Brambang.com Mudahkan Proses Pembelian dan Penjualan Bawang Merah Secara Online

Startup yang menyasar sektor pertanian saat ini sudah mulai banyak jumlahnya, sebagian besar startup tersebut memiliki alasan yang serupa yaitu ingin membantu para petani di Indonesia dengan memberikan edukasi yang baik, teknologi terkini hingga membantu proses pendistribusian dengan cara memotong mata rantai penjualan yang cukup rumit di sektor pertanian hingga saat ini.

Salah satu startup yang mencoba untuk menghadirkan produk bawang merah adalah Brambang.com. Brambang.com, yang berupa marketplace khusus untuk jual beli bawang merah secara online, telah meluncurkan layanannya dengan soft launching pada bulan Mei 2017 lalu.

Startup yang didirikan Dustin Haliman ini memiliki tujuan untuk menyediakan platform dagang online yang dididukung oleh logistik efisien agar perdagangan bawang merah yang saat ini berlangsung secara tradisional menjadi lebih cepat, mudah, dan murah. Brambang.com mengklaim menguntungkan pihak penjual maupun pembeli. Penjual atau pelaku bisnis bawang merah dapat memperluas pasar penjualan mereka dan pembeli dapat membeli bawang merah dengan mudah dan murah.

“Kami ingin mengambil peran penting meningkatkan efisiensi perdagangan hasil pertanian Indonesia. Kami mulai dengan bawang merah, mengingat harga bawang merah adalah salah satu komponen dalam perhitungan inflasi oleh Bank Indonesia,” kata Founder dan CEO Brambang.com Dustin Haliman.

Bawang merah langsung dari Brebes

Sejauh ini kami belum memperoleh informasi soal jumlah pengguna dan penjual yang sudah terlibat di Brambang.com. Dustin sendiri belum mengungkapkan bagaimana monetisasi layanan ini. Fokusnya saat ini untuk memastikan kualitas barang yang disuplai sesuai standar. Untuk mengontrol mutu bawang merah, Brambang.com disebutkan langsung menyuplai bawang merah segar dari Brebes.

“Menurut statistik Kementerian Pertanian, Kabupaten Brebes memproduksi bawang merah kira-kira 400.000 ton per tahun, dengan jumlah pelaku bisnis bawang merah yang diestimasikan sebanyak 200.000 orang. Brambang hadir dengan tujuan untuk membantu mereka memperluas pasar penjualan dan juga menyediakan jasa logistik yang jauh lebih efisien,” kata Dustin.

Saat ini Brambang.com baru melayani layanan di wilayah Jabodetabek. Untuk bisa mengakses Brambang.com, pengguna bisa melakukan transaksi melalui situs di desktop dan mobile browser, pembeli dapat memesan bawang merah di Brambang.com hanya dengan 4 langkah. Dimulai dengan menentukan jumlah berat, mendapatkan harga, melakukan pembayaran melalui transfer atau setoran tunai, dan kemudian bawang merah yang dipesan akan diantar pada hari berikutnya. Saat ini Brambang tidak melakukan pengiriman pada hari Minggu atau hari libur.

“Brambang.com menjamin mutu barang, ketersediaan barang serta harga yang transparan, terkini, dan kompetitif. Di samping itu, waktu pengiriman yang cepat serta kemudahan dan kenyamanan berbelanja online menjadi unggulan layanan kami,” tutup Dustin.

Etanee Usung Solusi Komplit Bantu Maksimalkan Produksi Pertanian dan Peternakan

Etanee memiliki visi untuk memberikan solusi atas permasalahan di sektor pertanian dan peternakan, baik dari sisi produsen sampai konsumen. Bukan hanya menjadi aplikasi digital berupa toko online bagi barang produksi pertanian dan peternakan, tetapi juga sebuah solusi digital menyeluruh yang mencoba menyelesaikan permasalahan industri pertunaian dan peternakan di Indonesia.

Etanee menggabungkan tiga rantai bisnis utama dari industri pertanian dan peternakan, yakni rantai pasokan di hulu meliputi digitalisasi kegiatan produksi peternakan dan pertanian, manajemen logistik selepas panen dan sistem distribusi hingga ke tangan konsumen, atau di bagian hilir. Semua itu diharapkan tidak hanya membantu para pembeli seperti ibu-ibu rumah tangga yang berbelanja tetapi juga menjaga proses produksi dan distribusi.

Dalam rangka menjamin kualitas produksi hasil peternakan, seperti daging ayam dan sapi, pihak Etanee bekerja sama dengan RPH (Rumah Pemotongan Hewan) dan RPHU (Rumah Pemotongan Hewan Unggas) yang sudah memiliki sertifikasi halal, memiliki nomor NKV (Nomor Kontrol Veteriner) dan menerapkan produksi yang sesuai standar.

Termasuk di dalamnya sistem sistem mini ERP (Enterprise Resource Planning) yang di beri nama Farm Management System. Sebuah perangkat lunak yang memungkinkan peternak dan petani mengelola proses budi daya dan produksi secara sistematis dan terukur. Dan untuk memprediksi potensi kerugian sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan.

Sementara itu, dalam rangka menjaga rantai distribusi Etanee menerapkan cold-chain mulai dari hulu sampai ke tangan konsumen. Hal ini disebut menjadi salah satu nilai yang dijadikan pembeda Etanee dengan layanan lainnya. Di bagian logistik ini Etanee memiliki aplikasi Stokist Management System (SMS) yang disebut mampu mengelola pasokan ketika ada permintaan dari konsumen akhir yang membeli melalui aplikasi mobile mereka.

Di ujung di bagian konsumen, Etanee memiliki aplikasi Etanne Logistic yang mengatur lalu lintas pemesanan konsumen. Kemudian para tukang ojek akan melakukan pengantaran dari lokasi penyimpanan produk ke lokasi konsumen.

Dengan sistem dan dirancang dan kerja sama yang dibangun pihak Etanne menargetkan bisa memiliki 20 distribution center dan 400 stockist di wilayah Jabodetabek dan akan melibatkan sampai 3000 orang tukang ojek di bawah pengelolaan Etanne langsung.

Persaingan dan tantangan

Soal memberdayakan pertanian dan peternakan Etanee tidak sendirian. Nama-nama seperti Crowde, BantuTernak, iGrow, dan banyak lainnya juga mengupayakan hal yang sama. Apa yang ditawarkan Etanee terbilang komplit. Meski demikian masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, yang paling utama ada di sektor membantu petani dan peternak.

Mengenalkan petani dan peternak ke sistem digital dan pengelolaan yang rapi tentang produksi merupakan masalah serius. Jika ini bisa diselesaikan oleh pihak Etanee bukan hanya solusi yang terpecahkan tetapi juga rasa percaya yang didapatkan.

Application Information Will Show Up Here

Sajikan Konsep Investasi Pertanian Syariah, MyAgro Siap Optimalkan Lahan Tidur di Kalimantan

Ada beberapa sektor yang sangat populer di bisnis startup digital, ada pula yang masih merangkak dieksplorasi, seperti salah satunya pertanian. Belum banyak memang startup Agtech yang memiliki sepak terjang signifikan, namun secara perlahan mulai muncul nama-nama startup yang memosisikan dirinya di Agtech.

Salah satunya MyAgro. Meskipun produknya masih dalam proses pengembangan, ide dan konsep yang diangkat mampu menjadi daya tarik. MyAgro beberapa waktu lalu berhasil menjadi Juara II dalam ajang Indonesia Startup Insight 2017 yang digelar di Singapura. Mirip dengan iGrow, MyAgro menawarkan platform untuk investasi pertanian.

[Baca juga: Suksesi Sektor Pertanian Indonesia dengan Teknologi]

MyAgro yang didirikan Uray Tiar Fahrozi mempunyai konsep unik dan berbeda dari platform investasi bidang pertanian yang sudah ada sebelumnya, yakni mengedepankan pada konsep investasi syariah dan jaminan minim risiko. Dikonsep sejak awal tahun ini, menurut pemaparan sang Founder, pengembangan MyAgro didasari fakta kurangnya optimalisasi lahan.

Uray menuturkan ada masalah besar yang dialami Indonesia, yakni pengelolaan sumber daya alam yang tidak maksimal. Salah satunya berupa lahan tidur di Indonesia seluas lebih dari 14 juta hektar. Mirisnya lahan di Indonesia sebenarnya adalah lahan subur dan produktif, yang bisa diolah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Alasan kedua yang disampaikan Uray ialah pemberdayaan petani yang sangat minim seperti subsidi bibit, ketersediaan pupuk, serta harga beli dari tengkulak sangat rendah. Dari kegelisahan itulah, ia dan tim membuat MyAgro menjadi platform yang menghubungkan antara investor, konsumen, dan petani. Hingga saat ini, sudah ada sekitar 10 investor yang menanamkan modalnya.

“Saat ini, platform digital sedang disiapkan. Yang jelas, fitur layanan seperti investasi di lahan MyAgro akan menjadi prioritas terbesar kami,” jelas Uray kepada DailySocial.

“Berbeda dari platform digital serupa di bidang pertanian seperti iGrow dan Crowde yang lebih fokus ke tanaman, MyAgro yang menerapkan konsep syariah pada akad perjanjian dengan investor ini. Lebih fokus berinvestasi pada lahan pertanian yang menganggur di Kalimantan Barat.”

Saat ini peminat yang sudah berinvestasi berasal dari Pontianak, Samarinda dan Solo. Dari ajang Startup Insight di Singapura juga ada beberapa investor dari luar negeri yang tertarik berinvestasi, seperti dari Korea dan Singapura. Rencananya pada bulan Juni ini, MyAgro akan me-launching situs yang digunakan untuk kegiatan operasional investasi.

[Baca juga: Daftar Startup Indonesia di Bidang Pertanian, Perikanan, dan Peternakan]

Dalam proses bisnisnya, MyAgro akan mengambil keuntungan dari penjualan lahan pertanian kepada investor serta dari hasil pertanian dan peternakan. Sementara, pengelolaan lahan tidur dikerjakan petani dan tim MyAgro. MyAgro disebut sudah membentuk dan bekerja sama dengan kelompok tani di Rasau Jaya dan Bengkayang, Kalimantan Barat.

“Bagi investor, investasi pada tanaman sangat berisiko gagal panen dan terkena bencana alam. Namun investasi ke lahan pertanian jauh lebih aman. Namun secara garis besar Indonesia punya potensi untuk menjadi produsen pangan dunia dan MyAgro siap menjadi solusi bagi semua,” pungkas Uray.

Platform Investasi Bidang Agrikultur Crowde Permudah Petani Dapatkan Modal

Crowde adalah platform investasi yang bergerak khusus di agrikultur, didirikan sejak September 2015. Platform ini berupaya meningkatkan kesejahteraan para petani untuk memiliki bantuan modal usaha dengan cara digital.

CEO Crowde Yohanes Sugihtono menjelaskan Crowde didirikan untuk menjembatani kebutuhan permodalan yang kerap dialami para petani dengan investor yang tertarik menaruh modal di bidang agrikultur. Kondisi sekarang ini banyak petani yang menjadi sasaran lintah darat dan tengkulak karena mereka bukan tergolong nasabah bankable.

“Petani di Indonesia banyak sekali masalah dari hulu ke hilir dan selalu petani yang menjadi korban. Kami melihat hal ini dan ingin membantu mereka untuk connecting each other dengan menyelesaikan masalah mereka di bidang pembiayaan,” terangnya kepada DailySocial.

Secara model bisnis, Crowde hampir mirip dengan platform investasi lainnya. Investor bisa terlibat dalam suatu proyek dengan dana minimal Rp10 ribu. Hanya saja yang sedikit berbeda adalah model bisnis Crowde bekerja secara bagi hasil dengan metode syariah. Langkah ini dinilai lebih menjawab solusi untuk petani.

Ambil contoh, bila Anda melakukan investasi sebesar Rp10 ribu. Ketika suatu proyek untung 10%, maka imbal hasil yang diberikan adalah Rp11 ribu. Namun ketika petani merugi 5%, maka imbal hasilnya menjadi Rp9.500.

Untuk monetisasinya, Crowde menganut sistem komisi sebesar 3% untuk setiap proyek yang berhasil didanai sesuai kebutuhan.

Yohanes melanjutkan, Crowde tak hanya menyediakan proyek investasi di bidang agrikultur saja, tapi sudah bergerak ke sektor perikanan, peternakan, hingga trading. Hal ini ditujukan agar para investor dapat mendiversifikasi risikonya ke berbagai proyek.

Investor juga berkesempatan untuk mengunjungi dan belajar langsung dari proyek yang mereka investasikan. Apabila mereka berminat untuk menekuninya sebagai pengusaha, Crowde akan membantu merealisasikannya.

Platform investasi yang khusus bergerak di bidang agrikultur (atau lainnya), tidak hanya diramaikan oleh Crowde. Pemain lainnya di antaranya Eragano dan iGrow.

Seleksi ketat

Yohanes menerangkan syarat utama yang harus dimiliki para petani sebelum bergabung di Crowde, mereka harus memiliki pengalaman di bidangnya, ada pasar untuk berjualan, dan hanya memerlukan dana untuk mengembangkan usahanya.

“Crowde bekerja sama dengan berbagai pihak dari perusahaan, eksportir, startup, dan koperasi untuk merekomendasikan petani mana saja yang cocok dan berpotensi untuk dibantu.”

Setelah itu, untuk pemilihan proyek sebelum mereka layak mendapat investasi, pihak Crowde melakukan sejumlah analisa risiko. Mulai dari risiko penanaman hingga fluktuasi harga dan pasar. Crowde juga memberikan standar analisa terhadap setiap proyek yang dipaparkan dan diinformasikan di setiap proyek dalam platform.

“Dari sisi investor untuk menjaga risikonya, mereka diharuskan memilih proyek dengan standar risiko yang berbeda-beda. Crowde selayaknya pasar saham, namun proyeknya adalah sektor riil. Oleh karenanya, investor harus mendiversifikasi sendiri, Crowde yang bertugas menyediakan informasinya.”

Untuk kisaran imbal hasil yang ditawarkan Crowde untuk investor sekitar 1,5% sampai 30%. Besaran imbal hasil akan bergantung pada musim panen yang bagus dan harga yang melonjak seperi cabai pada beberapa waktu lalu.

Target Crowde

Yohanes mengklaim saat ini Crowde telah menyukseskan 100 proyek dengan dana mencapai Rp3 miliar. Diharapkan dalam tahun ini ingin melipatgandakan jumlah proyek yang disukseskan menjadi lebih dari 1.500 proyek di seluruh Indonesia dengan 10 ribu investor.

“Kami ingin terus merambah ke seluruh Indonesia, menjangkau petani yang selama ini belum bisa terjangkau dari sisi proyek pertaniannya. Kami juga ingin menjangkau lebih banyak investor, sebab Crowde bukan investasi untuk orang yang memiliki banyak uang saja.”

Karsa Ramaikan Solusi Teknologi di Sektor Pertanian

Indonesia sebagai negara yang terkenal dengan pertaniannya tengah mengalami transformasi ke arah digital. Tak tertinggal, sektor pertanian juga menjadi perhatian beberapa pihak dengan menghadirkan solusi digital untuk membantu sektor pertanian Indonesia ke arah yang lebih baik. Salah satu yang baru adalah Karsa, aplikasi yang dikembangkan sebagai platform all in one untuk semua para stakeholder di sektor pertanian.

Dari segi konsep, Karsa yang dalam bahasa Indonesia berarti niat, mencoba memberikan hal-hal yang dibutuhkan petani dalam sebuah wadah yang dikemas dalam bentuk aplikasi mobile untuk platform Android. Karsa memberikan informasi-informasi penting bagi petani meliputi informasi cuaca, harga, berita mengenai pertanian, dan termasuk fitur untuk memesan peralatan untuk pertanian.

Dalam informasinya kepada DailySocial, salah satu penggagas Karsa Yudha Kartohadiprodjo menjelaskan bahwa selain untuk petani Karsa juga didesain dan disiapkan untuk pihak-pihak yang terlibat di sektor pertanian, seperti aparat pemerintahan, pemilik produk pertanian, produsen alat pertanian, dan pelaku agrikultur lainnya. Selain dalam bentuk aplikasi mobile Karsa juga disebut bisa diakses menggunakan desktop dalam bentuk aplikasi web.

“Kami merancang Karsa untuk memenuhi kebutuhan para pelaku agrikultur dan memastikan bahwa mereka menerima berbagai informasi secara tepat waktu dan efisien. Aplikasi ini memberikan kesempatan pada petani untuk mendapatkan informasi dari sebelum mereka menanam tanaman—apakah bibit yang ditanam cocok atau tidak untuk daerahnya, bagaimana cara menanam yang baik hingga jumlah panen dan penghasilan yang mungkin akan ia dapatkan,” ujar para Co-Founder Karsa Yudha dan Ming Alihan.

Lebih jauh Ming menjelaskan bahwa ide awal Karsa didapat dari semangat para petani muda memanfaatkan media sosial untuk mengembangkan pengetahuan mereka tentang dunia pertanian. Yudha melihat bahwa mungkin konsep media sosial yang memungkinkan komunitas membantu setiap orang di dalamnya adalah bentuk modern dari gotong-royong.

Yudha berharap Karsa bisa menjadi media untuk saling berkomunikasi sesama komunitas pertanian sekaligus bersama-sama dapat meningkatkan ketahanan pangan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Aplikasi mobile Android Karsa

Hal lain yang coba dilakukan Karsa dengan platform miliknya adalah memanfaatkan data untuk mendapatkan analisis terbaik untuk dunia pertanian. Setelah petani yang terdaftar melengkapi profil tanam, lokasi dan luas tanaman mereka selanjutnya data akan dipergunakan untuk memberikan saran kepada mereka secara berkala.

Data yang terkumpul juga bisa dimanfaatkan pemerintah untuk melakukan penyuluhan, menentukan kebijaksanaan, hingga memprediksi secara riil hasil pertanian dalam beberapa waktu ke depan. Data yang sama juga akan tersedia bagi para pemilik produk pertanian lainnya seperti produsen pupuk, bibit, alat pertanian hingga media massa.

Akan ada tim Karsa dari ahli pertanian yang akan memberikan saran yang khusus untuk setiap tanaman. Karsa saat ini didukung disebutkan telah didukung oleh dewan pakar yang terdiri dari 5 orang pengajar aktif dan ahli pertanian dari Institut Pertanian Bogor dan Universitas Gajah Mada. Sejauh ini, dari data internal Karsa, disebutkan bahwa layanan ini telah memiliki panduan untuk 12 macam tanaman dengan 300 macam varian.

Application Information Will Show Up Here

Limakilo Umumkan Perolehan Pendanaan dari East Ventures

Limakilo, startup yang ingin memotong rantai distribusi komoditas pertanian, mengumumkan perolehan pendanaan dari East Ventures dengan nilai yang tidak disebutkan. Perolehan pendanaan akan digunakan untuk menjalin kemitraan dengan lebih banyak petani dan melakukan ekspansi pasar ke luar Jakarta. Saat ini mereka mengaku telah bekerja sama dengan lebih dari 15 petani di Brebes, Bandung, dan Yogyakarta.

Limakilo, yang didirikan oleh empat orang, memulai usahanya dengan mencoba memotong rantai distribusi bawang merah sebagai hasil kemenangan di sebuah acara hackathon. Mereka mencoba mengumpulkan dana, secara crowdfunding, untuk mengambil bawang merah langsung ke Brebes yang kemudian didistribusikan langsung ke konsumen. Kini mereka juga menyediakan pembelian langsung ke petani untuk produk-produk sayur mayur, cabai merah, dan beras merah.

Co-Founder Limakilo Walesa Danto dalam pernyataannya mengatakan selama ini rantai distribusi yang panjang telah membuat harga bawang merah membumbung 80% dari petani ke konsumen, tanpa petani bisa menikmatinya secara langsung. Menteri Perdagangan Tom Lembong berharap Limakilo bisa membantu memecahkan permasalahan ini dengan target kenaikan pendapatan di petani hingga 15% dan penurunan harga yang harus dibayar konsumen hingga 15%.

Dengan pendanaan ini, Limakilo berharap bisa bekerja sama dengan lebih banyak petani dan berekspansi ke luar Jakarta. Mereka akan bermitra dengan gabungan kelompok tani (gapoktan) dan melakukan pelatihan aplikasi kepada petani yang tergabung di mitra gapoktan.

Model bisnis social enterpreneurship berbasis pertanian yang digalang Limakilo memang menarik dan memberikan dampak nyata ke masyarakat. Meskipun demikian, mereka masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah di sisi teknis untuk memastikan sistem yang dikembangkan lebih handal. Pun aplikasi Android yang sempat dikembangkan tahun lalu masih belum ada pembaruannya.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca terhadap investasi ini mengatakan, “Sejalan dengan visi dan focus East Ventures untuk berinvestasi di kategori agriculture technology dan pertanian, tim Limakilo juga membuktikan kalau ada juga peserta Hackathon yang bisa menjadi bisnis yang sustainable and investible.”

Application Information Will Show Up Here

Ooredoo Boyong Teknologi 8Villages ke Myanmar

Kita turut berbangga jika ada produk buatan anak negeri yang bisa bermanfaat di negeri tetangga. Meskipun tidak sepenuhnya berbasis di Indonesia, 8Villages digandeng oleh Ooredoo Myanmar dalam konsorsium untuk meningkatkan pengetahuan bertani (agriculture) menggunakan aplikasi dengan nama “The Farmer”. Selain 8Villages, turut bergabung dalam konsorsium ini adalah Myanma AWBA dan vLink.

Continue reading Ooredoo Boyong Teknologi 8Villages ke Myanmar