Potensi Berkarier di Industri Game

Belakangan industri game menjadi the rising star di Indonesia karena keberadaan e-sport yang mendorong anak muda untuk terjun sebagai atlet. Berbagai game bermunculan dengan mulai dari kesulitan tinggi hingga casual, bahkan sempat menjadi bahan debat saat Pilpres 2019.

Apabila menarik waktu sampai 10 tahun ke belakang, bisa dikatakan tren ini belum ada sama sekali. Berkarier secara profesional di industri game bisa dianggap mustahil dan tidak bisa dilakukan. Angan-angan tersebut akhirnya dihempas oleh Steve Jobs saat merilis iPhone di 2007 dan cerita orang yang mendapat penghasilan sehari $60 ribu seharinya setelah menjual aplikasi buatannya di App Store.

Setidaknya, cerita inilah yang melatarbelakangi Anton Soeharyo untuk memulai kariernya bangun perusahaan game.

Di #SelasaStartup kali ini mengundang Anton CEO dari PlayGame untuk berbagi bagaimana peluang industri game saat ini, kiat-kita mulai karier di perusahaan game, dan pekerjaan apa yang paling dicari. Berikut rangkumannya:

1. Tren global industri game sangat menjanjikan

Menurut Newzoo, pendapatan industri game pada tahun ini diprediksi mencapai $118 miliar dengan pertumbuhan minimal 6,5 kali lipat sepanjang lima tahun mendatang. Kenaikan fantastis ini akan dipicu oleh banyak hal. Di antaranya pendapatan terfokus online, pengembangan besar-besaran di AR dan VR, fokus ke game mobile, cloud gaming, dan meningkatnya acara esports.

Di riset itu juga menyebutkan, pada tahun lalu Tiongkok mengambil alih posisi dari Amerika Serikat sebagai negara terbesar untuk game video dengan pendapatan $27,4 miliar. Lalu, negara dengan jumlah pemegang smartphone terbanyak menjadi negara dengan pertumbuhan tercepat di seluruh dunia.

“Saya lihat tren game itu harus liat ke Tiongkok karena market-nya besar dan teknologinya datang dari sana. Sementara Indonesia itu mundur dari mereka sekitar delapan tahun ke belakang. Tapi itu jadi peluang untuk berkaca sehingga dapat percepat ketertinggalan,” kata Anton.

Melihat perkembangan teknologi game, yang paling teranyar adalah cloud game yang terpacu prospek 5G. Segmen game ini memberikan prospek yang begitu cerah, bahwa semua game yang terhubung dengan perangkat dapat tersambung asal ada jaringan internet.

“Berikutnya adalah VR, memang masih niche. Tapi sekarang jadi game changer. Jadi kalau mau mulai karier di gaming bisa masuk ke VR, enggak banyak yang melakukan tapi ini hot, beda sekali dengan esports.”

2. Tren industri game di Indonesia

Masih dikutip dari sumber yang sama, industri game di Indonesia berada di posisi ke-16 di seluruh dunia dengan jumlah pemain 43,7 juta. Potensi penghasilannya mencapai $880 juta (Rp11,9 triliun). Besarnya potensi ini, membuat Bekraf memiliki program kerja sendiri untuk bidang gaming.

“Menariknya dari setengah smartphone gamer di Indonesia ini willing to pay. Beda dengan sterotip yang menganggap bahwa gamer itu lebih suka yang bersifat gratis. Itu salah, orang banyak yang mau bayar karena sekarang sudah banyak opsinya, sementara itu dulu hanya ada kartu kredit.”

Stereotipe ini, sambungnya, juga terjadi di Tiongkok sekitar 10 tahun yang lalu. Banyak yang menganggap orang sana lebih suka beli bajakan daripada yang versi asli. Namun ketika akses pembayaran dipermudah, banyak orang yang akhirnya migrasi dan membeli yang asli.

3. Karier di industri game

Membuat game itu bukan hal yang mudah, perlu banyak keahlian di berbagai bidang, tidak hanya jago desain dan buat coding-nya. Selain punya programmer dan UI/UX, menurut Anton, idealnya suatu perusahaan game itu punya 2D & 3D artist, game tester, game producer, composer, game journalist, quality assurance. Juga bagian umum dan marketing, seperti business development, marketing, finance, admin, dan human capital.

Tapi yang paling susah itu cari game tester karena mereka harus cari kesalahan. Mereka harus cari lokasi yang biasanya enggak dicari orang pada umumnya. Lalu harus memberikan laporan dan bagaimana perbaikannya dalam bentuk step agar bisa dibaca oleh programmer.

“Game tester ini pekerjaan paling stres menurut saya karena orang biasanya main game untuk lepas penat, justru dapat stres lewat bermain game.”

Begitu pula untuk cari composer yang tepat. Mereka harus bisa membuat musik yang jarang didengar, mudah diingat, namun tidak mengganggu pemain. Itulah bagian tersusahnya.

Tak lupa untuk terus mengembangkan bisnis perusahaan, tidak hanya fokus buat game saja. Sebab apabila game tidak laku di jual, justru tidak bisa buat game yang lain karena kehabisan dana. Makanya perlu rekrut orang business development dan analis untuk memastikan gamer tetap memainkan game dari awal diunduh sampai seterusnya.

“Analis itu buat menganalisa kebiasaan gamer lalu memberikan sejumlah reward kepada mereka agar tetap setia main game kita. Makanya bekerja di perusahaan game itu tidak harus melulu dari latar belakang IT saja, bisa juga dari ekonomi,” pungkasnya.

Membawa Budaya Inovasi Tangkas ala Startup di Korporasi

Korporasi besar makin mawas diri dengan keberadaan startup. Mereka sadar daripada berlomba-lomba untuk mengejar startup, tapi di saat yang bersamaan tidak ingin terlena dengan terjangan inovasi yang dihadirkan pemain startup. Akhirnya memaksa mereka untuk berinovasi yang dimulai dari internal. Namun bagaimana caranya?

Dalam salah satu diskusi panel yang digelar Echelon Asia Summit 2019 sebulan lalu di Singapura, menghadirkan empat pembicara. Mereka adalah Winston Damarillo (Amihan), Audrey Kuah (Dentsu Aegis Network), Terrence Ng (Lenovo), dan Quentin Vaquette (ENGIE).

Keempat pembicara ini memberikan tips bagaimana mengukur kesuksesan korporasi untuk berinovasi seperti startup, apa saja yang harus dihindari agar tidak mengulang dari pengalaman yang sudah mereka alami sendiri.

Bangun budaya intrapreneurship

Intrapreneurship adalah budaya yang dianut penuh oleh startup. Membebaskan tim untuk bereksperimen dan berani menerima kegagalan. Dua hal ini yang paling ditakuti oleh suatu korporasi di manapun. Akhirnya mengakar dalam budaya kerja yang diterapkan.

Padahal, intrapreneurship itu bahan penting yang perlu selalu ada tidak hanya di startup tapi juga di perusahaan pada umumnya. Sebab menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan inovasi korporasi dapat sukses.

Inovasi adalah proses dinamis yang membutuhkan banyak ide untuk dieksekusi. Lalu disaring satu per satu, disempurnakan, sampai akhirnya sesuai dengan kebutuhan pasar. Oleh karena itu biarkan karyawan Anda mencoba cara mereka untuk mewujudkan ide tersebut dan Anda akan mendapat proses inovasi.

“Tantangan skalabilitas di perusahaan saat berinovasi selalu mengenai mindset dan budaya perusahaan,” terang Audrey.

Kegagalan akan terus menghantui dan itu sudah menjadi bagian dari proses inovasi. Anda harus siap dengan hal itu. Yang terpenting setelah gagal adalah berani untuk move on dan memperbaiki kesalahan tersebut. Semakin sering gagal, harus dijadikan peluang untuk lebih baik lagi dalam berinovasi.

Komitmen penuh dari C Level

Mindset tidak akan berpengaruh sama sekali apabila tidak ada dukungan penuh dari C level. Korporasi yang berkomitmen ingin berinovasi, setidaknya memiliki satu direksi yang paham betul semua seluk beluk mengenai dunia inovasi, entrepreneurship, dan startup. Pasalnya, ke depannya semua keputusan yang dia ambil secara tidak langsung berkaitan dengan perspektif inovasi.

Damarillo menyebutkan, kebanyakan C level dilatih untuk berpikir secara jangka pendek, per kuartal, atau tahunan saja. Padahal inovasi itu adalah bentuk investasi jangka panjang yang harus dilakukan secara terus menerus.

Pivot yang menjadi hal lumrah bagi startup, menjadi hal yang begitu menakutkan buat mereka. Dia pun memprediksi setidaknya butuh waktu selama tiga bulan sampai setahun untuk benar-benar mencerna seluruh hal baru tersebut sampai akhirnya siap menjadikannya sebagai prioritas.

“Setiap bisnis yang beroperasi saat ini punya risiko di-disrupt oleh startup. C level harus sadar dengan fakta tersebut,” katanya.

Buat kolaborasi dengan startup

Startup dan korporasi itu saling melengkapi satu sama lain. Ada kelebihan dan kekurangan yang masing-masing dimiliki. Hal inilah yang ditekankan oleh Vaquette. Korporasi besar menurutnya ahli dalam mengoptimalkan bisnis, sementara startup itu lebih ke arah kecepatan atau agile.

Bisa kita sendiri lewat kolaborasi yang kini kian kencang antara startup fintech dengan perbankan. Keduanya saling melengkapi. Bank kini tidak perlu buka cabang untuk mendapatkan nasabah baru, cukup memanfaatkan teknologi yang dikembangkan oleh startup.

Solusi lainnya adalah membentuk tim kecil dan menunjuk orang yang bertanggung jawab atas tim tersebut untuk berinovasi. Kepala tim inilah yang akan berhubungan langsung dengan C level untuk koordinasinya. Biarkan tim tersebut bekerja seperti startup, tanpa harus terbentur dengan birokrasi.

Enam Cara Menentukan Program Akselerasi Startup yang Tepat

Ada banyak opsi yang dapat dilakukan untuk membuat bisnis startup berkembang. Mendapatkan pendanaan tentu adalah salah satunya. Namun, tidak semua startup mampu untuk mendapat akses terhadap para pemodal.

Di samping pendanaan, tidak semua startup juga dibekali dengan knowledge dan model bisnis yang baik dalam membangun bisnis. Untuk menjawab hal ini, program akselerator menjadi sebuah opsi yang patut dicoba.

Di Indonesia, ada banyak sekali program akselerasi startup, misalnya 1000 Startup, Bekraf for Pre-Startup (Bekup), GnB Accelerator, Plug and Play Indonesia, hingga Grab Ventures Velocity (GVV) milik Grab.

Pada dasarnya, program akselerator bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan startup. Bagi Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, program akselerator tak hanya untuk mendorong pertumbuhan startup, tetapi juga memaksimalkan potensi dan memberikan dampak luas.

Umumnya, penyedia program akselerasi startup akan menyediakan dukungan tambahan berupa mentorship, data perusahaan, dan jaringan yang lebih luas. Kategori dan status pendanaan startup yang diincar tergantung visi dan misi program.

Bagi Anda yang mulai tertarik untuk mengikutinya, DailySocial merangkum enam cara untuk menentukan program akselerasi yang tepat sesuai kebutuhan startup Anda. Simak ulasannya sebagaimana kami kutip dari Foresight:

Riset dulu sebelum memilih

Mengingat ada banyak pilihan, baiknya Anda menggali informasi pada program-program yang diincar. Setiap program pasti memiliki fokus dan kriteria yang berbeda-beda. Ini akan membantu untuk dapat menentukan program yang mendekati kebutuhan Anda.

Sebagai contoh, GVV angkatan kedua yang baru diluncurkan beberapa bulan lalu mencari startup berstatus pendanaan post seed dan akan fokus pada inovasi dan penyelesaian masalah di bidang agrikultur dan pemberdayaan usaha mikro.

Pada GVV angkatan pendahulunya, tidak ada kriteria tertentu, baik dari status pendanaan, kategori bisnis, maupun fokus masalah yang ingin diselesaikan.

Contoh lainnya, Digitaraya Powered by Google Developers Launchpad mengadakan program pelatihan selama satu bulan agar dapat menelurkan startup berkualitas setiap bulannya. Startup yang dicari adalah startup yang siap untuk mendapatkan investasi Seri A.

Yang terpenting adalah jangan memilih program akselerasi berdasarkan pemikiran teman atau kerabat Anda. Pilihlah sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi saat itu. Juga, anggap akselerator sebagai partner jangka panjang Anda dalam membangun bisnis di masa depan.

Pikirkan saat memilih akselerator lokal

Sejumlah akselerator memusatkan kegiatannya pada kota tertentu. Maka tak heran domisili menjadi salah satu kriteria di beberapa program. Program Startup Surabaya, misalnya, memprioritaskan penduduk dengan KTP Surabaya.

Apa kaitannya dengan hal ini? Ketika memilih program akselerator di kota yang berbeda dengan lokasi bisnis Anda, itu artinya Anda perlu pindah sementara. Bisa jadi programnya sesuai dengan yang Anda inginkan. Akan tetapi, keputusan ini akan memengaruhi hidup dan keberlangsungan startup Anda.

“Jika Anda ingin mengoptimalkan kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang, Anda perlu tahu apakah lokal akselerator yang dipilih menjadi opsi terbaik untuk mencapai itu.”

Kecocokan itu penting

Kecocokan yang dimaksud bisa mencakup fokus atau model bisnis dan status pendanaan startup. Anda tahu bahwa tidak semua akselerator menawarkan kriteria yang sama.

Ada akselerator yang tidak membatasi kategori startup, ada juga yang memiliki fokus pada industri atau vertikal bisnis tertentu. Selain itu, beberapa akselerator memilih startup di tahap awal (seed), tetapi akselerator lain lebih mengutamakan startup yang sudah punya model bisnis dan traction.

Mengapa ini menjadi penting? Setiap perusahaan dan investor punya ekspetasi dan pencapaian tersendiri. Akselerator yang mengincar startup berstatus pendanaan post seed bisa jadi menginginkan mereka untuk me-leverage aset perusahaan maupun meningkatkan pertumbuhan.

Anda juga perlu memerhatikan bagaimana akselerator mendeskripsikan programnya, bagaimana program ini berdiri, siapa saja mentornya. Ini akan menjawab apakah program ini cocok bagi startup Anda.

Akselerator menentukan pengalaman

Bergabung dengan program akselerasi memberikan Anda kesempatan untuk bertemu, belajar, hingga meminta masukan dan saran dari para akselerator yang menjadi pemain penting dalam ekosistem startup.

Secara langsung, Anda akan berinteraksi dengan mereka setiap hari dan tentunya akan menjadi bagian penting dalam pengalaman akselerasi Anda. Mereka juga yang akan membantu Anda dalam membuat keputusan.

Maka itu, Anda perlu benar-benar memperhatikan apapun yang mereka sampaikan mengenai program ini. Apa yang mereka cari pada wirausaha? Apa ekspetasi mereka? Bagaimana mereka mendefinisikan kesuksesan?

VP Strategi & Pengembangan Bisnis Digitaraya Nicole Yap pernah menyebutkan program akselerasinya didapat dari hasil studi mereka yang menunjukkan bahwa startup itu sering meminta apa yang mereka butuhkan, jadi akselerator tidak melulu memberikan tools yang dibutuhkan startup.

“Kita sangat percaya bahwa kesuksesan itu mutlak di tangan startup itu sendiri. Kita ingin ada dalam journey tersebut dengan memberi bentuk dukungan yang terbaik, sehingga startup akhirnya bisa merasa terkoneksi antara satu sama lain dan bisa berkolaborasi lebih lanjut,” papar Nicole.

Cari tahu pengalaman dari alumni program

Ini merupakan cara paling mudah untuk mengetahui pengalaman saat mengikuti program akselerasi. Anda dapat berbicara dengan para alumni program untuk mencari tahu perjalanan mereka saat mengikuti program.

Kendati begitu, Anda tidak harus ‘menelannya’ bulat-bulat karena pendapat alumni bisa menjadi bias. Pengalamannya belum tentu relevan dengan startup yang Anda bangun karena vertikal dan model bisnisnya bisa jadi berbeda.

Jangan mengejar valuasi

Ketika Anda melakukan penggalangan putaran dana, sebaiknya bukan valuasi yang Anda optimalkan, melainkan faktor-faktor yang dapat membantu untuk mendorong kesuksesan startup Anda. Hal ini juga berlaku pada akselerator.

Akselerator yang bagus mungkin menawarkan kesepakatan untuk sedikit berinvestasi dan mengambil lebih banyak porsi pada kepemilikan perusahaan. Hal ini karena mereka membantu untuk mempercepat perusahaan Anda dibanding startup lain.

Akselerator tidak diperuntukkan untuk semua perusahaan. Maka itu, lakukan leverage secara efektif, dan mereka akan menjadi partner terbaik untuk bisnis Anda. Pastikan Anda untuk tetap berhati-hati dalam mengevaluasi, dan pilih dengan bijak.

Mengukur Untung Rugi Multitasking Saat Bekerja

Setiap founder startup pasti tahu betul bagaimana harus produktif setiap harinya dan mengembangkan keterampilan manajemen waktu. Di sisi lain, dua hal ini menjadi bumerang karena founder ditantang untuk mempertahankan fokusnya dan tidak terlalu menyebar melakukan semuanya sendirian.

Oleh karena itu, istilah multitasking dianggap sebagai sesuatu yang positif. Sebab semakin banyak yang bisa Anda lakukan secara sekaligus, semakin produktif hari Anda. Lama kelamaan, multitasking kurang disukai karena menurut suatu penelitian, ketika orang melakukan multitasking, mereka itu sebenarnya kurang produktif secara keseluruhan.

Mengelola banyak tugas vs multitasking

Ambil contoh, ketika menerima telepon dari klien, Anda juga mengecek dokumen soal bisnis lain secara bersamaan. Ini artinya Anda tidak memberikan perhatian secara penuh pada dua tugas tersebut. Sehingga bisa dikatakan multitasking bukan solusi terbaik karena melakukan dua hal sekaligus dalam satu waktu.

Mungkin Anda menyimpulkan solusinya adalah mengurangi pekerjaan agar dapat lebih fokus. Seperti halnya, ketika Anda seorang founder startup mungkin akan lebih efektif apabila hanya menjalankan satu bisnis saja. Anda tidak harus mengambil keputusan seperti itu.

Solusi terbaiknya adalah Anda harus fokus mengelola banyak tugas secara terstruktur, namun tidak melibatkan multitasking. Bagaimana Anda bisa disiplin menggunakan setiap menit yang ada, untuk fokus mengerjakan satu pekerjaan.

Apabila Anda tidak tahu cara fokus dan membuat prioritas, Anda pasti akan kesulitan mengelola satu pekerjaan atau area lain dalam hidup Anda. Bayangkan saja Anda seperti mahasiswa, yang mengambil empat hingga lima kelas per semesternya.

Haruskah mereka hanya mengambil satu kelas pada satu waktu? Tentu saja tidak. Apa yang dilakukan adalah fokus pada satu tugas pada satu waktu, entah dia mengambil satu kelas, tiga atau enam kelas. Pendekatan seperti inilah yang dapat diterapkan dalam bisnis.

Kiat agar tetap produktif dan fokus

1. Selektif tentang proyek yang akan Anda ambil. Semakin sibuk Anda, harus semakin cerdas sebelum memberikan lampu hijau untuk proyek atau tugas. Tanyakan kepada diri sendiri apakah ini benar-benar membantu Anda dalam menuju tujuan, atau hanya menguras waktu saja.

2. Minimalkan interupsi. Saat Anda menjalankan bisnis, orang akan selalu ingin bicara dengan Anda. Jika tidak bisa disiplin membatasi waktu di telepon ataupun saat bertemu langsung, maka Anda akan kesulitan menyelesaikan apapun. Untuk itu, sebaiknya Anda menyisihkan waktu tertentu ketika ingin fokus pada pekerjaan tertentu.

3. Selalu buat meeting yang singkat namun fokus. Sebab meeting yang berlarut-larut tanpa alasan yang baik, pastinya hanya akan menguras waktu dan mengurangi produktivitas Anda.

4. Fokus hanya pada satu tugas dalam satu waktu. Ini adalah tips paling penting dari semuanya. Jumlah waktu yang Anda habiskan untuk satu tugas tidak harus panjang. Bisa menerapkan fokus selama 25 menit saja, lalu istirahat sejenak. Ini bakal sangat efektif untuk Anda sendiri. Kuncinya adalah harus disiplin untuk tidak terganggu dari berbagai faktor, baik dari diri sendiri, ponsel, komputer, atau orang lain.

Ketika Anda memberikan perhatian penuh pada setiap tugas yang saat itu ada di depan mata, maka Anda akan dapat mengelola banyak pekerjaan tanpa disadari. Hal ini tentunya baik untuk kelancaran bisnis, sebab Anda bisa mengurangi potensi kesalahan. Dalam saat yang bersamaan tetap produktif mengerjakan banyak pekerjaan.

Mengukur “Market Size” untuk Startup Tahap Awal

Mengetahui market size (besaran pangsa pasar) penting untuk dilakukan startup sebelum benar-benar meluncurkan produk atau layanan, bahkan baiknya dilakukan sebelum proses pengembangan dilakukan. Tujuannya untuk mengetahui potensi pengguna atau keuntungan yang nantinya bisa didapatkan dari penjualan produk tersebut. Saat melakukan pitching ke investor, statistik terkait market size ini juga menjadi salah satu penjelasan utama yang dibutuhkan –bagi investor ini terkait proyeksi ROI (Return of Investment) yang bisa didapat.

Sebelum membahas lebih rinci tentang metodologi market sizing, di sini akan kembali diulas secara singkat mengenai hal-hal yang dibutuhkan oleh startup tahap awal. Secara umum, setiap startup harus melewati fase yang disebut dengan product-solution-market fit, yakni untuk (1) memvalidasi produk yang dikembangkan benar-benar dibutuhkan, (2) memastikan solusi yang dihadirkan efisien menyelesaikan masalah, dan (3) meyakinkan terdapat konsumen yang akan membuat bisnis bertahan.

Beberapa pertanyaan berikut ini bisa menjadi rujukan founder untuk meyakinkan kembali dengan peluncuran startupnya.

Problem Solution Market Fit
Memahami problem, solution, dan market untuk startup tahap awal / DailySocial

Untuk mendefinisikan problem dan solution, pendekatannya bermacam-macam. Salah satunya bisa menggunakan Business Model Canvas. Sementara untuk mengukur market, terdapat metode lain yang bisa diikuti oleh founder. Dua yang paling populer adalah Top-Down Market Sizing dan Bottom-Up Market Sizing.

Top-Down Market Sizing

Mekanisme ini dilakukan dengan mendefinisikan pangsa pasar pengguna secara universal. Lalu diturunkan ke dalam beberapa level menggunakan atribut penyaringan tertentu, hingga mencapai estimasi pasar potensial yang mengerucut.  Berikut ini contoh mengukur market size untuk sebuah platform online pendidikan sebagai penunjang materi pembelajaran.

Market Size Top Down
Mengukur market size dengan top-down / DailySocial

Menurut APJII, pengguna internet di Indonesia per tahun 2018 sebesar 171,17 jiwa. Karena produk yang akan dilahirkan startup menyasar kalangan pelajar, maka perlu dicari tahu, dari total pengguna internet tersebut berapa persen yang datang dari kalangan pelajar – data ini bisa menjadi lebih kecil lagi jika produk startup menyasar level pelajar tertentu, misal mahasiswa saja. Namun pada contoh ini akan diambil data persentase pelajar secara umum, sehingga didapat angka 71,8% dari pengguna internet adalah pelajar.

Di studi kasus ini, produk yang akan dihasilkan ialah platform online yang berisi berbagai bahan ajar digital. Dari data yang sudah ada sebelumnya, tidak dimungkiri bahwa tidak pelajar menggunakan internet untuk mencari bahan ajar digital. Sehingga perlu dicari data yang lebih mendalam, seberapa banyak pengguna internet dari kalangan pelajar yang memanfaatkannya untuk mencari materi belajar. Dari data yang ditemukan (masih dari APJII) ada sekitar 9,6% memanfaatkan untuk mencari data-data seputar kebutuhan belajar.

Selanjutnya lakukan pengurangan secara berjenjang. Dari angka pangsa pasar umum yang didapat (dalam hal ini pengguna internet di Indonesia), dikurangi dengan jumlah persentase yang merupakan kalangan pelajar, dan dikurangi lagi dengan persentase kalangan pelajar yang memanfaatkan internet untuk mengakses materi belajar. Hasilnya merupakan market size yang bisa dirangkul dengan produk startup tersebut.

Bottom-Up Market Sizing

Kebalikan dari metodologi sebelumnya, bottom-up dimulai dengan mengidentifikasi segmen pelanggan spesifik. Dari sana founder dapat mengukur pangsa pasar dan proyeksi pertumbuhannya. Proses perhitungannya pun dimulai dari cakupan yang paling realistis –mekanisme bottom-up biasanya dipilih karena adanya keterbatasan seperti sumber daya untuk menjangkau pasar. Dengan studi kasus sama dengan contoh pada metodologi sebelumnya, maka didapat proses seperti berikut ini.

Market Size Bottom Up
Mengukur market size dengan bottom-up / DailySocial

Penjelasan simulasi di atas adalah sebagai berikut. Platform online yang berisi materi belajar akan menyasar kalangan siswa SMA yang tengah mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional. Maka founder dapat mengidentifikasi seberapa banyak SMA di area yang ingin disasar. Dari jumlah sekolah tersebut berapa siswa kelas 3 yang akan mengikuti ujian. Lantas dicari tahu lagi berapa banyak siswa yang sudah menggunakan ponsel pintar dan internet.

Estimasi pasarnya akan cenderung lebih sedikit, namun karena cakupannya dibatasi. Asumsinya ketika startup di fase growth, mereka akan menjangkau pangsa pasar yang lebih luas dengan ekspansi ke provinsi dan kota lain.

Pendekatan mana yang cocok?

Bisa dikatakan kedua metodologi di atas saling melengkapi. Dalam perhitungan pangsa pasar ada terminologi “TAM-SAM-SOM“. TAM merupakan akronim dari Total Addressable Market, yakni siapa saja orang yang diharapkan dapat dijangkau dengan produk yang dikembangkan. SAM merupakan kependekan dari Segmented Addressable Market, yakni porsi dari TAM yang secara spesifik ditargetkan oleh startup. Dan SOM atau Share of The Market, yakni bagian dari SAM yang sudah diraih, pengguna di fase awal startup.

TAM-SAM-SOM
TAM-SAM-SOM dalam perhitungan pangsa pasar / Matthews on Marketing

Metodologi top-down market sizing sangat cocok untuk mengestimasi TAM dan SAM. Sementara bottom-up market sizing lebih cenderung menghitung estimasi SAM dan SOM.

Mengoptimalkan Pencarian Talenta

Dalam menjalankan sebuah startup menambah anggota tim adalah sebuah keniscayaan. Seiring berkembangnya sebuah bisnis tim juga harus berkembang, untuk mengimbangi peningkatan operasional juga untuk melanjutkan inovasi selanjutnya.

DailySocial beberapa kali menerbitkan tips mengenai perekrutan talenta. Beberapa di antaranya berfokus bagaimana menemukan talenta terbaik dan pengalaman dari beberapa pihak.

Untuk melengkapi tips yang ada, tulisan kali ini akan membahas mengenai bagaimana menghindari kesalahan dalam merekrut talenta.

Media promosi lowongan

Di mana kita mempromsikan lowongan akan berpengaruh dengan siapa saja yang akan datang melamar. Untuk itu tidak ada salahnya untuk mengumumkan lowongan pekerjaan melalui media-media yang lebih fresh, misalnya podcast, youtube, atau bahkan acara offline.

Khusus untuk acara offline, salah satu caranya dengan mengadakan acara temu komunitas, seminar atau bahkan open house. Memperhatikan siapa saja yang datang, siapa saja yang tertarik, dan siapa saja yang antusias. Pendekatan ini bermanfaat untuk mengetahui minat dan keterarikan seseorang terhadap tema yang diadakan. Nilai tambah lainnya kita bisa lebih dekat dengan komunitas dan mendapat akses untuk sumber talenta yang lebih banyak

Head Hunting

Mencari talenta baru bukan berarti harus mencari mereka yang sedang membutuhkan lowongan, alternatifnya adalah mencoba memberi tawaran kepada mereka yang memang sudah ada di bidangnya, meski masih bekerja. Hal ini lazim dilakukan oleh startup, tinggal bagaimana penawaran yang dilakukan.

Sistem “jemput bola” ini bisa sangat mengurangi kesalahan / risiko dalam merekrut talenta baru. Proses head hunting lazimnya akan dimulai dengan pengamatan mendalam mengenai perseorangan, mulai dari posisinya sekarang dan kemampuan yang dimiliki. Kemudian pengamatan akan dilanjutkan dengan profil perseorangan.

Yang perlu dipertimbangkan ketika memutuskan memberikan penawaran untuk mereka yang sudah memiliki posisi/pekerjaan adalah nilai tawar. Mereka tentu akan menimbang keuntungan-keuntungan apa yang akan didapatkan dan selalu akan dibandingkan dengan posisi mereka sekarang.

Di sisi lain, proses head hunting, yang biasanya dilakukan untuk mengisi posisi pimpinan atau setidaknya untuk memimpin sebuah tim, memiliki banyak sekali keunggulan. Salah satunya adalah kemampuan dan pengalaman yang terjamin.

Situs pencarian kerja

Situs pencarian kerja bisa jadi cara paling sederhana untuk melakukan proses pencarian talenta baru. Namun perlu diingat, tidak semua situs pencarian kerja menawarkan talenta yang sesuai dengan kebutuhan bisnis. Untuk mengurangi risiko menyaring terlalu banyak pelamar gunakanlah situs pencarian kerja yang terpercaya, atau situs pencarian kerja yang spesifik. Misalnya situs lowongan khusus programmer, public relation, dan lainnya.

Selain situs pencari kerja media sosial juga bisa jadi kanal untuk mencari talenta berbakat. Selain mengetahui profil, media sosial juga sering dijadikan tempat untuk pamer karya dan keterampilan oleh sebagian orang.

Tiga Cara Mengatasi Kehilangan Jajaran Manajemen Startup

Setelah menjalankan bisnis selama beberapa waktu, ada kalanya Co-Founder atau jajaran C-level Anda memutuskan hengkang dari posisinya karena berbagai alasan. Proses ini kerap terjadi pada startup yang berusia lebih dari lima tahun, sedang dalam proses akuisisi, atau telah mendapatkan funding.

Jika hal tersebut terjadi pada startup Anda, ada baiknya untuk menerapkan strategi yang tepat agar perusahaan tetap berjalan as usual meskipun posisi jajaran manajemen harus pincang untuk sementara.

Telunjuk adalah salah satu startup yang telah mengalami pergantian kepemimpinan, dari satu co-founder ke co-founder lainnya. Belajar dari pengalaman pribadi, CEO Telunjuk Hanindia Narendrata menyampaikan tiga tips menarik yang bisa diterapkan startup lain ketika mengalami kejadian serupa.

Adaptasi dan transisi

Pemberitahuan seputar niat keluarnya salah satu jajaran manajemen biasanya sudah diinformasikan terlebih dahulu oleh pihak terkait, namun dalam beberapa kasus, tertentu berlangsung secara tiba-tiba. Ketika proses ini terjadi, ada baiknya Anda, sebagai co-founder, bisa melakukan negosiasi dan melakukan adaptasi dengan cepat.

Bicarakan kejadian tersebut dengan investor dan pihak terkait lainnya. Berikan jalan keluar yang baik untuk rekan Anda sesama pendiri, lakukan dialog secara intensif dan pastikan posisi rekan tersebut jelas, apakah pada akhirnya sebagai komisaris, konsultan, atau minor shareholder dalam startup.

Menurut Hanindia, yang paling utama untuk diperhatikan adalah bagaimana transisi dan adaptasi antara C-level yang baru dengan tim yang akan dipimpinnya.

“Suatu organisasi yang ideal memang ditentukan dari kesiapan orang dalam menggantikan pemimpinnya. Makanya ini jadi salah satu ultimate goal-nya HR kan. Kalau suatu organisasi, manajemennya banyak ditempati oleh orang yang meniti karier di dalam organisasi, HR-nya sukses.”

Pengganti yang tepat

Ketika negosiasi dan penjelasan posisi rekan Anda sudah jelas, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah segera untuk mencari pengganti posisi tersebut. Jika memungkinkan, ada baiknya menempatkan pengganti sementara (seperti deputi atau head) untuk mengisi posisi tersebut, agar bisnis bisa tetap berjalan dengan lancar, meski harus kehilangan seorang CEO atau Direktur.

Yang dilakukan Shopback ketika kehilangan Indra Yonathan, Co-Founder & Country Head Shopback Indonesia, adalah menempatkan orang dalam untuk menggantikan posisi tersebut.

Hal serupa juga dilakukan Rumah123. Ketika Country Manager mereka Ignatius Untung memilih untuk hengkang, mereka melakukan langkah sama untuk memilih Country Manager yang baru.

Menempatkan orang dalam menjadi cara yang lebih mudah dan lebih cepat untuk dilakukan. Namun pastikan menemukan orang yang tepat untuk bisa memimpin perusahaan ketika proses transisi terjadi di tubuh perusahaan.

Cara lain adalah merekrut orang luar atau mereka kalangan profesional, yang memiliki skill dan pengalaman yang cukup untuk menjadi pemimpin perusahaan. Namun demikian, wajib untuk diperhatikan agar orang tersebut bisa memberikan value kepada perusahaan dan memiliki karisma seorang leader.

“Proses hiring C-level dari luar ini juga memerlukan proses yang cermat. Apakah leadership value-nya cocok dengan leadership value organisasi. Jadi bukan sekedar track record performance saja yang harus dipertimbangkan, namun juga visi dan tentunya leadership value jadi yang utama,” kata Hanindia.

Menyampaikan informasi

Langkah selanjutnya yang wajib untuk dilakukan dengan cermat adalah proses pemberitahuan ke internal perusahaan. Pastikan perubahan dan transisi yang terjadi tidak mengganggu jalannya perusahaan dan tim terkait bisa lanjut melakukan kolaborasi dengan pimpinan baru mereka.

Informasi yang disampaikan keluar (media dan stakeholder) juga wajib untuk diperhatikan. Sematkan informasi dan alasan yang relevan, berikan latar belakang yang jelas tentang alasan keluar salah seorang anggota manajemen tersebut, dan mengapa pengganti atau pimpinan yang baru merupakan orang yang tepat untuk posisi tersebut.

“Agar moral tim tetap terjaga penting untuk memberikan informasi yang jelas kepada tim, sehingga tim juga bisa melakukan tugas dan tanggung jawabnya seperti biasa bahkan semakin optimis. Jadi perlu persiapkan pula pesan bahwa pergantian ini bisa dilihat sebagai sesuatu yang positif bagi semua pihak,” kata Hanindia.

Memahami Pentingnya “Design Thinking” Saat Merintis Startup

Desain itu bukan berbicara soal visual, baik dari bentuk, warna, tampilan, mood, atau sebagainya. Desain itu bagaimana sesuatu bekerja.

Ambil contoh misalnya bangku. Penamaan bangku itu bukan karena dari bentuknya yang memiliki empat kaki sebagai penyangga, sehingga disebut bangku, melainkan sengaja dirancang memiliki empat kaki sebagai penyangga untuk mencegah orang yang duduk di atasnya tidak terjatuh.

Hal ini berkaitan dengan bagaimana saat founder berencana untuk merintis startup. Seringkali founder salah kaprah saat membuat produk, lebih mengutamakan desain daripada fungsi.

Oleh karena itu, design thinking adalah proses memecahkan masalah yang menggunakan berbagai unsur dari toolkit perancang seperti empati dengan fokus pengguna dan percobaan untuk mendapatkan solusi baru.

“Empati itu bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Ketika buat bisnis, empati itu penting dan jadi elemen penting saat design thinking,” terang CEO Moselo Richard Fang.

Moselo sendiri adalah marketplace produk kreatif dan handmade.

Design thinking menjadi topik utama di #SelasaStartup edisi pekan pertama Mei 2019. Dia memberikan banyak masukan terkait design thinking, termasuk pentingnya empati. Berikut rangkumannya:

Ketahui siapa konsumen dan fokus ke masalahnya

Empati itu memiliki kesan emosional, berbeda dengan simpati. Empati bisa merasakan apa yang orang lain rasakan. Untuk itu, ketika mendirikan sebuah bisnis, empati itu adalah unsur penting dan jadi elemen terpenting dalam design thinking.

Agar bisa merasakan empati, sambung Richard, founder harus tahu siapa konsumennya. Cukup kontras dengan pola kerja dari makers yang umumnya kurang peduli dengan hal tersebut. Mereka biasanya lebih memikirkan tampilan, desain, tapi lupa siapa yang akan memakainya.

“Lalu fokus ke masalah mereka, bagian apa yang buat mereka ‘sakit’ selama ini. Nah itu yang kita desain untuk memecahkan masalahnya.”

Ciptakan ide dan solusi, lalu berani eksperimen

Berikutnya, founder dituntut untuk menerjemahkan masalah konsumen dengan menciptakan ide dan solusi. Keduanya harus berbasis analisis dan intuisi yang berimbang. Kebanyakan founder mengacuhkan intuisi, sehingga produk mereka jadi berat sebelah karena terlalu banyak basisdata yang dipakai sebagai landasannya.

Banyak dari mereka yang harus berkali-kali mengubah bisnis karena kesalahan tersebut. Padahal, menurutnya, data itu sejatinya hanya sebuah bukti, sehingga tidak bisa benar-benar menjadi solusi. Ketika produk sudah jadi, founder harus berani bereksperimen dan berani menerima kegagalan berkali-kali.

“Salah itu enggak apa-apa, asal habis itu langsung bangkit lagi. Yang jadi masalah itu baru sekali salah berasumsi di awal, sehabis itu langsung down. Kalau salah cari di mana titik kesalahannya, dan tes berulang kali.”

Jangan sampai founder sibuk bereksperimen sampai akhirnya startup tutup karena belum bisa menghasilkan uang. Menurut Richard, sedari awal founder harus mencari revenue. Tak masalah apabila sembari tes pasar founder bisa melakukan pekerjaan sampingan agar tetap hidup sehingga tidak harus bergantung pada uang investor saja.

Cara Ampuh Menjalankan Bisnis yang Menargetkan Ceruk Pasar

Salah satu cara agar startup Anda tampil beda dengan startup lain yang menawarkan layanan atau produk serupa adalah menghadirkan produk yang niche (ceruk) dan belum banyak digarap perusahaan rintisan lainnya. Namun langkah ini memerlukan effort yang cukup besar dan strategi yang efektif agar memperoleh product market fit dan meraup keuntungan.

Di sesi #SelasaStartup kali ini, CEO Bustiket Theo Rusli membagikan cara ampuh untuk bisa bertahan menjalankan bisnis saat menyasar pasar niche.

Memiliki solusi

Karena sifatnya yang cukup unik dan tergolong sulit untuk diterapkan, pastikan Anda memiliki solusi yang cukup ampuh jika target pasar kategori khusus dan terbatas. Bustiket, yang merupakan platform untuk mempertemukan operator bus dan pembeli secara online, menyadari bahwa tingkat repetisi pembelian tiket bus antar kota dan antar provinsi tidak sebanyak pembelian tiket bus reguler pada umumnya.

Bustiket harus bisa menghadirkan solusi digital menyasar pasar yang tergolong masih sangat konvensional. Untuk itu pastikan produk, teknologi, dan platform yang ditawarkan, bisa memberikan solusi atas permasalahan yang ditemui pasar.

Fokus ke kebutuhan konsumen

Terdapat beberapa kategori konsumen yang wajib diketahui. Masing-masing memerlukan pendekatan yang berbeda, terutama jika startup Anda menawarkan produk yang unik dengan jumlah konsumen yang tergolong niche.

Mulai dari konsumen yang sangat tertarik dengan layanan atau produk, mereka yang tergolong hanya memanfaatkan produk atau layanan karena diskon atau promo, hingga konsumen yang gemar memberikan feedback positif hingga negatif terkait dengan pengalaman mereka saat memanfaatkan produk.

Lakukan pendekatan yang relevan ke konsumen tersebut, yang nantinya akan berpengaruh ke produk atau layanan yang dimiliki.

Memberi value

Definisi di sini adalah bagaimana layanan atau produk yang dihasilkan bisa memberikan value bagi orang banyak dan bisa menjadi produk yang lebih baik dibanding yang ditawarkan alternative player.

Untuk itu ciptakan model bisnis yang efektif, agar nantinya konsumen tetap loyal menggunakan produk atau layanan Anda dan enggan berpaling ke produk lainnya.

Adaptasi dan pivot

Hal yang satu ini wajib untuk diterapkan semua startup. Ketika model bisnis yang dimiliki dinilai tidak mampu untuk berjalan secara positif, ada baiknya startup beradaptasi dan segera melakukan pivot.

Meskipun terlihat cukup menyulitkan dan terkesan mengubah konsep bisnis, namun melakukan pivot terkadang bisa memberikan end result yang lebih baik, karena telah belajar dari kesalahan terdahulu.

Tim yang solid

Banyak pendiri startup yang menyebutkan bahwa talenta merupakan aset atau investasi yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan startup. Upayakan Anda memiliki orang yang bisa dipercaya sejak awal dan memiliki skill yang relevan. Ketika bisnis makin berkembang, rekrut talenta yang tepat dan bisa mengerti visi dan misi perusahaan, agar bisa maju bersama mengembangkan bisnis.

Membuat “Business Model Canvas” untuk Startup Pemula

Banyak hal yang harus dilakukan founder untuk memastikan bisnis startup berjalan baik ketika diluncurkan, salah satunya dengan mematangkan model bisnis (business model). Model bisnis adalah strategi yang akan dilakukan startup untuk menghasilkan nilai (value) untuk berbagai pihak yang terlibat dalam proses itu sendiri.

Penting untuk menjadi catatan, model bisnis berbeda dengan rencana bisnis (business plan). Tujuan model bisnis ialah untuk membantu startup memvalidasi sumber daya, aktivitas, kanal, hingga hubungan yang akan dijalin. Sementara rencana bisnis lebih kepada strategi untuk mencapai target yang diinginkan — sehingga nantinya akan berbicara mengenai pemasaran, keuangan, dan lain-lain.

Perbedaan model bisnis dan rencana bisnis
Perbedaan model bisnis dan rencana bisnis / NVI

Model bisnis untuk startup tahap awal sifatnya eksperimental. Artinya konsep yang dibuat pertama kali bisa saja tidak berhasil diimplementasikan, karena founder memang perlu melakukan pengujian, validasi dan pembuatan ulang hingga menemukan model yang pas untuk startupnya.

Business Model Canvas

Business Model Canvas (BMC) adalah kerangka kerja yang paling populer untuk mendefinisikan model bisnis startup. Kanvas disusun untuk menjelaskan, memvisualisasikan, menilai, dan mengubah model bisnis agar menghasilkan kinerja yang lebih optimal untuk startup. Kanvas ini dapat digunakan untuk semua jenis startup, tanpa terbatas sektor usahanya. Bagi founder dan/atau mentor startup, BMC digunakan untuk menganalisis kekuatan dan kekurangan proses bisnis.

Susunan Business Model Canvas
Susunan Business Model Canvas / JAM

BMC memiliki sembilan elemen yang saling terhubung. Adapun sembilan elemen tersebut meliputi: (1) Customer Segments, (2) Customer Relationships, (3) Value Proposition, (4) Channels, (5) Revenue Streams, (6) Key Activities, (7) Key Partners, (8) Resources, (9) Cost Structure. Mungkin dalam template yang berbeda penyebutan istilahnya berbeda, namun pada dasarnya tujuannya tetap sama.

Secara fungsi, kesembilan elemen tersebut terbagi menjadi tiga kategori, yakni desirability (elemen yang mendefinisikan keinginan startup/founder) meliputi customer segments, value proposition dan customer relationships; feasibility (elemen yang mendefinisikan dukungan untuk merealisasikan keinginan tersebut) meliputi channels, key activities, key resources dan key partners; dan viability (elemen yang mendefinisikan ketahanan bisnis) meliputi revenue streams dan cost structure.

Template kanvas BMC yang paling populer digunakan dan gratis dapat diunduh di Strategyzer. Dalam artikel ini, petunjuk pengerjaan yang akan digunakan mengambil template dari situs tersebut.

Penjelasan elemen BMC

Pengisian template BMC dimulai dari kolom Customer Segments di sebelah kanan. Pada dasarnya bagian ini ditulis daftar konsumen yang disasar. Dalam mengisi, founder perlu menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: “Siapa pengguna utama produk Anda? Bagaimana karakteristiknya? Apa saja segmentasi konsumen yang ingin disasar?”, agar menjadi lebih spesifik dan detail.

Segmentasi konsumen bisa beragam, bahkan sebuah produk bisa saja menyasar lebih dari satu segmen. Beberapa jenis segmentasi dalam startup digital seperti B2C (Business to Consumer), B2B (Business to Business), C2C (Customer to Customer), B2G (Business to Government) — atau gabungan dari beberapa segmentasi seperti B2B2C dan B2B2G.

Tidak cukup sampai di situ, masing-masing segmen pelanggan harus dipahami karakteristiknya secara mendalam. Sementara karakteristik masing-masing segmen pelanggan bisa saja berbeda penjabarannya. Bagan di bawah ini adalah contoh pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab founder agar memahami karakteristik calon pelanggannya.

Karakteristik konsumen B2C dan B2B
Memahami karakteristi konsumen dari segmen B2C dan B2B

Kemudian elemen berikutnya Value Proposition, yakni berisi mengenai solusi yang coba ditawarkan kepada pelanggan. Beberapa pertanyaan yang dapat dijawab founder untuk mengisi bagian ini di antaranya: “Masalah apa yang coba diselesai dengan produk/layanan startup Anda? Apakah permasalahan tersebut cukup signifikan? Solusi apa yang ingin ditawarkan? Apa manfaat solusi tersebut bagi konsumen?”.

Lalu yang menjembatani antara dua elemen tersebut di atas Channel, yakni tentang bagaimana solusi disampaikan kepada pelanggan. Prinsip dari elemen channels nantinya akan terkait dengan pemasaran, penjualan, distribusi, dan dukungan pasca penjualan. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab founder untuk mengisi elemen ini antara lain: “Bagaimana startup Anda berkomunikasi dengan pelanggan? Bagaimana menyampaikan produk/layanan ke konsumen?”.

Kemudahan akses ke layanan digital memang membuat poin ini terlihat makin mudah. Media sosial, situs online, atau aplikasi ponsel bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun kembali lagi, pemilihan kanal sebaiknya dipilih berdasarkan karakteristik pelanggan yang sudah diidentifikasi dalam proses sebelumnya.

Revenue Streams menjadi elemen berikutnya yang perlu dipikirkan, yakni bagaimana solusi yang dihasilkan dapat menghasilkan pemasukan bagi startup. Di era digital ini, varian revenue streams menjadi lebih luas. Ada yang bersifat langsung seperti pembayaran per transaksi, lisensi, berlangganan, freemium, iklan, penjualan produk dll. Ada juga yang bersifat tidak langsung seperti referral, affiliate dll. Tiap produk/layanan bisa memiliki mekanisme yang berbeda dan bisa memiliki lebih dari satu mekanisme.

Selain perlu memahami ragam jenis revenue streams untuk bisnis digital, founder juga perlu mencermati beberapa hal berikut: “Bagaimana dengan model perhitungan harga (pricing models) yang diterapkan? Di harga berapa konsumen mau membayar?, “Bagaimana perbandingan kontribusi antar revenue streams? Bagaimana harga yang ditawarkan kompetitor produk sejenis?”.

Selanjutnya masih ada lima elemen yang perlu diisi. Kelimanya diisi berdasarkan empat poin di atas yang sudah didefinisikan. Berikut penjelasan kelimanya:

  • Customer Relationships merupakan mekanisme yang dilakukan oleh startup untuk berhubungan dengan pelanggan. Tujuannya untuk meningkatkan traksi, sehingga tidak berpaling ke produk kompetitor.
  • Key Activities merupakan berbagai kegiatan yang perlu akan dilakukan untuk merealisasikan empat elemen di atas, mulai dari riset konsumen, pengembangan produk, hingga distribusi melalui kanal yang dipilih.
  • Key Resources adalah berbagai kebutuhan yang perlu disediakan untuk merealisasikan model bisnis, bisa berupa dukungan orang, alat atau perangkat lunak, dan lain-lain.
  • Key Partnership adalah pihak-pihak yang menjadi penentu jalannya bisnis. Misalnya yang dikembangkan adalah platform e-commerce, bisa jadi yang menjadi rekanan utamanya adalah pemasok barang atau distributor.
  • Cost Strucuture berisi biaya-biaya yang perlu dikeluarkan untuk mengembangkan, memasarkan dan mendistribusikan layanan yang berhasil dikembangkan startup.

Berikut ini contoh BMC yang ditemukan di internet, dengan studi kasus beberapa bisnis digital yang saat ini sudah sukses.