Ruangguru Akuisisi Platform Edtech Asal Vietnam “Mclass”

Startup edtech Ruangguru mengumumkan akuisisi atas Mclass, sebuah platform live teaching asal Vietnam. Hal ini disebut sebagai langkah strategis perusahaan untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan kapabilitasnya di wilayah tersebut.

Ruangguru telah lebih dulu memulai ekspansi ke Vietnam dengan nama Kien Guru pada 2019. Vietnam menjadi negara pertama tujuan ekspansi Ruangguru karena dinilai memiliki masalah yang sama seperti yang dihadapi Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya di bidang pendidikan.

Co-Founder dan CEO Ruangguru Belva Devara meyakini reputasi dan keahlian Mclass dalam pembelajaran daring dapat semakin memperluas penawaran, meningkatkan bisnis, serta melengkapi solusi pembelajaran Ruangguru di Vietnam dan Asia Tenggara.

Ruangguru juga memperkuat posisinya sebagai salah satu pemimpin pasar di sektor edtech yang berkembang di Vietnam. “Visi kami adalah menjadi perusahaan teknologi pendidikan terdepan di Asia Tenggara dan kami yakin bahwa akuisisi ini merupakan langkah lanjutan untuk mencapai tujuan tersebut,” ungkap Belva.

Didirikan oleh Nguyen Van Khai dan Nguyen Minh Thang pada 2019, Mclass bekerja sama dengan guru-guru terbaik di negara tersebut untuk menawarkan sesi live teaching pada mata pelajaran matematika, sains, sastra, serta persiapan perguruan tinggi seperti IELTS. Dalam waktu kurang lebih empat tahun, Mclass disebut telah menjadi platform pembelajaran daring ternama di Vietnam.

Pendekatan inovatif Mclass mengundang respons positif dan daya tarik yang kuat pada siswa maupun orang tua. Hal ini ditunjukkan oleh sekitar 10 juta pengikut di media sosial para guru, sesi live teaching yang berhasil meraih 85 ribu peserta pelajar, dan total 1 juta replay untuk satu sesi pembelajaran di 2022.

Solusi pembelajaran daring K-12 dari Kien Guru telah digunakan oleh lebih dari 2,5 juta siswa di Vietnam selama empat tahun terakhir, termasuk solusi video belajar (pre-recorded), live teaching, dan fitur khusus untuk membantu siswa mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah.

Akuisisi ini tidak hanya memperluas solusi pembelajaran bagi siswa, tetapi
juga akan memberikan kesempatan yang baik bagi guru Mclass untuk memperluas jangkauan mereka dan memberi dampak kepada lebih banyak siswa di Vietnam dan sekitarnya.

Pasar edtech di Vietnam

Pada tahun 2019, Vietnam masuk dalam sepuluh besar pasar pendidikan online dengan pertumbuhan tercepat secara global dan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 44,3%. Saat ini, terdapat lebih dari 200 bisnis edtech di Vietnam dengan dua juta pengguna secara nasional. Pemerintah Vietnam memperkirakan ukuran pasar ini tidak kurang dari $2 miliar.

Dilansir dari media lokal Vietnam, pendapatan pasar e-learning Vietnam diperkirakan mencapai sekitar $3 miliar di 2023 dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan sekitar 20,2% selama 2019-2023 menurut laporan Ken Research.

Sementara, laporan terbaru Do Ventures, edtech adalah bidang terbanyak diinvestasikan ketiga di Vietnam dalam delapan tahun terakhir di sektor teknologi. Total investasi VC ke sektor edtech di Vietnam adalah $103 juta, diikuti pembayaran ($462 juta), dan ritel ($416 juta). Namun, bidang edtech dan transformasi digital pendidikan di Vietnam dinilai masih dalam tahap awal.

Salah satu modal ventura paling aktif dari Indonesia dan juga salah satu investor pertama di Ruangguru, East Ventures, belum lama ini juga mengucurkan investasi pada platform pembelajaran online berfokus bahasa asal Vietnam, Prep. Ini adalah startup Vietnam kedua yang tahun ini mendapatkan dukungan pendanaan dari East Ventures

Dalam sebuah wawancara bersama DailySocial.id, Partner East Ventures Melisa Irene mengatakan, sebagai negara dengan populasi terbesar kedua di regional, pertumbuhan ekonomi digital di sana cukup kencang. Selain itu, Vietnam dikenal sebagai salah satu pemasok talenta teknis untuk ekosistem digital global; yang berarti memenuhi variabel untuk pengembangan tim lokal yang kuat.

Application Information Will Show Up Here

Finblox Hadirkan Platform Manajemen Aset Kripto, Bukukan Pendanaan 56 Miliar Rupiah

Platform pengelolaan aset kripto asal Hong Kong, Finblox, berhasil membukukan pendanaan awal senilai $3,9 juta atau setara 56  miliar Rupiah. Perusahaan memiliki fokus utama untuk menyederhanakan pengelolaan aset kripto di lebih dari 100 pasar berkembang.

Putaran ini ditutup dalam dua periode, melibatkan investor strategis dan dana kelolaan yang berfokus pada crypto dan fintech seperti Dragonfly Capital, Sequoia Capital India, Three Arrows Capital, Saison Capital, MSA Capital, Coinfund, Venturra Discovery, Kyros Ventures, First Check Ventures, Rasio Ventures, pendiri Coins.ph Ron Hose, pendiri Xfers Tianwei Liu, dan pendiri Lifepal Giacomo Ficari.

Dana segar yang didapat dari putaran ini akan digunakan untuk mempercepat pertumbuhan platform, termasuk mengembangkan talenta di tim teknis dan produk. Selain itu, sebagian dana juga akan digunakan untuk mempercepat proses pemenuhan regulasi, inisiatif pemasaran, dan edukasi pasar.

Layanan Finblox

Finblox berfokus pada penyediaan layanan pengelolaan aset yang mudah dan aman ke stablecoin dan aset kripto populer di pasar negara berkembang seperti Axie Infinity dan Polygon. Platform ini memungkinkan pengguna untuk secara pasif mendapatkan hasil atas aset mereka dan tidak memiliki batasan pada saldo minimum atau periode penarikan.

Sejak diluncurkan pada bulan Desember 2021, platform ini sudah tersedia untuk pengguna di lebih dari 100 negara. Perusahaan juga disebut telah mengalami pertumbuhan empat kali lipat dalam aset yang dikelola sejak awal 2022, dan 90% pengguna terdaftarnya berasal dari negara berkembang, sebagian besar Asia Tenggara. Selain itu, suku bunga yang ditawarkan diklaim sebagai yang tertinggi yang tersedia di ruang aset digital.

Sebagai tambahan informasi, pengguna Finblox dijanjikan bisa mendapatkan 15% persentase hasil tahunan pada USD Coin, stablecoin yang dipatok ke dolar Amerika Serikat. Aplikasi ini juga menawarkan hasil hingga 90% pada cryptocurrency utama lainnya seperti Bitcoin, Ethereum, Solana, Avalanche, dan Axie Infinity. Pengembalian dimungkinkan melalui kemitraan Finblox dengan peminjam institusi kripto yang mapan dan protokol keuangan terdesentralisasi yang tepercaya.

Perusahaan ini didirikan oleh veteran Peter Hoang dan Dmitriy Paunin. Peter sendiri dikenal sebagai pendiri aplikasi perdagangan saham Gotrade, yang didukung oleh Y Combinator. Sementara Dmitriy Paunin adalah Chief Technology Officer di Coins.ph, perusahaan trading di Asia Tenggara berbasis di Filipina yang telah mengumpulkan lebih dari 16 juta pengguna.

CEO Finblox Peter Hoang  mengungkapkan, “Visi inti kami adalah mendemokratisasi pembangunan kekayaan untuk semua, dan menyediakan akses mudah ke keuangan terdesentralisasi adalah langkah pertama. Selain tarif terdepan di pasar dan pembayaran harian, yang membedakan kami adalah fokus pada penyederhanaan pengalaman crypto on-ramp dengan cara yang aman dan terjamin, dan menyediakan konten pendidikan yang memberdayakan pengguna Finblox untuk memegang aset jangka panjang alih-alih berdagang mereka.”

Terkait keamanan, aset pengguna dijamin dan diasuransikan oleh Fireblocks Inc. (“Fireblocks”), penjaga aset digital bersertifikat. Selain itu, sistem ini juga dilindungi oleh platform asuransi kripto Coincover. Perusahaan ini dikenal dengan Keamanan Informasi yang mendalam di sektor tekfin dan telah membangun platform yang tahan terhadap sebagian besar masalah yang dapat dihadapi pelanggan saat bekerja dengan aset digital.

“Menjalankan platform yang cepat namun aman adalah tujuan utama kami, dan kami akan selalu mengutamakan kebutuhan dan keamanan pelanggan kami di atas prioritas kami. Saya sangat bangga dengan seberapa cepat kami membawa tim insinyur dan profesional kelas atas untuk mengembangkan sistem yang memanfaatkan kekuatan teknologi blockchain dan mitra institusional yang paling tepercaya,” tambah Dmitriy Paunin, CTO Finblox.

Fokus di pasar Indonesia

Inflasi yang tinggi dan suku bunga deposito bank yang rendah telah memicu lonjakan besar dalam adopsi kripto di seluruh dunia, yang mencapai lebih dari 880% pada tahun 2021 saja. Vietnam, India, Filipina, Brasil, dan pasar negara berkembang lainnya menempati peringkat tertinggi dalam indeks adopsi kripto global tahun lalu. Namun, hanya sebagian kecil dari populasi global yang terpapar kripto. Mengingat keberhasilan adopsi meskipun kesadaran terbatas, ini merupakan peluang pertumbuhan besar untuk aplikasi seperti Finblox di negara berkembang.

Partner Dragonfly Capital Mia Deng mengungkapkan, “Asia Tenggara telah berkembang menjadi salah satu pasar paling aktif selama setahun terakhir, namun infrastruktur produk masih kurang untuk mendukung permintaan yang berkembang pesat. Kami percaya apa yang Peter dan Dmitriy bangun di Finblox akan memberikan kontribusi yang berarti bagi ekosistem kripto di Asia Tenggara.”

Terkait fokusnya di Indonesia, Peter menuturkan bahwa sebagai perusahaan crypto, Finblox bersaing dalam skala global, bukan hanya pasar negara berkembang. Indonesia menjadi salah satu yang menjadi target utama di wilayah Asia Tenggara karena potensinya yang sangat besar.

Menurut laporan startup edukasi blockchain Australia Coinformant, Indonesia telah memimpin dari sisi minat kripto pada tahun 2021. Dalam laporan tersebut, Indonesia mencapai skor minat kripto tertinggi dengan 5,73 dari 10, mengalahkan negara lain dalam kombinasi empat faktor termasuk jumlah pencarian Google, jumlah artikel kripto yang diterbitkan, peningkatan tingkat keterlibatan dan kepemilikan kripto. Chile berada di peringkat kedua dengan skor 5,26, diikuti Argentina dengan skor 4,79.

Platform ini diklaim menawarkan imbalan hasil tertinggi yang tersedia pada koin-koin utama seperti USD Coin, Bitcoin, Ethereum, dan Polygon. Dalam hal fokus pada kawasan berkembang seperti Asia Tenggara, Finblox juga mengklaim sebagai satu-satunya platform yang menawarkan hasil tertinggi pada XSGD dan XIDRstablecoin yang masing-masing dipatok ke dolar Singapura dan rupiah Indonesia.

Dalam wawancara melalui singkat dengan DailySocial.id, Peter juga mengungkapkan salah satu proposisi nilai yang ditawarkan Finblox yang membedakannya dengan pemain lain adalah fokusnya pada edukasi pengguna dimana Finblox memberdayakan pengguna untuk menanam aset jangka panjang alih-alih memperdagangkannya.

Terkait regulasi, Finblox mengaku berusaha memberikan layanan terbaik dengan tetap mengikuti ketentuan yang berlaku. Untuk Indonesia dan Singapura, Finblox telah bermitra dengan Xfers, yang berlisensi dari Monetary Authority of Singapore untuk penerbitan uang elektronik. Xfers juga memiliki izin Penyelenggara Transfer Dana dari Bank Indonesia.

“Di wilayah berkembang seperti Asia Tenggara, penting sekali untuk solusi manajemen kekayaan yang disesuaikan dengan perilaku konsumen – Finblox adalah solusinya. Peter dan Dmitriy adalah pendiri dengan rekam jejak di sektor fintech dan kripto tradisional dan telah membuktikan bahwa mereka tahu apa yang dapat mendorong kesuksesan pasar,” papar Chris Sirise, Partner di Saison Capital.

Di Indonesia sebelumnya juga ada Nobi yang fokus membantu pengguna meningkatkan nilai aset kripto mereka. Layanan yang diunggulkan berupa Nobi Strategy, Savings, dan Staking. Baru-baru ini Nobi bukukan pendanaan awal 57 miliar Rupiah dipimpin oleh AC Ventures.

Application Information Will Show Up Here

Para Seniman Digital di Asia Tenggara Membangun Komunitas Online untuk Mendorong Adopsi NFT

Ruanth Chrisley Thyssen terus mengikuti berita setelah mengetahui bahwa kapal selam KRI Nanggala-402 Angkatan Laut Indonesia ditemukan hilang pada pagi hari tanggal 22 April. Perancang suara nominasi Oscar dan BAFTA yang berbasis di Bali ini, yang anggota keluarganya melayani di angkatan laut, kemudian mengetahui bahwa kapal selam itu ditemukan tenggelam dan hancur berkeping-keping membawa 53 awaknya yang dipastikan tewas.

“Saya berempati terhadap seluruh anggota kru,” ucap Thyssen. “Ketika beritanya menyebar di berbagai platform media sosial, saya melihat video di mana seorang anak laki-laki mengamuk untuk mencegah ayah pelautnya berangkat kerja. Video itu sangat menyentuh,” tambahnya.

Insiden itu memotivasi Thyssen untuk membuat karya seni bernilai NFT untuk mengumpulkan dana guna mendukung keluarga yang terkena dampak tragedi itu. Bersama istrinya, Cindy Thyssen, keduanya menciptakan sebuah karya seni bernama 53 Never Forgotten, sebuah loop animasi 53 detik dari kapal selam yang mengambang di antara gelombang animasi, diisi dengan 53 lapisan suara.

Penggalangan dana yang dimulai pada akhir Mei itu terjadi ketika NFT sedang naik daun karena Beeple dengan karyanya Everydays: The First 5,000 Days yang terjual seharga USD 69 juta pada bulan Maret. Karya lainnya, seperti Stay Free, karya aktivis Edward Snowden, terjual seharga USD 5,4 juta pada April. Replikator, karya seniman Mad Dog Jones, terjual seharga USD 4,1 juta di bulan yang sama.

Proyek penggalangan dana NFT Thyssen, bagaimanapun, hanya mengumpulkan sekitar USD 2.000 pada 8 November, jauh dari target minimum USD 3.000. “Penjualan tidak terlalu bagus. Sebagian besar pembeli dan kolektor di ruang NFT berasal dari Barat. Kebanyakan donatur di Asia atau bahkan Indonesia belum masuk ke ruang NFT, dan mereka tidak tahu bagaimana caranya untuk berkontribusi,” ujar Thyssen.

Meskipun volume perdagangan NFT di seluruh dunia meroket menjadi USD 10,7 miliar pada Q3 tahun ini, menanjak 704% dari kuartal sebelumnya di Asia Tenggara, menurut Thyssen, hambatan bahasa, biaya transaksi yang mahal, serta kurangnya komunitas NFT lokal telah memperlambat adopsi.

Terlepas dari tantangan-tantangannya, seniman lokal melihat NFT sebagai sumber pendapatan baru yang potensial. Beberapa dari mereka, seperti Thyssen, bahkan membuat komunitas online seperti MetaRupa untuk mendorong pendidikan tentang ruang NFT. Diluncurkan pada bulan Juni, platform ini juga berfungsi sebagai ruang pameran NFT. Sejak ditayangkan, ia telah mengumpulkan lebih dari 400 anggota di saluran Discord-nya.

“Masalah terbesar yang dihadapi seniman Asia Tenggara adalah mereka tidak tahu harus memulai dari mana. Sebagian besar informasi dan sumber daya orientasi tidak tersedia dalam bahasa lokal, dan tidak semua orang fasih berbahasa Inggris,” katanya. Anggota MetaRupa membantu orang lain dengan menerjemahkan informasi yang relevan ke dalam bahasa Indonesia, tambah Thyssen.

Karya seni 53 Never Forgotten memberi penghormatan kepada 53 keluarga yang kehilangan orang yang mereka cintai. Dokumentasi Ruanth Thyssen

Mendobrak hambatan

Seniman Malaysia, Munira Hamzah, selalu bersemangat dalam menciptakan seni piksel (pixel art). Dia juga penggemar berat band rock Linkin Park. Pada bulan Februari, Munira terjun ke dunia NFT dengan kreasi bernama Mike Doge Twerke, yang menggambarkan vokalis utama Linkin Park, Mike Shinoda, dan istrinya Anna, menari dengan kostum binatang. Seni ini terinspirasi oleh adegan dari Twitch tentang rekaman kolaboratif Shinoda, “Dropped Frames.” Dia terkejut mengetahui bahwa Shinoda yang sama adalah pembeli pertama karya seninya seharga MYR 7.400 (USD 1.780) segera setelah dirilis.

Saat ia mulai membuat lebih banyak karya berbasis NFT, Munira menyadari bahwa hanya beberapa seniman Malaysia yang hadir di ruang tersebut. “Sebagian besar seniman Malaysia terisolasi. Mereka tidak saling kenal sama sekali,” kata Munira, yang juga dikenal secara online dengan nama Mumu The Stan, kepada KrASIA.

Navigasi pembayaran crypto menjadi salah satu kesulitan signifikan bagi artis baru, belum lagi “gas fee” untuk mencetak NFT, atau pembayaran yang diperlukan sebagai kompensasi energi komputasi untuk membuat blok informasi baru atau kontrak pada blockchain, seperti Ethereum atau Tezos. OpenSea, salah satu pasar NFT paling populer, membebankan gas fee dari artis saat mereka membuat akun baru, ditambah biaya pencetakan atau minting fee yang ditanggung artis atau pembeli, tergantung pada transaksi saat NFT dijual. Biaya pencetakan pada blockchain Ethereum berfluktuasi sesuai dengan penawaran dan permintaan untuk kekuatan pemrosesan, mulai dari USD 10 hingga USD 100. Platform ini juga membebankan 2,5% dari transaksi akhir sebagai biaya layanan.

Untuk mendorong lebih banyak artis terjun ke ruang NFT, pada bulan Maret, Munira mendirikan Malaysia NFT, sebuah komunitas digital yang menghubungkan pembuat konten lokal di media sosial dan Discord. Platform ini membantu seniman lokal dengan menutupi biaya pencetakan NFT pertama mereka di blockchain Tezos, sementara itu juga menjadi tuan rumah “pesta mentor” untuk menghubungkan dan mendidik orang-orang yang ingin membuat karya berbasis NFT pertama mereka. Pembuatan karya seni baru di Tezos Blockchain saat ini berharga sekitar 0,08 tez (XTZ), atau USD 0,50 dengan nilai tukar saat ini. NFT Malaysia mampu menutupi biaya tersebut berkat sumbangan, penggalangan dana, dan penjualan NFT asli, sebut Munira.

Sementara komunitas lokal seperti NFT Malaysia dan MetaRupa telah membantu mendobrak hambatan, membangun komunitas yang solid dan aktif bukanlah proses yang mudah. Clara Che Wei Peh, pendiri NFT Asia, salah satu komunitas terbesar dari jenisnya di wilayah tersebut, mengatakan kepada KrASIA bahwa kelompok tersebut menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk mengumpulkan anggota dan mengembangkan budaya komunitas.

“Pada awalnya, sangat sulit untuk mencari artis NFT yang berbeda di Asia dan terhubung dengan mereka. Pada bulan Februari, saya merasa bahwa ruang itu sebagian besar terfokus pada Barat,” katanya. “Ketika saya berbicara dengan beberapa seniman, terutama yang berbasis di Singapura, kami menyadari bahwa orang mencari ruang untuk menumbuhkan rasa memiliki. Sebuah komunitas untuk berbagi sumber daya dan pembelajaran, dan untuk tetap berhubungan dengan semua hal yang terjadi. Kami kemudian membuat komunitas itu di Discord.”

NFT Asia telah mengumpulkan lebih dari 2.700 anggota. “Kami selalu mendorong anggota kami untuk menjadikan proyek mereka, menghadiri dan menyelenggarakan berbagai acara, dan terhubung dengan pemain lain. Setiap hari Senin, kami akan menyelenggarakan game night yang tidak harus terkait dengan NFT. Ini hanya untuk menumbuhkan rasa kebersamaan,” ujar Peh yang juga seorang peneliti seni dan kurator.

Perkembangan adopsi NFT di Asia Tenggara

Meskipun pasar NFT masih belum matang di Asia Tenggara, kawasan ini tengah menjadi pusat kripto. Vietnam, Filipina, dan Thailand masing-masing berada di peringkat kedua, ketiga, dan kelima dalam hal adopsi crypto di 55 negara pada tahun 2020, menurut data dari Statista.

Thyssen percaya bahwa adopsi crypto akan membantu mendorong pasar NFT “segera.” Dia juga menyebutkan bagaimana pesatnya pertumbuhan game play-to-earn seperti Axie Infinity di wilayah tersebut juga dapat memengaruhi lebih banyak orang untuk bergabung di ruang NFT.

Serangkaian acara seni kripto juga telah muncul di seluruh Asia Tenggara dalam kemitraan dengan komunitas NFT lokal, termasuk Art Moments Jakarta, Art Fair Philippines, dan CryptoArt Week Asia (CAWA). Malaysia NFT bermitra dengan CAWA pada bulan Juli untuk meluncurkan galeri seni kripto pertama di Malaysia, sementara 53 Never Forgotten menjadi karya seni NFT pertama yang ditampilkan di Art Moments Jakarta 2020.

“Gaya artistik yang berasal dari komunitas kreatif Asia Tenggara sangat berbeda dari apa yang kita lihat di Barat. Sejauh ini, kita telah melihat karya seni yang sangat spesifik, minimalis, dan abstrak. Tetapi ketika menemukan beberapa karya seniman lokal, Anda dapat langsung mengetahui bahwa itu adalah karya seniman Asia Tenggara,” kata Thyssen.

“Pengaruh budaya yang unik” dari seniman Asia Tenggara akan membawa lebih banyak warna ke ruang NFT, yang sejauh ini sebagian besar berfokus pada Barat, tambah Munira.

“Semakin banyak seniman Asia membawa pengaruh dan perspektif budaya mereka ke ruang NFT, akan ada lebih banyak keragaman, tidak hanya di [latar belakang] seniman tetapi dalam konten seni itu sendiri,” tambahnya.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Exclusive Interview: Strategi Tencent Kembangkan PUBG Mobile di Asia Tenggara

Pada 2020, keseluruhan hours watched yang didapatkan oleh semua kompetisi PUBG Mobile adalah 134,5 juta jam, menurut data dari Esports Charts. Hal ini menjadikan PUBG Mobile sebagai mobile esports paling populer pada 2020.

Dalam wawancara dengan Hybrid.co.id, James Yang, Director, PUBG Mobile Global Esports, Tencent Games, mengatakan bahwa Tencent memang punya tujuan untuk menjadikan PUBG Mobile sebagai mobile esportstier-one” di tingkat global. Dia mengatakan, untuk merealisasikan tujuan itu, Tencent harus bisa menjadikan PUBG Mobile populer secara global.

Mobile esports paling populer pada 2020, menurut hours watched. | Sumber: Esports Charts

“Tencent menggunakan strategi yang berbeda untuk masing-masing region, tergantung pada budaya esports, penerimaan masyarakat akan mobile esports, ukuran pasar gaming, dan lain sebagainya,” ujar Yang. Lalu, apa strategi Tencent di Asia Tenggara, yang merupakan salah satu pusat pertumbuhan industri mobile esports di dunia?

Keunikan Pasar Esports Asia Tenggara

Asia Tenggara bisa disebut sebagai salah satu pusat pertumbuhan industri mobile esports karena laju pertumbuhan industri competitive gaming di kawasan tersebut melebihi laju pertumbuhan industri esports global. Salah satu karakteristik Asia Tenggara adalah sebagian besar netizen-nya mengenal internet pertama kali dari perangkat mobile. Alhasil, mobile esports lebih populer di Asia Tenggara daripada game esports PC dan konsol.

“Asia Tenggara punya populasi besar, budaya esports yang kuat, dan sudah terbiasa dengan mobile esports. Jadi, kami akan menggelar turnamen esports lebih banyak dan memproduksi lebih banyak konten agar kami bisa menembus rekor di viewership,” kata Yang ketika ditanya tentang strategi Tencent untuk mengembangkan ekosistem PUBG Mobile di Asia Tenggara. “Kami juga mencoba sistem atau struktur baru di Asia Tenggara, seperti liga profesional baru atau regulasi baru.”

Walau kebanyakan negara di Asia Tenggara merupakan negara mobile-first, mereka tetap punya bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Keragaman budaya dan bahasa ini layaknya pedang bermata dua. Di satu sisi, publisher harus membuat konten esports dalam bahasa ibu masing-masing negara untuk menarik perhatian para fans esports. Di sisi lain, negara-negara Asia Tenggara cukup kompetitif dengan satu sama lain.

Viewership PMPL SEA Championship bisa didorong sikap kompetitif negara-negara Asia Tenggara.

“Setiap negara di Asia Tenggara punya budaya dan bahasa yang unik. Jadi, mereka punya kebanggaan nasional yang cukup kuat,” ujar Yang. “Dan hal ini bisa meningkatkan jumlah penonton dari kompetisi regional, seperti PMPL SEA Championship.”

Yang mengungkap bahwa laju pertumbuhan industri esports di Asia Tenggara bahkan mengalahkan laju pertumbuhan industri esports di Tiongkok dan Korea Selatan. Mengutip Newzoo, dia menyebutkan, laju pertumbuhan industri esports di Asia Tenggara pada 2019-2024 akan mencapai lebih dari 20,8%. Pada 2024, nilai industri esports di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai US$72,5 juta pada 2024.

Pentingnya Komunitas Esports

Yang mengatakan, salah satu kunci pertumbuhan industri esports di Asia Tenggara adalah kompetisi terbuka. Sementara itu, tiga hal yang bisa mendongkrak popularitas mobile game esports adalah mobilitas, aksesibilitas, dan gaya hidup.

Game yang bisa populer di tingkat global biasanya adalah game free-to-play,” ungkap Yang. “Karena, jika pemain harus membeli sebuah game untuk bisa memainkannya, hal ini memperkecil lingkup pasar dari game itu sendiri. Di kawasan negara-negara berkembang dengan populasi besar — seperti Asia Tenggara — dampak dari model bisnis yang digunakan akan menjadi semakin besar.” Dia menambahkan, hal lain yang bisa membuat sebuah game populer adalah jika game itu bisa dimainkan di smartphone dengan spesifikasi rendah sekalipun. Semakin rendah spesifikasi yang diperlukan oleh sebuah game, semakin tinggi tingkat penetrasi di pasar.

James Yang. | Sumber: Tencent

Selain itu, komunitas juga punya peran penting dalam kesuksesan sebuah game. Karena itulah, Yang mengatakan, Tencent berusaha keras untuk mengembangkan ekosistem esports yang lengkap untuk PUBG Mobile. “Kami punya ekosistem mobile esports dengan hirearki yang paling lengkap, mulai dari amatir, semipro, hingga profesional,” ujar Yang. “Kami juga terus mendukung tim developer, operasional, marketing, komunitas, serta tim regional kami.”

Yang menambahkan, selama ini, kebanyakan publisher fokus pada game PC dan konsol. Karena itu, sekarang, tidak banyak publisher yang siap untuk mengubah fokus mereka dan menginvestasikan sumber daya mereka untuk mengembangkan ekosistem mobile game.

Namun, hal itu bukan berarti Tencent puas diri dengan apa yang telah mereka capai. Untuk memastikan PUBG Mobile tetap relevan di masa depan, Yang mengungkap, Tencent akan terus melakukan inovasi. “Misalnya, kami akan meningkatkan total hadiah turnamen, terus memperbarui sistem poin dan regulasi yang digunakan, menggunakan aset art serta konten untuk komunitas yang berbeda,” kata Yang. “Kami akan kalah dari pesaing kami jika kami berdiam diri saja.”

Peran Pemerintah di Esports

Seiring dengan semakin besar nilai industri esports, semakin banyak pihak yang tertarik untuk ikut serta, termasuk pemerintah. Di Indonesia, salah satu bukti ketertarikan pemerintah dengan dunia esports adalah pembentukan Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI). Selain itu, pemerintah juga menyatakan esports sebagai cabang olahraga berprestasi. Sama seperti Indonesia, pemerintah dari negara-negara tetangga pun menunjukkan ketertarikan pada dunia esports.

Ketika ditanya apakah ketertarikan pemerintah negara-negara ASEAN akan memberikan dampak positif atau negatif pada industri esports, Yang menjawab, “Mendapatkan pengakuan adalah langkah positif untuk industri esports. Pengakuan itu tidak hanya bisa mendorong potensi ekonomi industri esports, tapi juga memberikan dampak positif di sisi sosial.” Dia menambahkan, esports telah tumbuh menjadi industri bernilai miliaran dollar. Karena itu, sudah pasti, pemerintah juga akan tertarik dengan esports.

“Pertanyaannya bukan lagi tentang ‘baik’ atau ‘buruk’, esports memang sudah pasti akan menarik perhatian banyak pihak karena popularitas esports yang terus naik,” kata Yang. Satu hal yang pasti, dia menegaskan, Tencent akan mematuhi peraturan yang telah ditetapkan oleh masing-masing negara. “Dan kami juga senang jika pemerintah mau berinvestasi dan menumbuhkan industri esports di negara mereka. Esports adalah industri yang sangat menjanjikan.”

Dualisme Pendekatan Pemerintah Tiongkok ke Industri Game dan Esports

Dengan jumlah gamers mencapai 720 juta orang, Tiongkok merupakan pasar game terbesar di dunia. Selain unggul dalam jumlah, gamers di Tiongkok juga menghabiskan lebih banyak waktu mereka untuk bermain. Menurut studi dari perusahaan cloud Limelight Networks, rata-rata, gamers Tiongkok menghabiskan waktu selama 12,4 jam per minggu untuk bermain game. Sebagai perbandingan, di tingkat global, durasi rata-rata yang dihabiskan oleh gamers setiap minggu 8,5 jam seminggu.

Fakta bahwa gamers Tiongkok menghabiskan waktu lebih banyak untuk bermain game menimbulkan kekhawatiran akan bahaya dari kecanduan game. Karena itu, pemerintah Tiongkok pun memutuskan untuk memperketat regulasi terkait game. Regulasi terbaru dari pemerintah Tiongkok berfungsi untuk membatasi lama waktu bermain gamers di bawah umur.

Regulasi Terbaru di Tiongkok

Pada akhir Agustus 2021, National Press and Publication Administration (NPPA), regulator game di Tiongkok, mengumumkan regulasi baru untuk membatasi jam main gamers di bawah umur. Regulasi itu menetapkan bahwa gamers di bawah umur 18 tahun hanya boleh bermain game pada hari Jumat, Sabtu, Minggu, dan hari libur selama 1 jam, yaitu pada pukul 8 malam sampai 9 malam. Hal itu berarti, gamers di bawah umur hanya bisa bermain game selama 3 jam seminggu.

Seperti yang disebutkan oleh Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners, kali ini bukan pertama kalinya pemerintah Tiongkok membatasi waktu bermain anak-anak di bawah umur. Pada 2019, NPPA membuat regulasi untuk membatasi waktu main gamers di bawah umur, menjadi 13,5 jam dalam seminggu.

Regulasi terbaru dari NPPA batasi waktu main anak. | Sumber: SCMP

“Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Tiongkok memang aktif dalam mengeluarkan kebijakan yang mencegah dampak negatif game online, terutama perihal kecanduan, dalam kaitannya dengan pemain di bawah umur. Ini bukan hal baru,” ujar Darang melalui email kepada Hybrid.co.id.

Dalam analisa awal tentang regulasi baru dari NPPA, Niko Partners menyebutkan, dalam lebih dari 15 tahun terakhir, pemerintah Tiongkok memang terus berusaha untuk mengatasi masalah kecanduan gaming pada gamers di bawah umur. Faktanya, regulasi anti-candu gaming pertama dikeluarkan pada 2005. Selain pembatasan waktu bermain, pemerintah juga menetapkan sistem identifikasi menggunakan nama asli pada game. Jadi, ketika seseorang hendak bermain game online, ID mereka akan dicocokkan dengan database penduduk nasional milik Kementerian Keamanan Masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang para pemain bisa diketahui, termasuk umur mereka.

Namun, Niko Partners menyebutkan, sistem pembatasan waktu bermain yang ditetapkan oleh pemerintah Tiongkok masih punya celah. Gamers di bawah umur bisa saja membeli ID dewasa palsu sehingga mereka bisa bermain di luar jam yang telah ditetapkan. Bahkan, orang tua bisa membiarkan anak mereka bermain menggunakan ID mereka. Karena itu, pemerintah Tiongkok meminta kerja sama orang tua untuk membatasi waktu bermain dari gamers di bawah umur.

Adanya celah pada regulasi untuk membatasi waktu bermain anak di bawah umur menuai protes dari masyarakat. Untuk mengatasi celah ini, Tencent tengah mencoba untuk menggunakan sistem pengejalan wajah dari AI pada game mereka. Dengan begitu, sistem bisa mendeteksi gamers di bawah umur yang mencoba untuk menggunakan ID orang dewasa.

Efek ke Industri Game dan Esports

Kabar baiknya, regulasi baru dari pemerintah Tiongkok ini tampaknya tidak akan memberikan dampak besar pada pemasukan industri game di Tiongkok. Pasalnya,  kontribusi gamers di bawah umur pada pemasukan perusahaan-perusahaan game di Tiongkok memang sangat kecil. Tencent mengungkap, gamers di bawah umur 16 tahun hanya memberikan kontribusi sebesar 2,6% dari total pemasukan mereka. Hal yang sama juga terjadi di perusahaan-perusahaan game lain. Kontribusi gamers di bawah umur pada total pemasukan perusahaan biasanya ada di rentang 1%-5%.

Walau regulasi baru ini tidak akan memberikan pengaruh besar pada pemasukan industri game, kemungkinan, ia akan mempengaruhi jumlah gamers. Regulasi baru dari NPPA punya kemungkinan untuk membuat jumlah gamers muda menurun. Dan meskipun orang dewasa tidak dipengaruhi oleh regulasi baru itu, kemungkinan, orang tua tetap harus membatasi waktu bermain game mereka di hadapan anak-anak mereka.

Tim Tiongkok menangkan LWC 2018. | Sumber: Windows Central

Sayangnya, Niko Partners menyebutkan, saat ini, masih belum diketahui bagaimana regulasi baru ini akan mempengaruhi industri esports. Pasalnya, pemain profesional biasanya menghabiskan waktu berjam-jam untuk bermain game. Satu hal yang pasti, pembatasan waktu bermain untuk anak di bawah umur ini bisa membuat mereka enggan untuk menjadikan game sebagai hobi atau membuat mereka tidak tertarik berkarir di dunia game dan esports. Karena keterbatasan waktu untuk bermain, di masa depan, anak-anak di bawah umur juga mungkin tidak lagi tertarik dengan game yang kompleks.

Menurut Darang, peraturan yang semakin ketat di Tiongkok bisa membuat perusahaan-perusahaan game menjadi semakin bersemangat untuk melakukan ekspansi. “Perusahaan-perusahaan Tiongkok mulai melakukan ekspansi ke berbagai wilayah, termasuk Asia Tenggara, dalam beberapa tahun terakhir,” katanya. “Dengan adanya regulasi-regulasi baru di bidang game dan esports, tren tersebut tampaknya akan terus berlanjut.”

Terkait game dan esports, Indonesia punya beberapa kesamaan dengan Tiongkok. Meskipun begitu, Darang menyebutkan, saat ini, Indonesia dan negara-negara tetangga menetapkan aturan yang lebih terbuka di industri game dan esports. “Sepertinya, kemungkinan bagi negara-negara ASEAN untuk meniru langkah Tiongkok agak kecil karena hal itu bisa berdampak negatif pada industri game dan esports yang baru saja berkembang di Asia Tenggara,” ujarnya.

Esports di Asian Games 2022 Hangzhou

Di satu sisi, pemerintah Tiongkok memperketat regulasi terkait game — yang pasti juga akan berdampak pada industri esports. Di sisi lain, mereka masih menunjukkan dukungan pada pelaku industri esports. Salah satu buktinya adalah dengan mendukung atlet dan organisasi esports yang akan bertanding di Asian Games 2022. Darang mengungkap, salah satu bentuk dukungan yang diberikan oleh pemerintah Tiongkok — baik di tingkat nasional maupun provinsi — pada tim dan pemain esports lokal adalah dengan memberikan bantuan finansial. Selain itu, pemerintah juga turun tangan dalam membangun stadion esports.

Tidak heran jika pemerintah Tiongkok ingin membantu atlet dan organisasi esports. Alasannya, esports menjadi salah satu cabang olahraga bermedali di Asian Games 2022. Karena cabang esports mengadu 8 game, maka hal itu berarti, ada 24 medali yang bisa dimenangkan. Sebelum menjadi cabang olahraga bermedali, esports sudah menjadi cabang olahraga eksibisi di Asian Games 2018 yang digelar di Jakarta.

Honor of Kings adalah versi Tiongkok dari Arena of Valor.

Berikut delapan game yang akan diadu di Asian Games 2022:

  • Arena of Valor Asian Games version
  • Dota 2
  • Dream Three Kingdoms 2
  • EA Sports FIFA
  • Hearthstone
  • League of Legends
  • PUBG Mobile Asian Games version
  • Street Fighter V

Selain delapan game itu, akan ada dua game lagi yang menjadi cabang olahraga eksibisi, yaitu Robot Masters dan VR Sports. Sementara yang dimaksud dengan “versi Asia” dari Arena of Valor dan PUBG Mobile adalah versi Tiongkok dari kedua game tersebut: Honor of Kings dan Peacekeeper Elite. Olympic Council of Asia (OCA) mengungkap bahwa Asian Electronic Sports Federation (AESF) akan menjadi penanggung jawab atas penyelenggaraan kompetisi cabang olahraga esports di Asia Games.

“Kami harap, pengumuman ini akan memberikan waktu yang cukup bagi semua tim yang ikut serta untuk mempersiapkan diri mereka sebelum babak kualifikasi,” kata Director General of OCA, Husain Al-Musallam, seperti dikutip dari Dot Esports. “Saya percaya, kami sudah memastikan agar pertandingan esports bisa menampilkan kompetisi panas, menawarkan tontotan yang menarik, baik bagi para esports enthusiasts ataupun penonton kasual.”

Sumber header: Daily Mail

3 Kunci Mobile Esports Sukses: Mobilitas, Aksesibilitas, dan Gaya Hidup

Dalam daftar lima turnamen esports paling populer di Agustus 2021, ada tiga turnamen mobile esports. Hal ini menunjukkan, mobile esports kini tidak lagi bisa dipandang sebelah mata. Salah satu kawasan yang menjadi pusat pertumbuhan industri mobile esports adalah Asia Tenggara. Tidak heran, mengingat kebanyakan negara di Asia Tenggara memang merupakan negara mobile first.

Menurut data dari white paper berjudul Games & Esports: Bona Fide Sports, yang merupakan hasil kerja sama Tencent dan Newzoo, pertumbuhan industri esports di Asia Tenggara di masa depan hampir mencapai dua kali lipat dari pertumbuhan industri esports global. Pada periode 2019-2024, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) dari industri esport di Asia Tenggara mencapai 20,8%. Sebagai perbandingan, tingkat CAGR dari industri esports global di periode yang sama hanya mencapai 11,1%.

Mobile Esports Jadi Kunci Pendorong Pertumbuhan Industri di ASEAN

Pada akhir 2021, jumlah penonton esports di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai 42,5 juta orang. Indonesia menjadi negara dengan jumlah penonton esports paling banyak, mencapai 17 juta orang. Vietnam menduduki posisi kedua dengan jumlah fans esports sebanyak 8,1 juta orang. Berbanding lurus dengan jumlah penonton yang terus bertambah, pemasukan industri esports di Asia Tenggara pun juga menunjukkan tren naik. Pada 2021, jumlah pemasukan industri esports di Asia Tenggara diperkirakan mencapai US$39,2 juta. Angka ini diduga akan naik menjadi US$72,5 juta pada 2024.

Dalam white paper dari Tencent dan Newzoo disebutkan bahwa kunci pertumbuhan dari industri mobile esports di Asia Tenggara adalah persaingan terbuka. Ada tiga faktor yang membuat sebuah mobile game menjadi game esports yang populer, yaitu mobilitas, aksesibilitas, dan lifestyle.

Semakin tinggi aksesibilitas sebuah game, maka kemungkinannya untuk menjadi populer pun semakin besar. James Yang, Director of PUBG Mobile Global Esports, Tencent Games menjelaskan, sebuah game akan bisa menjadi game esports yang populer di Asia Tenggara jika game itu bisa dimainkan di smartphone kelas menengah atau bahkan kelas pemula sekalipun. Selain itu, model bisnis yang digunakan pada sebuah game juga menentukan. Biasanya, game esports yang populer menggunakan model bisnis free-to-play atau gratis. Hybrid.co.id pernah membahas mengapa game esports yang populer biasanya merupakan game gratis di sini.

James Yang. | Sumber: DailySpin

Di Amerika Utara dan Eropa Barat, game esports yang populer adalah game PC, seperti Dota 2, League of Legends, Counter-Strike: Global Offensive, Rainbow Six Siege, dan lain sebagainya. Namun, di Asia Tenggara, popularitas mobile esports mengalahkan ketenaran game esports PC maupun konsol. Dua game esports yang paling banyak ditonton oleh masyarakat ASEAN adalah PUBG Mobile dan Mobile Legends. Walau memang, masih ada orang-orang yang menjadi fans setia dari game esports PC, seperti Dota 2 dan CS:GO.

Salah satu alasan mengapa mobile esports jauh lebih populer dari game esports PC adalah karena sebagian besar populasi online di Asia Tenggara mengenal internet melalui smartphone. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Newzoo, sekitar 82% populasi online di Asia Tenggara bermain mobile game. Tak hanya itu, sebanyak 39% responden menjadikan smartphone sebagai perangkat gaming utama mereka.

“Kami melihat perubahan tren di industri esports, dari game PC dan konsol ke mobile game,” ujar James Yang, Director of PUBG Mobile Global Esports, Tencent Games, dikutip dari situs resmi Tencent. “Tren ini dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan hardware perangkat mobile dan keberadaan jaringan 5G.”

Memang, saat ini, performa smartphone semakin mumpuni. Faktanya, sejak beberapa tahun lalu, mulai muncul kategori smartphone gaming. Sesuai namanya, smartphone gaming mengutamakan fitur-fitur untuk bermain game dan memang ditujukan untuk para mobile gamers. Tak hanya itu, aksesori untuk bermain game pun mulai muncul di pasar, seperti controllers dan paddlers.

Controller dari smartphone. | Sumber: Android Central

Dengan keberadaan aksesori itu, pengalaman bermain game di smartphone semakin menyerupai pengalaman bermain game di konsol dan PC. Dalam 10 tahun belakangan, mobile game pun mulai berubah, menjadi semakin kompleks. Hal ini dibuktikan dengan kemunculan game-game ber-genre MOBA dan battle royale, yang pada awalnya hanya muncul di PC atau konsol.

Selain smartphone yang semakin mumpuni, alasan lain yang mendorong pertumbuhan ekosistem mobile esports di Asia Tenggara adalah kemunculan jaringan 5G. Sekarang, ada beberapa negara Asia Tenggara yang telah mulai menggelar jaringan 5G, seperti Indonesia. Selain itu, Singapura, Malaysia, dan Thailand pun telah memulai pembangunan jaringan 5G.

Dampak Pandemi ke Industri Esports

Esports adalah salah satu industri yang mendapatkan imbas positif dari pandemi virus corona. Selama pandemi, jumlah orang yang menonton konten esports di platform streaming game naik. Menurut Newzoo, jumlah penonton esports di dunia pada akhir 2021 akan mencapai 474 juta orang. Sebagai perbandingan, pada 2020, jumlah penonton esports adalah 435,9 juta orang dan pada 2019, angka itu hanya mencapai 397,8 juta orang.

Menariknya, Yang mengatakan, tidak semua penonton konten esports memainkan game yang diadu. Dia juga mengungkap, sepanjang 2020, jumlah hours watched dari kompetisi-kompetisi PUBG Mobile mencapai lebih dari 200 juta jam. Dia juga optimistis, para penonton PUBG Mobile baru — yang mulai menonton konten esports saat pandemi — akan tetap setia bahkan setelah keadaan mulai berangsur pulih. Selama pandemi, banyak kompetisi esports yang digelar secara online. Ke depan, menurut Yang, kompetisi esports akan digelar dengan model hibrida, yang menggabungkan model turnamen offline dan online.

Sekarang, tidak banyak kompetisi esports yang digelar secara offline. | Sumber: Blibli

Esports adalah tren penting yang tidak bisa kita acuhkan,” ujar Yang, seperti dikutip dari The Star. “Para pemegang kepentingan — baik di dalam maupun luar industri esports — akan mendapatkan untung jika mereka bekerja sama untuk mengembangkan ekosistem competitive gaming.”

Sementara itu, Hugo Tristão, Esports Head, Newzoo mengatakan, sekarang, industri esports telah menjadi bagian penting dari industri game. Karena itu, di masa depan, akan bermunculan pelaku industri esports baru, mulai dari organisasi esports, penyelenggara turnamen, perusahaan broadcasting, sampai perusahaan marketing khusus esports.

Kolaborasi Antara EVOS Esports dengan VISA dan Mandiri: Bukti Seksinya Industri Esports

Industri game dan esports kini tengah naik daun. Untuk memberikan gambaran tentang keadaan industri game dan esports di Indonesia dan Asia Tenggara, EVOS Esports menggelar Media Discussion: Indonesia Industry Outlook 2021. Dalam konferensi pers virtual itu, EVOS menjelaskan tentang potensi dari industri game dan esports di Indonesia, baik dari segi jumlah gamers, jumlah pemasukan, serta jumlah penonton esports.

Jumlah Gamers dan Total Belanja Gamers Indonesia

Di enam negara Asia Tenggara — Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura — jumlah gamers diperkirakan mencapai 284,6 juta orang pada 2021. Sementara jumlah pemasukan industri game di keenam negara itu diduga akan mencapai US$5,86 miliar. Dari enam negara tersebut, Indonesia menjadi negara dengan jumlah gamers paling banyak. Hal ini tidak aneh, mengingat Indonesia memang memiliki populasi terbesar dari negara-negara Asia Tenggara lainnya. Jumlah gamers di Indonesia pada 2021 diduga akan mencapai 116 juta orang. Sebagai perbandingan, jumlah gamers di Filipina mencapai 55,5 juta orang dan di Vietnam 54,8 juta orang.

Jika dibandingkan dengan lima negara lainnya, industri game Indonesia juga punya pemasukan paling besar, mencapai US$1,9 miliar. Thailand menjadi negara dengan industri game terbear kedua di Asia Tenggara, diikuti oleh Malaysia. Meskipun begitu, dari segi ARPU (Average Revenue per User), Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, atau Thailand. ARPU di Indonesia hanya mencapai US$16,4. Sebagai perbandingan, ARPU Thailand mencapai US$31,2, Malaysia US$47,1 dan Singapura US$111,6.

Jumlah gamers dan pemasukan industri game di 6 negara SEA. | Sumber: EVOS Esports

Sementara di masa depan, jumlah gamers diperkirakan masih akan naik. Dari 2020 sampai 2025, tingkat pertumbuhan rata-rata per tahun (CAGR) dari jumlah gamers mencapai 4,9%. Jadi, pada 2025, jumlah gamers di Tanah Air diproyeksikan akan mencapai 142 juta orang. CAGR dari jumlah penonton esports bahkan lebih tinggi, mencapai 16,4%. Pada 2020, jumlah penonton esports di Indonesia mencapai 14 juta orang: 8 juta enthusiast viewers dan 6 juta occasional viewers. Lima tahun kemudian, pada 2025, jumlah penonton esports diduga akan menembus 29 juta orang, dengan pembagian 17 juta enthusiast viewers dan 12 juta occasional viewers.

“Pada tahun 2016, PC gaming memang dominan. Namun, dalam tiga tahun terakhir, muncul mobile game, seperti Mobile Legends dan Free Fire. Dengan begitu, hanya berbekal smartphone, anak-anak muda sekarang sudah bisa jadi gamers. Barrier of entry-nya jadi jauh lebih mudah. Hal ini jadi salah satu alasan mengapa jumlah pemain game sekarang lebih banyak daripada konsumsi konten digital lainnya,” kata Co-Founder & Chief Marketing Officer EVOS Esports, Michael Wijaya alias Mike. “Jumlah gamers di Indonesia akan naik pesat. Dan dari segi passion, mereka juga lebih memilih untuk bermain game daripada menikmati hiburan lainnya.”

Kebiasaan Penonton Esports di Indonesia

Sebagian besar penonton esports di Indonesia bersaal dari generasi milenial dan Gen Z. Berdasarkan data dari EVOS, sebanyak 58% dari penggemar EVOS dan esports merupakan remaja di bawah 18 tahun. Sementara 41% lainnya berada di rentang umur 19-29 tahun. Mudanya umur para penggemar esports berpengaruh pada lama waktu mereka bermain. Sebanyak 62,8% fans EVOS bermain game setiap hari. Dan sekitar 41,73% dari mereka menghabiskan waktu untuk bermain game selama 3-5 jam sehari.

Kebiasaan para gamers di Indonesia. | Sumber: EVOS Esports

Menariknya, kebanyakan dari fans esports setia untuk bermain satu game. Sebanyak 33,65% fans esports mengungkap bahwa mereka hanya memainkan satu game. Sementara sebanyak 27,96% hanya bermain 2 game. Mike menyebutkan, tiga game yang paling populer di kalangan fans esports adalah Mobile Legends, Free Fire, dan PUBG Mobile.

Soal kebiasaan berbelanja, sebanyak 39,33% audiens esports melakukan pembelian dalam game sebanyak 1-3 kali sebulan. Walau, dari segi besar transaksi, total belanja mereka tidak terlalu besar. Sebanyak 67,96%  penonton esports menghabiskan uang kurang dari Rp100 ribu. E-wallet seperti GoPay, OVO, Dana, dan LinkAja, jadi pilihan pembayaran favorit para fans esports. Hampir setengah (48,13%) dari fans esports melakukan pembayaran melalui e-wallet. Hanya 6,42% penonton esports yang melakukan transaksi via platform milik bank. Hal ini menunjukkan, pihak bank masih bisa menggenjot jumlah transaksi di kalangan para gamers.

Kerja Sama EVOS dengan VISA dan Mandiri

Seiring dengan semakin berkembangnya industri esports, semakin banyak pula pihak yang ingin terlibat dalam industri tersebut, termasuk perusahaan-perusahaan non-endemik, seperti VISA dan Bank Mandiri. EVOS telah menjalin kerja sama dengan VISA pada Juli 2020. Sementara dengan Bank Mandiri, EVOS meluncurkan EVOS Card pada Juni 2021. Berfungsi layaknya kartu debit, EVOS Card bisa didapatkan oleh nasabah lama maupun orang-orang yang membuka rekening baru di Mandiri. Hanya saja, kartu itu dibuat dalam jumlah terbatas. Sejauh ini, telah ada seribu orang yang menggunakan kartu tersebut.

Mike mengungkap, EVOS menyambut perusahaan-perusahaan non-endemik dengan tangan terbuka. Karena, keikutsertaan perusahaan-perusahaan non-endemik yang sudah berumur puluhan tahun dan punya reputasi baik, seperti bank, dapat membantu EVOS dan pelaku dunia esports lain untuk menghilangkan stigma negatif yang ada terkait esports. Memang, sampai saat ini, masih ada orang yang percaya dengan sejumlah mitos terkait game dan esports.

“Dalam lima tahun terakhir, EVOS ingin mengubah sentimen negatif yang ada. Kami ingin menunjukkan, ada karir di industri esports. Melalui kerja sama dengan Bank Mandiri dan VISA, kami ingin menunjukkan pada para orang tua bahwa industri esports bahkan telah disorot oleh banking, yang secara nature sangat dipercaya,” ujar Mike.

Para pembicara di Outlook bersama dengan MC.

Sementara itu, Head of Strategy & Planning Visa Indonesia, Handikin Setiawan menjelaskan alasan mengapa VISA tertarik untuk menjajaki dunia esports. Dia mengungkap, sebagai perusahaan yang telah berumur puluhan tahun, VISA terus berusaha untuk tetap relevan dengan tren yang ada. “Kita melihat bahwa sekarang adalah zaman digital. Dan industri game merupakan ekosistem digital first,” ujarnya. Karena itu, VISA ingin agar mereka tetap bisa relevan di mata para gamers. Lebih lanjut, Handikin menjelaskan, saat ini, segmen gaming berisi orang-orang berumur di bawah 30 tahun. Dan memang, di Indonesia, kebanyakan masyarakatnya ada di bawah umur 30 tahun.

“Dalam 5-10 tahun lagi, generasi ini akan masuk ke prime age. Mereka yang akan menentukan how payment is done,” ujarnya. Dia juga menyebutkan, pandemi telah membuat gaya hidup masyarakat mulai berubah, dari offline ke online. VISA percaya, tren ini adalah sebuah keniscayaan. Karena itu, penting bagi mereka untuk bisa dekat dengan komunitas gamers, yang merupakan digital native.

Sumber header: Esports Insider

Niko Partners: Jumlah Penonton Esports di Asia Tenggara Capai 100 Juta Orang

Industri game di kawasan Greater Southeast Asia — mencakup Asia Tenggara dan Taiwan — diperkirakan akan bernilai US$8,3 miliar pada 2023. Salah satu faktor pertumbuhan industri game di GSEA adalah esports. Tidak heran, mengingat kebanyakan gamers di Asia memang juga tertarik dengan esports. Menurut data dari Niko Partners, di Asia, sekitar 95% dari gamer PC dan 90% pemain mobile aktif di dunia esports. Hal ini menunjukkan, industri game dan esports punya dampak besar pada satu sama lain. Sebelum ini, kami telah membahas tentang keadaan industri gaming di GSEA pada 2020. Kali ini, kami akan membahas tentang industri esports di Asia, khususnya Asia Tenggara.

Jumlah Penonton dan Pemain Esports di Asia Tenggara

Menurut data dari Niko Partners, jumlah penonton esports di Asia Timur dan Asia Tenggara mencapai 510 juta orang. Dari keseluruhan jumlah penonton, sekitar 350 juta fans esports berasal dari Tiongkok dan 160 juta orang sisanya berada di Asia Tenggara, Jepang, dan Korea Selatan.

“Kurang lebih, terdapat sekitar 100 juta penonton esports di seluruh Asia Tenggara. Dengan jumlah penonton dan pemain terbanyak kurang lebih mengikuti jumlah penduduk dan konektivitas internet di masing-masing negara,” kata Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners. “Indonesia memiliki jumlah penonton dan pemain esports terbanyak, diikuti oleh Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia, dan Singapura.” Jika Anda ingin mengetahui jumlah penonton esports di masing-masing negara Asia Tenggara, Anda bisa menemukan informasi itu di laporan premium dari Niko Partners.

Data populasi dan kecepatan internet di Asia Tenggara.

Dari segi populasi, lima negara di Asia Tenggara yang memiliki jumlah penduduk paling banyak adalah Indonesia, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Myanmar. Sementara dari segi kecepatan internet, Singapura merupakan negara jaringan fixed broadband paling cepat, tidak hanya di Asia Tenggara, tapi juga di dunia. Menurut data Speedtest, kecepatan jaringan fixed broadband di Singapura mencapai 245,5 Mbps. Seperti yang bisa Anda lihat pada tabel di atas, walau Indonesia memiliki populasi paling besar, kualitas jaringan internet Tanah Air masih kalah cepat jika dibandingkan dengan kebanyakan negara-negara Asia Tenggara.

Sementara itu, menilik dari segi prestasi, Filipina menjadi negara di Asia Tenggara dengan prestasi esports terbaik. Salah satu buktinya adalah Filipina berhasil membawa pulang medali paling banyak dari cabang olahraga esports di SEA Games 2019. Ketika itu, Filipina berhasil mendapatkan tiga medali emas, satu medali perak, dan satu medali perunggu di cabang esports. Sebagai perbandingan, tim Indonesia hanya berhasil menyabet dua medali silver.

Filipina berhasil memenangkan tiga medali emas di tiga game yang berbeda, yaitu Dota 2, StarCraft II, dan Mobile Legends: Bang Bang. Belum lama ini, tim asal Filipina, Bren Esports juga berhasil memenangkan M2 World Championship. Sementara itu, pemain StarCraft II yang berhasil membawa pulang medali emas untuk Filipina adalah Caviar “EnDerr” Acampado. Dia telah menjadi pemain StarCraft II profesional sejak 2011. Sampai saat ini, dia masih aktif di skena esports StarCraft II. Pada 2021, dia sudah memenangkan dua turnamen minor, yaitu PSISTORM StarCraft League – Season 1 dan Season 2. Sementara pada 2020, dia berhasil menjadi juara dari turnamen major, DH SC2 Masters 2020 Winter: Oceania / Rest of Asia.

Filipina juga punya tim Dota 2 yang mumpuni. Selain berhasil membawa pulang medali emas di SEA Games 2019, Filipina juga punya tim profesional yang tangguh, yaitu TNC Predator. Tim tersebut memenangkan Asia Pacific Predator League 2020/21 – APAC. Pada 2020, mereka juga membawa pulang piala BTS Pro Series Season 4: Southeast Asia dan ESL One Thailand 2020: Asia. Mereka juga memenangkan MDL Chengdu Major dan ESL One Hamburg pada 2019. Tak hanya itu, mereka juga berhasil masuk ke The International selama empat tahun berturut-turut, dari 2016 sampai 2019.

TNC Predator jadi salah satu tim Dota 2 paling tangguh di Asia Tenggara. | Sumber: IGN

Di Tekken, Filipina juga punya Alexandre “AK” Laverez, pemain Tekken profesional yang memenangkan medali perak di SEA Games 2019. AK sendiri telah dikenal di skena esports Tekken global sejak 2013. Ketika itu, dia berhasil menjadi juara tiga di Tekken Tag Tournamen 2 Global Championship walau dia masih berumur 13 tahun. Selain itu, dia juga berhasil meraih posisi runner up di WEGL Super Fight Invitational dan EVO Japan 2019.

Namun, tim-tim esports Indonesia juga punya keunggulan tersendiri. Jika dibandingkan dengan organisasi esports di negara-negara Asia Tenggara lainnya, tim esports Indonesia sangat populer. Faktanya, tiga tim esports paling populer di Asia Tenggara berasal dari Indonesia, yaitu EVOS Esports, Aura Esports, dan RRQ.

Ekosistem Turnamen Esports di Asia Tenggara

Jumlah pemain dan penonton esports di sebuah kawasan hanya bisa tumbuh jika ekosistemnya memang memadai. Kabar baiknya, industri esports di Asia Tenggara memang punya potensi besar. Lisa Cosmas Hanson, Managing Partner, Niko Partners bahkan menyebutkan, Asia Tenggara berpotensi untuk menjadi pusat esports global. Salah satu buktinya adalah banyaknya turnamen esports yang digelar di Asia Tenggara.

“Pada tahun 2020, kami mencatat lebih dari 350 major tournaments digelar di wilayah Asia Tenggara. Angka tersebut tidak termasuk turnamen-turnamen amatir dan kecil,” kata Darang.

Phoenix Force dari Thailand menangkan FFWS 2021. | Sumber: The Strait Times

Total hadiah dari turnamen-turnamen esports yang diadakan di Asia Tenggara juga cukup besar. Free Fire World Series (FFWS) 2021 menjadi turnamen esports dengan total hadiah terbesar, mencapai US$2 juta. Tak hanya itu, kompetisi itu juga memecahkan rekor jumlah peak viewers. Pada puncaknya, jumlah penonton dari FFWS 2021 mencapai 5,4 juta orang. Sebagai perbandingan, League of Legends World Championship 2019 — pemegang gelar turnamen esports dengan peak viewers tertinggi sebelumnya — hanya memiliki peak viewers sebanyak 3,9 juta orang.

Selain FFWS 2021, di tahun ini, turnamen esports lain yang menawarkan hadiah besar adalah ONE Esports Singapore Major. Turnamen Dota 2 itu menawarkan total hadiah US$1 juta. Pada 2018, juga ada Dota 2 Kuala Lumpur Major, yang menawarkan total hadiah yang sama, yaitu US$1 juta.

Saat ini, di Asia Tenggara, juga telah ada liga esports yang menggunakan model franchise, yang dipercaya akan menjadi tren di masa depan. Salah satunya adalah Mobile Legends Professional League Indonesia (MPL ID). Selain itu, MPL Phillipines juga dikabarkan akan mengadopsi model franchise pada Season 8. Free Fire Master League juga sudah menggunakan sistem liga yang mirip dengan sistem franchise. Setiap tim diharuskan membayar sejumlah uang jika mereka ingin berpartisipasi dalam liga tersebut. Hanya saja, sebuah organisasi esports boleh menyertakan lebih dari tim untuk ikut serta di FFML. Dan durasi kontrak antara tim dengan penyelenggara hanya berlangsung selama satu season.

MSI Bakal Gelar Turnamen VALORANT di ASEAN, Razer Sponsori Turnamen Wild Rift di Brasil

Minggu lalu, MSI mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan turnamen VALORANT di tingkat universitas untuk kawasan Asia Tenggara. Sementara Razer mensponsori turnamen Wild Rift di kawasan Brasil. Epic Games juga telah memberikan informasi tentang turnamen Fortnite Champion Series, yang akan mencakup tujuh region.

MSI Gelar Turnamen VALORANT di Asia Tenggara

MSI mengumumkan keberadaan program MGA Collegiate, turnamen VALORANT di tingkat universitas, untuk kawasan Asia Tenggara. Program tersebut mencakup Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Dengan program ini, MSI berharap, pemain VALORANT di tingkat universitas akan bisa ikut aktif berpartisipasi dalam turnamen esports dari game FPS buatan Riot Games tersebut.

Untuk mengadakan program MGA Collegiate, MSI bekerja sama dengan ESL Gaming, TheGaming Company, One Up Esports, Riot Games, dan VNG. Turnamen VALORANT ini akan diselenggarakan mulai dari Juli sampai November 2021. MSI menyebutkan, program MGA Collegiate akan berlangsung selama dua season dan mereka akan berusaha untuk menyesuaikan jadwal tanding dengan jadwal kuliah di masing-masing negara, lapor The Esports Observer.

Power League Gaming Pamerkan Studio Seluas 10 Ribu Kaki

Power League Gaming, perusahaan game dan esports asal Dubai, baru saja menunjukkan studio baru mereka. Studio seluas 10 ribu kaki itu akan digunakan untuk menyelenggarakan siaran langsung dari turnamen esports serta memproduksi konten game dan esports di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Studio itu dilengkapi dengan peralatan untuk memproduksi konten 360 derajat serta infrastruktur IT dan hardware berkualitas tinggi.

PLG Studio. | Sumber: Esports Insider

Tak hanya itu, studio tersebut juga dilengkapi dengan kafe. Jadi, penonton bisa menonton events esports secara langsung. Matthew Pickering, CEO Power League mengatakan, studio PLG telah digunakan untuk menyiarkan turnamen PUBG Mobile KFC MENA Cup dan kompetisi FIFA, Adidas Elite 32. Selain itu, studio tersebut juga telah dimanfaatkan untuk membuat konten bagi merek-merek besar seperti Lenovo dan NAMSHI, lapor Esports Insider.

Didukung oleh Razer, Turnamen Wild Rift di Brasil Digelar

Immortals Gaming Club (IGC) mengumumkan bahwa mereka akan menyelenggarakan turnamen League of Legends: Wild Rift melalui platform gaming mereka, Gamers Club. Mereka juga mengungkap, turnamen yang dinamai Conquest ini disponsori oleh perusahaan pembuat aksesori gaming, Razer. Menawarkan total hadiah sebesar 15 ribu Real Brasil atau sekitar Rp42 juta, turnamen Wild Rift ini akan terdiri dari 3 stage dan 2 babak kualifikasi. Menggunakan open format, babak kualifikasi akan mengadu 128 tim.

Selain turnamen Wild Rift, IGC juga mengadakan turnamen League of Legends dan VALORANT. Kedua turnamen ini juga didukung oleh Razer. IGC menyebutkan, alasan mereka mengadakan tiga turnamen tersebut adalah untuk mendekatkan diri dengan komunitas gamers dari game-game buatan Riot, menurut laporan Esports Insider.

Berhadiah US$3 Juta, Fortnite Champion Series Siap Digelar

Epic Games menawarkan total hadiah sebesar US$3 juta untuk Fortnite Champion Series (FNCS). Kompetisi FNCS akan digelar di tujuh kawasan, yaitu Asia, Brasil, Eropa, Oceania, Timur Tengah, dan Amerika Utara yang terbagi menjadi dua bagian: Barat dan Timur. Babak kualifikasi untuk kawasan Timur Tengah akan dimulai pada 29 Juni 2021. Sementara babak kualifikasi untuk enam region lainnya akan dimulai pada 30 Juni 2021. Sebelum FNCS, Fortnite Champions Series All-Star Showdown akan diselenggarakan pada 23-26 Juni 2021. Menurut laporan Reuters, kompetisi mingguan di Fortnite juga masih akan tetap digelar, termasuk Trips Cash Cups, Hype Cups, Solo Cash Cups, dan turnamen LTM.

Fortnite Champion Series bakal dimulai pada akhir Juni 2021.

Jerman Mudahkan Proses Visa untuk Peserta dari Enam Kompetisi Esports

Kementerian Tenaga Kerja dan Sosial Jerman baru saja mengumumkan enam liga dan turnamen esports yang pesertanya akan mendapatkan kemudahan dalam mengurus visa.

Berikut enam liga dan turnamen tersebut:

– 99Damage Liga, Freaks 4U Gaming
– ESL One Germany, ESL Gaming
– ESL Meisterschaft, ESL Gaming
– Intel Extreme Masters Cologne, ESL Gaming
– League of Legends European Championship (LEC), Riot Games
– League of Legends Prime League Pro Division, Riot Games

Untuk mendapatkan kemudahan dalam mengurus visa Jerman, peserta dari enam kompetisi di atas harus memenuhi tiga persyaratan. Pertama, mereka telah berumur setidaknya 16 tahun. Kedua, gaji mereka setidaknya mencapai 50% dari batas atas biaya pensiun Jerman, atau sekitar EUR3.550 per bulan untuk Jerman Barat dan EUR3.350 per bulan untuk Jerman Timur. Persyaratan terakhir adalah peserta harus mengonfirmasi bahwa kapasitas mereka sebagai pemain profesional dan pernyataan bahwa partisipasi mereka dalam turnamen memang punya peran penting di level nasional atau internasional, menurut laporan The Esports Observer.

Kenapa Pasar Gaming Asia Tenggara Menjadi Semakin Penting?

Industri game dimonopoli oleh beberapa perusahaan besar asal Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang pada abad ke-20. Namun, sejak tahun 2000-an, industri game mulai berubah. Sekarang, developer indie pun bisa menargetkan pasar global. Pasalnya, keberadaan internet dan perangkat mobile memudahkan developer game untuk menyasar gamer global. Beberapa game yang dibuat oleh sebuah tim kecil atau bahkan seorang developer pun terbukti bisa sukses, seperti Flappy Bird atau Among Us.

Meskipun begitu, belum banyak riset yang membahas tentang perkembangan industri dan budaya gaming di Asia. Karena itu, Phan Quang Anh merilis riset berjudul Shifting the Focus to East and Southeast Asia: A Critical Review of Regional Game Research. Studi tersebut membahas tentang industri dan budaya gaming di kawasan Asia, khususnya Asia Timur dan Asia Tenggara.

Industri dan Budaya Gaming di Asia Timur

Ada beberapa alasan mengapa Asia menjadi semakin penting bagi pelaku industri game. Salah satunya adalah besarnya pasar game di Asia. Baik dari segi pendapatan atau jumlah pemain, Asia merupakan kawasan yang sangat menguntungkan untuk perusahaan game. Selain itu, beberapa negara Asia juga memiliki perusahaan-perusahaan game raksasa, seperti Jepang dengan Nintendo dan Sony, Korea Selatan dengan Nexon, serta Tiongkok dengan Tencent. Terakhir, pemerintah di negara-negara Asia juga cukup punya andil yang cukup besar dalam perkembangan industri game di negaranya masing-masing.

Walkman jadi salah satu pendorong terciptanya budaya individualisme di Jepang. | Sumber: SCMP

Hanya saja, Jepang, Korea Selatan, dan Tiongkok punya budaya gaming yang berbeda-beda. Misalnya, gamers di Jepang cenderung lebih individualistik. Budaya individualisme di Jepang sendiri mulai muncul pada tahun 1970-an, ketika Sony meluncurkan Walkman. Ekosistem game di Jepang pun tumbuh sesuai dengan budaya lokal. Alhasil, kebanyakan gamers Jepang lebih suka untuk bermain game single-player. Sementara itu, gamers di Korea Selatan dan Tiongkok justru menganggap game sebagai kegiatan sosial. Mereka senang bermain game bersama teman-teman mereka, baik co-op game ataupun competitive game. Faktanya, hal ini menjadi salah satu alasan mengapa ada banyak atlet esports yang datang dari Korea Selatan dan Tiongkok.

Budaya bermain game online di Korea Selatan mulai muncul pada 1998, ketika Blizzard meluncurkan StarCraft. Dan bermain game online dengan cepat menjadi salah satu hobi favorit generasi muda. Pasalnya, bermain game online memang tidak memakan biaya besar. Selain itu, PC bangs — alias warnet — juga menjamur. Budaya kompetitif Korea Selatan juga membuat industri esports berkembang. Di sana, ada televisi yang menyiarkan konten esports dan menjadi pemain profesional merupakan karir yang bisa ditempuh. Fenomena esports ini lalu menyebar ke negara-negara lain di Asia Timur dan Asia Tenggara.

Sama seperti gamers Korea Selatan, gamers Tiongkok juga senang bermain bersama orang lain. Meskipun begitu, pasar game Tiongkok tetap berbeda dari industri game Korea Selatan. Salah satu hal yang membuat pasar gaming Tiongkok unik adalah besarnya peran pemerintah dalam mengembangkan industri game online. Pemerintah tidak hanya membuat regulasi terkait industri game online, tapi juga berusaha untuk memajukan perusahaan-perusahaan game lokal. Perusahaan game dengan ide inovatif akan dibantu sehingga bisa tumbuh. Alhasil, pada 2020, ada 19 mobile game asal Tiongkok yang masuk dalam daftar 100 game dengan pemasukan terbesar di Amerika Serikat.

Industri dan Budaya Gaming di Asia Tenggara

Selain Asia Timur, Asia Tenggara juga merupakan kawasan yang patut diperhitungkan oleh perusahaan game. Menurut Newzoo dan Niko Partners, pertumbuhan mobile game di Asia Tenggara pada 2014-2017 mencapai lebih dari 180%. Dan dalam lima tahun ke depan, industri game Asia Tenggara diperkirakan masih akan tumbuh. Menurut data dari Shibuya Data Count, dalam periode 2020-2025, Compound Annual Growth Rate (CAGR) dari industri game di Asia Tenggara akan mencapai 8,5%. Sementara enam negara yang kini menjadi pasar game terbesar di kawasan Asia Tenggara adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, dan Filipina.

Salah satu faktor pendorong pertumbuhan industri game adalah pembangunan infrastruktur internet. Dan hal ini terjadi karena kemunculan teknologi 5G pada 2020. Tidak heran, mengingat 5G diperkirakan akan memberikan performa hingga 100 kali lebih baik dari jaringan 4G. Faktor lain yang mendorong pertumbuhan industri game di Asia Tenggara adalah naiknya popularitas esports. Seiring dengan semakin populernya konten esports di platform seperti YouTube dan Twitch, pemasukan perusahaan-perusahaan game pun akan naik. Buktinya, Free Fire berhasil menjadi game yang paling banyak diunduh pada 2019.

Free Fire jadi game yang paling banyak diunduh pada 2019.

Selain itu, keberadaan game free-to-play juga punya peran dalam mendorong pertumbuhan industri game di Asia Tenggara. Dan jika cloud gaming berhasil diadopsi secara besar-besaran di Asia Tenggara, ia akan menumbuhkan industri mobile game di kawasan tersebut. Menariknya, lebih dari 55% mobile gamers di Asia Tenggara berumur lebih dari 55 tahun dan hanya 8% yang merupakan remaja. Alasannya, banyak mobile game yang mengusung genre kasual atau bahkan hypercasual. Kedua genre itu bisa dimainkan oleh semua orang.

Hanya saja, mobile game kasual biasanya tidak bertahan lama. Popularitas mobile game kasual sangat rentan. Padahal, model monetisasi yang biasa digunakan developer adalah iklan. Popularitas mobile game kasual bisa memudar hanya dalam waktu beberapa minggu atau bahkan beberapa hari. Karena itu, memperkirakan tren mobile game di masa depan bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilakukan.

Industri Game di Indonesia

Sama seperti Tiongkok, pemerintah dari negara-negara Asia Tenggara juga peduli akan industri game. Hanya saja, peraturan yang ditetapkan oleh negara-negara Asia Tenggara tidak seketat regulasi dari Tiongkok. Dan hal ini bisa menguntungkan perusahaan-perusahaan game asing yang ingin masuk. Tren ini juga berlaku untuk Indonesia.

Indonesia merupakan negara dengan populasi terbesar ke-4 di dunia. Dan jumlah populasi serta pekerja di Tanah Air didominasi oleh generasi muda. Tak hanya itu, para generasi muda ini juga aktif dalam membangun komunitas online. Menurut Newzoo, hal ini merupakan kelebihan pasar game Indonesia. Di Indonesia, mobile game mendominasi pasar game. Kabar baiknya, sekitar 49% dari mobile gamers tidak segan untuk mengeluarkan uang demi membeli item dalam game. Menurut data Newzoo, per tahun, mobile gamer Indonesia rata-rata menghabiskan US$9. Sementara itu, strategi menjadi genre favorit gamers Indonesia. Para pemain game strategi juga merupakan gamers dengan spending terbesar. Sekitar 41% dari mereka rela untuk membeli item dalam game.

Biaya untuk membuat mobile game jauh lebih murah dari game PC online.

Popularitas mobile game merupakan kesempatan emas bagi developer lokal. Alasannya, membuat mobile game membutuhkan dana yang jauh lebih sedikit dari membuat game PC online. Untuk membuat satu mobile game, biaya yang dibutuhkan hanyalah sekitar US$1 ribu. Sementara biaya untuk membuat game PC online lebih dari 10 kali lipat dari biaya tersebut. Karena itu, tidak heran jika kebanyakan developer game di Indonesia memilih untuk membuat mobile game.

Potensi industri game disadari oleh pemerintah Indonesia. Salah satu bentuk dukungan pemerintah pada perusahaan game lokal adalah dengan mengadakan berbagai event game, seperti Game Prime. Selain itu, sejumlah menteri juga menyatakan dukungan pemerintah pada industri game dan esports, seperti Menteri Komunikasi dan Informasi serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Sebelum ini, Indonesia juga sukses untuk melobi negara-negara ASEAN untuk memasukkan esports sebagai cabang olahraga eksibisi di Asian Games 2018 dan menjadikan esports sebagai cabang olahraga bermedali pada SEA Games 2019.

Industri Game di Singapura

Menurut Darang S. Candra, Director for Southeast Asia Research, Niko Partners, besar spending gamers di negara-negara Asia Tenggara berbanding lurus dengan besar Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita di masing-masing negara. Negara-negara dengan PDB per kapita yang relatif rendah, seperti Indonesia dan Filipina, punya Average Revenue per User (ARPU) sekitar US$4-6 untuk game PC dan US$5-8 untuk mobile game. Sementara negara-negara dengan PDB per kapita tinggi, seperti Malaysia dan Singapura, punya ARPU yang lebih tinggi, mencapai US$15-20 untuk game PC dan US$25-60 untuk mobile game.

Memang, selama ini, Singapura dianggap sebagai pusat ekonomi di Asia Tenggara. Walau jumlah populasi Singapura jauh lebih sedikit dari populasi Indonesia, penetrasi internet di negara itu sangat tinggi, mencapai 80% dari total populasi. Sementara 60% pengguna internet Singapura merupakan gamers yang tidak keberatan untuk menghabiskan US$189 per tahun. Tak hanya itu, kebanyakan warga Singapura juga paham Bahasa Inggris dengan baik. Jadi, bukan hal yang aneh jika Singapura menjadi negara Asia dengan tingkat penetrasi game-game Barat tertinggi.

Pemerintah Singapura sendiri sudah tertarik untuk mengembangkan industri game sejak 1995. Sejak saat itu, mereka mendukung startup yang bergerak di bidang game. Tak hanya itu, mereka juga membuka dan mebiayai berbagai laboratorim riset terkait game. Pemerintah Singapura bahkan meminta bnatuan Jepang untuk melatih Sumber Daya Manusia mereka. Mereka juga menetapkan regulasi yang ketat, termasuk terkait pembajakan. Hukuman yang berat dan denda yang besar membuat masyarakat enggan untuk menggunakan produk bajakan. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan asing lebih tertarik untuk berinvestasi dan membuka kantor di Singapura. Beberapa perusahaan game besar yang membuka kantor cabang di Singapura antara lain Ubisoft dan Electronic Arts.