Future Agro Challenge Tantang Startup Lokal di Bidang Pertanian

Future Agro Challenge (FAC) merupakan kompetisi global yang berfokus untuk startup yang bergerak di bidang agtech, pangan, dan pertanian. FAC setiap tahunnya memilih ide-ide dan startup inovatif dari penjuru dunia untuk bersaing dalam Global Championship guna merebut titel “Agripreneurs of the Year”. Startup yang terpilih juga berkesempatan untuk mendapatkan akses ke sumber daya, termasuk pendanaan, untuk meningkatkan bisnis dan dampaknya bagi lingkungan sosial.

Tahun ini, untuk pertama kalinya FAC datang ke Indonesia, didukung BLOCK71 Jakarta dan Angel Investment Network Indonesia (ANGIN). FAC mencari agripreneur dengan solusi revolusioner di Indonesia untuk menghadapi tantangan pertanian baik di tingkat lokal, regional, dan/atau global. Pemenang terpilih akan bersaing di “Global Championships” untuk babak final di Istanbul. Mereka akan bertemu dengan para agripreneur berbakat dari 60+ negara lainnya yang juga menawarkan berbagai inovasi untuk mengatasi tantangan pertanian global saat ini.

“Kami telah melihat banyak agripreneurs dan agri startups di Indonesia dengan solusi menarik. Namun banyak yang sering tidak terdengar. Kami membawa FAC ke Indonesia dengan tujuan untuk membekali mereka dengan dukungan yang dibutuhkan dan menerjunkan mereka kerumunan pemangku kepentingan yang jauh lebih besar di tingkat global, dari calon investor hingga mitra kerja. Kami berharap FAC bisa menjadi platform bagi para agripreneur untuk meningkatkan bisnis mereka dan menginspirasi para calon agripreneur yang tertarik untuk segera bergerak,” kata Valencia Dea, Principal di ANGIN.

FAC memiliki urgensi untuk diselenggarakan secara global. Berbagai kajian mengungkapkan bahwa ketahanan pangan global saat ini berada di tingkat kritis. Menurut Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, produksi makanan perlu meningkat sebanyak 70 persen untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan 9 miliar penduduk dunia di tahun 2050. Para pakar juga melihat adanya beberapa akar permasalahan yang menyebabkan isu ketahanan pangan saat ini; mulai dari ledakan populasi, perubahan pola makan, perubahan iklim, kelangkaan air, sampai dengan penurunan jumlah petani.

Dengan 14 persen GDP berasal dari sektor pertanian, apakah berarti Indonesia aman dari kelangkaan pangan? Tidak juga. Saat ini 19,4 juta penduduk Indonesia masih mengalami kekurangan gizi. Dalam hal ketahanan pangan, The Global Food Security Index menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan 69 dari 113 negara. Selain mandeknya jumlah produksi beras dalam kurun tahun 10 terakhir ini, salah satu tantangan utama kita ada pada peningkatan kemakmuran petani. Sektor pertanian senilai 124 miliar dolar gagal untuk memperbaiki tingkat kesejahteraan petani, sehingga 17 juta petani masih hidup di garis kemiskinan. Inilah penyebab kita kehilangan 500 ribu petani setiap tahunnya.

“Kami mengajak semua agripreneur Indonesia untuk mendaftar secara online sebelum tanggal 5 Desember melalui tautan ini: bit.ly/fac-id . Secara khusus, kami sangat menganjurkan startup agribisnis yang menargetkan ekspansi global untuk mendaftar. Global Championships adalah platform yang tepat bagi mereka untuk memamerkan solusi mereka dan mendapatkan eksposur global, baik dari investor maupun calon mitra,” kata Tinnike Lie, Community Manager BLOCK71 Jakarta.

Disclosure: DailySocial merupakan media partner Future Agro Challenge.

Setelah Jakarta, RegoPantes Perluas Wilayah Layanan ke Bodetabek

Setelah meresmikan kehadirannya akhir September 2017 lalu, layanan marketplace yang menyasar sektor pertanian RegoPantes secara resmi memperluas wilayah layanannya ke Bodetabek. Sebelumnya Rego Pantes secara khusus hanya melayani wilayah Jakarta saja.

Kepada DailySocial COO 8Villages sekaligus penggagas RegoPantes Wim Prihanto mengungkapkan, salah satu alasan mengapa hanya Jakarta saja yang menjadi wilayah layanan adalah fokus dari RegoPantes untuk menjaga kesegaran sayuran yang akan dikirim kepada pembeli.

“Selama ini sebenarnya rencana untuk memperluas wilayah layanan sudah ada, namun dari mitra logistik masih banyak yang belum bisa menyanggupkan pengiriman cepat tersebut,” kata Wim.

Platform yang menghubungkan petani dan pembeli ini, memiliki perbedaan dari sisi harga yang ditawarkan kepada petani mulai dari proses awal hingga akhir. RegoPantes secara khusus berpihak kepada para petani dan memiliki misi untuk menghilangkan keberadaan tengkulak ”nakal”.

Melihat makin besarnya minat dan permintaan dari pembeli di luar wilayah Jakarta, akhirnya awal Oktober ini pengantaran di Bodetabek mulai dilakukan.

“Banyak konsumen RegoPantes yang tidak bisa pesan langsung karena lokasi pengiriman yang terbatas di Jakarta saja. Pengiriman perdana kami berhasil meyakinkan mitra logistik kami untuk memberikan layanan pengiriman yang lebih luas ke Jabodetabek dengan biaya yang sama. Maka berita gembira ini kami harus bagikan ke konsumen kami,” kata Wim.

Untuk melancarkan proses tersebut, saat ini hub yang dimanfaatkan oleh RegoPantes adalah pasar Rebo dan pasar Cilandak. Selanjutnya RegoPantes menargetkan hanya memanfaatkan satu hub saja untuk semua pengiriman.

Sebagai bagian dari kegiatan promosi, untuk pembeli yang membeli produk sayuran di situs RegoPantes tanggal 4-5 Oktober 2017 untuk wilayah Jabodetabek barang sudah bisa didapatkan tanggal 7 Oktober 2017 mendatang.

“Harga tersebut sudah termasuk ongkos kirim sampai rumah Anda. Percayalah sedikit kesempatan yang Anda berikan sangat berarti untuk petani,” kata Wim.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal TaniHub dan Upayanya Menyejahterakan Petani

Permasalahan rantai distribusi dari petani atau peternak Indonesia menjadi sorotan serius banyak pihak. Hal ini kemudian melahirkan banyak startup baru di sektor ini. Salah satu di antaranya adalah TaniHub. Tiga pokok masalah yang coba diselesaikan yakni rantai distribusi yang tidak efisien, akses pasar yang terbatas karena petani jarang bisa menjual ke ritel besar, dan persyaratan pembayaran yang memberatkan pembeli.

Merintis bisnis sejak Agustus tahun lalu, TaniHub perlahan menunjukkan eksistensi mereka sebagai salah satu platform yang menghubungkan petani dan para konsumen. Di samping itu ambisi para pendiri TaniHub untuk mengatasi permasalahan di sektor pertanian yang cukup besar akhirnya melahirkan TaniFund.

TaniHub yang mendekati usia satu tahun hadir tak hanya dengan solusi teknis yang mengandalkan teknologi digital dan mobile. TaniHub berusaha merangkul berbagai pihak untuk menciptakan sebuah sinergi dan komunikasi yang baik antara petani, pelaku bisnis, pemerintah, juga lembaga-lembaga keuangan seperti bank.

Dari segi konsep TaniHub merupakan sebuah marketplace yang menghubungkan penjual, dalam hal ini petani dengan pelaku bisnis. TaniHub mengambil peran sebagai tempat penunjang transaksi produk pangan yang berusaha menyediakan berbagai macam fitur dan layanan untuk menjamin keamanan dan kenyamanan.

“TaniHub berperan sebagai perantara jual beli di mana setiap transaksi pembelian akan dibayarkan terlebih dulu oleh TaniHub ke penjual berdasarkan tagihan atas penyerahan produk pangan ke pembeli, dan pembeli akan membayar tagihan ke TaniHub sesuai syarat dan ketentuan pembayaran yang telah disepakati oleh kedua belah pihak,” papar CEO TaniHub Ivan Arie Sustiawan.

TaniHub awal dari lahirnya solusi lain di sektor pertanian

Tim TaniHub tampaknya masih berusaha memperbaiki sektor pertanian dengan cara mereka sendiri, dengan pendekatan teknologi. Hal ini ditandai dengan lahirnya layanan TaniFund, sebuah layanan crowdlending yang memungkinkan masyarakat berinvestasi di sektor  pertanian. Keterbatasan akses petani terhadap bank menjadi salah satu permasalahan utama yang coba diselesaikan oleh TaniFund.

Ivan kepada DailySocial mengatakan pihaknya, melalui TaniHub dan TaniFund berusaha bekerja semaksimal mungkin itu bisa membantu menyejahterakan petani melalui pendampingan secara langsung dengan tim yang kompeten yang berpengalaman di bidangnya. Mereka berharap bisa memberikan yang terbaik bagi petani dan masyarakat yang ingin membantu sektor pertanian Indonesia.

“TaniHub dan TaniFund memastikan untuk merangkul petani-petani terbaik yang dapat menghasilkan produk yang memenuhi standar, tim TaniHub yang kompeten turut aktif terjun langsung ke lapangan untuk berkomunikasi secara langsung dan menjalin hubungan baik dengan jaringan petani, seperti melalui asosiasi, untuk dapat terhubung dengan petani pilihan,” terang Ivan.

Sejauh ini TaniHub memiliki kurang lebih 12.000 petani yang terhubung dengan sistem mereka yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan mayoritas berada di pulau Jawa. Dengan diluncurkannya TaniFund ini TaniHub melangkah ke level selanjutnya untuk menjadi sebuah platform lengkap untuk membantu sektor pertanian.

Dalam rilis yang dikeluarkan bersamaan dengan peluncuran TaniFund beberapa waktu lalu Ivan menjelaskan salah satu harapannya adalah bisa membantu orang-orang di desa untuk mengembangkan pertanian di desa masing-masing tanpa perlu ke kota untuk mencari pekerjaan. Dengan menyalurkan modal dari kota ke desa diharapkan bisa membantu petani untuk menciptakan banyak lapangan pekerjaan yang layak dan adil.

Application Information Will Show Up Here

Sepak Terjang Angon Digitalkan Proses Beternak di Indonesia

Jika waktu kecil akrab dengan permainan Tamagochi, itu adalah konsep yang paling mudah untuk menjelaskan bagaimana cara kerja Angon. Startup berbasis di Yogyakarta ini mencoba merambah dunia pertanian dengan pendekatan digital. Persisnya mereka berusaha menjadi jembatan antara orang yang ingin beternak (member), peternak rakyat, dan sentra peternakan.

Untuk mengetahui secara lebih gamblang bagaimana proses bisnis hingga visi Angon, DailySocial berbincang dengan Founder & CEO Angon Agif Arianto. Dalam pemaparannya, ide Angon muncul dari kegemaran Agif beternak sejak ia berada di bangku SMA. Dari hobinya tersebut ia menemui banyak permasalahan yang dialami oleh peternak maupun masyarakat yang baru memulai beternak.

Masalah yang muncul itu misalnya terkait kebutuhan bibit berkualitas. Karena pasar umumnya didominasi oleh tengkulak, kadang peternak yang tidak jeli malah mendapatkan bibit yang kurang bagus. Proses selanjutnya ialah perawatan, hal yang tidak mudah juga untuk dilakukan. Butuh pengetahuan, pengalaman dan kemampuan baik agar hewan ternak mendapati kecukupan nutrisi untuk bertumbuh.

Pun ketika hewan ternak sudah siap untuk dijual, permainan tengkulak “nakal” pada matai rantai peternakan kadang membuat harga jual kurang layak bagi petani. Tidak sesuai dengan effort yang dilakukan untuk membuat hewan tersebut menjadi gemuk.

Salah satu sentra peternakan rekanan Angon / Angon
Salah satu sentra peternakan rekanan Angon / Angon

“Pengalaman selama berjibaku dalam dunia peternakan inilah yang mendorong saya ingin membantu para peternak. Saya juga merasa bahwa Indonesia adalah negara yang sangat berpotensi swasembada daging. Namun hingga saat ini daging-daging yang dikonsumsi kebanyakan masih diimpor dari luar.”

Bagi masyarakat umum, Angon hadir bagi mereka yang tidak memiliki waktu dan kemampuan beternak untuk berinvestasi dalam peternakan. Seakan-akan seperti merawat hewan virtual sejak telur hingga menjadi besar. Masyarakat yang menjadi member cukup membeli hewan ternak, lalu membayar biaya peternakan per tiga bulan. Mereka akan mendapat laporan perkembangan, sekaligus dapat mengawasi hewan ternak mereka di dashboard aplikasi Angon.

Angon tidak menggunakan mekanisme crowdfunding

Angon bukan sekedar ingin menghadirkan bisnis untuk kepentingan ekonomi, melainkan juga ada misi sosial yang diemban. Yakni memberdayakan kaum peternak rakyat, dan sangat memperhatikan kesejahteraan mereka. Peternak rakyat mendapatkan upah bulanan secara rutin dan berbagai tunjangan. Upah ini didapat dari biaya perawatan yang dibayarkan member.

Peternak juga mendapatkan upah dari pengolahan kotoran hewan ternak. Tidak hanya upah yang layak, Angon juga peduli dengan kompetensi peternak. Peternak rakyat akan dibekali kemampuan dan keahlian dalam bidang peternakan melalui pelatihan. Hal ini dilakukan untuk menyetarakan kompetensi peternak sesuai dengan standar peternak Angon Indonesia.

Mesin produksi pakan ternak milik Angon / Angon
Mesin produksi pakan ternak milik Angon / Angon

“Pada dasarnya Angon merupakan pet shop yang mana kepemilikan hewan ternak 100% dimiliki oleh peternak online, member Angon, atau di Angon disebut dengan peternak pasif. Angon hanya merawatkan, menjualkan di saat waktu panen. Untuk itu Angon berbeda dengan kebanyakan ternak online yang kini marak beredar yang merupakan crowdfunding.”

Sistem crowdfunding ini akan mengambil keuntungan dari bagi hasil sesuai penjualan, tidak mengambil untuk dari penjualan ternak, Angon mengambil keuntungan murni dari biaya perawatan. Jadi, ketika hewan ternak member Angon dijual, member akan mendapatkan uang sebesar harga hewan ternak itu, tanpa potongan sepeser pun. Sehingga apa pun hasilnya, baik saat bobot ternak bertambah secara maksimal atau tidak, untuk proyeksi terburuk, hasil penjualan menjadi milik member seutuhnya karena ternak secara legal merupakan milik member.

Potensi dan keuntungan yang coba diberikan Angon

Sejauh ini sudah terdapat 11 ribu domba yang di Sentra Peternakan Rakyat (SPR). Jumlah member sendiri saat ini mencapai lebih dari 2000 orang, terdiri dari 54,15% pria dan 45,85% wanita dengan peternak pasif terbanyak terdapat pada rentang umur 18-24 tahun (27,5%) dan 25-34 tahun (33,5%). Data yang menarik, selama anggapannya sektor pertanian hanya diminati oleh kalangan 40 tahun ke atas.

Dari data tersebut, Angon optimis memproyeksikan potensi akan mencapai 10,2 juta ekor ternak, 1,02 juta member dan 204 ribu Peternak Rakyat yang terakomodasi. Jumlah ekor ternak ini terdiri dari jumlah ternak yang terdapat di SPR atau mobile sentra yang kemungkinan akan bekerja sama dengan Angon Indonesia.

“Ada banyak keuntungan menjadi member Angon. Pertama, kepemilikan hewan ternak yang terjamin. Kepemilikan ternak dibuktikan kepada member dengan memberikan SKTB (Surat Kepemilikan Ternak Berjangka) saat member membeli ternak. Dengan adanya surat ini ditambah dengan ternak yang memiliki chip dengan nomor seri, hewan ternak member tidak akan tertukar, tidak akan digelapkan baik oleh peternak atau pihak mana pun.”

Agif melanjutkan, “Selain itu, saat member membeli ternak dan menitipkan hewan ternaknya untuk diternakkan oleh Angon Indonesia, member akan membayar sejumlah uang sebesar 1,3% dari harga hewan yang menjadi biaya asuransi. Biaya asuransi ini menjadi cara Angon Indonesia memberi jaminan keamanan untuk meminimalkan kerugian member jika hewan sakit lalu mati. Dengan membayar asuransi tersebut, member memiliki hak untuk mengklaim hewan ternak dan mendapatkan hewan ternak yang baru.”

Rencana improvisasi jangkauan layanan

Tim Angon bersama para mentor di Indogo Startup Nation / Angon
Tim Angon bersama para mentor di Indigo Startup Nation / Angon

Dalam jangka dekat, Angon ingin menyediakan fasilitas yang lebih mumpuni bagi member seperti live streaming dengan deep screening yang mampu menganalisis identitas hewan dengan jelas untuk diakses sehingga member bisa melihat perkembangan hewannya dengan jelas. Akhir bulan Juli ini pun, Angon Indonesia akan membuka Farm House untuk kandang yang terletak di Bogor. Farm House ini dimaksudkan menjadi wahana edukasi dan rekreasi bagi siapa pun, termasuk member atau orang-orang yang ingin belajar lebih banyak tentang domba.

“Ya, Angon ini founder-nya luar biasa, sangat passionate bervisi besar dan mampu mengeksekusinya,” ujar Ery Punta Hendraswara selaku Dep. Executive General Manager Digital Service Division Telkom, yang menangani langsung program Indigo Creative Nation. Sebagai informasi bahwa Angon adalah salah satu startup yang diinkubasi oleh program Indigo.

Ery melanjutkan, “Di progran Indigo Angon berawal dari tahapan validasi ide sampai saat ini juga terus memvalidasi bisnisnya. Timnya tidak kenal lelah selalu penuh energi, dan salah satu yang penting adalah tim ini punya kemauan untuk dimentori. Kemampuan utk belajar hal baru dan un-learn cara-cara lama juga mendukung startup ini untuk terus berkembang. Ini yang kita perhatikan.”

“Angon sangat menarik, karena basic-nya sudah menjadi peternak sudah dari 2008. Dari situ dia kepikiran untuk mendigitalkan beberapa proses bisnis yang ada. Bagus, karena sebagai peternak ia [Agif] aware dengan perkembangan teknologi. Secara konsep bisnis dasar sudah sangat matang, dan kini dilanjutkan dalam mekanisme digital. Sangat optimis dengan kemajuan Angon,” ujar Saga Iqranegara sebagai salah satu mentor di Jogja Digital Valley menilai bagaimana Angon ke depannya.

Application Information Will Show Up Here

Angon.id Berikan Jembatan antara Investor dan Peternak

Angon.id memulai debutnya sejak Oktober 2016. Menggabungkan konsep startup investasi (fintech) sekaligus pertanian (agtech), perusahaan rintisan binaan Indigo ini mencoba memberikan layanan online untuk menghubungkan antara peternak rakyat dengan masyarakat urban. Jika pernah mendengar tentang konsep bisnis startup pertanian iGrow, konsepnya hampir sama, perbedaannya pada objek investasi, yakni peternakan sapi dan domba.

Angon.id memungkinkan masyarakat umum untuk investasi beternak tanpa harus memiliki kandang. Menggunakan layanan aplikasi Angon.id, pengguna cukup menggelontorkan sejumlah dana sesuai dengan kesepakatan untuk disalurkan kepada peternak yang sudah menjadi mitra bisnis Angon.id. Dari penjelasan tim Angon.id, rata-rata investor mendapatkan return of investment (ROI) sekitar 5-10 persen per tiga bulan.

Dipimpin Co-founder & CEO Agif Arianto, saat ini Angon telah mengakomodasi lebih dari 11 ribu hewan ternak yang dikelola Sentra Peternakan Rakyat (SPR) yang dimiliki oleh mitra bisnis dan dimiliki oleh tim Angon.id. SPR tersebut kini tersebar di berbagai wilayah, mulai dari Semarang, Bogor, Sukoharjo, hingga Sumbawa.

Proses kerja aplikasi Angon.id

Bagi investor yang ingin beternak di Angon.id, setelah mengunduh aplikasi pengguna diwajibkan melakukan upgrade profil menjadi full-services, yakni memastikan semua informasi data diri terisi dengan baik. Kemudian harus mengisi saldo TMoney untuk melakukan transaksi. Secara khusus, saat ini Angon.id juga telah menggandeng layanan fintech milik Telkom (TMoney) untuk mendukung sistem transaksi di aplikasi secara penuh.

Ketika sudah masuk ke dalam aplikasi, pengguna akan ditemani asisten virtual bernama Pak Arto. Asisten virtual tersebut akan memberikan arahan kepada pengguna. Mulai dari memilih jenis hewan yang dipilih, hingga memberikan informasi seputar investasi dan pemrosesan transaksi. Keanggotaan di Angon.id sendiri terdiri dari tiga jenis, yakni Member Angon, Member Peternak dan Member Investor Kandang/Bibit, masing-masing memiliki keterlibatan yang berbeda.

Salah satu sudut tampilan aplikasi Angon.id / Angon.id
Salah satu sudut tampilan aplikasi Angon.id / Angon.id

Ingin capai 50 SPR di tahun 2020

Melalui aplikasinya, Angon.id mengharapkan bahwa adanya investasi ke akar rumput dapat mendorong terjadinya distribusi peredaran uang yang saat ini banyak terpusat di kota. Sehingga masyarakat desa di daerah dapat hidup sejahtera tanpa harus pergi ke kota untuk mencari pekerjaan, yakni salah satunya dengan menjadi peternak. Cita-cita Angon.id, di tahun 2020 mendatang setidaknya akan ada 50 SPR yang masuk dalam jaringannya, hal ini sejalan dengan misi membantu pemerintah menyiapkan lapangan pekerjaan menghadapi bonus demografi ditahun tersebut.

Untuk menjamin kualitas layanan, mengacu pada standardisasi ISO 9001, Angon.id secara konsisten melakukan sertifikasi kepada para peternak rakyat sebagai bentuk meningkatkan daya saing kualitas yang dapat diterima secara global. Guna mencapai sertifikasi tersebut, salah satu yang diunggulkan dalam Angon.id adalah peternak berpengalaman dan bibit ternak yang sehat.

Secara garis besar apa yang dikelola Angon.id ialah menciptakan peluang kerja sama antara peternak dengan masyarakat sebagai investor. Dengan proses ini, produktivitas peternak diharapkan terus meningkat untuk menjamin kesejahteraan para peternak itu sendiri, dan memberikan keuntungan pula bagi para investor.

Application Information Will Show Up Here

Kesempatan Pendanaan Bagi Startup yang Memiliki Visi Menyejahterakan Petani Indonesia

Menyejahterakan petani di Indonesia adalah hal yang coba diusung Agro Market-Linkages SDG Fund. Dana ini adalah sebuah inisiatif pendanaan di Indonesia untuk para startup yang memiliki misi menghubungkan petani di Indonesia kepada pangsa pasar domestik dan internasional. Isu di mata rantai pertanian saat ini adalah banyak hal yang menjadikan petani tidak mendapatkan hasil optimal, sehingga diharapkan peran serta inovasi dapat meningkatkan kesejahteraan hidup petani secara mandiri.

Kegiatan ini diinisiasi UNDP (United Nations Development Programme), ANGIN (Angel Investment Group in Indonesia), dan Challenger 88 (didirikan oleh pendiri dan mantan direktur LGT Venture Philanthropy dan mantan ketua IIX Investements di Asia Tenggara), serta didukung pemerintah Kanada. Agro Market Linkages-SDF Fund hadir untuk mengatasi beberapa isu yang sering ditemui oleh para penggerak sosial di bidang agrikultur, termasuk terkait pendanaan, pengembangan kapasitas dan celah akses pasar.

Agro Market-Linkages SDG Fund dalam memberikan bantuan pada inovator mengadopsi pendekatan blended finance, yakni menggabungkan sumber pendanaan publik dan swasta untuk diberikan dalam bentuk direct debt investment (pinjaman langsung) senilai $25.000 hingga $500.000. Syarat penerimanya secara umum adalah bagi mereka yang telah membuktikan diri mampu berperan menghubungkan petani kecil kepada pemain yang lebih besar di sepanjang rantai pertanian.

[Baca juga: Daftar Startup Indonesia di Bidang Pertanian, Perikanan, dan Peternakan]

Capacity building juga menjadi salah satu konsentrasi Agro Market-Linkages SDG Fund. Bagi startup atau inovator yang terpilih, nantinya akan dibimbing untuk mencapai SDG (Sustainable Development Goals) atau Tujuan Pengembangan Berkelanjutan dan meningkatkan situasi ekonomi pertani di Indonesia. Sebanyak 20 usaha terpilih akan diikutsertakan dalam proses edukasi pengembangan berkelanjutan tersebut.

Program ini menargetkan ragam inovasi di bidang agrikultur, seperti solusi untuk penyediaan kebutuhan petani (bibit, pupuk, pendanaan, hingga pelatihan), membantu proses produksi, agregator, distributor atau inovasi lain dalam bentuk teknologi untuk memperbaiki mata rantai pertanian. Marketplace untuk produk pertanian, platform crowdfunding untuk petani, aplikasi pertanian juga beberapa jenis inovasi yang diperbolehkan untuk mengikuti kesempatan ini.

Untuk info lebih lanjut dan formulir mengikuti Agro Market-Linkages SDG Fund, kunjungi laman resminya di sini.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner kegiatan Agro Market-Linkages SDG Fund di Indonesia.

Etanee Usung Solusi Komplit Bantu Maksimalkan Produksi Pertanian dan Peternakan

Etanee memiliki visi untuk memberikan solusi atas permasalahan di sektor pertanian dan peternakan, baik dari sisi produsen sampai konsumen. Bukan hanya menjadi aplikasi digital berupa toko online bagi barang produksi pertanian dan peternakan, tetapi juga sebuah solusi digital menyeluruh yang mencoba menyelesaikan permasalahan industri pertunaian dan peternakan di Indonesia.

Etanee menggabungkan tiga rantai bisnis utama dari industri pertanian dan peternakan, yakni rantai pasokan di hulu meliputi digitalisasi kegiatan produksi peternakan dan pertanian, manajemen logistik selepas panen dan sistem distribusi hingga ke tangan konsumen, atau di bagian hilir. Semua itu diharapkan tidak hanya membantu para pembeli seperti ibu-ibu rumah tangga yang berbelanja tetapi juga menjaga proses produksi dan distribusi.

Dalam rangka menjamin kualitas produksi hasil peternakan, seperti daging ayam dan sapi, pihak Etanee bekerja sama dengan RPH (Rumah Pemotongan Hewan) dan RPHU (Rumah Pemotongan Hewan Unggas) yang sudah memiliki sertifikasi halal, memiliki nomor NKV (Nomor Kontrol Veteriner) dan menerapkan produksi yang sesuai standar.

Termasuk di dalamnya sistem sistem mini ERP (Enterprise Resource Planning) yang di beri nama Farm Management System. Sebuah perangkat lunak yang memungkinkan peternak dan petani mengelola proses budi daya dan produksi secara sistematis dan terukur. Dan untuk memprediksi potensi kerugian sehingga bisa dilakukan tindakan pencegahan.

Sementara itu, dalam rangka menjaga rantai distribusi Etanee menerapkan cold-chain mulai dari hulu sampai ke tangan konsumen. Hal ini disebut menjadi salah satu nilai yang dijadikan pembeda Etanee dengan layanan lainnya. Di bagian logistik ini Etanee memiliki aplikasi Stokist Management System (SMS) yang disebut mampu mengelola pasokan ketika ada permintaan dari konsumen akhir yang membeli melalui aplikasi mobile mereka.

Di ujung di bagian konsumen, Etanee memiliki aplikasi Etanne Logistic yang mengatur lalu lintas pemesanan konsumen. Kemudian para tukang ojek akan melakukan pengantaran dari lokasi penyimpanan produk ke lokasi konsumen.

Dengan sistem dan dirancang dan kerja sama yang dibangun pihak Etanne menargetkan bisa memiliki 20 distribution center dan 400 stockist di wilayah Jabodetabek dan akan melibatkan sampai 3000 orang tukang ojek di bawah pengelolaan Etanne langsung.

Persaingan dan tantangan

Soal memberdayakan pertanian dan peternakan Etanee tidak sendirian. Nama-nama seperti Crowde, BantuTernak, iGrow, dan banyak lainnya juga mengupayakan hal yang sama. Apa yang ditawarkan Etanee terbilang komplit. Meski demikian masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi, yang paling utama ada di sektor membantu petani dan peternak.

Mengenalkan petani dan peternak ke sistem digital dan pengelolaan yang rapi tentang produksi merupakan masalah serius. Jika ini bisa diselesaikan oleh pihak Etanee bukan hanya solusi yang terpecahkan tetapi juga rasa percaya yang didapatkan.

Application Information Will Show Up Here

Sajikan Konsep Investasi Pertanian Syariah, MyAgro Siap Optimalkan Lahan Tidur di Kalimantan

Ada beberapa sektor yang sangat populer di bisnis startup digital, ada pula yang masih merangkak dieksplorasi, seperti salah satunya pertanian. Belum banyak memang startup Agtech yang memiliki sepak terjang signifikan, namun secara perlahan mulai muncul nama-nama startup yang memosisikan dirinya di Agtech.

Salah satunya MyAgro. Meskipun produknya masih dalam proses pengembangan, ide dan konsep yang diangkat mampu menjadi daya tarik. MyAgro beberapa waktu lalu berhasil menjadi Juara II dalam ajang Indonesia Startup Insight 2017 yang digelar di Singapura. Mirip dengan iGrow, MyAgro menawarkan platform untuk investasi pertanian.

[Baca juga: Suksesi Sektor Pertanian Indonesia dengan Teknologi]

MyAgro yang didirikan Uray Tiar Fahrozi mempunyai konsep unik dan berbeda dari platform investasi bidang pertanian yang sudah ada sebelumnya, yakni mengedepankan pada konsep investasi syariah dan jaminan minim risiko. Dikonsep sejak awal tahun ini, menurut pemaparan sang Founder, pengembangan MyAgro didasari fakta kurangnya optimalisasi lahan.

Uray menuturkan ada masalah besar yang dialami Indonesia, yakni pengelolaan sumber daya alam yang tidak maksimal. Salah satunya berupa lahan tidur di Indonesia seluas lebih dari 14 juta hektar. Mirisnya lahan di Indonesia sebenarnya adalah lahan subur dan produktif, yang bisa diolah untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.

Alasan kedua yang disampaikan Uray ialah pemberdayaan petani yang sangat minim seperti subsidi bibit, ketersediaan pupuk, serta harga beli dari tengkulak sangat rendah. Dari kegelisahan itulah, ia dan tim membuat MyAgro menjadi platform yang menghubungkan antara investor, konsumen, dan petani. Hingga saat ini, sudah ada sekitar 10 investor yang menanamkan modalnya.

“Saat ini, platform digital sedang disiapkan. Yang jelas, fitur layanan seperti investasi di lahan MyAgro akan menjadi prioritas terbesar kami,” jelas Uray kepada DailySocial.

“Berbeda dari platform digital serupa di bidang pertanian seperti iGrow dan Crowde yang lebih fokus ke tanaman, MyAgro yang menerapkan konsep syariah pada akad perjanjian dengan investor ini. Lebih fokus berinvestasi pada lahan pertanian yang menganggur di Kalimantan Barat.”

Saat ini peminat yang sudah berinvestasi berasal dari Pontianak, Samarinda dan Solo. Dari ajang Startup Insight di Singapura juga ada beberapa investor dari luar negeri yang tertarik berinvestasi, seperti dari Korea dan Singapura. Rencananya pada bulan Juni ini, MyAgro akan me-launching situs yang digunakan untuk kegiatan operasional investasi.

[Baca juga: Daftar Startup Indonesia di Bidang Pertanian, Perikanan, dan Peternakan]

Dalam proses bisnisnya, MyAgro akan mengambil keuntungan dari penjualan lahan pertanian kepada investor serta dari hasil pertanian dan peternakan. Sementara, pengelolaan lahan tidur dikerjakan petani dan tim MyAgro. MyAgro disebut sudah membentuk dan bekerja sama dengan kelompok tani di Rasau Jaya dan Bengkayang, Kalimantan Barat.

“Bagi investor, investasi pada tanaman sangat berisiko gagal panen dan terkena bencana alam. Namun investasi ke lahan pertanian jauh lebih aman. Namun secara garis besar Indonesia punya potensi untuk menjadi produsen pangan dunia dan MyAgro siap menjadi solusi bagi semua,” pungkas Uray.

Peluncuran Crop Enhancement di Indonesia dan Tantangan Klasik Startup Agritech

Meski tak seramai sektor fintech atau e-commerce, startup di bidang agritech (agro-technology) secara perlahan terus memperkuat eksistensinya di lanskap startup global. Baru-baru ini startup bentukan salah seorang profesor Teknik Kimia University of California bernama Crop Enhancement banyak disorot pasca pendapatan pendanaan Seri B sebesar $ 8,5 juta.

Agritech yang didirikan David Soane ini berencana akan meluncurkan produknya di Indonesia, Tiongkok, Malaysia dan Taiwan. Dengan pengalamannya sebagai seorang serial entrepreneur dan akademisi, produk Crop Enhancement diyakini akan berdampak pada sektor agro di wilayah tersebut.

Crop Enhancement akan menghadirkan sebuah solusi bagi dunia pertanian dalam mengurangi infeksi hama atau penyakit tanaman dan mengurangi penggunaan pestisida dengan menghadirkan produk kimia yang lebih bersahabat. Tak hanya itu, dalam penyemaian, produk tersebut dikemas dengan pendekatan berbasis teknologi. Penerapan teknologi lebih kepada penggantian alat semprot tradisional dengan sistem yang lebih otomatis. Pendekatan ini dinilai akan banyak memberikan efisiensi dalam penyebaran zat pelindung tersebut.

Tantangan startup agritech mengubah kultur pertanian

Investasi di bidang startup agro / TechCrunch
Investasi di bidang teknologi agro / TechCrunch

Bisnis pertanian menjadi salah satu yang masih kurang ter-disrupt dalam hype startup saat ini, terutama yang bersentuhan langsung dengan sistem produksi yang ada di dalamnya. Tantangannya cukup unik. Contohnya saat melihat dalam cakupan pertanian di Indonesia, proses tradisional masih menjadi panutan. Tantangannya juga pada sulitnya mengubah kultur tersebut.

Sederhananya ketika harus menggantikan dari membajak sawah dengan kerbau menuju traktor saja membutuhkan proses yang cukup lama, maka terbayang jelas bagaimana jika sistem komputasi (misalnya berbasis Internet of Things) diimplementasikan. Edukasi kepada pengguna menjadi hal rumit yang harus dihadapi secara rumit.

Beberapa startup memilih menjangkau kepada sistem yang lebih sederhana, misalnya bagaimana menjembatani antara petani dengan calon pembeli melalui portal online, atau menyajikan kanal penghubung antara petani dengan investor. Beberapa startup, termasuk di Indonesia, memang sudah mencoba masuk ke sistem produksi, namun alat yang mereka kembangkan umumnya masih digunakan oleh kalangan terbatas saja. Bahkan banyak yang baru tahap pengujian.

Sektor pertanian, kendati di beberapa negara seperti Indonesia masih terbilang kurang “mewah”, diyakini ke depan akan semakin besar. Simpelnya makanan adalah kebutuhan pokok, dan semua orang membutuhkan komoditas tersebut. Sesederhana itu potensi yang akan menumbuhkan agtech. Cepat atau lambat solusi modern untuk bisnis pertanian akan kian dicari, atau bahkan digemari. Itu hanya masalah waktu, dan mungkin membutuhkan panutan untuk berlari.