Penantang YouTube, Facebook Watch Resmi Dirilis Secara Global

Meneruskan kesuksesan debut Facebook Watch di Amerika Serika setahun yang lalu, Facebook akhirnya resmi memboyong layanan videonya ke pasar global. Bersaing secara langsung dengan sang raksasa YouTube, Facebook Watch adalah platform jejaring sosial untuk konten video yang mencakup konten-konten oficial, hiburan, olahraga dan juga kreator.

Layanan yang  awalnya hanya tersedia di AS ini disebut oleh Facebook telah dinikmati oleh 50 juta pemirsa setiap bulannya. Dan Facebook berharap untuk melanjutkan kesuksesan ini di bagian dunia lain. Sejauh ini Facebook berhasil memanfaatkan kelemahan yang dimiliki oleh YouTube, di mana mereka mendorong aspek sosial di Facebook Watch yang memudahkan pengguna untuk menemukan  video yang disukai atau dibagikan oleh teman dan halaman favorit.

Selain memungkinkan pengguna menemukan video baru atau pembuat konten yang disukai, Watch juga bisa menjadi tempat untuk menyimpan video yang ingin ditonton nanti atau hanya menonton video yang fokus pada kategori tertentu, misalnya gaming trivia, olahraga, halaman tertentu dan penerbit pilihan.

Sebagaimana YouTube, Facebook Watch juga menjadi rumah kedua bagi para kreator konten video yang ingin mendapatkan pemasukan. Facebook sudah mengonfirmasi bahwa mereka memperluas program Ad Break sehingga lebih banyak pembuat konten dapat menghasilkan uang dari video yang diunggah. Facebook bahkan telah menyediakan tool analytic dan juga Creator Studio untuk mengelola konten terbaik para kreator. Sayang, program Ad Break untuk sementara baru mendukung negara Inggris, Irlandia, Australia, Selandia Baru, dan AS.

 

Berdasarkan pengamatan Dailysocial, Facebook Watch kini sudah bisa didapti di Indonesia melalui perangkat Android. Bagian teratas berisi slider Watchlist yang bisa dijelajahi lebih jauh dengan men-tap tombol See All. Daftar Watchlist sendiri berisikan video-video dari halaman yang Anda sukai.

Screenshot_2018-08-30-10-13-35-467_com.facebook.katana

Sumber berita Newsroom dan Facebook.

New York Public Library Luncurkan Novel Digital di Instagram

Sejak Instagram meluncurkan fitur Stories, saya melihat ada banyak pengguna yang tidak sadar bahwa dirinya telah bergelagat seperti blogger, menjabarkan cerita demi cerita dalam bentuk teks yang cukup panjang, hanya saja lewat medium yang berbeda. Pengguna lain rupanya tidak keberatan harus menahan jempolnya di layar untuk bisa membaca keseluruhan teksnya, dan akhirnya tren ini pun terus berlanjut hingga sekarang.

Kebiasaan baru pengguna internet ini rupanya memicu ide menarik bagi New York Public Library (NYPL). Bekerja sama dengan studio desain Mother in New York, NYPL meluncurkan proyek bernama Insta Novels. Sesuai namanya, Insta Novels adalah novel digital yang bisa kita baca lewat Instagram, tepatnya melalui fitur Stories.

NYPL Insta Novels

Insta Novels pertama yang diterbitkan adalah karya klasik “Alice’s Adventure in Wonderland” (lainnya akan menyusul). NYPL tidak asal mengetikkan caption yang berisikan teks dari novel tersebut, tetapi mereka telah merancang layout yang mudah dibaca – bahkan ada space kecil di ujung kanan bawah bertuliskan “Thumb here” yang disiapkan buat pengguna meletakkan jempolnya selagi membaca halaman demi halaman.

Tak hanya itu, setiap Insta Novels juga akan disisipi ilustrasi yang menarik, bahkan juga video. Cover depannya pun sungguh menggugah dan langsung kelihatan bahwa ini bukan proyek asal-asalan, melainkan merupakan bentuk upaya NYPL untuk mendorong kebiasaan membaca generasi digital.

Berhubung Story hanya bertahan selama 24 jam, NYPL pun telah menyematkan Insta Novels ini pada seksi “Highlights” di profil Instagram mereka, sehingga semua orang dapat mengaksesnya kapan saja mereka mau. Dengan begitu, akun Instagram NYPL sejatinya telah beralih fungsi menjadi rak buku digital buat seluruh pengguna Instagram.

NYPL Insta Novels

Yang mungkin menjadi pertanyaan, mengapa harus Instagram Stories? Sederhana saja, sebab setiap harinya ada sekitar 400 juta orang yang aktif di Stories. Ibaratnya seperti membuka perpustakaan di lokasi umum yang ramai pengunjung.

Bukankah NYPL punya aplikasi e-reader sendiri bernama SimplyE? Betul, dan Insta Novels ini pada dasarnya dibuat untuk memicu ketertarikan pengguna baru, sehingga mereka nantinya juga bisa ikut menjadi pengguna SimplyE (ketika ‘rasa haus’ mereka akan buku-buku digital sudah semakin kuat).

Inisiatif ini bisa dikatakan cukup berhasil. Sejak Insta Novels diluncurkan beberapa hari yang lalu, follower akun NYPL sudah bertambah sekitar 7.100 orang, atau 56 kali lebih banyak daripada pertumbuhan follower mereka biasanya. Buat yang tertarik, langsung saja buka @nypl dan lihat bagian Highlights-nya untuk mulai membaca.

Sumber: Fast Company dan NYPL.

Facebook Mulai Uji Fitur Kencan di Aplikasi Utamanya

Rumor bahwa Facebook akan merilis aplikasi kencan untuk menyaingi Tinder dan Match sudah merebak sejak beberapa bulan yang lalu. Facebook sendirilah yang membeberkan detail aplikasi bersangkutan di salah satu sesi ajang akbarnya, F8 Developer Conference.

Belakangan, Techcrunch membocorkan rincian lebih banyak terkait layanan baru dari Facebook tersebut. Tapi, alih-alih diluncurkan dalam bentuk aplikasi mandiri, ternyata layanan kencan itu akan disematkan ke dalam aplikasi utamanya, Facebook.

Lebih jauh dikatakan bahwa fitur ini belum dirilis ke publik, tetapi karyawan internal Facebook sudah mulai mengujinya untuk menemukan kesalahan dan alur yang lebih baik. Sejumlah screenshot memperlihatkan bagaimana alur kerja fitur ini, dan tampaknya mengonfirmasi apa yang pernah disampaikan oleh Mark Zuckerberg di konferensi pengembang beberapa waktu yang lalu.

Facebook-Dating-Screenshots

Mark mengatakan bahwa fitur kencan Facebook dipersiapkan untuk membangun hubungan jangka panjang yang serius, bukan kencan semalam. Selaras dengan fokus perusahaan sejak skandal kebocoran data, layanan ini juga akan menerapkan prosedur keamanan data yang lebih baik, salah satu aturannya, pengguna yang bukan teman tidak akan dapat melihat keseluruhan profile pengguna lainnya. Malahan, pengguna yang tidak mengaktifkan fitur kencan ini akan sepenuhnya dijauhkan dari pencarian. Dengan demikian, hanya pengguna yang mengaktifkan fitur inilah yang bisa mencari pasangan.

Pengguna memegang kendali penuh bagaimana profil dan news feed ditampilkan, termasuk akses ke grup dan juga event. Rekomendasi pasangan juga didasarkan pada informasi yang boleh diakses oleh Facebook. Setelah sepasang pengguna dipertemukan dan masing-masing merasa cocok, selanjutnya mereka dapat saling mengirimkan pesan melalui Messenger atau WhatsApp.

Yang menarik, meskipun fitur ini berada di satu atap dengan Facebook, memblokir pengguna lain di fitur kencan tidak akan memutus pertemanan Anda di layanan utama Facebook. Sayangnya, belum diketahui secara jelas kapan fitur kencan ini akan digulirkan ke publik.

Sumber gambar header USAToday.

Berkat Playable Ads, Pengguna Facebook Bisa Langsung Mencoba Versi Demo Game di News Feed

Sebagai perusahaan yang memperoleh mayoritas penghasilannya dari bisnis periklanan, Facebook cukup gencar bereksperimen dengan format-format iklan baru. Belum lama ini, mereka menguji iklan berformat augmented reality yang memungkinkan pengguna untuk menjajal produk yang diiklankan secara virtual.

Sekarang, mereka menawarkan solusi baru bagi para pengiklan yang bergerak di industri gaming dalam bentuk Playable Ads. Sesuai namanya, ini merupakan iklan game yang dapat dimainkan langsung dari News Feed, tanpa mewajibkan pengguna mengunduh apa-apa.

Jadi kalau biasanya iklan game di Facebook itu berupa video, di sini masih sama, hanya saja videonya interaktif. Saat menjumpai suatu Playable Ad, pengguna hanya perlu menyentuhnya, menunggu proses loading sebentar, lalu mulai mencoba memainkan versi demo-nya. Baru setelahnya, mereka akan dibawa langsung ke laman game tersebut di app store masing-masing platform.

Langsung mencoba bermain jelas lebih menarik ketimbang hanya melihat videonya saja, dan ini diharapkan bisa meningkatkan efektivitas iklan. Hal ini juga telah dibuktikan oleh sejumlah developer besar seperti Rovio dan Bagelcode selaku pengiklan yang telah memanfaatkan format Playable Ads.

Menurut Rich Kelly selaku VP of Global Gaming di Facebook, inisiatif seperti ini dibutuhkan mengingat industri game mobile semakin hari semakin besar. Developer sederhananya butuh cara yang lebih efektif untuk menjangkau dan menarik lebih banyak audiens ketimbang hanya menggarap game yang bagus.

Sumber: CNET dan Facebook.

Facebook Luncurkan Fitur Watch Party untuk Grup

Ada pengalaman lucu yang saya rasakan saat Piala Dunia 2018 kemarin masih berlangsung. Saya sempat diajak nonton bareng (nobar) oleh sejumlah teman lama. Sampai di lokasi dan pertandingan dimulai, saya sempat heran melihat gelagat teman-teman saya yang sibuk dengan ponselnya masing-masing.

Ada yang sibuk membalas pesan di WhatsApp, ada yang live di Instagram, dan ada juga yang sempat-sempatnya bermain Mobile Legends dengan dalih “cuma menyelesaikan quest”. Saya pun cuma bisa bergumam, “Buat apa nobar kalau begini caranya.”

Mungkin saya yang terlalu kolot sampai heran melihat kejadian seperti itu. Atau mungkin kebiasaan kita mengonsumsi konten multimedia sudah berubah, sehingga tanpa perlu bertemu pun kita masih bisa nobar secara virtual dengan berkumpul di satu medium digital. Kemungkinan kedua ini terdengar lebih masuk akal, dan ini bukanlah pembelaan pribadi, melainkan pergeseran tren yang diamini oleh platform sebesar Facebook.

Facebook Watch Party

Buktinya, Facebook baru saja meluncurkan fitur Watch Party untuk semua Facebook Group di seluruh dunia, usai mengujinya secara terbatas sejak beberapa waktu lalu. Watch Party, bagi yang tidak tahu, sederhananya merupakan fitur untuk nobar di Facebook, di mana selagi menonton Anda bisa saling berinteraksi satu sama lain, bukan secara lisan, melainkan lewat kolom komentar.

Video yang ditonton tentu boleh apa saja, selama semuanya masih di platform Facebook. Sebagai group leader, Anda bebas memilih lebih dari satu video untuk ditonton bersama. Facebook bahkan bilang selama masa pengujian sempat ada sejumlah grup yang menghabiskan waktu lebih dari 10 jam di dalam satu Watch Party, meski penontonnya terus berganti seiring sesi nobar berlangsung.

Pada prakteknya, ada banyak skenario di mana fitur Watch Party bisa terasa sangat berguna. Salah satu contohnya adalah ketika ada anggota keluarga yang sedang diwisuda; pendampingnya bisa menyiarkan acaranya di Facebook, dan anggota keluarga lainnya (termasuk yang lokasinya jauh) bisa ikut nimbrung dan menikmati momen berkenang tersebut.

Facebook Watch Party

Berbekal feedback yang dikumpulkan selama pengujian Watch Party, Facebook juga telah menambahkan dua fitur baru, yakni co-hosting dan crowdsourcing. Co-hosting, sesuai namanya, memungkinkan group leader untuk memilih satu anggota lain untuk membantunya menambahkan video demi video sehingga sesi nobar bisa terus berlanjut. Crowdsourcing di sisi lain memungkinkan siapapun yang tergabung dalam Watch Party untuk memberikan anjuran video yang perlu ditambahkan.

Facebook juga tengah menguji fitur supaya Watch Party bisa dinikmati bersama teman tanpa perlu tergabung dalam suatu grup. Ke depannya, Watch Party bahkan juga akan dirilis untuk Facebook Page, yang berarti cakupannya bisa lebih luas lagi ketimbang grup.

Sekarang saya tinggal menunggu sampai tahun 2022 dan berharap Facebook mendapatkan hak siar Piala Dunia selanjutnya, sehingga nantinya saya bisa ikut nobar tanpa perlu heran melihat gelagat teman-teman saya yang lebih modern dan tidak kolot.

Sumber: Facebook.

Fitur Baru Pinterest Mudahkan Kolaborasi Antar Pengguna

Dari awal diluncurkan di tahun 2010, Pinterest masih menjadi media sosial yang amat niche. Fungsinya bukan untuk mendekatkan yang jauh (dan menjauhkan yang dekat), melainkan untuk membantu kita mengumpulkan inspirasi secara visual. Kalau menurut saya pribadi, Pinterest bisa dianggap sebagai medium kliping digital.

Kendati demikian, per September tahun lalu, Pinterest mengklaim memiliki lebih dari 200 juta pengguna aktif setiap bulannya. Cukup impresif untuk sesuatu yang tergolong niche, dan itulah mengapa mereka terus melancarkan sejumlah upaya supaya komunitas penggunanya bisa terus terikat dengan platform-nya.

Upaya terbarunya adalah fitur yang memudahkan kolaborasi di antara para Pinner (sebutan untuk pengguna Pinterest) lewat sebuah group board. Dalam setiap group board, pengguna yang tergabung di dalamnya sekarang bisa berkomunikasi satu sama lain dengan lebih mudah.

Pinterest activity feed on group boards

Fungsi-fungsi standar seperti like, comment, reply dan mention kini telah tersedia di group board, dan tentu saja percakapannya hanya bisa dilihat oleh mereka yang terdata sebagai kolaborator dalam group board tersebut.

Memonitor apa saja yang teman-teman Anda rencanakan juga lebih mudah berkat activity feed, yang akan menampilkan semua yang terjadi di group board tersebut. Dari yang sesimpel Pin baru yang disimpan oleh teman Anda, sampai anggota baru yang tergabung dalam group board, semuanya bisa dipantau dari sini.

Secara keseluruhan, tool kolaborasi ini akan memudahkan para Pinner dalam merencanakan proyek maupun acara-acara spesial, seperti pesta ulang tahun kejutan maupun bridal shower misalnya. Pembaruan ini membuat Pinterest jadi mirip Trello di mata saya, hanya saja untuk hal-hal yang bersifat fun ketimbang pekerjaan.

Sumber: TechCrunch dan Pinterest.

YouTube Hadirkan Fitur Baru untuk Memberantas Praktik Re-upload

Membuat video orisinil yang kreatif tidaklah mudah. Butuh usaha dan pengorbanan yang tidak sedikit. Tentu menjengkelkan ketika pemirsa channel Anda hilang secara perlahan karena video Anda diunggah kembali (re-upload) atau digabungkan menjadi kompilasi video oleh channel yang mempunyai pelanggan lebih banyak. Tapi, YouTube rupanya paham betul masalah ini terus terulang di layanan mereka, kendati berbagai langkah pencegahan telah dibuat. Ini adalah penyakit stadium akhir yang harus segera ditindak dengan lebih serius.

Untuk itu, YouTube mengumumkan kehadiran alat bantu baru yang dinamai Copyright Match yang akan mengidentifikasi video curian dan diunggah ulang oleh orang lain. Kemudian memberikan opsi ke pencipta asli untuk mengklaim dan menariknya dari publik.

Cara kerja alat ini sangat sederhana, ketika kreator video selesai mengunggah video, alat Copyright Match akan memindai video serupa dan apabila menemukan kecocokan, identitas video akan muncul di tab “Matches”. Pengguna pertama video kemudian dapat melakukan satu dari beberapa opsi tindakan, menghubungi pengunggah video, meminta YouTube menghapus video atau membiarkannya. Jika opsi kedua yang dipilih, YouTube akan meninjau permintaan penghapusan untuk memastikan mereka mematuhi kebijakan hak ciptanya, opsi ini membutuhkan waktu selama 7 hari.

Alur kerjanya seperti di gambar ini.

YouTube_Copycat_infographic_final

YouTube sendiri sadar betul isu reupload dan pelanggaran hak cipta menjadi masalah serius di layanannya. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meminimalisir aktivitas itu. Sebelumnya, mereka juga sudah menyediakan portal pelaporan hak cipta untuk para kreator. Dan fitur Copyright Match menjadi amunisi pelengkap yang lebih dirancang untuk video yang diunggah ulang secara penuh. Untuk potongan-potongan video, kreator bisa menggunakan alat pelaporan yang sudah ada atau hak cipta musik, bisa di portal pelaporan webform atau Content ID.

Fitur Copyright Match sendiri telah diujikan hampir setahun lamanya. Alat ini direncanakan untuk dapat dipergunakan secara luas mulai minggu depan bagi pembuat konten yang mempunyai lebih dari 100.000 pelanggan.

Sumber berita YouTube dan gambar header Pixabay.

Fitur Permintaan Verifikasi Instagram Sedang Digodok di Australia

Layanan berbagi foto milik Facebook, Instagram dilaporkan sedang menguji formulir dalam aplikasi yang memungkinkan semua akun berkesempatan untuk mendapatkan tanda centang biru yang didambakan oleh banyak orang.

Memang pada faktanya, tidak semua akun Instagram bisa mendapatkan status “Verified” sebagai bukti bahwa akun tersebut merupakan akun resmi, asli, otentik, terpercaya atau apapun sebutan lainnya. Verifikasi memberi legitimasi dan kepercayaan. Oleh karenanya, hanya orang-orang tertentu yang bisa mendapatkannya. Seperti kepala pemerintahan, artis, organisasi dan brand tertentu. Bahkan di masa lalu, simbol tanda centang biru tersebut pernah menjadi komoditas yang ditawarkan dengan harga selangit karena beberapa orang bersedia membayar mahal demi mendapatkannya. Walaupun pada akhirnya berujung pada tindakan penipuan.

Instagram-verification-request

Formulir permintaan verifikasi disebut saat ini tersedia untuk pengguna iOS dan hanya terbatas di Australia. Platform Android diyakini mengikuti di belakang dalam beberapa minggu mendatang. Dalam proses pengajuan tersebut, pengguna wajib memberikan nama pengguna, nama lengkap dan identifikasi berupa kartu identitas asli. Ketika permohonan diajukan, Instagram akan melakukan pemeriksaan secara manual pada akun terkait. Jika memenuhi persyaratan, maka tanda centang biru akan muncul di sebelah akun.

Instagram sendiri belum buka suara terkait pengujian ini, namun kemungkinan besar Australia hanyalah permulaan sebelum digulirkan secara global. Menarik juga untuk melihat bagaimana cara Instagram mempersiapkan diri menghadapi gelombang permohonan yang tentu akan meledak jika fitur ini tersedia di pasar global. Terlebih proses verifikasi haruslah dilakukan secara manual.

Sumber berita Nine dan gambar header Pixabay.

Facebook Uji Iklan Berformat Augmented Reality di News Feed

Pemanfaatan augmented reality untuk keperluan pemasaran dan periklanan bukan suatu hal yang asing bagi Facebook. Sekarang, media sosial terbesar sejagat raya itu malah sedang menguji iklan berformat AR pada News Feed bersama sejumlah brand terpilih.

Facebook menjelaskan bahwa sepintas wujud iklannya tidak berbeda dari yang biasa pengguna jumpai di News Feed, terkecuali adanya simbol kamera disertai label “Tap to try on” pada gambar. Saat disentuh, pengguna bakal langsung dibawa ke tampilan kamera untuk mencoba produknya secara virtual.

Gambar di atas adalah salah satu contoh iklan AR yang Facebook uji bersama Michael Kors, di mana pengguna dapat langsung mencoba kacamata hitam yang tengah diiklankan berkat bantuan AR. Lalu seumpama produknya cocok, mereka juga bisa langsung membelinya secara online.

Facebook AR ads

Selain Michael Kors, sejumlah brand kecantikan seperti Sephora, Nyx dan Bobbi Brown, serta perusahaan furniture macam Pottery Barn dan Wayfair juga akan menguji iklan AR-nya di News Feed dalam beberapa bulan ke depan. Seperti biasa, fitur ini bakal lebih dulu diuji di Amerika Serikat sebelum merambah ke negara-negara lain.

Di samping iklan AR, Facebook turut menyediakan tool bernama Video Creation Kit guna memudahkan brand membuat video iklan menggunakan sejumlah aset gambar yang sudah ada. Hasil akhirnya pada dasarnya hanyalah sekumpulan gambar dengan animasi transisi, plus logo dan sejumlah informasi lainnya. Meski begitu, format video tetap dinilai jauh lebih efektif ketimbang gambar statis untuk kebutuhan periklanan.

Terakhir, Facebook juga memperluas cakupan brand yang memanfaatkan Instagram untuk berdagang. Seperti yang kita tahu, Instagram belum lama ini memang kedatangan fitur belanja, dan ke depannya jumlah brand yang menawarkan produknya via Instagram bakal terus bertambah banyak.

Sumber: TechCrunch dan Facebook.

Snapchat Luncurkan Lens Explorer, Mudahkan Pengguna Temukan Lens Garapan Komunitas

Snapchat bukanlah sosok asing di bidang augmented reality. Mereka sudah menyediakan fitur Lens sejak lama, dan menjelang akhir tahun kemarin, mereka merilis aplikasi Mac dan Windows bernama Lens Studio, yang memungkinkan siapapun untuk merancang filter wajah maupun objek AR interaktif versinya sendiri untuk digunakan di Snapchat.

Sejak Lens Studio diluncurkan, sudah ada lebih dari 100.000 Lens unik yang dikumpulkan oleh para kreator, dan ini semua juga telah dilihat oleh pengguna Snapchat sebanyak lebih dari 2,5 miliar kali. Namun yang menjadi kendala, menemukan Lens garapan komunitas ini tidak gampang.

Cara yang pertama adalah dengan memindai QR Snapcode yang dibagikan oleh sang kreator Lens itu sendiri. Kedua, bisa juga dengan melihat Story seseorang yang kebetulan menggunakan Lens tersebut. Ketiga, kalau beruntung, Lens tersebut dapat terpilih langsung oleh tim kurator Snapchat dan ditampilkan di Lens Carousel.

Semua itu berubah hari ini dengan diluncurkannya fitur Lens Explorer, yang diwakili oleh sebuah icon baru di Lens Carousel. Klik icon tersebut, maka Anda bakal langsung disuguhi dengan sederet Lens karya komunitas. Untuk menggunakannya di Stories, tinggal pilih salah satu yang diinginkan.

Sejatinya tidak ada cara yang lebih simpel dari Lens Explorer. Berkat fitur ini, sudah pasti Lens garapan komunitas bakal lebih sering lagi digunakan, yang pada akhirnya dapat mendorong para kreator untuk terus berkarya, meski insentif yang mereka dapatkan tidak lebih dari sebatas ketenaran.

Sayang masih ada satu kendala lagi yang belum tuntas: Lens Explorer baru diluncurkan secara perlahan untuk Snapchat versi iOS. Versi Android-nya malah belum ada kabar sama sekali.

Sumber: Engadget dan Snap.