Mengedepankan Konsep D2C, Filmore Tawarkan Produk Femcare Menstrual Cup

Menurut riset, rata-rata perempuan akan menghabiskan sekitar hampir Rp80 juta sepanjang hidupnya untuk membeli produk kewanitaan saat menstruasi. Selain mahal, limbah yang dihasilkan dari penggunaan pembalut pun cukup tinggi dan merusak lingkungan. Filmore yang merupakan brand Feminine Care lokal, mencoba menawarkan produk femcare berupa menstrual cup yang relevan dan ideal untuk perempuan Indonesia.

Resmi meluncur akhir bulan Januari 2022, Filmore didirikan oleh Andrea Gunawan, aktivis kesehatan seksual; Grace Tahir, Direktur RS Mayapada dan juga yang dikenal sebagai angel investor; bersama dengan Atola Group, perusahaan yang didirikan oleh Gitta Amelia, pengusaha dan juga investor. Filmore sekaligus ingin menjadi gerakan sosial dengan misi edukasi tentang pemberdayaan perempuan serta penerapan gerakan ramah lingkungan.

“Filmore adalah sebuah social movement dengan misi memberdayakan perempuan melalui healthcare product yang bersih, sehat, nyaman dan juga eco-friendly dan sustanianble. Yang dilakukan oleh Filmore adalah untuk dan oleh komunitas yang juga dikenal dengan sebutan Filmore rebels,” kata Co-founder Filmore Gitta Amelia.

Filmore mencatat kebanyakan produk menstrual cup yang ditawarkan di Indonesia saat ini berasal dari negara seperti Amerika Serikat dan Eropa. Hanya sedikit dari brand tersebut yang bisa memberikan produk yang ideal untuk perempuan Indonesia dengan harga terjangkau. Menjadikan penggunaan menstrual cup tidak terlalu populer di kalangan perempuan Indonesia. Selain itu di Indonesia saat ini masih ada stigma atau mitos tentang bahaya penggunaan menstrual cup untuk perempuan.

“Saya berharap Filmore akan menjadi market leader dalam produk kebersihan dan kesehatan perempuan di Asia Tenggara dan mengubah kebiasaan masyarakat untuk menjadi lebih ramah lingkungan, sehat, serta hemat,” kata Gitta.

Produk unggulan Filmore

Filmore menghadirkan dua opsi produk kebutuhan menstruasi yang lebih ramah lingkungan yaitu Girlfriend Menstrual Cup dan Boyfriend Wet Wipes. Mengedepankan konsep Direct to Consumer (D2C), selain memanfaatkan website sendiri untuk channel penjualan, Filmore juga memanfaatkan platform e-commerce Shopee untuk kanal penjualan online. Ke depannya Filmore juga memiliki rencana untuk memasarkan produk mereka secara offline untuk melayani konsumen lebih luas lagi.

“Kami bekerja sama dengan berbagai mitra untuk memproduksi barang-barang kami, dengan hati-hati memilihnya untuk kualitas dan konsistensi dengan nilai brand. Kami tersedia secara online dan memiliki pengiriman ke seluruh dunia melalui situs web kami. Kami tersedia secara nasional melalui Shopee. Segera kami akan berada di toko kesehatan dan kecantikan offline terpilih,” kata Grace.

Ditambahkan olehnya, melawan produk mainstream yang saat ini sangat popular di kalangan perempuan muda Indonesia, Filmore hadir menawarkan solusi baru yang lebih higienis namun juga aman. Di harapkan bisa menjadi pilihan baru untuk perempuan muda saat ini, yang mencari pilihan yang lebih bersih, lebih berkelanjutan, dan lebih nyaman.

“Kami akan terus mendobrak tabu dan stigma, dan mendidik dengan integritas untuk mendapatkan kepercayaan perempuan di Indonesia,” kata Grace.

Memanfaatkan media sosial, saat ini Filmore telah mendapatkan dukungan dari banyak perempuan Indonesia melalui wadah Instagram dan Discord. Mengubah persepsi mengenai bagaimana perempuan memandang tubuhnya melalui sesi diskusi, kini Filmore memiliki lebih dari 1000 member di Discord. Proses yang telah dilakukan empat bulan sebelum Filmore diluncurkan, mendapat respon yang cukup positif dari target pengguna mereka yaitu perempuan muda Indonesia.

“Dengan adanya produk menstrual cup ini, para perempuan tidak perlu lagi membeli pembalut atau tampon lagi setiap bulannya. Menstrual cup dari Filmore yang dibuat khusus untuk perempuan Asia, tahan hingga 10 tahun dengan 8 jam waktu pemakaian,” ucap Andrea Gunawan, salah satu pendiri Filmore.

Konsep D2C saat ini memang banyak menawarkan produk beauty hingga femcare dan menyasar kebanyakan perempuan. Memanfaatkan channel seperti layanan e-commerce dan website sendiri, konsep ini dinilai cukup efektif untuk mendapatkan revenue secara langsung. Platform beauty dan health care product yang menawarkan konsep D2C di Indonesia saat ini di antaranya adalah Dr Soap dan SYCA Official.

Peranan Grace Tahir Mendukung “Entrepreneur” Perempuan

Setelah mendirikan startup dan berkecimpung di ekosistem sebagai mentor dan angel investor, Grace Tahir kini memiliki kesibukan baru sebagai Limited Partner (LP) di sebuah venture capital.

Kepada DailySocial, Grace menceritakan strategi investasinya dan passion besar untuk championing woman equality di Indonesia.

Angel investor dan LP

Grace Tahir bersama Wilson Cuaca saat berinvestasi kepada Talenta tahun 2014

Selaras dengan pengalaman bisnis keluarga di Mayapada Hospital and Siloam Hospital, Grace memulai kiprah di industri healthtech dengan Dokter.id dan Medico. Dokter.id adalah platform edukasi bagi masyarakat yang memberikan konsultasi gratis melalui chat dan berita. Sementara Medico bekerja sama dengan penyedia layanan kesehatan, seperti rumah sakit dan klinik, sebagai bagian solusi end-to-end.

Beberapa tahun terakhir, ia mulai tertarik menjajaki industri yang berbeda. Tak hanya healthtech, tetapi diversifikasi segmen yang  tetap diupayakan bisa sejalan dengan visi perusahaan keluarga.

“Menjadi angel investor bagi saya bukan hanya ingin memberikan capital, namun juga membantu perusahaan tersebut. Harapannya agar tercipta sinergi,” kata Grace.

Hingga saat ini Grace memiliki 7 startup portofolio dalam kapasitas sebagai angel investor, di antaranya Printerous, Lababook, Filmore, Dokter.id dan startup lain dari bidang makanan dan minuman, edukasi, hingga layanan e-commerce. Di tahun 2014, bersama East Ventures, Grace berinvestasi ke Talenta yang telah diakuisisi Mekari tahun 2018 lalu. Sebagai investor, Grace hanya tertarik berinvestasi kepada startup tahap awal.

Kesibukkannya yang masih mengelola perusahaan keluarga terkadang menyulitkan Grace melakukan proses kurasi dan due diligence startup berpotensi. Meskipun masih bergabung dengan Angel Investment Network Indonesia (Angin), Grace mulai mengurangi kegiatannya sebagai angel investor dan memilih menjadi LP di beberapa venture capital yang sesuai dengan minat dan misinya.

“Saat ini saya sudah menjadi LP di Teja Ventures dan Avatar Capital yang keduanya dipimpin oleh perempuan. Melihat kinerja dan pilihan investasi yang mereka lakukan, menurut saya cukup sesuai dengan minat dan passion saya,” kata Grace.

Teja Ventures selama ini memosisikan diri sebagai venture capital yang membantu entrepreneur perempuan untuk mengembangkan bisnisnya. Sementara Avatar Capital, meskipun tidak terlalu fokus hanya ke founder perempuan, memiliki visi dan misi yang serupa. Kedua pendirinya, Virgina Tan (Teja Ventures) dan Gitta Amelia (Avatar Capital) adalah kolega dekat Grace.

Sebagai business woman, Grace ingin fokus membantu perempuan Indonesia mengembangkan bisnisnya. Pendekatan gender lens investing (GLI) menjadi fokus Grace, yaitu berinvestasi ke startup yang fokus ke pasar perempuan dan bagaimana produk yang ditawarkan bisa memberikan impact bagi perempuan Indonesia.

Peluang bisnis direct to consumer (D2C)

Grace Tahir / Photo credit : Angin

Sebagai investor, Grace melihat kategori bisnis yang dilirik tidak harus heavy menggunakan teknologi. Salah satu industri yang mulai menjadi fokusnya adalah social commerce dan konsep bisnis direct to consumer.

“Berdasarkan survei terungkap saat ini sekitar 40% generasi muda lebih menyukai brand atau produk yang memiliki konsep D2C. Bisnis tersebut tidak lagi harus memiliki toko atau gerai khusus atau fokus kepada pengembangan teknologi,” kata Grace.

DailySocial mencatat konsep bisnis D2C memang mengalami peningkatan di Indonesia. Kebanyakan perusahaan di sektor ini didirikan oleh pendiri perempuan dan menawarkan produk kecantikan, fashion, hingga makanan.

“Startup asal Indonesia menjadi fokus investasi saya. Startup asing bisa dibilang sangat mudah mendapatkan modal dari venture capital dibandingkan dengan startup Indonesia,” kata Grace.

“Chaos” dan Imbasnya Terhadap Perkembangan Startup di Indonesia

Dalam sesi diskusi dengan penggiat startup di acara Indonesia Australia Digital Forum 2018, dibahas tantangan dan tren startup ke depannya. Hadir sebagai panel diskusi di antaranya adalah Founding Partner Kejora Ventures Andy Zain, Co-founder Medico Grace Tahir, Mantan CEO OLX Indonesia yang saat ini menjabat sebagai penasihat Menkominfo untuk ekonomi digital Daniel Tumiwa, Staf Khusus Menkominfo Lis Sutjiati dan Direktur Acorns Grow startup asal Australia George Lucas.

Salah satu hal yang dibahas adalah soal “chaos” di Indonesia dan bagaimana entrepreneur dengan startup dan inovasinya memecahkan kekacauan tersebut dengan menghadirkan teknologi. Menurut Daniel Tumiwa, kekacauan yang terjadi di Indonesia, justru menjadi peluang sekaligus tantangan kepada entrepreneur. Hal tersebut dapat terlihat dari perkembangan industri startup saat ini yang sudah mengalami peningkatan sejak 10 tahun terakhir, bahkan telah menghadirkan generasi kedua pendiri startup di Indonesia.

Menurut Andy Zain “chaos” atau kekacauan justru menciptakan peluang yang bagus untuk entrepreneur, agar bisa melakukan navigasi. Di sisi lain pemerintah sebagai regulator dituntut harus bisa mengejar ketinggalan dan beradaptasi dari inovasi yang diciptakan oleh entrepreneur tersebut untuk memecahkan kekacauan.

“Ciptakan inovasi segera jangan tunggu, carilah solusi terbaik, lakukan konsultasi dan raih dukungan dari pemerintah,” kata Andy.

Hal menarik yang dicermati oleh George Lucas, entrepreneur asal Australia adalah, besarnya jumlah entrepreneur muda asal Indonesia yang langsung mendirikan bisnis, sehingga jumlah entrepreneur saat ini di Indonesia makin meningkat jumlahnya.

“Hal tersebut yang membedakan Indonesia dengan Australia. Di Australia tidak banyak anak muda yang mendirikan startup atau perusahaan lainnya, sehingga tidak banyak jumlahnya.”

Besarnya pasar Indonesia

Sementara itu menurut Andy Zain, Indonesia merupakan negara yang paling tepat untuk brand hingga perusahaan teknologi mempromosikan produk mereka. Besarnya minat dan antusiasme pasar Indonesia untuk mencoba dan menggunakan berbagai produk tersebut, disebut Andy merupakan peluang bisnis yang besar dan terbukti telah banyak dimanfaatkan oleh brand ternama seperti Facebook, Google, hingga Instagram.

“Saat ini Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara dengan jumlah pengguna Facebook dan Instagram terbesar. Hal tersebut membuktikan besarnya respons dari pasar di Indonesia untuk mencoba berbagai produk terbaru yang ada.”

Namun demikian saat ini Jakarta sudah menjadi sentral dari startup industri lokal hingga asing. Makin padatnya pemain di Ibukota dinilai oleh Lis Sutjiati sebagai Staf Khusus Menkominfo, kurang memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia yang tinggal di luar Pulau Jawa. Sehingga idealnya untuk startup lokal hingga asing yang berencana untuk menyasar pasar yang ada, coba lakukan pendekatan kepada pasar di luar pulau Jawa.

Hal senada juga diutarakan oleh Andy Zain dan Daniel Tumiwa, yang mengajak lebih banyak pelaku startup untuk mengembangkan bisnis di pulau lain di luar pulau Jawa.

Belajar dari Australia

Hal lain yang menjadi perhatian dalam sesi diskusi tersebut adalah, masih kurangnya talenta yang memiliki pengalaman hingga edukasi cukup dalam hal pemrograman hingga Informasi Teknologi. Untuk itu belajar dari Australia yang memiliki disiplin dan pendidikan yang baik terkait hal tersebut, bisa dijadikan acuan dan pedoman oleh Indonesia.

“Saat ini sudah banyak entrepreneur asal Indonesia yang belajar di Australia kemudian mendirikan startup di Indonesia. Jika Indonesia bisa mempelajari sistem pendidikan dan disiplin yang dimiliki oleh Australia, bisa membantu Indonesia menciptakan talenta yang berkualitas,” kata Andy.

Di sisi lain, Australia juga bisa memanfaatkan Indonesia sebagai salah satu emerging market, untuk mencoba dan melihat respons pasar terhadap berbagai produk berbasis teknologi yang akan diluncurkan.

“Di Indonesia banyak entrepreneur yang berani mendirikan bisnis, orang Indonesia lebih fleksibel dan mudah beradaptasi, hal tersebut yang membuat kami lebih versatile,” kata Grace Tahir.

Prediksi segmen startup favorit di tahun 2018

Di akhir sesi diskusi, para panelis diminta untuk memberikan prediksi terkait dengan tren segmen startup favorit di tahun 2018. Grace Tahir yang fokus untuk meningkatkan layanan kesehatan di Indonesia menyebutkan healthtech masih menjadi favorit dan memiliki potensi yang besar tahun ini. Sementara Lis Sutjiati menyebutkan, selain healthtech, agro dan aqua culuture, edutech, fintech hingga tour dan travel, masih memiliki peluang besar untuk berkembang di Indonesia.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF 2018) 

Mencermati Besarnya Peluang Industri Healthtech di Indonesia

Di hari pertama acara Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF2018) dihadirkan narasumber dari Indonesia hingga Australia yang membahas topik seperti healthtech, smart city hingga cyber security.

Salah satu topik menarik yang menjadi perhatian adalah perkembangan healthtech di Indonesia. Dalam kesempatan tersebut dihadirkan CEO Klikdokter Andreas Setiawan Santoso, Founder dan Managing Director Spokle Elisabeth Yunarko, dan CEO Medico Grace Tahir.

Kurangnya informasi dan adopsi teknologi layanan kesehatan

Masih rendahnya edukasi masyarakat umum soal healthtech dan kurangnya adopsi dari praktisi kesehatan hingga dokter memahami teknologi kesehatan, merupakan salah satu alasan mengapa teknologi kesehatan di Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara lain.

Menurut Andreas, hal tersebut yang menjadi tantangan sekaligus menjadi peluang bagi startup yang menyasar di sektor kesehatan teknologi.

“Seperti Klikdokter misalnya, guna memberikan informasi kesehatan yang baik untuk masyarakat umum, kami membina hubungan baik dengan dokter-dokter muda yang ternyata cukup antusias terhadap perkembangan teknologi,” kata Andreas.

Sementara itu Grace, yang saat ini masih fokus mengembangkan startup baru Medico, mencermati peranan pemerintah untuk memanfaatkan data dan teknologi bisa mempercepat pertumbuhan layanan kesehatan di Indonesia. Hal tersebut bisa membantu teknologi kesehatan menciptakan inovasi baru, didukung dengan regulator terkait.

“Di Medico sendiri kami mengedepankan kultur perusahaan innovation driven, sehingga jika ada tim kami memiliki ide yang menarik langsung dibuat dan dilemparkan ke pasar. Intinya adalah terus lakukan uji coba,” kata Grace.

Bersaing dengan layanan transportasi online dan e-commerce

Di Indonesia sendiri saat ini teknologi yang sudah sangat familiar digunakan oleh masyarakat adalah layanan transportasi on-demand  hingga e-commerce. Layanan teknologi kesehatan masih sangat rendah perkembangannya. Namun demikian menurut Grace Tahir, hal tersebut tidak membuat potensi dan peluang industri tersebut menurun, justru dengan segala kekurangan yang ada, layanan teknologi kesehatan masih memiliki peluang besar untuk bisnis.

“Pada akhirnya saya melihat dalam hal healthtech tujuan akhir adalah membantu orang mendapatkan layanan kesehatan sekaligus mengumpulkan pendapatan dari bisnis tersebut. Peluang itu masih terbuka lebar di healthtech,” kata Grace.

Disinggung apakah teknologi sudah cukup ampuh “mengganggu” layanan kesehatan konvensional dan apakah pihak rumah sakit sudah siap menghadapi perubahan teknologi yang ada, menurut Andreas, bukan hanya teknologi yang menjadi prioritas, namun juga edukasi dan informasi yang tepat kepada pengguna.

“Harus dipastikan apakah orang tersebut sudah terbiasa menggunakan aplikasi, dan mengerti teknologi yang diterapkan,” kata Andreas.

Andreas menambahkan lokasi juga masih mempengaruhi layanan kesehatan yang bisa didapatkan masyarakat. Misalnya bagi mereka yang tinggal di Papua, belum tentu bisa mendapatkan layanan kesehatan layaknya masyarakat yang tinggal di pulau Jawa.

“Di situlah teknologi harusnya bisa menjembatani antara pengguna di wilayah yang jauh agar bisa mendapatkan layanan kesehatan yang lebih baik memanfaatkan teknologi,” kata Andreas.

Pentingnya kolaborasi dan networking di Indonesia

Hal menarik lainnya yang disampaikan Grace dan Andreas di hadapan entrepreneur dan perwakilan pemerintah Australia adalah jika ingin membangun bisnis di Indonesia, perbanyak networking dan bertemu dengan orang yang tepat mempengaruhi jalannya bisnis. Hal tersebut diharapkan bisa membantu entrepreneur Australia yang berencana untuk menghadirkan startup healthtech atau lainnya di Indonesia.

“Lakukan networking seluas mungkin dan jangan lupa untuk menemukan partner yang tepat sebelum bisnis diluncurkan di Indonesia,” kata Andreas.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Indonesia – Australia Digital Forum 2018 (IADF2018) 

Grace Tahir: Healthtech Akan Menjadi Bidang Digital Atraktif

Selain dikenal sebagai angel investor –yang juga tergabung dalam ANGIN—Grace Tahir merupakan Co-Founder dan CEO Medico, sebuah pengembang layanan manajemen klinik dokter/kesehatan berbasis SaaS (Software as a Services). Medico sendiri bukan karya pertama Grace di bidang teknologi kesehatan (healthtech), karena sebelumnya ia juga mendirikan Dokter.id, sebuah kanal online untuk konsultasi kesehatan.

Yang menjadi menarik di sini, sektor kesehatan menjadi fokus dalam pengembangan produk digital. Lantas bagaimana Grace melihat healthtech di Indonesia ke depan? Menurut pengamatannya dengan 30 tahun berpengalaman di industri kesehatan, saat ini industri healhtech secara keseluruhan terus meningkat. Banyak hal yang masih perlu dipelajari, akan tetapi kebutuhan dari sisi pangsa pasar sudah jelas ada.

Healthcare industry secara keseluruhan terus meningkat, expenditure untuk healthcare pun terus meningkat, maka tidaklah heran jika healthtech akan menjadi salah satu bidang digital yang attractive,” ujar Grace kepada DailySocial.

Untuk membuat healthtech bisa menjadi “the next fintech/e-commerce”, menurut Grace komponen utamanya pada produk yang dikembangkan itu sendiri.

“Kuncinya adalah product apa yang sebenarnya diperlukan. Banyak healthtech companies yang mengeluarkan produk tetapi tidak banyak adoption rate, maka itu a deep and better understanding atas industri ini adalah kunci. Demand is there but it is a demand for the right product,” lanjut Grace.

Menurut data yang pernah dikumpulkan Medico, per tahun 2016 belanja sistem teknologi informasi layanan kesehatan mencapai $2 miliar dan diproyeksikan akan berkembang menjadi lebih dari $6 miliar di tahun 2019. Dari sisi pangsa pasar, layanan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan apotek kini mencapai hampir 30 ribu unit dan diperkirakan bakal terus naik 10-13% dalam 4 tahun ke depan

Kabar terkini layanan Medico

Layanan yang disajikan dalam apliaksi Medico / Medico
Layanan yang disajikan dalam apliaksi Medico / Medico

Belum lama ini Medico mengumumkan kemitraan strategis bersama BPJS. Yakni berupa integrasi sistem Medico dengan aplikasi P-Care BPJS. Tujuannya untuk memudahkan klinik atau rumah sakit yang mengimplementasikan Medico dalam memonitor pencapaian indikator seperti Angka Kontak dan Rasio Peserta Prolanis Rutin.

“Ini adalah salah satu tujuan utama Medico yaitu untuk meningkatkan efisiensi sehingga dokter, perawat, tenaga medis dan manajemen lebih dapat berfokus untuk pelayanan ke pasien,” imbuh Grace.

Sejak mulai beroperasi pada tahun 2016 lalu dengan dukungan pendanaan dari East Ventures, saat ini Medico telah membukukan tingkat pertumbuhan bulanan mencapai lebih dari 30 persen. Dalam meraih capaian tersebut Grace pun menyebutkan beberapa tantangan, terutama dalam kaitannya dengan penyesuaian layanan.

“Secara garis besar, isu yang kami hadapi bukanlah isu, melainkan suatu challenge untuk memperbaiki diri. Kami banyak mendengar permintaan dokter dan providers agar sistem kami user friendly tapi di waktu yang sama lengkap fiturnya. Maka itu proses development kami di awal lebih extended,” ujar Grace.

Untuk agenda di tahun 2018, Medico berencana merilis sistem manajemen untuk rumah sakit. Saat ini sudah ada beberapa kontrak dengan rumah sakit lokal untuk implementasi sistem tersebut. Beberapa kerja sama juga sudah mulai digagas, termasuk dengan perusahaan dari luar negeri. Tahun depan, akan menjadi agenda yang cukup menarik untuk pengembangan bisnis dan produk Medico, sekaligus menguatkan debutnya bersama ekosistem healhtech di Indonesia.

Marketplace Pengembang Aplikasi Worktrees Dapatkan Pendanaan Awal

Software developer marketplace  Worktrees hari ini mengumumkan perolehan seed funding dari angel investor Grace Tahir yang didukung ANGIN (Angel Investment Network Indonesia). Nilai pendanaan yang diberikan tidak disebutkan. Pendanaan ini akan digunakan untuk pengembangan tim, khususnya tim developer dan pemasar, sehingga dapat menyempurnakan portofolio produk yang dimiliki dan mendorong Worktrees semakin dikenal di masyarakat luas.

Dalam pendanaan ini tidak ada kesepakatan khusus untuk memasukkan Grace Tahir ke board perusahaan. Kendati demikian, pihak Worktrees mengatakan kepada DailySocial pihaknya tetap berinisiatif memberikan wewenang kepada Grace dalam mendampingi, memantau, dan memberikan saran kepada bisnisnya.

“Kami bersedia menerima pendanaan yang diberikan oleh Ibu Grace, karena dengan melalui background yang dimiliki Ibu Grace dalam bidang IT serta pengalaman yang ia miliki di dalam bidang startup, tentunya merupakan suatu hal yang baik dan berharga bagi startup kami. Sehingga Worktrees dapat berkembang dan dapat memberikan layanan terbaik kepada para pengguna kami.”

Worktrees sendiri didirikan oleh Michael Tjoeng, Denindra Resky, dan Kenny Djoni tahun lalu. Startup ini fokus pada pengembangan marketplace untuk produk dan layanan berbasis web, mobile app, desain hingga pengembangan game. Sebelumnya startup tersebut juga berpartisipasi dalam program akselerasi Startup Weekend dan MaGIC.

Sementara Grace Tahir selain aktif berinvestasi sebagai angel investor juga menjadi bagian dari startup di bidang kesehatan, yakni Medico dan Dokter.id. Melalui kanalnya, baik Mayapada Group ataupun ANGIN, Grace juga kerap memberikan investasi kepada startup, termasuk Talenta.

Mencermati Kurang Berminatnya Perempuan Indonesia Terjun di Dunia Teknologi

Stereotipe atau bukan, faktanya adalah masih banyak perempuan Indonesia yang enggan untuk memilih profesi sebagai developer, programmer dan pekerjaan IT lainnya. Berbagai alasan pun kemudian muncul, mulai dari kesulitan untuk mempelajari, tidak biasa bekerja secara sistematis, ketakutan untuk mengenal lebih jauh tentang teknologi dan masih banyak lagi. Tidak heran tentunya ketika saat ini lebih banyak laki-laki yang mendominasi pekerjaan di bidang IT, dibandingkan perempuan.

Melihat fakta ini, beberapa perusahaanteknologi dan startup pun kemudian mulai melebarkan pilihannya dengan mencari tenaga kerja developer perempuan di Indonesia, hasilnya sangat mengecewakan, berdasarkan pengalaman yang ada masih sangat sedikit minat serta antusias yang ada dari kalangan perempuan.

Saya pun kemudian menjadi bertanya-tanya, sebenarnya bukan kesempatan yang sulit diperoleh oleh perempuan dalam hal teknologi, namun kecilnya minat serta keinginan kalangan perempuan untuk terjun di dunia teknologi yang menjadi penyebabnya.

Untuk menjawab pemasalahan tersebut, satu demi satu wadah serta komunitas yang bertujuan untuk menelurkan lebih banyak developer dan programmer perempuan mulai bermunculan. Mulai dari Female Dev, Girls in Tech, Female Geek dan masih banyak lagi. Banyak kegiatan yang ditawarkan, seperti workshop, pelatihan hingga mentoring semua dilakukan demi menciptakan lebih banyak lagi developer dan programmer perempuan di tanah air.

Meskipun mulai bemunculan entrepreneur perempuan yang mencoba membuat startup, namun sebagian besar dari mereka masih memanfaatkan pihak ketiga untuk membuat sebuah produk, aplikasi, atau mempekerjakan developer atau programmer pria untuk mempermudah pekerjaan.

Menanamkan keinginan dan pembelajaran sejak dini

Dalam beberapa pertemuan, saya sempat berbincang dengan para entrepreneur hingga developer perempuan di tanah air, kebanyakan dari mereka mulai mencoba untuk belajar mengenai pemrograman dan lainnya ketika dianjurkan oleh kalangan terdekat. Hanya kecil jumlah perempuan Indonesia yang secara sukarela menyukai dan kemudian mencoba untuk menjadi seorang developer dan programmer.

Angel investor dan serial entrepreneur perempuan Indonesia Grace Tahir mengatakan:

“Salah satu kendala mengapa masih sedikit perempuan Indonesia yang tertarik dengan teknologi adalah sedikitnya exposure hingga recognition terkait dengan eksistensi dan kesuksesan yang telah diraih oleh perempuan. Untuk itu menjadi hal yang penting bukan hanya bagi saya namun entrepreneur perempuan lainnya agar bisa tampil lebih sering dan tentunya menonjol untuk bisa membangkitkan lebih banyak semangat perempuan muda Indonesia.”

Tentunya menjadi suatu hal yang kurang menyenangkan ketika saat ini para orang tua harus memaksakan kepada anak-anak perempuan mereka untuk mencoba menjadi developer atau programmer dan mempelajari lebih dalam ilmu yang satu ini.

Idealnya adalah semua keinginan harus didasari oleh diri sendiri, dengan begitu passion serta kecintaan akan tumbuh secara alami. Namun tidak ingin terkesan putus asa, cara demikian ternyata satu-satunya pilihan yang bisa diterapkan oleh orang tua saat ini.

Di tahun 2016 ini mestinya sudah semakin banyak jumlah perempuan yang muncul sebagai seorang developer, programmer dan lainnya, namun kenyataan tersebut nampaknya masih sulit untuk terwujud dengan fakta yang ada. Tantangan terberat saat ini untuk pihak-pihak terkait adalah bagaimana menciptakan sebuah peluang yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga bermanfaat dan akhirnya diminati perempuan Indonesia.

Hal yang Dibutuhkan untuk Jadi Entrepreneur Perempuan

Berapa banyak entrepreneur teknologi perempuan yang sudah dikenal saat ini? bisa dibilang jumlahnya masih kalah banyak dengan para entrepreneur laki-laki yang notabene mendominasi dunia entrepreneur teknologi di Indonesia. Namun demikian sebagai writer perempuan, saya pun lebih bersemangat ketika seorang CEO atau Founder perempuan muncul ke permukaan, menawarkan produk, strategi, ide serta visi dan misi yang dibanggakan.

Unik, approachable dan relatable, itulah yang saya lihat semua ide yang dicoba untuk diusung oleh entrepreneur perempuan di Indonesia. Semua berusaha bersentuhan dengan teknologi, meskipun masih banyak pemikiran yang menyebutkan perempuan masih takut mempelajari dan mengenal lebih jauh dunia teknologi. Co-Founder Girls in Tech Indonesia Anantya menegaskan:

“Padahal sebenarnya tidak demikian, saya mengalami sendiri bahwa banyak sekali perempuan di sekeliling saya yang sangat fasih menggunakan teknologi dalam kehidupan keseharian mereka dan juga dalam mendukung aktivitas pekerjaan/bisnis yang mereka lakukan. Yang dibutuhkan hanyalah kesempatan untuk mencoba dan juga keterbukaan akses terhadap informasi/pengetahuan”.

Saya melihat tidak ada salahnya para perempuan untuk mulai terjun ke dunia startup tanpa dibekali dengan latar belakang pendidikan engineer atau IT buktinya sudah banyak para entrepreneur sukses baik perempuan maupun laki-laki yang tidak cukup menguasai bagaimana membuat aplikasi yang berfungsi dengan baik hingga melakukan pemrograman yang sempurna, namun tetap bisa tampil menawarkan produk yang bersentuhan dengan teknologi.

Just do it!

Bukannya ingin mengutip tagline populer yang dimiliki oleh Nike, namun tagline tersebut memang lebih dari sekedar ajang promosi produk olahraga tersebut. Kata-kata sederhana yang memiliki arti mendalam menantang Anda perempuan Indonesia yang ingin menjadi pelaku startup menawarkan produk yang ada.

Lihat saja Cynthia Tenggara, yang bukan berasal dari latar belakang IT namun berhasil mengembangkan perusahaan katering online Berrykitchen hingga saat ini. Eksistensi Cynthia ternyata juga telah banyak dibicarakan oleh kalangan investor hingga venture capital. Cynthia dinilai bukan hanya piawai menjalankan bisnis, namun juga bisa melakukan manuver cantik dan inovasi yang relevan untuk kemajuan usahanya, seperti diungkapkan David Tjokro dari Sovereign’s Capital, VC yang akhirnya memberikan kucuran dana kepada Berrykitchen:

“Bukan hanya cerdas tapi selama ini Cynthia dikenal memiliki reputasi yang sangat baik dikalangan investor dan venture capital, setiap kali ada pertemuan atau acara umum saya selalu ditawarkan untuk bertemu dengan Cynthia dan menginvestasikan bisnis yang dimilikinya.”

Apa yang telah dilakukan Cynthia nampaknya sedikit membuktikan jika jiwa bisnis sudah dimiliki dan langsung mencoba tentunya didukung oleh kalangan sekitar, bisa jadi posisi Anda sebagai perempuan tampil lebih menonjol dan langsung di perhatikan oleh pihak-pihak terkait.

Bukan cuma jiwa bisnis, namun kesukaan atau kecintaan juga dapat membawa Anda menjadi entrepreneur perempuan yang sukses dan tentunya dikenal. Sebut saja Aulia Halimatussadiah atau yang lebih dikenal dengan Ollie, penulis buku dan juga Co-Founder Nulisbuku ini, telah menyelami dunia startup sejak tahun 2007. Hingga kini sudah banyak prestasi serta peran serta Ollie di dunia teknologi.

Latar belakang pendidikan, kecintaan, dan pengalamannya telah membawa Ollie kepada dunia teknologi, bertemu dengan tokoh penting di dunia teknologi lokal hingga mancanegara dan bahkan berusaha tampil menginspirasi perempuan-perempuan Indonesia yang ingin menjadi entrepreneur melalui Girls in Tech Indonesia.

Lain Ollie, lain pula dengan CEO HijUp Diajeng Lestari. Dengan model bisnisnya yang sederhana namun terbukti dibutuhkan oleh konsumen perempuan Indonesia, Diajeng tampil lebih stand out sebagai entrepreneur perempuan yang mencoba memanfaatkan teknologi untuk mengembangkan usahanya.

Memahami apa yang dilakukan

Angel investor dan pendiri sejumlah startup di bidang kesehatan Grace Tahir, yang sangat mendukung kehadiran perempuan di sektor teknologi, mengatakan:

“Ide mengembangkan usaha atau startup bisa saja dimulai dari hobi, namun jika ingin sukses entrepreneur perempuan tentunya harus bisa lebih serius mengembangkan usaha sehingga bisa menjadi lebih besar dan tahan lama.”

Merangkum apa yang disampaikan Grace, yang bisa saya simpulkan adalah kurangnya informasi atau pengetahuan tentang teknologi oleh entrepreneur perempuan, ternyata tidak terlalu berpengaruh terhadap kemampuan mereka menjalankan usaha, selama didukung oleh pihak-pihak yang tepat dan tentunya relevan untuk bisnis.

Kemudian aspek lainnya adalah model bisnis yang dibuat “oleh perempuan dan untuk perempuan”, yang nampaknya memang lebih mudah untuk dijual dan ditawarkan kepada konsumen, apalagi jika produk tersebut memang terbukti dibutuhkan dan cocok dengan gaya hidup perempuan Indonesia saat ini.

Yang terakhir adalah bagaimana kelihaian para entrepreneur perempuan Indonesia bisa mengatasi semua barrier, hambatan dan tantangan yang ada menjadi sebuah trigger atau pemicu untuk menciptakan peluang baru dan tampil lebih di antara kalangan entrepreneur lainnya, baik perempuan maupun laki-laki.

Diperlukan keberanian yang cukup besar untuk memulai suatu usaha, bukan hanya untuk laki-laki namun perempuan yang harus bisa membuktikan kepiawaian dan bertarung dalam dunia bisnis yang sarat dengan persaingan yang sengit. Ketika semua orang memperhatikan gerak-gerik, strategi dan langkah yang Anda ambil, pastikan untuk tetap siaga menghadapi kompetitor yang ada.

Cynthia Tenggara, menanggapi kompetisi yang ada, mengungkapkan:

“Ketika kita menawarkan sebuah produk yang juga dicoba oleh pemain lainnya, janganlah terlalu fokus kepada bagaimana bisa menggungguli mereka, namun fokuskan bagaimana usaha yang Anda jalankan bisa memberikan layanan lebih kepada pelanggan.”

At the end of the day, sebagai entrepreneur perempuan, Anda akan dituntut menjadi seorang pengusaha yang cerdas, berani dan harus mampu bersaing dengan pemain lainnya. Di sisi lain, entrepreneur perempuan mempunyai nilai lebih ketika pada akhirnya bisa membawa usaha dan bisnis Anda sukses dan menjanjikan, karena Anda adalah seorang perempuan!

Medico Peroleh Pendanaan Awal dari East Ventures

Layanan manajemen rumah sakit berbasis SaaS Medico mengumumkan perolehan pendanaan awal, dengan nilai yang tak disebutkan, dari East Ventures. Pendanaan akan digunakan untuk merekrut talenta dan meningkatkan kualitas sistem supaya siap diluncurkan awal kuartal kedua tahun ini.

Medico didirikan oleh Grace Tahir dan Jonathan Susantyo. Keduanya memang sudah lama terlibat di dunia layanan kesehatan. Selain mengurusi Medico, Grace juga mendirikan Dokter.id, situs konsultasi kesehatan online yang telah mendapatkan pendanaan dari RingMD.

Menurut data yang dikumpulkan Medico, saat ini belanja sistem teknologi informasi layanan kesehatan mencapai $2 miliar dan bakal berkembang menjadi lebih dari $6 miliar di tahun 2019. Layanan kesehatan yang berupa rumah sakit, klinik, dan apotek kini mencapai hampir 30 ribu buah dan diproyeksikan bakal naik 10-13% dalam 5 tahun ke depan.

Kewajiban rumah sakit untuk memiliki dan memelihara sistem ini sendiri sudah diatur di UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan RI (PMK) Nomor 82 tahun 2013 tentang Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit.

Dengan menawarkan layanan berbasis SaaS, Medico mencoba memberikan perspektif berbeda karena selama ini biasanya sistem dikembangkan dan dipelihara oleh konsultan pihak ketiga, tetapi server biasanya tetap diletakkan di jaringan lokal.

Medico diperkirakan siap beroperasi di bulan April 2016.

Tentang pendanaan ini, Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengatakan, “Potensi layanan kesehatan di Indonesia sudah lama dipandang sebelah mata. Pengalaman pengguna yang buruk di rumah sakit dan klinik banyak kita dengan di media. Kami percaya Grace dan timnya memiliki kemampuan untuk mengatasi permasalahan ini dan membawa layanan kesehatan [berbasis teknologi] ke level selanjutnya.”

DScussion #37: Grace Tahir dan Kontribusi Angel Investor Network Membangun Ekosistem Startup

Berangkat dari latar belakangnya di bidang kesehatan, Grace Tahir secara aktif turut serta membangun ekosistem startup di Indonesia. Ia termasuk dalam 11 orang angel investor yang bergabung bersama Angel Investor Network. Selain ingin membantu lebih banyak lagi para perempuan Indonesia ‘melek’ teknologi, Grace Tahir juga memiliki rencana jangka panjang meningkatkan pertumbuhan bisnisnya dibawah naungan group Dokter.id. Simak perbincangan kami dengan Grace Tahir berikut ini.