PSG Jalin Kolaborasi bersama RRQ untuk Tim Mobile Legends

19 April 2018 yang lalu, Paris Saint-Germaine jalin kerjasama dengan salah satu organisasi terbesar asal Tiongkok, LGD. Tim utama mereka, untuk Dota 2, pun berubah nama menjadi PSG.LGD.

Hari ini, 8 Februari 2019, PSG kembali membuat kejutan dengan menjalin kerjasama dengan salah satu organisasi esports terbesar asal Indonesia, Rex Regum Qeon (RRQ). Bertempat di The Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, PSG mengumumkan kerjasama tersebut.

Namun demikian, kerjasama ini memang hanya terbatas pada tim Mobile Legends: Bang Bang dari RRQ meski organisasi ini punya lebih dari 9 divisi game. Setelah konferensi pers, kami pun sempat berbincang-bincang singkat mengenai kerjasama ini dengan CEO RRQ, Andrian Pauline yang akrab disapa AP.

RRQ.O2 saat jadi juara MPL ID S2. Sumber: MLBB
RRQ.O2 saat jadi juara MPL ID S2. Sumber: MLBB

Menurut penuturan AP, kerjasama ini terjadi karena ada kesamaan DNA antara RRQ dan PSG yang sama-sama mengincar prestasi.

Mengenai perluasan kerjasama ini ke game lainnya, AP menjelaskan PSG sendiri memang masih menghindari game-game shooter seperti PUBG Mobile; padahal tim PUBGM dari RRQ, Athena, boleh dibilang punya prestasi yang lebih baik karena berhasil menjadi juara dunia di Dubai saat PUBG Mobile Star Challenge.

Sebenarnya, prestasi tim MLBB RRQ sendiri memang tidak buruk karena mereka masih bisa mengklaim sebagai tim MLBB terbaik di Indonesia berkat kemenangan mereka di Grand Final MPL ID S2. Namun, tetap saja skala esports MLBB sendiri belum sebesar PUBGM dan RRQ pun gagal juara di kompetisi MLBB tingkat Asia Tenggara terakhir, MSC 2018.

Lebih jauh AP bercerita soal awal kerjasama ini. Menurutnya, PSG lah yang lebih dahulu mendekati RRQ via email untuk menawarkan kerjasama ini di bulan Oktober 2018. Setelah proses yang cukup panjang, beberapa bulan berselang, kerjasama ini diumumkan. Sedangkan untuk bentuknya, kerjasama ini merupakan partnership, bukan sponsorship. Jadi, memang tidak ada investasi dalam bentuk dana antara keduanya – apalagi akuisisi RRQ oleh PSG.

Dokumentasi: Hybrid
Dokumentasi: Hybrid

Saat sesi tanya jawab bersama awak media, Sébastien Wasels, Managing Director dari PSG untuk Asia Pasifik pun menjelaskan alasan mereka menggandeng RRQ. Menurutnya, Indonesia merupakan pasar yang besar dan mereka juga punya jumlah fans yang besar di Indonesia. Karena itulah, mereka ingin menggaet lebih banyak fans dari Indonesia lewat kerjasama dengan RRQ.

Sebagai klub sepak bola yang paling aktif mendukung esports, saya pribadi penasaran atas pendapat PSG tentang klub bola lain yang masih negatif soal esports (seperti Bayern Munich yang seakan masih galau soal ini). Wasels pun mengatakan, “kami menghormati pendapat seperti itu. Namun, bagi PSG, esports itu penting dan kami akan terus percaya dengan esports. Kalau tidak mau ke esports, ya bagus, berarti lebih banyak kesempatan buat kami.” Katanya sambil tertawa.


Terakhir, kerjasama ini mungkin memang menarik dan bisa mengangkat nama esports Indonesia, khususnya RRQ, di mata dunia. Namun demikian, satu hal yang bisa jadi tantangan tersendiri adalah beban moril yang harus ditanggung oleh para pemain MLBB, seperti Tuturu, Lemon, AyamJGO, dan kawan-kawannya karena membawa nama besar PSG.

Bagaimana ya kira-kira performa mereka di MPL ID S3 nanti? Melihat ke belakang, LGD justru bisa mencuri gelar juara Major (Epicenter XL) dari Team Liquid sesaat setelah berubah nama jadi PSG.LGD. Jadi, siapa tahu PSG.RRQ bisa jadi juara MSC 2019…

Klub Bola Bayern Munich Nyatakan Minat untuk Masuk ke Dunia Esports

Esports dan sepak bola adalah dua hal yang dulu terlihat tidak berhubungan, tapi belakangan ini justru memiliki ikatan yang kuat. Sudah banyak klub sepak bola di luar negeri yang menjalin kerja sama dengan tim-tim esports besar, bahkan membentuk tim esports sendiri. PSG.LGD adalah contoh yang paling terkenal, tapi tidak hanya mereka. Schalke 04 juga memiliki tim esports sendiri, begitu pula tim Vici Gaming yang bekerja sama dengan Shanghai SIPG beberapa waktu lalu.

Dalam waktu dekat, tampaknya kita akan melihat gerakan serupa dari salah satu klub raksasa Bundesliga, yaitu Bayern Munich. CEO Bayern Munich, Karl-Heinz Rummenigge, baru-baru ini menyatakan bahwa klub tersebut tengah mempertimbangkan kemungkinan untuk melakukan diversifikasi ke bidang esports. Ini menarik, padahal di tengah tahun 2018 lalu mereka dikabarkan menolak esports karena tidak sesuai dengan image Bayern Munich.

“Anak-anak muda harus berpartisipasi dalam olahraga lapangan. Ada ketertarikan terhadap (esports) di Bayern dan saya menentang itu, tapi pada dasarnya hanya saya yang berpendapat begini. Saya melihat ada masalah besar yang akan datang, (esports) jelas tidak boleh jadi bagian dari Olimpiade,” demikian kata presiden Bayern Munich, Ulrich Hoeness, saat menganggapi isu esports di bulan Agustus lalu.

Ulrich Hoeness
Ulrich “Uli” Hoeness (tengah) bersama dewan eksekutif Bayern Munich | Sumber: Bayern Munich

Hoeness memiliki pandangan berbeda dengan Rummenigge. Rummenigge beranggapan bahwa video game adalah alat yang sangat kuat untuk menarik perhatian jutaan penggemar di seluruh dunia. Ia juga sadar bahwa komunitas gaming di dunia ini masih terus berkembang, dan mendukung partnership antara Bayern Munich dengan EA Sports sejak tahun 2016.

“Kami sekarang telah mengambil posisi lebih proaktif dan telah melakukan analisis, yang dalam waktu dekat akan didiskusikan bersama dewan (direksi), untuk melihat apakah isu ini bisa kita dekati,” demikian kata Rummenigge, dilansir dari The Star Online. Menurut Rummenigge, pada awalnya Bayern Munich tidak berminat pada esports karena mereka tidak menyukai shooting game.

Bayern Ballers Gaming
Tim esports Bayern Basketball | Sumber: Julius Fröhlich/contentkueche via ISPO

Mungkin unsur kekerasan dalam shooting game dianggap bertentangan dengan semangat sportivitas, tapi dunia esports tidak hanya shooting game saja, bukan? Tim esports Schalke 04 juga tidak bergerak di bidang shooting game, tapi MOBA yaitu League of Legends. Dan dewasa ini, segala macam game bisa dimainkan secara kompetitif, bahkan Farming Simulator sekali pun.

Di luar sepak bola, klub cabang Bayern Munich yang bergerak di bidang bola basket (Bayern Basketball) malah sudah membentuk tim esports sendiri. Diberi nama Bayern Ballers Gaming, tim ini menduduki peringkat lima Eropa untuk game NBA 2K19. Di kesehariannya, mereka tidak hanya bermain video game, tapi juga melakukan latihan fisik dan mengikuti program gizi canggih layaknya atlet olahraga konvensional. Mungkin hanya soal waktu saja sampai Bayern Munich menerapkan program serupa.

Sumber: The Star Online, ISPO, Bayern Munich

Pemerintah Tiongkok Akui Esports Sebagai Profesi Resmi

Tanggal 25 Januari 2019, Kementrian Tenaga Kerja dan Perlindungan Sosial Tiongkok (Ministry of Human Resources and Social Security – CMHRSS) memberikan pengumuman resmi yang menyatakan bahwa esports professional dan esports operator akan diakui sebagai 2 profesi baru, bersama dengan 13 profesi lainnya seperti A.I engineer, big data engineer, dan drone pilot.

Menurut laman resminya, CMHRSS sendiri merupakan kementrian yang bertugas untuk membuat kebijakan dan perundang-undangan tenaga kerja di Tiongkok sana yang bertugas memberikan dukungan kepada industri dan perusahaan yang intensif dalam hal sumber daya manusia agar mampu memberikan lapangan pekerjaan yang lebih luas.

Kabar tentang 2 profesi esports baru tadi sebenarnya cukup mengejutkan karena, sebelumnya, hubungan antara pemerintah dan industri game secara umum di sana tidak terlalu kondusif. Pemerintah di sana sebelumnya mengkaji 20 judul game dan menolak 9 judul karena dianggap tidak memiliki konten yang layak. Sedangkan 11 judul game lainnya diharuskan untuk digarap ulang agar menghilangkan hal-hal yang dianggap berbahaya bagi moral.

Sumber: CMHRSS
Sumber: CMHRSS

Di sisi lainnya, Kementrian Kesehatan Tiongkok juga sebelumnya menyatakan bahwa game dapat berakibat buruk bagi kesehatan mata. Karena itulah, pemerintah sana juga menahan ijin perilisan game sejak Maret 2018; meski di Desember 2018 ada 80 game yang akhirnya disetujui dirilis. Menariknya lagi, dari 80 game tersebut, tidak ada satupun game rilisan Tencent yang bisa dibilang sebagai publisher game terbesar di dunia dan salah satu penggerak esports terbesar dari Tiongkok.

Meski demikian, hubungan antara pemerintah sana dan esports sepertinya mulai membaik. Muasalnya, pemerintah Shanghai memulai pendaftaran untuk program bagi atlet esports di Desember 2018 lalu.

Kembali ke 2 profesi esports yang baru saja diakui, menurut CMHRSS, esports operator adalah orang-orang yang mengorganisir turnamen esports dan hasil kontennya. Sedangkan esports profesional mengacu kepada para pemain esports profesional yang berkompetisi di turnamen, tampil di event esports, ataupun yang bertanding dan berlatih melawan pemain profesional lainnya.

Sumber: Valve via Flickr
Sumber: Valve via Flickr

Lucunya, salah satu pekerjaan utama dari esports professional itu tadi termasuk account boosting atau, bahasa kerennya, jasa joki. Buat yang belum familiar dengan istilah tersebut, jasa joki mengacu pada layanan yang diberikan oleh pemain untuk meningkatkan rank pemain lainnya dengan bayaran tertentu. Padahal, jasa joki ini sebenarnya dilarang oleh sejumlah publishers ataupun organizers seperti Riot Games (LoL), EA (FIFA), dan beberapa yang lainnya.

Bagaimana kelanjutannya dari perkembangan industri dan ekosistem esports di Tiongkok sana nantinya? Lalu, kapan ya kira-kira profesi industri game di Indonesia bakal diakui pemerintah?

Komunitas R6S Siap Gelar Community Cup yang Ketujuh

Komunitas Rainbow Six: Siege (R6S) Indonesia kian aktif menggarap esports R6S di tanah air. Setelah mengawali tahun 2019 dengan babak kualifikasi untuk Star League, hari Sabtu dan Minggu (9-10 Februari 2019) ini mereka akan menggelar Community Cup yang ketujuh (ComCup 7) kalinya.

Buat yang belum familiar dengan jenjang kompetisi R6S di Indonesia, Community Cup merupakan turnamen dengan ‘kasta’ terendah. Di atas Community Cup, ada yang namanya Indonesian Series League yang terakhir digelar (ISL4) pada bulan Desember 2018 lalu. Di 2019 ini, Komunitas R6S Indonesia mengenalkan 2 ajang kompetitif baru yaitu Star League tadi (yang satu tingkat di atas ISL) dan Major Event yang merupakan puncak ajang kompetitif R6S Indonesia.

Berbicara mengenai ComCup 7 kali ini, meski jenjang kompetisinya terendah, peserta yang sudah siap bertanding merupakan tim-tim yang tak dapat dipandang sebelah mata karena ada LIMITLESS Gaming yang jadi juara ISL4, Ferox E-Sports, iNation e-Sports, dan kawan-kawannya. Anda bisa melihat daftar lengkap pesertanya di gambar di bawah ini.

Sumber: Toornament
Sumber: Toornament

Satu hal yang menarik yang kami dengar ceritanya dari Bobby Rachmadi Putra, yang merupakan Community Leader R6 IDN, turnamen ini sebenarnya awalnya hanya terbuka untuk 16 tim. Namun berhubung banyaknya tim yang mendaftar dan permintaan komunitas, turnamen ini jadi berisikan 24 peserta.

Untuk hadiah yang disediakan bagi pemenang kompetisi ini (yang didukung langsung oleh Ubisoft), ada 1200 R6 Credits sebanyak 5 buah untuk sang juara pertamanya.

Apakah LIMITLESS Gaming juga akan menjadi juara setelah kemenangan dramatis mereka di ISL4 lalu? Atau justru akan ada juara baru yang mampu mencuri perhatian kali ini? Jangan lupa saksikan ComCup7 di kanal YouTube R6 IDN yang akan dimulai pukul 11.00 WIB hari Sabtu. Untuk informasi lengkap soal aturan main ataupun bracket, Anda bisa melihatnya langsung di laman Toornament ComCup7.

Disclosure: Hybrid adalah media partner dari Rainbow Six Indonesia Community

Cerita Perjuangan 4 Tim Grand Finalist Arena of Valor Star League Season 2

Setelah sekitar 5 bulan berlalu, akhirnya kita sampai ke babak playoff dari liga kasta pertama Arena of Valor, AOV Star League (ASL). Dimulai pada 16 September 2018 lalu, ASL diikuti oleh 7 tim esports profesional Indonesia. Mereka adalah EVOS, Saudara Esports, DG Esports, GGWP.ID, RRQ, Headhunters, dan Bigetron Esports.

Tujuh tim tersebut bertanding dalam format liga, lalu akhirnya tersaring empat tim terbaik untuk bertanding pada babak playoff berdasarkan dari klasemen mereka selama musim berjalan. Empat tim tersebut adalah GGWP.ID, EVOS, Saudara Esports, dan DG Esports. Untuk bisa mencapai playoff, empat tim ini punya cerita perjuangannya masing-masing yang membuat ASL Grand Final jadi menarik untuk disimak.

Roster GGWP.ID pada ASL musim pertama. Sumber:
Roster GGWP.ID pada ASL musim pertama. Sumber: Facebook Page @ggwpaov

Pemuncak klasemen, GGWP.ID, bisa dibilang sebagai tim yang punya cerita paling dramatis selama ASL ada di jagat kompetisi AOV Indonesia. Musim pertama ASL, tim ini terseok-seok menjalani liga profesional ini. Berkali-kali kalah pada pekan awal, mereka bangkit pada paruh kedua musim pertama setelah bergabungnya SusuGajah ke dalam tim.

Berkat hal tersebut, mereka dapat melaju ke babak playoff, mencapai putaran final, dan bahkan hampir jadi juara ASL musim pertama. Belajar dari kesalahan di masa lalu, tim ini berhasil mendominasi sepanjang musim kedua. Tercatat mereka hanya kalah satu kali selama musim kedua, yaitu oleh tim EVOS.

Roster EVOS AOV jelang memasuki musim kedua ASL. Sumber:
Roster EVOS AOV jelang memasuki musim kedua ASL. Sumber: Facebook Page @TeamEvos

Berikutnya ada EVOS, salah satu organisasi esports yang punya sejarah panjang di kancah kompetitif AOV. Berawal dari tim TheWir yang dipunggawai oleh Wiraww dan kawan-kawan, tim ini dicaplok oleh EVOS setelah berhasil membuktikan diri dalam kompetisi MO Cup.

Dikelola oleh salah satu organisasi esports berpengalaman, tim ini berhasil mempertahan performa tetap stabil selama dua musim ASL berlangsung. Walau jadi fallen king pada musim kedua, namun mereka bertahan di posisi top 4 dan melaju ke playoff di posisi kedua klasemen ASL.

Roster terkuat SES di musim kedua ASL sebelum ditinggal oleh SES.NasiUduk
Roster terkuat SES di musim kedua ASL sebelum ditinggal oleh SES.NasiUduk. Sumber: Kincir

Lalu selanjutnya ada tim Saudara Esports, tim yang bisa dijuluki sebagai uncrowned king pada jagat kompetitif AOV. Tim Saudara Esports selama ini punya performa yang dibilang naik-turun. Berkali-kali mereka hampir menjadi juara, hampir mendominasi, tapi berkali-kali juga performa mereka menurun, dan bahkan hampir gagal lolos playoff.

Sempat sangat kuat dan bisa mewakili Indonesia dalam kompetisi internasional, AIC 2018, kini mereka pincang setelah kehilangan sang ahli strategi SES.NasiUduk. Meski begitu pada akhirnya Saudara Esports berhasil melaju ke playoff dan mereka bertengger di peringkat ketiga klasemen ASL musim kedua.

Roster musim pertama dari DG esports, terlihat menjanjikan namun sayangnya gagal melaju ke babak playoff ASL. Sumber:
Roster musim pertama dari DG esports, terlihat menjanjikan namun sayangnya gagal melaju ke babak playoff ASL. Sumber: duniagames.co.id

Terakhir ada tim DG Esports, pendatang baru di kancah esports Indonesia. Datang pada musim pertama ASL dengan mengakuisisi tim Relative Risk, DG Esports juga bisa dibilang sebagai tim yang kerap inkonsisten. Permainan mereka agresif, garang, dan sangat potensial. Sayangnya mereka kerap gagal mengamankan beberapa kemenangan yang harusnya bisa mereka dapatkan.

Masuk musim kedua, penampilan DG Esports semakin terseok setelah kehilangan salah satu jungler berbakat mereka, DG.SiMontok. Paruh pertama musim kedua ASL, DG esports sangat terseok-seok, karena masalah roster dan pembagian role tim. Masuk ke paruh kedua, mereka mengganas sampai akhirnya dapat berangkat ke babak playoff, meski hanya bertengger di posisi keempat klasemen ASL musim kedua.

Melihat klasemen Grand Final ASL musim kedua, apakah mungkin kutukan ASL terjadi? Kalau benar terjadi, maka prediksi saya adalah seperti ini: DG Esports akan menjadi seperti GGWP.ID pada playoff ASL musim pertama. Mereka berjuang menjadi from zero to hero, terseok dari bracket paling bawah, lalu menanjak sampai ke babak final dan hampir mengalahkan sang raja. Sementara itu keadaan EVOS pada playoff ASL musim pertama akan digantikan oleh GGWP.ID. Mereka sebagai pemuncak klasemen akan berhasil menjadi juara setelah menang telak melawan DG Esports di babak final.

Sumber: Garena
Sumber: Garena

ASL Grand Final akan diselenggarakan pada 16 Februari 2019 mendatang di Tennis Indoor Senayan, Jakarta. Untuk yang ingin menyaksikan langsung pertandingan tim AOV terbaik se-Indonesia, Anda bisa mendaftarkan diri lewat tautan aov.co.id/tiketasl2.

Respawn Gelar Turnamen Apex Legends Khusus Streamer Twitch, Hadiah $200.000

Baru saja kemarin kita berspekulasi tentang peluang Apex Legends menjadi esports, hari ini Respawn Entertainment langsung menjawabnya dengan cara terbaik: langsung mengadakan turnamen! Hasil kerja sama dengan Twitch, turnamen ini dinamakan Twitch Rivals Apex Legends Challenge, dan memiliki hadiah sebesar US$200.000 (sekitar Rp2,8 miliar). Tapi ada satu keunikan. Peserta turnamen ini semuanya adalah streamer Twitch.

Twitch Rivals Apex Legends Challenge menghadirkan 48 streamer ternama yang tergabung dalam 16 Squad untuk memperebutkan gelar Champions of the Arena. Para streamer ini berasal dari wilayah Amerika Utara dan EMEA (Europe, the Middle East, and Africa), termasuk di antaranya wajah-wajah tenar seperti:

  • DrDisrespect
  • Sacriel
  • TSM_Myth
  • DisguisedToast
  • RealKraftyy
  • shroud

Mereka semua adalah pemain besar di dunia live streaming. shroud, misalnya, saat ini telah memiliki 5,3 juta subscriber. Kalau sebuah game sudah dimainkan shroud, game itu langsung ramai peminat. Anda juga mungkin sudah kenal DrDisrespect, streamer berkepribadian kocak dengan 3,1 juta subscriber yang juga populer di YouTube.

Twitch Rivals Apex Legends Challenge
Twitch Rivals Apex Legends Challenge | Sumber: Twitch

Twitch Rivals Apex Legends Challenge terbagi menjadi dua event, masing-masing pada tanggal 12 dan 19 Februari. Pertandingan menggunakan sistem poin, dengan 1 poin untuk setiap kill dan 5 poin untuk setiap kemenangan. Para streamer harus menunjukkan penguasaan mereka terhadap mekanisme gameplay Apex Legends, termasuk penguasaan Ability tiap karakter, penggunaan Smart Comms dengan optimal, serta pemanfaatan Respawn Beacons. Tiga elemen tersebut memang merupakan sisi unik Apex Legends yang membuatnya berbeda dari game bergenre battle royale lainnya.

Apex Legends bukan satu-satunya game yang terlibat dalam program Twitch Rivals. Sebelumnya, judul-judul seperti Rainbow Six: Siege, Magic: The Gathering Arena, bahkan Celeste juga pernah mengadakan kompetisi di platform ini. Di season yang berlangsung sekarang, Twitch Rivals mengakomodasi lebih dari 100 event dengan berbagai format, game, serta jutaan dolar hadiah.

Twitch memang ingin menyediakan spotlight bagi para streamer yang merupakan partner atau affiliate, dan salah satunya adalah dengan cara saling mempertandingkan mereka. Dewasa ini streamer di Twitch sudah punya banyak penggemar, layaknya selebritas televisi. Turnamen antar streamer ini selain memang kompetitif, juga menjadi hiburan unik bagi para penonton.

Anda dapat menyaksikan Twitch Rivals Apex Legends Challenge di channel resmi Twitch Rivals. Sementara bila Anda masih belum memainkan game battle royale terbaru ini, dan ragu apakah bagus atau tidak, silahkan baca dulu ulasan Hybrid di tautan berikut. Spoiler: Apex Legends sangat bagus!

Sumber: Twitch

Formula 1: 10 Tahun Lagi, Driver F1 akan Datang dari Dunia Esports

Pada bulan Januari 2019 lalu, sebuah kompetisi balap mobil bernama Race of Champions digelar di stadion Foro Sol, Meksiko. Berjalan sejak tahun 1988, Race of Champions (ROC) adalah kompetisi head-to-head yang mengumpulkan para driver top dari seluruh disiplin balap mobil untuk saling adu kemampuan. Tak peduli apakah mereka berasal dari dunia Formula 1, NASCAR, atau Rally, semua driver diberi mobil yang sama, dan hanya skill yang menentukan keberhasilan mereka.

Ada yang spesial dalam ROC tahun ini. Secara tak terduga, atlet esports yang bernama Enzo Bonito berhasil mengalahkan pembalap-pembalap senior lainnya, termasuk juara Indy 500 Ryan Hunter-Reay dan juara Formula E Lucas di Grassi. Pada akhirnya Enzo Bonito tidak berhasil menjadi juara ROC, tapi kemenangan head-to-head atas nama-nama di atas tidak bisa dianggap remeh.

Sebelumnya meraih juara eROC, Enzo Bonito saat ini tergabung dengan tim esports McLaren, namun bisa saja hal itu berubah di masa depan. Setelah membuktikan keahlian di sirkuit sungguhan, tidak menutup kemungkinan atlet esports seperti Bonito beralih karier menjadi pembalap dunia nyata. Pendapat ini diungkapkan oleh Ellie Norman, Head of Marketing Formula 1.

“Saya pasti akan berkata, ‘hati-hati dengan (dunia esports)’, terutama setelah Race of Champions. Acara itu menunjukkan dengan jelas perbedaan antara esports sebagai profesi dan hanya sebagai permainan. Saya rasa dalam 10 tahun, kecepatan perkembangan teknologi sangat fenomenal. Jadi hal itu (atlet esports menjadi driver F1) bisa terjadi dalam rentang waktu tersebut,” kata Eliie Norman dalam wawancaranya dengan Autosport.

Norman percaya bahwa hanya soal waktu saja sampai dunia esports dan Formula 1 benar-benar menyatu dan tumpang tindih. Di masa depan nanti, cara audiens menikmati Formula 1 akan berubah.

“Ada balap fisik di sirkuit, untuk sebagian orang mungkin mereka hanya ingin menonton ini, entah lewat TV atau langsung di lapangan. Tapi ada audiens baru yang ingin menonton balapan sambil sekaligus ikut balapan secara virtual. Itulah yang akan menjadi pengalaman F1 mereka. Keduanya tidak salah, itu hanya cara mereka memilih menikmati olahraga ini,” ujar Norman.

Pendapat senada dikemukakan oleh Ben Payne, Director of Esports di McLaren. Pada bulan Januari lalu McLaren juga baru menyelesaikan program esports mereka yang bernama McLaren Shadow Project. Program ini bertujuan mencari talenta untuk direkrut ke dalam tim esports McLaren. Akan tetapi di McLaren, tim esports dan tim balap dunia nyata punya hubungan yang saling mempengaruhi.

Rudy van Buren misalnya, juara kompetisi serupa di tahun 2017, kini telah direkrut menjadi Official Simulator Driver untuk tim Formula 1 McLaren. Pemenang tahun ini, Igor Fraga, kini telah masuk ke dalam tim esports McLaren, dan akan bekerja sama dengan tim Formula 1 McLaren juga.

Transfer kemampuan dari esports ke Formula 1 ini dimungkinkan, menurut McLaren, karena atlet esports balap mobil memiliki kondisi fisik yang prima. Beda dengan cabang-cabang esports lain. “Semua finalis (McLaren Shadow Project) punya kondisi fisik yang bagus. Bila Anda pergi ke turnamen FIFA, mereka tidak terlihat seperti atlet. Para finalis kami terlihat seperti atlet,” ujar Ben Payne kepada Gamesindustry.biz.

Igor Fraga - McLaren Shadow Project
Igor Fraga | Sumber: McLaren

“Mereka duduk di atas kursi dan balapan dengan agresif, dan jika mereka melakukannya enam jam per hari, force feedback dari setir (controller) ini sangat kuat dan menjaganya agar selalu on track juga sulit. Mereka memang tidak akan patah jari bila tabrakan, tapi ini tetap sebuah uji ketahanan.

Bila Anda dan saya bermain FIFA untuk beberapa jam, kita bisa berhenti, minum-minum, lalu lanjut bermain. Tapi atlet-atlet kami lebih mirip atlet sungguhan daripada banyak cabang esports lain. Saya tahu tim-tim esports besar punya ahli gizi dan sebagainya, tapi saya rasa simulation racing memang berbeda,” demikian papar Ben Payne.

Menariknya, Igor Fraga sendiri sebelum menjadi atlet esports sebenarnya adalah pembalap sungguhan. Ia memiliki karier sebagai driver mobil gokar serta Formula 3. Ini semakin menunjukkan bahwa skillset seorang pembalap motorsport dan esports punya kedekatan yang kuat. Kita tunggu saja program apa lagi yang akan dicetuskan Formula 1 untuk menyatukan dua dunia balap tersebut.

Sumber: Autosport, GPFans, Gamesindustry.biz, McLarenTop Gear, Race of Champions

AT&T Jalin Kerjasama Tahunan Dengan NBA, Termasuk 2K League

Belakangan esports genre sports memang sedang jadi sorotan para sponsor, terutama di industri esports barat sana. Alasannya mungkin cukup sederhana, genre ini bisa ditonton berbagai demografi usia, juga mudah dimengerti oleh orang awam. Kalau kemarin ada FIFA yang kerjasama dengan ELEAGUE, kali ini ada kerjasama lain yang terjalin dari game olahraga bola basket.

Kerjasama ini sebenarnya terjadi antara liga bola basket profesional Amerika Serikat, NBA, dengan penyedia layanan telekomunikasi, AT&T. Namun kerjasama ini ternyata tidak berhenti kepada liga bola basket NBA saja, namun juga pada liga esports bola basket, NBA 2K League atau yang juga disebut 2K League.

Sumber
Sumber: Flurry Sports

Tahun lalu, NBA 2K League sudah berjalan selama satu musim mulai dari bulan Mei 2018. Kompetisi tersebut mempertandingkan 17 tim yang pada akhirnya memunculkan tim New York City sebagai pemenang. Tahun ini NBA 2K League akan kembali berlangsung dengan penambahan jumlah tim menjadi 21. Seperti tahun lalu, musim kompetisi NBA 2K League 2019 dimulai pada bulan Mei nanti.

Liga esports dari game NBA 2K ini sebenarnya cukup menarik. Karena diselenggarakan atas kerjasama NBA dengan sang pengembang game, Take-Two Interactive, jadinya tim peserta liga ini juga adalah tim yang masuk dalam franchise liga bola basket NBA. Jadi kalau menonton 2K League, Anda bisa melihat nama-nama besar seperti LA Lakers, Miami Heat, atau Golden State Warriors, namun dengan branding yang berbeda.

Walau baru berjalan selama satu musim, kompetisi ini terbilang berjalan dengan cukup sukses. Secara bisnis, mereka berhasil mengamankan berbagai sponsor dari brand endemik seperti HyperX, Scuf Gaming, Intel, Alienware, dan juga kerjasama dengan Twitch untuk menjadi official live streaming partner. Jumlah penonton liga ini juga cukup lumayan, walau meski jumlahnya memang belum sebesar seperti kompetisi MOBA.

Sumber:
Sumber: Yahoo! Sports

Mengutip dari Esports Watch jumlah penonton terbanyak dari NBA 2K League ini baru mencapai 28.850 penonton secara bersamaan. Jumlah ini memang tak besar namun cukup wajar, mengingat NBA 2K League baru berjalan selama satu musim. Jika harus dibandingkan, jumlah ini terpaut cukup jauh jika dibandingkan dengan Dota 2 Chongqing Major yang memiliki jumlah penonton terbanyak mencapai 503.727 penonton secara bersamaan.

NBA 2K League juga menawarkan konsep permainan yang unik. Kalau game olahraga FIFA biasanya mengandalkan satu orang pemain untuk memainkan satu tim sepakbola. NBA 2K League malah membuat game olahraga jadi seperti MOBA. Format pertandingan 2K League adalah 5v5, yang mana setiap pemain mengendalikan pebasket virtual mereka sendiri. Alhasil jika ingin menang, sang atlet esports NBA 2K League ini juga harus mengerti dasar-dasar formasi, strategi, dan pergerakan pemain di dalam bola basket.

Dota 2 Chongqing Major Sudah Ditonton Lebih dari 12 juta Jam

Sampai sekarang game MOBA ibarat jadi “sepakbolanya” esports. Genre MOBA masih jadi favorit hingga kini, walau sudah 10 tahun lebih berlalu dari sejak genre MOBA ditemukan. Selama ini League of Legends selalu dianggap sebagai MOBA paling sukses, tetapi bukan berarti Dota 2 tertinggal begitu saja.

Nyatanya esports Dota tetap jadi hal yang menarik untuk ditonton. Tapi seberapa menarik? Berapa banyak orang yang masih menonton esports Dota 2 sampai saat ini? Mari kita lihat dari raihan jumlah penonton dari kompetisi Dota 2 yang baru saja usai, Chongqing Major. Digelar oleh StarLadder, Chongqing Major jadi kompetisi besar pertama bagi jagat kompetisi Dota di tahun 2019 ini.

Sumber:
Sumber: Red Bull esports

Mengutip data dari Esports Charts, event yang digelar dari 19 sampai 27 Januari 2019 ini sudah ditonton sampai dengan 12,6 juta jam, dengan rata-rata penonton di saat bersamaan alias concurrent users sebanyak 147.494 penonton. Raihan tersebut berhasil membawa Dota 2 berada di posisi ketiga dalam most-watched game pada platform Twitch.

Data tersebut sebenarnya tak bisa dibilang sepenuhnya valid. Data ESC merangkum jumlah viewership dari beberapa platform streaming, yaitu Dota TV, Facebook, Nimo TV, Steam TV, Twitch, VK, dan Youtube. Namun nyatanya ada data penonton yang tidak turut terhitung. Kenapa demikian? Salah satunya adalah karena kerjasama Chongqing Major dengan ImbaTV serta Chongqing Cable Network untuk menayangkan kompetisi tersebut di Tiongkok, dan tak ada data penonton dari dua platform tersebut.

Pertandingan final antara Secret melawan VP jadi pertandingan yang paling banyak ditonton, dengan total 503.727 penonton. Berdasarkan semua data penonton dari berbagai platform, Twitch ternyata masih jadi pilihan utama gamers, dengan jumlah penonton terbanyak sebesar 386.557 penonton dari Twitch.

Sumber:
Sumber: Esports Charts

Mengutip Esports Observer, jumlah penonton Dota 2 di Twitch kebanyakan disebabkan oleh esports. Acara besar seperti DPC Major, atau kompetisi sekelas ESL selalu jadi pendongkrak jumlah penonton konten Dota di Twitch. Tahun lalu, tanpa menghitung jumlah penonton The International, Dota 2 jadi game yang paling banyak ditonton ketiga pada platform Twitch.

Lalu apa arti dari semua data ini? Satu yang pasti adalah, bahwa Dota 2 ternyata masih bertahan sebagai salah satu MOBA favorit, setelah sekitar hampir 8 tahun jagat kompetisi Dota 2 ada.

Kalau dibandingkan dengan jumlah penonton tahun lalu, jumlahnya penonton ini masih sama, bahkan bertambah. Namun patut diingat, data ini mengacu kepada konteks penonton global dengan konten berbahasa inggris. Juga data ini berpatokan pada Twitch yang kerap dianggap sebagai platform streaming esports terbesar di tingkat global.

Perjalanan Menuju Panggung Dunia yang ditawarkan ESL Indonesia

Tahun 2018, industri dan komunitas esports tanah air dikejutkan dengan kerjasama ESL dan Salim Group yang bertujuan menggarap esports Indonesia. Salim Group adalah salah satu perusahaan konglomerasi terbesar di Indonesia. Sedangkan ESL adalah salah satu penggerak industri esports internasional yang boleh dibilang sudah menguasai industri esports di negara-negara barat, Amerika Serikat dan Eropa.

Tentu saja, kehadiran dan rencana ESL di Indonesia tadi memunculkan banyak pertanyaan di kepala para pemerhati dan penggiat esports. Karena itulah, Hybrid pun menghubungi ESL untuk berbincang lebih jauh tentang pertanyaan tadi. Satu hal yang mungkin bisa kami pamerkan (haha…) dan banggakan adalah kami menjadi media ketiga yang berkesempatan mewawancarai perwakilan ESL Indonesia. 2 media sebelum kami adalah CNN dan Nikkei, yang merupakan brand media internasional.

Inilah perbincangan kami dengan perwakilan ESL Indonesia, yakni Nick Vanzetti; SVP, Managing Director Asia Pacific Japan.

Sebelum kita masuk ke obrolannya, ijinkan kami sejenak mengenalkan ESL.

Tahun 2000, ESL berdiri namun kala itu mereka masih mengusung nama Electronic Sports League. Tahun 2015, mereka menggelar sebuah ajang esports yang paling banyak ditonton di jamannya yang bertajuk Intel Extreme Master (IEM) Katowice.

Di tahun yang sama juga Modern Times Group (MTG), perusahaan konglomerasi media asal Swedia, membeli mayoritas saham ESL dari Turtle Entertainment dengan menggelontorkan dana sebesar €78 juta.

Pertanyaan pertama yang mungkin memang harus ditanyakan adalah apa yang membuat Indonesia menarik bagi perusahaan sebesar ESL? Nick pun bercerita bahwa Asia Tenggara pada umumnya adalah pasar yang menunjukkan pertumbuhan besar dan ESL belum banyak menjalankan aktivitas di wilayah ini. Jadi, ESL pun beranggapan bahwa menggarap pasar Asia Tenggara adalah langkah selanjutnya yang tepat untuk melebarkan sayap.

Sumber: ESL
ESL One Birmingham 2018. Sumber: ESL

Sedangkan Indonesia sendiri adalah negara besar yang punya fanbase dengan antusiasme tinggi. Ditambah lagi, mereka juga menjalin kerjasama dengan Salim Group yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu pilihan yang logis untuk ESL membangun fondasi mereka.

Seperti yang saya tuliskan tadi di awal, ESL memang menjadi salah satu motor penggerak industri esports di barat sana namun pasar Indonesia adalah pasar yang jauh berbeda. Misalnya saja, League of Legends (LoL) adalah game kompetitif yang paling populer di luar sana. Namun, di Indonesia, setelah liga profesionalnya (LGS) ditutup; komponen pendukung ekosistemnya seperti Hasagi (media berbahasa Indonesia yang khusus membahas LoL) pun hilang tak tersisa layaknya para aktivis jaman Orde Baru.

Sebaliknya, Mobile Legends yang jadi game puluhan juta ‘umat’ di sini bahkan tak punya ajang kompetitif yang lebih tinggi dari tingkat Asia Tenggara (setidaknya sampai artikel ini ditulis).

Sumber: ESL
IEM Chicago 2018. Sumber: ESL

Bagaimanakah strategi ESL menggarap pasar Indonesia yang sangat berbeda dengan yang sebelumnya mereka lakukan? Nick pun mengatakan bahwa mereka memang harus mengadaptasikan strategi yang dijalankan agar sesuai dengan pasarnya masing-masing. “Bagaimana kami beroperasi di Thailand akan berbeda dengan cara kerja kami di Indonesia. Karena itulah, bekerjasama dengan partner-partner lokal menjadi satu hal yang krusial. Kami juga akan merekrut orang-orang lokal sebanyak yang dibutuhkan.”

Lebih lanjut Nick menjelaskan bahwa ESL mungkin memang sudah paham bagaimana caranya menjalankan esports namun mereka belum tentu tahu cara yang terbaik untuk diterapkan di masing-masing negara. Karena itulah, mereka harus mendengarkan masukkan dari para pemain, tim, ataupun komunitas tentang cara yang tepat untuk negaranya masing-masing.

Nick pun memberikan contoh yang lebih kongkret tentang adaptasi strategi tadi. Ia sebelumnya berangkat dari mengembangkan bisnis untuk ESL Australia yang merupakan pasar besar untuk PC gaming dan console gaming. Namun, jika ia mencoba menggelar turnamen Call of Duty untuk PS4 di Indonesia, cara itu tidak tepat diterapan di sini. Di sini, kita harus menggelar turnamen untuk mobile gaming.

Berbicara mengenai pasar esports tanah air, meski memang sudah jauh lebih besar ketimbang beberapa tahun silam, esports di Indonesia mungkin bisa dibilang ‘membosankan’ karena Mobile Legends yang seringnya jadi pilihan utama ajang kompetitif berskala besar. Masih banyak game-game lain di Indonesia yang seolah jadi anak tiri esports seperti Tekken, FIFA, PES, Street Fighter, Rainbow Six: Siege, League of Legends, ataupun bahkan CS:GO – dan belasan game kompetitif lainnya yang terlalu banyak jika disebutkan semuanya di sini.

Sedangkan ESL di luar sana dikenal cukup banyak mengangkat judul-judul game yang lebih bervariasi, seperti PUBG (PC), Rainbow Six, CS:GO, Battlefield 4, Hearthstone, Dota 2, dan segudang game lainnya. Apakah mereka juga akan memberikan variasi yang sama untuk scene esports lokal?

Nick sendiri mengaku, di awal-awal kehadiran ESL di Indonesia, banyak yang meminta mereka untuk menggarap lagi scene kompetitif CS:GO di sini; apalagi mengingat ESL lah yang menggarap ajang kompetitif CS:GO paling bergengsi di dunia: Intel Grand Slam. Nick juga mengatakan bahwa ESL akan membawa variasi-variasi baru di scene esports lokal dan CS:GO adalah salah satu kemungkinan judul game yang akan mereka garap ke depannya.

Meski demikian, ia juga harus mempertimbangkan beberapa hal sebelum ESL memopulerkan kompetisi game-game yang mungkin bukan paling populer di Indonesia seperti apakah komunitasnya cukup besar di sini, apakah mereka juga mau nonton pertandingan-pertandingan kompetitif, ataupun apakah game tersebut dapat menarik para sponsor.

Berbicara mengenai sponsor, ESL di Eropa berhasil menarik banyak sponsor non-endemik seperti Vodafone, Mercedez-Benz, dan kawan-kawannya. Apakah ESL juga akan mengajak brand-brand non-endemik untuk sponsori acara mereka di Indonesia? Apakah hal ini akan lebih sulit dilakukan di Indonesia?

Nick pun bercerita bahwa mereka telah mendapatkan dukungan dari Indofood karena kerjasama mereka dengan Salim Group. Di streaming kompetisi ESL Indonesia yang sudah berjalan juga sudah ada logo dari Mercedez-Bens. Namun hal itu tadi masih permulaan karena ada beberapa brand non-endemic lainnya yang juga sudah menyatakan ketertarikan mereka untuk sponsori esports Indonesia.

Nick juga mengatakan bahwa meyakinkan non-endemic brand di Indonesia tidak lebih sulit dibandingkan di negara lainnya. Maksudnya, bukan berarti mudah juga. Meyakinkan sebuah brand non-endemic memang terkadang butuh waktu yang lama dan sama sulitnya di semua negara.

Berbicara mengenai industri esports Indonesia, saat ini sudah ada beberapa perusahaan EO (event organizers) seperti Mineski Event Team, RevivalTV, dan kawan-kawannya yang mungkin bisa jadi lebih familiar dengan pasar Indonesia. Lalu hal unik apa yang sebenarnya bisa ditawarkan oleh ESL, yang tidak dapat ditawarkan oleh yang lain, agar mereka dapat kompetitif di pasar Indonesia?

Sebelum menjawab pertanyaan tadi, Nick pun ingin menegaskan 2 hal terlebih dahulu. Pertama, menurutnya, pasar Indonesia adalah pasar yang besar yang masih cukup untuk beberapa event organizer sekalipun. Kedua, ESL hadir di Indonesia bukan untuk mematikan kompetitor karena, bagi mereka, kemajuan industri esports dalam negeri dengan semua para pemain industrinya juga penting.

Sumber: ESL
EVOS Esports saat bertanding di ESL One Hamburg 2018. Sumber: ESL

Sedangkan untuk keunikan yang membuat mereka berbeda dengan event organizer lainnya di Indonesia adalah, karena mereka perusahaan internasional, mereka telah menggarap esports 20 tahun sehingga mereka tahu bagaimana caranya membuat event yang benar-benar berkualitas. Ditambah lagi, karena jaringan mereka di berbagai negara, mereka ingin memberikan platform untuk para pemain Indonesia untuk menuju panggung di luar Indonesia ataupun bahkan di luar Asia Tenggara. Jadi, mereka bisa mengirimkan pemenang dari event di Indonesia untuk berkompetisi di tingkat yang lebih tinggi seperti Asia Pasifik. Misalnya, pemenang kompetisi Dota 2 dalam negeri milik ESL bisa saja akan dikirim untuk mewakili Indonesia untuk ESL One Birmingham.

Jadi intinya, ESL dapat memberikan perjalanan panjang dari zero to hero yang mungkin tak dapat ditawarkan oleh event organizer lainnya.

Terakhir, bagaimanakah rencana mereka di Indonesia? Apakah mereka juga berencana untuk jadi yang terbesar seperti apa yang mereka lakukan di pasar negara-negara barat sana?

Nick pun mengatakan “kami punya rencana jangka panjang di sini. Kami punya kantor permanen dan kami juga ingin melakukan segala sesuatunya dengan benar di sini. Kami pun ingin membangun brand kami.” Lebih lanjut Nick menjelaskan bahwa bisa saja mereka juga akan menggarap event di kota-kota lain selain Jakarta, seperti di Jawa Barat, Bali, atau kota lainnya. Mereka ingin membuat esports lebih mudah diakses di berbagai seluruh wilayah Indonesia.

Sumber: ESL
ESL One Birmingham. Sumber: ESL

Itu tadi obrolan singkat kami dengan Nick Vanzetti tentang ESL dan rencana mereka menggarap esports Indonesia. Bagaimana ya sepak terjang mereka ke depannya?

Oh iya, perbincangan ini juga masih sebagai perkenalan saja. Lain kali, kita akan berbincang kembali untuk menggali lebih jauh dari ESL karena pastinya mereka punya insight yang begitu berharga yang bisa kita gunakan bersama-sama untuk membangun industri esports tanah air.