[Review] Fujifilm X-Pro3; Kamera Mirrorless Modern Rasa Analog

Fujifilm X100f sejauh ini masih menjadi kamera idaman yang membuat banyak para fotografer penasaran, termasuk saya. Tak diragukan lagi, kamera ini mampu menciptakan foto menawan dengan user experience yang unik.

Meski begitu Fujifilm X100f bukanlah untuk semua orang, ini bukan kamera mainstream yang menawarkan fungsi hybrid foto dan video. Sebaliknya, Fujifilm X100f merupakan kamera compact premium, tidak bisa gonta-ganti lensa, dan ditujukan untuk fotografer genre tertentu.

User experience unik pada Fujifilm X100 series juga terdapat pada Fujifilm X-Pro series. Fungsinya lebih luas sebagai kamera interchangeable-lens, bahkan X-Pro3 lebih totalitas. Saya sudah menggunakan kamera ini sekitar tiga minggu dan explore street photography, berikut cerita review Fujifilm X-Pro3 selengkapnya.

Hybrid Viewfinder dan Dual Screen

Bila dibandingkan dengan X100F dan pendahulunya X-Pro2, X-Pro3 ini lebih totalitas. Sebab selain mewarisi hybrid viewfinder tipe optical dan electronic, perubahan besar yang terjadi pada X-Pro3 ialah penggunaan dual screen. Di mana panel LCD utamanya menghadap ke belakang dan perlu dibalik untuk menggunakannya. Sementara, layar yang di depan menggunakan teknologi E Ink berwarna berukuran 1,28 inci.

Ada dua mode informasi yang tampil di sepotong layar ini, pertama setelah melepas pasang baterai kamera, maka yang tampil ialah info lokasi SD card di slot satu atau dua, estimasi jumlah foto yang bisa diambil dari sisa kapasitas SD card, dan level baterai. Lalu, setelah digunakan memotret, layar sekunder akan menampilkan informasi white balance, film simulation yang dipilih, dan ISO.

Bentuk jendela bidiknya bulat dan ukurannya cukup besar, dengan panel OLED beresolusi 3,69 juta dot yang nyaman dan jelas saat digunakan bahkan bagi saya yang menggunakan kaca mata. Di samping kiri terdapat roda diopter adjustment, jadi kita bisa melepas kaca mata dan menggeser fokus lensa viewfinder agar sesuai dengan kondisi spesifik mata kita. Untuk beralih dari viewfinder optical ke electronic atau sebaliknya, ada tuas khusus yang berada di samping kanan mount lensa.

Unit review Fujifilm X-Pro3 saya berpasangan dengan lensa Fujinon XF 35mm f/2 R WR yang mana 53.5mm equivalent di full frame (35mm). Saat memotret menggunakan viewfinder optical, area pemotretannya tidak begitu lebar. Hasilnya akan lebih sempit lagi bila menggunakan lensa 50mm (75mm equivalent di sensor 35mm) dan sebaiknya beralih ke jendela bidik electronic.

Layar sentuh 3 inci beresolusi 1,62 juta dot bisa digunakan setelah kita membaliknya setengah 90 derajat atau sepenuhnya ke bawah 180 derajat. Ini adalah perubahan besar yang sangat berani, saya yakin kebanyakan fotografer saat ini sangat bergantung pada layar untuk framing atau mencari komposisi saat memotret.

PSX_20200129_182912

Fujifilm tampaknya ingin mendorong para pengguna X-Pro3 menggunakan jendela bidik. Terus terang, awalnya saya agak frustrasi. Sebab, kita membutuhkan layar ini untuk preview hasil foto dan video, serta menjelajahi dan menyesuaikan pengaturan kamera lebih lanjut.

Di sisi lain, saya juga mendapatkan pengalaman menyenangkan saat memotret menggunakan jendela bidik dan seolah muncul kebanggaan tersendiri. Walaupun saya mengaku tidak sepenuhnya bisa lepas dari penggunaan layar untuk framing.

Perlu dicatat juga, memotret menggunakan jendela bidik ini bisa dilakukan dengan memegang kamera pada posisi normal pada ambang batas mata atau ‘eye-level position’. Untuk low angle bisa jongkok dan tiarap atau cara yang lebih praktis menggunakan layarnya, sedangkan untuk high angle hanya bisa mengandalkan ‘feeling‘.

Desain dan Sistem Kontrol

Fujifilm X-Pro3 mengusung desain bergaya rangefinder retro seperti halnya kamera analog jaman dulu, tampil artistik dan unik. Dimensi body-nya agak bongsor dan mungkin terlalu mencolok untuk street photography.

Build quality-nya sangat baik, pelat atas dan bawahnya kini terbuat dari bahan titanium. Kamera ini juga tersedia dalam varian dengan lapisan khusus Duratect yang memiliki ketahanan lebih baik terhadap goresan.

Ukuran grip-nya minimalis, ada di depan dan belakang. Kita masih memungkinkan memotret pakai jendela bidik, baik dalam posisi vertikal atau portrait dengan nyaman menggunakan satu tangan. Dengan catatan, sebaiknya menyempatkan tali kamera di leher. Sebab, bobot kamera ini tidak ringan dan takut selip saat tangan berkeringat.

Photo by Lukman Azis/ Dailysocial
Photo by Lukman Azis/ Dailysocial

Sekarang saya akan bahas sistem kontrol kamera ini. Sebelumnya saya sudah me-review Fujifilm X-T30, jadi harusnya sudah cukup akrab dengan sistem kontrolnya. Setelah saya jemput kamera ini di kantor Fujifilm Indonesia, hal pertama yang dilakukan adalah mempelajari kontrol manual segitiga eksposur dan saya tidak menemukan cara untuk mengatur ISO secara manual.

Saya sampai tanya-tanya untuk mengetahui bahwa roda kontrol putar shutter speed berfungsi ganda. Ada ring yang bisa ditarik ke atas dan putar untuk mengatur nilai ISO yang pada saat itu berada di mode A atau otomatis.

Satu lagi yang agak menggelikan, bagaimana cara merekam video menggunakan kamera ini? Ya, X-Pro3 tidak memiliki roda kontrol mode pengambilan gambar dan juga tanpa tombol rana video. Setelah mengubek-ubek, ternyata mode perekam videonya tersembunyi di tombol drive.

Setelah dua hal tadi terpecahkan, saya masih harus berjuang beradaptasi memotret menggunakan viewfinder dengan kontrol manual segitiga eksposur. Saya ingin menekan nilai ISO sekecil mungkin untuk mendapatkan kualitas bidikan terbaik yang berujung pada terlalu sibuk sendiri.

Akhirnya saya ambil jalan tengah, untuk foto yang melibatkan orang-orang saya cenderung menggunakan ISO otomatis dengan sedikit penyesuaian pada shutter speed dan aperture sesuai kondisi cahaya. Sementara, untuk foto arsitektur atau landscape menggunakan layar dan kontrol manual penuh.

Mengenai kelengkapan atributnya, di bagian atas terdapat hot shoe, roda kontrol putar shutter speed dan juga ISO, roda kontrol putar exposure compensation, tombol Fn, dan tombol rana bersama tuas on/off.

Lanjut, di sisi kanan ada dua slot SD card yang mendukung UHS-II. Lalu, di sisi kiri terdapat port USB 3.1 Gen 1 Type-C untuk mengisi daya dan port mikrofon 2.5mm. Baterai di sisi bawah, menggunakan tipe NP-W126S 8.7Wh yang menurut CIPA mampu melepaskan 370 jepretan menggunakan viewfinder electronic dan melonjak 440 jepretan bila menggunakan viewfinder optical.

Bagian depan kamera ada mount lensa dan tombol untuk melepas lensa, tuas untuk beralih ke mode single autofocus, continue autofocus, dan manual fokus. Serta, tombol Fn2 bersama tuas untuk beralih jenis viewfinder.

Sementara, bagian depan selain viewfinder dan layar terdapat focus stick atau joystick untuk menentukan titik fokus terutama saat memotret menggunakan viewfinder dan bisa juga digunakan untuk navigasi. Kemudian ada tombol drive/delete, tombol AE-L/AF-L, roda putar yang secara default untuk mengatur shutter speed, menu/ok, play, disp, Fn3, dan tombol Q atau quick menu. Default-nya quick menu menampilkan 16 shortcut dan Anda bisa mengubahnya menjadi 12, 8 atau 4 di pengaturan.

Kemampuan Foto

Fujifilm X-Pro3 mengusung sensor gambar generasi keempat, BSI X-Trans CMOS 4 APS-C dengan resolusi 26MP dan prosesor X-Processor 4 yang sama seperti yang ada di body flagship Fujifilm X-T3. Hasil fotonya dapat disimpan dalam format JPEG kualitas fine atau normal dan Raw uncompressed atau lossless compressed dalam aspek rasio 3:2, 16:9, atau 1:1.

Kamera ini mampu memotret beruntun 11 fps dan sistem phase detection autofocus-nya dapat bekerja di level cahaya rendah -6 EV. Performa fitur face/eye detection-nya konsisten untuk membantu menangkap portrait yang sempurna dan yang baru ada fitur AF range limiter, di mana kita menentukan sendiri jarak autofocus-nya misalnya 2 atau 5 meter.

Saya pernah berbincang seru dengan seorang tour guide, salah satu alasannya menggunakan kamera Fujifilm ialah karena resep film simulation-nya. Di mana hasil foto JPEG-nya memiliki warna yang sangat bagus sehingga memungkinkan untuk langsung mengirimnya ke klien dan hanya perlu sedikit sentuhan editing.

Saya setuju, mode film simulation ini mampu menyajikan warna yang khas, unik, dan mampu mengeluarkan ekspresi lebih kuat dibandingkan dengan picture style standar pada kamera lain. Meski kembali lagi pada selera, karena mungkin bagi sebagian orang sedikit berlebihan.

Fujifilm menambahkan efek film simulation baru bernama Classic Neg. dengan warna yang kontras untuk menambah kedalaman foto. Totalnya kini ada sebelas mode film simulation, dari Provia (standard), Velvia (vivid), Astia (soft), Classic Chrome, PRO Neg. Hi, PRO Neg. Std, Eterna buat yang suka foto ala cinematic, Acros dan Monochrome dengan opsi STD, Ye, R, dan G, serta Sepia untuk dengan nuansa jadul.

Meski saya sangat menikmati warna yang disuguhkan oleh mode film simulation tersebut, semua aktivitas memotret juga saya simpan dalam format Raw. Dengan bit depth 14 bit dan pilih tanpa kompresi kita bisa menangkap warna dan gradasi terang gelap yang lebih kaya, bisa bermain-main dengan Lightroom dan meningkatkan lagi kualitas foto kita.

Selain penambahan efek baru di mode film simulation, Fujifilm juga menyempatkan mode pengambilan foto baru yakni mode HDR. Fitur ini sudah hadir di kamera smartphone, tapi merupakan hal baru untuk kamera mirrorless.

Cara kerjanya kamera akan mengambil gambar secara beruntun sebanyak tiga kali, lalu kemudian menyelaraskan dan menggabungkan menjadi satu file JPEG dengan rentang dinamis tinggi. Misalnya akan bermanfaat pada saat memotret sunset atau sunrise, di mana kamera akan mengangkat bayangan dan memulihkan sorotan terang langsung dari kamera.

Perekam Video

Kamera ini jelas tidak dirancang untuk videografi. Jadi meski kita mendapatkan kualitas foto yang identik seperti X-T3, namun X-Pro3 tidak dibekali fitur-fitur video sebaik X-T3.

Sebagai pembanding, X-T3 mampu merekam video 4K UHD dan DCI 60fps dengan bit rate 400Mbps. Sementara, X-Pro3 hanya bisa merekam 4K UHD dan DCI pada 30fps dengan bit rate 200Mbps. X-Pro3 kehilangan kemampuan output video 10-bit 4:2:2 melalui HDMI, karena memang tak punya port HDMI.

Selain itu, mode perekam videonya terpisah dengan mode pengambilan gambar dan tersembunyi di menu drive. Fitur video lainnya X-Pro3 mampu merekam 1080p hingga 120fps, didukung film simulation, F-Log, face/eye detection, zebra, dan movie silent control.

Sebagai tambahan, kamera ini memiliki port mikrofon 2.5mm yang artinya Anda bakal perlu adaptor ke 3.5mm, dual slot SD card, dan hot shoe untuk menempatkan mikrofon atau flash. Namun perlu diingat, kita tidak bisa menggunakan layar utama tanpa membalik ke bawah dan layar akan mentok tidak lebih dari 90 derajat saat dipasang pada tripod atau gimbal.

Verdict

PSX_20200129_184400

Mekanisme layar baru pada Fujifilm X-Pro3 tampak seperti perubahan kecil, namun secara dramatis akan mengubah ‘kebiasaan’ cara memotret para penggunanya. Misalnya kebiasaan mengambil gambar lewat layar dan preview langsung setelah foto diambil.

Sebaliknya kita didorong untuk memotret melalui jendela bidik dan memperlakukan X-Pro3 layaknya kamera analog, yang mana hanya menawarkan jendela bidik untuk memotret dan tidak memungkinkan kita untuk preview hasilnya sampai film diproses.

Di sisi lain, kita bisa fokus memotret tanpa gangguan dan memeriksa hasil bidikannya di rumah lewat laptop. Setidaknya dengan sistem kontrol fisiknya, kita sudah bisa mengatur segitiga eksposur dan memilih film simulation. Meskipun untuk menyasuaikan white balance dan pengaturan lainnya tetap harus membuka layar.

Dari aspek fitur dan spesifikasinya, Fujifilm X-Pro3 adalah kamera modern rasa analog yang bisa dikatakan memiliki kemampuan setara dengan flagship kamera mainstream Fujifilm X-T3. Keterbatasan mekanisme layarnya membuatnya menjadi kamera yang terfokus untuk fotografi dan menawarkan pengalaman nostalgia seperti menggunakan kamera film lengkap dengan kontrol manualnya.

Sparks

  • Hybrid viewfinder, optical dan elecronic
  • Desain retro yang cantik
  • Film simulation mengurangi tahapan editing
  • Cocok sebagai kamera street photography
  • Perekaman video 4K 30fps
  • Pengisian daya lewat port USB Type-C

Slacks

  • Bukan kamera hybrid, kurang cocok untuk videografi
  • Mekanisme layar baru akan mentok saat dipasang tripod atau gimbal

OPPO Umumkan Program We Care dan Ungkap Target di Tahun 2020

Banjir yang melanda Jakarta dan wilayah sekitarnya pada awal tahun 2020 kemarin memang tidak terduga, dampak kerugian pun tak terhindarkan. Misalnya kerusakan perangkat elektronik, tak terkecuali smartphone.

Berdasarkan data yang dihimpun oleh OPPO Service Center hingga pertengahan Januari 2020, terungkap ada banyak smartphone OPPO yang mengalami kerusakan terutama water damage akibat terendam air. Sekitar 40% dari total perbaikan terjadi di wilayah Jabodetabek, Banten, dan Jawa Barat.

Ini menjadi dasar respon OPPO Indonesia melalui OPPO Service Center untuk menyelenggarakan program OPPO We Care. Program ini berlangsung mulai tanggal 23 Januari sampai 2 Februari 2020 mendatang. Pengguna OPPO yang smartphone-nya mengalami kerusakan akibat terendam air dapat langsung menuju ke OPPO Service Center dan program We Care saat ini akan fokus di wilayah Jabodetabek, Banten dan Jawa Barat terlebih dahulu.

PSX_20200124_090842

“OPPO We Care adalah bentuk respon kepada konsumen yang terkena dampak dari curah hujan yang tinggi dan bencana banjir. Untuk itu kepedulian OPPO Indonesia melalui Service Center menyelengarakan program OPPO We Care yang akan berlangsung hingga awal bulan. Pengguna yang mengalami kerusakan water damage akan mendapatkan potongan pengantian spare part sebesar 10%,” ujar Aryo Meidianto A, PR Manager OPPO Indonesia.

Tingginya persentase kasus kerusakan ini menjadi latar belakang OPPO mengadakan program OPPO We Care. Selain mendapatkan potongan 10% untuk pergantian spare part pada kasus kerusakan water damage, OPPO juga memberikan waterproof case secara cuma-cuma kepada setiap konsumen yang melakukan pergantian spare part baik yang masih dalam masa garansi ataupun yang sudah melewati masa garansi, sebagai sebuah langkah antisipatif.

Target OPPO di Tahun 2020

Selain mengumumkan program OPPO We Care, OPPO juga mengemukakan rencana mereka pada tahun 2020. Satu diantara targetnya ialah mengubah image, dari yang kita kenal sekarang sebagai vendor smartphone menjadi perusahaan berbasis teknologi dan salah satunya dibidang IoT.

Beberapa perangkat IoT yang sudah diluncurkan antara lain router OPPO 5G CPE T1 atau semacam hub yang bisa terhubung ke 1.000 perangkat. Ini adalah jantungnya IoT OPPO dan menggunakan Qualcomm Snapdragon X55. Kemudian ada AR Glass yang nanti akan berbarengan dengan jaringan 5G, OPPO Enco Free yang merupakan True Wireless Earphone yang akan segera, dan beberapa produk baru lainnya akan diumumkan di ajang MWC 2020.

Lini Produk Smartphone OPPO

Pada tahun 2020 ini, hanya ada lini produk smartphone. Dari Find series sebagai flagship, Reno series untuk segmen premium dan menengah, serta A series di pasar entry level. F series sepenuhnya lenyap atau mungkin lebih tepatnya melebur menjadi Reno series.

Bila hero product pada tahun 2016 – 2019 adalah F series, tahun ini Reno series akan menjadi hero product di tahun 2020 dan akan fokus menyasar target anak muda. Kemungkinan akan ada beberapa perangkat baru lini Reno series yang akan masuk Indonesia, OPPO menilai dari tahun ke tahun, tingkat orang mengeluarkan untuk membeli smartphone terus naik dan saat ini mereka bisa membeli perangkat di atas Rp4 juta.

Tips Bila Smartphone Terkena Air

PSX_20200124_090722

Pada peluncuran program OPPO We Care ini, Surya perwakilan dari OPPO Service Center Indonesia turut memberikan beberapa tips ketika smartphone terendam air. Langkah pertama yang harus dilakukan adalah jangan menyalakan smartphone, karena dapat terjadi arus pendek yang dapat menyebabkan perangkat mati total.

Kemudian, untuk mengeringkan perangkat bagian luar harusnya menggunakan kain lap yang kering, sementara untuk lubang pada bagian speaker, jack 3,5mm, konektor charger dapat dikeringkan dengan bantuan pengering rambut. Namun harusnya menggunakan suhu dan kecepatan yang paling rendah dan dengan jarak yang tidak terlalu dekat dengan perangkat.

Setelah keseluruhan langkah dilakukan, jangan bongkar sendiri smartphone Anda. Sebaliknya segera bawa perangkat ke OPPO Service Center terdekat untuk dilakukan pengecekan lebih detail oleh teknisi OPPO agar kerusakan perangkat tidak semakin parah.

[Review] ASUS ZenBook 13 UX334, Cocok Buat Mendongkrak Produktivitas

Body ringkas dengan performa powerful, ultrabook memang ideal dijadikan sebagai daily driver. Saya sendiri telah menggunakan ASUS ZenBook 13 UX334FLC sekitar satu setengah bulan dan ada kelebihan pasti ada kekurangannya juga.

Satu hal yang pasti laptop ini sangat cocok untuk para kalian yang ingin mendongkrak produktivitasnya kerjanya. Apalagi yang bermobilitas tinggi dan harus bekerja secara mobile kapan pun di mana pun.

Laptop premium keluarga ZenBook Classic series ini dibanderol dengan harga mulai Rp15.299.000 untuk varian dengan prosesor Intel Core i5-10210U (8G/512G PCIe), Rp19.299.000 dengan prosesor Intel Core i5-10210U (MX250/8G/1T PCIe), dan Rp 22.999.000 dengan prosesor Intel Core i7-10510U (MX250/16G/1T PCIe). Berikut review ASUS ZenBook 13 UX334FLC selengkapnya:

3D IR Camera

3D IR Camera | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
3D IR Camera | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sebelumnya saya selalu menggunakan metode password untuk mengunci laptop. Namun tak disangka fitur face unlock dengan 3D IR camera dan Windows Hello pada ZenBook 13 UX334FLC berakhir menjadi salah satu fitur favorit saya.

Satu setengah bulan lamanya dan entah sudah berapa banyak buka tutup laptop, proses masuk ke sistem Windows memang lebih cepat dan praktis. Kamera infra merah pada laptop ini mampu mengenali wajah penggunanya secara konsisten, bahkan dalam kondisi temaram sekalipun. Tetapi bukan berarti tak pernah gagal, beberapa kali saya harus mengetik PIN untuk login.

Dimensi Ringkas

Tampilan depan ASUS ZenBook UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Tampilan depan ASUS ZenBook 13 UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Hadir dengan dimensi 30.2×18.9×1.83 cm dan bobot 1.27 kg, ukuran body-nya memang terbilang sangat ringkas. Meskipun dari aspek ketebalan bukan yang tertipis di kelasnya, tapi setidaknya baterai 50Wh yang tertanam cukup untuk menunjang kerja seharian.

Bentukan compact juga berarti tak makan ruang banyak saat disimpan di dalam tas, serta bobot yang cukup ringan tersebut tidak membebani pundak. Portable dan asik dibawa bepergian, meskipun perlu saya tekankan lagi bahwa laptop sedikit agak tebal.

Tampilan belakang ASUS ZenBook UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Tampilan belakang ASUS ZenBook 13 UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Unit yang saya review berwarna royal blue, yang tampil elegan dengan tutup terukir pola concentrik circle khas ZenBook. Layar dengan bezel samping tipis dan sasis dari logam membuat ZenBook 13 UX334 enak dipandang dan terasa premium di tangan. Laptop ini juga bisa dibuka dengan satu tangan, meskipun perlu tenaga ekstra untuk membukanya.

Sisi kanan ASUS ZenBook 13 UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Sisi kanan ASUS ZenBook 13 UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Kelengkapan konektivitasnya cukup memadai untuk ukuran laptop 13 inci, di sisi kanan terdapat jack audio combo 3.5mm, port USB 2.0, dan slot microSD card reader. Sementara, di sisi kiri ada port DC-in untuk pengisian daya, port HDMI, port USB 3.1 Gen 2, dan port USB-C 3.1 Gen 2.

Sisi kiri ASUS ZenBook 13 UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Sisi kiri ASUS ZenBook 13 UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Sayangnya, ASUS masih belum memberikan port yang dilengkapi dengan teknologi Thunderbolt 3. Lalu, untuk dukungan konektivitas nirkabel ada Wi-Fi 6 (802.11 ax (2×2)) dan Bluetooth 5.0.

Keybard ASUS ZenBook 13 UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Keybard ASUS ZenBook 13 UX334 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Seperti laptop anyar ASUS lainnya, ZenBook 13 UX334 ini juga menggunakan mekanisme engsel ErgoLift yang mengangkat posisi keyboard sehingga lebih nyaman untuk diketik. Keyboard-nya sendiri dilengkapi dengan full-size backlit dan punya key travel 1.4mm, mengetik cepat bisa ditangani dengan baik dan tuts-nya membal saat ditekan.

ScreenPad 2.0

ScreenPad 2.0 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
ScreenPad 2.0 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Fitur ini menjadi salah satu pembeda dari pendahulunya, di mana ASUS menyempatkan ScreenPad versi 2.0 yang ukurannya sedikit lebih besar dan lebih multi fungsi. Ini adalah touchpad yang juga merupakan sebuah layar sekunder touchscreen berukuran 5.65 inci.

Singkatnya, layar sekunder ini bisa menampilkan konten untuk mendukung pekerjaan di layar utama. Beberapa fungsi default yang tersemat antara lain, number key, hardwriting, quick key, slide xpert, doc xpert, sheet xpert, appdeals, myASUS, dan Spotify. Tentu saja, Anda dapat menyeret shortcut aplikasi favorit atau konten yang sedang dibuka pada layar utama ke layar kedua.

ScreenPad 2.0 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
ScreenPad 2.0 | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Untuk mengaktifkan atau menonaktifkan fitur ScreenPad ini cukup dengan menekan tombol F6 atau Fn + F6. Di sana terdapat pilihan ScreenPad mode, traditional touchpad mode, dan toucpad is disabled. Lalu, untuk mengatur mode ScreenPad sebagai layar kedua cukup menekan tombol F8 atau Fn + F8. Pilih mode extend untuk memungkinkan menyeret konten utama ke layar kedua.

Layar 13.3 Inci

Layar 13,3 inci | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Layar 13,3 inci | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Layar NanoEdge 13.3 incinya ini punya bezel samping yang tipis; hanya 2.8mm. Dengan screen-to-body ratio mencapai 95 persen, menurut ASUS dibanding generasi sebelumnya (ZenBook 13 UX331), ZenBook UX334 ini 14 persen lebih kecil.

Panel LED-backlit 60Hz tersebut beresolusi FHD (1920×1080 piksel) dengan dukungan NTSC 72 persen, sRGB 100 persen, dan teknologi WideView 178 derajat. Meskipun resolusinya belum 4K, layar 13 inci FHD ini sudah menyuguhkan kualitas yang sangat baik.

Performa dengan Prosesor Intel Core Generasi Ke-10

Unit ASUS ZenBook 13 UX334FLC yang saya review merupakan varian tertinggi. Tiba dengan prosesor Intel generasi terbaru yakni Intel Core i7-8565U Comet Lake generasi ke-10, dengan prosesor 4 core 8 thread dan thermal design power 15 Watt.

Di samping unit integrated graphics Intel HD Graphics 620, ASUS juga membenamkan discrete graphics card NVIDIA GeForce MX250 dengan 2GB GDDR3. Kemudian besaran RAM-nya 16GB LPDDR3 menggunakan mode dual channel guna mengoptimalkan kinerja dari spesifikasi yang ada, serta tak lupa penyimpanan berbasis SSD PCIe dengan kapasitas 1TB.

Ya, berkat daftar spesifikasi tersebut performa yang disuguhkan ASUS ZenBook 13 UX334FLC ini sangat kencang. Tugas-tugas standar harian, bahkan software editing foto dan video bisa berjalan dengan mulus.

Beberapa kali saya juga mengedit video 1080p menggunakan software Adobe Premiere Pro di laptop ini dengan beberapa footage beresolusi 4K. Meski layar 13.3 incinya termasuk kekecilan untuk kebutuhan tersebut, tapi dengan beberapa trik – mengedit video di ZenBook 13 UX334FLC masih bisa dilakukan dengan baik.

Verdict

ASUS ZenBook 13 UX334 Royal Blue | Photo by Lukman Azis / Dailysocial
ASUS ZenBook 13 UX334 Royal Blue | Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Faktor bentukan ringkas dalam desain premium, layar bezel-less dengan opsi layar kedua (ScreenPad 2.0), serta daya tahan baterai lama dengan performa powerful. Laptop ini menawarkan apa yang dibutuhkan oleh penggunanya, utamanya bagi yang ingin meningkatkan produktivitas yang mungkin menjadi salah satu resolusi di tahun 2020 bagi beberapa orang atau mereka yang dituntut bekerja secara mobile.

Tentunya tak harus mengejar varian tertinggi, varian dasar dengan prosesor Intel Core i5-10210U (8G/512G PCIe) dengan harga Rp15.299.000 terbilang kompetitif dan performanya juga masih cukup powerful untuk menangani beragam tugas pekerjaan.

Sparks

  • Dimensinya ringkas dan build quality premium
  • ScreenPad 2.0 yang multi fungsi, layarknya punya monitor mini ekstrenal
  • Performanya terbilang powerful
  • Daya tahan baterai lama

Slacks

  • Profil body agak tebal
  • Perlu tenaga ekstra untuk membuka laptop

[Review] Canon EOS M6 Mark II, Pertama dengan Resolusi 32.5MP

Bentrokan kamera mirrorless full frame di segmen profesional dari sederet produsen kamera papan atas seperti Sony, Canon, Nikon, dan Panasonic menjadi topik yang paling banyak diperbincangkan pada tahun 2019.

Namun, persaingan kamera mirrorless dengan sensor berukuran APS-C juga tak kalah menarik. Tercatat pada tahun lalu, Sony meluncurkan trio A6100, A6400, dan A6600. Fujifilm dengan X-T30, X-A7, dan X-Pro 3. Serta, Canon dengan EOS M200 dan EOS M6 Mark II.

Jajaran mirrorless APS-C ini kini punya kemampuan perekaman video yang sangat baik, kinerja autofocus cepat, dan menawarkan resolusi lebih tinggi. Canon EOS M6 Mark II misalnya, ia mengusung sensor CMOS baru APS-C beresolusi mencapai 32.5MP, lengkap dengan sistem Dual Pixel autofocus yang cekatan, dan perekaman video 4K/30p tanpa crop.

Saya telah memotret dan syuting menggunakan kamera yang dibanderol Rp12.650.000 untuk body only ini selama beberapa pekan. Berikut kesan dan review Canon EOS M6 Mark II selengkapnya.

Desain

Sebelumnya saya ingin mengucapkan terima kasih kepada PT. Datascrip selaku distributor produk Canon di Indonesia yang telah meminjamkan Canon EOS M6 Mark II. Unit yang saya review berwarna silver yang berpadu dengan warna hitam, tampil klasik dalam desain modern.

Seperti pendahulunya, EOS M6 II tidak memiliki viewfinder bawaan. Bila membutuhkan jendela bidik, kita bisa memasang aksesori viewfinder opsional yakni Canon EVF-DC2 pada dudukan hot shoe. Sayang tak disertakan dalam paket penjualan dan bila membelinya sendiri harganya cukup mahal.

LCD 3 inci touchscreen yang dibawanya bisa dimiringkan ke atas hingga 180 derajat dan 45 derajat ke bawah. Membuatnya ideal sebagai kamera vlogging untuk para solo content creator yang berjuang membuat konten seorang diri.

Perlu dicatat, posisi hot shoe di tengah akan membuat layar tertutup oleh mikrofon eksternal. Salah satu solusinya bisa menggunakan aksesori cold shoe relocation plate, L plate, atau rig plate yang mungkin nanti bakal tersedia di pasaran.

Soal kontruksi body-nya cukup solid, terbuat dari paduan metal, serta plastik dan lapisan karet di beberapa bagian. Saat berpasangan dengan lensa kit EF-M 15-45mm, dimensi kamera ini terbilang compact. Namun, tetap nyaman saat digunakan berkat ukuran grip-nya yang agak besar.

Dalam pengujian, saya turut menggunakan lensa EF 50mm F1.4 USM (harga baru lensa ini sekitar Rp5 jutaan) dengan mount adapter Canon EF-EOS M ke EOS EF/EF-S. Hasil fotonya benar-benar sangat mengesankan, warnanya cantik dengan background bokeh yang creamy.

Meski begitu, bunyi suara autofocus lensa EF 50mm memang agak kasar dan bakal membuat kamera lebih bongsor. Terus terang saya jadi penasaran, bagaimana hasilnya bila dipasangkan dengan lensa ring merah Canon.

Karena sudah dibekali konektivitas WiFi dan Bluetooth, hasil tangkapan foto mapupun videonya bisa langsung dikirim secara instan ke smartphone melalui aplikasi Canon Camera Connect.

Mengenai daya tahan, baterai LP-E17 yang digunakan mampu melepaskan 305 jepretan sekali charge. Untuk pengisian daya, kita harus melepas baterai dari body kamera dan menggunakan adapter charger khusus. Meski kamera ini sudah dibekali port USB Type-C, tapi saya tidak bisa mengisi daya langsung ke kamera menggunakan charger smartphone.

Sistem Kontrol

Sistem kontrol kamera pada EOS M6 II sangat ramah bagi penggunanya, tombol kontrol fisik lengkap dan sangat intuitif. Untuk mengatur exposure secara manual, di sisi atas terdapat dua roda kontrol untuk menyesuaikan shutter speed dan aperture.

Lalu, kita bisa set roda kontrol navagasi yang berada di depan untuk ISO. Dengan kontrol segitiga exposure ini, bakal sangat memudahkan para penggunanya untuk mengontrol kamera dengan cepat dan tepat.

Selain itu, user interface layar sentuhnya juga mudah dimengerti. Canon melengkapinya dengan quick control yang bisa diakses di pojok kanan atas layar atau tombol kontrol Q Set. Di mana kita bisa dengan mudah mengakses fitur-fitur penting seperti mode autofocus, kualitas gambar, aspek rasio, resolusi video, white balance, hingga picture style.

Satu hal lagi yang sangat saya suka dari kamera Canon ialah mode foto dan videonya memiliki pengaturan terpisah. Bakal sangat berguna bagi yang sering membuat video sekaligus mengambil foto, sebab pengaturan kedua mode tersebut memang berbeda. Misalnya di mode video, saat kondisi cahaya kurang bersahabat kita tidak bisa menekan shutter speed lebih rendah – sebaliknya kita harus meningkatkan ISO untuk mendapatkan exposure yang pas.

Kemampuan Foto

Pengaturan kamera Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis / Dailysocial
Pengaturan kamera Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis / Dailysocial

Canon EOS M6 Mark II dapat mengambil gambar dengan resolusi maksimal 32MP (6960×4640 piksel) dalam pilihan aspek rasio 3:2, 4:3, 16:9, dan 1:1. File foto bisa disimpan dalam format JPEG, Raw, dan CRaw. Sensor tersebut tetap menggunakan low pass filter yang lebih aman dari efek moire.

Dari banyak foto yang telah saya ambil, satu foto 32MP dalam format JPEG – paling kecil memakan ruang 4MB dan 12MB paling besar. Sementara dalam format Raw, paling kecil memakan ruang 21MB dan 41MB paling besar.

Raw burst mode Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Raw burst mode Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Ditenagai prosesor DIGIC 8, kamera ini dapat memotret beruntun 14fps, 30 fps dengan crop pada lebarnya menjadi 88 persen, dan mode Raw burst 30fps hingga 70 frame dengan crop 75 persen yang menghasilkan foto 18MP.

Sejauh ini, sistem Dual Pixel autofocus bekerja cepat meskipun bukan yang tercepat di kelasnya. Ada empat mode area fokus otomatis yang dapat dipilih, Face + Tracking, Spot AF, 1-point AF, dan Zone AF. Fitur face detection dan eye detection juga bekerja cukup baik, terutama untuk foto portrait.

Lensa kit Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Lensa kit Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Untuk pilian lensanya, jajaran lensa native EF-M dari Canon memang jumlahnya tidak banyak. Meski sebetulnya sudah cukup lengkap, dari yang terbaru berikut daftarnya:

  • 32mm F1.4 STM
  • 18-150mm F3.5-6.3 IS STM
  • 28mm F3.5 Macro IS STM
  • 15-45mm F3.5-6.3 IS STM
  • 55-200mm f/4.5-6.3 IS STM
  • 11-22mm f/4-5.6 IS STM
  • 18-55mm f/3.5-5.6 IS STM
  • 22mm f/2 STM

Dengan mount adapter Canon EF-EOS M, kita bisa memasangkannya dengan lensa Conon EF/EF-S yang tak hanya variasinya banyak tapi juga dari sisi kualitas optiknya. Opsi lain datang dari Sigma, lensa fix buatannya dari 16mm, 30mm, dan 56mm F1.4 juga tersedia di sistem EOS-M dan harganya cukup terjangkau. Berikut hasil foto dari Canon EOS M6 Mark II:

Perekam Video

Canon EOS M6 Mark II ideal untuk vlogging. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Canon EOS M6 Mark II ideal untuk vlogging. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Selain resolusi kameranya yang meningkat, aspek perekaman video juga mendapatkan update signifikan. Kamera ini mampu merekam video hingga 4K/30p (3840×2160 piksel) full tanpa crop dan sistem Dual Pixel autofocus-nya juga masih bekerja.

Kita memiliki pilihan mode area AF yang sama seperti mode foto dan saat merekam video, kita bisa mengganti titik fokus dengan menyentuh layar dan ada juga opsi untuk beralih dari autofocus ke manual focus atau sebaliknya. Lalu, ada dua opsi electronic image stabilization dua tingkat, tentunya dengan sedikit crop sebagai gantinya.

Pengaturan video Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Pengaturan video Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Hal menarik lainnya ialah ketersediaan mode high frame rate 1080p 120fps, di samping opsi 1080p 60fps dan 1080p 30fps. Saat ini belum tersedia 1080p pada 24fps tapi dari yang saya baca-baca bakal tersedia dalam update firmware mendatang.

Fitur video penting lainnya ialah ketersediaan port mikrofon eksternal dan mode HDR video yang sepenuhnya otomatis. Sayangnya dibanding para kompetitor direntang harga yang sama, kamera ini belum dibekali dengan dukungan picture profile untuk fleksibilitas color grading dan tidak memiliki fitur peringatan zebra.

Verdict

Sensor APS-C 32.5MP Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial
Sensor APS-C 32.5MP Canon EOS M6 Mark II. Photo by Lukman Azis/Dailysocial

Menurut saya, persaingan kamera mirrorless APS-C pada rentang harga Rp10-20 juta tak kalah panas dengan mirrorless full frame di segmen atas. Sebab, full frame masih bukan untuk semua kalangan karena harga body kamera dan lensanya relatif sangat mahal.

Melihat fitur dan harganya, Canon EOS M6 Mark II bakal bertempur secara kompetitif melawan Sony A6400, Fujifilm X-T30, dan Panasonic Lumix G95 dengan sensor MFT. Meski dalam hal kemampuan perekaman video dan sistem autofocus bukan yang terbaik, tapi unggul pada resolusi sensornya yang mencapai 32.5MP – di mana para pesaingnya masih menawarkan 24MP.

Sparks

  • Kamera mirrorless APS-C Canon pertama dengan 32.5MP
  • Fitur dan harga sangat kompetitif dengan kompetitornya
  • Punya LCD 3 inci touchscreen 180 derajat dan port microphone eksternal yang idal untuk content creator
  • Sistem kontrol fisik intuitif dan lengkap
  • Mampu merekam 4K 30fps tanpa crop dan sistem Dual Pixel AF tetap bekerja
  • Punya mode high frame rate 1080p 120fps

Slacks

  • Tanpa dukungan picture profile
  • Tanpa port headphone untuk memonitor audio
  • Belum punya IBIS
  • Isi daya baterai harus menggunakan adapter khusus

 

[Review] Vivo S1 Pro, Smartphone Stylish Untuk Anak Muda

Pada akhir bulan November lalu, Vivo menghadirkan varian Pro dari ‘S1’ di Indonesia. Smartphone Vivo S1 Pro ini menjadi penutup tahun 2019 dan Vivo sendiri berakhir di urutan kedua sebagai brand smartphone terbesar di Indonesia pada kuartal ketiga menurut laporan IDC Indonesia.

Saya sudah menggunakan Vivo S1 Pro selama beberapa minggu, smartphone yang ditujukan untuk anak muda ini dibanderol Rp3.999.000 (sekarang Rp3.699.000). Berikut kesan dan review Vivo S1 Pro selengkapnya.

Desain

Style” menjadi elemen utama smartphone Vivo S series dan bagian paling menarik dari S1 Pro ialah kecantikan desain kamera belakangnya. Vivo menyebutnya “Diamond Shape Design” dan baru diterapkan pada S1 Pro.

Desain berbentuk berlian ini mengemas empat kamera dan dibalut dalam warna yang elegan yakni crystal blue dan glowing black. Modul kamera belakangnya ini agak menonjol, untuk mengurangi resiko permukaan lensa tergores – sebaiknya gunakan case yang terdapat dalam paket penjualannya.

Sementara, bagian depan masih terdapat notch di pucuk layar. Tidak ada mekanisme pop up kamera depan seperti yang ditemukan pada Vivo V17 Pro. Hal ini bisa dimaklumi mengingat posisi smartphone S series ini memang berada satu level di bawah Vivo V series.

Layarnya sudah menggunakan jenis AMOLED dan mendukung fitur sidik jari di bawah permukaan layar alias Screen Touch ID. Panelnya berukuran 6,38 inci dengan resolusi 1080×2340 piksel dalam rasio 19.5:9 yang nyaman untuk nonton video maupun bermain game.

Soal kelengkapan atributnya, di sisi atas terdapat lubang jack audio 3.5mm dan mikrofon sekunder. Menurut saya penempatan jack audio di bagian atas merupakan posisi yang paling ideal bagi yang masih menggunakan headphone kabel, karena tidak mengganggu pegangan smartphone.

Port USB Type-C, mikrofon utama, dan speaker berada di sisi bawah. Sisi kanan terdapat tombol power dan volume, serta SIM Tray di sisi kiri dengan slot berbentuk hybrid.

Kamera

PSX_20200106_161414

Kamera utama Vivo S1 Pro beresolusi 48MP menggunakan sensor Samsung GM1 dengan ukuran tiap piksel 0.8µm dan aperture f/1.8. Seperti kebanyakan smartphone dengan kamera 48MP lainnya, secara default kamera S1 Pro menjepret pada resolusi 12MP sehingga ukuran per pikselnya menjadi lebih besar yakni 1,6μm yang membuatnya ideal untuk bermacam-macam kondisi pencahayaan.

Bagi penikmat fotografi langscape, Vivo menyediakan mode AI 48MP terpisah. Lalu, ada mode Pro yang memberi keleluasaan untuk exposure value, ISO, shutter speed, white balance, dan manual fokus. Sayangnya, kita tidak bisa menggunakan resolusi 48MP di mode Pro dan mode malam juga absen.

Yang cukup disayangkan lagi, kemampuan perekam video S1 Pro hanya sebatas resolusi 1080p 30fps saja. Tidak ada opsi untuk 1080p 60fps maupun 4K 30fps, padahal SoC-nya mendukung.

Lanjut ke kamera kedua, resolusinya 8MP dengan lensa ultrawide 13mm yang menyuguhkan bidang pandang 108 derajat. Kabar baiknya, mode ultra wide-angle tersebut bisa digunakan pada mode foto maupun video. Tentunya tak lepas dari efek distorsi yang sebetulnya cukup parah, tapi bisa menghasilkan foto yang unik di tangan kreatif. Berikut hasil foto dari kamera belakang S1 Pro:

Sisanya, masing-masing 2MP dengan lensa macro dan sebagai depth sensor. Serta, kamera depannya beresolusi 32MP dengan beragam fitur kecantikan. Ya, desain kamera diamond pada S1 Pro hanya memberikan nilai lebih pada estetika, tidak mempengaruhi hasil bidikan kamera belakangnya.

Performa

Smartphone Android 9.0 Pie dengan sentuhan Funtouch versi 9.2 ini diotaki oleh SoC Qualcomm Snapdragon 665, kinerja S1 Pro secara keseluruhan tidak buruk sama sekali. Ditambah dukungan RAM sebesar 8GB dan penyimpanan lapang 128GB, kebutuhan ber-smartphone dan aktivitas gaming pun bisa dijalankan dengan baik.

Dari hasil aplikasi benchmark, Vivo S1 Pro meraih nilai 183.572 poin di AnTuTu. Sementara, di PCMark mendapat skor 6.452 poin. Lalu, Sling Shot Extreme – OpenGL ES 3.1 meraih 1.128 dan Vulkan 1.037. Serta, di Geekbench mendapatkan 312 poin untuk single-core dan 1.391 poin untuk multi-core.

Catatan bagi yang bermain PUBG Mobile, unit Vivo S1 Pro yang saya review hanya mendukung sampai grafis balance dengan frame rate medium. Padahal chipset Snapdragon 665 dan GPU Adreno 610 seharusnya bisa mencapai setidaknya grafis HD dengan frame rate high. Semoga saja, masalah ini bisa diatasi dalam update firmware atau update game PUBG Mobile mendatang.

Verdict

Anak muda yang stylish sekali lagi menjadi target pasar smartphone Vivo, sama halnya seperti V series. Namun smartphone S1 Pro ini tak punya pop up kamera, kamera depannya ditempatkan pada notch. Sisanya sama, dikemas dalam tampilan premium, bersama fitur-fitur kekinian, kamera bagus, dan spesifikasi yang cukup powerful.

Sementara bagi yang hobi bermain game, Vivo juga menyediakan Z series yang lebih cocok untuk kebutuhan gaming dengan SoC lebih baik.

Sparks

  • Desain kamera belakang baru, diamond shape design
  • Punya konfigrasi empat kamera belakang
  • Panel AMOLED Screen Touch ID
  • SoC Snapdragon 665 dengan RAM & storage lapang

Slacks

  • Belum layar penuh, masih punya notch
  • Belum mampu merekam video 4K

[Review] ASUS ExpertBook P3540, Laptop Bisnis Branding Baru ASUSPro

Beberapa bulan lalu, ASUS merombak branding lini ASUSPro menjadi Expert Series dan produk laptopnya dinamai dengan ExpertBook. Sama seperti ASUSPro, Expert Series juga merupakan produk enterprise yang dirancang untuk memenuhi standar bisnis.

Kali ini, Dailysocial telah kedatangan salah satu laptop baru dari Expert Series yakni ExpertBook P3540. Laptop berlayar 15,6 inci ini menawarkan daya tahan baterai 16 jam, fitur-fitur apa lagi yang ditawarkan laptop bisnis ini? Berikut review ASUS ExpertBook P3540 selengkapnya.

Desain

Setelah beberapa waktu lalu me-review ZenBook Duo dengan inovasi dual-screen, melihat tampilan ExpertBook P3540 ini menjadi tampak sangat konvensional. Padahal Expert Series ini juga mengedepankan aspek desain dengan tema Business in Sytle. Meski begitu, balutan warna abu-abu klasiknya berhasil menyajikan kesan elegan dan profesional.

Hadir dengan dimensi 357x236x19,4 cm dan bobot 1,7 kg, volume body laptop ini memang tidak kecil. Meski sebetulnya untuk ukuran laptop 15,6 inci bisa dikatakan sangat padat.

Bagian terbaiknya, ASUS masih bisa menyematkan rangkaian konektivitas penting. Di sebelah kanan misalnya, terdapat slot pengaman untuk penggunaan kunci Kensington, port USB 3.1 Gen 1 Type-A, port USB 3.1 Gen 1 Type-C, SD card reader, dan COMBO audio jack 3,5mm.

Sementara di sebelah kiri, terdapat adapter AC untuk mengisi daya, VGA, HDMI, port USB 3.1 Gen 1 Type-A, LAN, dan port USB 3.1 Gen 1 Type-C. Opsi konektivitas yang sangat lengkap ini dapat dipergunakan untuk transfer data dan menghubungkan laptop dengan perangkat lain seperti monitor atau proyektor dengan mudah.

Selain itu, body yang tangguh dengan sertifikasi standar militer US MIL-STD810G juga menjadi keandalan ExpertBook P3540. Memastikan mampu bertahan dalam kerasnya kehidupan bisnis, baik itu terbentur dan terguncang, serta insiden-insiden tak sengaja lainnya.

Keyboard-nya sendiri bergaya chiclet dengan key travel 1,5mm, lengkap dengan keypad numerik untuk entri data dengan cepat, namun tanpa adanya penerangan keyboard (backlit).

Mekanisme engsel ErgoLift juga turut hadir, meski hanya sedikit mengangkat body utama. Tuts-nya empuk saat ditekan dan jarak antar tuts yang lebih besar membuat aktivitas mengetik cepat cukup memadai.

Layar

Belakangan ini saya menggunakan ZenBook Classic 13 sebagai daily driver dan begitu mencoba ExpertBook P3540, panel NanoEdge display 15,6 incinya terlihat sangat lapang – nyaman digunakan untuk bekerja harian.

Panel 60Hz miliknya didukung resolusi FHD (1920×1080 piksel), dibekali teknologi anti-glare dengan tingkat color gamut 45% NTSC, dan punya bezel samping yang tipis.

PSX_20191226_144653

Selain kelengkapan konektivitas, kelebihan ExpertBook P3540 ialah engsel lay-180°, di mana layarnya ini bisa dimiringkan hingga 180 derajat yang memudahkan kita untuk berbagi layar.

Sebagai laptop untuk keperluan bisnis, ExpertBook P3540 ini memiliki sistem keamanan berlapis. Dari slot pengaman untuk penggunaan kunci Kensington, pelindung privasi webcam – bisa ditutup webcamnya.

Lalu, chip keamanan TPM 2.0 yang secara aman menyimpan informasi otentikasi seperti password atau kunci enkripsi yang digunakan oleh software untuk melindungi data dan transaksi penting.

Serta fingerprint sensor dengan teknologi Windows Hello yang letaknya persis di sebelah kanan touchpad. Jadi, setiap kali masuk tidak perlu mengetik password yang rumit – hanya perlu satu sentuhan jari.

Hardware

PSX_20191226_144740

Unit ExpertBook P3540 yang saya review ditenagai oleh prosesor Intel Core i7-8565U generasi ke-8. Dengan kartu grafis discrete Nvidia GeForce MX110 dengan 2GB VRAM, penyimpanan berbasis hard drive SATA 1TB 5400RPM 2.5″, dan RAM 8GB.

Tiap karyawan tentunya memiliki kebutuhan yang berbeda-beda tergantung dari tugas dan posisinya. Laptop ini pun hadir dalam opsi konfigurasi lain, seperti prosesor Intel Core i3-8145U dan Intel Core i5-8265U. Opsi penyimpanan SSD hingga 512GB dan RAM mencapai 24GB.

Seiring dengan terjadinya transformasi di lingkungan kantor, para profesional mulai dituntut untuk bisa bekerja secara fleksibel – termasuk di luar kantor. Laptop ini punya kapasitas baterai 70Wh yang diklaim mampu bertahan hingga 16 jam sekali pengisian daya – membuat Anda tetap produktif lebih lama saat jauh dari colokan listrik.

Verdict

Laptop ini memadukan antara kinerja dan mobilitas untuk pengguna bisnis. Layar 15,6 incinya sangat nyaman digunakan untuk bekerja, performanya memadai untuk menangani kehidupan bisnis saat ini yang serba cepat, dan daya tahan baterai panjang membuat Anda tetap produktif kapan pun di mana pun.

Unit ExpertBook P3540 yang saya review ini dibanderol Rp13.399.000 dengan garansi dua tahun. Jasa after-sales tak cuma mencakup hardware, tapi software serta solusi.

Sebagai produk bisnis, konsumen tidak bisa langsung menemukannya di toko atau e-commerce. Sebaliknya, bila perusahaan Anda tertarik dengan laptop ExpertBook Series, bisa memesannya melalui form berikut.

Sparks

  • Konektivitas terbilang sangat lengkap
  • Engsel layar bisa dimiringkan hingga 180 derajat
  • Daya tahan baterai lama

Slacks

  • Body bongsor, meski untuk ukuran 15,6 inci sangat padat
  • Spesifikasi nanggung, belum menggunakan SSD

[Review] ASUS ROG Phone II; Spek Lebih Dewa, Harga Merakyat

Bagi Anda yang mencari perangkat khusus untuk bermain game dan mendahulukan aspek kinerja daripada yang lain. Saat ini sudah ada beberapa judul smartphone gaming yang tersedia di Indonesia, salah satunya adalah ASUS ROG Phone II.

Dukungan ekosistem yang kuat dengan sederet aksesori gaming eksklusif merupakan satu dari banyak keunggulan yang dimilikinya. Namun satu hal yang mengguncang hati saya dan mungkin para gamer lainnya ialah harganya.

Untuk ROG Phone II Elite Gamer Package dijual seharga Rp8.499.000. Sebagai perbandingan, tahun lalu ROG Phone pertama dijual seharga Rp13 juta (namun tak jadi dipasarkan). Sementara, kompetitor terdekatnya; Black Shark 2 Pro dibanderol Rp9 juta.

Saya telah mengajaknya begadang beberapa malam, berikut review ASUS ROG Phone II selengkapnya.

Layar AMOLED dengan Refresh Rate 120Hz

PSX_20191218_134640

Aspek utama yang membedakan smartphone gaming dengan smartphone mainstream ialah teknologi layarnya. ROG Phone II sudah mengusung panel AMOLED dengan refresh rate 120Hz. Pengaturannya bisa ditemukan di Settings > Display > Refresh Rate, terdapat pilihan 60Hz, 90Hz, dan 120Hz.

Singkatnya semakin tinggi refresh rate maka jumlah frame yang dapat ditampilkan semakin banyak. Semakin banyak frame yang ditampilkan maka tampilan visual dan pergerakan animasi akan terlihat lebih smooth, memanjakan mata dan tidak bikin pusing.

Bukan hanya itu, layar 6,59 inci beresolusi 1080×2340 piksel dalam rasio 19.5:9 ini memiliki response time 1ms. Dengan response time yang rendah, tentunya akan mengurangi fenomena input lag. Di mana tembakan atau skill terlambat keluar, padahal perasaan yakin sudah menekan tombol cepat-cepat. Bagi yang bermain game-game kompetitif, response time tentunya berperan meningkatkan peluang untuk menang.

Layarnya juga memiliki tingkat reproduksi warna di color space DCIP-3 hingga 111,8 persen dengan Delta E<1 dan mendukung tampilan 10-bit HDR. Lewat fitur Splendid yang berada di Settings > Display, kita bisa meyesuaikan color temperature dan color mode seperti natural, optimal, cinematic, standard, dan customized.

Judul game yang sudah mendukung refresh rate sampai 120Hz sendiri memang jumlahnya masih sedikit, tapi pasti akan terus bertambah. ASUS juga sudah membuat daftar game yang mendukung 120Hz dan yang telah optimal dengan aksesori TwinView, GamePad, dan fitur AirTriggers di aplikasi Armoury Crate.

Sistem Kontrol Permainan

PSX_20191218_134725

Bahkan tanpa perlu kita menyematkan aksesori ROG Kunai Gamepad, sistem kontrol permainan pada ROG Phone II lebih unggul dibanding smartphone standar. Kuncinya pada fitur AirTrigger II, di mana ASUS melengkapinya dengan tiga sensor ultrasonic di samping body. Dua di samping kanan bagian atas dan bawah, satu lagi di samping kiri bagian bawah untuk fitur squeeze gesture.

Ya, memang tidak semua game memerlukan kontrol tambahan ini. Tapi khusus game bergenre shooter, kita ambil contoh PUBG Mobile atau CoD Mobile. Dengan menggunakan AirTrigger II, artinya kita memiliki kontrol yang lebih presisi seperti “nge-cheat” atau sama halnya seperti main lewat emulator di laptop. Tidak menjamin menjadi last man standing, tapi meningkatkan peluang  winner2x chicken dinner.

Perlu diketahui juga, beberapa turnamen esports untuk game mobile juga sudah menerapkan standar seperti maksimal ukuran layar smartphone. Mungkin ada ketentuan khusus saat menggunakan smartphone gaming untuk kompetisi.

Untuk pengaturan AirTrigger II bisa ditemukan di Settings > Advanced dan juga di aplikasi Armoury Crate. Level sensitivity-nya bisa disesuaikan dari 1 hingga 11, dengan input latency 20ms, punya dual vibration, dan kontrol sliding gesture baru.

Armoury Crate

PSX_20191218_134751

Untuk mengelola fitur dan pengaturan terkait gaming, ASUS mengumpulkannya di satu tempat yakni Armoury Crate. Ada dua menu utama, pertama Game Library – di sini daftar game yang diinstall akan muncul dan profil tiap-tiap game bisa disesuaikan lebih jauh.

PSX_20191218_134758

Lalu, menu kedua Console – pusat kendali yang menampilkan informasi sistem seperti CPU, GPU, memory used, storage used, dan remaining time. Lalu, ada opsi untuk mengaktifkan dan menonaktifkan X mode, pengaturan terkait fitur Game Genie, AirTriggers, fan speed bila menggunakan aksesori kipas AeroActive Cooler II, dan system lighting.

Game Genie dapat diakses saat kita menjalankan game, caranya dengan swipe dari kiri ke kanan pada bagian kiri layar smartphone untuk menampilkan game toolbar. Ada banyak tool yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kenyamanan bermain game, seperti mapping AirTriggers, memblokir notifikasi, panggilan telepon, mengunci tingkat kecerahan layar, menggunakan data-only, dan speed up untuk mengoptimalkan performa smartphone. Selain itu, informasi seperti CPU, GPU, level baterai, temperature, dan FPS juga bisa ditampilkan secara real-time.

Bila Anda ingin membuat konten, ASUS telah melengkapi ROG Phone II dengan fitur screen recorder bawaan. Anda bisa merekam keseruan gameplay dari game yang dimainkan hingga resolusi 1080p, bahkan bisa live streaming ke channel YouTube atau Twitch hingga resolusi 1080p juga.

Desain

Tampang ROG Phone II segarang pendahulunya, sangat kental dengan nuansa gaming dan juga tampil futuristik. Di bagian belakang, terpampang logo ROG dengan lampu RGB yang efeknya bisa mengintimidasi teman atau lawan saat ‘mabar’.

Desain smartphone ini dirancang agar nyaman digunakan di posisi landscape. Menurut ASUS, layar 6.59 inci dengan rasio 19.5:9 dengan lebar 7,8 cm dan tinggi 17,1 cm adalah ukuran maksimum untuk membuat grip ROG Phone II tetap nyaman di tangan.

Layarnya diproteksi oleh Gorilla Glass 6 dan punya speaker stereo di depan dengan aksen warna orange-nya yang khas. Kontruksi body-nya sendiri terbuat dari paduan kaca dan logam, dengan ketebalan 9,5 mm dan bobot 240 gram.

Atribut lainnya, di sisi kiri terdapat port untuk khusus untuk aksesori dan port USB Type-C ekstra yang memungkinkan Anda bisa melanjutkan permainan sambil mengisi daya. Lalu, tombol power dan volume di sisi kanan. Sementara, port USB Type-C satu lagi dan jack audio 3.5mm di sisi bawah.

Hardware dan Performa

PSX_20191218_134935

Smartphone Android 9 Pie dengan opsi antarmuka ROG UI atau Zen UI ini diotaki oleh Mobile Platform Qualcomm Snapdragon 855 Plus dengan CPU clock speed hingga 2,96GHz yang memang dirancang untuk menangani tuntutan gaming.

Menggunakan jenis RAM dan storage versi terbaru. RAM LPDDR4X dengan kapasitas 8GB atau 12GB, serta penyimpanan UFS 3.0 dengan kapasitas 128GB atau 512GB. Kinerjanya tak perlu diragukan lagi, sudah pasti bisa menangani hampir semua game yang ada di Google Play Store dengan setting rata kanan.

Apa gunanya RAM besar jika sistem operasinya sangat agresif? Pada ROG Phone II, aplikasi atau game yang kita buka akan standby di background – sehingga proses multitasking berjalan sangat mulus.

Saat bermain game dengan X mode aktif, body smartphone ini memang terasa agak panas. ASUS memberikan solusi dengan sistem pendingin berlapis yakni GameCool II dengan 3D vapor-chamber hingga active cooling berupa aksesori kipas AeroActive Cooler II. Jadi, potensi Snapdragon 855+ tidak terhambat dan menjaga kinerja keseluruhan tetap optimal.

Baterai berkapasitas 6.000 mAh memastikan Anda dapat bermain game dalam sesi waktu yang lama. Untuk penggunaan standar dengan X mode dan lampu RGB dinonaktifkan, seenggaknya smartphone bisa bertahan dua hari. Proses pengisian dayanya juga cepat berkat teknologi ROG HyperCharge 30W dan Quick Charge 4.0.

Kamera

PSX_20191218_135008

Seorang gamer pun bukan berarti tidak membutuhkan kamera, meski ditujukan untuk bermain game – kemampuan kamera ROG Phone II selevel dengan flagship mainstream ASUS Zenfone 6. Meskipun masih mengandalkan konfigurasi dual-camera, kebanyakan smartphone baru saat ini sudah mengemas triple bahkan quad-camera.

Kamera utamanya menggunakan sensor Sony IMX586 beresolusi 48MP (f/1.8) dengan ukuran per piksel 0.8 µm dan memiliki filter warna Quad Bayer 2×2 piksel. Singkatnya, ouput 12MP didukung dengan ukuran piksel 1,6 μm yang ideal untuk berbagai skenario foto.

Kamera sekundernya juga menggunakan sensor Sony, 13MP (f/2.4) dengan lensa ultrawide 11mm yang menyuguhkan bidang pandang 125 derajat. Menariknya, fitur wide-angle ini bisa digunakan di mode photo, night, pro, dan video. Berikut hasil foto dari kamera ASUS ROG Phone II:

Lalu, untuk kamera depannya 24MP (f/2.2) dan bisa merekam video 1080p hingga 60 fps. Sementara, kamera belakangnya mampu merekam video 4K hingga 60 fps dan slow-mo 1080p 120 fps atau 240 fps.

Review-ASUS-ROG-Phone-2-22

Verdict

PSX_20191218_135044

Harga dasar untuk ROG Phone II Elite Gamer Package dengan konfigurasi memori 8GB + 128GB dibanderol seharga Rp8.499.000, menurut saya ini benar-benar harga yang pantas untuk sebuah smartphone gaming premium yang selevel dengan smartphone flagship Android ataupun iOS yang ada saat ini.

Desain khas ROG-nya mungkin tidak untuk semua orang. Namun deretan fitur gaming seperti layar dengan refresh rate 120Hz serta response time 1ms, sensor ultrasonic AirTrigger II, dan dukungan aksesoris eksklusif – semua yang dibutuhkan untuk pengalaman bermain game mobile terbaik disajikan di sini.

Sparks

  • Panel AMOLED dengan refresh rate 120Hz
  • Punya dua port USB Type-C
  • Baterai 6.000 mAh dengan Quick Charge 4.0
  • Dukungan ekosistem aksesori gaming yang cukup lengkap

Slacks

  • Tidak mendukung wireless charging
  • Body smartphone tidak tahan air

Lewat Promo Incredible Deals, PlayStation Tawarkan Bundle Konsol PS4 dengan Harga Menarik

Jelang pergantian tahun dan musim liburan bulan Desember, Sony Interactive Entertainment Singapore Private Limited (SIES) mengumumkan dimulainya promo “Incredible Deals” dan sekaligus turut merayakan ulang tahun PlayStation yang ke-25. Promo ini menawarkan harga-harga menarik untuk bundle konsol dan aksesoris PlayStation 4.

Bundle ini cocok buat mereka yang belum pernah memiliki PS4 sebelumnya,” ujar Nigel Lee, PR and Marketing Executive Sony Interactive Entertainment Singapore.

Ya, ini adalah saat yang tepat bagi Anda yang tertarik ingin membeli PS4 atau berniat membeli game-game PS4 yang baru untuk mengisi liburan tahun baru. Dari 12 Desember 2019 hingga 1 Januari 2020, Anda dapat membeli produk PlayStation di PlayStation Authorised Dealers dan gerai Sony Stores dengan harga lebih menarik, detailnya sebagai berikut:

PSX_20191212_181124

  • PS4 Party Bundle di harga promo Rp4.499.000 (diskon sebesar Rp 1.200.000)
  • PS4 MEGAPACK di harga promo Rp 3.999.000 (diskon sebesar Rp 1.200.000)
  • PS4 Pro Party Bundle di harga promo Rp 6.299.000 (diskon sebesar Rp 1.200.000)
  • PS4 DUALSHOCK4 Wireless Controller (hanya warna pilihan) di harga promo Rp 599.000 (diskon sebesar Rp 200.000)

Selain itu, dari mulai tanggal 15 Desember 2019 hingga 5 Januari 2020, judul-judul disc software berikut akan tersedia dengan harga promo:

Print

  • Death Stranding 579,000
  • Marvel’s Spider-Man GOTY 309,000
  • Concrete Genie 309,000
  • Days Gone 309,000

Untuk informasi lebih lanjut seputar lokasi gerai PlayStaton di Indonesia, bisa klik tautan ini dan untuk keterangan lebih lanjut seputar promosi akhir tahun PlayStation bisa klik tautan ini. Bagaimana tertarik untuk membeli PS4 atau tunggu tahun depan saat yang dinanti-nantikan PS5 akan dirilis?

Samsung Galaxy Land Kedua Digelar di Kota Kasablanka

Event Samsung Galaxy Land kembali digelar untuk kedua kalinya di Indonesia. Sebelumnya ajang ini diadakan di Atrium 2 Lippo Mal Puri pada bulan Mei 2019, sementara yang kedua diselenggarakan di Grand Atrium Kota Kasablanka dari tanggal 9 – 15 Desember 2019.

PSX_20191212_115412

Kenapa Galaxy Land? Karena kita melihat bahwa tidak cukup bila hanya menjual device secara produk dan tidak memberikan konsumen ekosistem yang lebih luas. Dengan Galaxy Land kita harapkan konsumen bisa mendapatkan semua mengenai Samsung yang ada di Indonesia. Terutama dari segi smartphone, IOT, dan aksesori. Kemudian juga dari segi produk-produk lain yang kita punya dan semua user experience yang ada di sini,” ujar Hasan Aula, Chief Executive Officer Erajaya Group.

Konsumen bisa mendapatkan value dan bisa mendapatkan lebih banyak informasi mengenai produk – tentunya konsumen akan lebih mengerti dan memakai produk dengan lebih maksimal. Jadi ini adalah salah satu upaya dari kerja sama Erajaya dan Samsung, tentunya dari segi strategi kita untuk bisa terus menerus memberikan edukasi kepada konsumen,” tambahnya.

Galaxy Land sendiri merupakan ajang pameran Samsung Galaxy Series terbesar dan terlengkap di Indonesia. PT. Nusa Abadi Sukses Artha (NASA) adalah salah satu anak usaha Erajaya Group yang khusus menangani bisnis ritel mono-brand Samsung Experience Store (SES).

Sebuah konsep dan inisiatif baru yang diperkenalkan tahun 2019 untuk memberikan pengalaman terbaik bagi konsumen Samsung. Event expo dan exhibition Samsung terbesar dan terlengkap yang dikemas secara
menyeluruh, baik dari sisi produk device, ekosistem serta service yang dilengkapi dengan hands-on experience mengenai teknologi, fitur, maupun program Customer Relationship Management (CRM) dalam sebuah event.

Berbagai kegiatan di Galaxy Land akan dipandu oleh Galaxy Master yang akan membantu Konsumen untuk lebih memahami tentang produk-produk Samsung Galaxy Series, seperti Galaxy A Series, S Series, Note Series, Galaxy Gear, dan lainnya. Agar Konsumen lebih mudah memahami fitur Samsung, semua produk di Galaxy Land dilengkapi live demo unit.

“Menandai kerjasama Samsung dengan Erajaya Group selama lebih dari 15 tahun, Galaxy Land menjadi event yang memberikan berbagai kemudahan dan kenyamanan bagi konsumen untuk memiliki teknologi terbaru dari Samsung, mulai dari rangkaian Galaxy A series terbaru, Galaxy S10 dan Note 10, hingga Galaxy ekosistem dan aksesoris,” jelas JaeHoon Kwon, President Samsung Electronics Indonesia.

Bagi konsumen Erajaya Ritel Group yang meliputi Erafone, Eraspace.com, Samsung Experience Store by NASA, Urban Republic yang melakukan pembelian produk Samsung minimal Rp 2.000.000 di periode 1 November sampai dengan 1 Desember 2019 mendapatkan gratis member EraClub dan berkesempatan mengikuti program Samsung Karnaval 2019 dengan Grand Prize mobil Mitsubishi Expander yang akan diundi pada hari Minggu, 15 Desember 2019 di Galaxy Land Atrium Kota Kasablanka.

Selama event Galaxy Land, tersedia berbagai promosi dan penawaran istimewa bagi para pecinta produk Samsung, yaitu:

  • Cashback smartphone Samsung hingga Rp 5.500.000
  • Harga Spesial Samsung Galaxy Note10 Series mulai dari Rp 13.399.000 plus GRATIS* Galaxy Fit E
  • Harga Spesial Samsung Galaxy S10 Series mulai dari Rp 9.999.000 plus GRATIS* voucher aksesoris senilai Rp 500.000
  • Flash Sale smartphone dan aksesoris Samsung dapatkan cashback hingga Rp 4.000.000
  • Tukar gadget lama kamu ke Galaxy Note10 Series
  • GRATIS* Galaxy Buds untuk lima Konsumen pertama Samsung Galaxy Note10|10+
  • Tambahan diskon hingga Rp 500.000 dan cicilan 0% hingga 24 bulan dengan kartu kredit BCA, CIMB Niaga, Citibank, Digibank by DBS dan Mandiri
  • Cicilan mudah tanpa kartu kredit plus diskon hingga Rp 1.000.000 dengan AEON, HCI, Kredit Plus, Mega Zip dan Kredivo.

[Review] ASUS ZenBook Duo UX481, Suguhkan Pengalaman Menggunakan Monitor Eksternal

Ngopi di kafe sambil kerja buka laptop sudah menjadi pemandangan yang umum dan laptop dengan logo ‘apel’ sudah terlihat terlalu mainstream. Lain cerita kalau laptop yang digunakan ialah ASUS ZenBook Duo, desain ‘nyeleneh’ dengan dual-screen ini sangat mudah mencuri perhatian – kesannya sangat futuristik.

Hari Jumat lalu, waktu menunjukkan jam 2 siang setelah menghadiri acara peluncuran smartphone baru. Karena balik ke kantor jauh, mampir ke tempat ngopi menjadi opsi terbaik untuk lanjut mengetik artikel. Saya bawa ZenBook Duo sekalian untuk mengetesnya dan berikut pengalaman saya menggunakan ZenBook Duo selama seminggu.

Desain Nyeleneh

PSX_20191211_155521

ZenBook Duo tiba dalam balutan warna Celestial Blue yang tampil elegan. Menurut saya warnanya ini lebih ke arah hijau tua dan hampir mirip dengan warna Midnight Green pada iPhone 11 Pro Max. Bagian depan ZenBook Duo ini menampilkan desain khas ZenBook dengan spun-metal finish yang berpusat di logo ASUS.

Saat membuka tutupnya, mekanisme engsel ErgoLift design akan membuat body utama ZenBook Duo sedikit terangkat dan membentuk rongga udara ekstra dengan sudut 5,5 derajat. Posisi keyboard dan layar sekunder yang sedikit miring tersebut membuat pengalaman mengetik lebih nyaman, memberikan sudut pandang layar sekunder lebih baik, serta meningkatkan performa sistem pendingin dan audio.

‘ScreenPad Plus’, begitu ASUS menamainya. Sebuah layar sentuh 12,6 inci yang besarnya sekitar setengah layar utama. Karena tempat yang seharusnya untuk keyboard digunakan untuk ScreenPad Plus, posisi keyboard pun tergeser ke bawah di tempat yang seharusnya untuk touchpad dan sandaran tangan. Touchpad pun diperkecil dan dipindahkan ke samping kanan keyboard, tapi setidaknya ASUS melengkapi touchpad dengan tombol klik kanan dan kiri.

Penempatan keyboard dan touchpad yang tidak biasa ini membuat aktivitas mengetik bikin sering typo dan mengoperasikan laptop menjadi canggung. Bagi yang gampang geregetan, sebaiknya menggunakan mouse.

Keyboard-nya sendiri bergaya chiclet, dilengkapi dengan full-size backlit, dan memiliki key travel sejauh 1.4mm. Keyboard-nya empuk saat ditekan, sejauh ini aktivitas mengetik di permukaan yang rata cukup nyaman. Namun karena tidak punya sandaran tangan, akan sulit mengetik di atas pangkuan paha.

Layar Utama & Dimensi

ASUS ZenBook Duo mengemas NanoEdge display 14 inci, dengan panel LED-backlit beresolusi Full HD (1920×1080 piksel) dalam rasio 16:9, dengan tingkat reproduksi warna color space sRGB hingga 100 persen, dan teknologi wide-view 178 derajat. Warna yang dihasilkan di layar laptop ini juga akurat karena telah dikalibrasi dan telah mengantongi sertifikasi Pantone Validated Display.

Bezel samping kanan kiri dan atas sangat tipis, hanya 3,5mm dan ASUS mengklaim rasio screen-to-body mencapai 90 persen. Sayangnya, bezel sampingnya ini terbuat dari plastik berpadu karet yang membuatnya terlihat kurang premium.

Mungkin hal ini terkait soal ketahanan body-nya, di mana ZenBook Duo telah mengantongi sertifikasi ketahanan standar militer MIL-STD 810G. Sertifikasi tersebut menandakan bahwa ZenBook Duo telah lolos dari berbagai pengujian ekstrem mulai dari uji penggunaan di ketinggian ekstrem, uji ketahanan jika laptop ini dijatuhkan dari ketinggian tertentu, uji ketahanan terhadap getaran, hingga uji penggunaan di suhu ekstrem.

Meski masuk dalam keluarga ZenBook, ZenBook Duo dengan dual-screen punya profil yang lebih tebal sehingga tidak masuk dalam kategori ultrabook atau laptop thin & light. Sebab dimensinya mencapai 323×223 mm dengan ketebalan 19,9 mm dan bobot 1,5 kg. Sebagai laptop 14 inci, bentukan ZenBook Duo masih terbilang ramping. Namun body-nya memang seperti laptop mainstream, cukup tebal dan agak berat.

Soal konektivitas, ZenBook Duo telah dilengkapi modem Intel Wi-Fi 6 dengan Gig+ (802.11ax). Lalu, pada sisi kanan terdapat port USB 3.1 Gen 1, audio jack 3,5mm, dan slot microSD card reader. Sementara, di sisi kirinya terdapat port charging, port HDMI, port USB 3.1 Gen 2, dan port USB Type-C 3.1 Gen 2.

ScreenPad Plus

Layar kedua bernama ScreenPad Plus menjadi sajian utama ZenBook Duo, ASUS merancangnya untuk meningkatkan produktivitas penggunanya lewat multitasking. Layarnya berukuran 12,6 inci dan uniknya ScreenPad Plus ini sudah touchscreen, padahal layar utama tidak mendukung touchscreen dan dibekali stylus dalam paket penjualannya.

Layarnya sendiri memiliki finishing matte, bukan glossy seperti pada layar utama. Mengingat penempatan layar pertama dan kedua saling berhadapan, finishing matte pada ScreenPad Plus akan mengurangi efek refleksi. Meskipun artinya akan ada perbedaan kualitas, tampilan yang kontras suka atau tidaknya tergantung dari preferensi pengguna masing-masing.

ScreenPad Plus ini dikenali oleh sistem sebagai monitor eksternal. Secara default berada di mode Extend, kita mengubah ke mode lainnya seperti mode duplicate, mode second screen only, dan mode PC screen only dengan menekan tombol F8.

Ya, kita dapat menyeret konten di layar utama ke layar kedua dengan mulus. Sebagai seorang content creator, saya bisa menulis review atau berita dan membuka banyak referensi di layar kedua.

Lalu, saat mengedit video – saya bisa menyeret file project dan timeline ke layar kedua – sehingga layar utama bisa digunakan sepenuhnya untuk preview video. Saat mengedit foto, saya bisa memindahkan tool ke bawah dan menggunakan stylus untuk meningkatkan akurasi lebih baik.

Kita bisa menampilkan dua hingga tiga window atau aplikasi di ScreenPad Plus. Cukup drag-and-drop konten yang diinginkan dan posisikan sesuai dengan layout yang disediakan. ASUS juga menyediakan antarmuka khusus agar lebih mudah dalam mengatur berbagai aplikasi yang sedang ditampilkan. Serta sejumlah fitur untuk membantu multitasking, meliputi App Switcher, Tas Swap, App Navigator, Task Group, dan fitur yang paling istimewa adalah Quick Key.

Fitur tersebut memungkinkan pengguna ZenBook Duo UX481 menampilkan tombol pintasan (shortcut) di layar ScreenPad Plus. Selain dapat disesuaikan dengan kebutuhan penggunanya, Quick Key juga dapat diintegrasikan dengan aplikasi apapaun yang sedang dijalankan. Dengan demikian Quick Key dapat menampilkan tombol pintasan sesuai dengan aplikasi yang sedang berjalan.

Hardware dan Performa

PSX_20191211_155131

Sebagai laptop yang dirancang optimal untuk melakukan multitasking, ZenBook Duo UX481 hadir dengan performa yang powerful. Unit ZenBook Duo yang saya review ditenagai prosesor Intel Core i7-10510U Comet Lake generasi ke-10, quad-core 1.8GHz dengan Turbo Boost (hingga 4.9GHz) dan cache 8MB.

Berbicara soal multitasking, ZenBook Duo UX481 telah dilengkapi dengan RAM DDR4 berkapasitas hingga 16GB. Didukung oleh penyimpanan berupa M.2 PCIe NVMe SSD berkapasitas 1TB.

ZenBook Duo UX481 juga hadir dengan chip grafis NVIDIA GeForce MX250 yang cukup powerful untuk berbagai kegiatan komputasi. Tidak hanya itu, chip grafis dengan VRAM sebesar 2GB ini bahkan dapat diandalkan untuk mengakselerasi performa ketika melakukan photo atau video editing.

Prosesor Intel Core 10th Gen memiliki konsumsi daya yang lebih rendah dari generasi sebelumnya. Lalu dengan kapasitas baterai 70Whrs, laptop ini mampu bertahan lama. Menurut ASUS dengan pengujian menggunakan PCMark 10 battery pada mode modern office menunjukkan ZenBook Duo UX481 dapat bertahan hingga 8 jam.

Verdict

PSX_20191211_154526

Layar 14 inci pada laptop memang dianggap sebagai ukuran yang proporsional, nyaman buat bekerja dan tetap portable. Namun untuk kegiatan multitasking, layar laptop terlalu kecil untuk menampilkan beberapa aplikasi atau tugas secara bersaam. Keberadaan monitor tambahan tentu akan sangat membantu kita dalam bekerja.

ScreenPad Plus adalah jawaban dari ASUS, tak hanya dapat membuka banyak aplikasi secara bersamaan – tapi juga ditampilkan secara efisien. Tampilan bisa dibagi-bagi, sehingga kita bisa dengan nyaman dan cepat menyelesaikan pekerjaan di layar utama.

Di sisi lain, desain revolusioner ZenBook Duo dengan dual-screen mengorbankan aspek ergonomis – ia bukanlah laptop ultrabook atau thin & light. Meskipun dimensinya tergolong padat dan ramping, body-nya cukup tebal dan agak berat seperti laptop mainstream. Selain itu, penempatan keyboard dan touchpad-nya yang agak canggung mungkin bisa jadi masalah dalam kondisi penggunaan tertentu.

Berikut harga ASUS ZenBook Duo UX481:

  • Rp16.299.000 (Core i5, UMA, 8GB/512GB)
  • Rp18.299.000 (Core i5, MX250, 8GB/512GB)
  • Rp20.299.000 (Core i7, MX250, 16GB/512GB)
  • Rp23.999.000 (Core i7, MX250, 16GB/1TB)

Sparks

  • ScreenPad Plus menyuguhkan pengalaman seperti layaknya menggunakan monitor eksternal, berguna untuk multitasking
  • Desain unik dan tampil futuristik
  • Termasuk stylus, case, dan dudukan lipat
  • Harganya mulai dari Rp16 jutaan

Slacks

  • Kualitas tampilan layar utama dan kedua kontras
  • Penempatan keyboard agak canggung dan touchpad-nya sempit 
  • Layar utama tidak touchscreen
  • Body agak tebal dan berat