Samsung Tutup Layanan Streaming Game-nya, PlayGalaxy Link

Tepat tanggal 27 Maret 2020 nanti, Samsung bakal menghentikan layanan streaming game-nya, PlayGalaxy Link. Kabar ini cukup mengejutkan mengingat versi beta layanan tersebut baru diluncurkan menjelang akhir tahun lalu.

Umur PlayGalaxy Link yang begitu singkat itu rupanya bukan akibat persaingan. Kemungkinan besar penyebabnya adalah keputusan Samsung sendiri, yang sejak bulan lalu telah bermitra dengan Microsoft di ranah cloud gaming. Banyak yang memprediksi kemitraan tersebut bakal berujung pada ketersediaan layanan xCloud di sejumlah ponsel Samsung ke depannya.

Microsoft xCloud dan PlayGalaxy Link sebenarnya cukup berbeda. xCloud menyajikan game via server terpusat, sedangkan PlayGalaxy Link mengandalkan sambungan antara PC dan smartphone. Keduanya bukanlah layanan yang bersaing secara langsung. Saingan PlayGalaxy Link sebenarnya adalah Steam Link.

Baik PlayGalaxy Link maupun Steam Link memungkinkan kita untuk memainkan game PC di smartphone via sambungan Wi-Fi. Game-nya harus kita beli dan install dulu di PC sebelum bisa di-stream. Microsoft xCloud di sisi lain meneruskan game langsung dari cloud (server) ke smartphone seperti Google Stadia dan GeForce Now.

Mungkin Samsung akhirnya menilai xCloud sebagai solusi streaming game yang lebih ideal, dan penutupan PlayGalaxy Link ini terpaksa dilakukan supaya sumber dayanya tidak terus tersia-siakan. Di sisi lain, Parsec yang menjadi fondasi teknologi PlayGalaxy Link masih akan tetap beroperasi tanpa terpengaruh pengumuman ini.

Sumber: Gamasutra.

 

Jumlah Pemain Dota 2 Kembali Naik

Satu tahun belakangan, jumlah pemain Dota 2 terus turun. Namun, satu bulan terakhir, jumlah pemain Dota 2 kembali naik. Pada bulan lalu, jumlah rata-rata pemain Dota 2 akhirnya kembali melebihi 400 ribu orang untuk pertama kalinya sejak November 2019. Sementara selama 30 hari terakhir, jumlah rata-rata pemain game MOBA ini mencapai lebih dari 409 ribu orang. Pada puncaknya, ada 701 ribu orang yang bermain Dota 2 pada saat bersamaan.

Pada Februari 2020, jumlah rata-rata pemain Dota 2 mencapai 405 ribu, naik 7,14 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Angka pertumbuhan itu adalah yang tertinggi sejak Februari 2019. Ketika itu, pertumbuhan pemain Dota 2 mencapai 18,74 persen. Jika momentum ini terus berlanjut, tidak tertutup kemungkinan, Dota 2 akan kembali memiliki jumlah rata-rata pemain sebanyak 450 ribu orang setiap bulannya, sama seperti pada 2018, menurut laporan Dot Esports.

jumlah pemain dota 2 naik
Jumlah pemain Dota 2 kembali menunjukkan tren naik. | Sumber: Steam Charts

Ada beberapa alasan mengapa jumlah pemain Dota 2 kembali bertambah. Salah satunya adalah karena Valve telah memberlakukan beberapa perubahan pada sistem matchmaking di game tersebut. Selain itu, Dota Pro Circuit juga semakin memanas. Ini bisa membuat para fans Dota 2 kembali tertarik bermain. Mewabahnya virus Corona juga memiliki peran dalam menaikkan jumlah pemain rata-rata Dota 2.

Faktanya, Dota 2 bukan satu-satunya game yang jumlah pemainnya bertambah karena virus Corona. Belum lama ini, Counter-Strike: Global Offensive juga memecahkan rekor jumlah pemain. Untuk pertama kalinya, jumlah concurrent players CS:GO mencapai lebih dari satu juta orang. Pada saat yang sama, Steam juga memecahkan rekor jumlah concurrent players. Pada puncaknya, terdapat lebih dari 20 juta orang yang bermain di Steam. Mengingat virus Corona masih mewabah di sejumlah negara, kemungkinan, jumlah orang yang bermain game masih akan terus naik. Alasannya, karena masyarakat diminta untuk tidak banyak melakukan aktivitas di luar rumah untuk meminimalisir kemungkinan penyebaran virus Corona.

Meskipun begitu, virus Corona juga membawa masalah tersendiri untuk industri game dan esports. Beberapa bulan belakangan, ada banyak turnamen dan liga esports yang ditunda atau dibatalkan. Untungnya, pertandingan esports masih bisa dilakukan secara online. Saat ini, telah ada beberapa liga esports yang kembali mengadakan pertandingan setelah ditunda. Salah satunya adalah League of Legends Pro League (LPL) di Tiongkok.

Sumber: Twitter

Mantan Developer Vainglory Dapat Investasi Rp37,7 Miliar

Bazooka Tango, game studio yang dibuat oleh dua pendiri Super Evil Megacorp, baru saja mendapatkan kucuran dana sebesar US$2,5 juta (sekitar Rp37,7 miliar). Ronde pendanaan kali ini dipimpin oleh BITKRAFT Esports Ventures, didukung oleh MTG, Mergelane, dan beberapa investor lain.

Proyek pertama Bazooka Tango masih memiliki kaitan dengan Vainglory, yaitu Vainglory All Stars, multiplayer mobile game yang menggunakan format 3v3. Game tersebut akan dibuat menggunakan game engine Evil milik Super Evil Megacorp. Ini memungkinkan timBazooka Tango untuk membuat game dalam waktu cepat. Meski hanya terdiri dari 10 orang, tim Bazooka memperkirakan bahwa mereka hanya membutuhkan beberapa minggu untuk membuat game yang bisa langsung diuji.

“Vainglory adalah properti intelektual dengan dunia yang kelam,” kata Bo Daly, CEO Bazooka Tango yang juga pernah menjabat di posisi yang sama di Super Evil Megacorp, lapor VentureBeat. “Tapi, kami akan menggunakan gaya cerita dan variasi warna yang berbeda kali ini.” Dari segi grafik, Vainglory All Stars memiliki gaya kartun layaknya Fortnite dan bukannya realis seperti Call of Duty.

bazooka tango investasi
CEO Bazooka Tango, Bo Daly. | Sumber: Bazooka Tango via VentureBeat

Selain Vainglory All Stars, Bazooka Tango juga akan membuat properti intelektual baru. Mereka berencana untuk membuat mobile game dengan berbagai genre, mengadaptasi game PC dan konsol populer menjadi mobile game, dan membuat game yang menggabungkan beberapa genre. Daly menjelaskan, jika Super Evil Megacorp fokus untuk mengembangkan game dengan teknologi paling canggih, Bazooka Tango akan fokus untuk membuat game yang bisa dimainkan oleh banyak orang.

“Kita memasuki puncak kejayaan dari mobile game,” ujar Daly. “Dan saya telah memperkirakan hal ini sejak lama, bahwa fokus industri game akan berpindah ke mobile. Namun, sekarang, kami merasa bahwa hal ini memang telah mulai terjadi. Ada banyak mobile game bernilai miliaran dollar seperti Honor of Kings, Free Fire, dan mobile game lain yang berkembang menjadi game esports. Game-game tersebut bisa menyediakan pengalaman bermain game multiplayer secara real-time. Dan pasar inilah yang kami coba sasar.”

bazooka tango investasi
Stephan Sherman. | Sumber: Bazooka Tango via VentureBeat

Untuk mendirikan Bazooka Tango, Daly juga mengajak Stephan Sherman, yang pernah menjabat sebagai Chief Creative Officer di Super Evil Megacorp dan kini memegang dua jabatan di Bazooka Tango, yaitu sebagai Chief Technology Officer dan Chief Product Officer, seperti yang disebutkan oleh Games Industry.

“Kami menghabiskan waktu delapan tahun untuk membangun dan mengoperasikan Vainglory sebagai game MOBA untuk PC dan mobile,” kata Daly. “Saya dan Stephan melihat kesempatan untuk merombak tim kami dan membawa orang baru. Kami merasa, pasar mobile game tengah berubah, sesuai dengan apa yang telah kami duga sebelum ini.” Lebih lanjut, dia menjelaskan, “Sebagai industri, kita harus dapat membuat game AAA yang memang dibuat khusus untuk perangkat mobile. Itu artinya, Anda tidak lagi bisa sekedar meniru game PC ke mobile.”

Versi Demo Resident Evil 3 Remake Bisa Dimainkan pada 19 Maret

Setelah sukses menghidangkan remake Resident Evil 2 yang menuai banyak pujian tahun lalu, Capcom kini sedang bersiap untuk merilis remake Resident Evil 3. Berdasarkan pengumumannya, RE3 dijadwalkan hadir pada tanggal 3 April 2020, namun sebelumnya, Capcom bermurah hati merilis versi demo-nya terlebih dulu.

Versi demo-nya ini siap dimainkan pada tanggal 19 Maret melalui PlayStation 4, Xbox One, maupun PC (Steam). Mengapa harus ada versi demo-nya? Sepertinya Capcom ingin menekankan sekali lagi bahwa RE3 bukanlah game shooter tradisional yang bertemakan zombie, melainkan game horor dengan elemen survival yang amat kental.

Resident Evil 3 Remake

Capcom sendiri bilang bahwa RE3 bakal menyajikan lebih banyak elemen action ketimbang RE2, tapi itu bukan berarti kita bisa asal memberondong begitu saja. Sama seperti di RE2, pemain harus memanfaatkan amunisi seefisien mungkin, dan itu sudah bisa kita rasakan lewat versi demo-nya ini.

Sekadar mengingatkan, game ini merupakan remake dari Resident Evil 3: Nemesis yang dirilis di tahun 1999. Narasi yang diangkat kurang lebih sama, dan masih mengisahkan perjuangan salah satu tokoh lama franchise Resident Evil, Jill Valentine, di Raccoon City.

Resident Evil 3 Remake

Kabar baiknya, versi demo RE3 dapat kita mainkan tanpa batas waktu. Kalau mau, kita bebas memainkan versi demo-nya sampai berkali-kali sebelum versi penuhnya dirilis tidak lama kemudian.

Dalam kesempatan yang sama, Capcom juga mengumumkan bahwa Resident Evil Resistance akan memasuki fase open beta pada 27 Maret. RE Resistance merupakan game co-op multiplayer yang akan dibundel bersama remake RE3.

Sumber: Eurogamer.

10 Game yang Pas Dinikmati di Masa ‘Waspada Virus Corona’

Di tengah pandemi virus corona, pemerintah Indonesia memang belum melarang warga pergi ke luar rumah seperti yang dilakukan di Itali dan Denmark. Namun demi mengurangi peluang penyebarannya, kita disarankan buat menahan diri dari bepergian, terutama ke lokasi-lokasi ramai. Seperti DailySocial, tempat Anda bekerja mungkin juga sudah meminta stafnya untuk beraktivitas dari rumah.

Tentu saja akan sangat membosankan jika bekerja hanya merupakan hal yang jadi fokus Anda sehari-hari sampai keadaan lebih aman dan terkendali. Gaming  bisa jadi kegiatan yang efektif buat menghabiskan waktu dan menghibur diri. Pertanyaannya kini, permainan seperti apa yang paling cocok dinikmati di situasi ini? Diskusi saya bersama Glenn Kaonang dan Bambang Edi Winarso (rekan sesama penulis di DS Gadget) memunculkan parameter menarik dalam menentukan judul-judulnya.

Kriteria pertama adalah kami memprioritaskan game-game multi-platform – yang artinya tersedia di sistem berbeda. Kemudian mereka harus didukung konten yang berlimpah demi memastikan durasi bermainnya tidak sebentar dan gameplay-nya tidak boleh terlalu sulit. Lalu kami juga perlu memasukkan permainan-permainan kelas casual untuk kalangan non-hardcore.

Ini dia 10 game yang pas dinikmati di masa ‘waspada virus corona’:

 

The Witcher 3: Wild Hunt

Game pertama yang disebut Glenn begitu saya mengajukan ide artikel ini. Terjebak berhari-hari di rumah ialah momen terbaik untuk bertualang kembali sebagai Geralt of Rivia dalam menghentikan teror Wild Hunt. The Witcher 3 juga pas dimainkan oleh mereka yang belum lama ini menyelesaikan maraton serial The Witcher Netflix dan tak sabar menunggu season duanya. Glenn menyarankan pula agar kita menginstal mod Full Combat Rebalance 3 buatan senior gameplay designer CD Projekt Red sendiri.

 

Stardew Valley

Di tengah sibuknya kehidupan kota (serta wabah virus corona) Stardew Valley mengajak Anda buat kembali ke alam. Ada banyak hal bisa Anda lakukan di sana: bercocok tanam, beternak, menjadi warga desa teladan dan menemukan cinta sejati. Selain konten, aspek terbaik dari Stardew Valley ialah game ini tersedia di hampir semua platform, termasuk mobile, dan tidak membutuhkan PC berspesifikasi tinggi buat menjalankannya.

 

Tom Clancy’s The Division 2

Seperti permainan sebelumnya, The Division 2 memberi kita gambaran mengenai dampak destruktif dari tak terkendalinya pandemi virus: kekacauan di mana-mana dan pemerintah tak bisa berbuat banyak kecuali mengaktifkan para agen keamanan dalam negeri untuk meredam situasi ini. Di sini, kita dapat menyaksikan sebuah masyarakat yang terpecah, namun mereka tidak kehilangan semangat buat membangun kembali komunitas.

 

Pokémon Go

Menakar dari cara penyajiannya, Anda mungkin berpikir bahwa Pokémon Go bukanlah game terbaik untuk dimainkan sekarang, namun Niantic sudah mengantisipasinya. Lewat update, habitat para monster kini diperluas sehingga pemain dapat mendeteksi dan menangkap Pokémon yang berada di dekat rumah – tanpa perlu keluar. Selain itu, incense pack yang berfungsi buat menambah frekuensi munculnya monster mendapatkan potongan harga 99 persen.

 

Cities: Skylines

Menurut Glenn, Cities: Skylines memperlihatkan pada pemain suka duka jadi pemerintah kota dan mengajarkan kita mendengarkan keluhan masyarakat via social media (in-game) Chirper. Sebagai ‘penerus spiritual’  SimCity, Cities: Skylines menyuguhkan fitur yang jauh lebih lengkap. Game juga lebih bersahabat buat pemula, pemain bahkan dipersilakan untuk mengaktifkan god mode sehingga Anda bisa terus membangun tanpa memikirkan sumber daya.

 

Real Flight Simulator

Rekan seperjuangan saya, Bambang, berpendapat bahwa genre yang paling menghabiskan waktu adalah simulasi. Di perangkat bergerak, Real Flight Simulator menawarkan pengalaman jadi pilot paling lengkap. Game dibekali fitur-fitur esensial semisal seperti jadwal penerbangan sesungguhnya, kemampuan mengontak pilot lain dan kru ATC, serta multiplayer. RFS bisa berperan pula jadi hidangan pembuka sebelum Microsoft Flight Simulator 2020 dirilis.

 

Assassin’s Creed Odyssey

Odyssey ialah ‘mesin waktu’ yang akan membawa Anda ke era Yunani kuno, dan apa yang Ubisoft tawarkan di sana merupakan pencapaian teknis. Selain menyajikan keindahan grafis, developer juga sukses mereproduksi kehidupan manusia di era lampau serta bangunan-bangunan bersejarah secara akurat. Odyssey bahkan dapat dinikmati oleh kalangan non-gamer: Ubisoft telah menyiapkan Discovery Tour sebagai sarana edukasi.

 

Frostpunk

Glenn memasukkan Frostpunk ke daftar dengan alasan yang hampir sama seperti Cities: Skylines, apalagi dengan kehadiran fitur anyar seperti Books of Law. Bedanya, permainan garabat 11 bit Studios ini turut mengusung elemen survival. Add-on terkini berjudul The Last Autumn dirancang sebagai prekuel, di-setting sebelum datangnya bencana. Glenn bilang, “Jadi pada dasarnya kita ditantang untuk bersiap-siap mengantisipasi musibah.”

 

Fallout 4

Hampir lima tahun setelah dirilis, Fallout 4 tetap jadi game yang lebih superior dari Fallout 76. Ia bebas dari akal-akalan ‘layanan berlangganan’ Fallout 1st, dapat dinikmati secara single-player tanpa internet, serta didukungan ribuan mod gratis. Ada begitu banyak hal yang bisa dilakukan di sana: menjelajahi lokasi-lokasi menarik atau misterius, membangun tempat tinggal, membantu pemukiman penduduk atau sekadar menyelesaikan quest.

 

Red Dead Redemption 2

RDR2 punya kesamaan struktur dengan game open world lain, namun yang membuatnya unik adalah elemen simulasi dan latar belakang era koboi. Rockstar meramu kontennya dengan detail dan keakuratan tinggi, dari mulai gaya berpakaian orang di zaman itu, cara menguliti hewan buruan, hingga bagaimana mekanisme pistol revolver bekerja. Jika Anda tak peduli dengan semua ini, Anda bisa mencurahkan perhatian pada petualangan Arthur Morgan atau menikmati mode multiplayer Red Dead Online.

Epic Games Akuisisi Cubic Motion

Epic Games mengakuisisi Cubic Motion, startup asal Inggris yang mengembangkan platform untuk membuat animasi wajah yang lebih kompleks dengan seperangkat kamera dan software. Salah satu produk Cubic bernama Persona. Produk yang diluncurkan pada tahun lalu tersebut berupa seperangkat hardware dan software. Teknologi Cubic pernah digunakan dalam beberapa game AAA seperti God of War dari Sony Interactive Entertainment dan Spider-Man buatan Insomniac.

Sayangnya, tidak diketahui nilai akuisisi Cubic oleh Epic. Satu hal yang pasti, Cubic pernah mendapatkan pendanaan sebesar £20 juta (sekitar Rp369 miliar) pada 2017. Ketika itu, ronde pendanaan untuk Cubic dipimpin oleh NorthEdge Capital. Hanya saja, setelah Cubic diakuisisi oleh Epic, NorthEdge tak lagi menjadi investor dari Cubic. Dengan akuisisi ini, semua tim Cubic akan menjadi bagian dari Epic Games. Selain itu, Cubic juga masih akan melayani semua klien mereka, menurut laporan TechCrunch.

epic akuisisi cubic
Hardware yang digunakan oleh Cubic. | Sumber: TechCrunch

“Membuat manusia digital yang realistis adalah tantangan berikutnya yang harus dilewati dalam pembuatan konten, walau merealisasikan hal ini dengan grafik komputer adalah sesuatu yang sangat rumit,” kata CEO dan pendiri Epic Games, Tim Sweeney dikutip dari The Esports Observer. “Menggabungkan teknologi Cubic Motion dalam computer vision dan animasi dengan usaha kami untuk membuat manusia digital, ini akan membawa kami satu langkah lebih dekat dalam mendemokrasikan teknologi tersebut ke semua kreator di dunia.”

Sebelum akuisisi ini, Epic Games telah bekerja sama dengan Cubic untuk membuat sejumlah demo yang menunjukkan bagaimana ekspresi aktor bisa langsung terlihat pada karakter digital secara real-time. Akuisisi ini akan membantu game studio yang memiliki dana besar dalam membuat cut scene yang semakin realistis. Pada saat yang sama, teknologi ini juga pasti akan menarik bagi studio film. Tidak tertutup kemungkinan, keputusan Epic untuk mengakuisisi Cubic akan dapat mendorong semakin banyak studio film untuk menggunakan game engine.

“Animasi wajah yang bisa menampilkan detail dalam ekspresi manusia adalah langkah berikutnya untuk membuat grafik yang realistis,” kata CTO Epic Games, Kim Libreri, menurut laporan Games Industry. “Kami percaya, menggabungkan Unreal Engine milik Epic dengan teknologi 3Lateral dan Cubic Motion adalah cara yang tepat untuk merealisasikan hal itu. Pada akhirnya, ini akan memungkinkan kami untuk membuat mahakarya dengan Unreal Engine.”

CS:GO Pecahkan Rekor Jumlah Pemain, Tembus 1 Juta Orang

Counter-Strike: Global Offensive baru saja memecahkan rekor jumlah pemain terbanyak. Kali ini, jumlah concurrent players (pemain yang bermain pada waktu bersamaan) dari game FPS tersebut mencapai 1.023.229 orang. Padahal, pada bulan lalu, CS:GO baru saja menorehkan rekor jumlah pemain terbanyak dengan jumlah concurrent players mencapai 916.996 orang.

CS:GO diluncurkan pada 2012. Meski sempat mengalami masalah pada awal peluncurannya, CS:GO berhasil menyatukan komunitas Counter-Strike 1.6 dan Counter-Strike: Source, dua game yang menjadi pendahulunya. Salah satu alasannya, karena Valve telah mendukung game ini sejak peluncurannya. Sekarang, tujuh tahun sejak diluncurkan, CS:GO menjadi game paling populer di Steam, mengalahkan Dota 2.

Memang, jumlah pemain CS:GO menunjukkan tren naik sejak game tersebut bisa dimainkan dengan gratis pada Desember 2018. Menurut SteamCharts, dalam 30 hari terakhir, jumlah rata-rata pemain CS:GO mencapai 573.906 orang. Sementara itu, Dota 2 harus puas dengan posisinya sebagai game terpopuler kedua. Hari ini, pada puncaknya, jumlah concurrent players Dota 2 mencapai 701.632 orang. Meskipun begitu, popularitas CS:GO sekarang masih belum bisa mengalahkan popularitas Dota 2 ketika game MOBA itu ada pada puncak kejayaannya. Pada Februari 2016, jumlah concurrent players Dota 2 mencapai 1.291.328 orang.

Alasan lain mengapa jumlah pemain CS:GO bertambah pesat belakangan adalah karena virus Corona yang mewabah. Faktanya, secara keseluruhan jumlah pemain di platform Steam memang mengalami kenaikan. Pada puncaknya, jumlah concurrent players di Steam mencapai 20.313.476 orang. Kemungkinan, angka ini masih akan terus naik, mengingat beberapa negara baru memberlakukan karantina, meliburkan sekolah dan memberlakukan bekerja dari rumah untuk membatasi penyebaran virus Corona. Karena tak boleh keluar dari rumah, semakin banyak orang yang akan menghabiskan waktunya dengan bermain game.

Misalnya di Italia, yang memiliki lebih dari 17 ribu pasien virus Corona, perusahaan penyedia internet di sana mengaku bahwa trafik internet di jaringan mereka mengalami kenaikan yang signifikan. “Kami melaporkan, trafik internet untuk jaringan kabel kami mengalami kenaikan lebih dari 70 persen, game online seperti Fortnite memberikan kontribusi yang cukup besar atas kenaikan trafik ini,” kata CEO Telecom Italia, Luigi Gubitosi, menurut laporan Bloomberg.

Sumber: VPEsports, Dot Esports, Forbes

Panduan Dasar Operator Rainbow Six Siege, Iana dan Oryx

Beberapa waktu yang lalu Rainbow Six Siege merilis Operation Void Edge, sebuah update baru yang menghadirkan berbagai perubahan mekanik dan konten baru. Dari sisi konten, Operation Void Edge menawarkan dua operator baru, yaitu Iana dan Oryx. Ingin tahu lebih lengkap seputar kedua operator tersebut? Berikut panduan dasar Iana dan Oryx Rainbow Six Siege

Operator Attacker – Iana (Nienke Meijer)

Dari sisi cerita, operator ini diceritakan sebagai seorang perempuan yang lahir di Belanda pada 27 Agustus 1985. Memiliki nama asli Nienke Meijer. Ibunya adalah insinyur yang memimpin proyek luar angkasa di dunia Rainbow Six. Maka dari itu sejak kecil ia sudah didorong untuk mempelajari Aerospace Engineering, agar di masa depan ia dapat menjadi pilot pesawat tempur.

Sayang, terlahir albino membuat retina matanya memiliki kekurangan, membuat ia tidak bisa menjadi pilot. Namun demikian hal ini tidak menghentikan ia untuk terus berkembang. Ia jadi belajar Systems Engineering, membuat lensa kontak untuk memperbaiki kemampuan visualnya, mengintegrasikan dengan teknologi AR, dan membuat Gemini Replicator.

Special Ability – Gemini Replicator

Berkat kepintarannya ia membuat sebuah gadget bernama Gemini Replicator, yang menjadi Special Ability Iana di dalam Rainbow Six: Siege. Ketika diaktifkan, Iana akan menerbangkan dan mengendalikan pesawat drone pengintai kecil yang ditambahkan proyeksi AR berwujud dirinya sendiri.

Gemini Replicator punya wujud sesuai dengan Skin dan Loadout yang dipilih dan dapat melakukan gerakkan apapun kecuali melakukan serangan melee ataupun menembak. Saat mengaktifkan Gemini Replicator, Iana akan tetap berdiri di tempat, persis seperti saat mengendalikan Drone.

Loadout

Sumber: Rainbow Six Official Sites
Sumber: Rainbow Six Official Sites

Merupakan Operator Attacker, Iana adalah karakter yang balance dengan Armor dan Speed sebesar 2 poin. Ia memiliki dua pilihan senjata utama berupa Assault Rifle yang menjadi favorit dari para pemain Rainbow Six: Siege, yaitu ARX200 dan G36C. Lalu untuk senjata skunder ia memiliki pistol MK1 9mm. Dari segi peralatan, ia memiliki Frag Grenade dan Smoke Grenade.

General Tips

Satu hal yang pasti, secara alami Gemini Replicator adalah alat untuk Intel-Gatherer atau mengumpulkan informasi. Jadi alih-alih menggunakan Drone biasa, Anda bisa menggunakan Gemini Replicator untuk mencari informasi keberadaan musuh. Jika beruntung, Anda bisa memancing musuh keluar, yang bisa langsung disambut oleh rekan Anda yang bersiap untuk melakukan Crossfire.

Operator Defender – Oryx (Saif Al Hadid)

Lahir 3 Juni 1975, Oryx tinggal di sebuah kota kecil yang berdekatan dengan markas Angkatan Udara. Kehidupan masa kecilnya normal-normal saja, sampai akhirnya ia menghilang dari catatan data internasional selama lebih dari 15 tahun. Sempat muncul untuk sesaat di Jordan, namun menghilang lagi setelah ia mendapatkan paspor barunya. Setelah itu, ia terlihat selama sesaat di beberapa kota. Ia terllihat belajar gulat di Istanbul, Muay Thai di Bangkok, berkendara taktis di Berlin, dan menembak di Damascus. Kabarnya, semua hal itu ia lakukan karena dibiayai oleh instansi militer swasta.

Special Ability – Remah Dash

Berkat latihannya, fisik Oryx amatlah kuat. Remah Dash merupakan kemampuan spesial Oryx. Sederhananya ia bisa menerjang, menghantam, lalu menghancurkan Obstacle. Namun, tak semua Obstacle bisa ia hancurkan. Remah Dash hanya bisa menghancurkan Soft Wall, Barricades, dan Armor Panel milik Castle.

Tapi jangan sesumbar, karena setiap menghantam Obstacle, HP Oryx akan berkurang 10 poin. Jika ia hanya punya 10 HP, maka ia akan terkena Injure, atau mati jika sempat Injure sebelumnya. Tak hanya itu Remah Dash juga bisa membuat semua jenis Operator Attacker terjatuh, bahkan termasuk Montagne yang punya Extendable Shield. Tak hanya itu, karena fisiknya yang kuat Rema Dash juga bisa digunakan untuk memanjat Hatch yang telah terbuka.

Loadout

Sumber: Rainbow Six Official Sites
Sumber: Rainbow Six Official Sites

Karena fisiknya yang sangat atletis, Oryx juga merupakan Operator Defender yang berimbang dengan dua poin pada Armor serta Speed. Punya dua pilihan senjata utama yang berlaras pendek. Pilihan pertama adalah Shotgun semi-otomatis SPAS-12, sementara pilihan keduanya adalah SMG MP5. Untuk senjata sekunder, ia punya pilihan berupa pistol BALIFF 410 yang bisa membantuk membuka lubang rotasi dan pistol USP40. Dari segi perangkat tambahan ia punya Barbed Wire dan Bulletproof Camera.

General Tips

Kemampuan Oryx memanjat Hatch bisa sangat berguna untuk melakukan Flanking. Jadi pastikan kalian memanfaatkan hal tersebut, namun sambil tetap waspada terhadap Flank Watcher dari tim Attacker. Walau menembus Soft Wall terlihat keren, namun nyatanya Remah Dash bisa membuat Oryx bergerak lebih cepat. Jadi kemampuan tersebut juga bisa Anda gunakan untuk melakukan rotasi cepat.

Terakhir, yang paling spesial adalah kemampuan Oryx untuk menabrak dan menjatuhkan Operator dengan Shield. Jadi jangan lupa gunakan Operator ini jika Anda melawan Operator seperti Montagne, Blitz, atau Fuze. Kombinasikan dengan Shotgun semi-otomatis, SPAS-12, juga akan membuat Oryx jadi semakin mematikan.

Kurang lebih itu dia panduan dasar dua operator terbaru Rainbow Six Siege, Iana dan Oryx. Jangan lupa untuk memantau situs Hybrid.co.id dan follow akun media sosial Hybrid di TwitterFacebookInstagram, dan YouTube untuk informasi lainnya seputar Rainbow Six Siege.

Mengurai Masalah Game Pay to Win: Definisi, Motivasi, dan Konsekuensi

Seiring dengan meningkatnya popularitas game free-to-play, muncul juga istilah game pay-to-win. Konsep pay-to-win sebenarnya sudah bisa ditemukan saat jaman-jaman keemasan MMO gratisan di PC saat awal-awal tahun 2000an. Namun, sayangnya, di platform mobile, game-game semacam ini seakan beranak pinak kian banyak.

Sebagian besar isi dari tulisan ini memang opini saya. Namun, sebagai justifkasi opini, saya telah mengeluarkan uang setidaknya puluhan juta di game-game free-to-play, yang kebanyakan pay-to-win. Saya juga sudah berkecimpung di industri game sejak 2008, termasuk bekerja di publisher game ataupun aplikasi yang memiliki micro transactions alias in-app purchases. Karena pekerjaan saya di industri ini juga, saya telah menamatkan setidaknya 2000 game single-player (yang biasanya premium) dan mencoba belasan ribu game-game free-to-play (baik di mobile ataupun PC).

Definisi game pay-to-win

Sebelum kita mengurai lebih jauh tentang masalah sistem bisnis ini, mungkin ada yang belum tahu apa itu game pay-to-win. Buat Anda yang sudah tahu, Anda tetap bisa membaca bagian ini untuk mendeteksi ‘gejalanya’ sebelum terlanjur basah merogoh kocek.

Game pay-to-win adalah game-game yang menjadikan advantage di game sebagai komoditas. Bentuk advantage tadi bisa berupa barang premium (baik itu equipment, karakter, item, pet, dan kawan-kawannya) yang fungsinya lebih baik dari barang gratisan ataupun yang berupa semacam ‘steroid’ untuk mempercepat progresi di game.

Mungkin memang sejumlah game terang-terangan menjual barang premium yang fungsinya lebih baik dari yang gratisan dan barang tersebut memang tak bisa didapatkan tanpa membayar. Namun, tidak sedikit juga publisher dan developer game gratisan sekarang yang kian pintar untuk tidak terang-terangan menjual barang-barang tersebut dan mengaburkan konsep pay-to-win. Inilah yang saya maksud dengan ‘steroid’ di paragraf sebelumnya.

Mungkin bisa jadi Anda tidak setuju dengan ini, namun bagi saya, istilah game ‘free-to-play‘ itu saat ini sudah bisa dibilang menyesatkan (bahasa gaulnya, misleading). Kenapa? Karena sebagian besar game-game free-to-play sekarang sudah membatasi jatah Anda bermain setiap harinya — dengan sistem stamina, energi, atau apapun istilahnya. Bahkan untuk bermain saja, Anda harus membayar jika ingin waktu yang lebih lama. Setidaknya, dulu di jaman game gratisan di PC, sebagian besar mengizinkan Anda grinding/farming 24 jam non-stop.

Credits: Dorkly via Cheezburger
Credits: Dorkly via Cheezburger

Sistem pembatasan waktu bermain dan menjual kesempatan untuk bisa bermain lebih lama, bagi saya, sudah masuk kategori pay-to-win. Inilah satu hal yang mungkin harus Anda sadari jika ingin menghindari game-game pay-to-win.

Kenapa saya bisa bilang demikian? Setiap game gratisan (hampir) selalu ada sistem progresi (bisa berupa level, koleksi karakter, equipment rarity, dan lain sebagainya) yang membutuhkan berbagai macam resources (gold, exp, dkk.) termasuk waktu bermain. Jadi, semakin lama Anda bermain, semakin cepat Anda mengumpulkan resource tadi.

Misalnya saja seperti ini, jika Anda bermain gratis sepenuhnya, Anda hanya bisa bermain 10x sehari. Namun, buat yang bayar, mereka bisa bermain sampai 30x sehari. Kira-kira, pemain mana yang bisa mengumpulkan resource lebih banyak dalam sebulan?

Istilah yang sering digunakan para publisher atau developer untuk berkilah adalah “pay for convenience” karena semua barang-barang atau resource juga bisa didapatkan secara gratis. Namun, di game-game yang punya sistem progresi, biasanya juga ada yang istilahnya “snowball effect“.

Mari kita kembali ke pengandaian antara pemain yang bisa bermain 10x dan 30x sehari tadi. Untuk bisa sampai ke level 10 misalnya, kita butuh 300x main. Pemain gratisan memang bisa mencapai level 10 dalam waktu 30 hari. Namun dalam waktu 30 hari, pemain yang bermain 30x sehari mungkin sudah mencapai level 15-20. Semakin lama, jarak antara dua pemain tadi, akan semakin besar sampai ada batasan konten (level cap, misalnya) di game tersebut.

Credits: Cheer Up Emo Kid
Credits: Cheer Up Emo Kid

Jadi, silakan percaya saya atau tidak, jika ada yang bilang game-nya tidak pay-to-win namun menjadikan kesempatan bermain sebagai komoditas, Anda yang bermain gratis akan (hampir) selalu ketinggalan langkah dengan yang bayar.

Kenapa ada sistem pay-to-win?

Ada beberapa alasan dan tujuan kenapa sistem ini ada. Pertama adalah pendapatan atau profit yang lebih cepat untuk publisher/developer. Game-game yang tidak punya micro-transaction hanya punya 2x kesempatan untuk mendapatkan uang dari penggunanya. Pertama adalah saat game tersebut dirilis. Kedua adalah saat game tersebut mengeluarkan premium add-on atau DLC. Sedangkan membuat game ataupun merilis DLC baru juga tidak secepat mengimplementasikan item untuk dijadikan in-app purchase.

Sedangkan game-game yang punya micro-transaction, apalagi yang jualan stamina, energi, dan kawan-kawannya tadi, bisa mendapatkan uang setiap harinya selama game tersebut masih ada pemainnya. Tidak sedikit dari game-game gratisan yang dibuat hanya untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya.

Via: 9Gag
Via: 9Gag

Kedua, pergeseran tren konsep game sebagai produk retail jadi game as a service (GaaS). Dulu, game memang hanya bisa dijual layaknya produk retail alias jual putus. Setelah Anda beli game-nya, Anda bebas melakukan apapun dengan produk tersebut. Mau dimainkan, dibuang, dikasihkan, atau dipinjamkan ke orang juga silakan. Game-game yang diperlakukan layaknya produk retail ini (yang jual putus) sekarang juga masih ada tapi seringnya single-player atau mencari pemasukan dari penjualan DLC secara berkala (tidak setiap hari).

Sedangkan untuk GaaS, yang Anda bayarkan adalah akses/layanan ke game tersebut (atau fitur yang ada di dalamnya). Nah, karena yang dijual adalah layanan (service), tentunya butuh biaya juga untuk bisa terus mempertahankan layanan itu ada. Misalnya biaya untuk sewa server, biaya untuk membayar para pekerjanya, biaya untuk beriklan ataupun yang lain-lainnya.

Para pekerja untuk publisher yang produknya GaaS juga biasanya lebih banyak. Misalnya, salah satu publisher Indonesia yang dulu dikenal dengan MMO gratisannya bahkan bisa memperkerjakan ratusan orang hanya untuk sebagai Game Master (orang-orang yang mengawasi para pemain di dalam game) — belum termasuk untuk divisi-divisi lainnya.

Game-game single-player yang tidak punya micro-transaction (yang jual putus), biasanya, juga tidak punya anggaran iklan setiap bulan — hanya saat rilis game atau DLC baru. Sedangkan untuk GaaS, biaya marketing atau user acquisition bisa jadi pengeluaran terbesar mereka setiap bulannya.

Oh iya, berhubungan dengan GaaS ini, saya juga ingin mengingatkan Anda untuk tidak mudah terbuai atau memberikan penilaian terlalu cepat. Setiap yang namanya produk layanan, kebijakannya bisa berubah sewaktu-waktu. Misalnya, game-game gratisan yang tadinya mungkin tidak terlalu parah soal aspek jualannya (pay-to-win-nya) bisa jadi berubah setelah setahun kemudian.

d25

Kenapa bisa begitu? Saya tahu (meski saya tidak bisa sebut nama) memang ada yang strateginya seperti jual narkoba. Kasih gratis dulu, setelah kecanduan baru diperas habis-habisan.

Contohnya dari pengalaman saya saja dengan salah satu game. Awalnya, salah satu game yang saya mainkan dulu tidak menekankan pada sistem gacha (alias random chances atau RNG) sebagai cara utama mendapatkan keuntungan. Jujur saja, saya memang benci yang semacam itu karena saya tidak suka beli kucing dalam karung. Saya pun bermain selama setahun dan mengeluarkan biaya sampai sekitar Rp30 juta untuk game tersebut. Masuk tahun kedua, semuanya berubah. Barang-barang baru di tahun kedua hanya bisa didapatkan lewat sistem gacha.

Awalnya, saya jadi berat meninggalkan game tersebut karena saya merasa sudah investasi uang dan waktu yang tidak sedikit. Meski akhirnya saya pun merelakan dan mengingatnya sebagai bahan pembelajaran atas kebodohan saya. Setelah berbincang dengan beberapa orang di balik layar, ternyata strategi semacam itu memang sengaja digunakan.

Credits: Sandra and Woo
Credits: Sandra and Woo

Alasan terakhir kenapa sistem pay-to-win ada adalah, sama seperti setiap produk yang ada di muka bumi ini, karena ada pasarnya. Sistem pay-to-win memanfaatkan sifat dasar manusia yang memang lebih senang saat menang dan cenderung memilih jalan pintas. Sifat ini mungkin memang naluriah di setiap manusia. Saya sendiri juga tidak menafikkan kepuasan batin yang saya dapatkan saat bisa membantai para pemain gratisan dengan sangat mudah setelah mengeluarkan jutaan Rupiah di satu game.

Jika kita analogikan dengan olahraga, klub bola yang kaya raya rela mendatangkan pemain bintang yang mahal demi mendapatkan lebih banyak kemenangan. Namun, sayangnya, ada lebih banyak aturan di sepak bola untuk menjaga semangat fair-play. Jika sepak bola lebih terang-terangan menggunakan sistem pay-to-win, pemain yang bayar lebih mahal boleh lari lebih lama ketimbang yang tidak bayar sama sekali.

Di luar game, ada norma-norma (sosial, budaya, dan hukum) ataupun etika yang menjunjung tinggi nilai keadilan sosial sehingga mungkin jadi tak terlalu kelihatan. Sedangkan di game pay-to-win, sistem tersebut malah dijadikan komoditas dan fitur utama.

Jual-beli ijazah atau jasa pembuatan skripsi misalnya, meskipun mungkin memang ada, tidak diiklankan segamblang itu. Sedangkan in-app purchase bahkan ditunjukkan lewat pop-up di depan mata.

Apakah sistem pay-to-win memang yang terbaik untuk publisher/developer game?

Jika memang sistem pay-to-win bisa menghasilkan uang dengan cepat, tidak dilarang (setidaknya setahu saya belum ada aturannya seperti di sepak bola tadi), dan memang memanfaatkan sifat dasar manusia, apakah sistem ini memang yang terbaik buat publisher/developer game?

Well, tergantung tujuannya. Jika tujuannya adalah mengeruk uang sebesar-besarnya dalam waktu sesingkat-singkatnya, sistem ini memang terbukti efektif — saya tidak menyangkalnya. Namun jika tujuannya adalah membangun bisnis jangka panjang, menurut saya, sistem ini tidak bisa digunakan.

Kenapa?

Pertama, game-game yang terlalu berlebihan dalam menyodorkan sistem pay-to-win mungkin memang hampir selalu bisa menemukan segelintir pemain sultan (atau whales istilah bahasa Inggrisnya) yang mau merogoh koceknya dalam-dalam. Namun, sifat naluriah manusia jugalah yang nantinya akan jadi masalah. Meski kita memang suka dengan kemenangan mudah, kita juga suka mencari tantangan. Kita akan cepat bosan jika tidak menemukan tantangan baru. Namun di sisi lain, harapan jugalah yang membuat kita untuk terus berjalan. Memang sifat-sifat manusia itu seringnya kontradiksi satu dengan yang lainnya.

Ibaratnya, Messi atau Ronaldo pasti akan bosan bermain bola melawan Anda terus-terusan karena Anda tidak akan bisa memberikan tantangan yang berarti untuk pemain sekelas mereka. Anda juga pasti malas terus-terusan melawan mereka karena tahu tak ada harapan untuk bisa menang.

Hal itu jugalah yang terjadi di game-game pay-to-win yang sudah tutup usia. Pemain sultan lama-lama bosan mem-bully pemain gratisan. Sebaliknya, pemain gratisan juga malas di-bully terus-terusan. Menyeimbangkan antara tantangan dan harapan para pemainnya adalah kunci dari game-game gratisan yang berumur panjang.

Kedua, sepanjang karier saya dari 2008 tadi, tanggung jawab utama saya adalah mengurus user/pengguna (bagaimana memberikan konten yang berkesan dan bermanfaat, menyuguhkan pengalaman yang menyenangkan, menarik perhatian, dkk.). Jadi, saya tahu setiap pengguna itu akan bertambah pintar cepat atau lambat. Bedanya hanyalah ada yang bisa dibodohi 1x tapi ada juga yang bisa dibodohi berkali-kali wkakwkakwka… Demikian juga dengan game-game pay-to-win.

Cyberpunk 2077. Credits: CD Projekt
Cyberpunk 2077. Credits: CD Projekt

Buat yang menantikan rilisnya Cyberpunk 2077, saya yakin betul mereka pernah memainkan The Witcher. Demikian juga dengan mereka-mereka yang dulu menantikan RDR2, kemungkinan besar adalah para fans dari seri GTA. Maksudnya, para gamer itu juga tidak sebodoh itu. Kita tahu produk dari siapa saja yang memberikan kita kenangan manis untuk dikenang.

Game-game yang memberikan kesan positif yang di akhir permainan membuat para pemainnya menantikan produk-produk baru dari para pembuat game-game tersebut.

Sedangkan game-game pay-to-win, buat saya, lebih mengingatkan saya pada kebodohan diri saya sendiri dan bagaimana mereka berhasil membodohi saya. Jadinya, saya akan menghindari game-game dari rilisan publisher yang sama. Makanya, tidak sedikit juga publisher game pay-to-win yang mencoba mengaburkan/mengganti namanya karena sudah tahu banyak orang jera dengan produk mereka. Kalaupun ada yang masih menggunakan brand yang sama, popularitas game-game baru mereka sudah jauh berkurang dibanding yang sebelum-sebelumnya.

Penutup

Credits: Fabrik Brands
Credits: Fabrik Brands

Jadi apakah game-game pay-to-win masih akan terus ada? Menurut saya, iya. Hal ini sama saja dengan pertanyaan apakah kebanyakan media daring masih akan terus menggunakan click-bait dan trik-trik picisan lainnya untuk mencari perhatian. Faktanya, akan selalu ada para pelaku industri yang memilih uang atau hasil cepat ketimbang membangun brand loyalty untuk jangka panjang.

Namun demikian, Anda sebagai user/pengguna juga tentunya sudah mulai bisa lebih jeli dalam memilih produk seperti apa yang ingin Anda gunakan ataupun berikan dukungan. Apakah Anda lebih suka produk yang memanfaatkan kebodohan Anda? Atau Anda memilih produk yang memang bertujuan memberikan pengalaman yang terbaik? Jawabannya sepenuhnya di tangan Anda.

Feat image: via Pinterest

CD Projekt Red Sedang Bersiap-Siap Mengembangkan Game Baru

Ekspektasi gamer kian meningkat mendekati peluncuran Cyberpunk 2077.  Sebagai salah satu judul terbesar di 2020, Cyberpunk 2077 ialah game pertama CD Projekt Red yang tak mengusung latar belakang dunia Witcher, merupakan adaptasi dari permainan tabletop ciptaan Mike Pondsmith yang menawarkan kebebasan dan keleluasaan kustomisasi jauh melampaaui karya-karya mereka sebelumnya.

Tampak kontras dari The Witcher, Cyberpunk 2077 akan membawa pemain ke sebuah dunia distopia di masa depan saat perusahaan-perusahaan raksasa berebut kekuasaan dan praktek modifikasi organ tubuh melampaui batas kewajaran. Meski begitu, CD Projekt Red tak mau buru-buru meninggalkan jagat fantasi medieval tempat Geralt dan Ciri bertualang. Kabarnya, game mereka selanjutnya mungkin akan kembali di-setting di sana.

Kepada situs bisnis berbahasa Polandia Stooq, CEO CD Projekt Adam Kiciński mengabarkan bahwa mendekati rampungnya proyek Cyberpunk 2077, timnya sudah mulai menggodok permainan baru. Game difokuskan pada pengalaman single-player, konsepnya sudah mantap dan tinggal menunggu langkah pengembangan selanjutnya. Begitu Cyberpunk 2077 dirilis, developer berencana untuk segera mencurahkan perhatian dan sumber daya mereka.

Namun Kiciński juga kembali menegaskan bahwa developer tidak berniat untuk menciptakan ‘The Witcher 4’. Tiga permainan sebelumnya dirancang sebagai trilogi, dan kisah Geralt of Rivia telah berakhir di Wild Hunt. Namun di bulan Desember lalu, pihak CD Projekt telah mencapai kesepakatan baru dengan penulis Andrzej Sapkowski, dan developer masih sangat bersemangat buat mengembangkan game di jagat The Witcher.

CD Projekt Red saat ini telah membangun dua semesta berbeda: Witcher dan Cyberpunk. Kiciński menjelaskan, dua franchise tersebut merupakan modal mereka meramu kreasi-kreasi digital berikutnya.

Tentu saja kini pertanyaan terbesarnya adalah, akan seperti apa game ‘Witcher’ selanjutnya? Jika perjalanan Geralt memang sudah selesai, maka ada kemungkinan CD Projekt Red akan memperkenalkan tokoh-tokoh baru, atau membangun permainan di rentang waktu berbeda. Saya pribadi berharap agar game memperkenankan pemain menciptakan dan mengustomisasi karakter sesuai keinginan – seperti Cyberpunk 2077.

Berbicara soal Cyberpunk 2077, developer telah mengirimkan game open world role-playing itu ke sejumlah agensi rating beberapa hari lalu. Permainan memang masih belum rampung – saat ini CD Projekt Red masih terus mengerjakannya – namun sudah dapat dimainkan dan diuji oleh pihak di luar perusahaan. Kiciński menilai, prosesnya berjalan sesuai jadwal dan developer merasa ‘nyaman’ dengan agenda yang telah dibuat.

Tentu saja sebelum beralih ke permainan anyar, sebagian besar staf CD Projekt Red masih harus menyelesaikan mode multiplayer Cyberpunk 2077 – secepat-cepatnya akan meluncur di tahun 2022. Kemudian sebuah tim kecil ditugaskan untuk mengerjakan setidaknya dua buah expansion pack.

Via Eurogamer.