BRI Ventures Jaring Bisnis D2C Melalui Program Akselerator Kiqani Labs

BRI Ventures melalui dana kelolaannya Sembrani Kiqani, meluncurkan Kiqani Labs, sebuah program akselerator yang fokus menjaring bisnis D2C (direct to consumer). Program ini diharapkan bisa menjaring merek bisnis dari berbagai segmen, seperti fashion, produk kecantikan, dan F&B di Indonesia.

Untuk mengikuti program ini, calon partisipan diharapkan sudah memiliki bisnis yang telah tervalidasi di pasarDalam program yang akan diadakan selama 2 bulan ini, BRI Ventures menawarkan insights yang lebih luas terkait industri ini, juga kunjungan ke lokasi partner strategis perusahaan, serta jaringan luas dan mentor yang dapat diandalkan.

Pihaknya menegaskan bahwa BRI Ventures tidak menjanjikan investasi secara langsung, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadi kolaborasi ke depannya. Saat ini, Kiqani Labs juga masih membuka kesempatan bagi pebisnis yang ingin mendaftarkan mereknya di program akselerator ini.

Pertama kali diumumkan ke publik pada akhir tahun 2021, dana kelolaan Sembrani Kiqani memang memiliki fokus untuk consumer brands menyasar sektor direct-to-consumer (D2C). Ketika itu, Nicko Widjaja, CEO BRI Ventures meyakini bahwa sektor ini mampi menjadi penggerak industri terutama di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Sebelumnya, BRI Ventures juga sempat menggandeng Tokocrypto dalam menjalankan program Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Inisiatif ini berupaya menyediakan modul ekstensif khusus dirancang demi membawa proyek dan startup blockchain untuk muncul ke panggung dunia.

Pasar D2C di Indonesia

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Ken Research, Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan persaingan di pasar D2C di tahun-tahun mendatang sebagai akibat dari kebangkitan industri 4.0. Tumbuhnya industrialisasi di Indonesia membantu mendorong industri D2C ke tingkat perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Laporan yang sama menyebutkan bahwa ukuran pasar D2C di Indonesia saat ini tidak lebih dari 1% total pasar e-commerce. Namun, angka ini dipercaya akan bertumbuh secara signifikan, didorong oleh target pasar yang besar, meningkatnya pembelian daring, pendapatan per kapita yang tinggi, dan dukungan modal ventura terhadap startup D2C di tanah air.

Sumber: Ken Research

Berdasarkan infografis yang dibuat oleh Ken Research di atas, dapat dilihat bahwa GMV e-commerce di Indonesia memiliki potensi pasar hingga USD$120 miliar. Fashion dan Apparel menjadi segmen utama yang juga menyumbang pendapatan terbesar pada pasar D2C di Indonesia.

Dari sisi persaingan, industri ini masuh terbilang sangat terfragmentasi. Semakin banyak merek yang mengadopsi strategi distribusi omnichan nel pasca-COVID untuk mendapatkan pijakan di pasar karena pelanggan ragu untuk mengunjungi toko offline. Salah satunya adalah Hypefast, yang belum lama ini memaparkan survey terkait tren merek lokal di Indonesia.

Banyak investor yang sudah mulai melirik pasar ini. Beberapa program akselerator juga sudah dilancarkan untuk bisa mendorong pertumbuhan pasar D2C di Indonesia. Selain Kiqani Labs, ada Gojek Xcelerate yang lebih dulu hadir untuk menjaring UMKM ritel. Teranyar, ada program akselerator D2C dari Kino Indonesia yang baru saja menyelesaikan program bootcamp intensif Maret lalu.

10 Startup Peroleh Dana Pra-Seri A dari Accelerating Asia Cohort 8, Salah Satunya Lister

Lister, startup edtech asal Indonesia, termasuk dalam 10 peserta program akselerator Cohort 8 yang memperoleh investasi pra-seri A dari pemodal ventura tahap awal Accelerating Asia.

Lister adalah satu-satunya startup lokal asal Yogyakarta yang lolos ke dalam cohort tersebut. Beroperasi sejak 2019, Lister merupakan platform pembelajaran online untuk bahasa dan persiapan ujian yang menargetkan pengguna individu dan korporasi.

Selain itu, Lister menjadi startup ke-8 yang didanai Accelerating Asia sepanjang kiprahnya di Asia Tenggara. Sejumlah nama startup asal Indonesia lainnya yang telah bergabung dalam portofolio Accelerating Asia antara lain Datanest, HealthPro, IZY.ai, KaryaKarsa, Tokban, TransTRACK.ID, dan MyBrand.

Tidak dipaparkan nilai investasi yang diterima setiap startup. Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Accelerating Asia menyuntikkan dana tahap pra-seri A hingga SGD200 ribu per startup. Yang pasti, sumber dananya berasal dari dana kelolaan Fund II bernilai $20 juta yang diluncurkan akhir 2021. Dana tersebut digunakan untuk investasi pra-seri A di Asia Tenggara dan Asia Selatan.

Cohort 8

Dalam keterangan resmi, Co-Founder dan General Partner Accelerating Asia Craig Dixon menyampaikan bahwa startup peserta dari Cohort 8 mewakili tujuh negara di seluruh Asia Tenggara (Singapura, Indonesia, dan Filipina), Asia Selatan (India, Bangladesh, dan Pakistan), serta kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara (Uni Emirat Arab). Mereka berasal dari berbagai industri, termasuk pendidikan, e-commerce, logistik, insurtech, agritech, dan masih banyak lagi.

Dari keragaman tersebut, ke-10 startup ini memiliki kesamaan penting: punya daya tarik pasar yang signifikan. Diklaim hingga saat ini, secara kolektif telah mengumpulkan pendanaan sebesar $5,8 juta. Walau semuanya berhasil menggalang dana, terjadi penurunan nominal secara keseluruhan karena kekuatan pertumbuhan pendapatan. Disebutkan GMV kolektif mencapai lebih dari $57 ribu per bulan dan pendapatan bulanan rata-rata lebih dari $27 ribu.

Cohort baru yang masuk ke dalam portofolio memiliki pendapatan awal yang kuat dan daya tarik penggalangan dana di pasar lokal masing-masing. Accelerating Asia berharap dapat membantu mereka memanfaatkan kesuksesan awal ini untuk menskalakan wilayah geografis yang lebih besar dan menggalang dana dari rangkaian investor yang lebih besar di seluruh dunia,” kata Dixon.

Dalam menjalankan misi Accelerating Asia memanfaatkan kewirausahaan untuk mengatalisasi perubahan, startup didorong untuk membuat dampak sosial di komunitas mereka. Pasalnya, pihaknya mempertimbangkan investasi pada startup dengan dampak yang tertanam (impact embedded) dalam model bisnis inti mereka dengan SDG sebagai kerangka kerjanya.

Disebutkan, perusahaan portofolio telah menciptakan lebih dari 1.000 pekerjaan dan investasi lensa gender mencapai 50% dari semua startup dalam portofolio. Secara akumulasi dari seluruh cohort, Accelerating Asia telah membina 70 startup di lebih dari 20 vertikal, yang dipimpin oleh lebih dari 100 pendiri. Startup ini memiliki pendapatan bulanan rata-rata lebih dari $285 ribu dan pertumbuhan pendapatan tahunan sebesar 520%.

Di luar investasi yang dikucurkan Accelerating Asia, portofolionya telah menarik investor top tidak hanya dari Asia Pasifik, tetapi di seluruh dunia. Secara total, mereka telah mengumpulkan modal ventura lebih dari $63,8 juta sehingga total valuasi portofolio menjadi $600 juta. Angka ini juga tidak dipengaruhi oleh segelintir outlier: 100% portofolio telah meningkatkan modal luar.

Jajaran nama-nama investornya mulai dari Sequoia Capital, Cocoon Capital, MDI Ventures, Wavemaker Partners, dan Indonesia Women Empowerment Fund sebagai pendukung mereka, selain angel investor dan jaringan top. Beberapa investor ini juga memilih bekerja sama dengan Accelerating Asia secara langsung sebagai limited partner.

Menurut Co-Founder dan General Partner Accelerating Asia Amra Naidoo, para investor ini memilih untuk bermitra dengan organisasi karena tiga alasan utama.

“Dengan ukuran dan skala portofolio Accelerating Asia, investor dapat memperoleh diversifikasi langsung di seluruh industri dan pasar. Mereka juga mendapatkan akses ke startup dengan kualitas terbaik, karena tingkat selektivitas untuk setiap kelompok kurang dari 2%. Terakhir, mereka dapat memanfaatkan portofolio sebagai sumber aliran transaksi untuk startup yang relevan dengan tesis untuk dana mereka sendiri,” kata Naidoo.

Adapun penyelenggaraan Demo Day untuk Cohort 8 ini akan diadakan pada 3 Agustus mendatang.

East Ventures Paparkan Potensi Genomik dan Pengembangannya di Indonesia

Perusahaan modal ventura yang berfokus pada sektor agnostik, East Ventures hari ini (16/2) meluncurkan white paper bertajuk “Genomics: Leapfrogging into the Indonesian healthcare future”. Bekerja sama dengan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia dan Redseer Strategy Consultant, laporan ini memaparkan pemahaman komprehensif tentang peran genomik dalam memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia.

Sebagian besar penduduk Indonesia yang saat ini berusia muda, diperkirakan menua dengan cepat dan berpotensi membebani infrastruktur kesehatan. Dalam rangka memitigasi potensi krisis kesehatan, genomik dapat menjadi alternatif dalam memberikan perawatan preventif dan solusi pengobatan yang tepat.

Genomik umumnya diterapkan dalam bidang kedokteran dan bioteknologi yang mengarah pada berbagai perawatan, terapi, produk, dan teknologi baru. Seiring perkembangannya, genomik berpotensi mentransformasi ekosistem perawatan kesehatan di Indonesia.

Dalam pidatonya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa  saat ini industri kesehatan di Indonesia masih tertinggal dari negara lain, terutama dalam hal peningkatan layanan kesehatan dan harapan hidup.

“Di sinilah bidang genomik dan pengobatan presisi berperan menawarkan pendekatan transformatif untuk mendiagnosis dan merawat pasien dengan mempertimbangkan susunan genetik unik setiap individu. Kementerian Kesehatan melihat ini sebagai peluang bagus, dan telah merancang enam reformasi besar dalam dunia kesehatan, termasuk bioteknologi,” ujarnya di acara yang bertempat di Hotel Mulia, Jakarta.

Sementara, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca dalam keynote-nya, menyampaikan bahwa perkembangan genomik di Indonesia masih berada di tahap yang sangat awal. Maka itu, butuh kerja sama seluruh stakeholder untuk mewujudkan peta jalan pengembangan sektor ini.

Ada empat pilar kunci untuk mengembangkan bidang genomik secara optimal antara lain infrastruktur, investasi, sumber daya manusia, serta regulasi. Pilar-pilar ini menjadi krusial untuk memastikan manfaat genomik dan pengobatan presisi dapat terealisasi, serta terwujudnya saluran investasi untuk mendukung pertumbuhan bidang ini.

Infrastruktur kesehatan Indonesia disebut masih tertinggal dari negara-negara sebayanya, begitu pula menurut standar WHO. Hal ini menyisakan ruang untuk perbaikan. Ditambah lagi dengan penyakit sistemik dan populasi yang akan mulai menua pada 2030, maka Indonesia perlu bersiap dari sekarang.

Dana kelolaan hingga program akselerasi

Selain berperan sebagai alternatif solusi untuk memperpanjang umur manusia, inovasi di bidang genomik diperkirakan berpotensi mendorong pertumbuhan nilai ekonomi mencapai $100 miliar. Willson, dalam sesi diskusi panel membahas teknologi genomik juga mengungkap rencana dana kelolaan East Ventures yang berfokus pada sektor ini.

Sejak awal, East Ventures meyakini potensi teknologi genomik dalam merevolusi sistem dan infrastruktur kesehatan Indonesia. Ketika investasi terkait genomik masih relatif baru, East Ventures telah menunjukkan kepercayaannya sejak 2018 lewat portofolio di bidang genome sequencing, yakni Nalagenetics dan Nusantics.

Namun, regulasi yang belum jelas dinilai menghambat perkembangan genomik di suatu negara. Chief Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes Setiaji, mengungkap, pemerintah saat ini tengah mengembangkan regulasi terkait genomik dan bioteknologi. “Regulasi ini akan dikeluarkan pada saat teknologinya sudah masuk ke sandbox, kurang lebih 3-6 bulan setelah ini.”

East Ventures juga mengumumkan dukungannya bersama DTO Kemenkes melalui program inkubasi bagi startup dan inovator di bidang kesehatan bernama “Health Innovation Sprint Accelerator 2023 in collaboration with East Ventures”. Program ini bertujuan untuk memajukan kualitas kesehatan melalui inovasi di bidang healthtech dan biotech di Indonesia.

Ini merupakan program inkubasi untuk startup dan para inovator di bidang kesehatan. Program ini bertujuan meningkatkan kualitas kesehatan melalui inovasi sektor Health-Tech dan Bio-Tech di Indonesia. Calon peserta bisa mendaftarkan diri untuk mendapatkan kesempatan pitching ide dan produk inovasi mereka kepada Pemerintah, Industri kesehatan, serta akademisi.

Program ini memiliki dua fokus utama. Pertama, healthtech dengan kategori Electronic Medical Record System, Healthcare Provider Management System, Health Management Solution, dan Health Wellness. Kedua, biotech dengan kategori Information Technology for support in precision medicine, Integrated Laboratory Information and Management System, serta pengembangan produk berbasis pengurutan genom untuk industri kesehatan atau biotech.

Program inkubasi ini bersifat gratis dan menawarkan akses pada jaringan kolaborasi multidisiplin dan pendampingan dari mentor dan ahli berpengalaman di bidangnya. Selain mendapatkan token apresiasi, peserta berkesempatan untuk menjadi rekanan Kemenkes dalam mengembangkan ekosistem bioteknologi kesehatan.

Upturn Bicara Debut Program Akselerator hingga Tesis Investasi

Startup Upturn resmi memulai program akselerator perdananya pada Mei 2022 lalu. Mengklaim pencapaian positif pada debut program ini, Co-founder dan Partner Upturn Riswanto berencana memperluas keterlibatannya di industri startup melalui kendaraan investasi baru.

Selain Riswanto, Upturn turut didirikan Ayunda Afifah dan Bharat Ongso. Sejak April 2022, pihaknya telah berganti nama dari sebelumnya “Tunnelerate”. Selain itu, Upturn kini beroperasi dengan entitas baru PT Upturn Akselerasi Nusantara dan telah menghentikan operasional pada entitas yang menaungi Tunnelerate. Perlu dicatat, Upturn merupakan startup untuk program akselerator, bukan pemodal ventura (VC).

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Riswanto bercerita singkat mengenai program akselerator, hipotesis, hingga rencana investasi startup. Ia juga mengungkap tengah melakukan perekrutan untuk mengisi posisi Managing Partner yang dapat mewakili Upturn jangka panjang.

Program akselerator

Alih-alih fokus terhadap alasan rebranding, Riswanto lebih menyoroti upaya Upturn untuk membantu mengakselerasi bisnis startup di Indonesia. Dengan posisinya saat ini, program akselerator menjadi langkah tepat untuk memfasilitasi founder ke sejumlah mentor, investor, dan jaringan yang dimiliki Upturn.

Sebagai gambaran, nilai ekonomi digital di Indonesia tercatat sebesar $70 miliar pada 2021 yang juga terbesar di Asia Tenggara. Angka tersebut diperkirakan dapat menembus $146 miliar pada 2025.

Upturn telah meluncurkan “Upturn Scale Program Batch I” pada 17 Mei 2022. Sebanyak 14 peserta terpilih dari 200 pendaftar untuk mengikuti kegiatan selama sepuluh minggu. Adapun, sekitar 15 mitra VC terlibat dalam kegiatan Demo Day. Melalui kegiatan Demo Day, pihaknya berupaya mendorong kesiapan peserta untuk memformulasikan pitch deck sehingga dapat menarik minat investasi bagi pengembangan bisnisnya.

Ke-14 peserta ini di antaranya adalah Jaramba, Flash Campus, Broiler X, Wiseree, Cari Mobil, Bengkel Mania, Bintang Kecil, Goritax, Kibble, Psikologimu, Rakamin Academy, Sgara, Stellar X, dan Belajar Lagi.

“Kami mendapat support dari Amazon Web Services (AWS), Xendit, GoWork, dan beberapa perusahaan tradisional yang ingin melakukan transformasi digital. [Melalui program ini] kami bantu startup untuk melakukan validasi [masalah],” ujarnya.

Tesis investasi

Saat ini, Upturn mengincar sektor agnostik. Namun, mengingat para Partner Upturn punya sejumlah core expertise tertentu, ada beberapa sektor yang dinilai masih potensial di Indonesia, seperti agriculture, aquaculture, dan fintech; selain sektornya besar, fintech berkembang dinamis.

Selain itu, Partner Upturn memiliki pengalaman karier kombinasi, yakni pernah bekerja di perusahaan tradisional dan startup. Hal ini menjadi nilai tambah untuk berfokus pada fundamental bisnis dan unit economics. “Kami tidak ingin berinvestasi karena takut tertinggal [tren]. Malah, peserta di Batch I rata-rata sudah profitable dan bootstrapping. Contoh, platform Belajar Lagi,” ungkap Riswanto.

Sekadar informasi, Riswanto merupakan angel investor di startup agritech Eratani. Ia dan Bharat Ongso memiliki pengalaman karier kuat di sektor IT dan fintech. Sementara itu, Afi memiliki pengalaman karier kuat pada bidang people dan culture.

“Menurut tesis kami, saat dunia sedang krisis, orang akan kembali ke [hal] dasar. Orang butuh makanan, infrastruktur seperti logistik, dan modal melalui fintech. Maka itu, Upturn menawarkan value pada product development [berdasarkan pengalaman karier] dan business network yang kami miliki,” tambahnya.

Pihaknya meyakini masih banyak founder potensial dan bisnisnya berjalan baik di Indonesia, tetapi tidak memiliki know-how yang cukup untuk mencari pendanaan ke VC. Alih-alih berinvestasi karena tren, ia ingin menekankan komitmennya untuk mencari startup yang memiliki produk yang betul-betul dipakai pengguna dan membangun sustainable business.

Not every shiny founder [dengan latar pendidikan dari universitas ternama] can create a successful business. Sebaliknya, not every non-shiny founder tidak bisa membangun startup yang bagus.”

Kendaraan investasi

Riswanto menekankan bahwa pihaknya ingin mengambil peran di industri digital melalui dua wadah berbeda. Maka itu, usai debut program perdananya ini, Upturn berencana mendirikan entitas baru yang berfungsi sebagai kendaraan investasi. Sementara, program akselerator angkatan kedua akan digelar pada tahun depan.

Ia berujar, rencana tersebut sejalan dengan feedback positif yang diterima dari program akseleratornya. “Kami dapat banyak exposure sehingga ada ajakan untuk kolaborasi. Ini menjadi sinyal positif karena artinya banyak yang mulai vertical-focused,” ujar Riswanto.

“Kami pikir startup yang sudah menjalankan program akselerator pasti ingin mencari pendanaan. Di Batch I, ada startup yang kami coba hubungkan ke investor, dan ada yang sudah closing,” ucapnya.

Dalam beberapa bulan ke depan, pihaknya akan mengeksplorasi model yang dinilai cocok dengan visi-misi Upturn. Ia mempertimbangkan investasi lewat model kemitraan dengan VC atau perusahaan digital, seperti Grab Velocity Ventures (Grab) atau Sembrani Wira (BRI Ventures).

Duitin Perkenalkan Aplikasi Digital untuk Memfasilitasi Daur Ulang Sampah

Di awal bulan Juli 2021, Google for Startup Accelerator mengumumkan 8 lulusan program akselerator pertama di Indonesia. Salah satunya adalah Duitin, sebuah pengembang layanan digital yang memfasilitasi daur ulang, memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward.

Berdasarkan data McKinsey&Co dan Ocean Conservancy, Indonesia menempati peringkat kedua sebagai penghasil sampah plastik terbanyak di dunia, yaitu mencapai 63,9 juta ton per tahun. Dari jumlah tersebut, hanya kurang dari 10% yang dapat didaur ulang. Sisanya, berakhir di TPA atau lebih buruk lagi, terbawa arus ke laut. Tanpa aksi yang serius, jumlah sampah plastik yang mencemari laut akan semakin bertambah secara signifikan.

COO Duitin Adijoyo Prakoso mengungkapkan, startupnya berawal dari sebuah misi sosial ke kampung pemulung untuk mengetahui bagaimana cara mereka bertahan hidup serta seperti apa pain point-nya. Dalam kesempatan tersebut, para founder menemukan fakta bahwa pemulung ternyata banyak yang membeli sampah daur ulang dari warung untuk dijual kembali ke pelapak yang kemudian baru dikumpulkan untuk dijual kembali ke pabrik daur ulang

“Lalu kami menyadari bahwa ada banyak proses yang bisa disederhanakan melalui teknologi dalam industri daur ulang yang melibatkan pemulung, rumah tangga serta pabrik daur ulang. ”

Secara sederhana, aplikasi ini dibuat untuk memudahkan pengelolaan sampah daur ulang menggunakan fasilitas penjemputan oleh picker. Penggunaan aplikasi juga dinilai bisa membuat picker bisa lebih terarah dalam mengumpulkan sampah daur ulang. Di sisi lain, Duitin juga sebagai sebuah gerakan untuk memilah, mengumpulkan serta mengelola sampah sehingga bisa mendapatkan ‘kehidupan kedua’ melalui proses daur ulang.

Saat ini terdapat 6 klasifikasi sampah daur ulang yang dapat dikelola melalui Duitin, yaitu plastik, karton, kaca, minyak jelantah, kaleng aluminium, serta kotak multi-layer. “Kami ingin memberi kemudahan juga bagi masyarakat yang ingin mulai memilah sampahnya, maka dari itu, kami juga berusaha untuk tidak mempersulit mereka dengan kategori sampah yang terlalu banyak,” tambah Adijoyo.

Selain itu, dari sisi pemerintah juga terus berupaya untuk mengurangi jumlah sampah. Pemprov DKI Jakarta telah mengeluarkan Pergub No. 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah pada Lingkup Rukun Warga. Melalui Pergub ini, rumah tangga diwajibkan untuk mengelola sampah. Sehingga, sampah tak langsung dibuang ke bank sampah.

Sampah daur ulang yang telah dijemput, akan dibersihkan serta dipilah berdasarkan jenis, warna dan bahannya, kemudian dikirimkan ke pabrik pencacah. Hasil pencacahan dapat diproses kembali menjadi barang baru seperti karung atau botol plastik. Selain itu, bisa juga diolah sebagai bahan untuk membuat biji plastik, benang, kain bahkan untuk diekspor.

Duitin kontributor yang berhasil menjual sampahnya akan mendapatkan reward dari picker berupa Duitin Coin yang bisa digunakan untuk membeli produk dalam platform.  Setiap transaksi yang terjadi dalam platform juga akan diberikan poin. Selain itu, kontributor juga bisa mencairkan Duitin Coin ke rekening bank. Saat ini Duitin telah bekerja sama dengan beberapa pihak seperti  LinkAja, serta sedang dalam proses integrasi dengan platform DANA.

Dukungan terhadap sektor informal

Selain berkontribusi untuk bumi dan alam yang lebih baik, Duitin juga ingin turut berpartisipasi dalam meningkatkan kesejahteraan dan ekonomi bagi sebagian lapisan masyarakat. Timnya mengaku berkomitmen memberi dampak positif bagi lingkungan sekaligus memiliki visi untuk menaikkan taraf hidup dan citra profesi bagi para picker di mata masyarakat.

Sektor informal, terkhusus dalam industri ini para pemulung, mayoritas adalah orang-orang yang unbanked yang tidak terjangkau produk perbankan. Duitin melihat hal ini sebagai salah satu yang juga menjadi pain points, sektor yang paling membutuhkan dukungan finansial, malah tidak mendapat akses ke produk finansial.

Salah satu objektif yang ingin dicapai oleh Duitin dengan mempekerjakan sektor informal dalam aplikasinya adalah untuk mereka bisa mulai membangun profil finansialnya. Hal ini diharapkan bisa digunakan sebagai credit scoring ketika mereka butuh akses terhadap institusi finansial untuk bisa bertahan dalam ketidakpastian ekonomi saat ini.

Dari sisi pendanaan, saat ini Duitin masih beroperasi secara bootstrap. Namun, Adijoyo turut menyampaikan bahwa timnya saat ini tengah dalam proses fundraising. Tidak disebutkan target pendanaan yang diincar, tapi mereka berharap proses penggalangan dana ini bisa tercapai pada Q4 2021.

Application Information Will Show Up Here

Berbagi Pengalaman Program Akselerator Online di Tengah Pandemi

Sebelum pandemi berlangsung, sebagian besar kegiatan program akselerator, bootcamp, dan demo day dilakukan secara langsung di kantor atau coworking space. Program akselerator mendanai semua kegiatan dan menghadirkan mentor relevan untuk membantu para entrepreneur mengembangkan bisnis mereka.

Namun, saat pandemi datang, kegiatan ini beralih secara online dan mengandalkan tools seperti video conference. Opsi ini menjadi menarik, tak hanya membantu pihak penyelenggara memangkas pengeluaran, tapi juga memberikan fleksibilitas ke para peserta.

DailySocial, misalnya, di bulan April lalu melancarkan kegiatan DSLaunchpad. Sebuah program inkubasi startup yang dilakukan secara online. Program ini meloloskan 107 startup, dengan preferensi untuk startup-startup yang berdomisili di luar kawasan ibukota.

CEO DailySocial Rama Mamuaya secara langsung mengorganisir program ini. Ia mengatakan, “Kami melihat adanya ketidakseimbangan antara acara dan program edukasi teknologi dan startup antara di DKI Jakarta dan di provinsi lain. Tujuan utama program DSLaunchpad adalah membuktikan bahwa kesempatan untuk menjadi founder startup dimiliki semua orang Indonesia tanpa terkecuali.”

Dalam pelaksanaannya, DSLaunchpad menggandeng berbagai mentor dari startup dan perusahaan modal ventura ternama. Kevin Aluwi (Co-CEO Gojek), Fajrin Rasyid (Co-Founder Bukalapak), Izak Jenie (CEO Jas Kapital), Dyota Marsudi (Executive Director Vertex Ventures), Dondy Bappedyanto (CEO Biznet Gio), dan Andy Zain (Managing Partner Kejora Ventures) adalah sebagian mentor yang terlibat.

Usaha “menyamakan tingkat persaingan” ini berbuah menarik. Banyak pendiri startup di luar ibukota yang ikut serta, bahkan beberapa berpeluang pitching dan mendapatkan pendanaan  dari investor tanpa tatap muka secara langsung. Mengandalkan koneksi internet, kesempatan mereka memperkenalkan inovasi menjadi lebih terbuka.

Kesempatan yang sama

Selama pandemi berlangsung, beberapa program akselerator tetap konsisten menjalankan kegiatannya. GK Plug and Play dan Gojek Xcelerate tetap menjalankan program dengan pembekalan ilmu secara online dan offline.

Menurut Direktur GK Plug and Play Aaron Nio, virtual pitching atau virtual event mempermudah usaha memperluas jaringan, karena sifatnya yang lebih praktis – bisa mobile dan easy to access.

“Dan meskipun excitement yang dihadirkan pada setiap acara virtual berbeda dengan tatap muka, untuk orang-orang yang memiliki banyak kegiatan dan bergerak dinamis, virtual event lebih ideal tanpa mengurangi kualitas dalam berkomunikasi,” kata Aaron.

Menurut Co-Founder Nalagenetics Levana Sani, salah satu peserta program akselerasi GK Plug and Play, keputusan GK Plug and Play melakukan virtual pitching dan demo day adalah keputusan yang bijak.

“[..] Dengan organisasi yang baik, peluang harus sama bagi semua [peserta] pemula yang berpartisipasi,” kata Levana.

Menurut Gojek Xcelerate Lead Yoanita Simanjuntak, penyelenggaraan secara online memungkinkan mengundang ratusan partner untuk bergabung, bahkan dari luar Indonesia sekalipun. Hal ini merupakan salah satu hal yang sulit didapatkan secara offline.

“[..] Kami menyelenggarakan demo day kali ini secara online via Zoom Webinar. Ini merupakan pengalaman yang unik, karena selain pitching, kami juga memberikan beberapa sesi pembekalan oleh talenta terbaik Gojek dan partner global,” kata Yoanita.

Sebelum demo day, Gojek Xcelerate mendatangkan 11 startup untuk mengikuti program akselerator batch 4 di Jakarta. Bootcamp intensif 5 hari dilakukan di Gojek HQ dan Gojek Xcelerate Learning Space di Menara Digitaraya pada Maret lalu.

“Jika dibandingkan memang kita terbiasa dengan interaksi langsung, karena bisa empati dengan lawan bicara, bisa melihat gesture dan emosi. Tapi, tim Gojek Xcelerate bisa mengemas dengan baik. Jadi pengalaman virtual 1-on-1 mentoring juga sangat efektif,” kata Co-Founder MENA Indonesia Ni Nyoman Sri Natih S, salah satu peserta Gojek Xcelerate batch 4.

Persiapan untuk startup

Meskipun proses secara online terbilang lebih membebaskan para peserta  mengekspresikan diri, ada beberapa hal yang tetap harus diterapkan saat presentasi. Tak hanya koneksi internet harus stabil, Aaron menekankan pitch deck yang ingin dipresentasikan harus menarik dan kemampuan menyampaikan materi harus mudah dimengerti.

Sementara di Gojek Xcelerate, sebelum demo day dilakukan, untuk meminimalisir isu konektivitas, pitching atau presentasi peserta direkam sebelum acara dan ditayangkan saat demo day. Dengan demikian, para calon investor dan partner dapat menyaksikan presentasi dengan lebih nyaman.

“Melihat respon positif para startup dan juga partner undangan, kami percaya bahwa dengan persiapan yang matang, aktivitas serupa tetap dapat memberikan hasil yang optimal bagi para startup dan seluruh pihak yang terlibat,” kata Yoanita.

Sementara bagi startup, menurut Levana, penting untuk tidak kehilangan momentum pasca presentasi. Follow up melalui email dan platform pesan dari pihak yang berkepentingan menjadi hal yang dapat membantu.

“Secara keseluruhan saya melihat dari pengalaman melakukan secara virtual pun efisien. Termasuk keberhasilan acara puncak demo day,” kata Ni Nyoman.

Kegiatan offline masih menjadi pilihan

Meskipun kegiatan ini berhasil dilakukan dan mampu memberikan kontribusi bagi startup dan penyelenggara, ada beberapa hal yang masih membuat pelaksanaan secara offline masih lebih nyaman, termasuk kegiatan networking antara investor, mentor, dan peserta.

Namun demikian, menurut Aaron, adanya momentum pandemi membuat mereka menjadi lebih aware dan terbiasa menggunakan teknologi. Diharapkan, melalui momen seperti ini, akan bermunculan inovasi-inovasi baru yang semakin mengutilisasi teknologi.

“Memang pada awalnya terasa kurang nyaman, tapi pemanfaatan teknologi ini menurut saya baik untuk mengembangkan ekosistem teknologi di Indonesia. Jadi tidak menutup kemungkinan kami akan menyelenggarakan banyak event atau agenda program secara virtual.”

Aaron menambahkan, jika dihadapkan dengan pilihan, pitching secara langsung excitement dan engagement lebih terasa dibandingkan secara virtual.

Untuk mengakali kesulitan melakukan proses networking secara online, Gojek Xcelerate menghadirkan profil video setiap peserta sebelum pitching, kemudian menampilkan kode QR masing-masing startup agar calon investor dan partner bisa langsung terhubung dengan para founder.

“35 Startup Gojek Xcelerate dari batch 1 hingga 4 ini telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, termasuk mampu menghadirkan berbagai inovasi yang menjawab kebutuhan masyarakat di tengah pandemi. Semangat inovasi ini ke depannya akan terus kita gaungkan untuk memberikan dampak sosial yang lebih luas bagi masyarakat,” ujar Yoanita.

Gojek Xcelerate Pilih Sebelas Startup Berkonsep “Direct-to-Consumer”

Gojek Xcelerate, program akselerator milik Gojek, mengumumkan 11 startup yang masuk ke dalam batch keempat. Seluruh startup terpilih ini bergerak di bidang direct-to-consumer, menyesuaikan dengan tantangan bisnis di masa pandemi.

Mereka telah diberi pelatihan dalam kreativitas dan inovasi agar dapat menyesuaikan bisnis dengan cepat, sesuai dengan perubahan perilaku konsumen selama pandemi. Salah satunya adalah untuk meminimalisir kegagalan startup dalam mengembangkan produk dan layanan, peserta dilatih untuk menerapkan teknik MVP (minimum viable product).

Teknik ini menentukan set fitur paling minimal dalam sebuah ekosistem teknologi sebelum startup meluncurkan produk atau layanan yang lebih lengkap (full-fledged). Manfaatnya startup bisa mendapat umpan balik dari calon pengguna dalam waktu relatif singkat, sehingga membantu minimalisir biaya pengembangan, serta kemungkinan produk gagal dalam skala besar.

Berikutnya adalah pelatihan metode growth hacking dan impactful data science, serta pelatihan dari partner Gojek Xcelerate kelas dunia lainnya yaitu strategi pengembangan bisnis startup dari Google Founder’s Lab, prinsip valuasi dari bank UBS, dan sesi mentorship bersama konsultan manajemen McKinsey.

Lead Gojek Xcelerate Yoanita Simanjutak menjelaskan, pada batch ini molor dari jadwal karena terdampak pandemi. Proses bootcamp telah dilangsungkan pada Maret 2020. Akan tetapi, demo day baru diselenggarakan pada hari ini (17/6) dan pertama kalinya digelar secara online.

“Tapi nanti kita akan pertemukan semua peserta startup dari batch pertama sampai ke empat untuk membahas inovasi apa yang kita lakukan secara bersama di dalam ekosistem Gojek,” terangnya.

Adapun 11 startup tersebut ialah:

1. Bartega: Startup ini fokus pada penjualan alat melukis, mendorong orang orang tetap kreatif di rumah dan dipandu dengan kelas-kelas online.
2. Trope: Startup ini fokus menyediakan produk make up yang multifungsi.
3. Rollover Reaction: Startup ini menyediakan beragam produk make up.
4. Pura: Startup new retail ini fokus menjual produk bahan-bahan makanan sehat
5. GetGo: Startup ini menawarkan layanan pencarian virtual dengan AI, permudah konsumen mencari barang yang dijual pedagang online.
6. Watt: Startup ini menjual produk sepatu untuk perempuan.
7. Elio: Mereka adalah klinik kesehatan digital khusus laki-laki.
8. Mena Indonesia: Startup ini menjual produk hasil kerajinan tangan, bekerja sama dengan komunitas lokal
9. Jejak.in: Adalah startup yang menerapkan sistem sensus untuk memantau pengelolaan pohon dan tanaman.
10. Kerokoo: Adalah startup fesyen yang menjual busana khusus perempuan.
11. Sare: Startup ini menjual piyama untuk segala gender dan usia.

11 startup terpilih Gojek Xcelerate Batch 4/ Gojek
11 startup terpilih Gojek Xcelerate Batch 4/ Gojek

Inovasi Gojek teranyar

Head of Groceries Gojek Tarun Agarwal menambahkan, di tengah kondisi yang dinamis, penerapan model bisnis direct-to-consumer menjadi efektif karena membantu startup berinteraksi langsung dengan pengguna yang saat ini lebih banyak menghabiskan waktu secara online. Bagi startup itu sendiri dapat memperoleh data dan umpan balik dengan cepat, sehingga dapat lebih menyesuaikan produk seiring perubahan pasar.

Penerapan model ini, menurutnya, terbukti membawa Gojek ke status decacorn sekaligus menjadikannya lebih resilien selama pandemi.

Beberapa inovasi direct-to-consumer yang dirilis Gojek adalah mengembangkan layanan konsumen belanja kebutuhan sehari-hari melalui GoMart dan GoShop. Layanan GoFood telah menambah mitra teranyar yakni Pasar Mitra Tani untuk menjual bahan pangan pokok ke dalam platform.

Selain itu, hadirnya GoFresh, layanan marketplace yang pada awalnya diperuntukkan khusus merchant GoFood, kini dapat diakses oleh konsumen umum. “Sepanjang tahun 2020, transaksi belanja groceries di GoMart terus meningkat. Hingga Mei, terjadi 5,5x peningkatan produk yang terjual di GoMart dibandingkan Januari,” ucapnya.

Dia melanjutkan, “Kami senang bisa berbagi best practices Gojek kepada sesama anak bangsa, harapannya lebih banyak lagi startup Indonesia yang bisa menyandang status decacorn dan bersama-sama memperkuat ekosistem teknologi global.”

Enam Cara Menentukan Program Akselerasi Startup yang Tepat

Ada banyak opsi yang dapat dilakukan untuk membuat bisnis startup berkembang. Mendapatkan pendanaan tentu adalah salah satunya. Namun, tidak semua startup mampu untuk mendapat akses terhadap para pemodal.

Di samping pendanaan, tidak semua startup juga dibekali dengan knowledge dan model bisnis yang baik dalam membangun bisnis. Untuk menjawab hal ini, program akselerator menjadi sebuah opsi yang patut dicoba.

Di Indonesia, ada banyak sekali program akselerasi startup, misalnya 1000 Startup, Bekraf for Pre-Startup (Bekup), GnB Accelerator, Plug and Play Indonesia, hingga Grab Ventures Velocity (GVV) milik Grab.

Pada dasarnya, program akselerator bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan startup. Bagi Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata, program akselerator tak hanya untuk mendorong pertumbuhan startup, tetapi juga memaksimalkan potensi dan memberikan dampak luas.

Umumnya, penyedia program akselerasi startup akan menyediakan dukungan tambahan berupa mentorship, data perusahaan, dan jaringan yang lebih luas. Kategori dan status pendanaan startup yang diincar tergantung visi dan misi program.

Bagi Anda yang mulai tertarik untuk mengikutinya, DailySocial merangkum enam cara untuk menentukan program akselerasi yang tepat sesuai kebutuhan startup Anda. Simak ulasannya sebagaimana kami kutip dari Foresight:

Riset dulu sebelum memilih

Mengingat ada banyak pilihan, baiknya Anda menggali informasi pada program-program yang diincar. Setiap program pasti memiliki fokus dan kriteria yang berbeda-beda. Ini akan membantu untuk dapat menentukan program yang mendekati kebutuhan Anda.

Sebagai contoh, GVV angkatan kedua yang baru diluncurkan beberapa bulan lalu mencari startup berstatus pendanaan post seed dan akan fokus pada inovasi dan penyelesaian masalah di bidang agrikultur dan pemberdayaan usaha mikro.

Pada GVV angkatan pendahulunya, tidak ada kriteria tertentu, baik dari status pendanaan, kategori bisnis, maupun fokus masalah yang ingin diselesaikan.

Contoh lainnya, Digitaraya Powered by Google Developers Launchpad mengadakan program pelatihan selama satu bulan agar dapat menelurkan startup berkualitas setiap bulannya. Startup yang dicari adalah startup yang siap untuk mendapatkan investasi Seri A.

Yang terpenting adalah jangan memilih program akselerasi berdasarkan pemikiran teman atau kerabat Anda. Pilihlah sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi saat itu. Juga, anggap akselerator sebagai partner jangka panjang Anda dalam membangun bisnis di masa depan.

Pikirkan saat memilih akselerator lokal

Sejumlah akselerator memusatkan kegiatannya pada kota tertentu. Maka tak heran domisili menjadi salah satu kriteria di beberapa program. Program Startup Surabaya, misalnya, memprioritaskan penduduk dengan KTP Surabaya.

Apa kaitannya dengan hal ini? Ketika memilih program akselerator di kota yang berbeda dengan lokasi bisnis Anda, itu artinya Anda perlu pindah sementara. Bisa jadi programnya sesuai dengan yang Anda inginkan. Akan tetapi, keputusan ini akan memengaruhi hidup dan keberlangsungan startup Anda.

“Jika Anda ingin mengoptimalkan kesuksesan perusahaan dalam jangka panjang, Anda perlu tahu apakah lokal akselerator yang dipilih menjadi opsi terbaik untuk mencapai itu.”

Kecocokan itu penting

Kecocokan yang dimaksud bisa mencakup fokus atau model bisnis dan status pendanaan startup. Anda tahu bahwa tidak semua akselerator menawarkan kriteria yang sama.

Ada akselerator yang tidak membatasi kategori startup, ada juga yang memiliki fokus pada industri atau vertikal bisnis tertentu. Selain itu, beberapa akselerator memilih startup di tahap awal (seed), tetapi akselerator lain lebih mengutamakan startup yang sudah punya model bisnis dan traction.

Mengapa ini menjadi penting? Setiap perusahaan dan investor punya ekspetasi dan pencapaian tersendiri. Akselerator yang mengincar startup berstatus pendanaan post seed bisa jadi menginginkan mereka untuk me-leverage aset perusahaan maupun meningkatkan pertumbuhan.

Anda juga perlu memerhatikan bagaimana akselerator mendeskripsikan programnya, bagaimana program ini berdiri, siapa saja mentornya. Ini akan menjawab apakah program ini cocok bagi startup Anda.

Akselerator menentukan pengalaman

Bergabung dengan program akselerasi memberikan Anda kesempatan untuk bertemu, belajar, hingga meminta masukan dan saran dari para akselerator yang menjadi pemain penting dalam ekosistem startup.

Secara langsung, Anda akan berinteraksi dengan mereka setiap hari dan tentunya akan menjadi bagian penting dalam pengalaman akselerasi Anda. Mereka juga yang akan membantu Anda dalam membuat keputusan.

Maka itu, Anda perlu benar-benar memperhatikan apapun yang mereka sampaikan mengenai program ini. Apa yang mereka cari pada wirausaha? Apa ekspetasi mereka? Bagaimana mereka mendefinisikan kesuksesan?

VP Strategi & Pengembangan Bisnis Digitaraya Nicole Yap pernah menyebutkan program akselerasinya didapat dari hasil studi mereka yang menunjukkan bahwa startup itu sering meminta apa yang mereka butuhkan, jadi akselerator tidak melulu memberikan tools yang dibutuhkan startup.

“Kita sangat percaya bahwa kesuksesan itu mutlak di tangan startup itu sendiri. Kita ingin ada dalam journey tersebut dengan memberi bentuk dukungan yang terbaik, sehingga startup akhirnya bisa merasa terkoneksi antara satu sama lain dan bisa berkolaborasi lebih lanjut,” papar Nicole.

Cari tahu pengalaman dari alumni program

Ini merupakan cara paling mudah untuk mengetahui pengalaman saat mengikuti program akselerasi. Anda dapat berbicara dengan para alumni program untuk mencari tahu perjalanan mereka saat mengikuti program.

Kendati begitu, Anda tidak harus ‘menelannya’ bulat-bulat karena pendapat alumni bisa menjadi bias. Pengalamannya belum tentu relevan dengan startup yang Anda bangun karena vertikal dan model bisnisnya bisa jadi berbeda.

Jangan mengejar valuasi

Ketika Anda melakukan penggalangan putaran dana, sebaiknya bukan valuasi yang Anda optimalkan, melainkan faktor-faktor yang dapat membantu untuk mendorong kesuksesan startup Anda. Hal ini juga berlaku pada akselerator.

Akselerator yang bagus mungkin menawarkan kesepakatan untuk sedikit berinvestasi dan mengambil lebih banyak porsi pada kepemilikan perusahaan. Hal ini karena mereka membantu untuk mempercepat perusahaan Anda dibanding startup lain.

Akselerator tidak diperuntukkan untuk semua perusahaan. Maka itu, lakukan leverage secara efektif, dan mereka akan menjadi partner terbaik untuk bisnis Anda. Pastikan Anda untuk tetap berhati-hati dalam mengevaluasi, dan pilih dengan bijak.

Akselerator Digitaraya Ubah Format Pelatihan, Siap Telurkan Startup Berkualitas

Akselerator Digitaraya mengumumkan format baru untuk rangkaian “Digitaraya Powered by Google Developers Launchpad” menjadi program pelatihan selama satu bulan, dari sebelumnya tiga bulan. Format ini akan dimulai pada awal tahun depan untuk batch kedua.

Langkah tersebut diinisiasi langsung oleh Digitaraya dengan komitmen ingin menelurkan startup berkualitas setiap bulannya. Startup dan investor akan terhubung satu sama lain dengan cara lebih efisien dan efektif, sehingga peluang kolaborasi bisnis jadi lebih besar. Ditambah ambisi untuk memperkuat ekosistem startup Indonesia.

“Inisiasi awal datang dari kami sendiri. Jika melakukan dua batch setahun, hanya ada 8 startup per batch. Namun jika kita lakukan setiap bulan, ada lima startup yang berpartisipasi selama delapan bulan. Tentu kesempatan akan lebih besar untuk startup itu sendiri. Impact-nya bisa tiga kali lipat,” ucap VP Strategi & Pengembangan Bisnis Digitaraya Nicole Yap kepada DailySocial, Selasa, (4/12).

Dalam format baru ini, sambungnya, akan diisi dengan program yang cukup padat selama satu bulan penuh. Pada minggu pertama adalah bootcamp yang akan memperkenalkan metodologi Google untuk startup, seperti Leader’s Lab, OKR Workshop, Startup Diagnostic, General Mentoring, dan Assignment of ‘Anchor Mentors’.

Kemudian dilanjutkan dengan mentoring one-on-one yang disesuaikan dengan kebutuhan startup pada minggu kedua. Di minggu ketiga, akan ditutup dengan demo day bulanan. Startup akan memiliki kesempatan untuk pitching ke audiens yang dipilih dari mitra perusahaan, investor, dan media.

Pada minggu keempat, dilanjutkan pengumuman batch berikutnya dengan tema segmen startup yang sudah ditentukan sebelumnya. Dalam rundown, tema startup yang sudah dipilih seperti healthtech, women founders, energi, agritech, fintech, dan edutech.

Nicole menjelaskan, program ini terus berjalan selama delapan bulan sepanjang 2019, kecuali Mei, Juni, November dan Desember. Setiap bulannya akan dipilih lima startup yang berhak mengikuti program pelatihan selama satu bulan penuh.

“Kita sangat percaya bahwa kesuksesan itu mutlak di tangan startup itu sendiri. Kita ingin ada dalam journey tersebut dengan memberi bentuk dukungan yang terbaik, sehingga startup akhirnya bisa merasa terkoneksi antara satu sama lain dan bisa berkolaborasi lebih lanjut.”

Tidak melulu kejar soal investasi

Meski program pelatihan dibuat lebih singkat, Nicole memastikan bahwa dalam format ini sudah berdasarkan hasil studi yang didapat oleh Digitaraya. Salah satunya menunjukkan bahwa startup itu sering meminta apa yang mereka butuhkan, jadi tidak melulu pihak akselerator yang memberikan tools apa saja yang dibutuhkan startup.

Pasalnya, saat ini ada banyak investor yang berani menaruh uangnya di startup tahap awal, tapi banyak startup yang belum paham bagaimana menavigasi bisnisnya dan menjaga relasi dengan investor. Dengan kesempatan demo day, startup akan mendapat eksposur lebih, kesempatan untuk terus belajar, menambah jaringan, dan sebagainya.

“Kita bukan bilang kalau ikut demo day pasti dapat investasi, tapi startup itu pasti dapat eksposur yang lebih, bisa berlatih terus, dapat jaringan, dan jika dilakukan secara konsisten kita percaya bahwa ini bisa impact yang lebih dalam buat startup dan investor.”

Demi menaungi seluruh kebutuhan tersebut, otomatis memacu pihak Digitaraya untuk memperluas jaringan dengan para praktisi, investor dan sebagainya agar bisa dihubungkan dengan startup yang tepat, sesuai dengan kebutuhan startup itu sendiri.

“Digitaraya sekarang fokus pada membimbing startup Indonesia yang akan siap untuk mengunjungi investasi seri A.”

Dalam kaitannya dengan Google Developers Launchpad, setiap startup akan berkesempatan mendapat tools dari Google untuk mengakselerasi bisnisnya. Misalnya Google Leader’s Lab untuk mengajarkan founder startup bagaimana membangun budaya yang tepat untuk perusahaan tahap awal mereka.

Berikutnya ada Google Cloud Platform, OKR Workshop, dan akses eksklusif ke beberapa layanan Google seperti Android, Play dan Firebase.

Dalam batch I yang sudah digelar sejak Agustus hingga Oktober 2018, ada 113 pendaftar dari 25 kota. Seluruh startup ini bergerak di 13 jenis sektor yang berbeda. Digitaraya melakukan seleksi penuh hingga akhirnya terpilih 7 startup, di antaranya Reblood, Riliv, Arkademy, ModalRakyat, KiniBisa, Gelora, dan Expedito.

Batch kedua ini masih dibuka pendaftarannya hingga 31 Desember 2018 mendatang.

Plug and Play Indonesia Umumkan 13 Startup Peserta Batch Kedua

Program akselerator startup Plug and Play Indonesia mengumumkan 13 startup yang masuk ke dalam batch dua. Seluruh startup berhak mendapat pendanaan tahap awal (seed funding) sekitar US$50 ribu, workshop, 1-on-1 mentorship, coworking space, akses ke Silicon Valley, hingga peluang bekerja sama dengan rekan korporasi Plug and Play.

Yang berbeda dengan batch pertama, startup terpilih berasal dari industri yang beragam tidak hanya melulu dari layanan e-commerce saja. Ini memperlihatkan bahwa founder startup kini semakin memperhatikan solusi yang ditawarkan dapat memecahkan masalah yang dihadapi industri. Oleh karena itu, startup yang dipilih Plug and Play kali ini lebih matang dari segi bisnis dibandingkan batch sebelumnya.

Tak hanya menyeleksi startup dari segi kematangan bisnis, Plug and Play juga melihat dari komitmen founder startup itu sendiri. Founder yang dipilih harus berkomitmen penuh pada startup yang dijalaninya dengan tidak memiliki lebih dari satu startup.

“Pada batch kali ini karena ekosistem startupnya sudah makin matang, maka variasi startupnya makin bermacam-macam. Berbeda dengan batch pertama, di mana pada waktu itu kematangan bisnisnya belum se-mature sekarang,” terang President Director Plug and Play Indonesia Wesley Harjono, Selasa (9/12).

Setelah diakselerasi selama tiga bulan, para startup akan dijadwalkan untuk mempresentasikan bisnis mereka ke hadapan GK – Plug and Play Expo dihadapan ratusan tamu eksklusif yang terdiri dari investor, pemerintah, C-Level Executives, dan media pada April 2017 mendatang.

Berikut 13 startup yang terpilih dalam batch dua adalah sebagai berikut:

1. Blynk: startup ini berasal dari Singapura, menyediakan platform yang membantu UKM, korporasi, dan badan pemerintahan untuk membuat aplikasi. Platform ini memungkinkan para pelaku UKM membangun aplikasi dengan fitur drag and drop dan tanpa menggunakan bahasa pemrograman.

2. Cheers Global Wallet: memberikan kemudahan kepada developer untuk mengintegrasikan e-wallet di dalam aplikasi yang dibangun secara mandiri, sehingga para pengguna dapat terhubung secara finansial.

3. Dana Bijak: merupakan layanan pinjaman online tanpa agunan yang menawarkan pinjaman mikro kepada masyarakat.

4. Datanest: membantu perusahaan untuk mengolah data dengan machine learning dan artificial intelligence sehingga dapat dijadikan sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.

5. Duit Hape: merupakan sistem pembayaran dan pengiriman uang seluler independen yang dapat bekerja di semua sistem operasi, operator telekomunikasi, dan bank. Duit Hape memungkinkan pengguna untuk melakukan setoran tunai, penarikan, transfer, pembayaran cicilan, jaminan sosial, dan sebagainya.

6. Eresto: adalah layanan berbasis cloud untuk menjalankan restoran secara profesional, seperti manajemen persediaan, akuntansi, CRM, dan sebagainya dengan implementasi yang mudah.

7. Gandeng Tangan: merupakan platform p2p lending yang bertujuan memberikan investasi jangka pendek untuk membantu pembiayaan UMKM.

8. Griggo: adalah aplikasi yang mengagregasi dan mengatur layanan pengumpulan serta daur ulang sampah, startup ini berdiri pertama kali di Bali.

9. Indogold: adalah platform online yang membantu pengguna melakukan investasi logam mulia secara aman dan fleksibel. Mulai dari tabungan emas dengan berat terkecil 0,001 gram, layanan cicilan untuk member, gadai emas, dan sebagainya. Indogold sebelumnya ditunjuk menjadi mitra eksklusif dengan Bukalapak untuk layanan BukaEmas.

10. Manpro: adalah aplikasi khusus dalam solusi bidang project management, khususnya dokumentasi proyek konstruksi. Pengguna dapat mengakses dokumen atau gambar dengan mudah.

11. Periksa.id: adalah solusi untuk meningkatkan kualitas pelayanan di bidang kesehatan menjadi lebih responsif, efektif, dan transparan. Pengguna dapat menulis resep, menyimpan catatan media, mengelola data pasien lewat platform ini.

12. Trukita: adalah marketplace yang dapat digunakan untuk mencari harga terbaik dalam memenuhi kebutuhan truk dan kargo.

13. Weston: menyediakan solusi untuk sistem energi terbarukan di daerah terpencil di Indonesia. Sistem ini dapat digunakan oleh setiap rumah untuk mendapatkan akses listrik dengan sistem pembayaran pay per use dengan harga terjangkau.