Intudo Ventures Umumkan Dana Kelolaan Baru Senilai Rp1,9 Triliun

Intudo, perusahaan investasi yang beroperasi di Indonesia dan Silicon Valley, mengumumkan telah berhasil menutup dana kelolaan baru sebesar $125 juta atau setara Rp1,9 triliun melalui dua dana investasi: Intudo Ventures IV, LP dengan total $75 juta dan dana sebesar $50 juta yang difokuskan untuk pengembangan sumber daya alam dan energi terbarukan di Indonesia. Langkah ini menunjukkan komitmen Intudo untuk membawa “bisnis dunia” ke Indonesia dan memperkenalkan Indonesia ke panggung internasional.

Dengan penutupan dua dana ini, Intudo kini mengelola aset senilai lebih dari $350 juta, menjadikannya salah satu pemain kunci dalam investasi tahap awal di Indonesia. Intudo juga telah berinvestasi ke puluhan startup lokal, di antaranya Xendit, Pintu, Pinhome, dan Jago.

Founding Parner Intudo Patrick Yip mengungkapkan bahwa peluang investasi di Indonesia saat ini jauh berbeda dibandingkan beberapa tahun yang lalu. “Dengan perubahan signifikan dalam arus perdagangan global dan meningkatnya permintaan untuk teknologi baru, Indonesia kini menawarkan potensi yang lebih besar untuk menciptakan nilai bagi investor,” jelasnya.

Dana Intudo Ventures IV dirancang untuk mendukung perusahaan-perusahaan lokal Indonesia yang ingin meraih peluang dari peningkatan posisi ekonomi Indonesia di dunia. Perusahaan ini menargetkan investasi pada bisnis yang memiliki keunggulan kompetitif dalam distribusi komersial, regulasi, dan teknologi canggih, serta fokus pada industri yang mengembangkan kekuatan Indonesia secara global.

Dana kelolaan baru ini berhasil menarik investasi dari lembaga-lembaga ternama serta family office besar di Amerika Serikat, Asia, Eropa, dan Timur Tengah, termasuk Orient Growth Ventures dan Black Kite Capital. Melalui strategi investasi terfokus, Intudo akan membentuk portofolio dengan 14-18 perusahaan Indonesia dengan alokasi dana awal senilai $1-10 juta (setara Rp15 miliar sampai Rp150 miliar) untuk setiap perusahaan.

Selain itu, dana investasi $50 juta lainnya difokuskan pada sektor pengelolaan sumber daya alam dan energi terbarukan di Indonesia. Dana ini berupaya menangkap peluang Indonesia sebagai bagian penting dalam rantai pasokan global, terutama di sektor energi baru terbarukan seperti kendaraan listrik, baterai, penangkapan karbon, dan energi surya.

Intudo menargetkan tiga area investasi utama:

  1. Membawa Dunia ke Indonesia: Melihat Indonesia sebagai peluang baru bagi sektor-sektor strategis global, Intudo mendukung investasi yang membawa teknologi dan pengembangan industri ke dalam negeri.
  2. Membawa Indonesia ke Dunia: Mempromosikan produk unggulan Indonesia seperti produk konsumen harian, akuakultur, dan hortikultura yang memiliki daya saing global.
  3. Investasi untuk Pasar Domestik: Mendorong model bisnis yang sesuai dengan karakteristik pasar Indonesia yang didorong oleh konsumsi domestik dan populasi muda.

Intudo juga menawarkan layanan pendampingan terintegrasi melalui “Intudo Platform” untuk menghubungkan investor global dengan mitra lokal di Indonesia. Dengan jaringan yang luas, Intudo memfasilitasi hubungan antara investor global, pendiri perusahaan, serta konglomerat di Indonesia. Hal ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia di rantai nilai global.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Habibie Center, ILUNI UI, dan Marvin Foundation Bertekad Cetak 1000 Inovator Muda

Habibie Center, ILUNI UI, dan Marvin Foundation meluncurkan inisiatif bertajuk “1000x Innovation Challenge”, sebuah program yang bertujuan mendorong lahirnya seribu inovator muda di Indonesia. Ajang ini mengundang mahasiswa dari berbagai jenjang, mulai D1 hingga S2, untuk menciptakan solusi kreatif guna menghadapi tantangan bangsa.

Inisiatif ini didorong oleh keyakinan Kurniawan Santoso, Pendiri Marvin Foundation, bahwa generasi muda Indonesia memiliki potensi besar dalam menjawab permasalahan kompleks di era modern. “Kami ingin melihat mahasiswa Indonesia bangkit dengan solusi yang relevan dan membawa perubahan nyata,” ujar Kurniawan. Bukan hanya sekadar kompetisi, program ini juga menawarkan ruang kolaborasi, pembelajaran, dan pembinaan bagi peserta yang berani berpikir berbeda.

“Kami menyambut baik kolaborasi ini dan berharap banyak gagasan yang inovatif, kreatif, dan solutif terlahir dari mahasiswa, khususnya kami harap banyak mahasiswa UI juga bisa ikut berpartisipasi dalam kompetisi yang sangat baik ini,” ujar Ketua Umum ILUNI UI Didit Ratam.

Penghargaan dan pembinaan intensif bagi para peserta

Pemenang dalam kompetisi ini akan memperoleh The Habibie Center Award, penghargaan bergengsi yang akan diberikan sebagai bentuk pengakuan terhadap ide-ide brilian yang dihasilkan oleh inovator muda. Mohammad Hasan Ansori, Ph.D, Direktur Eksekutif The Habibie Center, menyatakan, “Penghargaan ini adalah apresiasi kami terhadap mahasiswa yang berani berinovasi untuk kemajuan bangsa.”

Para peserta terpilih juga akan mendapatkan pendampingan langsung dari para akademisi dan profesional berpengalaman yang didukung oleh ILUNI UI (Ikatan Alumni Universitas Indonesia). Dengan bimbingan ini, ide-ide inovatif mahasiswa akan dikembangkan menjadi karya yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat.

Sebagai salah satu kompetisi inovasi terbesar di akhir tahun 2024 hingga awal 2025, program ini mendapat dukungan dari DS/X Ventures, yang berperan dalam menyusun proses seleksi dan menyediakan kerangka kompetisi. Dengan keterlibatan DS/X Ventures, diharapkan dapat tercipta karya yang unggul dan bernilai tinggi.

Ajak mahasiswa Indonesia keluar dari zona nyaman

“1000x Innovation Challenge” diharapkan mampu mendorong mahasiswa Indonesia untuk keluar dari zona nyaman, berpikir kreatif, dan berkontribusi pada masa depan bangsa. Setiap langkah dalam kompetisi ini dapat menjadi fondasi menuju Indonesia yang lebih maju dan sejahtera.

Bagi mahasiswa yang tertarik untuk berpartisipasi, informasi lebih lanjut dan pendaftaran tersedia di situs resmi Marvin Foundation di marvinfoundation.org.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

CARDS Raih Pendanaan Awal untuk Mendorong Transformasi Digital di Sektor Pendidikan Indonesia

CARDS, SaaS untuk manajemen sekolah berbasis digital, mengumumkan keberhasilan mereka meraih pendanaan awal dengan jumlah yang tidak dipublikasikan. Pendanaan ini dipimpin oleh Katha VC, perusahaan modal ventura asal Amerika Serikat yang berfokus pada startup di sektor teknologi finansial. DS/X Ventures dan EduSpaze juga turut berinvestasi dalam putaran pendanaan ini.

Pendanaan baru ini akan dimanfaatkan CARDS untuk memperkuat posisinya sebagai penyedia solusi digital terdepan bagi sekolah-sekolah di Indonesia. Didirikan oleh Muhammad Arif Mahfudin (CEO) dan Hari Yuliawan (COO), CARDS bertujuan mendigitalisasi fungsi-fungsi operasional sekolah, termasuk administrasi, keuangan, dan pembayaran digital. Solusi CARDS yang komprehensif diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan menciptakan pengalaman belajar yang lebih baik bagi siswa.

Transformasi digital di sekolah wilayah tier-2 dan tier-3

Salah satu produk kartu pintar dari CARDS untuk digitalisasi di pesantren / CARDS
Salah satu produk kartu pintar dari CARDS untuk digitalisasi di pesantren / CARDSh

Dalam upayanya, CARDS fokus membantu sekolah-sekolah di kota-kota tier 2 dan tier 3 di Indonesia yang mengalami keterbatasan akses terhadap teknologi. Selama ini, kesenjangan teknologi yang ada antara sekolah di kota besar (tier 1) dan kota-kota kecil kerap menjadi kendala bagi pengembangan sekolah-sekolah di wilayah tersebut. CARDS hadir untuk membangun ekosistem digital yang menyeluruh bagi kegiatan operasional dan akademik sekolah, melibatkan guru, staf, siswa, dan orang tua secara aktif.

“Kami tidak hanya memberikan solusi parsial, tetapi membangun sistem operasional yang menyeluruh di sekolah. Hal ini mencakup pembayaran non-tunai di kantin, sistem kehadiran yang lebih efisien, proses belajar mengajar yang lebih efektif, hingga laporan keuangan yang mudah dikelola,” ujar Co-Founder CEO CARDS Arif Mahfudin.

Pencapaian dan keberlanjutan CARDS

Sejak diluncurkan pada 2021, CARDS telah diadopsi oleh lebih dari 500 sekolah di Indonesia, mulai dari tingkat dasar hingga menengah, baik swasta, pesantren, maupun negeri. Dalam waktu singkat, CARDS akan mencapai titik profitabilitas berkat fokusnya pada efisiensi, kemudahan penggunaan, dan kepuasan pelanggan. Pencapaian ini menunjukkan bahwa solusi yang ditawarkan CARDS tidak hanya efektif tetapi juga berkelanjutan secara finansial.

Dengan dukungan dari Katha VC, DS/X Venture, dan EduSpaze, CARDS merencanakan ekspansi dan pengembangan produk lebih lanjut. Dana tersebut akan digunakan untuk memperkuat tim penjualan regional, meningkatkan layanan purnajual agar implementasi produk berjalan lancar di setiap sekolah, serta mengembangkan teknologi baru, seperti kecerdasan buatan (AI), untuk mempermudah pekerjaan staf sekolah.

Selain itu, CARDS juga membuka peluang kemitraan strategis dengan perusahaan, pemerintah, dan organisasi pendidikan untuk memperluas jangkauan dan dampaknya.

Pendanaan ini menandai langkah awal penting bagi CARDS dalam misi mendigitalisasi pendidikan di Indonesia. Dengan dukungan yang solid, CARDS optimis dapat membawa perubahan positif bagi sektor pendidikan dan terus berkembang sebagai solusi utama digitalisasi sekolah di Tanah Air.

Disclosure:  DS/X Ventures adalah lengan investasi dari DailySocial Group

HSBC Kembali Kucurkan ASEAN Growth Fund, Induk Modalku Dapat Kredit Rp1,5 Triliun

Funding Societies, induk dari platform fintech lending Modalku, mengumumkan perolehan fasilitas kredit dari HSBC melalui ASEAN Growth Fund. Melalui kesepakatan ini, HSBC memberikan komitmen kumulatif $100 juta atau sekitar Rp1,5 triliun untuk mendukung upaya Funding Societies dalam memperluas akses kredit bagi UMKM di wilayah ASEAN.

Langkah terbaru ini menjadi salah satu fasilitas kredit terbesar yang diberikan HSBC kepada lembaga peminjam UMKM berbasis digital di Asia Tenggara. Pendanaan ini diharapkan dapat memperdalam jangkauan Funding Societies dalam melayani segmen UMKM yang selama ini belum banyak terjangkau layanan keuangan formal.

Sebelumnya ASEAN Growth Fund tersebut juga telah dikucurkan ke sejumlah startup Indonesia, termasuk eFishery, Batumbu, dan AwanTunai.

Co-Founder & CEO Funding Societies Kelvin Teo menyatakan, “Dukungan berkelanjutan dari bank global seperti HSBC membuktikan komitmen mereka dalam mendukung platform digital seperti kami dan UMKM di tengah kenaikan suku bunga global. Dengan adanya fasilitas ini, kami dapat lebih leluasa mengembangkan pembiayaan yang berkelanjutan, serta memperkuat inklusi finansial bagi UMKM yang belum sepenuhnya terlayani di wilayah ini.”

Dengan adanya fasilitas ini, HSBC bertindak sebagai bank pengelola struktur kredit, pemberi pinjaman, dan agen keamanan bagi Funding Societies. Skema ini memberikan solusi pembiayaan yang skalabel dan regional untuk mendukung ekspansi Funding Societies di ASEAN.

Kepala Korporasi dan Bisnis Banking HSBC Singapura Harish Venkatesan menambahkan, “Sebagai pelopor dan pemimpin pembiayaan digital UMKM di ASEAN, kami bangga memberikan dukungan melalui fasilitas kredit ketiga ini. Kami berharap bisa terus mendukung Funding Societies dalam menyediakan solusi pembiayaan bagi UMKM yang menjadi pilar utama perekonomian di kawasan ASEAN.”

Pembiayaan ini juga sejalan dengan inisiatif HSBC ASEAN Growth Fund, yang diluncurkan pada Maret 2024 dengan alokasi dana mencapai US$1 miliar. Dana ini bertujuan untuk mendukung platform digital berbasis di Singapura dalam mencapai skala ekonomi di berbagai pasar internasional dan mengembangkan portofolio aset mereka.

Sejak berdiri pada 2015, Funding Societies telah menyalurkan lebih dari $4 miliar untuk pembiayaan bisnis, dan berkontribusi positif bagi lebih dari 100 ribu bisnis di Singapura, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Platform ini juga mencatat nilai transaksi tahunan sebesar $1,4 miliar sejak memperluas layanan ke sektor pembayaran pada 2022.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Dash Electric Raih Pendanaan Awal dari The Radical Fund, Kevin Aluwi, dan Sejumlah Investor

Dash Electric, startup penyedia layanan kendaraan listrik (EV-as-a-Service) di Indonesia, mengumumkan keberhasilan dalam mengamankan pendanaan awal dengan nominal yang tidak disebutkan. Pendanaan ini dipimpin oleh The Radical Fund dan didukung oleh Bali Investment Club (BIC), serta melibatkan partisipasi dari Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA), Aksara Ventures, dan Kevin Aluwi, salah satu pendiri Gojek. Investor awal mereka, Antler, turut berinvestasi kembali pada ronde ini.

Didirikan pada 2023 oleh Aditya Brahmana dan Robert Mulianto, Dash Electric bertujuan mempercepat adopsi kendaraan listrik di Indonesia dengan menyediakan infrastruktur hijau bagi bisnis. Dengan layanan komprehensif, Dash Electric menawarkan solusi armada kendaraan listrik yang dapat disesuaikan, baik untuk kebutuhan logistik berbasis langganan maupun sistem pay-per-use. Dalam rangka mendukung visi Indonesia mencapai 100% penggunaan EV pada tahun 2040, Dash Electric berkomitmen menjadi pelopor dalam transisi ini.

Menjawab tantangan dekarbonisasi sektor transportasi

Dengan lebih dari 137 juta sepeda motor di jalanan, Indonesia dihadapkan pada kebutuhan mendesak untuk mengurangi emisi karbon dalam sektor transportasi. Namun, hanya kurang dari 1% kendaraan di Indonesia yang bertenaga listrik, jauh tertinggal dari negara-negara lain seperti Tiongkok (20%) dan Vietnam (10%).

Co-Founder & CEO Dash Electric Aditya Brahmana menyatakan, “Misi kami adalah membuat adopsi kendaraan listrik menjadi mudah bagi bisnis dan pengemudi. Infrastruktur kami menangani aspek logistik sehingga perusahaan bisa fokus pada bisnis inti mereka.”

Lonjakan permintaan pengiriman cepat di Indonesia turut memacu kebutuhan akan infrastruktur ramah lingkungan untuk layanan antar-jemput. Dash Electric hadir sebagai solusi hijau untuk mendukung sektor logistik, e-commerce, ritel, dan makanan dalam memenuhi permintaan pengiriman yang semakin cepat.

Saat ini, Dash Electric telah membantu berbagai klien, termasuk perusahaan besar seperti Lazada, DHL, JNE, dan Janji Jiwa dalam menjalankan pengiriman berkelanjutan. Selain itu, Dash juga menawarkan solusi armada listrik yang fleksibel untuk startup seperti Jala dan Sayurbox, yang disesuaikan untuk kebutuhan bisnis mereka.

Mempermudah kepemilikan EV

Dash Electric juga memberikan kesempatan bagi pengemudi untuk memiliki EV tanpa biaya awal melalui skema rent-to-own. Program ini memudahkan pengemudi, terutama pekerja sektor gig, untuk mengakses kendaraan listrik yang efisien dan ramah lingkungan, sekaligus menghemat biaya bahan bakar.

Co-Founder & COO Dash Electric Robert Mulianto menyampaikan, “Banyak pengemudi yang sebelumnya melihat EV sebagai barang mewah, namun melalui Dash, mereka sekarang dapat mengakses transportasi berkelanjutan yang juga mengurangi biaya operasional.”

CEO The Radical Fund Alina Truhina menambahkan bahwa Dash Electric memiliki potensi besar dalam mengubah industri logistik Indonesia melalui teknologi yang inovatif dan berkelanjutan. “Kami bangga dapat mendukung para pendiri Dash yang memiliki pengalaman luas di sektor logistik dan manajemen rantai pasokan di Asia Tenggara. Pengalaman ini menempatkan Dash pada posisi yang kuat untuk tumbuh pesat menjadi perusahaan unicorn,” ujarnya.

Rencana ekspansi Dash Electric

Dengan suntikan dana baru ini, Dash Electric berencana untuk memperluas jaringan pengemudi, menambah jumlah armada EV, dan mengembangkan solusi perangkat lunak guna meningkatkan manajemen armada. Langkah ini akan semakin mempermudah integrasi dengan pelanggan melalui API yang memfasilitasi pengoperasian yang lebih efisien.

Dengan langkah-langkah inovatif ini, Dash Electric siap menjadi pemain utama dalam sektor EV di Indonesia, mendukung bisnis untuk beralih ke solusi logistik ramah lingkungan, sekaligus mendorong target nasional dalam mengurangi emisi karbon.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Laporan Lazada: 88% Konsumen di Asia Tenggara Membeli Barang Berdasarkan Rekomendasi AI

Dalam laporan terbarunya, Lazada mengungkapkan bahwa mayoritas konsumen di Asia Tenggara kini menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menunjang pengalaman belanja online mereka. Survei yang dilakukan bersama Kantar ini melibatkan 6.000 pengguna e-commerce dari enam negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Temuan menunjukkan bahwa 88% konsumen memutuskan pembelian berdasarkan rekomendasi yang dihasilkan oleh AI, dan sebanyak 83% dari mereka bahkan bersedia membayar lebih untuk pengalaman belanja yang dipersonalisasi oleh teknologi AI.

Menurut laporan ini, 80% responden menggunakan fitur berbasis AI setidaknya sekali dalam seminggu, di mana chatbot menjadi fitur yang paling populer, diikuti oleh pencarian visual dan penerjemahan. Penggunaan AI untuk rekomendasi produk mencapai tingkat kepercayaan tertinggi, dengan 92% konsumen mengandalkan AI untuk rekomendasi dan 90% untuk ringkasan produk yang lebih personal.

Namun, laporan ini juga mengungkapkan kesenjangan antara persepsi dan kenyataan adopsi AI. Meskipun 63% responden percaya bahwa AI sudah diadopsi secara luas dalam e-commerce, data menunjukkan penggunaan chatbot baru mencapai 47%, diikuti visual product search (40%), dan terjemahan (40%). Hal ini menunjukkan potensi besar bagi platform e-commerce untuk meningkatkan pengalaman pengguna dengan memanfaatkan teknologi AI.

Pembaharuan aplikasi Lazada

Bersamaan dengan peluncuran laporan ini, Lazada memperkenalkan AI Lazzie, fitur berbasis generative AI untuk meningkatkan pengalaman pengguna di aplikasinya. AI Lazzie menawarkan beberapa fitur unggulan, termasuk:

  1. Pesan+ – Fitur perpesanan personal yang menyediakan rekomendasi belanja sesuai preferensi pengguna, akses ke voucher tersembunyi, dan penawaran spesial.
  2. Model Try-On – Pengguna dapat mencoba model pakaian secara virtual, yang akan memudahkan mereka dalam memilih ukuran yang tepat.
  3. Deskripsi Produk Berbasis AI – Deskripsi produk otomatis yang dikembangkan AI untuk menyoroti fitur utama sesuai preferensi pengguna.
  4. Ulasan Cerdas Berbasis AI – Ringkasan ulasan produk yang membantu konsumen membuat keputusan belanja dengan cepat dan akurat.

Menurut Chief Executive Officer Lazada Group, James Dong, penerapan AI di Lazada tidak hanya bertujuan meningkatkan pengalaman pelanggan tetapi juga untuk memperkuat keterikatan pelanggan melalui inovasi teknologi yang akan terus dikembangkan.

Chief Technology Officer Lazada Group, Howard Wang, menambahkan bahwa AI akan menjadi kunci dalam menghadirkan rekomendasi produk yang lebih relevan, optimasi rantai pasok, dan interaksi layanan pelanggan yang lebih efektif. Lazada berkomitmen untuk mengembangkan AI agar bisa memecahkan permasalahan teknis sekaligus memperkaya pengalaman belanja bagi para pengguna.

Penelitian ini mencerminkan bagaimana teknologi AI akan membentuk masa depan belanja online di kawasan Asia Tenggara, menawarkan kenyamanan dan personalisasi yang lebih tinggi bagi para konsumen.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Paper.id Hadirkan Horizon Card, Kartu Kredit Virtual untuk Bisnis

Paper.id, platform invoicing dan pembayaran digital, meluncurkan solusi terbaru, Horizon Card, sebuah kartu kredit virtual untuk bisnis yang dirancang untuk mempermudah proses pengadaan dan pengelolaan pengeluaran perusahaan. Inovasi ini diharapkan dapat mendukung transformasi digital dan mempercepat pertumbuhan bisnis, khususnya bagi perusahaan skala menengah hingga besar di Indonesia.

Dengan Horizon Card, perusahaan dapat memanfaatkan berbagai kemudahan, termasuk pengajuan kartu secara digital dan fleksibilitas pembayaran hingga 60 hari. Kartu ini terintegrasi dengan platform Paper.id, memungkinkan pengguna mengakses layanan pembayaran kepada supplier secara praktis dengan sistem yang transparan dan terstruktur.

Menurut Co-Founder & CEO Paper.id Yosia Sugialam, peluncuran Horizon Card bertujuan untuk mendukung perusahaan dalam memaksimalkan efisiensi operasional sekaligus merespons peluang pertumbuhan ekonomi digital yang kian meningkat. “Kami sangat bangga menghadirkan Horizon Card sebagai bagian dari layanan kami yang terintegrasi. Solusi ini tidak hanya mendorong digitalisasi, tapi juga membantu pelaku usaha dalam pengelolaan arus kas dan penghematan waktu pada proses pengadaan,” ujar Yosia.

Fitur unggulan Horizon Card antara lain adalah kemampuan pembuatan kartu digital yang dapat disesuaikan dengan limit untuk berbagai divisi dalam perusahaan. Fitur ini memungkinkan pengelolaan anggaran yang lebih efisien dan pengawasan pengeluaran secara terpusat melalui satu dashboard. Selain itu, fleksibilitas tanggal cetak tagihan memberi keleluasaan bagi perusahaan dalam mengatur siklus pembayaran sesuai kebutuhan.

Dalam peluncuran Horizon Card, Paper.id didukung berbagai pihak, termasuk Asosiasi Fintech Indonesia (AFTECH) dan CIMB Niaga, yang menyatakan pentingnya inovasi ini bagi kemajuan ekonomi digital Indonesia. Dedy Sahat, Head of Digital Economy CIMB Niaga, menyebutkan bahwa digitalisasi ekosistem pembayaran seperti Horizon Card dapat menjadi katalis utama untuk inklusi keuangan bagi pelaku bisnis di Indonesia.

Antusiasme juga datang dari pelaku industri yang telah menggunakan Horizon Card, seperti Muhammad Haykal dari PT. Erdeha Multi Niaga. “Dengan Horizon Card, kami dapat mengelola pengadaan lebih efektif, menjaga stabilitas cash flow, dan mempercepat proses pembayaran tanpa kendala likuiditas,” kata Haykal.

Momentum peluncuran ini diharapkan dapat mengoptimalkan potensi ekonomi digital Indonesia yang diproyeksikan mencapai $360 miliar pada 2030. Dengan komitmen untuk terus menghadirkan solusi digital yang memberdayakan bisnis, Paper.id siap menjadi bagian dari transformasi ekonomi digital yang kompetitif di Indonesia.

Paper.id didirikan pada tahun 2017 sebagai platform B2B untuk invoicing dan pembayaran digital yang telah membantu lebih dari 600.000 perusahaan, termasuk Kopi Kenangan dan J&T Cargo, dalam meningkatkan efisiensi dan keamanan finansial.

Application Information Will Show Up Here

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

INA dan Granite Asia Jalin Kerja Sama Strategis, Berinvestasi Rp18,9 Triliun untuk Transformasi Digital Indonesia

Indonesia Investment Authority (INA) dan perusahaan investasi multi-aset Granite Asia resmi mengumumkan kerja sama strategis untuk mempercepat transformasi digital di Indonesia. Kemitraan ini ditandai dengan penandatanganan Perjanjian Kerangka Investasi, yang memungkinkan kedua pihak berinvestasi hingga $1,2 miliar atau setara Rp18,9 triliun dalam berbagai proyek teknologi yang relevan dengan kepentingan nasional Indonesia.

Investasi ini bertujuan untuk menyediakan solusi pendanaan berbasis ekuitas dan hybrid capital solutions yang fleksibel, guna mendukung perkembangan perusahaan teknologi di Indonesia serta usaha lain yang terkait dengan pasar dalam negeri. Dengan pendekatan ini, INA dan Granite Asia berkomitmen untuk memberikan modal yang mendukung inovasi, sekaligus mendorong bisnis tradisional untuk mempercepat adopsi teknologi.

Ketua Dewan Direktur INA Ridha Wirakusumah menyatakan, “Kolaborasi dengan Granite Asia memperkuat misi kami untuk menghadirkan teknologi inovatif ke Indonesia dan mendukung transformasi digital yang menyeluruh di berbagai sektor. Ini adalah langkah penting dalam membangun ekosistem teknologi yang tangguh untuk masa depan Indonesia.”

Senior Managing Partner Granite Asia Jenny Lee menambahkan bahwa kerja sama ini memungkinkan Granite Asia memanfaatkan pengalaman globalnya dalam investasi teknologi untuk membantu pertumbuhan ekonomi digital Indonesia. “Kami sangat antusias bermitra dengan INA dalam memajukan teknologi dan inovasi di Indonesia, memberikan solusi pendanaan yang sesuai dengan kebutuhan spesifik bisnis pada setiap tahap perkembangan mereka,” jelas Lee.

Kemitraan strategis ini mencerminkan komitmen jangka panjang INA dan Granite Asia untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam era digitalisasi global, serta memastikan bahwa negara ini siap menyongsong masa depan berbasis teknologi yang dinamis.

Tahun ini Grantie Asia juga telah mendukung sejumlah startup berbasis di Indonesia, di antaranya Chickin dan McEasy.

Disclosure: Artikel ini diproduksi dengan teknologi AI dan supervisi penulis konten

Finfra Umumkan Kemitraan dengan Tyme Group; Umumkan Pendanaan Rp39,3 Miliar

Finfra, penyedia infrastruktur teknologi pinjaman di Indonesia, mengumumkan kemitraan dengan Tyme Group, kelompok perbankan digital multinasional yang mengelola TymeBank di Afrika Selatan dan GoTyme Bank di Filipina. Kemitraan ini mendukung rencana ekspansi Tyme Group di Indonesia, seiring dengan strateginya untuk memperluas jangkauan di Asia Tenggara.

Kemitraan ini diumumkan usai Finfra berhasil meraih pendanaan awal sebesar $2,5 juta atau setara Rp39,3 miliar dipimpin Cento Ventures, didukung oleh Accion Venture Lab, Z Venture Capital, serta beberapa investor sebelumnya. Dana ini akan digunakan untuk mengembangkan kemampuan integrasi pinjaman digital Finfra, yang memungkinkan platform nonkeuangan untuk menawarkan layanan kredit secara langsung melalui transaksi pelanggan.

Dorongan digitalisasi UMKM di Indonesia

Indonesia, dengan jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mencapai 64 juta, menjadi target utama bagi layanan kredit berbasis digital. Seiring dengan upaya pemerintah mempercepat transformasi digital, sebanyak 24 juta UMKM telah memanfaatkan layanan digital, dan angka ini ditargetkan meningkat menjadi 30 juta pada 2025. Untuk memenuhi kebutuhan kredit yang terus bertumbuh ini, kemitraan antara Finfra dan Tyme Group memungkinkan pelaku usaha mendapatkan akses ke solusi kredit langsung dari platform digital mereka.

Co-founder & CEO Finfra Markus Prommik menyatakan bahwa kemitraan ini merupakan langkah penting bagi Finfra. “Kemitraan ini memperkuat misi kami dalam memperluas akses finansial yang inklusif di Indonesia dan membuka jalur baru bagi pertumbuhan berkelanjutan,” ujarnya. Tyme Group, dengan infrastruktur kuat Finfra, dapat memenuhi kebutuhan kredit bisnis yang selama ini kurang terlayani.

Finfra menawarkan infrastruktur pinjaman berbasis API yang memungkinkan integrasi kredit pada berbagai platform digital, seperti e-commerce dan logistik. Dengan fitur-fitur seperti sistem manajemen pinjaman, skor kredit, analitik portofolio, dan akses ke modal utang, Finfra memberikan solusi menyeluruh bagi bisnis digital untuk menawarkan produk kredit kepada pelanggan mereka.

Executive Chairman Tyme Group, Coen Jonker, menambahkan, “Indonesia adalah pasar penting bagi strategi pertumbuhan Tyme Group di Asia Tenggara. Bersama Finfra, kami dapat menghadirkan solusi kredit inovatif dengan cepat dan menyasar segmen UMKM yang besar di Indonesia.”

Dukungan investor untuk perluasan Finfra

Selain mendapatkan dana segar, Finfra juga memperkuat timnya dengan merekrut Hadi Tanzil, mantan co-founder EmpatKali, sebagai Chief Technology Officer. Dukungan dari investor seperti Cento Ventures dan Accion Venture Lab memperkuat kepercayaan pada model bisnis Finfra yang memungkinkan platform digital menghadirkan layanan kredit secara efisien dan sesuai regulasi.

Dengan pendanaan terbaru ini, Finfra telah mengumpulkan total $4,3 juta dan siap melanjutkan ekspansi untuk menjangkau lebih banyak pelaku usaha di Indonesia. Perusahaan ini menargetkan peningkatan profitabilitas di kuartal terakhir 2024.

Chickin Dapat Seri A+ Rp315 Miliar dari Granite Asia, ADB, Integra Partners, dan Lainnya [UPDATED]

*Update 13.00: kami memperbarui total pendanaan, seperti diinformasikan nilai capaian terbaru oleh founder Chickin

Startup budidaya ayam Chickin mendapatkan pendanaan dari sejumlah investor untuk mendukung akselerasi bisnisnya. Putaran pendanaan seri A+ ini telah membukukan dana $20 juta atau setara Rp315 miliar, yang terdiri dari $15 juta pendanaan ekuitas dan $5 juta debt.

Adapun investor yang berpartisipasi meliputi Granite Asia, Integra Partners, Asian Development Bank, 500 Global, East Ventures, Aksara Ventures, dan beberapa lainnya.

Kami telah mencoba menghubungi eksekutif Chickin, pihaknya membenarkan adanya putaran pendanaan baru ini. Kendati demikian masih enggan memberikan informasi detail mengenai peruntukan dan target ke depannya.

Integra Partners juga telah mengumumkan keterlibatannya dalam pendanaan ini. Dalam pernyataannya, mereka mengatakan bangga mendukung para pendiri yang memiliki pengalaman mendalam di industri mereka dan memiliki keahlian operasional untuk mendorong dampak transformatif.

Chickin menangani berbagai tantangan yang dihadapi peternak unggas, mulai dari fluktuasi harga hingga akses modal yang terbatas. Dengan solusi inovatif seperti kontrak pertanian berbasis teknologi, manajemen peternakan dengan IoT, dan platform yang mudah digunakan, mereka memberdayakan puluhan ribu peternak di Indonesia untuk meningkatkan efisiensi, hasil produksi, dan stabilitas keuangan.

“Selain keuntungan finansial, misi Chickin sejalan dengan komitmen kami pada investasi berdampak, yang memajukan inklusi keuangan, ketahanan pangan, dan keberlanjutan. Kami antusias mendukung langkah baru dalam industri unggas yang berkembang pesat di Indonesia,” ujar perwakilan Integra Partners

Telah berdayakan lebih dari 10 ribu peternak

Chickin didirikan sejak 2018 di Klaten, Jawa Tengah oleh Ashab Al Kahfi, Tubagus Syailendra, dan Ahmad Syaifulloh. Pada 2022 lalu, mereka telah membukukan pendanaan awal dipimpin oleh East Ventures dengan dukungan 500 Global dan GK-Plug and Play.

Mengutip data di situsnya, untuk solusi Chickin Smartfarm saat ini hampir digunakan 10 ribu peternak dengan 31 juta+ populasi ayam. Sejauh ini juga sudah ada lebih dari 250 kandang yang diberdayakan dengan teknologi IoT untuk meningkatkan produktivitas. Sementara produk Chickin Fresh, telah mendistribusikan 7,9 juta kilogram ayam ke berbagai wilayah di Indonesia.

Menurut Pusat Studi Kebijakan Indonesia, industri unggas di Indonesia mempekerjakan lebih dari 10% angkatan kerja dan menyediakan 65% dari semua protein hewani di negara ini. Meskipun konsumsi terus meningkat, konsumsi ayam per kapita di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara Asia lainnya.

Hal ini menunjukkan potensi pertumbuhan yang besar, didorong oleh faktor seperti munculnya jaringan makanan cepat saji dan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan konsumsi protein guna mengatasi stunting.

Atas dasar ini, sejumlah startup mencoba untuk mendemokratisasi sektor ini. Sebelumnya juga ada Pitik yang sempat mendapatkan pendanaan dari Alpha JWC Ventures, MDI Ventures, dan beberapa lainnya — namun baru-baru ini tersiar kabar bahwa bisnis mereka tidak berjalan baik dan dikabarkan Tengah mempertimbangkan pivot.

Startup lain yang fokus pada budidaya ayam adalah BroilerX, yang didukung Inisignia Ventures Partners ,Saison Capital, dan sejumlah investor lain. Sama dengan Chickin, debut awal mereka difokuskan di area Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Application Information Will Show Up Here