Rekap MPL ID Season 8 Week 3: Alter Ego Perpanjang Rekor Positif

Liga profesional Mobile Legends: Bang Bang, MPL ID S8, kembali bergulir akhir pekan kemarin.

Berlangsung di minggu ketiga fase regular season, MPL ID Season 8 menghadirkan beberapa pertandingan yang sangat seru. Pekan ketiga berlangsung sejak Jumat (27/08) hingga Minggu (29/08).

Alter Ego Curi Perhatian di Laga Pembuka

Sumber: Alter Ego

Laga pembuka menghadirkan Aura Fire menghadapi Alter Ego dan diikuti oleh big match antara EVOS Legends melawan ONIC Esports.

Alter Ego yang sempat memuncaki klasemen MPL ID Season 7 memang perlahan menurun di akhir musim. Kini, Udil dan kawan-kawan kembali membuktikan kualitasnya dengan mengalahkan Aura Fire lewat skor 2-1.

Tim Alter Ego menghadirkan permainan agresif, namun kejutan ditunjukkan terlebih dulu oleh Aura Fire dengan mengamankan kemenangan pertama.

Dengan sistem best-of-three, rupanya Alter Ego enggan memberikan 3 poin bagi Aura Fire. Udil dkk. memberikan perlawanan dengan pertahanan yang sangat rapih.

Kecerobohan Aura Fire dimanfaatkan dengan sangat baik dan Alter Ego membalikkan keadaan menjadi 2-1 untuk kemenangan manis di laga pembuka.

Di sisi lain, ONIC Esports juga mengemas kemenangan manis 2-0 tanpa balas melawan sang juara MPL ID Season 7, EVOS Legends.

Jalannya Laga MPL ID Season 8 di Pekan Ketiga

https://www.youtube.com/watch?v=JN8fwwtaK5Y

Pada hari berikutnya (28/08), MPL ID Season 8 menyajikan tiga pertandingan sekaligus. Laga antara Rebellion Genflix melawan Aura Fire, Bigetron Alpha melawan Alter Ego, dan El Clasico antara RRQ Hoshi melawan EVOS Legends.

Laga pembuka kali ini dimenangkan oleh Aura Fire setelah hari sebelumnya kalah oleh Alter Ego. Tidak main-main, tim berlogo naga merah tersebut menorehkan skor 2-0 tanpa balas.

Berikutnya giliran Alter Ego yang unjuk gigi, apalagi melawan tim Bigetron Alpha yang digadang-gadang menjadi tim underdog. Namun rekor positif Alter Ego masih belum luntur setelah mengemas kemenangan dengan skor 2-1.

Lalu ajang yang ditunggu-tunggu, El Clasico membawa kemenangan RRQ Hoshi lewat skor 2-0. EVOS Legends pun harus rela menelan kekalahan perdananya di tangan RRQ Hoshi yang dilatih oleh Acil.

Pada Minggu (29/08), Geek Fam bertanding melawan ONIC Esports yang sempat memenangkan laga pembuka. Setelah itu RRQ Hoshi akan melawan tim juru kunci yaitu Rebellion Genflix.

ONIC Esports kembali menunjukkan mentalitas juara setelah mengalahkan EVOS Legends 2-0. Skor yang sama harus diterima oleh Geek Fam dengan kata lain ONIC Esports melalui pekan ketiga dengan 2 kemenangan bersih.

Bagaimana dengan RRQ Hoshi? Sama dengan ONIC Esports, Albertt dan kawan-kawan juga mengemas kemenangan bersih di pekan ketiga setelah mengalahkan EVOS Esports dan Rebellion Genflix lewat skor 2-0.

Dengan hasil ini, Alter Ego, RRQ Hoshi, dan ONIC Esports menempati klasemen atas. Berbanding jauh dengan EVOS Legends yang justru turun klasemen ke peringkat 4 sementara.

Berikut klasemen MPL ID Season 8 di pekan ketiga:

Sumber: MPL Indonesia

Gelaran MPL ID Season 8 fase regular season masih akan berlanjut pada pekan keempat yang dimulai pada 3 September 2021 mendatang.

SEACL 2021 Selesai Digelar, Indonesia Rengkuh Posisi 3

SEACL 2021 baru aja selesai digelar, ajang tahunan PES yang musim ini digelar secara online mempertemukan para jagoan PES dari 8 negara di kawasan Asia Tenggara: Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Vietnam, Thailand, termasuk Indonesia.

Dimulai sejak tahun 2015, kompetisi SEACL berawal dari komunitas online di sosial media, baru pertama kali digelar secara offline pada tahun 2016 di Kota Hanoi, Vietnam. Berlanjut 2017 diadakan di Kota Bandung, Indonesia; 2018 di Kuala Lumpur, Malaysia; dan 2019 Bangkok Thailand tahun dimana Rizky Faidan meraih Juara Asia dan Tim WANI menjadi Tim COOP Runner-up World Finals. Tahun 2020 gelaran SEACL harus batal terselenggara dikarenakan pandemi, dan di Tahun 2021 ini, Liga1PES sebagai wadah sekaligus organizer kembali menggulirkan ide “kembali ONLINE” untuk SEACL musim ini.

“Awal-nya agak kurang pede sih, karena melihat kondisi pandemi dan juga cukup lama vakum dari komunitas esports PES sejak awal pandemi.”, ujar Valent selaku Founder Liga1PES. Tapi alhasil event yang bisa dibilang “iseng”, justru mendapat respon sangat positif dan antusiasme yang luar biasa tidak hanya komunitas di Indonesia, melainkan juga komunitas regional di Asia Tenggara, terbukti 7 negara mengkonfirmasi keikutansertaan mereka di musim ini dengan menggelar kualifikasi di negara mereka masing-masing dan mengirimkan wakilnya untuk berpartisipasi di putaran final SEACL 2021 Online 28-29 Agustus kemarin.

Di musim sebelumnya, SEACL menggunakan format individu dimana setiap negara yang mengirimkan 4 orang wakil, setiap pemain yang dikirimkan akan bertanding secara individu, sehingga gelar Juara akan diperoleh oleh individu yang berhasil menjadi pemenang di babak Final. Sedangkan di musim 2021 memiliki format yang berbeda, meski setiap negara mengirimkan jumlah personil sama yaitu 4 orang, tapi kali ini mereka akan bermain sebagai SATU TIM mewakili negara masing-masing, sehingga penampilan 1 orang akan mempengaruhi keseluruhan Tim atau Negara tersebut. Hal tersebut dilakukan karena melihat perkembangan esports PES sekarang ini yang terus berkembang menuju format kompetisi menggunakan Tim, seperti Eleague Thailand dan Efootball.Pro di Eropa.

Format TIM yang digunakan pada SEACL kali ini menggunakan format 3 GAMES, yaitu 1v1, COOP 2v2 dan 1v1. Kualifikasi Indonesia musim ini pun diselenggarakan berbeda dimana kualifikasi dilakukan terbuka hanya untuk pemain yang belum memiliki pengalaman di tingkat PRO atau yang belum pernah bermain di kompetisi PRO. Alhasil 4 pemain Indonesia yang berhasil lolos dan menjadi wakil Indonesia di SEACL kali ini adalah para pemain yang memang secara pengalaman belum memiliki jam terbang di level internasional. Dan inilah yang menjadi VISI Liga1PES dengan event SEACL kali ini.

“Kami mengharapkan Liga1PES melalui SEACL bisa menjadi wadah bagi para pemain PES Indonesia yang mau memulai karir di esports untuk berkembang ke tingkat yang lebih tinggi, baik secara skill, mental, maupun pengalaman bertanding. Yang diharapkan melalui wadah ini Indonesia bisa terus melahirkan pemain-pemain PRO baru seperti Faidan dkk yang lahir dari tahun-tahun sebelumnya yang sekarang banyak dari mereka mulai memiliki karir dengan klub-klub sepakbola atau esports PRO, baik di Liga Thailand atau IFEL yang ada di Indonesia.” Kata Valent.

SEACL 2021 berlangsung selama 2 hari, Hari Sabtu 28 Agustus dimulai dengan babak grup dimana seluruh negara bertanding dengan format “Round Robin” yang hasilnya 4 negara teratas berhak lolos dan tampil ke babak gugur yang dimainkan Hari Minggu. Indonesia berhasil menduduki posisi runner-up selisih 1 POIN di bawah Vietnam, diikuti oleh Malaysia dan Thailand.

Sebagai pemuncak dan runner-up klasemen Vietnam & Indonesia berhak menempati “Upper Bracket” di babak gugur, sedangkan Malaysia & Thailand yang berada di posisi 3 & 4 babak grup harus memulai babak gugur dari posisi “Lower Bracket”. Pertemuan pertama Tim Indonesia dengan Tim Vietnam yang berisikan 4 pemain PRO yang berlaga di ELeague Thailand di babak grup, Tim Vietnam benar-benar menghajar habis-habisan tim Indonesia dengan memenangkan seluruh 3 GAME tanpa balas. 4-2, 2-1, dan 2-0.

Memasuki babak gugur Hari Minggu, kepercayaan diri Tim Indonesia sebenarnya cukup tinggi dan sangat siap menghadapi Tim Vietnam, tapi pengalaman para pemain Vietnam di liga PRO memang menjadi salah satu aspek terpenting dalam kompetisi setingkat SEA yang hasilnya, Tim Indonesia harus kembali mengakui keunggulan Tim Vietnam dan harus turun ke “Lower Bracket” untuk bersaing dengan Tim Malaysia yang berhasil unggul atas Thailand pada putaran pertama “Lower Bracket”.

Indonesia yang tampil sangat baik di putaran babak grup, lagi-lagi harus menelan pil pahit melawan Tim Malaysia yang berisikan juga para pemain PRO, termasuk 2 pemain Asian Games 2018 yang bermain di kategori COOP. Jika di babak grup Indonesia mampu memenangkan 2 GAME melawan Tim Malaysia dengan skor 2-2 PK, 1-0, 4-2, di babak grup justru Tim Malaysia berhasil membalikkan keadaan dengan penampilan memukau mereka dan mengalahkan Tim Indonesia dengan memenangkan 2 GAME langsung 2-2 PK dan 2-1. Alhasil Indonesia gagal lolos ke babak Grand Final dan harus puas sebagai Tim posisi ke-3 di babak grup.

Seluruh pertandingan Tim Indonesia dapat disaksikan melalui channel youtube Liga1PES: youtube.com/liga1pes

Di babak Grand Final, Tim Vietnam benar-benar mendominasi pertandingan, meski Tim COOP Malaysia mencuri 1 GAME dari Tim Vietnam, namun dominasi dan pengalaman pemain Vietnam di musim ini benar-benar menjadikan mereka layak sebagai Juara di regional SEA. Skor 5-1, 1-2, dan 5-0 memastikan Vietnam keluar sebagai Juara SEACL musim 2021.

Tetap semangat untuk Tim PES Garuda SEACL 2021! Jangan patah semangat, terus bermimpi untuk meraih prestasi! Kompetisi bukan soal memenangkan segalanya, tapi kompetisi untuk kita terus bertumbuh dan menjadikan pribadi kita yang lebih baik dari sebelumnya. GO esports & PES Indonesia!

Artikel ini ditulis oleh Valentinus Sanusi, founder dari Liga1PES. Penyesuaian ringat untuk tulisan agar sesuai dengan arahan media Hybrid.co.id. 

Sejumlah Tim League of Legends yang Lolos ke World Championship 2021

Worlds 2021 kini semakin dekat dengan mulai penuhnya jajaran tim yang lolos mewakili berbagai regional. Sebelumnya, Tiongkok direncakan menjadi tuan rumah untuk dua tahun berturut-turut pada ajang esports tertinggi bagi game League of Legends tersebut.

Pada gelaran Worlds keduanya di tengah pandemi COVID-19, pihak Riot Games mengaku pemilihan Tiongkok sebagai tuan rumah bukan hal yang mudah. Untuk menggelar turnamen ini di tahun 2021, event bahkan harus dipisah ke beberapa kota seperti pembukaan di Shanghai, Qingdao, Wuhan, Chengdu, sedangkan grand final di Universiade Sports Centre, Shenzhen pada 6 November 2021. Pemilihan Tiongkok juga berfungsi untuk mengakomodasi seluruh peserta atau tim League of Legends dari berbagai negara.

Namun tepat pada 24 Agustus lalu, Riot Games resmi mengumumkan pemindahan lokasi Worlds 2021 menuju benua Eropa.

“Kami melihat 2020 akan menjadi ajang Worlds yang tersulit untuk digelar,” ujar John Needham, Head of Esports Riot Games.

“Dengan distribusi vaksin yang tersebar di dunia tahun ini, kami mengantisipasi kembalinya kegiatan normal di tahun 2021. Sayangnya hal tersebut tidak terjadi. Dengan maraknya varian Delta, larangan bepergian dan protokol COVID rupanya menjadi lebih menyulitkan tahun 2021 dibandingkan di tahun 2020,” tutup Needham.

Pada tahun 2021, Tiongkok merupakan opsi yang paling memungkinkan untuk menjadi tuan rumah Worlds 2021. Namun dengan beberapa situasi yang sulit diatasi, John Needham memutuskan untuk memilih Eropa sebagai opsi utama sebagai tuan rumah.

Seiring informasi pemindahan lokasi ke Eropa, tim-tim League of Legends terbaik dari masing-masing regional mulai mengisi slot menuju gelaran Worlds 2021.

Nantinya akan ada 24 tim yang bertanding di Worlds 2021 mendatang. Berikut nama-nama tim yang sejauh ini memastikan tempatnya di gelaran League of Legends World Championship:

LPL (Tiongkok)

  • FunPlus Phoenix
  • EDG
  • TBD (To be disclosed)
  • TBD (To be disclosed)

LCK (Korea Selatan)

  • DWG KIA
  • Gen.G
  • T1
  • TBD (To be disclosed)
Sumber: Riot Games

LEC (Eropa)

  • MAD Lions
  • Fnatic
  • Rogue

LCS (Amerika Utara)

  • 100 Thieves
  • Team Liquid
  • Cloud9

PCS (TW/HK/MC/SEA)

  • PSG Talon
  • Beyond Gaming

VCS (Vietnam)

  • TBD (To be disclosed)
  • TBD (To be disclosed)

LCL (CIS)

  • TBD (To be disclosed)

LLA (Amerika Latin)

  • Infinity Esports

TCL (Turki)

  • TBD (To be disclosed)

CBLOL (Brazil)

  • TBD (To be disclosed)

LJL (Jepang)

  • TBD (To be disclosed)

LCO (Oseania)

  • TBD (To be disclosed)

Meski masih didominasi tim-tim besar, faktanya ada tim favorit yang gagal melaju ke Worlds 2021 seperti G2 Esports yang memiliki banyak nama bintang seperti Rekkless dan Caps. Skenario yang kurang lebih serupa di tahun lalu saat sang juara dunia tiga kali, T1 gagal tampil di Worlds 2020.

DWG KIA Won the 2021 LCK Summer Grand Finals, Securing Their Third LCK Trophy.

Last Saturday, DWG KIA faced off against T1 in the 2021 LCK Summer Split playoff grand finals. After 4 hard-fought matches, DWG KIA came out on top with a decisive 3-1 victory. This was the first time that Damwon Gaming organization accumulated three consecutive LCK trophies and became the second team to achieve this feat. T1 had the first LCK three-peat when they won 2016 LCK Spring and summer, 2017 Spring, 2019 Spring and Summer, and 2020 LCK Spring. Unfortunately for T1, DWG KIA currently proved themselves to be the better team and perhaps the best in LCK.

In game 1, DWG’s victory was largely contributed by the Camille played by Kim “Khan” Dhong-ha. Kim “Canyon” Geon-bu’s Trundle constantly ganked the top lane, putting a lot of pressure on T1’s top laner, Canna, and widening the kill score gap between the offlaners. Entering the 26th minute, Camille was already 3 levels ahead of Gwen. T1 tried to fight back and initiated a calculated teamfight where they hope to use Faker’s strength with Azir. DWG KIA, however, already knew its winning condition. Camille spends little to no effort in zoning or locking down Ezreal, practically removing T1’s primary damage dealer in most of the clashes.

The course of game 2 also started out in similar fashion: Canyon repeatedly ganks the top lane to try to secure an early advantage. However, unlike game 1, Canna was able to trade his death for one of DWG’s members and make their ganks less profitable. As a result, Khan’s Camille was not really able to get the ball rolling, and the match was kept at a stalemate. The game was ultimately decided on the second baron fight around the 28th-minute mark. T1 started the Baron, and DWG immediately came to contest. Khan, yet again, secured an important pick-off on Faker, turning the engagement into a favorable 4v5. The teamfight ended with the whole T1 team being wiped out and DWG getting a free Baron. The game was practically over from there.

Down 2-0, T1 went all out and played very aggressively from the start. Faker’s Azir and Canna’s Kennen put a lot of pressure in the early game and constantly dived towers with little to no fear. As a result, they were able to grab a dominant lead in the match. Azir and Kennen’s huge AOE damage output ultimately proved too much for DWG to handle, and T1 kept the series alive.

In game 4, T1 tried to repeat their game 3’s formula. Faker and the whole T1 roster came out with an early lead and made Khan’s life in the top lane miserable. However, the 17th-minute clash was perhaps the first sign of a comeback from DWG. T1 unfortunately continued to play sloppy, and the advantage soon fell into DWG’s hands in a Baron teamfight. DWG finally sealed the match with ShowMaker’s beautiful Quadra kill and was crowned as the 2021 LCK Summer Split champions.

Furthermore, DWG KIA’s victory in this tournament also secured them the first seed going into Worlds and a spot at the group stage. Despite T1 beating Gen.G in the semifinals last week, the second seed still goes to Gen.G due to their superior championship points. As a result, T1 would most likely be participating in the Play-Ins, unless they secure a win in the Regional Qualifier this Thursday.

Kalahkan PSG.LGD, Tundra Esports Sukses Juarai ESL One Fall 2021

Meski tidak bermain di gelaran The International 10, Tundra Esports mampu menunjukkan kelasnya sebagai tim yang layak diperhitungkan. Fata dan kawan-kawan berhasil menjadi juara di ESL One Fall 2021 tanpa kekalahan sekalipun di babak playoff.

Tim tersebut memang menjadi satu-satunya perwakilan Eropa yang mampu melaju ke babak playoff melalui upper bracket. Pasalnya, Tundra Esports menunjukkan permainan yang lebih baik dibandingkan rekan satu benuanya, Alliance dan Team Liquid.

Tundra berhasil melaju ke grand final setelah mengalahkan dua tim favorit lainnya yaitu beastcoast dan Virtus.pro. Tiket menuju grand final juga tidak mudah, apalagi mereka harus mengalahkan Virtus.pro yang memiliki roster muda yang mendominasi CIS.

Sumber: ESL

Tundra Esports yang sukses mengamankan tiket ke partai puncak harus bertanding melawan raksasa Dota 2 asal Tiongkok, PSG.LGD.

Pada tim PSG.LGD, sang pelatih yaitu xiao8 bermain sebagai stand-in untuk Cheng “NothingToSay” Jin Xiang. Langkah PSG.LGD ke partai final sendiri didapatkan setelah mengalahkan Team Spirit, T1, dan Virtus.pro.

Laga pertama di grand final ESL One Fall 2021 dibuka dengan kemenangan Tundra Esports. Meskipun demikian, PSG.LGD bermain sangat agresif dan mampu membalikkan skor dua pertandingan langsung menjadi 2-1 untuk keunggulan sementara.

Lewat laga best-of-five, xiao8 dan kawan-kawan hanya membutuhkan satu kemenangan lagi untuk memastikan gelar juara ESL One Fall 2021. Tidak menyerah, Tundra Esports menolak untuk memberikan kemenangan bagi tim Tiongkok tersebut.

Skiter dan Nine bermain sangat apik dan mampu menghasilkan total 31 kill dan 60k networth. Dominasi ini tidak mampu disaingi oleh sang lawan yang terpaksa menyerah di pertandingan keempat.

Menuju laga terakhir sekaligus penentu, PSG.LGD bermain cukup dominan di 20 menit pertama. Namun lagi-lagi Tundra menunjukkan kualitasnya dengan mencuri kill demi kill hingga menutup skor dengan kemenangan 3-2.

Dengan hasil ini, Tundra Esports berhak membawa pulang total hadiah sebesar US$175,000 atau sekitar Rp2,5 miliar. Kemenangan Sneyking dan kawan-kawan menjadi langkah optimis menatap musim depan pasca selesainya TI10.

Memang gelaran ESL One Fall 2021 menjadi turnamen terakhir di musim ini bagi Tundra Esports. Apalagi Fata dan kawan-kawan tidak lolos kualifikasi The International 10 serta tidak ada turnamen Dota 2 hingga bulan Oktober mendatang.

T1 Kerja Sama dengan Razer, DAMWON KIA Menangkan LCK Summer 2021

Minggu lalu, DAMWON KIA berhasil membawa pulang trofi League of Legends Champions Korea (LCK) Summer 2021. Dengan ini, mereka berhasil memenangkan LCK tiga kali berturut-turut. Sementara itu, T1 baru saja mengumumkan kerja sama dengan Razer. Dan ESIC memutuskan untuk menjatuhkan hukuman ban dua tahun pada Nicolai “HUNDEN” Petersen, pelatih CS:GO asal Jerman.

T1 Jalin Kerja Sama dengan Razer

Organisasi esports asal Korea Selatan, T1 Entertainment & Sports, baru saja mengumumkan bahwa mereka telah menjalin kerja sama dengan perusahaan aksesori PC, Razer. Sebagai bagian dari kerja sama ini, pemain League of Legends T1, Lee “Faker” Sang-hyeok akan mendesain dan membuat serangkaian produk eksklusif untuk Razer. Selain itu, T1 dan Razer akan berkolaborasi untuk mengadakan giveaways pada para fans, membuka kesempatan bagi para penggemar untuk memenangkan berbagai produk baru dari Razer. Selain itu, Razer juga menyediakan produk mereka untuk para murid dari akademi esports T1.

Faker bakal kerja sama dengan Razer untuk buat mouse eksklusif. | Sumber: Esports Insider

“Saya sangat senang karena T1 dan Faker bisa bekerja sama dengan Razer untuk membuat mouse bermerek Faker pertama. Sekarang adalah waktu yang sangat menarik bagi kami dan kami tidak sabar untuk membuat produk spesial bagi para gamers di seluruh dunia bersama Razer,” kata CEO TI, Joe Marsh, seperti dikutip dari Esports Insider.

Guild Milik David Beckham Masih Tertarik dengan CS:GO

Sejak didirikan pada Juni 2020, Guild Esports, organisasi esports asal Inggris yang juga dimiliki oleh mantan bintang pemain sepak bola, David Beckham, telah membuat tim di VALORANT, Fortnite, FIFA, dan Rocket League. Namun, mereka tidak pernah membuat tim Counter-Strike: Global Offensive. Padahal, mereka telah menjalin kerja sama dengan Duncan “Thorin” Shields pada November 2020. Melalui kerja sama ini, Guild berharap bahwa Thorin bisa memberikan saran tentang cara membuat tim CS:GO.

Dalam wawancara dengan Dexerto, CEO Kal Hourd mengungkapkan bahwa salah satu alasan mengapa mereka belum membuat tim CS:GO adalah karena mereka telah menjadi perusahaan terbuka. Jadi, mereka harus lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. Memang, Guild adalah organisasi esports pertama yang masuk ke London Stock Exchange.

“Kami pernah mengungkap ketertarikan kami untuk ikut serta di skena CS:GO. Dan minat itu masih ada. Namun, ada banyak perubahan di ekosistem CS:GO sekarang dan perhatian kami teralihkan ke game lain,” kata Hourd, seperti dikutip dari Dot Esports. Kemungkinan, perubahan yang dimaksud oleh Hourd adalah format pertandingan CS:GO. Sekarang, kebanyakan turnamen CS:GO diadakan secara online dari Eropa dan bukannya diselenggarakan secara offline di hadapan para penonton.

“Kami menjanjikan pemegang saham kami bahwa kami akan membuat keputusan cerdas dan kami tidak akan membuat tim untuk game yang tidak menguntungkan,” ujar Hourd. “Sejauh ini, ada beberapa game yang menarik minat kami dan CS:GO tetap masuk dalam pertimbangan kami.”

Kalahkan T1 di Final, DWG KIA Bawa Pulang Trofi LCK Summer 2021

DAMWON KIA berhasil membawa pulang trofi League of Legends Champions Korea (LCK) Summer Final setelah mengalahkan T1 dengan skor 3-1. Dengan ini, DWG KIA berhasil memenangkan LCK tiga kali berturut-turut. Sebelum ini, mereka memenangkan LCK Summer tahun lalu dan LCK Spring Finals 2021. Tak hanya itu, mereka juga memenangkan League of Legends World Championship 2020. Selain DWG KIA, hanya ada satu organisasi esports lain yang berhasil memenangkan LCK tiga kali berturut-turut, yaitu T1.

Kemenangan DWG KIA tidak hanya menjadi pencapaian bagi tim, tapi juga bagi kepala pelatih DWG KIA, Kim “kkOma” Jeong-gyun. Kemenangan kali ini merupakan gelar LCK ke-10 Kim. Dengan ini, dia berhasil mengalahkan midlaner T1, Lee “Faker” Sang-hyeok untuk mendapatkan pencapaian tersebut. Sebelum menjadi pelatih untuk DWG KIA, Kim juga pernah menjadi pelatih dari T1 pada era 2010-an, seperti yang disebutkan oleh Dot Esports.

ESIC Jatuhkan Hukuman Ban 2 Tahun Pada Pelatih Heroic, HUNDEN

Esports Integrity Commission (ESIC) baru saja memberikan hukuman pada pelatih Counter-Strike: Global Offensive asal Denmark, Nicolai “HUNDEN” Petersen. Hukuman yang mereka jatuhkan adalah ban selama dua tahun, dimulai pada 25 Agustus 2021 sampai 24 Agustus 2023. Alasan Petersen dihukum adalah karena dia dianggap telah berbuat curang ketika dia masih bersama tim HEROIC. Dia dituduh memberitahu strategi yang akan digunakan oleh HEROIC pada tim musuh ketika mereka bertanding di Intel Extreme Masters Cologne 2021. Dia membocorkan informasi tersebut melalui Google Drive.

Nicolai “HUNDEN” Petersen. | Sumber: Win.gg

Sebelum menjatuhkan hukuman pada Petersen, ESIC telah melakukan penyelidikan mendalam untuk mengumpulkan bukti. Salah satu bentuk penyelidikan yang ESIC lakukan adalah berdiskusi dengan manajemen tim musuh. Selain itu, mereka juga mengamati konten Google Drive yang dibagikan oleh Petersen. Berdasarkan penyelidikan ESIC, mereka menemukan bahwa strategi yang dibocorkan oleh Petersen tidak diakses oleh tim musuh. Hal itu berarti, integritas IEM Cologne 2021 tetap terjaga. Selain itu, ESIC juga menemukan bahwa Petersen berencana untuk pindah ke tim lawan.

Sementara itu, Petersen mengklaim bahwa ESIC tidak mau mendengarkan pembelaannya sebelum menutup investigasi pada 27 Agustus 2021. Dia juga menuduh bahwa satu-satunya hal yang ESIC lakukan adalah mengancamnya: jika dia berusaha untuk mengajukan banding, maka dia akan mendapatkan hukuman berupa ban selama lima tahun. ESIC membantah tuduhan ini, lapor Esports Insider.

Sumber header: Korea Herald

Rekap PMPL ID Season 4 Minggu 1: Tampil Apik, RRQ Ryu Puncaki Klasemen Minggu Pertama

Pagelaran PUBG Mobile Pro League (PMPL)  Season 4 2021: Indonesia Regular Season sudah memasuki minggu pertama. Pada minggu pertama ini tim-tim sudah mulai mencoba mengumpulkan poin guna mendapatkan slot menjuju babak Country Finals. Sebanyak 16 tim dari 20 tim peserta PMPL Season 4 ini nantinya akan lolos ke babak Country Finals.

RRQ Ryu Memimpin

Image Credit: PUBG Mobile Esports Indonesia

Pertandingan Super Weekend minggu pertama ini berlangsung dengan seru. Tim-tim unggulan berusaha mencuri start dan mendulang poin sebanyak-banyaknya. RRQ Ryu tampil sebagai pemimpin klasemen sementara PMPL Season 4 ini selepas penampilan apik mereka. RRQ Ryu berhasil mendapatkan 3 Winner-Winner Chicken Dinner dan mengumpulkan total poin sebesar 155 poin.

Image Credit: PUBG Mobile Esports Indonesia

Penampilan apik RRQ Ryu tidak lepas dari kerja keras para pemainnya. RRQ Asaa dinobatkan sebagai Weekly Terminator atas penampilan memukaunya. Asaa berhasil menghasilkan total 28 eliminations dan 4804 damage dari pertandingannya selama 1 minggu ini. Sebagai Weekly Terminator minggu pertama Asaa berhasil mendapatkan hadiah sebesar US$500 atau sekitar Rp7 juta.

Sementara tim yang berada di bawahnya yang membuntuti RRQ Ryu ada Alter Ego LIMAX dan Bigetron RA yang mempunyai jumlah poin sama yakni 141 poin. Baik Alter Ego LIMAX maupun Bigetron RA hanya mampu mendapatkan 1 WWCD di minggu pertama ini. Namun kedua tim tersebut berhasil tampil konsisten finis di papan atas dari 15 round yang dipertandingkan.

Sang Juara Bertahan Tertahan

Image Credit: LIVESCAPE

Kejutan terjadi saat 2 tim kuat lainnya yakni LIVESCAPE sebagai juara bertahan dan Aura Fire sebagai juara 3 PMPL Season 3 lalu tampil tidak konsisten. Kedua tim tertahan di papan bawah klasemen sementara PMPL Season 4. LIVESCAPE hanya mampu mengumpulkan 113 poin dan berada di peringkat 8 klasemen. Sementara Aura Fire hanya mampu mendapatkan 92 poin dan berada di peringkat 11 klasemen.

Meskipun begitu perjuangan tim-tim PUBG Mobile di PMPL Season 4 ini masih panjang. Akan ada 2 minggu dengan total 30 round  yang dipertandingkan di babak Super Weekend ini. Kita lihat saja apakah tim-tim unggulan yang sudah berada di papan atas dapat mempertahankan posisinya. Selain itu tim-tim papan bahwa juga masih dapat membuat kejutan dan merangsek ke papan atas PMPL Season 4 ini.

PMPL Season 4: Indonesia Regular Season sendiri masih akan berlangsung hingga 2 minggu ke depan. 20 tim peserta akan berjuang di babak Weekdays yang nantinya akan dipilih 16 tim teratas untuk bertanding dan memperebutkan poin di babak Super Weekend. Juara dari PMPL Season 4: Indonesia Regular Season nantinya akan lolos langsung ke turnamen tingkat internasional bertajuk PMPL Season 4 2021: SEA Championship League.

Turnamen Tingkat Dunia, Wild Rift Origin Series Siap Digelar di Stockholm

Wild Rift kembali mengumumkan perkembangan ranah esports-nya di level dunia dengan turnamen bertajuk Wild Rift Origin Series Championship yang akan digelar di Stockholm, Swedia.

Turnamen Wild Rift Origin Series kali ini akan mengundang tim-tim dari berbagai macam regional seperti Timur Tengah, Eropa, CIS, Turki, hingga Afrika Utara.

Babak kualifikasi turnamen satu ini sendiri sudah berlangsung sejak bulan Juni. Berselang 3 bulan, September akan menjadi permulaan pertandingan yang menghadirkan 6 tim top terbaik dari Origin Series.

Nantinya akan ada 3 tim dari Grup A, 2 tim dari Grup B, dan 1 tim dari Grup C yang dibagi lagi ke dalam dua grup masing-masing dihuni tiga tim.

Nantinya para tim yang lolos akan bertanding langsung di Stockholm, Swedia, tepatnya pada 24 sampai 26 September dengan detail sebagai berikut:

  • Hari Pertama (24, September): Babak Grup
  • Hari Kedua  (25 September): Babak Penyisihan
  • Hari Ketiga (26 September): Grand Finals

Total hadiah yang disuguhkan pada gelaran League of Legends: Wild Rift Origin Series sebesar €300,000 atau sekitar Rp5 miliar. Tentu sang juara akan mengambil porsi hadiah paling besar di turnamen kelas dunia milik Wild Rift ini.

Sumber: Riot Games

“Kami telah melihat beberapa permainan yang luar biasa, dan memberikan lebih dari €150,000 kepada tim-tim teratas di babak final pada bulan Juni, Juli, dan Agustus. Jadi tidak diragukan lagi bahwa Wild Rift: Origin Series Championship akan menyajikan level kompetisi tertinggi,” ujar Riot Games.

Sumber: Riot Games

Hingga artikel ini ditulis, dilansir Liquidpedia, tim yang menempati peringkat teratas di Monthly Cups Origin Series adalah No Team No Talent (Grup A), Unicorn of Love (Grup B), dan CUT Esports (Grup C).

AoV dan HoK Umumkan Turnamen dengan Total Hadiah Rp115 Miliar

Tencent kini resmi mengumumkan salah satu turnamen bergengsinya untuk skala internasional di game Arena of Valor (AoV) pada tahun 2022 mendatang. Sang perusahaan game raksasa asal Tiongkok tersebut menggabungkan kompetisi untuk ranah game serumpunnya yaitu Honor of Kings (HoK).

Memang Arena of Valor memiliki beragam nama di negara-negara tertentu, sebut saja RoV di Thailand atau Honor of Kings di Tiongkok.

Mengulik sejarah game mobile satu ini, Tencent memang memperkenalkan Honor of Kings terlebih dahulu pada tahun 2015 silam. Setelah itu, Tencent mengumumkan game versi global dengan nama Arena of Valor.

Meski ada perbedaan dari segi META maupun jajaran item, rupanya Tencent tetap menggabungkan esports kedua game tersebut pada tahun 2022.

Turnamen Arena of Valor World Cup (AWC) 2022 akan menghadirkan total hadiah sebesar Rp115 miliar atau sekitar US$8 juta.

Konsep turnamen akan membawa 16 tim dari berbagai regional, antara lain:

  • Eropa
  • Asia
  • Timur Tengah
  • Amerika Utara
  • Amerika Latin

“Dengan semangat global, kita akan melihat AWC mempertemukan tim-tim terbaik dari Asia, Amerika Utara, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Eropa,” ujar Tencent.

Sumber: Garena

Sebagai catatan, total hadiah sebesar US$8 juta di ajang AWC 2022 merupakan hadiah terbesar untuk ranah game esports mobile, mengalahkan Honor of Kings World Champion Cup 2021 dengan total hadiah sebesar US$7,7 juta.

Bahkan, AWC 2022 mengalahkan total hadiah dari turnamen League of Legends tingkat dunia yaitu Worlds Championship 2021 yang menyuguhkan total hadiah sebesar US$2,2 juta.

Studi Kasus Asosiasi Esports di Berbagai Negara di Dunia

Beberapa tahun belakangan, esports menjadi perhatian banyak pihak, mulai dari perusahaan non-endemik, perusahaan venture capital, sampai pemerintah. Mengingat industri esports memang terus tumbuh, baik dari segi jumlah penonton maupun valuasi, hal ini tidak aneh. Seiring dengan semakin populernya competitive gaming, semakin banyak pula pihak yang tertarik untuk membuat asosiasi atau lembaga untuk menaungi esports. Di Indonesia, setidaknya ada dua lembaga yang bertanggung jawab atas esports, yaitu Indonesia Esports Association (IeSPA) dan Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI).

Dalam bahasa Inggris, ada pepatah: There is strength in numbers. Biasanya, semakin besar sebuah kelompok, semakin kuat pula kelompok tersebut. Masalahnya, menyatukan misi dan visi banyak orang bukan perkara mudah. Dan dalam kasus asosiasi esports, keberadaan banyak asosiasi justru bisa membuat para pelaku bingung. Apalagi, jika tugas dari masing-masing asosiasi tidak dipisahkan dengan jelas, membuat tanggung jawab setiap asosiasi menjadi saling tumpang tindih.

Kabar baiknya — atau justru kabar buruknya — Indonesia bukan satu-satunya negara yang punya lebih dari satu lembaga esports. Di beberapa negara lain — seperti Singapura dan Malaysia — asosiasi yang menaungi esports juga tidak hanya satu. Berikut pembahasan tentang lembaga apa saja yang ada di sejumlah negara dan apa saja tugas mereka.

Malaysia – MeSF & ESI

Sama seperti Indonesia, di Malaysia, setidaknya ada dua lembaga yang menaungi esports, yaitu Malaysia Esports Federation (MeSF) dan Esports Integrated (ESI). Menariknya, kedua asosiasi itu sama-sama ada di bawah naungan Kementerian Belia dan Sukan (KBS) alias Kementerian Pemuda dan Olahraga. MeSF didirikan pada Desember 2014. Saat didirikan, MeSF masih menggunakan nama Esports Malaysia (ESM). Pada 2020, status ESM naik menjadi federasi dan nama mereka pun menjadi MeSF. Mereka juga merupakan anggota dari International Esports Federation (IeSF).

Salah satu peran MeSF dalam mengembangkan industri esports di Malaysia adalah membuat Malaysia Esports Blueprint. Sesuai namanya, blueprint tersebut berisi rencana esports dalam lima tahun ke depan, sejak 2020 sampai 2025. Keberadaan Malaysia Esports Blueprint diumumkan pada November 2019 oleh Syed Saddiq, yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga. Dengan program ini, pemerintah Malaysia ingin menjadikan Malaysia sebagai pusat esports di Asia Tenggara. Pada 2018 dan 2019, memang ada beberapa kompetisi esports internasional yang digelar di Malaysia. Dua diantaranya adalah Dota 2 Major Kuala Lumpur dan Mobile Legends World Championship.

Ada lima strategi yang menjadi prioritas bagi pemerintah Malaysia. Salah satunya adalah menyelenggarakan Malaysia Esports League. Selain itu, pemerintah Malaysia juga ingin menggelar konferensi esports, membuat pusat latihan esports berlisensi, mendorong agar ada lebih banyak perempuan yang ikut aktif di dunia esports, dan menjamin kesejahteraan para atlet esports. Pemerintah Malaysia juga ingin membahas tentang masalah kecanduan game.

MEL21 akan mengadu beberapa game. | Sumber: Upstation.Asia

Sementara itu, ESI diluncurkan oleh KBS pada Oktober 2020. Ketika itu, KBS menyebutkan bahwa tujuan mereka membuat ESI adalah untuk membangun struktur esports yang terintegrasi. Demi merealisasikan hal tersebut, mereka akan melakukan empat hal pada fase pertama. Keempat hal itu adalah:

1. Membuat platform untuk mengatur ekosistem esports secara terpusat
2. Mengadakan Malaysia Esports Circuit
3. Memperkenalkan seri Esports Conference and Summit
4. Menjadi advokat agar pemerintah bisa membuat regulasi yang lebih baik

Selain itu, ESI Juga akan mengadakan program Capacity Building, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dari para pelatih, manajer tim, serta Event Organizers (EO). Di bawah naungan KBS, ESI juga akan membuat fasilitas esports resmi yang terletak di Spacerubix, Puchong. Selain sebagai tempat latihan untuk pemain profesional dan amatir, tempat tersebut juga akan memiliki fungsi lain, seperti sebagai tempat untuk esports event serta tempat berkumpul para pelaku esports untuk bersosialisasi dan membangun jaringan.

Singapura – SCOGA & SGEA

Di Singapura, juga ada setidaknya dua lembaga esports. Pertama, Singapore Cybersports & Online Gaming Association (SCOGA). Kedua, Singapore Esports Association (SGEA). Baik SCOGA maupun SGEA bukan anggota dari IeSF. Namun, SGEA merupakan anggota dari Global Esports Federation (GEF) dan juga Singapore National Olympic Council (SNOC).

SCOGA didirikan pada 2008. Berdasarkan situs resmi mereka, SCOGA punya tiga fokus, yaitu Esports Academy, Campus Game Fest, dan Campus Legends. Melalui Esports Academy, SCOGA ingin memberikan edukasi tentang esports dan membantu generasi muda agar bisa berprestasi di bidang competitive gaming. Selain itu, SCOGA juga berniat untuk membantu generasi muda yang ingin berkarir di dunia esports, baik sebagai atlet, pelatih, manajer, atau bahkan pemilik tim.

Sementara untuk menggelar Campus Game Fest (CGF), SCOGA bekerja sama dengan Institute Technical Education (ITE) dan People’s Association Youth Movement (PAYM). Melalui CGF, SCOGA ingin meningkatkan kesadaran akan pentingnya gaya hidup yang seimbang, khususnya di kalangan anak muda. Terakhir, melalui Campus Legends, SCOGA berusaha untuk mendekatkan diri, mengedukasi, serta mengkaryakan generasi muda melalui esports.

Salah satu hal konkret yang SCOGA lakukan untuk membangun ekosistem esports Singapura adalah bekerja sama dengan Moonton untuk menggelar M2 World Championship. Dikutip dari Esports Insider, Nicholas Khoo, Co-founder dari SCOGA mengatakan, dengan diadakannya M2 World Championship di Singapura, dia berharap, hal ini bisa memberikan harapan pada fans esports di Singapura yang telah lelah menghadapi pandemi. Selain itu, dia juga ingin agar kompetisi itu bisa mendorong generasi muda untuk mengejar aspirasi mereka, khususnya di bidang esports.

SCOGA jadi salah satu rekan Moonton dalam mengadakan M2 World Championship.

Jika dibandingkan dengan SCOGA, umur Singapore Esports Association (SGEA) jauh lebih pendek. Asosiasi itu baru didirikan pada 2018. Di situs resmi mereka, SGEA menyebutkan bahwa misi mereka adalah mendorong partisipasi Singapura di kancah esports, baik di tingkat regional maupun internasional. Selain itu, mereka juga bertugas untuk mempromosikan esports. Memang, di Singapura, esports tidak terlalu populer. Alasannya, karena sistem edukasi di sana sangat ketat. Alhasil, para siswa di Singapura lebih memilih untuk fokus pada sekolah daripada menjadi atlet esports.

Salah satu kontribusi SGEA ke industri esports Singapura adalah memilih atlet esports yang bakal maju ke SEA Games 2021. Untuk memilih tim esports nasional, SGEA mengadakan National Selections untuk tiga game esports, yaitu League of Legends: Wild Rift, League of Legends, dan Arena of Valor.

Korea Selatan – KeSPA

Lembaga yang menaungi esports di Korea Selatan adalah Korea e-Sports Association (KeSPA). Ketika didirikan pada 2000, KeSPA ada di bawah naungan Kementerian Budaya, Olahraga, dan Wisata Korea. Selain itu, mereka juga merupakan anggota dari IeSF dan Korean Olympic Committee (KOC). Pada awalnya, KeSPA didirikan dengan tujuan untuk menjadikan turnamen esports sebagai kompetisi olahraga resmi. Selain itu, mereka juga ditugaskan untuk memperkuat bisnis esports.

Dari sisi operasional, KeSPA melakukan banyak hal, mulai dari mengadakan esports events, menyiarkan konten esports, sampai mengedukasi masyarakat agar lebih berpikiran terbuka pada gaming. Mereka juga punya wewenang untuk menetapkan taraf hidup para pemain profesional. Langkah kongkret yang mereka lakukan adalah membuat regulasi baru yang mereka buat bersama dengan Riot Games dan Ongamenet. Regulasi tersebut diumumkan pada Oktober 2014.

KeSPA Cup 2020 dimenangkan oleh DAMWON Gaming. | Sumber; Sportskeeda

Salah satu hal yang dibahas dalam regulasi dari KeSPA itu adalah gaji minimal yang diterima oleh pemain profesional. KeSPA juga menetapkan bahwa kontrak antara organisasi esports dan pemain profesional harus memiliki durasi paling singkat selama satu tahun. Peraturan terkait lama kontrak ini mulai diberlakukan pada 2016.

KeSPA juga bisa menjatuhkan hukuman pada pemain esports yang berbuat curang. Contohnya, pada April 2010, Sanction Subcommittee dari KeSPA melarang 11 pemain StarCraft ikut serta dalam kompetisi esports di masa depan. Alasannya, 11 pemain tersebut terlibat dalam kasus match-fixing di musim pertandingan 2009. Ironisnya, dua pemain KeSPA — Lee “Life” Seung dan Jung “Bbyong” Woo Yong — juga pernah terlibat dalam kasus match-fixing.

Jepang – JeSU

Pada awalnya, Jepang punya tiga asosiasi esports, yaitu Japan e-Sports Association, eSports Promotion Organization, dan Japan eSports Federation. Pada Februari 2018, ketiga asosiasi esports itu memutuskan untuk melakukan konsolidasi, lapor The Esports Observer. Alhasil, berdirilah Japan Esports Union (JeSU). Saat ini, JeSU punya 42 anggota, termasuk developer dan publisher game ternama, seperti Bandai Namco, Capcom, Konami, Microsoft Japan, Sony, Square Enix, dan Tencent Japan. Mereka juga merupakan anggota dari IeSF.

Tak bisa dipungkiri, industri game Jepang adalah salah satu yang paling besar di dunia. Menurut data Newzoo, walau hanya memiliki populasi sebanyak 126,5 juta orang, industri game Jepang bernilai US$20,6 juta. Sayangnya, industri esports Jepang justru sempat tertinggal jika dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan yang sama. Salah satu masalah utama yang menghambat pertumbuhan esports di Jepang adalah keberadaan Act against Unjustifiable Premiums and Misleading Representation. Regulasi itu sebenarnya dibuat untuk mencegah yakuza mendapatkan uang dari mesin poker atau judi. Namun, peraturan itu juga membatasi jumlah hadiah yang bisa ditawarkan dalam kompetisi esports. Maksimal, kompetisi esports hanya bisa memberikan hadiah sebesar JPY100 ribu (sekitar Rp13 juta).

JAPAN eSPORTS GRAND PRIX. | Sumber: IeSF

JeSU berhasil mengakali regulasi tersebut. Dan hal itu menjadi salah satu pencapaian JeSU. Agar total hadiah kompetisi esports tidak dibatasi, JeSU mengeluarkan lisensi “Pro Gaming”. Ada tiga jenis lisensi yang dikeluarkan oleh JeSU, yaitu Japan eSports Pro License, Japan eSports Junior License, dan Japan eSports Team License, seperti yang disebutkan oleh GammaLaw.

Selain membuat lisensi Pro Gaming, JeSU juga aktif untuk mengedukasi masyarakat. Harapannya, hal ini akan mengubah pandangan masyarakat akan dunia esports dan pemain profesional bisa diterima oleh masyarakat. Untuk itu,  JeSU terus mendukung acara esports atau mengadakan kompetisi esports sendiri. Hampir setiap bulan, JeSU selalu mengadakan atau mendukung acara esports di Jepang.

Usaha JeSU berbuah manis. Menurut data dari Gzbrain, industri esports di Jepang tumbuh pesat setelah JeSU meluncurkan lisensi Pro Gaming. Pada 2017, industri esports di Jepang hanya bernilai US$3,4 juta. Angka itu naik 1244% menjadi US$42,3 juta pada 2018. Dan industri esports di Jepang diduga masih akan terus naik. Pada 2022, diperkirakan, esports di Jepang akan tumbuh menjadi industri bernilai US$90,8 juta.

Inggris – BEA

United Kingdom eSports Associatoin (UKeSA) didirikan pada Oktober 2008 untuk menaungi esports di Inggris. Namun, satu tahun kemudian, lebih tepatnya pada Desember 2019, asosiasi itu dibubarkan. Pada 2016, British Esports Association (BEA) berdiri. Salah satu tujuan asosiasi itu adalah untuk memperkenalkan esports pada warga Inggris. Pada saat yang sama, mereka juga bertugas untuk meningkatkan standar ekosistem esports di Inggris. Di situs resmi mereka, BEA mengunkap bahwa mereka bukanlah regulator. Fokus mereka adalah pada pengembangan ekosistem esports amatir di tingkat sekolah dan universitas.

Selama ini, BEA telah menyelenggarakan sejumlah turnamen esports. Salah satunya adalah British Esports Championships, kompetisi esports yang ditujukan untuk para pelajar di Inggris Raya. Belum lama ini, BEA juga mengeluarkan Esports Age Guide. Sesuai namanya, Esports Age Guide berfungsi untuk menginformasikan orang tua, guru, dan bahkan anak dan remaja akan rating dari game-game esports. Keberadaan panduan ini diharapkan akan memudahkan orang tua dan guru untuk menentukan game esports yang sesuai dengan umur anak dan remaja.

Amerika Serikat – USeF

Di Amerika Serikat, asosiasi yang bertanggung jawab atas esports adalah United States eSports Federation (USeF). Asosiasi itu juga merupakan bagian dari IeSF. Sama seperti kebanyakan asosiasi esports di negara lain, tujuan USeF adalah untuk mempromosikan esports dan menumbuhkan industri competitive gaming. Salah satu program USeF adalah Armour On, yang bertujuan untuk melindungi atlet esports dan memitigasi stigma negatif terkait game. Melalui program itu, USeF juga ingin meningkatkan kesadaran para pelaku esports akan pentingnya kesehatan mental, nutrisi, dan juga kesetaraan gender.

USeF dipimpin oleh Vlad Marinescu, yang menjabat sebagai President. Sebelum ini, Marinescu pernah menduduki jabatan sebagai Director General dari SportAccord, Global Association of International Sport Federation (GAISF). Pada Juli 2019, dia ditunjuk sebagai Vice President dari IeSF. Dan pada Mei 2020, dia diangkat menjadi President dari IeSF.

Tiongkok – CSIC & General Administration of Sports

Di Tiongkok, esports sudah diresmikan sebagai olahraga sejak 2003. Badan yang meresmikan hal itu adalah General Administration of Sports, ungkap Daniel Ahmad, Senior Analyst, Niko Partners. Dia menambahkan, pada tahun 2020, pihak yang bertanggung jawab untuk mengubah format kompetisi esports menjadi online selama pandemi adalah General Administration of Sports.

“Walau General Administration of Sports adalah badan yang bertanggung jawab atas esports di tingkat nasional, pemerintah lokal yang punya peran besar untuk mendorong pertumbuhan esports,” ujar Ahmad melalui email. “Pemerintah lokal di berbagai kota di Tiongkok telah membuat regulasi yang mendorong pertumbuhan esports. Biasanya, pihak pemerintah akan memberikan insentif berupa bantuan keuangan.” Beberapa pemerintah lokal yang telah mengeluarkan regulasi untuk membantu pertumbuhan esports antara lain Shanghai, Beijing, Guangzhou, Nanjing, Shenzhen, Hainan, Xian, dan Chengdu.

Mercedes-Benz Arena di Shanghai. | Sumber: Wikipedia

Peran pemerintah Tiongkok dalam pengembangan esports juga dibahas dalam jurnal berjudul Development of E-sports industry in China: Current situation, Trend and research hotspot. Di jurnal itu, disebutkan bahwa pemerintah Tiongkok — pusat dan daerah — telah mengeluarkan 98 regulasi untuk mendukung industri esports. Tidak heran jika pemerintah Tiongkok sangat peduli akan perkembangan industri esports, mengingat jumlah fans esports di Tiongkok memang banyak. Berdasarkan data dari Penguin Intelligence, jumlah fans esports di Tiongkok pada 2020 mencapai 400 juta orang atau sekitar seperlima dari total penonton esports di dunia. Sementara itu, nilai industri esports di Tiongkok mencapai CNY102,8 miliar. Dengan ini, Tiongkok menjadi pasar esports terbesar.

Selain General Administration of Sport, Tiongkok juga punya China Sports Information Center (CSIC), yang mewakili mereka di IeSF. Namun, ketika Tiongkok berpartisipasi dalam pertandingan eksibisi esports di Asian Games 2018, pihak yang memilih tim nasional esports adalah General Administration of Sports.

Global – IeSF & GEF

Tidak semua asosiasi esports membatasi diri untuk beroperasi di satu negara. Juga ada asosiasi esports yang memiliki skala global. Salah satunya adalah International Esports Federation (IeSF). Didirikan pada 2008, IeSF bermarkas di Korea Selatan. Saat didirikan, ada sembilan asosiasi esports yang bernaung di bawah IeSF. Sembilan asosiasi itu berasal dari Austria, Belanda, Belgia, Denmark, Jerman, Korea Selatan, Swiss, Taiwan, dan Vietnam. Saat ini, IeSF punya 104 negara anggota, termasuk Indonesia. Di IeSF, Indonesia diwakili oleh IeSPA.

Walau memiliki skala global, IeSF juga menjalin kerja sama dengan beberapa lembaga pemerintah. Salah satunya adalah Kementerian Budaya, Olahraga, dan Wisata (MCST) Korea Selatan. Selain itu, mereka juga bekerja sama dengan Busan IT Industry Promotion Agency (BIPA), dan Maccabi World Union.

Salah satu hal yang IeSF lakukan adalah mengelar kompetisi esports tahunan. Ketika pertama kali diselenggarakan pada Desember 2009, turnamen esports dari IeSF dinamai IeSF Challenge. Tahun berikutnya, IeSF kembali mengadakan kompetisi esports. Hanya saja, mereka menggunakan nama yang berbeda, yaitu IeSF Grand Finals. Pada 2011, nama kompetisi itu kembali diubah, menjadi IeSF World Championship. Dan pada 2014, IeSF menggunakan nama Esports World Championship. Nama itulah yang digunakan oleh IeSF hingga sekarang.

IeSF World Championship 2018. | Sumber: Inside the Games

IeSF bukanlah satu-satunya asosiasi esports global yang ada. Pada Desember 2019, Global Esports Federation (GEF). Federasi yang bermarkas di Singapura itu punya tujuan untuk meningkatkan kredibilitas esports. Secara konkret, salah satu hal yang GEF lakukan adalah memastikan para atlet esports tidak menggunakan doping. Selain itu, mereka juga membuat peraturan terkait gaji pemain esports, merumuskan peraturan dan struktur kepemimpinan esports, serta mendorong terciptanya asosiasi esports nasional yang memiliki standar dan regulasi yang jelas.

Salah satu hal yang membedakan GEF dengan IeSF adalah kedekatan GEF dengan Komite Olimpiade. Pasalnya, sejumlah tokoh GEF memang punya kaitan dengan komite Olimpiade nasional. Misalnya, Chris Chan, yang menjadi President GEF, juga menjabat Sektretaris Jenderal dari Singapore National Olympic Council. Sementara itu, dua Vice President GEF — Wei Jizhong dan Charmaine Crooks — juga punya andil dalam Olimpiade.

Wei merupakan mantan Sekretaris Jenderal dari Chinese Olympic Committee dan Crooks merupakan atlet yang pernah ikut dalam Olimpiade sebanyak lima kali. Selain itu, Chris Overholt,yang menduduki posisi sebagai Head of Digital Technology and Innovation Commission di GEF, juga menjabat sebagai CEO dari Canadian Olympic Committee. Tak hanya itu, GEF juga punya hubungan erat dengan publisher, khususnya Tencent. Faktanya, Tencent merupakan salah satu founding partner GEF. Jadi, GEF menunjuk Cheng Wu — Vice President, Tencent Holdings dan CEO dari Tencent Pictures — sebagai salah satu Vice President.

IESF VS GEF

IeSF telah berdiri terlebih dulu. Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah GEF didirikan untuk menyaingi IeSF. Ketika ditanya tentang hal itu, Chris Chan, President GEF mengatakan bahwa GEF tidak dibuat dengan tujuan untuk menyaingi IESF. Namun, dia juga sadar bahwa tidak tertutup kemungkinan, IeSF memang akan melihat GEF sebagai saingan. Walau dia sadar, IeSF memang bisa menganggap mereka sebagai saingan.

Menurut Nicolas Besombes, keberadaan GEF sebagai asosiasi esports baru justru bisa menimbulkan kebingungan di industri esports. Besombes sendiri merupakan Associate Professor untuk fakultas olahraga dari University of Paris. Dia juga pernah menjadi penasehat untuk Olympic Esports Summit yang digelar di Lausanne pada 2018.

Saat GEF didirikan.

“Saya rasa, publisher memang harus ikut serta dalam mengkonsolidasi industri, tapi tidak sendiri,” kata Besombes, seperti dikutip dari The Esports Observer. “Dengan menyatukan semua pemegang kepentingan (tim, pemain, penyelenggara liga, manufaktur, publisher, dan perusahaan siaran), maka cara terbaik untuk menyatukan industri esports akan muncul.”

Di GEF, salah satu masalah yang mungkin terjadi adalah konflik kepentingan. Karena, Tencent, yang merupakan founding partner GEF, juga memiliki saham di beberapa perusahaan game esports. Mereka menguasai seluruh saham Riot Games, yang membuat League of Legends. Selain itu, mereka juga memiliki 81,4% saham dari Supercell, kreator dari Clash Royale. Tak berhenti sampai di situ, mereka juga punya 40% dari Epic Games, yang membuat Fortnite. Tencent sendiri juga meluncurkan beberapa game esports, seperti PUBG Mobile dan Honor of Kings atau Arena of Valor.

Kabar baiknya, menurut Besombes, GEF memiliki orang-orang yang punya peran penting di komite Olimpiade, yang memberikan keuntungan pada industri esports. Karena, hal itu bisa meningkatkan kredibilitas esports dan meyakinkan para investor akan esports. Keberadaan lebih dari satu asosiasi esports memunculkan pertanyaan: apakah esports memang bisa diregulasi?

Sekarang, esports sering disandingkan dengan olahraga tradisional. Namun, tetap ada beberapa perbedaan antara esports olahraga. Salah satu perbedaan paling fundamental adalah esports menggunakan game sebagai media. Padahal, game adalah produk komersil milik publisher. Artinya, publisher punya kuasa penuh akan apa yang ingin mereka lakukan pada IP yang mereka buat. Dan hal ini menjadi salah satu alasan mengapa esports sulit untuk diregulasi — kecuali oleh publisher.

Perbedaan skema esports dari LOL dan CS:GO. | Sumber: The Esports Observer

Alasan lain mengapa sulit untuk membuat badan regulasi di esports adalah karena esports mencakup banyak game. Dan setiap game punya publisher yang memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Ada publisher yang turun tangan langsung dalam pengembangan ekosistem esports dari game mereka, seperti Riot Games dan Tencent. Namun, juga ada publisher yang menunjukkan sikap acuh tak acuh. Contohnya adalah Valve dengan Counter-Strike: Global Offensive.

Komisi Anti-Curang – ESIC

Esports Integrity Commission (ESIC) menjadi salah satu asosiasi esports lain yang memiliki jangkauan global. Namun, berbeda dengan GEF dan IeSF, ESIC hanya fokus pada satu tujuan, yaitu menjaga integritas esports. Karena, jika penonton tidak lagi percaya akan integritas pertandingan esports, maka mereka akan pergi. Padahal, jumlah penonton yang terus naik — dan umur penonton yang cenderung muda — merupakan salah satu daya tarik esports.

Demi menjaga integritas esports, ESIC berusaha mencegah terjadinya kecurangan, seperti match-fixing, penggunaan doping, atau kecurangan lainnya. Tapi, jika kecurangan sudah terlanjur terjadi, ESIC punya wewenang untuk melakukan investigasi terkait kasus kecurangan tersebut dan bahkan memberikan sanksi pada orang-orang yang terlibat.

Sejauh ini, ESIC telah menjatuhkan hukuman berupa suspension atau bahkan ban pada puluhan pemain dan pelatih Counter-Strike: Global Offensive ketika mereka tertangkap melakukan kecurangan. Misalnya, pada September 2020, ESIC memberikan hukuman pada 37 pelatih tim CS:GO karena menggunakan bug untuk memberitahu posisi musuh pada anak asuh mereka. Sebelum itu, ESIC juga pernah bekerja sama dengan Kepolisian Victoria untuk menangkap enam pemain CS:GO yang melakukan match-fixing di Australia. Tak hanya itu, ESIC juga pernah bekerja berdampingan dengan FBI untuk menyelidiki kasus match-fixing.

Kesimpulan

Mengetahui bahwa Malaysia dan Singapura juga punya lebih dari satu asosiasi esports — sama seperti Indonesia — mungkin terasa melegakan. Namun, kita harus hati-hati agar tidak terjebak dalam logical fallacy bandwagon: mempercayai bahwa jika suatu hal dilakukan oleh banyak orang, berarti tidak ada yang salah dengan hal tersebut.

Dari JeSU di Jepang, kita bisa mengetahui bahwa ketika asosiasi melakukan konsolidasi, hal ini justru membuat mereka menjadi semakin efektif. Buktinya, mereka berhasil menemukan cara untuk mengakali regulasi terkait perjudian yang telah ada selama ratusan tahun. Sementara dari Tiongkok, kita bisa melihat bagaimana dukungan pemerintah tidak hanya bisa mengubah stigma negatif akan game, tapi juga memajukan industri game dan esports.