Menakar Peluang Bagi Developer Game Lokal di Nintendo Switch

Nintendo meluncurkan Switch pada 2017. Salah satu keunikan Switch adalah, selain bisa dimainkan seperti konsol kebanyakan, ia juga bisa menjadi handheld console. Keunikannya membuat Switch laku keras. Dalam laporan finansial pada Januari 2020, Nintendo mengungkap bahwa mereka telah menjual sekitar 52 juta unit Switch di dunia. Dengan begitu, total penjualan Switch telah melampaui Super Nintendo Entertainment System (SNES) dan bahkan hampir mencapai empat kali lipat dari total penjualan Wii U. Sebagai perbandingan, Sony meluncurkan PlayStation 4 pada 2013. Per Maret 2020, telah terjual 108 juta unit PlayStation 4 di dunia.

Keunikan Switch dan Perilaku Para Penggunanya

Jika dibandingkan dengan konsol PlayStation dan Xbox atau PC, Switch itu unik. Untuk bermain Switch, Anda tak melulu harus duduk di depan televisi. Sama seperti smartphone, Anda bisa memainkannya hampir kapan saja dan di mana saja. Karena itu, jangan heran jika perilaku gamer Switch juga agak berbeda dari para pemain PlayStation atau PC. Menurut Cipto Adiguna, VP of Consumer Games, Agate Studio, pemain Switch biasanya adalah orang-orang yang tidak punya banyak waktu luang untuk bermain.

“Banyak pemain Switch yang bermain untuk mengisi waktu luang. Bukannya menyempatkan diri, menyediakan waktu kosong untuk bermain game,” ujar Cipto ketika dihubungi melalui telepon. Dia lalu membagi para pemain Switch ke dalam 3 kategori. Pertama, pemain yang memainkan Switch sebagai handheld console dan juga menggunakan docking. Tipe kedua adalah pemain yang hanya memainkan Switch sebagai handheld. Kategori terakhir adalah pemain yang justru tidak pernah memainkan Switch sebagai handheld dan selalu meletakannya di docking. Cipto memperkirakan, ada 50 persen pengguna Switch yang masuk kategori pertama, sementara 2 kelompok sisanya masing-masing memiliki 25 persen.

Nintendo Switch juga punya docking. | Sumber: The Verge
Nintendo Switch juga punya docking. | Sumber: The Verge

Jadi, idealnya, game untuk Switch cukup kasual untuk bisa dimainkan kapan saja, tapi juga memiliki bobot sehingga bisa dimainkan dengan serius. Cipto mengaku, membuat game yang ideal memang tidak mudah. Meskipun begitu, dia berkata bahwa hal ini bukannya mustahil untuk dicapai. Sementara itu, Kris Antoni, pendiri Toge Productions mengatakan, pemain Switch biasanya lebih senang dengan game kasual.

“Nintendo selalu mengedepankan inovasi dalam interaksi bermain dan produk-produk mereka cenderung lebih family friendly. Jadi perilaku pemain Nintendo sedikit lebih kasual dan mencari pengalaman bermain yang fun dan inovatif, mereka tidak mengejar kualitas grafis semata,” kata Kris saat dihubungi melalui pesan singkat. Sementara terkait genre yang populer di kalangan pemain Switch, dia menjawab, “User Switch menggemari genre platformer dan action adventure.”

Apa Pertimbangan Developer Sebelum Merilis Game untuk Switch?

Saat ini, tidak banyak developer Indonesia yang membuat game untuk Switch. Agate Studio adalah salah satu dari segelintir developer lokal yang melakukan itu. Game yang mereka rilis ke Switch adalah Valthirian Arc: Hero School Story. Saat mengobrol dengan Cipto melalui telepon, dia bercerita, pada awalnya, Agate tidak berencana untuk meluncurkan Valthirian Arc di Switch.

“Saat kita pertama kali mengembangkan Valthirian Arc, Switch masih sangat baru. Jadi, kami nggak berencana membuat game untuk Switch,” aku Cipto. Namun, Agate melihat betapa tingginya hype akan Switch ketika Nintendo meluncurkan konsol tersebut. Mereka menganggap hal ini sebagai kesempatan. Dan keputusan mereka memang tepat. Cipto mengatakan, dari total penjualan Valthirian Arc, sebesar 40-50 persen berasal dari pengguna Switch.

Pada awalnya, Agate tak berencana merilis Valthirian Arc ke Switch. | Sumber: Steam
Pada awalnya, Agate tak berencana merilis Valthirian Arc ke Switch. | Sumber: Steam

Menurut Cipto, ada beberapa alasan mengapa Valthirian Arc populer di kalangan pengguna Switch. Pertama, popularitas Switch itu sendiri. Kedua, mobilitas Switch yang tinggi. Anda bisa memainkan Switch di mana saja dan kapan saja. “Pemain Switch cenderung tidak se-hardcore gamer PC atau PlayStation, yang harus duduk di depan layar untuk bermain,” katanya. “Kalau bermain di Switch, Anda bisa cuma bermain 15 menit, saat menunggu di mobil misalnya. Jadi, tidak perlu mendedikasikan waktu terlalu banyak.” Menurutnya, ini sesuai dengan gameplay Valthirian Arc yang memang tidak terlalu serius.

Popularitas Switch bukan satu-satunya hal yang Agate pertimbangkan sebelum memutuskan untuk membawa game buatan mereka ke konsol Nintendo itu. Ada beberapa faktor lain yang masuk dalam pertimbangan. “Pertama, seberapa mudah mendapatkan Development Kit-nya. Kedua, kita melakukan visibility study tentang apa saja yang harus kita optimasi,” jelas Cipto. Agate merasa perlu melakukan visibility study karena jika dibandingkan dengan PlayStation 4 atau PC gaming, hardware Nintendo Switch memang memiliki daya komputasi yang lebih rendah (baca: lebih cupu). Alhasil, jika Agate ingin merilis Valthirian Arc — yang pada awalnya tidak dibuat untuk PC dan PlayStation 4 — ke Switch, maka mereka harus melakukan banyak optimasi untuk memastikan game bisa berjalan dengan lancar.

Ultra Space Battle Brawl juga tersedia di Switch. | Sumber: Steam
Ultra Space Battle Brawl juga tersedia di Switch. | Sumber: Steam

Selain Agate, Toge Productions merupakan studio game lain yang juga merilis game ke Switch. Mereka menjadi publisher dari Ultra Space Battle Brawl buatan Mojiken Studio. Ketika ditanya mengapa Toge memutuskan untuk merilis game tersebut ke Switch, Kris menjawab, “Kami merasa Switch adalah konsol yang cocok untuk game local multiplayer atau party game seperti Ultra Space Battle Brawl. Dan Switch termasuk konsol baru dengan penyebaran yang cukup tinggi.”

Kesulitan Dalam Membuat Game untuk Switch?

Tentu saja, membuat game untuk Switch tidak semudah membalik tangan. Ada berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh para developer. Cipto dan Kris setuju bahwa salah satu tantangan teresar dalam membuat game untuk Switch adalah sulitnya mendapatkan Development Kit. “Untuk mendapatkan DevKit Switch tidak mudah, terutama bagi game developer Indonesia,” aku Kris. “Salah satu alasannya adalah karena tingginya pembajakan di Indonesia dan birokrasi yang berbelit.” Memang, pembajakan konten digital masih menjadi masalah di Indonesia. Masih ada orang-orang yang dapat membeli PC gaming, tapi tak mau membeli game resmi.

Cipto menceritakan hal yang sama. Dia menjelaskan, demi mendapatkan Development Kit untuk Switch, Agate bahkan harus rela pergi keluar negeri. Masalah tidak berhenti sampai di situ, DevKit tersebut juga tidak boleh dibawa ke Indonesia, menyulitkan proses pengujian game. Untungnya, setelah beberapa lama, mereka akhirnya bisa membawa DevKit tersebut ke Indonesia. Selain DevKit yang sulit untuk didapat, masalah lain yang developer hadapi saat hendak membuat game untuk Switch adalah keterbatasan dari konsol itu sendiri. Jika dibandingkan dengan PlayStation atau Xbox, Switch memiliki bodi yang jauh lebih kecil karena harus bisa dibawa kemana-mana. Tapi, bodi mungil ini menawarkan masalah tersendiri.

“Switch kecil, jadi punya limitasi di thermal. Jangan sampai mesin menjadi terlalu panas. Memori nggak boleh terlalu besar. Kemampuan CPU juga tidak terlalu mumpuni,” ujar Cipto. Karena keterbatasan inilah, developer harus dapat melakukan optimasi game saat membuat game untuk Switch. Dia bercerita, saat membuat game untuk PlayStation atau PC, salah satu fokus utama developer adalah memberikan tampilan yang menawan. “Asetnya high-definition, animasinya banyak, gerakannya bervariasi,” kata Cipto. Sayangnya, developer tidak bisa terlalu fokus pada grafik dan animasi saat membuat game untuk Switch. “Begitu membuat game untuk Switch, kita nggak mungkin load banyak aset sekaligus.”

Nintendo Switch saat dimainkan sebagai handheld. | Sumber: BGR
Nintendo Switch saat dimainkan sebagai handheld. | Sumber: BGR

Optimasi juga harus diperhitungkan ketika developer melakukan porting dari platform lain — misalnya PC atau PlayStation — ke Switch. Ingat, kemampuan komputasi Switch lebih rendah dari konsol lain dan PC. Selain optimasi game, developer juga harus mempertimbangkan antarmuka game. Switch bisa dimainkan tanpa televisi karena ia memiliki layar sendiri. Hanya saja, layar tersebut jauh lebih kecil daripada televisi atau monitor yang digunakan untuk bermain PlayStation atau PC. Jadi, Cipto menyarankan, sebaiknya hindari memberikan informasi terlalu banyak di satu layar untuk pemain.

Tentang proses porting dari platform lain ke Switch, Kris memiliki pandangan yang sama dengan Cipto. Developer harus mempertimbangkan keterbatasan hardware Switch ketika melakukan porting game untuk konsol itu. Dia menjelaskan, “Limitasi hardware seperti kapasitas memory dan processor perlu diperhatikan agar game berjalan lancar dan tidak nge-lag. Ukuran layar, UI layout dan skema controller juga perlu diperhatikan. Apalagi jika game aslinya menggunakan keyboard dan mouse.”

Potensi Pasar Game untuk Switch

Bagi Agate Studio, pasar Switch sangat potensial. Salah satu alasannya, karena tidak banyak developer lokal yang membuat game untuk Switch. Memang, membuat atau melakukan porting game ke Switch bukan hal yang mudah. Namun, Cipto merasa, kerja keras tim Agate untuk membuat atau melakukan porting ke Switch tidak sia-sia.

Faktanya, saat membuat kelanjutan Valthirian Arc, Agate berencana untuk langsung membuatnya ke Switch. Kemudian, mereka baru akan melakukan porting ke platform lain, seperti konsol next-gen misalnya. Alasan Agate sederhana. Jika dibandingkan dengan PC atau konsol lain, Switch memiliki hardware yang paling lemah. Jadi, jika sebuah game bisa berjalan dengan lancar di Switch, maka ia seharusnya bisa dimainkan tanpa masalah di platform lain.

Konsol next-gen — PlayStation 5 dan Xbox Series X — diperkirakan akan diluncurkan tahun ini atau tahun depan. Namun, Cipto juga percaya, itu tidak akan membuat Nintendo Switch kehilangan keunikannya. “Karena Switch memiliki unique value proposition yang jelas. Switch bisa memenuhi kebutuhan orang-orang yang ingin bisa bermain sambil jalan atau di rumah. Selain itu, karena controller-nya ada dua, jadi kemana-kemana Anda tetap bisa bermain berdua,” ujarnya. Sambil bercanda dia membandingkannya dengan PlayStation, “Kalau mau bawa PlayStation, berarti harus bawa televisinya juga dong.”

Sementara itu, menurut Kris, potensi pasar game untuk Nintendo Switch sama seperti PC atau konsol lainnya. Tentu saja, potensi pasar juga tergantung pada jenis game yang hendak dibuat atau tipe gamer yang ditargetkan sang developer. “Tapi, dengan melakukan porting (ke Switch), kita bisa memperluas market game kita,” ujarnya. Dia juga mengungkap, di pasar internasional, game buatan Indonesia mendapat sambutan yang hangat.

“Ada sejumlah game yang diterima dengan sangat baik di global, baik yang sudah rilis seperti Coffee Talk, Infectonator, DreadOut, dan yang belum rilis seperti A Space for the Unbound, When the Past Was Aroound dan lain sebagainya,” ungkap kris. Untuk memasarkan game-game Indonesia, Toge bekerja sama dengan publisher asing, seperti publisher asal Jepang dan Eropa.

A Space for the Unbound mendapatkan sambutan hangat. | Sumber: Steam
A Space for the Unbound mendapatkan sambutan hangat. | Sumber: Steam

Meskipun pasar game Swich disebut berpotensi, tidak banyak developer yang membuat game untuk konsol buatan Nintendo tersebut. Sebagai Ketua AGI (Asosiasi Game Indonesia), Cipto mengatakan bahwa ada dua masalah yang menyebabkan hal ini. “Pertama, walau market-nya oke, tapi developer kesulitan untuk mendapatkan DevKit. Kedua, kesulitan dalam melakukan optimasi,” ujarnya. Lebih lanjut dia menjelaskan, saat mengembangkan game, developer biasanya lebih fokus pada grafik yang cantik atau gameplay yang unik. “Mereka belum memikirkan sampai optimasi,” kata Cipto.

Menyadari masalah ini, Agate menawarkan untuk membantu developer yang kesulitan untuk mendapatkan akses ke DevKit Switch atau dalam mengoptimasi game-nya. Alasan Agate mau membantu developer lain — yang seharusnya merupakan saingan mereka — adalah karena pasar game begitu besar sehingga para developer lokal tidak perlu khawatir untuk saling menganibal satu sama lain. Dengan saling membantu, Agate justru berharap akan ada semakin banyak developer Indonesia yang dikenal di mancanegara. Ini akan memudahkan developer lokal untuk mencari perusahaan asing sebagai rekan dan bisa memenangkan kepercayaan penyedia platform seperti Nintendo. Sementara itu, AGI bersama pemerintah juga berusaha untuk mejadikan Indonesia sebagai negara yang dapat menerima DevKit dengan mudah.

Kesimpulan

Keunikan Nintendo Switch menjadi daya tarik tersendiri bagi para gamer, membuatnya menjadi populer. Di mana ada gula, di situ ada semut. Konsol yang populer tentu menarik bagi developer untuk membuat game di konsol tersebut. Bagi developer lokal, Switch memang menawarkan pasar yang cukup menarik.

Sayangnya, mendapatkan Development Kit untuk Switch bukan perkara gampang. Dan Anda tidak bisa membuat game tanpa DevKit. Selain itu, developer juga harus bisa mengakali limitasi hardware pada Switch. Namun, jika berhasil mengatasi masalah-masalah itu, mungkin Anda akan bisa mendapatkan untung sebagai developer. After all, nothing worth doing is easy.

Sumber header: CNN

Gara-Gara Corona, Pemasukan Industri Game di Tiongkok Naik 30 Persen

Waktu yang dihabiskan gamer Tiongkok untuk bermain game meningkat di tengah pandemi virus corona. Untuk mengetahui dampak virus corona pada industri gaming di Tiongkok, Niko Partners melakukan survei pada 1.057 gamer di negara tersebut. Berdasarkan laporan The Impact of COVID-19 on China’s Video Game Market dari Niko Partners, diketahui bahwa 97 persen responden kini menghabiskan lebih banyak waktunya untuk bermain mobile game daripada sebelum pandemi. Sementara itu, 95 persen responden mengatakan,  mereka bermain game PC lebih lama dan 95 persen juga mengaku mereka menghabiskan waktu lebih lama untuk bermain game konsol.

Kebanyakan gamer (89 persen) mengatakan bahwa mereka memilih untuk memainkan game yang biasa mereka mainkan dan 61 persen responden mengaku mereka memliih untuk kembali memainkan game yang sempat mereka tinggalkan. Namun, 75 persen responden berkata, mereka mencoba untuk memainkan game di platform yang sama sekali baru, baik PC, konsol, ataupun mobile.

Industri game tiongkok corona
Kebanyakan gamer Tiongkok kembali memainkan game yang familier. | Sumber: Ubergizmo

Gamer Tiongkok tidak hanya menghabiskan waktu lebih lama untuk bermain game. Mereka juga mengaku, mereka mengeluarkan uang lebih banyak saat bermain game selama pandemi jika dibandingkan dengan waktu sebelum terjadi wabah. Sebanyak 82 persen responden mengatakan, total uang yang mereka habiskan untuk game sepanjang Q1 2020 lebih banyak dari sebelumnya. Karena itu, tidak heran jika total pemasukan industri gaming di Tiongkok juga naik. Menurut laporan Niko Partners, pemasukan industri gaming di Tiongkok pada Q1 2020 naik hingga 30 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.

Selain bermain game, masyarakat Tiongkok juga lebih sering menonton konten gaming. Sekitar 62 persen responden berkata, mereka kini menghabiskan lebih banyak waktunya untuk menonton konten esports, 65 persen menonton live-streaming, dan 40 persen responden berkata, mereka mencoba untuk melakukan live-streaming sendiri untuk pertama kalinya. Memang, kenaikan viewership esports tidak hanya terjadi di Tiongkok, tapi juga di seluruh dunia. Mengingat banyak kompetisi olahraga yang dibatalkan dan digantikan dengan esports, ini tidak aneh.

Sayangnya, pandemik COVID-19 juga membawa dampak buruk, khususnya para pemilik internet cafe atau warnet. Games Industry menyebutkan, lebih dari 130 ribu warnet di Tiongkok tutup karena keputusan pemerintah untuk memberlakukan karantina. Meskipun begitu, berdasarkan survei Niko Partners, sebanyak 57 persen responden mengatakan bahwa mereka tidak berencana untuk bermain ke warnet bahkan setelah karantina berakhir. Pandemi corona berdampak buruk tidak hanya pada bisnis warnet, tapi juga bisnis lain. Karena itu, pemasukan dari iklan justru mengalami penurunan. Begitu juga dengan ad view. Selain itu, slot iklan juga lebih banyak yang kosong.

Sumber header: Digital Trends

Amazon Segera Luncurkan Game Hero Shooter-nya, Crucible

Sekitar empat tahun lalu, Amazon mengumumkan bahwa mereka akan merilis tiga game PC yang digarap menggunakan engine bikinan mereka sendiri, Lumberyard. Salah satu game-nya, Crucible, sudah dijadwalkan meluncur pada tanggal 20 Mei mendatang.

Crucible merupakan sebuah permainan hero shooter macam Overwatch atau Valorant. Valorant, seperti yang kita tahu, sempat memecahkan rekor jumlah penonton di Twitch walaupun masih berstatus beta. Jadi jangan heran kalau Amazon terkesan ingin mencuri momentum di sini.

Crucible

Tipikal game hero shooter, Crucible menawarkan sejumlah karakter yang dibekali beragam kemampuan uniknya masing-masing. Amazon menyebutnya dengan istilah hunter ketimbang hero, dan di awal peluncurannya bakal ada total 10 hunter yang bisa dimainkan.

Selain skill yang berbeda-beda, masing-masing hunter juga dilengkapi senjata yang berbeda pula. Di sini bisa kita lihat bahwa Crucible lebih mirip Overwatch ketimbang Valorant, dan itu juga berarti tim developer Crucible harus lebih cermat dalam hal balancing.

Crucible

Namun kemiripan Crucible dengan dua game tersebut terhenti di situ. Dari segi penyajian, Crucible justru lebih mirip Fortnite berkat tampilan dari sudut pandang orang ketiga (third-person view). Grafiknya memang tidak se-kartun Fortnite, dan dari trailer-nya tampak vegetasi yang cukup realistis – tipikal engine CryEngine yang merupakan basis dari Lumberyard.

Ada tiga mode permainan yang Crucible tawarkan, setidaknya di hari peluncurannya: Heart of the Hives, Alpha Hunters, dan Harvester Command. Dalam Heart of the Hives, dua tim yang masing-masing beranggotakan empat pemain akan bertempur dan memperebutkan sebuah sarang monster raksasa. Player vs AI vs player, kira-kira begitu deskripsi singkatnya.

Crucible

Untuk Alpha Hunters, modenya kurang lebih mirip seperti battle royale, di mana ada 8 pasang pemain (16 orang) yang memperebutkan titel last team standing. Terakhir, Harvester Command terdengar seperti mode capture the flag, menempatkan dua tim yang masing-masing beranggotakan delapan orang untuk berebut semacam control point.

Tanpa harus terkejut, Crucible merupakan game free-to-play. Belum diketahui bentuk monetisasinya bakal seperti apa, dan semoga saja tidak menjurus ke arah pay-to-win. Juga belum dijelaskan adalah bagaimana Crucible nantinya bakal terintegrasi dengan platform Twitch seperti yang Amazon singgung empat tahun silam.

Sumber: VentureBeat.

6 Tips dan Trik Asyik yang Bisa Anda Lakukan di FIFA 20

FIFA 20 mungkin memang telah dirilis beberapa waktu lalu. Namun dengan kompleksitas yang lebih tinggi dibanding dengan pendahulunya, mungkin Anda masih kesulitan memanfaatkan banyak hal yang bisa ditawarkan game bola besutan EA yang satu ini. Karena itulah kami membuatkan artikel tips dan trik FIFA 20 ini yang bisa dilakukan untuk membantu meningkatkan permainan Anda.

Artikel ini akan kami bagi jadi 6 bagian, berdasarkan dari aspek-aspek penting yang bisa disadari dan ditingkatkan untuk membantu Anda meraih lebih banyak kemenangan.

Maksudnya, mengingat FIFA 20 adalah game yang realistis seperti layaknya bermain bola sungguhan, pembagian aspek ini dibuat untuk membantu Anda mengingat poin-poin besar penting baik saat berlatih ataupun bertanding. Percayalah, Anda butuh advantage di setiap aspek untuk memperbesar peluang menang di setiap pertandingan.

Terakhir, sebelum kita masuk ke masing-masing bagian, kami harus mengingatkan (alias disclaimer bahasa gaulnya) bahwa membaca ataupun menonton segala jenis tips dan trik tidak akan membuat Anda serta merta menjadi jagoan. Namun, Anda bisa menjadikan berbagai informasi yang kami suguhkan di sini untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi waktu saat belajar.

Anda tetap harus buanyaaaaaaaaak berlatih dan bertanding untuk membuat segala jenis informasi yang didapat agar menjadi muscle memory untuk mata dan jari jemari Anda.

So, without further ado…

Tips dan Trik Dribble FIFA 20

Kami yakin ada banyak pemain game bola yang sering berandai-andai untuk bisa berdansa di lapangan hijau layaknya Messi, Ronaldinho, ataupun Ibrahimovic. Untungnya, Anda bisa melakukan hal ini di FIFA 20 berkat kecanggihan engine yang ditawarkannya. Namun demikian, layaknya atlet sepak bola sungguhan yang lincah membawa bola, mereka tidak langsung hebat juga dari lahir. Mereka butuh ratusan atau bahkan ribuan jam berlatih sebelum bisa sampai ke titik ini. Hal itu juga yang perlu Anda sadari.

FIFA 20 menyuguhkan keluwesan pemain dengan implementasi sejumlah trik dribble yang bisa dilakukan dan dikombinasikan. Bahkan untuk menggiring bola saja, setidaknya ada 4 cara berbeda. Ada dribble biasa (hanya dengan menggunakan analog kiri), ada fast dribble (analog kiri+R2), slow dribble (analog kiri+L2+R2), ataupun strafe dribble (analog kiri+L1).

4 cara ini harus dikombinasikan untuk membuat lawan kesulitan menebak pergerakan pemain Anda. Anda memang bisa membawa bola lebih cepat dengan fast dribble namun cara ini juga akan membuat Anda lebih sulit mengontrol bola. Terlalu lama dengan slow drible juga akan membuat lawan memenuhi daerah pertahanan dengan lebih banyak pemain dan kehilangan momentum.

Jarak pemain lawan dengan pemain Anda yang membawa bola adalah hal paling penting yang harus diperhatikan saat melakukan dribble. Saat Anda memberikan umpan, Anda harus memperhatikan jarak pemain penerima umpan dengan pemain-pemain lawan. Jika terlalu dekat, segera gunakan slow dribble saat menerima bola. Jika ada ruang yang cukup besar antara pemain Anda dengan pemain lawan, gunakan fast dribble sepersekian detik untuk lebih cepat menusuk jantung pertahanan lawan.

Selain memperhatikan dan menghitung jarak antara pemain yang membawa bola dengan pemain-pemain lawan, satu hal yang tak kalah penting untuk disadari adalah mencoba memprediksi dan membaca pergerakan lawan yang sedang bertahan. Dua hal tersebut adalah hal mendasar yang harus selalu diingat saat membawa bola dan memutuskan cara dribble seperti apa yang harus digunakan.

Itu tadi masih soal beberapa jenis dribble. Seperti pendahulunya, FIFA 20 juga menyuguhkan beberapa trik dribble dan bahkan menambahkan beberapa trik yang sebelumnya tidak ada.

Trik-trik dribble ini memiliki tingkat kesulitan alias bintang. Semakin banyak bintangnya, semakin sulit dilakukan oleh pemain yang Anda kendalikan. Maka dari itu, menurut kami, beberapa trik dribble bintang satu dan dua harus dikuasai lebih dulu sembari membiasakan diri dengan beberapa jenis dribble yang kami tuliskan sebelumnya — jika Anda pemain pemula. Karena, trik-trik bintang satu bisa dilakukan oleh semua pemain namun hal tersebut tetap bisa jadi penentu menang atau kalah sebuah pertandingan.

Jika Anda pemain lama atau sudah terbiasa dengan beberapa jenis dribble tadi, Anda bisa mulai mengumpulkan lebih banyak trik untuk dikuasai. Semakin banyak trik, semakin banyak pula solusi yang Anda miliki di banyak situasi. Ingat ini tadi untuk pemain lama atau yang sudah masuk ke tingkat menengah, bukan untuk pemain pemula. Pasalnya, pemain pemula mungkin jadinya malah akan kebingungan untuk mengingat sekian banyak trik berbeda jika ingin langsung dipelajari semuanya.

Bonus tips dari Kenny Prasetyo, pro player FIFA 20, yang sekarang membawa bendera Raja Esports dan sudah beberapa kali bertanding di ajang kompetitif FIFA 20 tingkat internasional; “satu trik yang selalu konsisten aku pakai adalah drag back (R1+analog kiri arah balik. Karena buat aku yang penting adalah efektivitas trik tersebut dan trik ini juga mudah dikeluarkan dari sisi tombol-tombol yang harus ditekan.”

Dribble di FIFA 20 memang kompleks karena ada banyak trik yang bisa dilakukan dan banyak kombinasi tombol yang bisa ditekan. Namun, sama seperti belajar apapun, yang perlu Anda lakukan adalah pelajari satu demi satu dari yang lebih mudah sampai ke yang paling susah. Plus, dari pengalaman kami belajar menggiring bola di game, semakin sering dan semakin lama Anda bermain, semakin lamban pula kelihatannya pergerakan lawan-lawan Anda. Hal ini terjadi berkat reflek mata dan tangan Anda (serta koordinasi antara keduanya) yang semakin cepat. Jadi, jangan bosan berlatih ya.

Tips dan Trik Oper Bola di FIFA 20

Sehebat apapun Anda merasa bisa menggiring, Anda harus mengoper bola. Memberikan umpan ke kawan juga menjadi cara yang lebih cepat untuk menusuk ke jantung pertahanan lawan, ketimbang menggiringnya sendiri — meski memang menggiring sendiri terlihat lebih fantastis. Namun, jika ingin bermain FIFA yang lebih efektif dan efisien, Anda juga harus bisa menguasai teknik mengoper bola.

Sama seperti dribble tadi, ada banyak cara yang bisa Anda lakukan untuk memberikan umpan ke kawan. Mungkin kami tak perlu membahas tentang perbedaan penggunaan umpan lambung, umpan terobosan, ataupun umpan pendek karena jelas terlihat perbedaannya. Namun demikian, yang mungkin belum disadari ataupun belum sering dimanfaatkan oleh sejumlah pemain adalah kombinasi tombol-tombol untuk mengumpan selain tombol dasarnya (seperti tombol Segitiga untuk umpan terobosan).

Dua umpan yang butuh kombinasi tombol misalnya adalah L1+R1+Segitiga untuk memberikan umpan lambung terobosan (driven lobbed through pass) dan tekan tombol Segitiga dua kali untuk umpan terobosan yang sedikit di atas tanah (lofted ground through pass) — sedikit lebih tinggi di atas umpan datar tapi tidak setinggi umpan lambung.

R1 juga bisa digunakan bersama dengan tombol umpan biasa (X) untuk memberikan tenaga yang lebih kencang. Satu hal yang pasti, yang perlu Anda ingat, tombol R1 bisa digabungkan dengan tombol Segitiga atau X (tergantung umpan seperti apa yang Anda inginkan) untuk memberikan umpan dengan tenaga lebih agar bola bergulir lebih cepat dan lebih sulit dihadang lawan.

Sedangkan tapping 2x tombol umpan (X ataupun Segitiga) juga bisa digunakan agar tidak mendatar. Umpan melayang ini juga lebih efektif untuk dikombinasikan dengan first touch shoot untuk mencetak gol ketimbang umpan datar biasa.

Tentunya, ada juga kombinasi umpan antar pemain yang lebih cantik dan kompleks seperti umpan one-two yang bisa Anda manfaatkan untuk mengecoh pertahanan lawan. Namun Kenny kembali memberikan sarannya jika Anda ingin lebih kreatif. “Usahakan agar umpan Anda lebih sulit terbaca lawan agar lebih sulit dipotong. Kombinasi umpan one-two misalnya, bisa digunakan juga buat lebih dari dua pemain. Jika biasanya umpan one-two adalah antara dua striker, Anda bisa memanfaatkan gelandang serang juga agar lebih sulit terbaca.”

Misalnya, setelah penyerang pertama mengumpan ke penyerang kedua, penyerang kedua bisa juga melemparkan bola ke gelandang serang (CMA) ketimbang mengembalikan bola ke penyerang pertama.

Tips dan Trik Menembak Bola (Shooting/Finishing) di FIFA 20

Selincah apapun giringan Anda dan secantik apapun umpan-umpan yang Anda lakukan, semuanya tidak akan ada gunanya jika Anda tidak bisa mencetak skor. Makanya, hal ini juga penting untuk dipelajari dan dikuasai.

Pertama, ada beberapa jenis tembakan ke gawang juga di FIFA 20 selain tembakan biasa (tombol Lingkaran). Dua trik tendangan yang akan paling sering digunakan adalah finesse shot (tendangan pisang) dan low driven shot (tendangan datar).

Finesse shot (R1+Lingkaran) adalah tendangan yang mengorbankan kecepatan untuk akurasi yang lebih tinggi. Tendangan pisang tadi lebih efektif jika Anda berada di sekitar garis kotak penalti. Terlalu dekat ke gawang tidak akan efektif. Sedangkan di luar kotak penalti juga tidak efektif.

Sedangkan tendangan datar (L1+R1+Lingkaran) lebih efektif jika pemain Anda berada satu garis lurus berhadapan dengan kiper lawan. Meski begitu, Anda bisa mengkombinasikan tendangan datar ini dengan tombol tendangan pisang jika ingin menembak dari sudut tertentu. Untuk melakukan kombinasi ini, tekan R1+Lingkaran lebih dulu lalu tekan L1+R1 dengan cepat sesudahnya.

Kedua, seperti yang kami tuliskan tadi, sudut arah tendangan ke gawang akan berpengaruh dalam menentukan jenis tendangan seperti apa yang efektif. Namun, arah tendangan Anda juga akan berpengaruh (tiang jauh atau tiang dekat) dan salah satu cara paling efektif mencetak skor dari banyak sudut adalah dengan mengarahkan tendangan ke tiang dekat. Untuk pemain tingkat lanjut, Anda bisa juga memperhatikan arah pergerakan kiper lawan.

Ada juga chip shot yang bisa digunakan dengan menekan tombol L1+Lingkaran. Sayangnya, tendangan ini hanya efektif jika kiper lawan bergegas mendekati Anda. Ada juga yang namanya flair shot (L2+Lingkaran) yang terlihat fantastis namun, saran kami, gunakan tendangan ini jika Anda memang sudah yakin menang. Misalnya skor sudah 5-0 atau melawan pemain yang memang belum pernah menang melawan Anda selama berabad-abad.

Terakhir ada juga timed finish yang sudah ada sejak di game sebelumnya. Namun demikian, sayangnya, timed finish ini tidak lagi overpowered di FIFA 20 karena tidak lagi semudah itu dilakukan. Untuk pemain tingkat mahir, Anda tetap bisa menguasainya untuk memberikan advantage atau bisa juga untuk pamer kemampuan.

Sebagai penutup di aspek ini, Kenny juga memberikan tambahan tips darinya. Menurutnya, sundulan di FIFA 20 kali ini tidak efektif. “Jadi, jangan coba-coba bermain dengan gaya selalu crossing.” Selain itu, Kenny juga setuju bahwa tendangan ke arah tiang dekat lebih besar peluangnya untuk mencetak gol. “Aku juga sekarang sudah jarang pakai finesse shot karena sudah ga OP. Sekarang lebih sering ke tembakan biasa. Cukup pencet shoot dan gol. Hahaha…” Katanya.

Tips dan Trik Set Piece (Bola Mati) FIFA 20

Mungkin, buat sebagian orang, mengandalkan gol dari tendangan bebas ataupun tendangan pojok memang terlalu sulit dilakukan. Namun demikian, eksekusi bola mati bukan berarti tidak bisa dipelajari ataupun disiasati.

Ada dua alasan kenapa eksekusi bola mati wajib diperhatikan. Pertama, satu gol saja bisa jadi penentu kemenangan atau kekalahan Anda. Jadi, satu gol yang tercipta dari tendangan bebas bisa sangat berharga. Kedua, tendangan bebas dan tendangan pojok adalah bentuk hukuman alias konsekuensi dari pertahanan lawan. Jika Anda tidak bisa memanfaatkan hal tersebut dengan baik, musuh akan lebih bebas dalam bertahan. Misalnya, jika Anda sering membuang kesempatan tendangan bebas, musuh tidak akan pernah takut bermain keras selama di luar kotak penalti. Sebaliknya, jika Anda bisa memanfaatkan setiap tendangan pojok dengan baik — setidaknya membahayakan lawan — musuh akan lebih takut dan lebih lama saat membuang bola; yang juga bisa berarti musuh akan lebih banyak melakukan kesalahan.

Untuk tendangan bebas, Anda hanya bisa mengarahkan tendangan langsung ke gawang jika jaraknya di kisaran 25-30 yards alias 23-27 meter atau lebih dekat lagi. Jika jaraknya lebih jauh, Anda harus mengarahkan tembakan di atas gawang namun tetap di jangkauan lebar gawang dengan kekuatan 2 bar lebih sedikit. Sesaat setelah Anda melepas tombol tendangan, geser cepat analog kanan ke bawah untuk memberikan efek lengkung ke tendangan tadi.

Sedangkan untuk tendangan pojok, teknik yang bisa Anda lakukan adalah mencoba memberikan ruang yang lebih kosong di kotak penalti lawan untuk memperbesar kemungkinan pemain Anda melakukan sundulan. Caranya, Anda bisa memilih satu pemain (yang idealnya tidak pintar menyundul bola) mendekat ke penendang corner kick di ujung lapangan. Hal ini bisa mengelabuhi lawan dan mengerahkan satu pemain bertahan menjauh dari kotak penalti. Setelah itu, arahkan tendangan ke daerah yang agak kosong tadi, tahan tombol tendangan sampai 3,5 bar, sembari mengganti kendali (L1) ke pemain Anda yang paling baik dalam hal sundulan di kotak penalti. Lepaskan tendangan pojok dan berharaplah pemain yang sudah Anda pilih tadi memiliki ruang yang cukup untuk melepaskan sundulan.

Hal ini memang tidak selalu berhasil karena masih bergantung pada keberuntungan kosong atau tidaknya salah satu bagian di dalam kotak penalti lawan. Ditambah lagi sundulan di FIFA 20 lebih sulit dibanding game sebelumnya. Alternatif yang bisa digunakan dalam menyiasati tendangan pojok adalah tips yang diberikan Kenny.

Hal yang biasa ia lakukan adalah memanggil pemain mendekat lalu umpan pendek. Dari sana, ia bisa mencoba menusuk ke dalam kotak atau diumpan lagi ke pemain tengah. Setelah itu, jika bola diumpan ke pemain tengah, Anda bisa mencoba memberikan umpan pendek cepat ke pemain yang ada di dalam kotak.

Tips dan Trik Defense (Bertahan) di FIFA 20

Bermain bertahan mungkin memang kedengaran tidak sekeren gaya agresif. Namun, faktanya, Anda juga harus mempelajari bagaimana cara bertahan yang efektif karena dua alasan.

Pertama, Anda tidak akan mungkin selalu dalam posisi menyerang di setiap pertandingan — kecuali musuh Anda tidak diperbolehkan memegang stik. Kedua, memahami setiap trik bertahan juga akan berguna saat menyerang. Kok bisa? Nanti kami akan jelaskan.

Kenny pun memberikan beberapa tips dasar yang harus diperhatikan dalam bertahan yang, menurutnya, menjadi bagian paling penting di FIFA 20.

1. Selalu menekan tombol L2 saat bertahan untuk melakukan jockey movement.
2. Berlatih mengganti pemain dengan menggunakan analog kanan
3. Menjaga/mengejar pemain lawan yang sedang berlari meminta umpan terobosan berbahaya jika dilakukan secara manual.
4. Selalu usahakan menutup celah operan ke tengah lapangan. Posisikan pemain sehingga memaksa lawan bergerak ke sayap.

Selain tips dari Kenny tadi, ada beberapa tips tambahan yang mungkin bisa Anda ingat. Jangan selalu terburu-buru untuk mengejar bola, apalagi menggunakan pemain bertahan tengah karena hal tersebut bisa digunakan lawan untuk mengosongkan daerah kotak penalti Anda.

Selain itu, saat mengejar bola di pinggir lapangan alias di sayap, Anda tidak perlu berlari mendekati bola jika terlalu jauh dari posisi pemain lawan. Anda hanya perlu berlari lurus ke arah garis belakang lapangan karena toh nanti musuh juga pasti akan ke sana dan mencoba mendekati gawang.

Untuk beberapa trik tombol, Anda bisa bangun lebih cepat setelah sliding tackle dengan menekan tombol sliding tackle (Kotak) dua kali. Anda juga bisa menekan dan menahan tombol tendangan (Lingkaran) untuk tackle biasa dengan lebih keras.

Inti dari saat bertahan adalah bagaimana kemampuan Anda membaca pergerakan lawan. Dengan demikian, Anda jadi tahu kapan saat yang tepat untuk bergegas cepat merebut bola ataupun menahan diri dan mengumpulkan pemain untuk memenuhi daerah bertahan. Hal ini juga berguna nantinya saat digunakan untuk menyerang — setidaknya menurut kami. Semakin pintar Anda membaca pergerakan bola saat bertahan, semakin banyak pula solusi yang bisa Anda kumpulkan untuk memperkaya variasi serangan Anda. Selain itu, misalnya pun kecolongan saat bertahan, jika Anda memelajari strateginya, Anda bisa menggunakan strategi serang yang sama tadi di lain kesempatan — baik melawan orang yang sama ataupun berbeda.

Tips dan Trik Formation/Custom Tactics FIFA 20

FIFA 20 menawarkan kompleksitas yang cukup tinggi untuk fitur Formation atau Custom Tactics. Namun demikian, sayangnya, karena kompleksitas dan fleksibilitas yang tinggi tadi, Anda harus mencoba sendiri taktik yang tepat dengan gaya permainan Anda.

Untungnya, kita hidup di zaman digital yang mampu menyuguhkan berbagai informasi. Jadi, inilah yang perlu Anda lakukan.

Pertama, Anda harus memahami dulu istilah dan kegunaan dari masing-masing opsi yang ada di sana. Misalnya apa itu maksudnya dari Drop Back, Constant Pressure, Pressure on Heavy Touch, dan lain sebagainya. Anda bisa mulai googling dengan istilah-istilah tersebut. Kami tidak bisa menjelaskan semuanya di sini karena sudah terlalu panjang artikelnya hahaha…

Setelah Anda memahami istilah dan kegunaan masing-masing tadi, Anda bisa mulai mencari Custom Tactics yang digunakan oleh para pemain lain atau googling lagi dari guide yang ada di internet sebagai referensi. Kenapa jadi dua tahap belajarnya? Karena, menurut kami, tidak efektif juga jika Anda menelan mentah-mentah atau menerapkan Custom Tactics tadi tanpa mengetahui gaya bermainnya yang bisa jadi tidak cocok dengan gaya Anda.

Jika Anda paham dengan setiap istilah dan kegunaan tadi dan memiliki referensi formasi, Anda bisa mulai menyesuaikan formasi-formasi tadi sesuai dengan gaya bermain masing-masing.

Hal ini senada juga dengan yang diungkapkan oleh Kenny. “Custom tactics ini lebih ke personal masing-masing sih, gimana gaya main kita dan formasi favoritnya.” Namun ia juga berbagi referensi yang bisa Anda sesuaikan lebih lanjut. “Kalau aku sendiri, formasi favoritnya adalah 4-4-2 flat. Karena enak ada 2 striker yang bisa digunakan untuk one-two saat ingin bermain cepat tapi bisa juga untuk kontrol tempo permainan berhubung formasinya balance di setiap sisi. Kekurangannya paling di lini tengah karena kadang sedikit kosong saat bertahan kalau pemain tengahnya juga suka ikut maju menyerang.” Tutup Kenny.

Sumber: RAJA Esports Official Page
Sumber: RAJA Esports Official Page

Oh iya, inilah Formation, Instructions, dan Custom Tactics yang digunakan oleh Kenny saat ini.
– Formation: 4-4-2 Flat
– Instructions:
– LB & RB: Stay Back while Attacking
– 2 CM: Stay Central
– Custom Tactics:
– Defense Balance: 5-10
– Attack Balance: 5-5

Penutup

Akhirnya, sekali lagi, latihan dan jam terbang bertanding tentunya akan lebih berpengaruh dalam meningkatkan kemampuan Anda bermain. Namun demikian, setidaknya, mungkin artikel ini bisa berguna sebagai acuan dan pengingat saat Anda berlatih sehingga bisa lebih efisien. Jadi, selamat mencoba!

Disclosure: Artikel ini disponsori oleh Electronic Arts

Assassin’s Creed Valhalla Diumumkan, Lebih RPG daripada Seri-Seri Sebelumnya

Dua judul Assassin’s Creed terakhir, yakni Origins dan Odyssey digarap dengan arahan yang agak berbeda dari seri-seri sebelumnya. Singkat cerita, kesan assassin pada karakter di kedua game tersebut lebih memudar ketimbang di gamegame sebelumnya, akan tetapi di saat yang sama combat-nya juga terasa semakin memuaskan.

Seandainya kedua game itu sama sekali tidak menerapkan elemen stealth dan tidak mencoba memperlakukan lakonnya sebagai seorang assassin, saya pribadi tidak akan keberatan. Namun apa daya branding “Assassin’s Creed” sudah terlalu kuat dan sayang untuk ditinggalkan. Mustahil Ubisoft membuang salah satu franchise terpopulernya begitu saja.

Pada seri terbaru Assassin’s Creed yang bakal dirilis di musim liburan tahun ini, Valhalla, kesan assassin itu boleh dibilang sudah hampir tak terasa lagi. Bagaimana tidak, lakonnya merupakan seorang prajurit Viking yang sangat jago bertarung. Viking dan stealth sepintas terdengar bertolak belakang, dan itu membuat saya jadi makin penasaran dengannya.

Assassin's Creed Valhalla

Setelah menonton trailer sinematiknya, kita langsung tahu bahwa game mengambil setting abad ke-9. Sang lakon, Eivor, sedang berupaya memimpin clan-nya untuk kabur dari kampung halamannya, Norwegia, menuju ke dataran Inggris. Kondisi Inggris sendiri kala itu jauh dari kata ideal, dengan satu per satu kerajaan Anglo-Saxon berjatuhan.

Lalu bagaimana Ubisoft menyisipkan elemen assassin ke Eivor? Lewat senjata Hidden Blade tentu saja, meski sekarang wujudnya tak lagi tersembunyi seperti di seri-seri sebelumnya. Pun demikian, senjata ini tetap berguna di saat-saat darurat dan tetap bisa mengejutkan lawan-lawannya, seperti yang ditunjukkan oleh trailer-nya.

Yang lebih menarik menurut saya adalah bagaimana combat di Assassin’s Creed Valhalla bakal semakin dimatangkan lebih jauh lagi. Hampir semua senjata dapat dipakai sepasang oleh Eivor (dual-wield), termasuk kapak, pedang, dan bahkan perisai. Valhalla sejatinya ingin menunjukkan betapa serba bisanya pejuang Viking dalam bertarung.

Assassin's Creed Valhalla

Combat di Valhalla dipastikan bakal terkesan lebih brutal. Kendati demikian, diplomasi masih menjadi aspek penting yang perlu diperhatikan. Sejak Odyssey, seri Assassin’s Creed memang sudah memberikan bobot ekstra terhadap variasi dialog, dan ini bakal pemain jumpai lagi di Valhalla. Keputusan-keputusan yang pemain ambil bakal berdampak besar terhadap progress permainan.

Seperti di Origins dan Odyssey, mitologi kembali dipakai sebagai bumbu penyedap narasi dalam Valhalla; spesifiknya mitologi Norse dengan dewa-dewa familier seperti Odin, Thor, Loki, Freya, Heimdall, dan masih banyak lagi. Juga tidak kalah menarik adalah, pemain bebas memilih memainkan Eivor sebagai karakter laki-laki atau perempuan.

Valhalla juga bakal memperkenalkan fitur baru, yakni fitur Settlement, yang bakal mengajak pemain untuk memperkuat teritorinya dengan membangun barak, merekrut prajurit, dan lain sebagainya. Settlement juga bakal menjadi gerbang kustomisasi karakter, semisal untuk menambahkan tato pada Eivor.

Assassin's Creed Valhalla

Assassin’s Creed Valhalla bakal menjadi salah satu judul debutan Xbox Series X dan PlayStation 5, akan tetapi Ubisoft tetap akan merilisnya di Xbox One, PS4, PC maupun Google Stadia. Di PC, Valhalla pada awalnya akan dijajakan secara eksklusif melalui Uplay Store dan Epic Games Store.

Ya, Steam lagi-lagi tidak menjadi pilihan salah satu judul AAA. Beberapa game blockbuster sebelumnya sudah mengambil rute serupa; dirilis eksklusif melalui Epic Games Store selama beberapa bulan, sebelum akhirnya didistribusikan lewat Steam.

Sumber: Ubisoft dan Gamespot.

Filosofi Gaming: Karena Hidup adalah Sebuah Permainan

Jika God Bless mengatakan bahwa dunia ini adalah sebuah panggung sandiwara, saya percaya betul bahwa hidup ini adalah sebuah permainan.

Di era matinya kepakaran dan perayaan kebebalan sekarang ini, mungkin banyak orang merasa berhak mendefinisikan teorinya masing-masing, tapi pernahkah Anda bertanya-tanya adakah landasan teori yang menjelaskan kenapa kita suka bermain game? Adakah relevansi bermain game dengan kehidupan kita sehari-hari? Dan bagaimana game bisa menjadi sebuah filosofi hidup?

Oh iya, sebelum Anda membaca lebih lanjut, bagi Anda yang lebih suka dengan jawaban-jawaban sederhana dan banal, mungkin sekarang saatnya menutup artikel ini karena saya tidak ingin membuang waktu Anda.

Jika Anda masih di sini, selamat! Anda sama anehnya dengan saya kwkwkwkwk… Meski memang pada akhirnya artikel ini adalah soal bagaimana sudut pandang saya dalam memaknai filosofi gaming, ada 3 buku yang saya jadikan landasan berpikir di sini. Ketiganya akan jadi bagian tersendiri dalam artikel ini.

Satu lagi sebelum kita masuk ke tiap bagian, saya mungkin juga harus memberikan penafian bahwa pemahaman saya atas ketiga buku itu bisa jadi sangat keterlaluan. Jadi, jika boleh saya memberikan saran, baca sendiri ketiga buku tadi. Dengan demikian, Anda mungkin bisa mendapatkan pencerahan yang berbeda dari hasil proses saya membaca buku-buku itu beberapa tahun silam.

Plus, tidak ada salahnya juga kan menggali ilmu dari membaca buku… Kata siapa gamer itu harus selalu berkisar pada drama, kebebalan, dan eksploitasi perempuan? Mari kita bahas satu persatu, sebelum saya malah jadi meracau bak influencer dan selebriti sosmed… Eh kwkwkwkw…

Homo Ludens: Manusia yang Bermain

Tidak sah rasanya jika tidak memasukkan buku tulisan Johan Huizinga ini ke dalam kerangka berpikir memandang hidup sebagai sebuah permainan. Berhubung saya memang tidak bisa berbahasa Belanda, buku yang saya baca adalah yang versi terjemahan, yaitu Homo Ludens: A Study of the Play-Element in Culture.

Dalam hasil pemikiran Huizinga yang paling sering digunakan di setiap karya ilmiah seputar gaming ini mengatakan bahwa bermain (play) bahkan sudah ada sebelum kita berbudaya dan bahkan hewan pun juga bermain meski tidak diajari.

Play is older than culture, for culture, however inadequately defined, always presupposes human society, and animals have not waited for man to teach them their playing.” (1).

Lebih jauh lagi, Huizinga juga berargumen bahwa esensi bermain juga dapat terlihat dari setiap aspek peradaban seperti perang, agama, politik, olahraga, ataupun karya seni. Berhubung bisa jadi terlalu panjang dan saya juga tidak merasa cukup mumpuni, saya tidak akan menuliskan rangkuman dari isi buku tersebut di sini. Anda bisa membaca salah satu rangkuman yang menurut saya cukup baik di tautan ini.

Credits: Leiden University Libraries
Credits: Leiden University Libraries

Saya mungkin memang tidak setuju dengan semua yang diutarakan Huizinga di buku setebal 220 halaman itu. Namun demikian, ada beberapa perkataannya di sana yang saya amini dan menjadi prinsip hidup saya. Salah satunya adalah kutipan di bawah ini.

But the following feature is still more important: the competitive “instinct” is not in the first place a desire for power or a will to dominate. The primary thing is the desire to excel others, to be the first and to be honoured for that.” (50).

Huizinga percaya bahwa ada elemen kompetitif di setiap permainan. Namun demikian, bermain bukanlah sekadar menghalalkan segala cara untuk menang. Kita memang harus bisa berusaha lebih baik dari yang lain namun bukan berarti dengan menanggalkan semua etika yang ada.

Hidup ini juga sebenarnya penuh dengan elemen kompetitif di setiap aspek — tidak hanya di esports saja. Anda, misalnya yang masih jomlo, harus bersaing dengan selusin pria lainnya dalam merebut perhatian gebetan Anda. Saya sendiri juga percaya bahwa saya harus bisa jadi penulis yang lebih baik dari hari ke hari; dan, bagi saya, penulis yang baik bukan hanya soal menulis di atas kertas atau media lainnya namun juga di benak orang-orang lain atau malah dirinya sendiri.

Jika Anda mengaku gamer sejati dan ingin menjadikan hobi tadi jadi lebih bermakna, Anda harus mengalami sendiri proses memahami pemikiran Huizinga. Namun demikian, izinkan saya menutup bagian ini dengan satu penggalan lagi dari bukunya.

Our point of departure must be the conception of an almost childlike play-sense expressing itself in various play-forms, some serious, some playful, but all rooted in ritual and productive of culture by allowing the innate human need of rhythm, harmony, change, alternation, contrast and climax, etc., to unfold in full richness.” (75).

Competence, Autonomy, and Relatedness

Saya sebenarnya pernah menuliskan hal ini beberapa tahun silam di blog pribadi saya, soal alasan kenapa kita bermain game jika dilihat dari sudut pandang psikologis. Namun, saya kira ketiga alasan di atas juga ada relevansinya dalam membentuk pola pikir filosofi gaming.

Kompetensi, otonomi, dan sosialisasi, ketiga hal tersebut menjadi jawaban atas pertanyaan kenapa kita bermain game di buku Glued to Games: How Video Games Draw Us in and Hold Us Spellbound dari Scott Rigby dan Richard Ryan.

Mari kita bahas satu per satu, mulai dari kompetensi. William James pernah mengatakan dalam bukunya The Principles of Pyschology bahwa hasrat terdalam dari setiap sifat manusia adalah keinginan untuk dihargai. Bermain game dapat menyuguhkan hal ini dengan cara yang lebih konkret ketimbang di kehidupan nyata. Tingkat pencapaian Anda juga jauh lebih gamblang terdefinisikan di game.

Lalu bagaimana mengejawantahkan konsep kompetensi tadi? Saya pribadi setidaknya mencoba lebih fair dalam memberikan penilaian ke orang-orang di sekitar saya. Selain itu, saya juga mencoba menyempatkan kontemplasi diri atas pencapaian saya di setiap malam.

Bagaimana dengan otonomi? Otonomi adalah soal menentukan pilihan. Setiap kita bisa sampai ke titik ini juga sebenarnya dari akumulasi setiap keputusan yang kita ambil. Sayangnya, lagi-lagi, seringnya game mampu menunjukkan hubungan kausal yang lebih kentara dari pada hidup kita — baik soal aspek personal ataupun profesional. Selain itu, hidup kita juga mungkin memiliki lebih banyak kekangan — apalagi di sekarang ini ketika setiap orang merasa berhak menghakimi sesamanya di jejaring sosial.

Saya? Atas hasil serangkaian pemikiran tadi, saya lebih percaya untuk menghargai kebebasan setiap orang mengambil keputusan dan saya merasa tidak perlu untuk mengubah prinsip hidup orang-orang lain — yang mungkin berbeda dari saya.

Ketiga, Aristoteles berargumen bahwa manusia adalah mahluk sosial dan saya kira banyak yang setuju dengan pendapatnya tadi. Meskipun di game-game singleplayer sekalipun, game mampu membuat kita merasa jadi bagian dari sebuah komunitas. Makanya di game-game seperti seri The Witcher, Mass Effect, Borderlands, Skyrim, ada sejumlah NPC yang diposisikan untuk menjadi kawan Anda.

Lalu apa yang bisa kita maknai dari sini? Berkawanlah dan berusaha lebih keras untuk memanusiakan manusia. Tak jarang kita terjebak dengan dikotomi kita dan mereka. ‘Kita’ adalah orang-orang yang punya agama, pandangan politik, gaya hidup, dan prinsip yang sama. Sedangkan ‘mereka’ adalah yang tak sejalan dan sealiran. Jika game mampu membuat para pemainnya merasa jadi bagian dalam sebuah kebersamaan, kenapa kita tidak bisa melakukannya dengan sesama manusia?

Rules of Play

Buku ketiga, Rules of Play: Game Design Fundamentals, mungkin sedikit berbeda dengan dua buku tadi yang nilainya lebih pragmatis buat mereka-mereka yang bekerja di game publisher atau developer. Pasalnya, buku tulisan Katie Salen dan Eric Zimmermann ini lebih banyak menawarkan insight yang cukup komprehensif tentang bagaimana mendesain sebuah game.

Buat yang tertarik untuk bekerja di industri gaming dan sekitarnya, Anda juga wajib membaca buku yang sangat bermanfaat ini. Jika Anda tertarik untuk membaca ringkasannya, ada salah satu rangkumannya di tautan ini.

Secara garis besar, buku terbitan MIT Press ini terbagi menjadi 4 unit, yaitu:

  • Core concepts
  • Rules
  • Play
  • Culture

Di bagian Core Concepts, buku ini mengacu kepada tulisan Huizinga yang saya sebutkan di bagian pertama artikel ini dan mengembangkannya lebih lanjut. Silakan membacanya sendiri.

Korelasi antara game design dengan gaming filosofi yang saya dapat dari buku ini terlihat dari 3 pilar game design: Rules, Play, dan Culture.

Bagian Rules menjelaskan soal struktur formal dari sebuah game, aturan main arbiter yang mendeskripsikan bagaimana fungsi dari sistem game tersebut. Sedangkan bagian Play menjabarkan soal bagaimana pengalaman bermain game bisa menyuguhkan makna. Terakhir, Culture menyuguhkan argumentasi soal bagaimana game hadir di tengah-tengah konteks yang lebih luas. Bisa dibilang, bagian ini melihat game design dari sudut pandang strukturalisme.

Mari kita bahas satu per satu.

Rules; setiap gamer tentu tahu bahwa setiap game pasti punya aturan mainnya masing-masing. Bahkan antara satu MOBA dengan MOBA yang lainnya punya aturan main yang berbeda-beda. Disadari atau tidak, ada sekian banyak aturan main juga yang berlaku di hidup kita. Sayangnya, tidak seperti di game, aturan main di dunia nyata seringkali tidak konsisten atau bahkan tidak terdefinisikan dengan jelas. Namun demikian, saya sungguh percaya bahwa gamer sejati juga harusnya mampu memahami dan melukiskan aturan-aturan main di dunia nyata, bahkan menemukan segala inkonsistensinya di kepalanya masing-masing.

Aturan main di game itu memang abstrak tapi mengikat. Namun, demikian juga dengan banyak sistem di dunia ini. Yuval Noah Harari juga mengatakan bahwa negara, uang, hukum, dan bahkan agama juga terbentuk dari narasi-narasi abstrak yang bisa disepakati banyak orang.

Ditambah lagi, pemikiran ini juga membantu saya untuk setidaknya mencoba konsisten dengan aturan main yang saya terapkan ke diri sendiri — yang biasanya sangat mudah berubah-ubah berkat emosi ataupun bias kognitif diri.

Jika bagian Play di sini mencoba menyuguhkan berbagai cara bagaimana pengalaman bermain game jadi lebih bermakna, pernahkah Anda bertanya pada diri sendiri kenapa Anda ada, masih ada, dan harus ada di dunia ini?

What does the world need with another good musician?” Ujar Victor Wooten di salah satu sesi TEDx Talks.

Dalam Rules of Play, Play didefiniskan sebagai berikut, “play refers to those activities which are accompanied by a state of comparative pleasure, exhilaration, power, and the feeling of self-initiative.” Silakan direnungkan sendiri definisi tadi. Namun saya memahaminya dengan pentingnya mencari makna atas hidup kita sendiri, menyadari bagaimana kita bertanggung jawab atas kebahagiaan kita masing-masing — bukan memaksa orang lain, apalagi negara, untuk membuat kita bahagia — meski masih dalam kekangan sekian banyak aturan abstrak yang mengikat.

Terakhir dari buku ini adalah soal Culture. Berikut adalah salah satu kutipan yang bisa diresapi.

Games are always played somewhere, by someone, for some reason or another. They exist, in other words, in a context, a surrounding cultural milieu. The magic circle is an environment for play, the space in which the rules take on special meaning. But the magic circle itself exists within an environment, the greater sphere of culture at large.”

Saya tahu di masa demokratisasi konten dan informasi sekarang ini, inflasi ego memang jadi lebih sulit dihindari. Meski begitu, diakui atau tidak, kita tidak hidup dalam vakum. Masing-masing kita adalah bagian dari berbagai struktur yang lebih besar dan mengambil peran di setiap sistem. Setiap hal yang ada di dunia ini juga jadi bagian dari struktur atau konteks yang lebih luas, jika ingin dipandang dari sudut pandang strukturalisme.

Bagaimana Anda bisa memaknai dan menjabarkannya di kepala Anda, saya serahkan ke masing-masing.

Penutup

Sekali lagi, artikel ini adalah soal sudut pandang saya memaknai filosofi gaming. Silakan dibaca sendiri buku-buku tadi agar Anda bisa mengalami sendiri proses dan kesimpulan yang mungkin berbeda. Saya pribadi sebenarnya juga percaya bahwa setiap orang berhak merumuskan prinsip hidup dan kerangka berpikirnya masing-masing selama mampu menyadari prosesnya, menawarkan argumentasi, dan meminimalisir bias kognitif diri sendiri.

Terakhir, sebenarnya banyak teori, argumentasi, dan kerangka berpikir yang saya tuliskan di atas tadi juga tidak datang dari ranah gaming. Jujur saja, yang saya lakukan hanyalah mengaitkan korelasi berbagai macam teori tadi ke game — seperti soal strukturalisme ataupun teori narasi abstrak. Meski begitu, di sini saya juga ingin membuktikan bahwa gamer dan game itu tidak sedangkal yang dibayangkan kebanyakan orang. Plus, siapa tahu artikel ini dapat memancing Anda para gamer untuk belajar ke ranah yang lebih luas. Saya sendiri juga bertemu dengan teori, kerangka berpikir, dan argumentasi-argumentasi tadi berkat kecintaan saya yang berlebihan kepada bermain game.

Credit Featured Image: Ben Neale via Unsplash

Legends of Runeterra Resmi Rilis, Hadirkan Ekspansi Rising Tides

Pada ulang tahun ke-10, Riot Games mengembangkan sayap, tidak hanya mengembangkan League of Legends saja. Lewat sebuah acara spesial, Riot mengumumkan semua proyek game yang mereka kembangkan, mulai cari League of Legends: Wild Rift, Teamfight Tactics versi mobile, proyek game fighting, game FPS Valorant, dan card game Legends of Runeterra.

Hari ini, kurang lebih tujuh bulan setelah pengumuman yang dilakukan, Riot Games akhirnya merilis salah satu dari daftar game terbaru yang sedang mereka kembangkan. Dia adalah Legends of Runeterra, collectible card game (CCG) besutan Riot Games.

Bersamaan dengan perilisan ini, Riot Games juga menghadirkan ekspansi pertama yang diberi nama Rising Tides. Ekspansi ini menambahkan region baru ke dalam permainan, Bilgewater, region yang menjadi rumah bagi Champion seperti Graves, Gangplank, Illaoi dan lain sebagainya.

Bilgewater merupakan wilayah kekuasaan sekelompok bajak laut yang tidak pernah melewatkan kesempatan untuk melakukan penjarahan dan monster di kedalaman yang suka melahap kapal tanpa peringatan. Pada Runeterra, masing-masing wilayah atau region punya ciri khas masing-masing. Region Demacia contohnya, dijuluki Magical Might, punya ciri khas berupa banyaknya kartu magic untuk membuat pasukan jadi lebih kuat.

Bilgewater punya julukan Risk and Reward. Seperti nilai hidup para bajak laut, Anda harus rela mengambil resiko besar untuk mendapatkan yang Anda inginkan. Rising Tides hadir dengan lebih dari 120 kartu dan 11 Champion dari semesta League of Legends, termasuk Miss Fortune, Fizz, dan Gangplank. Set kartu Rising Tides juga memperkenalkan enam mekanisme kartu baru, memberi opsi gameplay yang mendalam dan menarik untuk para pemain.

“Kami sangat senang dapat meluncurkan Legends of Runeterra secara resmi di seluruh dunia,” ujar Executive Producer Jeff Jew. “Komitmen kami tetap kuat terhadap gameplay interaktif yang strategis, pembuatan deck yang kaya, serta momen kemenangan yang luar biasa, dan inilah saat yang tepat untuk masuk dan menjelajahi segala yang ada di Runeterra. Sampai bertemu di dalam game!

Sumber: Riot Official Media
Sumber: Riot Official Media

Sebelumnya Riot sempat berbagi pandangannya soal rencana dalam pengembangan komunitas Runeterra di Indonesia. Diwakili Jennifer Poulson selaku Head of Publishing and Product for Southeast Asia, Riot Games mengatakan bahwa komunitas tetap menjadi yang utama, namun untuk sementara waktu mereka hanya menyokong komunitas online terlebih dahulu.

Legends of Runeterra sudah dapat diunduh untuk mobile (Android dan iOS) dan untuk PC. Jika Anda masih penasaran dengan game yang satu ini, Anda dapat mengunjungi laman resmi Legends of Runeterra SEA.

Di Tengah Pandemik Corona, Popularitas Game Shooter Meroket

Pandemik virus corona membuat banyak orang tak boleh keluar rumah. Bermain game menjadi salah satu kegiatan pengisi waktu luang. Newzoo lalu mengumpulkan data tentang genre game yang menjadi populer di tengah pandemik. Menurut studi yang dilakukan sejak Desember 2019 sampai Maret 2020 itu, terlihat bahwa semua genre game — kecuali MOBA dan fighting — mengalami kenaikan jumlah pemain yang signifikan. Namun, genre yang mengalami pertumbuhan jumlah pemain tertinggi adalah shooters. Jumlah pemain game shooter naik hingga 40 persen.

Genre game lain yang jumlah pemainnya bertumbuh pesat (34 persen) adalah deck-building games. Legends of Runeterra, game terbaru Riot Games, merupakan salah satu alasan mengapa deck-building game menjadi populer. Sementara itu, kenaikan jumlah pemain arcade game mencapai 28 persen, genre platformers 25 persen, dan battle royale 17 persen.

Pada Maret 2020, 46 persen pemain PC memainkan game shooter. Dengan ini, shooter menjadi genre terpopuler kedua setelah MOBA. Di antara game-game shooter, Rainbow Six: Siege menjadi game dengan jumlah pemain paling banyak. Meskipun begitu, game-game shooter lain, seperti Counter-Strike: Global Offensivve dan Call of Duty: Modern Warfare, juga memiliki jumlah pemain yang tak kalah banyak.

Perbandingan kenaikan jumlah pemain game shooter dan battle royale. | Sumber: Newzoo
Perbandingan kenaikan jumlah pemain game shooter dan battle royale. | Sumber: Newzoo

 

Pandemik bukan satu-satunya alasan mengapa semakin banyak orang memainkan game shooter. Pada Januari 2020, game tactical shooter Escape from Tarkov mendapatkan update. Ini membuat para gamer kembali tertarik dengan game ber-genre shooter. Sementara itu, jumlah pemain Rainbow Six memang terus naik sejak 2019. Game buatan Ubisoft ini banyak mendapatkan pemain baru dari Tiongkok. Peluncuran battle royale mode, Warzone, dari Call of Duty: Modern Warfare juga menjadi alasan lain mengapa genre shooter kembali digemari.

Game ber-genre shooter tidak hanya mengalami pertumbuhan jumlah pemain, tapi juga durasi bermain. Pada Desember 2019, rata-rata lama waktu bermain per hari adalah 38 menit. Angka ini naik menjadi 60 menit pada Maret 2020. Memang, karena karantina, para gamer menjadi memiliki waktu luang yang lebih banyak. Alasan lainnya adalah karena game-game shooter yang populer — seperti Rainbow Six dan Escape from Tarkov — memang memiliki sesi permainan yang lama. Setiap pertandingan dari game tersebut bisa berlangsung selama sampai 1 jam.

Setelah MOBA dan shooter, genre yang memiliki jumlah pemain paling banyak adalah adventure. Alasannya adalah karena game adventure memungkinkan pemain untuk menjelajah di dunia yang sama sekali baru dan melupakan dunia nyata. Minecraft dari Microsoft adalah adventure game dengan jumlah pemain PC paling banyak.

Grafik kenaikan penonton iRacing live . | Sumber; Newzoo
Grafik kenaikan penonton iRacing live . | Sumber; Newzoo

Genre lain yang menjadi populer adalah game dan simulasi balapan. Memang, sejumlah balapan harus dibatalkan karena virus corona. Sebaga gantinya, diadakan balapan virtual berupa menggunakan simulasi balapan. Beberapa balapan yang menggelar kompetisi esports sebagai pengganti balapan di dunia nyata adalah Formula 1, Formula E, dan NASCAR.

Jumlah penonton konten game balapan di platform streaming game juga naik. Di Twitch dan YouTube, total durasi konten ditonton dari siaran langsung balapan virtual naik 117 persen pada April 2020 jika dibandingkan dengan Februari di tahun yang sama.

Tak Hanya Menuntut Spesifikasi Tinggi, Microsoft Flight Simulator Juga Memerlukan Koneksi yang Mumpuni

Ambisius, satu kata itu bisa menggambarkan skala realisme yang bakal ditawarkan Microsoft Flight Simulator. Game simulasi garapan Asobo Studio itu tak hanya mempersilakan para pemain menjelajah seluruh penjuru dunia, tapi juga mampir ke 37.000 bandara yang ada di muka Bumi.

Itu semua tanpa melupakan kualitas grafisnya yang memukau, seperti yang bisa kita lihat dari trailer-nya. Bagian-bagian pesawat kelihatan begitu mendetail, simulasi cuacanya juga tampak amat realistis. Tidak heran apabila game ini akan menuntut spesifikasi PC yang cukup tinggi.

Persyaratan spesifikasi Microsoft Flight Simulator

Benar saja, seperti yang tercantum pada tabel di atas, spesifikasi minimumnya saja sudah tergolong cukup gres. Uniknya, selain spesifikasi yang direkomendasikan, developer juga mencantumkan spesifikasi PC ideal yang menurut mereka baru cukup untuk menyajikan Microsoft Flight Simulator secara maksimal.

Satu yang agak mencuri perhatian adalah, tiga tingkatan spesifikasi itu menuntut bandwith koneksi internet dalam jumlah yang berbeda. Apakah ini berarti Microsoft Flight Simulator hanya bisa dimainkan secara online?

Ya, sebab game ini banyak memanfaatkan platform cloud Microsoft Azure. Untuk me-render seluruh isi Bumi misalnya, game perlu mengakses data geografis sebesar 2 petabyte (2.000 TB) yang tersimpan di Microsoft Azure. Lalu mengapa game masih menuntut 150 GB kapasitas hard disk?

Microsoft Flight Simulator

Berdasarkan hasil wawancara The Guardian dengan pengembangnya, Microsoft Flight Simulator bakal dilengkapi mode offline. Persisnya bagaimana mode offline itu bekerja belum diketahui, tapi kemungkinan besar ada banyak fitur dalam game yang harus dipangkas.

Satu yang pasti adalah simulasi lalu lintas udara secara real-time. Jadi selain menampilkan banyak pemain sekaligus, Microsoft Flight Simulator juga akan menyimulasikan sejumlah penerbangan yang sedang berlangsung di dunia nyata. Fitur semacam ini tentunya memerlukan koneksi ke server secara konstan, sehingga besar kemungkinan tak akan tersedia pada mode offline.

Jadi jangan kaget kalau spesifikasi idealnya menuntut koneksi internet secepat 50 Mbps. Game seambisius Microsoft Flight Simulator rupanya juga membutuhkan spesifikasi komputer yang tak kalah ambisius.

Via: PC Gamer.

Berbagai Hasil Riset tentang Pengaruh Positif Bermain Game

Di Indonesia, game menjadi momok bagi sebagian orangtua, dianggap sebagai alasan mengapa nilai murid jelek atau bahkan bolos sekolah. Di negara maju seperti Amerika Serikat sekalipun, game juga sering menjadi kambing hitam. Misalnya, setiap ada penembakan massal, game akan disebut sebagai alasan mengapa pelaku bisa menjadi pembunuh berdarah ringin. Sementara di Tiongkok, game dianggap sebagai alasan mengapa semakin banyak generasi muda yang mengalami rabun jauh. Dampak dari sebuah game pada para pemainnya adalah topik yang telah diperdebatkan selama puluhan tahun. Studi tentang hal ini juga telah banyak.

Bagaimana Game Memengaruhi Pemainnya?

Pada  2013, American Psychological Association (APA) melakukan riset tentang bagaimana game bisa digunakan sebagai alat edukasi serta dampak positif game pada anak dan remaja.

“Selama berpuluh-puluh tahun, riset tentang dampak negatif bermain game, termasuk kecanduan, depresi, dan agresi telah dilakukan. Kami tidak menyebutkan bahwa riset itu harus diacuhkan,” kata Isabela Granic, PhD dari Radboud University Nijmegen, Belanda, salah satu penulis dari riset tersebut, dikutip dari situs APA. “Namun, untuk memahami dampak bermain game pada perkembangan anak dan remaja, kita perlu sudut pandang yang lebih seimbang.”

Menurut riset APA tersebut, bermain game dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak, termasuk spatial navigation, persepsi, daya ingat, sampai pemikiran kritis. Menariknya, game tembak-tembakan, yang dianggap penuh kekerasan, juga dapat memberikan efek positif, yaitu meningkatkan spatial cognition (kemampuan untuk melakukan navigasi dalam ruang 3D). “Ini penting dalam edukasi dan pengembangan karir anak, karena riset membuktikan bahwa kemampuan spatial seseorang memengaruhi pencapaiannya di bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika,” ujar Granic.

Lalu, adakah perbedaan antara otak gamer dan non-gamer? Untuk menjawab pertanyaan ini, pada 2018, Senior Editor Wired, Peter Rubin pergi ke Sports Academy di Thousand Oaks. Di sana, dia mengikuti serangkaian tes kognitif dan membandingkan hasil tesnya dengan gamer profesional. Anda bisa melihat apa saja tes yang dilakukan dalam video di bawah.

Hasil tes menunjukkan bahwa gamer profesional memiliki nilai yang lebih tinggi, khususnya dalam tes yang mengharusnya seseorang mengacuhkan gangguan di sekitarnya untuk fokus pada sebuah tugas. Memang, game, terutama action game, memiliki pace yang sangat cepat. Pemain dituntut untuk membuat keputusan dengan cepat dalam situasi yang kacau balau.

C. Shawn Green, Associate Professor, Department of Psychology, University of Wisconsin-Madison mengatakan bahwa action game memang dapat memengaruhi kemampuan kognitif seseorang. Ada tiga kemampuan kognitif yang akan meningkat jika seseorang bermain action game. Pertama adalah persepsi, bagaimana kita memahami keadaan sekitar berdasarkan rangsangan yang panca indera kita terima. Kedua adalah spatial cognition, yaitu kemampuan untuk menavigasi dalam lingkungan 3D. Terakhir adalah top down attention, ini merupakan kemampuan untuk mengacuhkan distraksi yang ada dan tetap fokus pada satu tujuan yang telah ditetapkan.

Setiap Game Tidak Memberikan Dampak yang Sama

Action game memang terbukti memberikan dampak baik pada kemampuan kognitif seseorang. Namun, itu bukan berarti semua game memberikan efek yang sama. Game sangat beragam, hadir dengan genre dan gameplay yang berbeda-beda. Bermain role-playing game dan puzzle game akan memberikan dampak yang berbeda dari memainkan action game. Meskipun begitu, bukan berarti hanya action game yang memberikan dampak positif. Dalam risetnya, APA mengungkap, memainkan game strategi, termasuk RPG, meningkatkan kemampuan problem-solving anak. Satu hal yang pasti, bermain game dapat meningkatkan kreativitas para pemainnya, terlepas dari genre yang mereka mainkan.

Sementara itu, dalam studi berjudul Social Interactions in Massively Multiplayer Online Role-Playing Gamers, disebutkan bahwa memainkan game Massively Multiplayer Online Role-Playing Games (MMORPG) dapat meningkatkan kemampuan sosial pemainnya. Alasannya, karena game MMORPG bisa menjadi tempat bagi para pemainnya untuk mengenal satu sama lain dan menjalin hubungan pertemanan, Faktanya, interaksi antar pemain justru dianggap sebagai salah satu daya tarik game MMORPG.

Game MMORPG biasanya mendorong pemainnya untuk membentuk grup. | Sumber: Elder Scroll Online
Game MMORPG biasanya mendorong pemainnya untuk membentuk grup. | Sumber: Elder Scroll Online

Menariknya, saat bermain game MMORPG, para pemain bisa mengekspresikan dirinya dengan lebih bebas. Diduga, alasannya adalahh karena seseorang tidak merasa terikat dengan identitas — seperti umur, gender, atau penampilan — saat bermain game. Selain meningkatkan kemampuan sosial, game MMORPG juga dapat mengajarkan kerja sama tim. Memang, kebanyakan game MMORPG menghadirkan fitur guild atau klan, yang mendorong para pemainnya untuk bekerja sama dengan satu sama lain.

Mark Griffiths, salah satu penulis studi Social Interactions in Massively Multiplayer Online Role-Playing Gamers, juga percaya, game bisa digunakan sebagai alat edukasi. Pasalnya, game bisa memberikan stimulasi pada pemain. Selain itu, bermain game juga terasa menyenangkan. Jika pelajaran dihadirkan dalam bentuk game, murid bisa lebih mudah untuk fokus pada bahan pelajaran karena ia tidak membosankan. Selain itu, game juga menarik untuk dimainkan semua orang, terlepas umur, gender, atau etnis mereka.

Tak hanya untuk edukasi, Griffiths juga menganggap, game bisa digunakan sebagai alat terapi. Dan memang, ada laboratorium riset yang melakukan penelitian terkait hal ini.

Game sebagai “Obat”

Neuroscape adalah laboratorium riset di University of California, San Francisco yang telah melakukan penelitian tentang bagaimana game bisa digunakan untuk “mengobati” penyakit mental selama bertahun-tahun. Perusahaan anak dari Neuroscape, Akili Interactive Labs, bahkan telah memiliki produk yang masuk ke tahap pengujian klinis untuk mendapatkan izin dari Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat. Produk tersebut adalah Project: EVO, yang ditujukan untuk mengatasi Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Pada 2017, proyek tersebut telah memasuki tahap pengujian akhir dari FDA.

“Tujuan kami bukanlah untuk menggantikan industri farmasi,” kata Adam Gazzaley, pendiri dan Executive Director dari Neuroscape dan anggota dewan Akili. Dia mengungkap, tujuan mereka melakukan riset ini adalah untuk menemukan metode pengobatan baru dengan efek samping yang minimal. Gazzaley adalah seorang profesor di bidang neurologi, fisiologi, dan psikiater. Dia mendirikan laboratorium riset sains syaraf kognitif di UCSF pada 2005. Sementara terkait game, dia pernah bekerja sama dengan LucasArts, publisher yang merilis game dari franchise Star Wars dan Indiana Jones.

Neuroscape meneliti bagaimana game membantu penderita penyakit mental. | Sumber: CNBC
Neuroscape meneliti bagaimana game membantu penderita penyakit mental. | Sumber: CNBC

“Elastisitas otak kita, kemampuan otak untuk berubah, ini dipengaruhi pengalaman kita,” kata Gazzaley pada CNBC. “Jika kita bisa menciptakan pengalaman yang sesuai dengan seseorang, ini bisa meningkatkan kemampuan otak mereka.”

Gazzaley menjelaskan, Neuroscape tidak sekadar berusaha untuk melakukan gamifikasi dari latihan fisik yang ditujuakn untuk penderita penyakit mental. Sebagai gantinya, mereka berusaha untuk membuat game yang menggabungkan gerakan fisik dengan latihan kognitif. Dia percaya, penelitian yang dia lakukan akan berbuah manis. “Saya rasa, masalahnya hanyalah belum ada bukti yang kuat. Dan itulah yang coba kami lakukan,” katanya pada The Verge. “Kami semua percaya dengan apa yang kami lakukan. Kami hanya perlu membuktikannya dengan data.”

Sejauh ini, kita sudah membahas tentang bagaimana game bisa memberikan dampak positif. Tapi, itu bukan berarti game adalah panacea. Saya percaya, segala sesuatu di dunia ini punya dampak positif dan negatif. Begitu juga dengan game. Pada 2019, World Health Organization menetapkan gaming disorder sebagai kelainan mental. Namun, seperti yang disebutkan oleh Live Science, hanya karena seseorang sering bermain game bukan berarti dia mengidap  gaming disorder.

Ada beberapa karakteristik dalam diri penderita gaming disorder. Salah satunya adalah dia memprioritaskan bermain game di atas segalanya sehingga mengganggu kehidupan sehari-harinya. Menurut WHO, seorang penderita gaming disorder tak lagi bisa mengendalikan kebiasaannya bermain game. Selain itu, mereka juga menempatkan game sebagai prioritas utama, diatas pekerjaan, pendidikan, dan hobi lainnya.

Ciri khas lainnya adalah seorang penderita gaming disorder akan terus bermain game walau mereka sadar bahwa hal itu memberikan dampak buruk pada kehidupan mereka, misalnya merusak hubungan dengan keluarga dan teman atau mengacaukan ritme kerja atau belajar mereka. WHO juga menyebutkan, seseorang harus memiliki gejala gaming disorder selama setidaknya satu tahun sebelum ia bisa dinyatakan menderita kelainan tersebut.

Kesimpulan

Ada banyak keuntungan yang diberikan oleh game. Sebuah game biasanya memiliki tujuan yang harus dicapai, baik mengalahkan seseorang, menyelamatkan dunia, atau sekadar memulihkan lahan pertanian yang diwariskan pada pemain. Ini membantu pemainnya fokus untuk mencapai tujuan tersebut.

Selain itu, disadari atau tidak, ada hukum sebab-akibat dalam game, khususnya dalam game-game yang memang menyajikan cerita yang berat. Dalam sebuah game, Anda akan dihadapkan pada pilihan yang akan memengaruhi cerita sang tokoh utama. Berbeda dengan film, dimana penonton tidak ikut aktif memilih jalan cerita, game memungkinkan pemain untuk mengeksplorasi apa yang terjadi ketika Anda mengambil pilihan yang berbeda. Konsep ini mirip dengan dunia nyata. Setiap keputusan yang Anda ambil akan memiliki konsekuensi. Hanya saja, di dunia nyata, Anda tidak bisa mengulang dari check point terakhir ketika membuat kesalahan.

Memang, game tidak melulu memberikan dampak baik. Game juga bisa memberikan dampak negatif. Namun, hanya karena game memiliki dampak buruk, bukan berarti game harus dihilangkan sama sekali. Moderation is the key.

Sumber: IFL Science, APA, Wired, CNBC, The Verge, Live Science, Quartz

Sumber header: Deposit Photos