Logitech Gaming Jalin Kerja Sama dengan Streamer India Shagufta “Xyaa” Iqbal

Perusahaan manufaktur gaming peripheral Logitech menjalin kerja sama dengan streamer dan gamer asal India, Shagufta “Xyaa” Iqbal. Sesuai dengan informasi yang ada di laman media sosial miliknya, Xyaa akan didukung dengan gaming peripheral dari Logitech Gaming.

Sudah sejak lama Logitech eksis dan famliar ekosisotem esports. Berawal dari peripheral yang menunjang kegiatan bekerja, Logitech kemudian beradaptasi dengan mengembangkan lini produk Logitech Gaming. Tercatat di beberapa waktu berbeda, Logitech Gaming menjadi sponsor bagi tim-tim esports besar seperti Astralis, Team Solo Mid, bahkan juga BOOM Esports di Indonesia.

Xyaa | via: Instagram xyaalive
Xyaa | via: Instagram xyaalive

Sedikit lebih jauh tentang kerja sama antara Xyaa dan Logitech, saat ini YouTube channel yang dimulai dan dikembangkan oleh Xyaa sudah menembus angka 200 ribu subscriber. Tidak main-main Xyaa mengembangkan secara mandiri channelnya dari awal tahun 2018, yang pada saat itu konten streaming di India masih menjadi hal yang relatif baru.

Di tahun 2019, Xyaa akhirnya yakin untuk meninggalkan pekerjaan tetapnya dan menjadi streamer profesional. Sebelum memetuskan untuk mundur, sebagai seorang streamer Xyaa juga menghabiskan waktu yang tidak sedikit untuk dapat membangun dan mengembangkan channelnya.

Ketika Xyaa memutuskan memulai streaming, ia berharap bisa mengembangkan dirinya agar tidak menjadi seseorang yang kaku dan pemalu. Sedari kecil Xyaa cukup akrab dengan komputer karena ayahnya juga seorang software developer. Dahulu, ayahnya berlangganan majalah PC yang membuatnya mendapatkan beberapa CD demo game dan kemudian memainkannya di komputer. Kebiasaan itulah yang membentuk Xyaa perlahan berminat dan tertarik pada dunia gaming.

via: Instagram xyaalive
via: Instagram xyaalive

Lebih jauh lagi mengenal Xyaa, kesempatan untuk berinteraksi sesama gamers adalah hal yang mendorongnya untuk melakukan streaming. Meskipun demikian manjadi streamer dan gamer perempuan masih terlalu sering mendapatkan banyak stigma dan perlakuan yang negatif.

Adapun salah satu tantangan menjadi seorang streamer adalah melakukan multitaksing. Seorang streamer sebaiknya bisa menemukan cara paling nyaman untuk bisa tetap berinteraksi dengan viewer, menghibur dan memenangkan game di waktu bersamaan.

Menjadi seorang streamer yang berhasil bisa memberikan ganjaran uang dalam jumlah yang menjanjikan. Namun di sisi lain yang ada juga hal yang tidak terlihat dari kehidupan seorang streamer, yaitu resiko kesehatan fisik, mental, dan kehidupan sosial sehari-hari bisa jadi terganggu. Seorang streamer bisa saja harus menghabiskan waktu 4 bahkan sampai 10 jam sehari untuk streaming, belum lagi jika hal itu dilakukan 6 hari selama sepekan.

GoPro Hero8 Black Kini Bisa Dipakai Sebagai Webcam Tanpa Bantuan Perangkat Tambahan

Pandemi memaksa produsen kamera untuk lebih kreatif memperlakukan konsumennya. Kita memang dianjurkan untuk sebisa mungkin tidak keluar rumah, tapi itu bukan berarti kamera yang kita miliki harus terbengkalai begitu saja. Kalau menurut sejumlah brand, kenapa kameranya tidak dialihfungsikan saja, menjadi webcam misalnya.

Semuanya bermula ketika Canon merilis software untuk EOS Webcam Utility, yang meskipun masih berstatus beta, sudah bisa mengubah peran asli kamera DSLR maupun mirrorless menjadi webcam tanpa bantuan perangkat tambahan seperti capture card. Lalu dalam kurun waktu yang singkat, satu demi satu brand lain ikut menyusul, mulai dari Fujifilm, Panasonic, dan bahkan sampai Olympus.

Bahkan GoPro pun akhirnya juga ikut latah. Mereka baru saja merilis aplikasi GoPro Webcam, yang cukup disayangkan baru tersedia buat platform macOS sejauh ini, dengan versi Windows yang masih dalam tahap pengembangan. Kamera yang kompatibel hanyalah Hero8 Black, dan itu pun harus dengan mengunduh dan meng-install firmware update terlebih dulu.

Usai meng-install firmware baru dan aplikasi GoPro Webcam, pengguna cukup menyambungkan Hero8 Black ke komputer menggunakan kabel USB-C, maka kamera pun siap dipilih sebagai input video beresolusi 1080p atau 720p pada aplikasi-aplikasi video call seperti Zoom, Google Meet, dan lain sebagainya. Panduan lengkap langkah-langkahnya bisa dilihat langsung di situs GoPro.

Satu catatan penting yang perlu diingat, berhubung fitur webcam ini memerlukan firmware baru, otomatis pengguna tidak bisa memakainya bersamaan dengan firmware GoPro Labs. Pastikan juga baterai kamera sedang dalam kondisi penuh, sebab perangkat tidak bisa di-charge selama digunakan sebagai webcam.

Untuk pengguna GoPro Hero7 atau yang lebih tua lagi, sayangnya tidak ada solusi yang semudah dan semurah ini. Anda tetap butuh bantuan perangkat tambahan seperti Elgato Cam Link kalau mau menggunakan action cam kesayangan sebagai webcam.

Sumber: PR Newswire dan GoPro.

Adam Rymer Jadi CEO Baru Envy Gaming, Bawahi Tim Overwatch dan Call of Duty

Organisasi esports asal Amerika Utara, Envy Gaming, punya CEO baru. Mereka mengumumkan, Adam Rymer akan menggantikan Mike Rufail sebagai CEO. Rymer akan menangani bagian bisnis dari Envy. Sebagai CEO, dia juga akan bertanggung jawab untuk merealisasikan rencana Envy dalam melakukan ekspansi dengan fokus pada produksi konten, merchandise, dan media digital. Sementara itu, Rufail akan menduduki posisi baru, yaitu Chief Gaming Officer.

“Menjadikan Adam sebagai CEO Envy akan memudahkan kami untuk merealisasikan potensi Envy Gaming sebagai organisasi esports yang dapat memberikan hiburan, konten, dan pengalaman kelas dunia pada para fans kami,” kata Rufail, seperti dikutip dari Esports Insider.

“Saya telah membangun pondasi untuk Envy selama bertahun-tahun, baik terkait tim maupun komunitas. Dengan Adam sebagai CEO, saya bisa fokus pada passion saya, yaitu mendorong pemain menjadi lebih baik dan membuat tim esports tangguh yang bisa mempertahankan tradisi kami untuk selalu menang,” ujar Rufail. Sebelum ini, dia juga pernah menjelaskan betapa pentingnya untuk membangun komunitas pemain amatir di industri esports.

ceo baru envy gaming
Dallas Fuel menjadi salah satu tim di bawah Envy Gaming.

Rymer telah bekerja di industri media selama 20 tahun. Sebelum menjadi CEO Envy, dia pernah menjadi presiden dari Legendary Digital Networks dan Nerdist Industries. Dia juga pernah menjadi konsultan dari berbagai perusahaan media, menurut laporan The Esports Observer. Tak hanya itu, Rymer pernah menjabat sebagai Chairman dari dewan direksi di USA Volleyball dan SVP of Digital Platform di Universal Pictures. Sampai saat ini, dia masih menjadi anggota dewan dari Omnislash.

Sementara itu, sebagai Chief Gaming Officer, Rufail akan bertanggung jawab dalam pencarian bibit pemain esports berbakat, merekrut mereka, serta bekerja sama dengan para pelatih untuk melatih para atlet esports dalam organisasi Envy. Dia juga akan bertanggung jawab atas tim operasi dan dia masih menjadi anggota dewan dari Envy.

Envy Gaming memiliki 2 tim yang berlaga di liga dengan model franchise, yaitu Dallas Fuel yang bertanding di Overwatch League dan Dallas Empire yang berlaga di Call of Duty League. Selain itu, mereka juga menjadi salah satu anggota pendiri Flashpoint, turnamen Counter-Strike: Global Offensive. Envy juga memiliki tim yang bertanding di Rocket League, Super Smash Bros. dan Magic: The Gathering.

League of Legends World Championship 2020 Dikabarkan Akan Menerapkan “Bubble System”

Memasuki bulan Juli, tentunya menjadi momen persiapan bagi Riot Games untuk menyajikan League of Legends World Championship 2020. Menurut kabar terakhir, LoL Worlds 2020 akan tetap hadir tahun ini, tepatnya pada Oktober mendatang, di Shanghai, Tiongkok. Namun hal ini masih tetap menjadi tanda tanya, apakah Worlds benar akan tetap berjalan?

Terlebih juga Associated Press mengatakan pada Kamis 9 Juli 2020, bahwa Tiongkok membatalkan semua festival olahraga internasional yang sudah direncanakan sepanjang tahun 2020 ini. Mengungkap soal ini, ESPN mengabarkan kembali bahwa Worlds 2020 akan tetap terselenggara, namun dengan format yang sedikit berbeda.

League of Legends World Championship 2019. | Sumber: RIOT GAMES/COLIN YOUNG-WOLFL
League of Legends World Championship 2019. | Sumber: RIOT GAMES/COLIN YOUNG-WOLFL

ESPN mendapatkan informasi dari sumber internal, bahwa peraturan soal pembatalan festival olahraga tidak berlaku untuk Worlds, karena turnamen League of Legends tingkat dunia tersebut bukan merupakan festival olahraga. Terkait tata cara penyelenggaraan, dikabarkan Riot Games akan menerapkan “Bubble System” untuk menjaga keamanan serta kesehatan para peserta, panita, dan semua kru bertugas.

Masih dari ESPN, dijelaskan bahwa Bubble System dirancang untuk membatasi kontak fisik antar manusia yang berfungsi untuk mencegah penyebaran coronavirus. Dalam sistem ini 24 tim yang lolos ke Worlds 2020 akan diberangkatkan ke Shanghai, Tiongkok, satu pekan sebelum kompetisi dimulai. Para peserta lalu dikarantina di dalam hotel, sampai turnamen dimulai. Nantinya para tim peserta akan bertanding di sana, dari lokasi yang disentralisasi selama durasi turnamen.

Rencana awalnya, Worlds 2020 diselenggarakan dengan cara tur ke enam kota besar di Tiongkok. Namun situasi pandemi tentu membuat rencana tersebut jadi tidak memungkinkan. Lebih lanjut, dikabarkan bahwa rencana tersebut akan tetap diselenggarakan, namun untuk Worlds tahun depan.

Maka dari itu Worlds 2021 akan tetap diselenggarakan di Tiongkok, dengan menjalankan rencana tur enam kota tersebut, jika situasi pandemi sudah lebih baik. Pada awalnya, 2021 menjadi giliran Amerika Serikat untuk menjadi tuan rumah Worlds, namun karena keadaan tersebut, maka rencana tersebut dimundurkan, dan Amerika Serikat baru menjadi tuan rumah Worlds di tahun 2022.

Kalaupun benar Worlds 2020 benar tetap berjalan, mari kita doakan agar turnamen bisa berjalan dengan lancar, dan semua orang bisa tetap sehat serta terjaga dari pandemi COVID-19 lewat sistem yang diterapkan.

Menyimak Dukungan Venture Capital kepada Portofolio di Tengah Pandemi

Pandemi yang berkepanjangan terpaksa harus menunda kegiatan penggalangan dana yang biasanya secara aktif dilakukan oleh venture capital asing dan lokal di Indonesia. Meskipun demikian masih ada beberapa VC yang tetap melakukan kegiatan tersebut, dengan menerapkan proses kurasi startup yang lebih ketat dan fokus, menyesuaikan kondisi saat ini.

Dalam sesi Startup Clinic kolaborasi antara Venturra Discovery, UMG IdeaLab, Plug and Play Indonesia dan Alpha Momentum Indonesia, beberapa VC turut membagikan tips dan cerita manajemen portofolio mereka, dan bagaimana pandemi bisa menjadi momentum yang paling relevan, untuk melihat kekuatan dan potensi startup.

Waktu yang tepat untuk slow down

Jika sebelumnya mungkin kebanyakan VC memiliki target berapa startup yang diincar untuk bergabung dalam portofolio, menurut Senior Investment Analyst Monk’s Hill Ventures RJ Balmater, saat ini menjadi waktu yang tepat bagi VC untuk melonggarkan ikat pinggang sekaligus fokus kepada vertikal bisnis yang tepat dan terbaik untuk investasi. Di sisi lain RJ juga melihat bagi startup juga bisa memanfaatkan kondisi ini untuk menyimak kembali keunggulan dari perusahaan dan tentunya model bisnis yang dimiliki.

“Pada akhirnya VC ingin berinvestasi kepada startup yang memiliki bisnis yang sehat bukan sekadar apakah mereka bisa survive di kondisi saat ini,” kata RJ.

Hal senada juga diungkapkan oleh VP Investment Kejora-SBI Orbit Fund Richie Wirjan, bukan hanya melihat key market, penundaan investasi yang sekarang banyak dilakukan juga bisa dimanfaatkan VC untuk melihat lebih mendalam, kekuatan yang dimiliki oleh startup, baik yang ada dalam portofolio atau mereka yang sebelumnya sudah dilirik dan memiliki potensi.

Sementara itu menurut CEO Prasetia Dwidharma Arya Setiadharma, memanfaatkan data yang ada, harus dilakukan analisis lebih mendalam untuk melihat potensi yang ada saat ini. Pastikan model bisnis yang dimiliki sudah menyesuaikan kondisi saat ini, dilihat dari pasar yang tidak pasti hingga kemungkinan perusahaan tidak bisa survive. Di sisi lain Arya melihat layanan seperti groceries dan delivery bisa tumbuh secara positif memanfaatkan momen saat ini.

“Untuk early stage startup saya melihat masih ada masa depan yang baik untuk melakukan penggalangan dana, namun ketika pandemi sudah mulai surut dalam waktu dua tahun ke depan,” kata Arya.

Dukungan moral dan jaringan VC

Hal lain yang kemudian menjadi prioritas VC saat pandemi adalah, dukungan moral hingga jaringan luas yang dimiliki, guna membantu startup hingga founder. Untuk Arya, semua founder yang tergabung dalam portofolio miliknya berhak untuk mendapatkan dukungan konsultasi secara one-on-one hingga konsultasi khusus oleh psikolog. Hal ini dilakukan untuk memastikan kesehatan mental para founder, yang kerap tertekan mengurusi startup saat pandemi berlangsung.

“Kami juga mencoba membantu portofolio kami untuk mengembangkan cara baru yang bisa bermanfaat. Salah satunya adalah Ride Jakarta yang didirikan oleh Gita Sjahrir. Memanfaatkan layanan secara online, kini pengguna bisa menikmati pelatihan langsung dari para coach secara mudah dan dengan harga yang terjangkau. Bukan hanya pengguna di Indonesia, mereka yang tinggal di Singapura juga banyak yang mencoba layanan online tersebut,” kata Arya.

Sementara itu bagi Kejora dan SBI yang selama ini sudah menjalankan bisnis lebih dari sekedar VC, memastikan untuk terus memberikan dukungan kepada ekosistem. Bukan hanya kepada investasi baru namun juga mereka yang sudah masuk ke dalam pipe line.

“Kita tidak mau meninggalkan mereka, cara terbaik adalah menghubungkan mereka dengan ekosistem kita. Apakah melalui pengerjaan pilot project, hal ini kami lakukan untuk memastikan mereka bisa tetap menjalankan bisnis. Dari situ nantinya kita akan bicarakan kembali apakah ada langkah investasi lanjutan atau tidak,” kata Richie.

Memanfaatkan teknologi dan tools yang tepat, semua portofolio di Monk’s Hill bisa memanfaatkan jaringan komunikasi antar sesama founder untuk melakukan konsultasi dan kemungkinan untuk kolaborasi. Pihak VC juga siap untuk membantu semua startup agar terus bisa memberikan dukungan. Monk’s Hill juga melakukan organisasi data yang bertujuan untuk melihat secara keseluruhan portofolio yang dimiliki dan KPI dari masing-masing startup.

Diversifikasi dan keputusan untuk menutup bisnis

Saat pandemi mulai banyak startup yang melakukan diversifikasi dengan menghadirkan layanan baru atau melakukan pivoting menyesuaikan kondisi saat ini dan agar tetap bisa relevan. Menurut Richie, hal ini sah-sah saja dilakukan, asal startup bisa memastikan ketika pada akhirnya pandemi berakhir, bisnis baru yang dihadirkan bisa terus berjalan. Bukan sekedar memanfaatkan momentum saja.

“Menurut saya semua harus kembali kepada bisnis yang dimiliki. Jika tidak yakin melakukan pivot lebih baik tidak dilakukan, meskipun saat ini merupakan waktu yang tepat untuk melakukan uji coba. Saat krisis ini fokus kepada revenue dari pada mulai eksplorasi layanan baru,” kata Arya.

Di tambahkan olehnya, saat ini di Indonesia kebanyakan perusahaan mencontoh perusahaan lain, ketika ingin menghadirkan layanan baru. Pastikan semua merupakan keputusan yang tepat, bukan hanya memanfaatkan kondisi dan kesempatan yang ada.

Sementara itu menurut Arya hal penting yang perlu diperhatikan adalah, jangan sampai layanan atau bisnis baru yang dihadirkan bisa mengganggu jalannya bisnis. Jika memang startup memiliki kemampuan, tools hingga sumber daya untuk membangun layanan baru, bisa saja dilakukan.

Terkait dengan keputusan dari startup untuk memberhentikan bisnis mereka, akibat dari pandemi, masing-masing VC mengklaim mengalami beberapa kegagalan dari portofolio yang dimiliki. Kondisi ini memang tidak bisa dipungkiri, cara tepat yang kemudian bisa dilakukan adalah, apakah startup bisa menerapkan cara yang lean atau kemudian benar-benar memberhentikan startup mereka.

“Pada akhirnya ketika pengurangan pegawai atau keputusan lainnya yang harus diambil menjadi bijaksana untuk dilakukan. Jika proses atau langkah tersebut bisa membantu startup untuk bisa survive,” kata RJ.

Canon EOS R5 dan R6 Resmi Diumumkan, Bawa IBIS dan Perekam Video 8K

Sejak awal tahun, Canon memang kerap menggembar-gemborkan fitur-fitur EOS R5, antara lain sensor 45MP baru, in-body image stabilizer (IBIS), dan perekam video 8K. Setelah penantian panjang, kini Canon akhirnya secara resmi mengumumkan EOS R5 dan EOS R6. Mari cari tahu lebih banyak.

Canon EOS R5

Dari sisi tampilan, EOS R5 mengadopsi desain bergaya SLR yang tampak familier seperti EOS R. Dengan LCD 3,2 inci 2,1 juta titik yang fully articulated dan electronic viewfinder (EVF) beresolusi 5,76 juta titik dengan magnification 0.76x.

Fitur M-Fn bar yang menjadi andalan EOS R dihilangkan, digantikan joystick konvensional dan tombol AF-On. Juga dilengkapi port USB Type-C 3.1 Gen2, jack mikrofon, jack headphone, dan dual slot kartu memori yang terdiri dari CFexpress dan SD card. Bila menggunakan kartu CFexpress, kamera dapat mengambil gambar dalam format 10-bit HEIF selain Raw dan JPEG.

Masuk ke dalam, EOS R5 menggunakan sensor full frame rancangan baru dengan resolusi mencapai 45MP dan prosesor DIGIC X seperti yang ditemukan pada kamera DSLR flagship Canon EOS-1D X III. Imbasnya, EOS R5 pun dapat memotret beruntun pada 20 fps dengan continuous focus menggunakan electronic shutter dan 12 fps dengan mechanical shutter.

Sistem autofocus-nya mengandalkan Dual Pixel CMOS AF generasi kedua yang mencakup 100 persen. Serta, dapat melacak orang dan hewan berkat penerapan machine learning. Fitur IBIS pada EOS R5 bisa mengurangi guncangan hingga delapan stop ketika dipasangkan dengan beberapa lensa RF.

Belakangan ini, kemampuan perekam video memang menjadi salah satu aspek penting. Tidak seperti EOS R yang tampaknya dikembangkan setengah hati, kali ini Canon mengeluarkan semuanya. EOS R5 dapat merekam video 8K pada 30 fps hingga 30 menit dengan pilihan Raw atau H.265. Sebagai pembanding, kamera mirrorless full frame video-centric Panasonic Lumix S1H menawarkan 6K 24 fps. Di sisi lain, penerus Sony A7S II belum kunjung datang.

Kalau resolusi 8K terasa ketinggian, EOS R5 bisa merekam video 4K dengan frame rate tinggi 120 fps. Dapat merekam video internal recording 10-bit 4:2:2 dengan dukungan C-Log dan HDR PQ. Semua fitur ini tentu membuat para filmmaker, videografer, dan para content creator tersenyum lebar.

Untuk daya tahan baterainya, menurut CIPA EOS R5 menyuguhkan 320 jepretan sekali charge bila menggunakan LCD, 220 jepretan bila menggunakan EVF pada 120 fps, dan 330 jepretan dengan EVF 60 fps. Canon menyediakan battery grip BG-R10 dengan harga US$349 atau sekitar Rp5 juta. Sementara, harga Canon EOS R5 dibanderol US$3899 atau sekitar Rp56,4 jutaan body only dan US$4999 atau Rp72,4 jutaan dengan lensa RF 24-105mm F4L.

Canon EOS R6

Seperti halnya EOS RP, EOS R6 versi terjangkau dari EOS R5 meski tidak menggunakan sensor 45MP dan tak mampu merekam video 8K atau 4K 120 fps. Sebaliknya EOS R6 hanya menggunakan sensor full frame beresolusi 20MP.

Meski begitu, EOS R6 masih membawa sejumlah fitur unggulan EOS R5. Sebut saja, IBIS yang mampu meredam getaran hingga delapan stop, ditenagai prosesor DIGIC X, sistem autofucus Dual Pixel CMOS II yang mencakup area 100 persen, dan burst shooting hingga 20 fps dengan electronic shutter.

Sementara, untuk perekam videonya mendukung UHD 4K/60p dengan sedikit crop atau hampir menggunakan seluruh lebar sensor. Mendukung pengambilan 10-bit 4:2:2 internal recording dengan C-Log atau HDR PQ.

Kalau dari tampilan, desain EOS R6 mirip dengan EOS R5 dengan layar yang fully articulated. Bedanya ukurannya sedikit lebih kecil, 3 inci dengan resolusi 1,62 juta titik dan EVF 3,69 juta titik. Selain itu, pada bagian atas LCD kecil hilang digantikan mode dial.

Kamera ini memiliki dua slot SD card standar UHS-II. Daya tahan baterainya mendukung 360 jepretan dengan LCD dan 250 dengan EVF pada mode 120 fps (240 di EVF 60 fps). EOS R6 dapat menggunakan battery grip BG-R10 yang sama seperti milik EOS R5.

Meski kemampuannya banyak dipangkas, EOS R6 masih dapat bersaing dengan kamera mirrorless full frame kompetitor. Berapa harga Canon EOS R6? Untuk body only dibanderol US$2.499 atau sekitar Rp36 jutaan, USD$2.899 (Rp41 jutaan) dengan lensa RF 24-105mm F4-7.1 IS STM, dan US$3.599 (Rp52 jutaan) dengan lensa RF 24-105mm F4L IS.

Sumber: DPreview

Putut Maulana Siap Hadapi MotoGP eSports Global Series Round 1

Gelaran MotoGP eSport kembali bergulir, dan pekan ini menjadi babak pertama dari rangkaian gelaran MotoGP eSport Global Series. Dalam balapan ini Putut Maulana, pembalap MotoGP Virtual asal Indonesia, kembali bertarung dengan pembalap virtual yang datang berbagai belahan dunia dalam seri balapan yang dilakukan pada dua trek.

Sebelumnya, Putut Maulana sendiri sudah melakukan sepak terjangnya di dunia MotoGP Esports internasional sedari lama. Satu momen terbesarnya mungkin bisa dibilang pada tahun 2019, ketika ia dikontrak oleh manajemen esports asal Italia, sampai akhirnya menjadi wakil LCR Honda Team untuk MotoGP eSport Championship 2019. Nama Putut Maulana bahkan sebegitu dikenal, sampai sampai Alex Marquez (Adik Marc Marquez) bahkan belajar dari dirinya untuk mengikuti gelaran MotoGP virtual sebagai pengganti balap MotoGP yang tertunda.

Sumber: Putut Maulana
Sumber: Putut Maulana

Balapan MotoGP eSport Global Series Round 1 akan dilakukan pada dua trek, yaitu Mugello dan Jerez. Untuk kali ini, balapan akan dilakukan secara online, berhubung situasi pandemi COVID-19. “Format kali ini sama seperti championship tahun lalu, namun dilakukan secara online karena belum memungkinkan race on-site seperti tahun kemarin. Seharusnya balap pertama ini dilakukan bersamaan dengan MotoGP seri Mugello bulan Mei lalu, namun dibatalkan karena situasi pandemi COVID-19.” Putut maulana menjelaskan.

Pada balapan kali ini akankah Putut bisa menorehkan hasil positif? “Kalau persiapan, kurang lebih sih sama seperti tahun lalu, yaitu latihan minimal 8 jam sehari. Bedanya tahun ini saya nggak mempersiapkan travelling ke Eropa, karena round 1 masih diselenggarakan secara online.” Putut menceritakan.

“Tahun ini level kompetisi semakin naik dari tahun-tahun sebelumnya. Jujur sebenarnya sangat sulit untuk bisa finish di podium. Namun demikian saya akan mencoba memberikan yang terbaik.” ucap Putut membahas targetnya pada balapan kali ini. Lalu kira-kira bagaimana dengan balapan-balapan berikutnya?

“Untuk Round 2-4 diharapkan bisa dilakukan on-site seperti tahun kemarin, di sirkuit MotoGP. Tetapi lagi-lagi, masih menunggu perkembangan dari situasi pandemi COVID-19 secara internasional. Jika situasi pandemi sudah reda, maka kemungkinan September ke depan balapan akan kembali dilakukan secara on-site.” Putut menjelaskan lebih lanjut.

Gelaran MotoGP eSports Global Series 2020 Round 1 sendiri akan dimulai hari Jumat ini mulai pukul 23:00 WIB. Mari kita doakan agar Putut Maulana bisa mendapatkan hasil yang terbaik di balapan MotoGP eSports Global Series Round 1 ini!

Razer DeathAdder V2 Mini Ramaikan Pasar Mouse Gaming Super-Ringan

Salah satu tren terbaru di industri gaming peripheral adalah mouse yang masuk kategori ultra-lightweight alias lebih ringan dari biasanya. Sejumlah pabrikan memenuhi demand di kategori ini dengan mengadopsi desain bolong-bolong alias honeycomb. Buat Razer, arahan yang mereka ambil rupanya cukup berbeda.

Ketimbang ikut latah menciptakan mouse berdesain honeycomb, Razer memilih untuk menciutkan sejumlah mouse besutannya yang memang sudah mendapat respon positif dari konsumen. Hasil eksekusi idenya pertama kali melahirkan Razer Viper Mini, dan sekarang giliran salah satu mouse terlarisnya yang dibuat mengecil, yakni Razer DeathAdder.

Dinamai DeathAdder V2 Mini, ia merupakan versi yang lebih ringkas dari DeathAdder V2 yang dirilis di bulan Januari lalu. Wujud ergonomisnya sama sekali tidak berubah, demikian pula layout tombolnya yang sederhana. Yang berbeda hanyalah ukurannya; panjangnya menyusut menjadi 114,2 mm, lebarnya 65,4 mm, dan tingginya 38,5 mm, menjadikannya lebih cocok untuk konsumen yang bertangan kecil, atau yang terbiasa menggenggam dengan teknik claw grip.

Bobotnya pun otomatis turun menjadi 62 gram (belum termasuk bobot kabel), atau sekitar 3/4 bobot versi standarnya. Satu hal yang juga perlu dicatat adalah, tombol di bawah scroll wheel-nya (yang secara default berfungsi untuk mengganti DPI) cuma satu seperti DeathAdder versi lawas, bukan dua. Total ada 6 tombol di mouse ini yang semuanya dapat diprogram sesuai kebutuhan.

Bicara soal DPI, sensor optik milik DeathAdder V2 Mini menawarkan sensitivitas maksimum 8.500 DPI, bukan 20.000 DPI seperti versi standarnya, dan kecepatan tracking-nya juga lebih lamban di angka 300 IPS. Beruntung Razer tetap menyematkan switch optiknya di sini, switch yang sama persis seperti milik DeathAdder V2 maupun Basilisk V2.

Juga ikut diwariskan adalah kabel braided yang fleksibel (Speedflex), serta mouse feet dari bahan PTFE murni guna memastikan pergerakan mouse yang mulus. Untuk semakin memantapkan genggaman, Razer turut menyertakan semacam stiker bertekstur dalam paket penjualannya, yang dapat konsumen tempelkan pada sisi kiri dan kanan mouse, serta pada kedua tombol utamanya.

Di Amerika Serikat, Razer DeathAdder V2 Mini sekarang telah dipasarkan seharga $50, selisih $20 dari versi standarnya. Semoga saja ia bisa segera masuk ke pasar Indonesia, sebab sebagai eks pengguna DeathAdder Chroma yang merasa mouse itu agak kebesaran, saya tidak sabar untuk bisa mencoba versi mungil dari mouse paling nyaman buat saya ini.

Sumber: The Verge.

Cara Mudah Membuat Barcode dengan Smartphone dan Online

Barcode dahulu digunakan untuk keperluan transportasi, khususnya kereta api. Tetapi seiring perkembangan zaman, kini barcode dibuat untuk berbagai keperluan di mana umumnya ditemukan di supermarket atau mall.

Continue reading Cara Mudah Membuat Barcode dengan Smartphone dan Online

Sony Beli Saham Minoritas Epic Games Senilai Rp3,6 Triliun

Sony menanamkan investasi sebesar US$250 juta (sekitar Rp3,6 triliun) ke Epic Games, perusahaan yang dikenal sebagai developer game battle royale Fortnite dan Unreal Engine. Dengan ini, Sony mendapatkan 1,4 persen saham di Epic, menurut laporan VentureBeat. Investasi tersebut juga memungkinkan Sony dan Epic untuk memperdalam kerja sama mereka. Sebelum ini, Epic mencari pendanaan dalam rangka untuk melakukan ekspansi Epic Game Store dan menambah staf Fortnite.

“Epic sukses mengembangkan teknologi grafis, menjadikan mereka sebagai perusahaan terdepan dalam pengembangan game engine, terbukti dari keberadaan Unreal Engine dan inovasi-inovasi lain,” kata CEO Sony, Kenichiro Yoshida, seperti dikutip dari Dot Esports. “Fortnite menjadi bukti kesuksesan Epic dalam menyajikan hiburan revolusioner. Melalui investasi ini, kami mencoba memperdalam kerja sama kami dengan Epic dalam rangka menciptakan sesuatu yang baru pada konsumen dan menguntungkan bagi industri, tidak hanya industri game, tapi juga industri hiburan.”

sony beli saham epic
Konser virtual Travis Scott di Fortnite menarik 27 juta penonton. | Sumber: Forbes

Dalam pernyataan resmi, CEO Epic Games, Tim Sweeney mengatakan bahwa Epic dan Sony memiliki visi yang sama untuk membangun teknologi yang menggabungkan unsur gaming, film, dan musik. Dengan teknologi itu, mereka ingin memungkinkan orang-orang berinteraksi dalam dunia virtual 3D. Sebelum ini, Travis Scott memang sudah pernah mengadakan konser virtual di Fortnite. Dan konser tersebut menarik 27 juta penonton. Sweeney juga mengungkap, Epic dan Sony berencana untuk membangun ekosistem digital yang lebih terbuka bagi semua konsumen dan kreator.

Mengingat Sony hanya mengakuisisi saham minoritas di Epic, developer game itu meyakinkan bahwa mereka akan tetap merilis game di platform lain. Tak hanya itu, Epic juga mengatakan bahwa baik Unreal Engine 5 maupun Fortnite buatan mereka akan tetap bisa digunakan di platform lain. Memang, selama ini, Epic selalu mengambil posisi netral dan mengembangkan teknologi cross-platform.

Meskipun begitu, kerja sama dengan Epic penting bagi Sony karena mereka harus menyiapkan diri dalam menghadapi perang konsol dengan Microsoft. Pasalnya, tahun ini, Sony dan Microsoft berencana untuk meluncurkan konsol baru mereka, PlayStation 5 dan Xbox Series X.