bisa diterapkan oleh orang tua saat ini.

Di tahun 2016 ini mestinya sudah semakin banyak jumlah perempuan yang muncul sebagai seorang developer, programmer dan lainnya, namun kenyataan tersebut nampaknya masih sulit untuk terwujud dengan fakta yang ada. Tantangan terberat saat ini untuk pihak-pihak terkait adalah bagaimana menciptakan sebuah peluang yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga bermanfaat dan akhirnya diminati perempuan Indonesia.

Tips Bagi Perempuan Yang Ingin Sukses Berkarir di Bidang Teknologi

Artikel berikut ini diharapkan bisa membuka pikiran Anda para perempuan Indonesia yang bersemangat untuk menjadi penggiat startup, engineer, entrepreneur dan pebisnis lainnya di bidang teknologi. Teknologi sering dibilang sebagai dunia yang menakutkan bagi sebagian perempuan (dalam kaitannya dengan bisnis dan persaingan), namun sedikit demi sedikit banyak perempuan yang mulai membuktikan kiprahnya di dunia teknologi, bahkan sukses membangun perusahaan berbasis teknologi.

Pada dasarnya teknologi memiliki keunggulan untuk dioptimalkan oleh siapa saja, apa pun latar belakang Anda, baik itu dari bidang keuangan, jurnalistik, musik, desain, seni, kuliner dan berbagai pengalaman lainnya. Teknologi juga mampu menjadi bagian improvisasi untuk inovasi dari passion yang Anda miliki.

Berikut ini adalah beberapa tips yang bisa Anda coba sebagai perempuan yang ingin mengetahui lebih jauh keuntungan bekerja di dunia teknologi. Rangkuman ini diambil dari pengalaman pribadi para pemilik startup dan engineer perempuan di dunia, seperti CTO Minted Niniane Wang, Founder ThinkUp Gina Trapani dan lainnya.

Diskriminasi gender bukan alasan untuk bertahan

Saat ini masih banyak startup hingga perusahaan teknologi yang mempekerjakan programmer perempuan hanya untuk memberikan suasana yang sedikit berbeda di antara dominasi para programmer dan engineer laki-laki. Ketika hal tersebut terjadi kepada Anda, dan perusahaan yang mencoba untuk merekrut Anda menghiraukan kemampuan Anda sebagai seorang engineer, coba sikapi dengan bijak dan carilah perusahaan lain yang benar-benar menghargai kemampuan Anda.

Menjadi satu-satunya perempuan di perusahaan tempat Anda bekerja tentunya merupakan hal yang istimewa, namun demikian hal ini juga bisa berdampak negatif dalam hal perlakuan serta kebiasaan di perusahaan tersebut. Temukan perusahaan teknologi yang mengedepankan kultur perusahaan yang baik, saling menghormati dan beradab. Anda sebagai perempuan berhak untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari para atasan, rekan kerja dan lainnya.

Ajak perempuan lain untuk terlibat dan ciptakan peluang

Bosan melihat kompetisi seperti hackathon atau acara lainnya yang didominasi oleh peserta laki-laki? Kenapa tidak membuat acara atau kompetisi yang diperuntukkan khusus untuk perempuan? Bukan hanya Anda akan melihat lebih banyak perempuan yang tertarik untuk mencoba, namun Anda juga bisa menambah wawasan serta ide-ide baru dari para perempuan yang memiliki pengetahuan lebih di dunia teknologi.

Inisiasi kegiatan yang lebih banyak melibatkan perempuan

Salah satu kegiatan yang wajib untuk dihadiri oleh pelaku startup dan engineer adalah menghadiri acara workshop atau seminar bertemakan teknologi. Jangan heran jika acara tersebut kembali akan didominasi oleh pria, untuk mengakalinya cobalah dekati pihak penyelenggara, dan lontarkan ide-ide segar seputar narasumber perempuan yang layak untuk dihadirkan. Selain bisa mengundang lebih banyak peserta perempuan, siapa tahu suatu saat nanti Anda juga bisa terinspirasi lebih dan berbalik menjadi narasumber sebagai gambaran sukses perempuan di dunia digital.

Mau belajar dari orang lain

Jika hingga sekarang Anda merasa belum memiliki cukup pengalaman, pengetahuan hingga kepercayaan diri untuk memulai usaha di bidang teknologi, namun Anda meyakini bahwa bisa sukses di dunia tersebut, cobalah untuk mencari mentor yang Anda rasa cocok dengan kepribadian dan tentunya visi dan misi. Carilah pakar, rekanan sukses atau ahli yang berhubungan dengan minat Anda, gali lebih banyak pengalaman yang dimiliki oleh mereka dan tentunya ciptakan hubungan baik dengan mereka.

Berpikir positif

Sesulit apa pun tantangan serta kendala yang Anda hadapi cobalah untuk berpikir positif, teruslah untuk belajar dan koreksi semua kesalahan yang ada. Tunjukkan kepada semua bahwa Anda seorang perempuan yang mampu memimpin, bekerja dengan baik dan tentunya menciptakan pekerjaan yang tak kalah hebat dengan para pria.

Memulai dengan persiapan yang matang

Sebelum Anda menunjukkan produk kepada publik, pemangku kebijakan dan investor, persiapkan dengan benar bisnis model, pitch-deck dan kebutuhan presentasi lainnya. Kenalkan diri Anda dan produk yang ingin ditawarkan kepada jurnalis, media dan kanal publikasi lainnya. Cobalah lakukan latihan di kalangan terbatas terlebih dahulu sebelum akhirnya Anda siap untuk melakukan pitching kepada pihak terkait.

Teruslah belajar

Dunia teknologi kerap mengalami perubahan yang cepat, teruslah belajar dan lakukan adaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang ada. Jika diperlukan ada baiknya untuk Anda menambah pengetahuan seputar teknologi secara lebih intend untuk memperluas wawasan dan tentunya menambah kredibilitas Anda sebagai perempuan yang cemerlang di dunia teknologi.

Girls In Tech Gelar Kompetisi Startup Khusus Untuk Perempuan Indonesia

01

Usaha kecil menengah di Indonesia yang dikelola perempuan semakin menjamur namun belum banyak dari mereka yang bersinggungan dengan teknologi. Organisasi non-profit Girls In Tech Indonesia tergerak untuk mengumpulkan dan memberikan arahan kepada perempuan Indonesia agar lebih aktif menggunakan teknologi untuk meningkatkan performa bisnis.

Continue reading Girls In Tech Gelar Kompetisi Startup Khusus Untuk Perempuan Indonesia