Mfun Tingkatkan Ekosistem Game Lokal Melalui Platform Reward Berbasis Blockchain

Mfun, platform reward berbasis blockchain, resmi diperkenalkan di Indonesia. Platform ini membawa sejumlah misi untuk mendorong daya saing ribuan pengembang game lokal serta memberikan dukungan penuh terhadap penggunanya di Indonesia.

Platform ini menawarkan solusi terhadap berbagai masalah yang kerap ditemui oleh para pengembang lokal di Tanah Air. Misalnya, efisiensi terhadap belanja iklan digital dan biaya-biaya lain pada pihak ketiga.

Founder Mfun Brian Fan menilai pengembang game lokal sulit bersaing dengan pengembang luar karena sejumlah faktor. Misalnya, belanja iklan digital yang dikeluarkan terkadang tidak tersasar dengan tepat sampai kepada targetnya.

“Belanja advertising itu tidak jelas return of investment (ROI), berapa user yang tersasar. Semua (biaya yang dikeluarkan) larinya ke advertiser, seperti Facebook dan Google. Belum lagi, payment provider sebagai pihak ketiga, itu mematok fee besar,” ujar Fan ditemui pada konferensi pers Mfun, Selasa (9/5/2018).

Saat ini pengembang game lokal baru bisa berkontribusi sebesar 1,8 persen terhadap total nilai bisnis industri ini. Sementara dari sisi penggunanya, lanjut Fan, gamer dinilai tidak mendapat reward atau imbalan atas waktu dan uang yang mereka habiskan untuk bermain dan membeli aplikasi.

Padahal Indonesia merupakan salah satu pasar game terbesar di dunia dengan jumlah gamer mencapai 43,7 juta pengguna. Indonesia juga menjadi pasar terbesar di Asia Tenggara untuk usual gaming dengan nilai bisnis mencapai US$ 500 juta.

“Pengguna justru dipaksa untuk menonton video hingga mengisi survei demi mendapatkan reward. Belum lagi privasi data terancam dengan potensi penyalahgunaan data pribadi,” tambah Fan.

Platform ini menawarkan solusi di mana pengembang lokal dan pengguna sama-sama mendapatkan keuntungan. Bagi pengembang, mereka tidak perlu mengeluarkan belanja iklan besar karena budget yang dikeluarkan diyakini akan langsung menjangkau pengguna yang disasar.

Pengguna yang memainkan game lokal di platform ini berpeluang mendapat reward dalam bentuk mata uang digital (cryptocurrency). Cryptocurrency ini menjadi token Mfun yang dapat dipakai untuk melakukan pembelian di dalam aplikasi (in-app purchase) di sejumlah game di platform Mfun.

Platform Mfun direncanakan meluncur secara komersial pada kuartal keempat tahun ini. Untuk membangun ekosistem digital ini di Indonesia, Mfun bermitra secara eksklusif dengan Agate Studio, Duniaku Network, dan Yogrt.

Kolaborasi ini akan menghubungkan lebih dari 20 juta pemain game di seluruh Indonesia mengingat Agate memiliki 6 juta basis pengguna, Duniaku Network 6 juta basis pengguna, dan aplikasi Yogrt dengan 8 juta pengguna.

“Bisa dibilang, kami adalah platform pertama di dunia yang mengadopsi teknologi blockchain untuk untuk sistem reward game kepada pengguna,” tutur BP Tang, co-founder Mfun.

Model bisnis lebih direct

Dalam kesempatan sama, Ricky Setiawan, CEO Duniaku Network, mengungkapkan bahwa ekosistem digital di Tanah Air belum sepenuhnya optimal. Pasalnya, pengembang game di Indonesia pada 2015 hanya bisa meraup 2 persen pangsa pasar, di mana game publisher hanya 6 persen.

“Dengan menggunakan blockchain, platform Mfun membuat sistem insentif menjadi lebih direct langsung ke publisher dan pengembang game. Ini akan mendorong pertumbuhan industri game di Indonesia,” ungkap Ricky.

Soal model bisnis, Mfun mengambil 5 persen sebagai fee-nya, sedangkan 95 persen masuk ke kantong pengembang game, publisher, dan pengguna.

Sebagai contoh, apabila pengguna ingin membeli in-app purchase senilai $1, Mfun akan mendapatkan $0,05 dari total nilai sebagai biaya transaksi . Sementara, publisher dan pengembang akan menerima USD 0,95.

Sebaliknya, apabila pengembang atau publisher mengeluarkan $1 untuk beriklan, Mfun akan menerima $0,05 sebagai biaya transaksi. Sementara, sesuai sistem reward berbasis machine learning, pengguna akan meraup $0,95.

“Kalau user beli in-app purchase, pakai pihak ketiga, settlement uangnya sampai ke pengembang bisa makan waktu 60-90 hari. Begitu juga saat pengembang beriklan di Facebook dan Google, belum tentu budget yang dikeluarkan tepat sasaran, user dapat zero,” jelas Fan.

OnlinePajak Terapkan Blockchain, Bantu Wujudkan Transparansi Perpajakan

Belum banyak yang tahu, aplikasi OnlinePajak memungkinkan masyarakat untuk menghitung, melapor, dan menyetor pajak secara online. Layanan ini dapat dikatakan sebagai aplikasi pihak ketiga atau alternatif untuk solusi perpajakan.

OnlinePajak memiliki upaya baru mewujudkan misinya dalam menyederhanakan proses administrasi yang selama ini rumit. OnlinePajak mengadopsi teknologi blockchain untuk meningkatkan transparansi pada sistem pembayaran pajak di Indonesia.

Pengumuman implementasi blockchain ini diresmikan pada Jumat (27/4/) lalu dan turut dihadiri oleh sejumlah tokoh, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara, Sekjen Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Steven Suhadi, dan pengamat pajak Yustinus Prastowo.

Dalam sambutannya, Founder & Direktur OnlinePajak Charles Guinot mengatakan bahwa teknologi blockchain dapat memberikan jaminan transparansi tak hanya untuk masyarakat, tetapi juga untuk sistem pemerintahan.

“Masalah utama dalam sistem perpajakan selama ini adalah trust. Mereka selalu bertanya-tanya apakah yang pajak yang dibayarkan sudah tercatat atau belum. Sama seperti saat mau membeli properti, mereka tidak tahu kan pajak propertinya sudah dibayarkan oleh pemilik sebelumnya atau belum,” ungkap Guinot.

Sistem pembayaran pajak melibatkan sejumlah pihak, mulai dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Pembendaharaan (DJPb), Bank Indonesia (BI), bank persepsi, dan pihak ketiga lainnya.

Dalam kasus ini, pihak-pihak yang terlibat di atas akan memiliki catatan dari setiap transaksi pembayaran pajak dan dapat saling mengecek keberlangsungan pembayaran pajak. Adapun, data wajib pajak tetap terjamin kerahasiaannya.

Lebih lanjut, Menkominfo Rudiantara mengungkapkan harapannya agar teknologi blockchain dapat diadopsi secara luas, tak hanya untuk lingkungan pemerintahan tetapi juga korporasi. Menurutnya, hal ini akan memancing sektor lain untuk turut mengadopsi blockchain.

“Bagaimanapun juga masyarakat tidak mau tahu teknologinya apa, buat mereka ini ribet. Yang penting adalah manfaatnya ini ditonjolkan juga. Saya harap teknologi ini bisa diadopsi untuk urusan lain di korporasi, karena kalau ini (OnlinePajak) sukses, sektor lain akan ikut,” tutur pria yang karib disapa Chief RA ini.

Dukungan serupa diungkapkan Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) yang baru resmi berdiri. Asosiasi ini memiliki visi untuk proaktif mendorong implementasinya mengingat implementasi blockchain masih sangat hijau di sini.

“Ini baru permulaan, tetapi kami harap dapat mengedukasi blockchain secara berkelanjutan ke pihak pemerintahan, apa saja benefit yang bisa didapat dari teknologi ini,” ucap Steven Suhadi.

Potensi Tax Payer Baru

Rudiantara juga menekankan dampak positif dari penerapan blockchain pada sistem pembayaran pajak. Misalnya, mendorong pelaku usaha over-the-top (OTT) untuk membayar pajak, termasuk pelaku usaha kelas menengah (UKM) yang berpotensi menjadi pembayar pajak baru.

“Di Go-Jek, jumlah driver-nya ada berapa? Seller di Tokopedia juga demikian, kan termasuk kelas UKM. Mereka bukan obyek pajak, melainkan peserta pajak baru. Blockchain menjadi solusi untuk mencari proses baru supaya masyarakat dipermudah [untuk membayar pajak],” tambahnya.

Pengamat pajak Yustinus Prastowo menambahkan bahwa teknologi blockchain kini dinilai menjadi solusi untuk menyederhanakan sistem perpajakan yang dianggap rumit.

“Tantangan kita saat ini adalah tax ratiotax payer-nya banyak tetapi yang kue yang diambil kecil. Kita ada 50 juta potential tax payer, tetapi 30 juta yang baru daftar. Masih ada 20 juta orang lagi yang berpotensi menjadi tax payer. Mengapa demikian? Karena masalah trust,” ungkap Yustinus.

Implementasi blockchain, menurut Yustinus, diharapkan dapat mendorong transparansi sehingga masyarakat lebih percaya dengan sistem perpajakan saat ini. Dengan kata lain, negara bisa mendapat tax payer lebih banyak.

IndoGold Agresif Berkolaborasi dengan Layanan Fintech Lain Tahun Ini

Platform jual-beli emas IndoGold akan memperkuat kolaborasinya dengan sejumlah layanan fintech lain, khususnya platform pembayaran, pada tahun ini. Beberapa di antaranya adalah platform dompet digital Go-Pay dan Doku.

Menurut perusahaan, kolaborasi dengan layanan fintech lainnya akan semakin mempermudah transaksi jual-beli emas. Lebih lagi, potensi kolaborasi semakin mudah saat ini mengingat penyedia layanan fintech mulai menjamur di Indonesia.

“Zaman sekarang adalah zaman kolaborasi. Berbeda dengan zaman dulu, kami belum tahu akan kolaborasi dengan siapa. Di 2013 dan 2014 kan belum ada fintech yang bisa kolaborasi dengan kami,” tutur CEO IndoGold Amri Ngadiman yang ditemui saat Talkshow IndoGold di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (20/4).

Amri mengungkapkan saat ini kerja sama dengan sejumlah layanan fintech masih dalam proses. Misalnya saja Doku, kerja sama untuk e-wallet ini sudah diresmikan sejak empat bulan lalu, tetapi belum bisa direalisasikan.

Saat ini, IndoGold masih melakukan integrasi API miliknya dengan API milik Doku. Nantinya, pengguna Doku tak harus menjadi pengguna IndoGold untuk bisa bertransaksi emas secara cashless di platform tersebut.

“Kami sedang develop karena harus menghubungkan API Doku dengan API kami, sebentar lagi jalan. Sebetulnya ada beberapa fintech yang on progress, tidak cuma dengan doku saja. Tapi karena ini dunia online, yang paling memakan waktu adalah mengintegrasikan dua sistem mereka dan kami,” jelasnya.

Peluncuran ulang aplikasi mobile

Selain upaya kolaborasi tadi, IndoGold tengah mengembangkan aplikasi baru yang akan diluncurkan ulang pada akhir tahun ini. Saat ini, aplikasi IndoGold yang berjalan di iOS dan Android masih dalam versi beta.

Menurut Amri, aplikasi yang tengah digarap saat ini diharapkan akan memudahkan penggunanya berinvestasi. Contohnya di aplikasi sekarang pengguna harus mengklik banyak tombol untuk bertransaksi.

“Nah, dengan aplikasi mobile terbaru ini, kami akan menghadirkan banyak fitur-fitur tambahan. [Fitur-fitur] ini masih dalam perencanaan. Tapi jangan khawatir, aplikasi yang sekarang masih bisa digunakan untuk bertransaksi,” tambahnya.

PT Sinar Rezeki Handal, startup yang menaungi IndoGold, menyediakan platform jual-beli emas secara online sejak tahun 2011. Transaksinya dapat dilakukan via desktop maupun aplikasi mobile. IndoGold juga tergabung dalam Asosiasi FinTech Indonesia dan Asosiasi E-Commerce Indonesia.

Aplikasi mobile IndoGold telah diunduh sebanyak 118.000 kali sejak pertama kali diluncurkan pada 2013. Sementara, situs IndoGold sendiri telah memiliki 63.000 anggota sejak dirilis pada 2011.

Amri menilai bahwa hingga saat ini emas masih menjadi instrumen investasi terbaik. Model jual-beli emas secara mobile diharapkan dapat lebih menarik lebih banyak segmen pasar, terutama generasi anak masa kini.

“Kalau dulu membeli emas harus ke toko, belum lagi pegang barangnya [secara fisik]. Sekarang sudah lebih mudah dan trusted. Kami harap dengan cara ini, anak-anak zaman now mau seperti orangtua zaman dulu, yakni mau investasi emas.”

Application Information Will Show Up Here

Lima Hal yang Perlu Diketahui dari Layanan “Life Experience”

Di era kekinian, semakin mudah untuk mengisi waktu luang di akhir pekan. Kamu bisa menonton film, menyaksikan pertunjukan musik, hingga pergi berlibur. Tiket pertunjukan atau perjalanan kini juga mudah didapatkan secara online dengan sekali tap di ponsel kamu.

Nah, beragam aktivitas hiburan yang disebutkan di atas biasa disebut sebagai produk “life experience“. Masyarakat dapat merasakan sebuah nilai tambah (value added) dari kegiatan yang mereka lakukan.

Di era digital, produk life experience kini telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat urban. Lalu, mengapa produk life experience kini menjadi penting?

Untuk mengetahui lebih dalam, #SelasaStartup edisi kali ini diisi Sammy Ramadhan, Co-Founder dan CEO Goers, sebuah platform penyedia informasi sekaligus penjual tiket event.

Kebangkitan bisnis life experience

Produk life experience ditandai dengan beragam aktivitas hiburan yang dapat dinikmati di segala situasi. Tak terbatas hanya pertunjukan musik, teater, film, atau tiket perjalanan, life experience dapat pula berupa aktivitas olahraga.

Sammy menceritakan bagaimana bisnis life experience mulai mengalami kebangkitan di Amerika Serikat (AS). Hal ini ditandai dengan maraknya penyedia layanan on-demand dengan mengadopsi model bisnis sharing economy. Menurutnya, hal ini memicu masyarakat AS lebih memilih untuk menikmati ragam produk life experience ketimbang harus membeli barang ritel.

“Mereka tidak berpikir untuk memiliki rumah, mereka memilih untuk kerja di mana saja, jadi freelance. Kalaupun uang mereka bertambah, mereka tidak nabung, namun menaikkan kebutuhan sosial mereka,” tutur Sammy.

Situasi di atas berbeda dengan di Indonesia. Life experience masih dilihat sebagai aktivitas liburan di mana orang-orang harus menabung dulu untuk melakukannya. “Padahal, life experience itu tidak cuma sebatas berlibur,” tambahnya.

Kendati demikian, kondisi di atas justru dinilai menjadi peluang bagi Sammy untuk masuk ke meramaikan dan mendorong pertumbuhan industri hiburan di era digital.

Generasi milenial jadi pendorong

Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk mengembangkan layanan berbasis life experience. Mengutip ucapan Presiden RI Joko Widodo, Sammy mengungkapkan Indonesia memiliki daya saing tinggi, terutama pada sektor pariwisata. Sektor ini dinilai “seksi” mengingat Indonesia memiliki sumber daya yang unik yang tidak dapat diduplikasi.

Tentu ini akan mendorong masyarakat, terutama generasi milenial untuk pergi berlibur. Apalagi generasi milenial kini erat dengan media sosial. Mereka semakin melihat bahwa ada kebutuhan untuk membuat konten media sosial yang berkualitas.

“Banyak hal-hal yang bakal menjadi potensi besar untuk bisnis (life experience). Misalnya, tour, event organizer, trainer, dan pengajar di media sosial sekarang banyak. Di YouTube misalnya. Atau menjadi entertainer. Online presence itu [jadi] penting,” ungkap Sammy.

Pengalaman terbaik lewat mobile

Sammy menilai penting untuk mengetahui target pasar yang akan disasar. Mengingat produk life experience kebanyakan dinikmati oleh generasi milenial, ia pun menekankan pentingnya pengalaman bertransaksi melalui mobile.

“Dulu saat berjualan tiket offline, sistemnya cukup rumit, ada yang harus transfer, kirim buktinya ke WhatsApp, ada juga tiket palsu, atau harus cetak tiket, itu kan ribet, belum lagi antri,” lanjut Sammy.

Di Goers sendiri, ungkap Sammy, pihaknya lebih fokus untuk menyediakan pengalaman optimal melalui aplikasi. “Setelah kami pelajari, milenial itu ternyata mau bertransaksi via ponsel. Nah, solusi [masuk ke bisnis] life experience untuk menarik peluang adalah dengan mobile. Kami punya aplikasi dan partner,” jelasnya.

Life experience untuk mendongkrak bisnis

Selain memberikan nilai tambah kepada masyarakat, layanan life experience nyatanya dinilai dapat menguntungkan perusahaan. Bagaimana bisa?

Menurut Sammy, layanan life experience dapat dijadikan sebagai salah satu jembatan untuk memperkenalkan bisnisnya kepada khayalayak. Sejumlah perusahaan berskala besar pun kini mulai menerapkan strategi tersebut.

“Kenapa banyak perusahaan rokok menjadi sponsor untuk acara konser? Karena mereka menjual pengalamannya bukan rokoknya. Caranya melalui acara-acara tersebut. Jadi life experience menjadi salah satu jembatan untuk memperkenalkan produknya,” ungkap Sammy.

Contoh lainnya adalah memperkenalkan bisnis dengan mengadakan kelas yoga di restoran rooftop terbesar di Jakarta. “Yoga tidak ada hubungannya dengan restoran. Tetapi, mereka yang mengikuti kegiatan itu bisa menjadi brand loyalist yang secara tidak langsung mempromosikan tempatnya ke teman-teman,” lanjutnya.

Teknologi menjadi kunci

Diakui Sammy, saat ini layanan Goers tidak memiliki khusus untuk mengelola komunitas. Padahal, komunitas kini dianggap sebagai salah satu upaya untuk mendongkrak bisnis. Goers hanya mengandalkan rating dan review untuk meningkatkan engagement dengan pengguna.

Namun, untuk menjalankan bisnis penyedia produk life experience, penting pula untuk fokus terhadap pengembangan teknologi. Menurutnya, perusahaan bisa bersaing dengan membawa pengalaman yang lebih baik kepada pengguna.

“Kami tidak memiliki komunitas. Komunitas kami dibangun oleh pengguna sendiri. Tapi bukan berarti kami tidak mau, hanya saja kami ingin fokus dengan teknologi agar bisa bersaing. Dengan teknologi yang oke, user, partner, dan merchant akan datang dengan sendirinya,” katanya.

Dengan memosisikan diri sebagai perusahaan teknologi, perusahaan bisa lebih optimal untuk membawa experience lebih baik, baik pada offline maupun onlline.

Peran Teknologi Mendukung Pertumbuhan Bisnis Hiburan di Era Digital

Sebelum internet hadir, segala sesuatu, termasuk pembelian tiket pertunjukan dilakukan secara offline. Masyarakat bisa membelinya dari outlet resmi, namun ada yang juga yang mengandalkan calo untuk mendapatkan tiket murah.

Seiring pesatnya perkembangan internet, berbagai jenis tiket dapat dibeli dalam satu kali klik saja di berbagai perangkat mobile. Semakin banyak pula layanan e-commerce dan marketplace yang menjadi channel penjualan resmi tiket, baik tiket pertunjukan musik hingga pertandingan olahraga.

Di balik segala kemudahan ini, ada teknologi yang menjadi landasan di belakangnya. Teknologi memudahkan masyarakat untuk membeli tiket tanpa harus dirumitkan dengan proses panjang.

Di sesi #SelasaStartup kali ini, Mohamad Ario Adimas (Dimas), Vice President of Marketing Loket, yang kini mengelola Go-Tix, berbagi tentang bagaimana teknologi berperan besar dalam mendorong pertumbuhan bisnis hiburan (entertainment) di Indonesia.

Simplikasi sistem

Dimas mengungkapkan bahwa dalam menjalankan bisnis Loket pihaknya selalu mengambil prinsip untuk mengembangkan teknologi yang dapat menyelesaikan masalah-masalah simpel.

Teknologi ini diharapkan dapat merampingkan sistem ticketing yang selama ini dianggap rumit. Misalnya, kurangnya transparansi dan proses yang berliku saat transaksi terjadi.

“Bisnis hiburan memiliki nilai bisnis yang besar, namun sistemnya rumit, kurang transparansi, tidak efisien, dan banyak korupsi,” ungkap Dimas, Selasa (27/3).

Ia menyadari pesatnya perkembangan digital dapat mendorong pertumbuhan bisnis hiburan di Indonesia. Bisnis hiburan dinilai punya prospek menggiurkan di masa depan sejalan dengan meningkatnya pasar milenial dan golongan kelas menengah.

Loket disebut mengembangkan sebuah teknologi dari hulu ke hilir yang diyakini dapat merevolusi dan menyelesaikan berbagai masalah rumit tersebut, seperti sistem keamanan hingga pembelian tiket.

“Kami sendiri hadir dengan teknologi untuk merevolusi sistem ticketing ini, mulai dari pembelian tiket, transaksi, dan insight setelah event, dan audience engagement itu sendiri,” tuturnya.

Menjaga privasi data

Loket tak hanya bergerak di bidang distribusi tiket, tetapi juga penyedia platform teknologi dari online dan offline untuk keperluan B2B. Teknologi yang dikembangkan Loket membantu perusahaan untuk merekam data perilaku pembeli tiket  konser, festival, atau pertandingan.

Bahkan sistem ini dapat mengetahui perilaku si pembeli tiket dari awal pembelian hingga saat mereka berada di lokasi acara karena Loket menyediakan teknologinya dari hulu ke hilir.

Hal ini dimanfaatkan perusahaan untuk menciptakan program reward untuk pengunjung. Misalnya, Loket pernah menanamkan sensor di tempat sampah di lokasi acara sebagai bagian dari audience engagement.

Berangkat dari hal itu, ia menegaskan pentingnya keamanan data konsumen. Perusahaan memastikan bahwa data konsumen aman dan tak pernah diberikan kepada promotor lain. Seluruh data pengguna disimpan dan tidak akan digunakan kembali di acara selanjutnya.

“Kami menghindari tukar-tukaran data dengan promotor lain karena kami sangat menjaga privasi data. Yang tahu hanya kami dan yang punya acara dan next (acara selanjutnya) data itu tidak boleh digunakan.

Semua pihak bisa membuat event

Tak banyak pelaku usaha yang fokus menjalankan bisnis serupa dengan Loket di Indonesia. Hal ini yang menjadi peluang untuk mendorong bisnis digital di masa depan.

Sesuai dengan semangatnya untuk mempermudah hal-hal kecil, Loket pun berinisiatif untuk menghadirkan sebuah platform baru untuk event management system ketika siapapun dapat menggarap event berskala kecil sambil tetap bisa menggunakan teknologi Loket.

Menurutnya, dorongan ini berangkat dari situasi di mana pihaknya selama ini fokus menggarap event-event berskala besar saja. Di luar konser musik, Loket sebetulnya juga menggarap pameran dan pertandingan olahraga.

“Sebetulnya bisnis B2B sudah cukup menguntungkan, Tapi, kami berpikir, bagaimana dengan event creator berskala menengah dan kecil? Nah, [platform] ini sesuai dengan spirit kami, yakni teknologi untuk semua kalangan. Teknologi tidak boleh didominasi oleh segmen segmen tertentu” tuturnya.

Saat ini Loket memiliki tiga bisnis utama, antara lain penyedia teknologi untuk layanan business-to-business (B2B), dan in-house channel melalui Go-Tix yang berada di dalam aplikasi Go-Jek. Berikutnya Loket akan masuk ke bisnis self-service event management platform.

Dorong Pengembangan dan Regulasi, Asosiasi Blockchain Indonesia Resmi Berdiri

Menyusul perkembangan industri blockchain yang semakin masif di dunia, termasuk Indonesia, enam perusahaan blockchain tanah air berinisiatif mendirikan Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI). ABI resmi berdiri pada 21 Maret 2018.

Keenam perusahaan blockchain ini adalah Blocktech Indonesia, Blockchain Zoo, IndoDAX, Indonesian Blockchain Network, Luno, dan Pundi X. CEO IndoDAX Oscar Darmawan ditunjuk sebagai Ketua Umum ABI.

Dalam sambutannya, Oscar mengungkapkan bahwa teknologi blockchain sebagai teknologi generasi 4.0 diyakini menjadi salah satu pilar penting terhadap pengembangan sektor industri di Indonesia.

ABI disebut membawa sejumlah visi dan misi untuk dapat mendorong kolaborasi antara pemerintah dan pelaku usaha untuk mengembangkan teknologi blockchain dan cryptocurrency di Indonesia.

Diharapkan ABI dapat membuka dialog dengan pemerintah dan mengumpulkan data transaksi investasi yang masuk ke para pemain blockchain di Indonesia.

Sebagai langkah awal, ABI telah menjadi anggota Kamar Dagang Indonesia (KADIN). Pihaknya tengah merumuskan berbagai program sembari melakukan dialog dengan pemerintah untuk pengembangan blockchain.

Mengingat asosiasi ini baru saja berdiri, pihaknya belum memiliki data transaksi investasi yang sudah masuk dan diterima para pemain blockchain di Indonesia.

“Kebanyakan perusahaan blockchain masih berbentuk perusahaan rintisan dan teknologi ini juga masih terbilang baru di Indonesia. Makanya, kami harap asosiasi ini dapat mendorong pengembangannya,” ujar Oscar ditemui di peresmian Asosiasi Blockchain Indonesia, Rabu (21/3/2018).

Bagi Oscar, banyak kesalahpahaman terjadi pada masyarakat terhadap teknologi blockchain. Masyarakat hanya tahu bahwa blockchain itu adalah bitcoin dan mata uang crypto. Padahal, adopsi blockchain dapat diterapkan ke berbagai macam sektor industri.

“Sebetulnya tanpa kita sadari nanti di masa depan kita sudah mengadopsi blockchain untuk berbagai aktivitas kita, karena sesungguhnya teknologi ini adanya di belakang, bukan di depan,” jelas Oscar.

Yos Ginting yang ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas ABI mengatakan, pengembangan blockchain di Indonesia akan menemui sejumlah tantangan. Salah satu yang terbesar adalah regulasi mengingat teknologi ini belum memiliki payung hukum.

“Kita belum memiliki regulasi atau sistem yang sekiranya dapat berjalan berdampingan dengan pengembangan teknologi blockchain di Indonesia. Untuk itu, kami harap dapat menjadi mitra pemerintah dan swasta.”

 

Maker Fest 2018 Dorong Kreator Lokal Capai Kancah Dunia

Industri ekonomi kreatif kini tak bisa lagi dipandang sebelah mata. Sektor ini telah memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.

Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF), Triawan Munaf, mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), menyebutkan bahwa sektor ekonomi kreatif telah menyumbang sebesar Rp1.000 triliun terhadap PDB Indonesia di 2017.

Jumlah tersebut naik dari pencapaian di 2016 sebesar Rp922 triliun dan di 2015 yang sekitar Rp850 triliun.

“Semoga di 2018, jumlahnya meningkat jadi Rp1.100 triliun,” ungkap Triawan di konferensi pers Maker Fest 2018, Jakarta (16/3/2018).

Potensi pelaku ekonomi kreatif di Indonesia dinilai masih sangat besar dan perlu digali mengingat lebih dari 30 persen dari pelaku usaha ekonomi kreatif berasal dari generasi millennial.

Maker Fest 2018 kemudian menjadi inisiasi baru antara pemerintah dengan pelaku industri kreatif. Tujuannya mendorong pelaku industri agar berani menjadi perusahaan publik (IPO) dan berbisnis hingga kancah internasional.

Inisiasi independen ini merupakan hasil kolaborasi pelaku industri dan pemerintah, antara lain Tokopedia, JNE, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Perdagangan.

Peluncuran program ini turut dihadiri CEO Tokopedia William Tanuwijaya, Kepala Bekraf Triawan Munaf, Plt Biro Humas Kemkominfo, Presiden Direktur Mohammad Feriadi, Direktur Jenderal Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kemenperin Gati Wibawaningsih, dan pendiri produk komestik BLP Lizzie Parra.

William Tanuwijaya, yang didapuk menjadi Chairman Maker Fest 2018, mengungkapkan bahwa ia tergerak untuk ikut serta dalam program tersebut berdasarkan pengalamannya membangun dan mengembangkan Tokopedia.

Menurut William, banyak kreator lokal yang cuma fokus berdagang saja, belum berbadan hukum dan belum berniat untuk mengembangkan bisnisnya hingga ke kancah internasional.

“Kami ingin menularkan cita-cita ini [untuk mendunia]. Tidak hanya untuk kreator di Jakarta, tetapi juga di daerah. Tak cuma untuk pedagang, tetapi juga offline. Bahkan kami ingin mereka bisa sampai IPO,” ujar William.

Maker Fest 2018 merupakan program pertama yang nantinya akan digelar rutin setiap tahun. Tahun ini Maker Fest akan menyambangi delapan kota pada April-Desember, yakni Jakarta, Medan, Padang, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, dan Makassar.

Rangkaian acaranya terdiri dari berbagai workshop, sharing session, dan Local Maker Competition dengan total hadiah hingga Rp1,5 miliar untuk tiga pemenang.

Lewat Maker Fest 2018, program ini menargetkan satu juta merek (brand) baru lahir dalam lima tahun ke depan. Tak hanya di sektor digital, tetapi juga sektor-sektor lain.

“Makanya di berbagai kota nanti kami akan bukan sesi konsultasi gratis bahkan akses ke investor. Mereka yang ahli sesuai bidangnya dapat memberikan masukan bagi pelaku usaha,” tambah William.

Broadband sebagai enabler

Plt Biro Humas Kemkominfo Noor Iza menambahkan partisipasi pihaknya dalam program ini sejalan dengan komitmen pemerintah menghapus kesenjangan internet di seluruh wilayah Indonesia.

Ia menegaskan pentingnya pembangunan internet broadband di Indonesia sebagai enabler industri kreatif di Tanah Air.

“Tanpa internet, layanan logistik, financial, e-commerce, dan sektor kreatif akan sulit berjalan,” kata Noor.

Untuk itu, pemerintah tengah menyelesaikan proyek pengerjaan kabel fiber optic Palapa Ring wilayah Barat yang ditargetkan selesai dan dapat beroperasi tahun ini. Sementara pembangunan Palapa Ring wilayah Timur dan Tengah ditargetkan rampung pada tahun 2019.

Kemkominfo juga tengah menyiapkan satelit High Throughput untuk menjangkau pelaku usaha yang tinggal di wilayah terpencil. Noor menyebutkan bahwa satelit tersebut dapat mengirimkan data dengan kecepatan hingga 12Mbps pada 2020 mendatang.