5G Adalah Kunci Utama Agar Cloud Gaming Bisa Mainstream

Tidak bisa dimungkiri, cloud gaming bakal merevolusi cara kita mengonsumsi video game. Dengan hanya bermodalkan smartphone dan koneksi internet yang cepat sekaligus stabil, kita bisa memainkan deretan game yang semestinya hanya sanggup dijalankan oleh PC dan console.

Meski menjanjikan, pada kenyataannya cloud gaming masih jauh dari kata mainstream. Berdasarkan laporan terbaru dari Niko Partners, pasar yang dapat dijangkau oleh cloud gaming di Asia diperkirakan hanya mencakup sekitar 150 juta orang, dan hampir separuhnya sendiri berasal dari Tiongkok.

Padahal, kita tahu bahwa Asia merupakan salah satu pasar gaming terbesar di dunia, dengan estimasi jumlah gamer sebanyak 1,5 miliar orang. Terlepas dari itu, pasar yang dapat dijangkau oleh cloud gaming di Asia diproyeksikan bisa menembus angka 500 juta orang di tahun 2025. Namun syaratnya, 5G harus mainstream lebih dulu.

Kenapa 5G? Karena pasar gaming Asia cenderung lebih besar di segmen mobile, sehingga wajar apabila sebagian besar gamer di kawasan Asia bakal mencicipi cloud gaming untuk pertama kalinya dengan menggunakan smartphone. Agar itu bisa terwujud, sebagian besar populasi perlu memiliki akses ke jaringan 5G terlebih dulu.

Bukan kebetulan kalau kemudian perusahaan-perusahaan telekomunikasi melihat cloud gaming sebagai salah satu use case utama 5G. Di Tiongkok misalnya, tiga provider terbesarnya — China Unicom, China Mobile, dan China Telecom — sudah menawarkan layanan cloud gaming kepada para pelanggannya.

Seiring cloud gaming bertambah mainstream, Niko Partners percaya sektor lain yang masih dalam lingkup gaming pun juga akan ikut bertumbuh, seperti misalnya live streaming, esports, playable ads, native cloud games, user generated content, dan masih banyak lagi.

Untuk sekarang, pasar cloud gaming yang paling berkembang di Asia ada di Korea, Jepang, dan Taiwan. Di antara ketiganya, Korea Selatan diyakini sebagai pasar yang paling matang untuk cloud gaming. Di sisi sebaliknya, Filipina, Malaysia, dan India adalah yang paling lambat perkembangan pasar cloud gaming-nya.

Cloud gaming juga bisa menguntungkan developer game mobile

Berkat cloud gaming, game mobile yang terkenal berat seperti Genshin Impact pun dapat dimainkan di perangkat low-end / miHoYo

Perlu dicatat, cloud gaming tidak hanya memungkinkan para gamer mobile untuk mengakses game PC maupun console saja, tapi juga memungkinkan mereka untuk memainkan game mobile kelas high-end di smartphone kelas low-end tanpa harus berkompromi dengan penurunan performa maupun kualitas grafik.

Ini berarti yang bisa menjangkau lebih banyak konsumen dengan bantuan cloud gaming bukan hanya developer game PC dan console saja, melainkan juga developer game mobile. Contohnya adalah miHoYo.

Beberapa bulan lalu, miHoYo sempat bekerja sama dengan penyedia solusi cloud WeLink untuk merilis versi cloud dari game andalannya, Genshin Impact, sehingga konsumen yang perangkatnya sudah berumur pun tetap bisa ikut memainkan game yang dikenal berat itu.

Berhubung game-nya tidak perlu diunduh dan diinstal melalui App Store ataupun Play Store, miHoYo pun jadi bisa menawarkan konten in-app purchase secara langsung ke pemain tanpa perlu melibatkan Apple dan Google sebagai perantaranya.

Alhasil, mereka bisa mendapat pemasukan yang lebih besar karena tidak dipotong 30% oleh Apple dan Google, dan yang perlu mereka bayar hanyalah jasa yang disediakan WeLink itu tadi. Singkat cerita, developer game mobile pun juga bisa diuntungkan oleh maraknya tren cloud gaming.

Sumber: Niko Partners. Gambar header: Microsoft.

54% dari Total Pemasukan Industri Esports Global Datang dari Asia

Asia menjadi rumah bagi banyak pemain profesional. Benua tersebut juga punya jumlah penonton paling banyak dari benua-benua lain. Tak hanya itu, banyak tren esports yang muncul dari Asia seperti mobile esports. Walau mobile esports tak terlalu digemari di Amerika Utara atau Eropa, mobile game berhasil membangun ekosistem esports yang besar di negara-negara Asia, seperti di Indonesia dan Tiongkok. Menurut Niko Partners, industri esports di Asia akan merefleksikan pertumbuhan industri tersebut di masa depan.

Kontribusi Asia di Industri Esports Global

Pada 2020, nilai industri esports diperkirakan hampir mencapai US$1 miliar. Asia memberikan kontribusi sebesar US$543,8 juta atau sekitar 54% dari total pemasukan industri esports tersebut. Menariknya, di tengah pandemi virus corona, pemasukan industri esports di Asia pada tahun lalu tetap naik dari tahun sebelumnya, walau hanya sebesar 4,9%. Memang, pandemi COVID-19 pada tahun lalu punya dampak positif dan negatif pada industri esports secara keseluruhan.

Di satu sisi, kebijakan lockdown yang ditetapkan oleh banyak negara berarti kompetisi esports tidak bisa diselenggarakan secara offline. Dan hal ini membuat pemasukan dari penjualan tiket dan merchandise menurun. Di sisi lain, sepanjang pandemi, jumlah penonton siaran esports meroket. Pasalnya, pandemi membuat banyak kompetisi olahraga tradisional dibatalkan. Alhasil, banyak penggemar olahraga yang beralih menonton kompetisi esports, yang masih bisa diselenggarakan online.

54% dari total pemasukan industri esports berasal dari Asia. | Sumber: Niko Partners

Menurut Niko Partners, jumlah penonton esports di Asia meningkat tajam pada 2020. Tahun lalu, jumlah penonton esports di Asia mencapai 618,4 juta orang, naik 21% dari tahun 2019, yang hanya mencapai 510 juta orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah penonton, nilai hak siar dan lisensi kompetisi esports pun naik pada 2020.

Dampak Pandemi di Industri Esports Pada 2020

Pada awal 2020, pandemi memunculkan berbagai tantangan baru bagi pelaku industri esports. Untungnya, dalam waktu beberapa bulan, para pelaku industri esports bisa menyesuaikan diri sehingga industri esports bisa kembali pulih, seperti yang disebutkan oleh Lisa Hanson, President of Niko Partners. Di 2020, kebanyakan kompetisi esports memang hanya bisa diadakan secara online. Walau pemasukan dari penjualan tiket dan merchandise turun, nilai hak siar kompetisi esports justru naik. Selain itu, semakin banyak perusahaan yang menjadi sponsor di dunia esports. Alasannya, esports adalah salah satu cabang olahraga yang masih bisa diadakan di tengah pandemi.

Walau kebanyakan kompetisi esports digelar online, pada semester dua 2020, ada beberapa turnamen esports yang sudah diadakan secara offline. Salah satunya adalah League of Legends World Championship, yang diselenggarakan di Shanghai, Tiongkok. Untuk bisa mengadakan LWC secara offline, Riot menggunakan Bubble System, yang berfungsi untuk membatasi interaksi antar peserta, panitia, dan semua kru yang bertugas. Keputusan Riot Games untuk mengadakan LWC 2020 secara offline didukung oleh pemerintah Shanghai.

LPL 2021 telah diadakan secara offline. | Sumber: Sports Pro Media

Sementara itu, pada 2021, TJ Esports — perusahaan joint venture antara Riot Games dan Tencent — juga telah mencoba untuk mengadakan League of Legends Pro League (LPL) secara offline. Mereka sempat harus membatalkan rencana itu pada Q1 2021 dan melakukan refund dari tiket yang telah terjual. Namun, sekarang, LPL telah bisa digelar secara offline karena keadaan di Tiongkok sekarang sudah berangsur kembali normal. Artinya, berbagai events — seperti kompetisi olahraga, konferensi atau acara hiburan — sudah bisa diadakan secara offline.

Industri Esports di Asia Pasca-Pandemi

Tiongkok memang telah mulai pulih dari pandemi virus corona. Sayangnya, tidak begitu dengan negara-negara lain di Asia. Alexander Champlin, Director of Esports Research, Niko Partners menyebutkan, negara-negara lain di Asia membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa pulih dan kembali mengadakan kompetisi esports secara offline.

Dota 2 ONE Esports Singapore Major adalah salah satu kompetisi esports offline terbesar yang diadakan di Asia Tenggara pada 2021. Namun, diselenggarakannya kompetisi tersebut bukan bukti bahwa negara-negara di Asia Tenggara telah pulih dari pandemi virus corona,” kata Champlin pada GamesBeat. Kabar baiknya, para pelaku industri esports telah menyesuaikan diri dengan keadaan selama pandemi. Sekarang, kompetisi esports offline tak lagi menjadi pilar utama bagi industri competitive gaming di Asia.

Dota 2 ONE Esports Major Singapore diadakan secara offline. | Sumber: Win.gg

“Ketika industri esports hanya bisa berkutat di dunia online, kerja sama dengan brand dan kontrak streaming kini menjadi fokus dari pelaku industri esports,” ujar Champlin. “Kolaborasi dengan brand dan streaming merupakan dua faktor yang mendorong pertumbuhan industri esports pada 2020. Kami memperkirakan, bahkan setelah kompetisi esports bisa diadakan secara offline, kolaborasi dengan brands dan kontrak streaming masih akan menjadi pendorong pertumbuhan industri esports.”

Champlin juga menyebutkan, pada 2022, ketika semakin banyak negara yang pulih dari pandemi virus corona, kompetisi esports akan mulai kembali diadakan secara offline. Meskipun begitu, kemungkinan besar, turnamen esports online juga masih akan diselenggarakan. Alasannya sederhana: karena menggelar kompetisi esports secara online punya beberapa keuntungan. Salah satunya adalah biaya yang lebih murah. Selain itu, ketika mengadakan kompetisi online, penyelenggara turnamen juga bisa mengadakan turnamen dalam skala yang lebih besar. Proses pengadaan kompetisi online juga relatif lebih sederhana.

“Jumlah platform turnamen esports online terus bertambah. Selain itu, para sponsor dan pengiklan juga telah menjadi familier dengan turnamen online. Dua hal ini menunjukkan, kembali mengadakan kompetisi esports secara offline tidak sevital yang diperkirakan pada awal 2020,” kata Champlin. Dia menambahkan, beberapa negara mungkin akan memprioritaskan pengadaan kompetisi esports offline. Sementara sebagian yang lainnya tetap merasa tidak keberatan dengan penyelenggaraan kompetisi esports online.

“Kami memperkirakan, industri esports akan mengadopsi model hibrida dan tetap mengadakan kompetisi secara online dan offline. Negara-negara di Asia Tenggara, yang mendapatkan untung dari pariwisata esports, akan lebih cepat dalam kembali beralih ke events offline ketika keadaan sudah memungkinkan,” kata Champlin. “Sementara itu, negara-negara dengan ekosistem livestreaming yang kuat, seperti Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, dan bahkan India, mereka tidak akan terlalu tergesa-gesa untuk kembali mengadakan kompetisi offline.”

Sumber header: Inven Global

NRG Esports Ekspansi ke Asia; Luncurkan NRG Asia

Organisasi esports asal LA, California, NRG Esports, baru saja mengumumkan ekspansinya ke ranah Asia dengan peluncuran NRG Asia. Anak perusahaan NRG Esports ini akan berbasis di Vietnam, serta menggandeng brand lifestyle Vietnam, CMG.ASIA. Pendirian NRG Asia disebutkan bertujuan untuk “mewakili dan mengembangkan entitas esports di Asia Tenggara”.

Dalam peluncurannya, NRG Asia juga mengumumkan telah mengakuisisi juara regional VCS (Vietnam LoL Championship Series), GAM Esports dari marketing agensi asal Singapura yup.gg. Hingga saat ini, nilai dari kesepakatan ini tidak direncanakan untuk dipublikasikan ke publik.

https://twitter.com/NRGgg/status/1392836230103113729

NRG Asia akan dipimpin oleh duet TK dan Dru Nguyen, yang merupakan pendiri dari grup perhotelan See The World Group. TK akan menjabat sebagai CEO, sedangkan Dru sebagai COO. Menurut keterangan pers, organisasi yang berpusat di Vietnam ini akan menyediakan roster GAM Esports infrastruktur esports terbaik untuk merebut titel juara di League of Legends World Championship selanjutnya.

Nama GAM Esports sudah tidak bisa diremehkan. Mereka selalu hadir di gelaran VCS sejak 2019 silam serta menempati ranking tiga besar tim LoL Vietnam. Pencapaian terakhir mereka adalah kemenangan mutlaknya di VCS Spring Split 2021. Nama GAM Esports cukup mentereng di ranah domestik hingga global.

“Dengan perluasan NRG Esports ke Asia, kami sangat bersemangat untuk memulai perjalanan baru ini di Vietnam. Dimulai dengan GAM Esports yang merupakan juara VCS lima kali berturut-turut, kami ingin mengembangkan GAM dari juara Vietnam menjadi juara dunia dengan memberi mereka sumber daya dan pengetahuan dari para ahli di bidangnya.

Selain itu, memiliki kesempatan untuk bekerja bersama pemimpin luar biasa seperti Andy Miller, yang telah berhasil mencipatakan banyak tim esports papan atas, adalah kesenangan bagi kita semua.” Ujar Tk Nguyen, CEO baru dari NRG Asia.

Perluasan NRG Esports ke Asia bukan yang pertama kalinya dari organisasi esports barat. Pada Mei 2018 silam, OpTic India masuk ke ranah esports India dengan mengakusisi tim CS:GO. Fnatic, TSM, dan Team Vitality adalah nama-nama lain yang telah berekspansi ke ranah esports dan gaming India.

Organisasi esports besar Indonesia, EVOS Esports, juga sudah sering menjajakan kaki di tanah Vietnam dengan mengakuisisi roster Arena of Valor hingga League of Legends.

Daftar Negara yang Sudah Disambangi Pokémon Go, Kapan Asia Tenggara?

Kia telah mendengar bermacam-macam berita sejak Pokémon Go dirilis kurang dari dua minggu silam. Permainan berbasis AR ini memperoleh respons positif dari gamer di berbagai belahan dunia, namun juga menuai kritik karena menyebabkan masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang merayakan euforia Pokémon Go, walau game sebetulnya belum tersedia resmi di sini.

Hal inilah yang menjadi banyak pertanyaan para gamer, dan belum lama, beberapa pihak bahkan mencoba memprediksi waktu pelepasan Pokémon Go di Asia berdasarkan bermacam-macam faktor. Jadi sebetulnya, sudah di mana saja ia meluncur? Via Facebook, akhir minggu lalu developer memasukkan 28 negara lagi dalam daftar dukungan Pokémon Go, dan Kanada merupakan tambahan terbarunya. List lengkapnya bisa Anda lihat di bawah:

  1. Amerika Serikat
  2. Australia
  3. Selandia Baru
  4. Kanada
  5. Inggris Raya
  6. Jerman
  7. Spanyol
  8. Perancis
  9. Itali
  10. Portugal
  11. Rusia
  12. Polandia
  13. Austria
  14. Belgia
  15. Kroasia
  16. Siprus
  17. Republik Ceko
  18. Denmark
  19. Estonia
  20. Finlandia
  21. Yunani
  22. Greenland
  23. Hungaria
  24. Islandia
  25. Irlandia
  26. Latvia
  27. Lithuania
  28. Luxembourg
  29. Malta
  30. Belanda
  31. Norwegia
  32. Romania
  33. Slovakia
  34. Slovenia
  35. Swedia
  36. Swiss

Berdasarkan daftar di atas, kita dapat melihat bahwa Niantic memang belum menghadirkan Pokémon Go di wilayah Afrika, Amerika Selatan, Timur Tengah, Asia, termasuk negara tempat kelahiran franchise legendaris itu, Jepang. Fakta ini juga menunjukkan belum terbuktinya kalkulasi minggu lalu.

Meskipun begitu, menurut penuturan CNET, bisa beroperasinya Pokémon Go di Indonesia sendiri adalah hal yang sangat unik. Semua orang memang dapat mengunduh aplikasi ini dari sumber tidak resmi, namun supaya game bisa bekerja, Niantic harus mengaktifkan server mereka di negara itu. Jika Anda bermain Pokémon Go di kawasan Asia lain (atau negara-negara yang belum didukung), permainan hanya memperlihatkan peta kosong.

Soal ketersediaan Pokémon Go di Asia Tenggara sendiri sebetulnya telah ditanyakan oleh IGN kepada Niantic. Lewat email, jawaban dari vice president Chris Kramer cukup singkat: “Tim saat ini masih terus berkonsentrasi mengerjakan Pokémon Go. Kami belum punya rencana melakukan pengumuman selain dari negara-negara yang sudah didukung.”

Kabar baiknya, John Hanke selaku CEO Niantic Labs bilang pada Forbes bahwa mereka akan segera melepas Pokémon Go di Jepang setelah berhasil memperbaiki kendala kapasitas server. Sejauh ini developer sudah bekerja sama dengan berbagai partner demi memastikan server sanggup menopang serbuan gamer begitu permainan dirilis.

Tambahan: Polygon.

Prediksi Tren Fintech Asia Tahun 2016 Versi Penyedia Data Center Digital Realty

Di tahun 2015 silam, fintech (financial technology) dan layanan on demand menjadi salah satu segmen startup yang mengalami pertumbuhan yang signifikan. Demikian pula di tahun ini, keduanya masih diprediksikan terus mengalami pertumbuhan. Bahkan menurut Digital Realty, ada beberapa tren di sektor fintech yang akan naik daun di kawasan Asia untuk tahun ini.

Senior Vice President (Financial) Digital Realty Krupal Raval mengutarakan, “Asia sudah siap untuk mengalami pertumbuhan gelombang teknologi keuangan di tahun-tahun mendatang. Setiap generasi muda melihat cakrawala kesempatan dan di Asia kita pasti melihat ini tercermin dalam pertumbuhan yang cepat dari industri fintech. ”

Krupal juga menjelaskan bahwa tanda-tanda fintech potensial di kawasan Asia juga bisa dilihat dari penambahan jumlah investasi. Tidak hanya itu, persaingan yang cukup ketat ditandai dengan banyaknya startup fintech yang terus tumbuh.

Berikut beberapa prediksi dari Digital Realty di sektor fintech untuk kawasan Asia.

Fintech mengubah lanskap hub keuangan

Meskipun ada sejumlah kota di Asia yang memiliki industri fintech yang solid seperti Singapura, Hongkong, dan Tiongkok di tempat lain para pesaing berkembang dengan cepat. Menurut Digital Realty di Indonesia, Malaysia, Korea, Jepang, dan India fintech, mulai tumbuh diawali dengan fokus di keamanan pembayaran.

Sebuah perubahan tetapi terbatasi peraturan

Salah satu bahan bakar pendorong pertumbuhan fintech adalah peraturan. Singapura misalnya, saat ini telah melakukannya dengan baik untuk memastikan peraturan dan pemerintah memberikan dukungan kepada startup untuk tumbuh secara berkelanjutan dan mematuhi pedoman yang telah ditetapkan oleh badan-badan seperti Monetary Authority of Singapore (MAS). Negara-negara seperti Indonesia dan Malaysia juga sudah mulai menunjukkan geliat untuk membantu memastikan pemain-pemain di industri keuangan, ekonomi, dan konsumen terlindungi dengan baik.

Perbankan tradisional mulai terganggu dengan hadirnya startup

Sejumlah startup di sektor fintech mulai mengaburkan garis batas antara peran bank dan para “pengganggu” itu sendiri. Sekarang, lembaga keuangan juga sudah mulai memanfaatkan teknologi untuk mengantisipasi perkembangan. Selain digitalisasi, penerapan teknologi juga diharapkan mampu memberikan sesuatu hal yang baik dalam hal pengalaman pengguna yang lebih interaktif dan intuitif. Teknologi juga mampu membuat perbankan mengoptimalkan data baik terstruktur maupun dengan teknologi big data dan menempatkan pelanggan sebagai fokus utama dalam bisnis.

Evolusi pembayaran

Masih minimnya penduduk Asia yang memiliki rekening bank memberikan peluang besar bagi penyedia layanan untuk memberikan mereka kesempatan pertama memiliki layanan bank dengan pilihan pembayaran melalui gawai yang mereka miliki. Inisiatif ini telah mendorong para penyedia layanan untuk meningkatkan jangkauan akses ke layanan keuangan melalui internet dan jaringan mobile.

Di India, misalnya, perusahaan mobile mengajukan izin untuk beroperasi “bank pembayaran” yang dapat menangani deposito dan pembayaran, tapi bukan pinjaman. mendorong untuk menjangkau pengguna yang tidak memiliki rekening bank melalui saluran digital.

Mulai meningkatnya era P2P, dimulai dari Tiongkok

Di Tiongkok, jumlah platform pinjaman P2P telah berkembang dari 948 buah pada bulan Februari 2014 menjadi lebih dari 1700 buah di bulan Maret 2015. Di Asia Tenggara, pembayaran P2P juga mulai naik, meski regulasi masih menjadi hambatan.

Layanan Streaming Film ala Netflix Akan Hadir di Indonesia

Meski permintaan konsumen cukup besar, layanan streaming film yang populer di negara-negara barat, Netflix, hingga kini masih belum menjejakkan kakinya di benua Asia. Hal ini nampaknya membuka peluang bagi Singtel, operator jaringan telekomunikasi terbesar di Singapura. Continue reading Layanan Streaming Film ala Netflix Akan Hadir di Indonesia

World of Tanks Blitz Resmi Diluncurkan Untuk Para Pemilik Device iOS di Asia

World of Tanks adalah sedikit game MMO yang berhasil mengkombinasi sejarah dengan gameplay menegangkan. Di dalamnya pemain akan mengontrol berbagai jenis tank dan kendaraan lapis baja dalam medan perang berskala raksasa dengan setting abad ke-20. Versi PC-nya terbukti sangat sukses, hingga kini World of Tanks berhasil menjaring jutaan pemain. Continue reading World of Tanks Blitz Resmi Diluncurkan Untuk Para Pemilik Device iOS di Asia

[Pic of The Day] Asia Pasifik Akan Jadi Pasar Penting Twitter

Tidak dapat dipungkiri pengguna internet Asia termasuk Indonesia memang gemar berjejaring sosial atau menggunakan layanan internet dengan unsur sosial, salah satunya adalah Twitter.

Continue reading [Pic of The Day] Asia Pasifik Akan Jadi Pasar Penting Twitter

Survei Jana: Soundcloud Adalah Aplikasi Musik Paling Populer di Indonesia

Jana melakukan survei terhadap 700 orang di empat negara berkembang di Asia, yaitu India, Indonesia, Filipina, dan Vietnam, tentang kebiasaan mendengarkan musik. Di Indonesia, 90% responden menggunakan aplikasi di smartphone untuk mendengarkan musik dengan 31% ternyata menggunakan Soundcloud sebagai aplikasi pilihannya. Berikutnya menyusul MelOn dan Shazam, masing-masing dengan 21% dan 12%. Tidak ada aplikasi streaming musik populer, seperti Deezer, yang masuk ke dalam daftar ini.

Continue reading Survei Jana: Soundcloud Adalah Aplikasi Musik Paling Populer di Indonesia

Xbox One Mendarat di Benua Asia Bulan September 2014

Tidak ada kata terlambat untuk sebuah niat baik. Sang Corporate Vice President Xbox, Yusuf Mehdi, mengumumkan bahwa mereka akan memperluas distribusi Xbox One ke 26 wilayah pasar baru. Area tersebut meliputi sebagian Eropa, Amerika Selatan dan yang cukup lama ditunggu-tunggu, Asia. Continue reading Xbox One Mendarat di Benua Asia Bulan September 2014