Pendapatan Naik Tahun Lalu, Atome Financial Capai EBITDA Positif di Q1 2024

Platform keuangan digital Atome Financial mencatatkan pendapatan operasional di sepanjang 2023 sebesar $170 juta atau naik hampir 2x lipat dari tahun sebelumnya $88 juta. Induk layanan paylater Atome dan fintech lending Kredit Pintar ini juga telah membalikkan EBITDA menjadi positif pada Q1 2024.

Dalam keterangan resminya, pencapaian kinerja ini disebut terealisasi utamanya berkat bisnis Atome Buy-Now-Pay-Later (BNPL) yang beroperasi di sejumlah negara di Asia, antara lain Filipina, Indonesia, Malaysia, dan Singapura.

Perusahaan mengakui ada tantangan makro dan rasionalisasi biaya yang signifikan dalam mencapai kinerja tersebut. Namun, Atome BNPL secara grup mampu meningkatkan GMV sebesar 40% (YoY) menjadi $1,5 miliar dari posisi tahun sebelumnya.

Menurut data Alternatives.pe seperti diberitakan TechinAsiaAtome sempat mengalami penurunan pendapatan sebesar 9% menjadi $166,7 juta. Atome Financial mengalami kerugian earnings before interest and taxes (EBIT) $153,6 juta yang dipicu kenaikan biaya, termasuk pemasaran, IT, hingga tunjangan karyawan.

Lebih lanjut, pihaknya menyebut efisiensi operasional, perluasan kerja sama, serta ekspansi dan diversifikasi layanan keuangan menjadi sejumlah faktor utama yang mendorong keberhasilan kinerjanya di sepanjang 2023.

“Kami fokus pelaksanaan operasional yang disiplin, efisien, dan fokus pada fundamental bisnis agar keuntungan perusahaan lebih maksimal,” demikian pernyataan resmi Atome Financial.

Kemitraan dengan sejumlah platform e-commerce terkemuka dan perusahaan asuransi Chubb memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan pendapatan dan pengguna. Atome juga menambah layanan baru kepada pengguna lewat Atome Card dan Atome Cash di Filipina.

Dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial.id, General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya mengungkap bahwa Atome mengadopsi pendekatan berbeda dengan penyedia layanan sejenis dalam mengakomodasi kebutuhan transaksi pengguna. Atome yang meluncur pada 2020 ini membidik strategi omnichannel, yakni masuk ke merchant offline dan online.

Pada 2022, Atome mencatat sebanyak 60% dari total transaksinya di Indonesia berasal dari merchant offline, sedangkan 40% berasal dari merchant online.

Saat ini, Atome Financial beroperasi di sembilan negara di Asia Tenggara dan Tiongkok. Atome juga telah bermitra dengan lebih dari 5.000 ritel online dan offline terkemuka.

Application Information Will Show Up Here

Standard Chartered dan Atome Umumkan Kongsi, Sediakan Akses Kredit 7 Triliun Rupiah untuk Perbesar Paylater

Standard Chartered dan Atome Financial umumkan kemitraan strategis multi-produk selama 10 tahun untuk memperbesar pangsa pasar paylater dan solusi perbankan pribadi di Asia. Dalam kesepakatan tersebut, Standard Chartered menaruh komitmennya untuk menyediakan akses kredit sebesar $500 juta (lebih dari 7 triliun Rupiah).

Atome Financial adalah unit bisnis di bawah Advance Intelligence Group. Pada awal September 2021 ini telah mengantongi pendanaan seri D sebesar $400 juta dari investor konsorsium yang dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2 dan Warburg Pincus. Investasi ini berhasil mendongkrak valuasi perusahaan lebih dari $2 miliar. Di Indonesia, grup perusahaan ini membawahi beberapa layanan digital, di antaranya Advance.ai, Atome, Kredit Pintar, dan Ginee.

Dalam keterangan resmi, disampaikan kesepakatan ini menandai salah satu investasi strategis terbesar di Standard Chartered dalam mendukung industri fintech pada saat ini. Standard Chartered berambisi ingin memperluas jangkauan dan skalanya dalam mass-market melalui pendekatan digital-first, didukung oleh akuisisi digital dan model kemitraan baru.

Pada tahap awal kemitraan ini akan mencakup layanan paylater yang ditargetkan bakal meluncur di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Vietnam dalam beberapa bulan ke depan. Lalu, diperluas untuk produk pinjaman digital. Dalam komitmen pembiayaan dari Standard Chartered sebesar $500 juta, membuka kesempatan bagi Atome Financial untuk tumbuh dan menghubungkan ke ekosistem merchant yang lebih luas ke basis pelanggan yang lebih besar.

Kemudian, meningkatkan akses produk dan inklusi keuangan bagi konsumen di seluruh wilayah. Pada saat yang sama, pelanggan Atome Financial akan mendapatkan akses ke layanan keuangan yang lebih inovatif, mudah diakses melalui perangkat seluler mereka.

Dalam memulai kemitraan strategis multi-produk selama 10 tahun, kedua perusahaan akan menggabungkan kekuatan masing-masing. Atome Financial akan menghadirkan pengalaman dalam pembiayaan konsumen dan platform digital yang hemat biaya dan skalabel.

Berkat jejak luas dan keahlian perbankan Standard Chartered, kemitraan strategis ini bercita-cita ingin menjangkau lebih dari 16 juta pelanggan pada tahun 2025. Serta, mendapatkan akses ke berbagai ekosistem keuangan untuk menangkap pangsa pasar pinjaman digital, senilai $92 miliar pada tahun 2025 di Asia Tenggara saja.

CEO Consumer, Private, and Business Banking Standard Chartered Bank Judy Hsu menjelaskan dengan memanfaatkan usaha dan kemitraan digital yang sukses dibangun, pihaknya terus berinovasi dan terus mendisrupsi diri agar dapat melayani klien dengan lebih baik. Menurutnya, kemitraan dengan Atome Financial ini membuka kesempatan untuk menjadi bagian dari ekosistem keuangan konsumen digital yang berkembang pesat dan menyediakan produk keuangan digital yang nyaman dan relevan.

“[..] Pengetahuan mendalam kami tentang pasar Asia ditambah dengan pengalaman Atome Financial dalam keuangan konsumen digital akan memungkinkan kami menjangkau lebih banyak pelanggan dan mendorong partisipasi keuangan yang lebih besar dari mereka yang kurang terlayani dan tidak memiliki rekening bank,” ucap Hsu, Rabu (13/10).

Co-founder, Group Chairman dan CEO Advance Intelligence Group dan CEO Atome Financial Jefferson Chen menambahkan, pihaknya antusias dengan dukungan yang diberikan Standard Chartered dalam mewujudkan misi perusahaan yang ingin membantu orang menuju kehidupan yang lebih baik dengan memanfaatkan teknologi.

“Pada saat yang sama, kemitraan dengan Standard Chartered ini akan memungkinkan kami memperluas jaringan merchant kami dan membantu pengecer meningkatkan basis pelanggan dan ukuran keranjang mereka, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah,” tutur Chen.

Ambisi kembangkan layanan finansial digital

Baik Atome dan Standard Chartered saat ini sedang menggarap industri yang sedang mengalami pertumbuhan yang signifikan di Indonesia. Selain Atome, sebelumnya Standard Chartered bermitra dengan Bukalapak dan Sociolla untuk menghadirkan solusi banking-as-a-service (BaaS) melalui nexus.

Para pengguna Sociolla dan Bukalapak dapat merasakan pengalaman layanan finansial baru, seperti pembukaan rekening tabungan, pengajuan pinjaman, dan kartu kredit. Realisasinya ditargetkan akan live pada akhir tahun ini.

Sementara itu, untuk bisnis paylater yang digeluti Atome di Indonesia, merupakan industri yang mulai banyak dipilih konsumen saat berbelanja online. Menurut survei Katadata Insight Center bersama Kredivo, paylater adalah pembayaran populer nomor empat (27%), setelah e-wallet (65%), transfer bank (51%), dan Alfamart/Indomaret (29%).

Dari riset tersebut juga dikatakan bahwa pemahaman masyarakat juga sudah baik, sebanyak 86% orang menyatakan sudah mengetahui paylater dengan tingkat pengetahuan sedang. Ada dua pendekatan konsep paylater yang digunakan di Indonesia. Pertama, merupakan bagian dari platform konsumer -seperti Traveloka, Gopay, dan Shopee. Kedua, layanan yang berdiri sendiri dan terintegrasi dengan berbagai aplikasi konsumer.

Atome masuk ke pendekatan kedua, bersaing dengan beberapa penyedia lain. Mereka adalah:

Aplikasi Unduhan (Playstore) Peringkat (Playstore)
Akulaku 10 juta+ 3 (Shopping)
Atome 1 juta+ 19 (Shopping)
Home Kredit 10 juta+ 33 (Finance)
Indodana 5 juta+ 30 (Finance)
Julo 5 juta+ 28 (Finance)
Kredivo 10 juta+ 10 (Finance)
Application Information Will Show Up Here

The Gravity of Multifinance Services Acquired by Tech Startups

Atome acquired PT Mega Finadana Finance (currently PT Atome Finance Indonesia), adding up to the fintech lending companies seeking to expand, especially in the consumer goods financing sector.

Prior to Atome, Kredivo has acquired PT Swarna Niaga Finance (currently PT FinAccel Finance Indonesia). Apart from fintech companies, Traveloka has acquired PT Malacca Trust Finance (currently PT Caturnusa Sejahtera Finance) to operate Traveloka Paylater.

In an official statement, Atome Financial Indonesia’s CEO, Wawan Salum said, “This acquisition is a proof of our commitment to grow our business in Indonesia, aiming to serve our partners and consumers better in providing customized financing and loan options.”

Since 2017, Atome Financial has established partnerships with some of the world’s leading financial institutions providing more than $200 million in funding and credit facilities to promote financial inclusion.

Wawan claimed, the company has cumulatively served more than 5 million users and has provided loans of more than $1 billion to empower merchants and consumers. “This acquisition will not only accelerate our rapid business expansion, but also contribute to a stronger and healthier lending and financing ecosystem in Indonesia,” he added.

DailySocial asks some follow-up questions to Wawan, but he has not written back to the date this article published.

In a general note, Atome Financial has two main business units, Atome and Kredit Pintar. Both are engaged in loan services, the difference lies in the function. Atome provides BNPL services with 0% interest payment options for three or six months. Atome partners with several retail groups and e-commerce platforms, such as MAP (including Sephora, Zara, Mango, Pull & Bear, Marks & Spencer, Food Hall), JD.id, and iStyle.

Meanwhile, Kredit Pintar runs cash loans with a maximum of IDR20 million in cash ranging from three to one year. Funds are not only for productive needs, but also for daily needs.

The trend of acquiring multi-finance companies, for the Chairman of the Indonesian Finance Companies Association (APPI), Suwandi Wiratno, allows these players to reach more comprehensive loan and financing products.

He said Traveloka for instance, basically sell products and incapable to act as a financial company to provide credit to their consumers. In terms of platform, they only need to register with the Ministry of Communication and Information, unlike financial companies that should be strictly regulated by the OJK.

“Through Caturnusa, people who want to buy tickets, which used to be in cash, can now paid using installments up to 10 times. That’s because financing requires prospective debtors, they [Traveloka] come here because they see the potential, where not everyone has the ability to buy in cash,” he said to DailySocial.

The ability to mix products and the ability of companies to offer financing will provide a new approach. They can freely distribute multipurpose financing to many industrial sectors such as multi-finance companies in general and enter into financial services for vehicle, property, electronics, KTA, and others.

In terms of sources, they can rely on bank loans, by channeling or joint financing, issuing debt securities from MTN, bonds, on/offshore syndication, and IPOs.

“By bundling their current products with loans that are in accordance with regulations, they can offer a new approach,” Suwandi added.

Previously in contact with DailySocial, Kredivo Indonesia’s CEO, Alie Tan said, since the beginning, Kredivo’s financing scheme was dominated by product purchases at merchants, not cash loans, therefore, a multi-finance license is considered more suitable for Kredivo. “Thus, we hope to grow rapidly and serve 10 million users in the next few years,” she said.

Alie’s statement backed Kredivo’s Co-Founder, Akshay Gargthe previous statement that through multi-finance licenses, Kredivo’s loan distribution will be bigger and more developed. This license is considered more stable as the regulations was established long time ago. It states that it is also possible for financing companies to channel 30% of their financing to fintech lending.

After FinAccel, Kredivo’s holding company, announced the acquisition of PT Swarna Niaga Finance, the company took off with Samsung to provide Samsung Financing services. The offer is not much different. Consumers can use Kredivo’s installment for purchasing Samsung devices online or offline.

FinAccel did not immediately leave the lending business as they introduced Kredifazz (PT FinAccel Digital Indonesia) which focused on productive and consumptive loans. One of the loan products released by Kredifazz is Klop!, a consumptive loan for Telkomsel users.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pesona Dibalik Akuisisi Layanan “Multifinance” oleh Startup Teknologi

Atome mengakuisisi PT Mega Finadana Finance (kini bernama PT Atome Finance Indonesia) untuk menambah jajaran perusahaan fintech lending yang tertarik melebarkan sayap, khususnya di bidang pembiayaan barang konsumen.

Sebelum Atome, ada Kredivo yang mengakuisisi PT Swarna Niaga Finance (kini bernama PT FinAccel Finance Indonesia). Di luar perusahaan fintech, ada Traveloka yang mengakuisisi PT Malacca Trust Finance (kini bernama PT Caturnusa Sejahtera Finance) untuk mengoperasikan Traveloka Paylater.

Dalam keterangan resmi, CEO Atome Financial Indonesia Wawan Salum menyampaikan, “Akuisisi ini merupakan bukti dari komitmen untuk mengembangkan bisnis kami di Indonesia, dengan tujuan melayani mitra serta konsumen kami dengan lebih baik dalam memberikan pilihan pembiayaan dan pinjaman yang disesuaikan.”

Sejak tahun 2017, Atome Financial telah menjalin kemitraan dengan beberapa lembaga keuangan terkemuka di dunia yang menyediakan lebih dari $200 juta dalam pendanaan dan fasilitas kredit guna mendorong inklusi keuangan.

Wawan mengklaim, secara kumulatif perusahaan telah melayani lebih dari 5 juta pengguna dan telah memberikan pinjaman lebih dari $1 miliar untuk memberdayakan pedagang dan konsumen. “Akuisisi ini tidak hanya akan mempercepat ekspansi bisnis kami yang pesat, namun juga berkontribusi pada ekosistem pinjaman dan pembiayaan yang lebih kuat dan sehat di Indonesia,” tambahnya.

DailySocial mengirimkan sejumlah pertanyaan tambahan kepada Wawan, namun hingga tulisan ini diturunkan belum mendapat respons.

Seperti diketahui, Atome Financial memiliki dua unit bisnis utama, yakni Atome dan Kredit Pintar. Keduanya sama-sama bergerak di pinjaman, pembedanya terletak di sisi penggunaannya. Atome menyediakan layanan BNPL dengan opsi pembayaran bunga 0% selama tiga atau enam bulan. Atome bermitra dengan beberapa grup ritel dan platform e-commerce, seperti MAP (mencakup Sephora, Zara, Mango, Pull & Bear, Marks & Spencer, Food Hall), JD.id, dan iStyle.

Sementara, Kredit Pintar bermain di pinjaman cepat (cash loan) dengan maksimal plafon Rp20 juta dengan tunai mulai dari tiga sampai satu tahun. Dana tersebut tidak hanya digunakan untuk kebutuhan produktif, juga kebutuhan sehari-hari.

Maraknya ketertarikan mengakuisisi perusahaan multifinance, menurut pandangan Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, memungkinkan para pemain tersebut untuk menyentuh produk pinjaman dan pembiayaan yang lebih komprehensif.

Ia mencontohkan, untuk Traveloka, pada dasarnya mereka menjual produk, tidak bisa bertindak seperti perusahaan pembiayaan yang bisa memberikan kredit untuk konsumennya. Secara platform, mereka hanya cukup mendaftarkan diri ke Kemenkominfo saja, tidak seperti perusahaan pembiayaan yang harus diregulasi ketat oleh OJK.

“Sekarang lewat Caturnusa, orang yang mau beli tiket yang harusnya dulu harus beli tunai, sekarang bisa dicicil sampai 10 kali. Itu karena di pembiayaan butuh calon debitur, mereka [Traveloka] masuk ke sini karena melihat potensi, di mana tidak semua orang punya kemampuan beli tunai,” katanya saat dihubungi DailySocial.

Kemampuan meracik produk dan kemampuan perusahaan menawarkan pembiayaannya akan memberikan pendekatan baru. Mereka dapat lebih leluasa menyalurkan pembiayaan multiguna untuk banyak sektor industri seperti perusahaan multifinance pada umumnya dan masuk ke pembiayaan kendaraan, properti, elektronik, KTA, dan lainnya.

Untuk sumber dana, mereka bisa mengandalkan pinjaman dari bank, dengan cara channeling atau joint financing, mengeluarkan surat utang dari MTN, obligasi, sindikasi on/offshore, hingga IPO.

“Dengan menggabungkan produk yang sudah mereka miliki dengan pinjaman yang sesuai dengan regulasi, mereka bisa menawarkan suatu pendekatan baru,” tambah Suwandi.

Sebelumnya, saat dihubungi DailySocial, CEO Kredivo Indonesia Alie Tan menuturkan, sejak awal skema pembiayaan Kredivo memang didominasi pembiayaan pembelanjaan produk di merchant, bukan pinjaman tunai, maka dari itu lisensi multifinance dirasa lebih cocok untuk Kredivo. “Dengan demikian, kami berharap bisa bertumbuh dengan pesat dan melayani 10 juta pengguna dalam beberapa tahun ke depan,” ucapnya.

Pernyataan Alie memperkuat ujaran Co-Founder Kredivo Akshay Garg sebelumnya yang menyebutkan melalui lisensi multifinance maka penyaluran pinjaman Kredivo akan semakin besar dan berkembang. Lisensi ini dinilai lebih stabil karena peraturannya sudah dibentuk sejak lama. Dalam regulasi disebutkan perusahaan pembiayaan juga dimungkinkan untuk menyalurkan 30% pembiayaannya kepada fintech lending.

Pasca FinAccel, induk Kredivo, mengumumkan rampungnya akuisisi terhadap PT Swarna Niaga Finance, perusahaan tancap gas bersama Samsung untuk menyediakan layanan Samsung Financing. Penawarannya tidak jauh berbeda. Konsumen dapat mengajukan cicilan dari Kredivo saat berbelanja gawai Samsung secara online atau offline.

FinAccel tidak serta merta meninggalkan bisnis lending karena mereka memperkenalkan Kredifazz (PT FinAccel Digital Indonesia) yang fokus pada pinjaman produktif dan konsumtif. Salah satu produk pinjaman yang dirilis Kredifazz adalah Klop!, pinjaman konsumtif yang ditujukan untuk pengguna Telkomsel.