Suka-Duka Seorang Tech YouTuber: Bincang-Bincang Singkat dengan Joshua Timothy

Definisi YouTube buat seorang kreator konten tidak selalu sama. Ada kreator yang sudah sepenuhnya menganggap YouTube sebagai platform untuk mencari nafkah, ada pula yang baru sebatas memperlakukannya sebagai wadah untuk menyalurkan hobi.

Salah satu alasan terpopuler yang datang dari seseorang yang memutuskan untuk menjadi full-time YouTuber adalah supaya ia bisa lebih fokus berkreasi, sehingga pada akhirnya kualitas konten yang dihasilkan menjadi lebih baik. Namun tidak jarang juga ini dijadikan sebuah pembelaan diri, di mana ketika seorang YouTuber merasa belum sukses, alasannya adalah karena ia belum bisa memutuskan untuk full-time dan fokus sepenuhnya ke YouTube.

Namun pernahkah terpikirkan bahwa fokus itu sebenarnya bisa datang dengan sendirinya selama kita melakukan hal yang kita sukai? Sentimen seperti itulah yang saya dapatkan setelah berbincang-bincang singkat dengan Joshua Timothy, tech YouTuber lokal yang belakangan mulai cukup naik daun.

Pemuda introvert yang lebih sering dipanggil Ocha dan mengidolakan PewDiePie ini adalah salah satu contoh kreator yang konsisten menghasilkan konten-konten menarik tanpa harus meninggalkan pekerjaan utamanya. Di saat sedang tidak membuat video YouTube, Ocha adalah seorang fotografer profesional untuk sebuah agensi media sosial.

Topik bahasan yang diangkat pada channel-nya cukup bervariasi, mulai dari hobi di dunia mechanical keyboard; ulasan smartphone, headphone, dan beragam gadget lain; sampai tips merakit PC sekaligus menata meja kerja, serta tentu saja tips fotografi dan videografi.

Berikut adalah hasil obrolan kami yang sudah disunting agar lebih jelas.

Di posisi Ocha sekarang, apakah memungkinkan untuk menjadikan YouTube sebagai pekerjaan full-time?

Untuk sekarang masih belum memungkinkan, dan saya juga belum ada pikiran untuk menjadikan YouTube sebagai pekerjaan full-time. Pasalnya, selain mengulas gadget, saya juga sangat mengapresiasi pekerjaan sebagai fotografer dan masih belum mau melepaskannya.

Saya juga masih belum menganggap YouTube sebagai pekerjaan atau tanggung jawab yang harus saya lakukan, melainkan sebagai komunitas kecil di mana saya bisa sharing pengalaman saya mengenai gadget dan lifestyle yang saya suka di hidup saya.

Kapan Ocha menyadari bahwa prospek di YouTube bagus dan memutuskan untuk mulai lebih fokus?

Sebenarnya sudah sadar dari sebelum memulai YouTube, hanya saja saya belum pernah melakukannya. Ketika pandemi melanda, barulah saya sadar ini mungkin boleh dicoba karena kebetulan ada banyak waktu kosong selagi seharian di rumah saja.

Untungnya saya memang suka dengan kegiatannya, jadi tidak perlu difokuskan karena otomatis bakal fokus sendiri ketika mengerjakan hal yang saya senangi.

Adakah YouTuber lokal yang menjadi inspirasi Ocha? Kalau ada, siapa saja?

Walaupun saya lebih terekspos oleh YouTuber dari luar Indonesia, tapi setelah mencoba YouTube sendiri, saya mulai melihat bahwa ada banyak YouTuber lokal yang sangat bertalenta sekaligus menginspirasi. Salah satunya adalah Malvin dari Bestindotech, yang menjadi salah satu alasan kenapa channel YouTube saya bisa jadi seperti ini.

Malvin sering membantu saya untuk menaikkan eksposur saya di luar sana. Walaupun saya masih terhitung YouTuber yang sangat kecil, tapi dia tetap mau membantu saya. Suatu saat saya berharap saya juga bisa seperti dia, di mana saya bisa membantu YouTuber lain yang baru mulai untuk bisa menaikkan eksposur mereka, sama seperti yang Malvin lakukan kepada saya.

Kalau tidak keberatan, bisa diberikan gambaran persentase pendapatan yang diperoleh dari YouTube?

AdSense 46%, affiliate 34%, dan sponsorship 20%.

Bisa diceritakan pengalaman mencari sponsor video? Apakah Ocha yang approach sendiri, atau sebaliknya, brand yang langsung memberikan penawaran?

Sejauh ini, sebagian besar brand-lah yang mencari saya dan memberikan penawaran sponsorship, baik melalui email maupun DM Instagram, dan saya merasa beruntung sekali ada brandbrand di luar sana yang mau bekerja sama dengan saya dan percaya dengan karya yang saya buat.

Sebelum saya memulai YouTube, tidak pernah sekalipun terpikirkan bakal ada brand yang mau bekerja sama dengan saya, jadi saya sangat berterima kasih.

Beberapa penonton sudah menganggap Ocha sebagai reviewer gadget. Bisa diceritakan bagaimana Ocha menyeimbangkan antara memberikan ulasan yang jujur kepada penonton, dan ‘menyenangkan’ brand?

Saya tidak tahu apakah saya memenuhi kualifikasi sebagai reviewer. Saya lebih merasa sebagai orang yang hanya sharing pengalaman menggunakan barang atau produk tersebut. Makanya kalau diperhatikan, kebanyakan video saya tidak membicarakan spesifikasi secara mendetail, tapi lebih ke user experience-nya saja.

Saya juga akan selalu jujur dengan pengalaman saya, baik untuk produk dari sebuah brand atau produk yang saya beli sendiri. Kalau saya tidak suka dengan sebuah produk, atau pengalaman saya menggunakan produk tersebut tidak memuaskan, saya akan bilang apa adanya.

Selain YouTube, adakah platform sosial lain yang Ocha gunakan yang sejauh ini sudah bisa mendatangkan pendapatan?

Sejauh ini masih belum ada, tapi suatu saat ingin mencoba Twitch untuk konten live gaming, supaya sekalian dapat berinteraksi dengan penonton secara live. Saya merasa itu juga bisa menjadi hal yang seru bagi penonton.

Sebagai seorang fotografer dan YouTuber, seberapa bergantung Ocha terhadap ekosistem aplikasi Adobe?

Ya, betul sekali, tanpa Adobe sepertinya saya tidak bisa apa-apa. Saya sudah terlalu nyaman dengan ekosistem Adobe walaupun tidak sempurna (sering crash dan lain-lain), tapi sejauh ini Adobe-lah yang membuat saya bisa berkarya di bidang fotografi dan YouTube.

Seandainya Adobe tiba-tiba bangkrut dan semua produknya sirna, software alternatif apa saja yang bakal Ocha pakai, dan kenapa alasannya?

Saking nyamannya dengan ekosistem Adobe, saya sampai belum pernah melihat-lihat lagi software alternatif lain. Mungkin dalam video editing ada Final Cut Pro dari Apple, atau juga DaVinci Resolve, tapi sayangnya saya belum pernah mencoba menggunakan softwaresoftware tersebut.

Bisa diceritakan seperti apa suka duka menjadi seorang tech YouTuber?

Buat saya pribadi keluh kesahnya hanya di pembagian waktu antara pekerjaan utama, YouTube, dan personal. Sejauh ini saya hanya bisa memberikan konten baru seminggu sekali, atau maksimum dua kali dalam seminggu, sedangkan banyak tech YouTuber lain yang bisa mengunggah empat sampai lima video dalam seminggu.

Namun saya selalu mencoba untuk tidak membandingkan saya dengan orang lain dan tetap berjalan dengan tempo saya sendiri. Walaupun pada dasarnya manusia itu akan selalu saling membandingkan, tapi saya akan selalu berusaha untuk tidak seperti itu. Saya memang orang yang cukup kompetitif, dan saya paham jika saya selalu membandingkan diri dengan orang lain, maka saya akan merasa insecure dan kehilangan kepercayaan diri.

Di dunia kreasi konten seperti YouTube, di mana ada ribuan orang yang melakukan hal yang sama seperti saya, terkadang memang cukup susah untuk tidak membanding-bandingkan diri sendiri dengan orang lain. Namun saya selalu mengingatkan diri sendiri bahwa tidak ada hal baik yang didapat dari sana, dan untuk tetap fokus saja dengan diri saya sendiri.

Kilas Balik Sejarah YouTube Sebelum Jadi Platform Video Terbesar di Dunia

Dewasa ini rasanya cukup lumrah kalau orang tahu apa itu YouTube dan apa kegunaannya, tapi rasanya gak banyak yang tahu bagaimana kisah kemunculannya hingga menjadi besar seperti sekarang ini. YouTube merupakan situs berbagi media (media sharing), yaitu jenis media sosial yang memfasilitasi penggunanya untuk berbagi media berjenis video maupun audio. YouTube telah menjadi salah satu platform menonton video yang paling populer saat ini.

Continue reading Kilas Balik Sejarah YouTube Sebelum Jadi Platform Video Terbesar di Dunia

YouTube Uji Fitur Baru untuk Menampilkan Komentar Sesuai Timestamp ala SoundCloud

YouTube sedang menguji fitur baru yang sepele namun sangat berguna. Fitur ini mereka namai “timed comments“, dan fungsinya adalah supaya kita bisa melihat komentar-komentar yang diberikan oleh penonton lain pada momen-momen yang spesifik di suatu video.

Selain berguna untuk memberikan konteks ekstra yang ditangkap oleh para penonton lainnya, fitur ini tentu juga bisa membantu menyoroti bagian-bagian paling menarik dari suatu video yang paling banyak menjadi bahan pembicaraan di kolom komentar.

Fitur ini nantinya akan muncul sebagai salah satu opsi ketika hendak menyortir komentar. Saat ini, opsi yang tersedia cuma dua: “Newest first” untuk menampilkan komentar urut dari yang paling baru terlebih dulu, dan “Top comments” untuk menampilkan komentar-komentar yang sering kali mendulang banyak like atau balasan.

Nantinya, kita juga akan melihat opsi sortiran baru berlabel “Timed”. Saya bilang nantinya karena fitur ini memang masih sedang dalam tahap pengujian bersama sekelompok kecil pengguna, dan sejauh ini sama sekali belum ada kepastian apakah fiturnya nanti bakal tersedia di YouTube versi web saja, atau juga mencakup aplikasi Android dan iOS-nya.

Mockup tampilan fitur timed comments di YouTube / Android Police

Ketika diaktifkan, komentar-komentar pun akan muncul di progress bar video sesuai dengan timestamp yang dicantumkan oleh masing-masing pembuat komentar. Buat yang tidak tahu, YouTube memang memungkinkan kita untuk memberikan komentar lengkap beserta timestamp.

Caranya pun cukup mudah, tinggal cantumkan timestamp-nya di depan komentar dengan format Jam:Menit:Detik (tanpa spasi). Dari situ komentarnya akan muncul dengan tautan yang bisa diklik, dan ketika diklik, video akan langsung lompat ke menit dan detik yang sesuai.

Berkat fitur timed comments ini, komentar-komentar yang dilengkapi timestamp itu juga akan langsung muncul di video, mirip seperti cara kerja sistem komentar di SoundCloud, di mana kita akan melihat titik penanda kecil pada progress bar suatu lagu.

Bisa jadi YouTube melihat fitur ini sebagai salah satu cara untuk meningkatkan engagement para penonton. Seandainya jadi dirilis ke publik nantinya, kreator pun semestinya juga bisa memanfaatkan fitur ini untuk mengetahui bagian mana saja dari konten unggahannya yang mengundang paling banyak engagement penonton.

Sumber: GSM Arena dan Android Police.

Cara Menghasilkan Uang di YouTube Selain dari Google Adsense

Salah satu cara menghasilkan uang di YouTube adalah dari Google Adsense, sudah jadi rahasia umum. Tapi, apa yang terjadi jika pendaftaran Adsense Anda ditolak atau kena strike berkali-kali sehingga video tidak bisa dimonetasi?

Continue reading Cara Menghasilkan Uang di YouTube Selain dari Google Adsense

YouTube Shorts Mulai Merambah Kawasan Lain, Dimulai dari Amerika Serikat

Di titik ini, tidak ada lagi yang bisa menyangkal popularitas TikTok. Tren video pendek sebenarnya sudah ada sejak dulu, tepatnya ketika Vine masih eksis sebagai platform untuk berbagi video. Namun kalau bukan karena TikTok, saya yakin tidak akan ada yang namanya Instagram Reels maupun YouTube Shorts.

Ya, seperti yang kita tahu, baik Instagram maupun YouTube sekarang sama-sama punya semacam channel khusus untuk video-video pendek, yang jelas sekali ditujukan sebagai alternatif terhadap TikTok. Yang berbeda, Instagram Reels sudah tersedia untuk seluruh pengguna tanpa terkecuali, sedangkan YouTube Shorts sejauh ini baru tersedia di dua negara saja.

Sekadar mengingatkan, YouTube Shorts pertama kali diluncurkan pada September 2020 buat para kreator di India. Mengapa India? Well, karena TikTok sudah diblokir di negara tersebut sejak beberapa bulan sebelumnya, dan YouTube pun melihat ini sebagai peluang emas untuk menguji alternatif yang mereka persiapkan.

Seperti di TikTok, YouTube Shorts memungkinkan kreator untuk membuat video berdurasi 15 detik, lengkap dengan koleksi musik yang dapat dipilih sebagai pemanis. Bukan cuma proses kreasinya saja yang mirip, melainkan juga proses konsumsinya, sebab pengguna bisa mengusap layar secara vertikal untuk berpindah dari satu video YouTube Shorts ke yang lain.

Beberapa bulan berselang, YouTube Shorts kini sudah siap merambah lebih banyak lagi pengguna, dimulai dari Amerika Serikat. Kabar terbarunya, Shorts sekarang sudah tersedia di sana dalam status beta. Mengapa beta? Karena belum semua pengguna bisa menikmatinya, dan mungkin juga karena yang bisa membuat Shorts baru kalangan kreator terpilih saja.

Peluncuran YouTube Shorts di Amerika Serikat pada dasarnya bisa menjadi indikasi akan perilisan globalnya, meski mungkin kita masih harus menunggu lebih lama lagi, terutama kalau melihat kebiasaan YouTube meluncurkan fitur-fitur yang eksklusif untuk wilayah tertentu — YouTube TV contohnya.

Sebagai referensi, Instagram Reels perlu waktu sekitar 9 bulan sebelum dirilis secara global. Fitur ini pada awalnya cuma tersedia untuk para pengguna di Brasil saja pada bulan November 2019, sebelum akhirnya menyusul ke semua negara pada bulan Agustus 2020.

Sumber: XDA Developers.

Pentingnya Strategi Branding untuk YouTuber

Branding adalah pokok dari semua strategi pemasaran. Apapun bisnisnya, strategi branding harus disiapkan terlebih dulu sebelum melakukan promosi. Komponen terpenting dari suatu bisnis adalah brand-nya. Brand inilah yang mendefinisikan siapa Anda dan apa yang Anda lakukan.

Hal pertama yang perlu Anda lakukan seusai mendirikan suatu bisnis adalah mendefinisikan brand Anda. Brand inilah yang memisahkan Anda dari kompetitor dan memperluas jangkauan Anda ke konsumen. Prinsip yang sama juga berlaku buat channel YouTube.

Mempunyai strategi branding yang unik bakal sangat membantu menjadikan Anda lebih menonjol ketimbang para pesaing Anda. Contoh sederhananya, Anda bisa membentuk identitas tertentu melalui warna-warna yang Anda gunakan, semisal warna-warna pastel.

Satu contoh tersebut sebenarnya sudah merupakan strategi yang sangat efektif untuk membantu mempromosikan brand Anda. Dengan pendekatan yang tepat, Anda bisa menciptakan video-video yang akan meningkatkan jumlah view secara eksponensial.

Gunakan strategi branding yang tepat untuk membuat video YouTube yang viral

Mengadopsi strategi branding yang tepat adalah cara terbaik untuk mendulang perhatian di YouTube. Semuanya akan terasa lebih mudah ketika Anda menjalaninya secara sistematis dan progresif. Berikut adalah 8 tips bermanfaat yang bisa membantu Anda membangun strategi branding:

Lontarkan pertanyaan yang tepat

Kedengarannya memang agak klise, akan tetapi Anda harus menetapkan prioritas sebagai arahan. Tanyakan tiga hal berikut kepada diri Anda sendiri:

  • Siapakah konsumen saya?
  • Apa tujuan dari brand saya?
  • Seperti apa definisi kesuksesan jangka panjang untuk brand saya?

Berdasarkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di atas, Anda bisa mendefinisikan seperti apa brand Anda. Dari situ Anda tinggal menggunakan informasi tersebut setiap kali Anda membuat video, sehingga pada akhirnya video-video tersebut bisa merefleksikan strategi branding Anda dan menjadi kian relevan.

Pentingnya outro

Intro video adalah bagian pertama yang disimak oleh penonton. Intro harus bisa mendefinisikan siapa Anda, apa tujuan Anda, serta membangun ekspektasi penonton hanya dalam beberapa detik. Kalau intro Anda kurang baik atau terlalu panjang, kemungkinan penonton akan beralih ke video yang lain.

Outro pun juga sama, atau bahkan lebih penting daripada intro. Di sinilah Anda bisa memberikan opsi kepada para penonton. Istilah kerennya, “call-to-action” (CTA), dan ini dapat membantu penonton Anda jadi merasa lebih terlibat.

Outro juga merupakan bagian di mana Anda menyimpulkan keseluruhan konten video, menyampaikan kembali tujuan yang ingin Anda capai lewat video tersebut. Anda bisa mencari contoh atau template outro video YouTube secara online untuk Anda gunakan di setiap video Anda.

Pentingnya sebuah slogan

Kalau Anda perhatikan, hampir semua channel YouTube yang populer punya slogannya masing-masing. Slogan bisa berupa satu kata atau kalimat. Di awal-awal, Anda mungkin belum punya slogan sama sekali. Namun akan lebih baik jika Anda mulai membiasakan menggunakan slogan.

Slogan dapat membantu mendefinisikan brand Anda. Selagi Anda lanjut membuat video demi video, seiring waktu sebuah kata atau frasa yang mampu mendeskripsikan diri Anda akan muncul. Gunakan slogan yang cocok dan lihat peningkatan jumlah view yang dibawanya.

Pakai judul yang menarik

Video yang Anda buat mungkin sangat bagus untuk ditonton, tapi akan lebih baik lagi seandainya video tersebut bisa menarik minat para penonton. Semua video YouTube yang baik memerlukan judul yang optimal. Optimal maksudnya mencakup kata kunci yang bisa mendeskripsikan videonya dengan baik.

Google menggunakan crawler untuk mengindeks konten di internet, dan YouTube pun tidak luput dari itu. Jika judul yang Anda gunakan singkat, tepat, dan atraktif, video Anda bakal muncul di hasil pencarian Google ketika orang-orang sedang mencari konten yang berkaitan dengan video Anda.

Pilih thumbnail yang tepat

Anggap saja thumbnail sebagai judul visual. Ketika Anda selesai mengunggah video, YouTube akan menawarkan tiga pilihan gambar statis dari video tersebut untuk dijadikan thumbnail. Jangan gunakan ini, dan lebih baik Anda memilihnya sendiri.

Thumbnail yang Anda pilih harus bisa memberikan gambaran yang akurat kepada penonton terkait isi dari video Anda. Idealnya, thumbnail yang dipilih harus bisa memicu rasa ingin tahu penonton sehingga pada akhirnya mereka tergerak untuk mengklik dan menonton video Anda.

Hindari durasi video yang terlalu panjang

Kalau Anda ingin video Anda ditonton oleh lebih banyak orang, pastikan durasinya tidak terlalu panjang. Tiga sampai lima menit adalah durasi yang ideal, dan Anda mungkin juga melihat banyak video YouTube yang rata-rata durasinya tiga menit.

Selama menyunting video, pastikan Anda memotong bagian yang terkesan repetitif, monoton, atau malah tidak relevan. Buatlah video yang presisi dan mampu menarik perhatian. Mulai dengan intro menarik, lanjut dengan cerita yang tak kalah menarik, dan tutup dengan sebuah ringkasan beserta CTA yang menggugah dalam waktu sekitar 30 detik.

Disclosure: Artikel ini adalah advertorial yang didukung oleh InVideo.

Gambar header: Depositphotos.com.

YouTube Uji Fitur Video Chapter Otomatis Berbasis AI

Sejak diluncurkan secara resmi pada akhir Mei lalu, fitur video chapter di YouTube sudah membantu saya menghemat banyak waktu dengan memudahkan saya menavigasikan video ke bagian yang ingin saya tonton, terutama pada video-video yang mungkin bagian intronya kelewat panjang.

Sayangnya, hingga kini belum semua channel yang saya ikuti memanfaatkan fitur tersebut. Hal ini dikarenakan masing-masing kreator memang harus menandai videonya secara manual di bagian deskripsi (timestamp), sehingga saya maklum seandainya ada kreator yang tidak sempat atau sekadar kelupaan menambahkan timestamp tersebut.

Kabar baiknya, YouTube saat ini tengah bereksperimen dengan fitur video chapter otomatis dengan mengandalkan bantuan kecerdasan buatan (AI). Idenya adalah, dengan memanfaatkan machine learning untuk mengenali teks dan menghasilkan video chapter secara otomatis, para kreator jadi tidak perlu menambahkan timestamp secara manual.

Saat ini YouTube sedang mengujinya pada sejumlah kecil video saja. Seandainya kreator tidak berkenan videonya dijadikan kelinci percobaan, mereka bebas untuk menolak diikutkan dalam pengujian. Cara mengetahui video yang chapter-nya dihasilkan oleh AI cukup mudah: lihat saja apakah ada deretan timestamp di bagian deskripsinya. Kalau tidak ada, berarti yang membuatkan chapter-nya adalah AI.

Saya pribadi belum menemukan video yang dilengkapi chapter otomatis ini. Jujur saya penasaran seberapa akurat fitur ini bakal bekerja, tapi kalau boleh menebak, akurasinya akan banyak bergantung pada fitur auto caption. Dengan kata lain, kalau caption otomatisnya sendiri sudah tidak sesuai, besar kemungkinan deretan chapter-nya juga akan meleset.

Terlepas dari itu, seandainya fitur ini bisa bekerja dengan baik, yang diuntungkan bukan cuma kalangan kreator, tapi juga para penonton, sebab kita bisa melompat langsung ke bagian yang ingin ditonton. Pada video berdurasi 10 menit misalnya, mungkin kita bisa menghemat sekitar 3 menit dengan melewati bagian intro dan penutupnya. Akumulasikan waktu 3 menit itu di beberapa video, maka waktu yang berhasil dihemat akan terasa cukup signifikan.

Sumber: 9to5Google.

Esports Tetap Diadu di SEA Games, Pemasukan Genshin Impact Tembus Rp1,47 Triliun

Seminggu terakhir, ada beberapa berita menarik terkait bisnis di dunia gaming dan esports. Misalnya, Game Growth Program dari Unity yang bertujuan untuk membantu developer indie meningkatkan jumlah pemain dari game buatan mereka. Selain itu, Apple juga diizinkan untuk memblokir Fortnite dari App Store.

Esports Tetap Diadu di SEA Games

Esports kembali ditetapkan sebagai salah satu cabang olahraga yang akan diadu di SEA Games. Selain esports, ada tiga cabang olahraga lain yang akan kembali diselenggarakan, yaitu bowling, jiu jitsu, dan triathlon. Duong Vi Khoa, Vice President of Vietnam Recreational Esport Association dan Head of Vietnam Esports Delegation mengatakan, ada tiga game yang akan dipertandingkan di SEA Games, yaitu Dota 2, Arena of Valor, dan Pro Evolution Soccer, menurut laporan Vietnam Express. Di SEA Games 2019, Indonesia berhasil mendapatkan dua medali perak dari esports.

SEA Games akan digelar pada 21 November 2021 sampai 2 Desember 2021. Dalam acara olahraga tersebut, hanya ada 40 cabang olahraga yang akan diadu. Vietnam menyebutkan, alasan mereka mengurangi jumlah cabang olahraga dalam SEA Games adalah karena pandemi COVID-19 membuat ekonomi kacau balau. Pada awalnya. mereka sempat berencana untuk meniadakan esports. Namun, berbagai federasi esports di Asia Tenggara, termasuk Federasi Esports Asia, terus mencari dukungan agar esports tetap diadakan di SEA Games.

Genshin Impact Balik Modal Dalam 12 Hari

Pemasukan dari Genshin Impact buatan miHoYo telah mencapai US$100 juta (sekitar Rp1,47 triliun). Dikabarkan, proses pengembangan game tersebut membutuhkan biaya sebesar US$100 juta. Berbagai sumber mengungkap, Genshin Impact berhasil balik modal hanya dalam waktu 12 hari, menurut laporan PC Gamer.

Pemasukan Genshin Impact telah capai US$100 juta.
Pemasukan Genshin Impact telah capai US$100 juta.

Genshin Impact merupakan game open world yang bisa dimainkan dengan gratis. Hanya saja, miHoYo menerapkan sistem gacha dalam game tersebut. Sejak diluncurkan pada 28 September 2020 lalu, game itu menjadi sangat populer di Jepang, Korea Selatan, dan juga Tiongkok. Tak hanya itu, game ini juga mendapatkan fans di kawasan Amerika dan Eropa, walau tetap ada kontroversi akan Genshin Impact.

Daniel Ahmad, analis bisnis dari Niko Partners memperkirakan, pemasukan Genshin Impact akan menembus RMB1 miliar (sekitar Rp2,2 triliun) dalam waktu dekat. Memang, sejauh ini, Genshin Impact disebut sebagai game Tiongkok dengan peluncuran global paling sukses.

Konten Among Us Dapat 4 Miliar View Sepanjang September 2020

Among Us diluncurkan dua tahun lalu. Meskipun begitu, belakangan, game buatan InnerSloth itu menjadi sangat populer. Salah satu alasannya adalah karena banyak streamer di Twitch yang menyiarkan konten tentang game tersebut. Namun, ternyata, konten Among Us tak hanya populer di Twitch, tapi juga di YouTube.

YouTube baru saja merilis data viewership dari Among Us. Pada September 2020 saja, jumlah view dari semua konten Among Us mencapai empat miliar view. Menariknya, konten dari Among Us tak melulu tentang gameplay. Cukup banyak video yang menampilkan meme, lagu, atau bahkan animasi dari game tersebut. Faktanya, sekitar 6,6% dari total view Among Us berasal dari konten animasi game itu.

Negara-negara yang memberikan kontribusi terbesar pada view konten Among Us di YouTube. | Sumber: YouTube
Negara-negara yang memberikan kontribusi terbesar pada view konten Among Us di YouTube. | Sumber: YouTube

Amerika Serikat menjadi negara dengan audiens terbesar dari Among Us. Mereka menyumbangkan 18,7% dari total view selama bulan September. Meksiko ada di posisi nomor dua dengan kontribusi sebesar 7,9% dari total view. Posisi ketiga ditempati oleh Korea Selatan dengan kontribusi 6,4%. Sementara posisi keempat diduduki oleh Indonesia dan Brasil, yang masing-masing memberikan kontribusi 5,5% dari total view.

Seperti yang disebutkan oleh YouTube, para kreator ternama seperti PewDiePie memang memanfaatkan tren untuk konten tentang Among Us. Namun, popularitas Among Us juga membantu para kreator yang belum terlalu populer. Salah satunya adalah The Hornstromp Games. Pada awalnya, channel ini hanya memiliki 100 ribu subscriber. Setelah channel itu membuat video animasi Among Us, jumlah subscriber mereka naik menjadi lebih dari 600 ribu.

Epic Games Kalah dari Apple di Pengadilan

Apple diizinkan untuk memblokir Fortnite buatan Epic Games dari App Store. Hakim Yvonne Gonzales Rogers menetapkan, kerugian yang Epic alami sekarang adalah akibat ulah mereka sendiri. Pasalnya, mereka menambahkan fitur Epic Direct Payments ke Fortnite walau mereka tahu hal ini melanggar peraturan yang telah Apple tetapkan.

“Singkat kata, Epic Games tak bisa menuduh Apple melakukan monopoli demi mendapatkan keuntungan untuk mereka sendiri,” kata hakim Rogers, menurut laporan Ars Technica. “Situasi saat ini terjadi akibat tindakan mereka sendiri.” Namun, dia juga memutuskan bahwa Apple tak boleh memblokir Unreal Engine — engine buatan Epic. Hal ini berarti, para developer yang menggunakan Unreal tak perlu khawatir game mereka mendadak tidak bisa berjalan di perangkat iOS.

Epic kalah dari Apple di pengadilan.
Epic kalah dari Apple di pengadilan.

Epic boleh memasukkan Fortnite kembali di App Store jika mereka mau menghapus fitur direct payment. Hanya saja, jika mereka melakukan hal itu, tidak diketahui apakah Apple akan memberikan hukuman pada mereka atau tidak.

Unity Buat Game Growth Program untuk Dukung Developer Indie

Minggu ini, Unity mleuncurkan program baru bernama Game Growth Program. Fokus dari program akselerator ini adalah game gratis yang dibuat oleh studio indie. Para developer yang dipilih untuk ikut dalam program ini akan diberikan akses ke tkenologi, sumber daya, dan dana agar mereka bisa mengakuisisi pemain baru. Tak hanya itu, para developer Unity juga akan memberikan saran tentang strategi untuk meningkatkan jumlah pemain game mereka.

Developer yang terpilih untuk ikut dalam Game Growth Program akan tetap memegang hak cipta atas properti intelektual mereka. Selain itu, setelah program selesai, mereka tidak punya kewajiban untuk berbagi pemasukan dengan Unity.

“Ada banyak game hebat yang tidak mendapatkan perhatian para gamer, khususnya game-game indie,” kata Julie Shumaker, Vice President of Revenue, Operate Solutions, Unity, lapor GamesIndustry. “Kami percaya, developer tidak harus memilih untuk merealisasikan visi mereka atau membuat game yang digemari pasar. Tujuan utama dari Game Growth Program adalah untuk mendukung para developer sehingga mereka bisa sukses tanpa harus menggadaikan IP atau perusahaan mereka.”

Sumber header: The Esports Observer

Where Does Game Streamers’ Revenue Come From?

In recent years, the esports industry has progressed swiftly. This year, the value of the esports industry is even expected to reach US$1 billion. One reason behind the growth, esports is predicted to be the next-gen entertainment.

Tournaments and esports athletes certainly play vital roles in the world of competitive gaming. However, streamers or content creators are also equally important. Most prominent esports organizations usually have their own content creators division, such as EVOS Esports or FaZe Clan.

However, some streamers choose to use their own personal brand. These independent streamers can make a lot of money. For example, Michael “Shroud” Grzesiek, a streamer who was once a professional Counter-Strike: Global Offensive player on Cloud9, has an estimated net worth of US$8-12 million.

The question is, where does the game streamers’ income actually come from?

 

Twitch Monetization System

Twitch is still the number one game streaming platform in the world. Other game streaming platforms, such as Facebook and YouTube, are also growing rapidly, particularly during the pandemic. However, at this time, Twitch still dominates the game streaming platform market.

Twitch offers several monetization methods for its streamers. One of them is Cheer. As the name suggests, Cheer allows viewers to cheer on the streamer while the broadcast is in progress. And the best way to cheer someone up is by giving him money, right? However, doing Cheer is not free. You need a virtual currency called Bits. You can earn Bits by watching advertisements or buying them directly on Twitch. One Bit is worth US$0.01. The minimum amounts of Bits you can buy is 100 Bits.

Cheer is very easy. All you have to do is click on the Cheer button — located in the chat field — and specify the number of Bits you want to give. When you give Cheer, an animation will appear in the chat streamer column. The more Bits you provide, the more complex the animation will appear.

A streamer can also put up a leaderboard to show which fans are giving the most Bits. The goal? So that fans who want to be noticed by their favourite ‘senpai’ can donate more. However, the Cheer function is optional. So, a streamer may choose not to use the Cheer feature on Twitch.

Semakin besar Bits yang Anda donasikan, semakin kompleks animasinya.
Bits and Cheer on Twitch.

Apart from Cheer, Twitch also has a donation system. For example, if you like a streamer and want to show more support, you can make a donation. However, the process of giving donations is not as easy as Cheer. To make a donation, you have to go to the streamer’s Profile page. You will find a donation button in the ‘About’ section. Just like Cheer, a streamer can decide not to open a donation.

The number of donations is varied depending on the range set by the streamer. Usually, the more popular a streamer is, the greater number of donations you can give. For example, the donation range for Shroud — who has 7.7 million followers — is US$5-50. Meanwhile, Imane “Pokimane” Anys — with followers of 5.4 million people — has a donation range from US$2 to US$20.

Halaman donasi Pokimane.
Donation page of Pokimane.

If you really like a streamer, you can subscribe to their channel too. On Twitch, the subscription function is somewhat different from the others, such as YouTube. To subscribe to a channel on Twitch, you must pay US$4.99. Of course, there are some unique features you can get after subscribing, such as ad-free or special emotes. A streamer can also allow the chat function only available to subscribers.

Tombol donasi dapat ditemukan pada bagian About di Profile streamer.
Donate button could be found in Profile page.

Sometimes, streamers create Discord servers specifically for their subscribers so they can interact with each other outside the broadcast schedule. The aim is to strengthen the relationship between subscribers and a streamer and create a community. This will also encourage viewers to become subscribers.

The subscription fee for a Twitch channel is US$4.99. However, typically, Twitch takes a 50% cut.

The last monetization option on Twitch is advertising. A streamer can serve ads when broadcasting to get compensation depending on the number of viewers. In theory, a streamer can place as many ads as possible. However, if the streamer is too greedy and puts up too many ads, it may annoy the fans.

 

Streaming Games in Indonesia

Twitch may be the king in the global market. However, in Indonesia, that’s not the case. This is understandable considering that Indonesia is not one of the primary target markets from Amazon’s game streaming platform.

To find out the reasons why Twitch is less popular in the country, I asked several local streamers. One of them is Fandra “Octoramonth” Octo. He said, one of the reasons is because Twitch is more demanding (in terms of mobile phone’s performance).

“Apart from that, Twitch is not yet supported by cellular providers for free watching packages or quota bonuses. Meanwhile, for YouTube and Facebook, there are many providers that offer zero data cost,” said Fandra when contacted via text message.

Fandra has been a streamer since September 2016. He said that, at first, he was interested in streaming just because his friends do so on YouTube. He admits, at first, streaming was no more than just a hobby. However, now, he has secured a contract with Facebook Gaming as an official streamer.

Meanwhile, according to Cindy “Cimon” Monika, who is interested in game streaming because of her role as a brand ambassador, the use of foreign languages ​​is one of the problems why Twitch is less popular in Indonesia. “Either understanding or using English for conversation, Indonesians are still lacking compared to neighbouring countries,” said Cindy in an interview.

According to Cindy, although many Indonesians watch streams on Twitch, chances are, they only watch and listen without interacting. She suspects Indonesian audiences are not very confident with their English language. “And, because Indonesian viewers still want to interact with the streamers, they choose local streamers on YouTube or Facebook,” she said.

So, without Twitch, how can Indonesian streamers make money? As an official Facebook Gaming streamer, Fandra receives regular payments just like office workers. He also revealed that YouTube and Facebook now offer monetization options with subscriptions and donations, just like Twitch.

Data viewership Facebook Gaming per April 2020.
Facebook Gaming viewership on April 2020.

Indeed, Facebook Gaming offers similar monetization methods with Twitch. One of the monetization options on Facebook Gaming is advertising. Besides, Facebook Gaming viewers can also give tips to streamers in the form of Stars, similar to Bits on Twitch. Finally, Facebook Gaming also offers a Fan Support feature, which has the same function as the Subscription on Twitch.

During the pandemic, Facebook Gaming’s viewership in Indonesia also grew rapidly. As of April 2020, Facebook Gaming’s viewership gained 210% increase from last year. The audience in Indonesia is also quite generous in giving Stars. Facebook revealed, as of April 2020, there were 5.6 million Stars given to streamers on their platform.

Unfortunately, just like being an esports athlete, being a game streamer is not as easy as imagined. There are various problems they have to face. According to Fandra, one of the challenges is hate comments from viewers.

“But, if you stream without burden, any feedback will be fun,” said Fandra. Another problem he faced at the beginning was building his personal brand to gain fans. For that, he had to create an interesting character for himself. Indeed, to become a popular streamer, you also need an attractive personality besides adequate equipment.

 

Closing

The esports industry is growing rapidly nowadays. One possible reason is being the new kind of entertainment for millennial and the Z generations. Therefore, content creators or game streamers also have an essential role in developing the esports industry. A streamer can belong to an esports organization. However, they can also become independent streamers.

Fortunately, various game streaming platforms, such as Twitch and Facebook Gaming, have offered different monetization methods from donations to subscriptions. That way, streamers can choose the monetization system that suits their needs.

Source: The Esports Observer. Feat Image: via Deposit Photos