Strategi Omnichannel Atome Bawa 60% Total Transaksi Paylater dari Gerai Offline

Buy-Now-Pay-Later (BNPL) atau akrab disebut paylater kini menjadi salah satu varian fintech yang cukup diminati di pasar Indonesia. Berdasarkan hasil survei yang diterbitkan dalam Fintech Report 2021, paylater menjadi produk favorit kedua (68,9%) setelah e-money (80,2%). Lebih tinggi dari pada cashloan (53,1), wealthtech (44,7%), dan fintech lending (38,3%). Hal tersebut juga ditengarai penetrasi kartu kredit yang masih minim, sementara kebutuhan metode pembayaran cicilan meningkat.

Atome (PT Mega Shopintar Indonesia) hadir menyajikan platform paylater untuk menangani beragam kebutuhan pembayaran, baik di gerai online maupun offline. Sejak hadir di September 2020, Atome telah bermitra dengan 400 merchant online/offline, termasuk 5.500 gerai milik MAP Group, Giordano Group, Matahari, M&M, dll; juga layanan e-commerce seperti iStyle, JD.id, Agoda, Zalora dll.

Pasar paylater di Indonesia juga telah dilayani oleh beberapa pemain lainnya, seperti GoPaylater, Shopee Paylater, Kredivo, dan beberapa lainnya. Namun demikian, setiap pemain memiliki proposisi nilai tersendiri yang dihadirkan untuk penggunanya.

Untuk menggali terkait strategi dan nilai unik yang coba dihadirkan Atome di Indonesia, DailySocial.id berkesempatan untuk berbincang dengan General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Pendekatan omnichannel

Sejak awal hadir, Atome mengambil pendekatan berbeda dengan menangani pembayaran ke e-commerce dan gerai di pusat perbelanjaan – kendati beberapa pemain kini juga mengikuti langkah tersebut.

Terkait strategi ini, Winardi mengatakan, “Saya menyoroti bagaimana kami adalah platform layanan omnichannel sejak hadir pertama kali. Layanan kami dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam point-of-sales fisik, situs web, atau bahkan aplikasi seluler. Biasanya pemain lain mungkin berfokus pada pembayaran bagi e-commerce, namun kami juga mendukung mitra-mitra kami secara offline.”

Hadirnya layanan Atome di sistem pembayaran gerai ritel tradisional juga turut dipandang sebagai upaya untuk membantu para pelaku bisnis untuk bertransisi ke kanal online, terlebih untuk menanggulangi kunjungan yang menurun akibat pandemi. “Untuk partner merchant yang kurang memiliki pengetahuan teknologi, kami menyediakan dukungan integrasi omnichannel melalui platform seperti Shopify, Woocommerce, dan penyedia layanan pembayaran lainnya untuk mendigitalkan dan mengarahkan trafik ke toko mereka.”

Pendampingan turut dilakukan tim Atome dengan menghadirkan petugas khusus di merchant untuk memastikan proses pemanfaatan teknologi berjalan mulus. Dan tidak hanya menyediakan platform, turut disampaikan bahwa antara Atome dan mitranya juga ada inisiatif untuk melakukan kegiatan pemasaran dam branding bersama.

“Saat ini 60% dari keseluruhan transaksi kami berasal dari mitra merchant offline, sementara transaksi online mencapai sekitar 40%. Saat kita keluar dari pandemi Covid19, kita melihat para konsumen yang kembali ke pusat perbelanjaan dan gerai ritel secara fisik. Dalam kampanye program 11/11 & 12/12 baru-baru ini di tahun 2021, Atome juga mendorong penjualan untuk mitra merchant kami hingga 10 kali lipat,” imbuh Winardi.

Adopsi paylater di toko fisik

General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya / Atome

Alasan lain mengapa Atome memilih pendekatan ini, mereka meyakini bahwa kegiatan belanja offline masih memiliki peranan besar dalam keseluruhan transaksi di Asia, termasuk Indonesia. Belanja secara fisik dinilai tetap menjadi aktivitas sosial yang banyak diminati masyarakat — misalnya untuk mendapatkan pengalaman langsung melihat dan menyentuh produk sebelum membeli. Selain itu, model omnichannel juga dirasa makin dibutuhkan oleh pembeli muda masa kini untuk menghasilkan pengalaman belanja yang lebih fleksibel.

“Pembeli muda yang cerdas dan terbuka secara digital saat ini yang sedang melalui berbagai tahap kehidupan (misalnya pernikahan, pekerjaan pertama, rumah pertama, anak pertama). Mereka juga menginginkan pengalaman berbelanja yang bersifat omnichannel yang dapat memungkinkan mereka untuk memiliki fleksibilitas untuk berbelanja dan membeli produk berkualitas lebih baik, mengelola anggaran mereka namun tidak ingin berutang.”

Winardi melanjutkan, “Para konsumen dari Atome Indonesia bisa mendapatkan banyak sekali keuntungan. Dengan mudah para konsumen dapat melakukan pembayaran melalui aplikasi seluler dengan hanya melakukan check out situs web atau di depan kasir merchant kami dengan membagi pembayaran selama tiga atau enam bulan, tanpa DP dan bunga 0%.”

Ia menjelaskan contoh mekanisme pembayarannya. Ketika seseorang melakukan transaksi untuk pakaiannya, mereka biasanya dikenakan pembayaran secara penuh sebesar Rp900.000,00. Namun apabila menggunakan aplikasi Atome sebagai metode pembayaran, total transaksi dapat dipecah menjadi tiga kali pembayaran: Rp300.000,00 dalam 30 hari setelah transaksi berlangsung; Rp300.000,00 lagi akan dibayarkan dalam 60 hari setelah bertransaksi; pelunasan Rp300.000,00 sisanya akan dibayarkan 90 hari setelahnya. Lalu, merchant dibayar penuh Rp900.000,00 yang dikurangi biaya transaksi dalam jangka waktu H+1 hari kerja.

“Bagi kacamata konsumen, jelas ini dapat memberikan mereka fleksibilitas dan kenyamanan untuk melakukan pembayaran secara digital, dan dengan platform yang dapat membantu mereka mengelola keuangan dan mengatur pengeluaran secara cerdas,” terangnya.

Proses pembayaran dengan aplikasi Atome / Atome

Model bisnis Atome

Atome mengatakan bahwa layanannya benar-benar gratis dengan DP dan bunga 0% untuk digunakan oleh pengguna dengan pembayaran tepat waktu dan ini berlaku untuk transaksi pada mitra merchant dan online.

Biaya admin yang dikenakan hanya untuk pembayaran yang terlewat dari waktu yang tersedia, yakni Rp80.000,00.

Diterangkan lebih detail, model bisnis Atome bekerja dengan menagih mitra merchant untuk layanan, bukan konsumen. Inilah perbedaan mendasar antara Atome dan produk pinjaman/kartu kredit P2P lainnya.

“Kami membebankan tingkat diskonto pedagang (MDR) dengan nominal untuk setiap transaksi yang diselesaikan. Tetapi sebagai imbalannya, mitra merchant menerima pembayaran penuh (dikurangi MDR) dalam waktu kurang dari 2 hari kerja, dan hal ini sudah terbukti berkali-kali bahwa Atome membantu mendorong pertumbuhan bisnis dan trafik untuk mitra merchant kami,” jelas Winardi.

Dari praktik yang sudah ada, mitra merchant mengalami peningkatan hingga 30% dalam average order size — serta peningkatan konversi untuk membeli, karena pelanggan telah diberi pilihan untuk melakukan pembayaran dengan metode yang lebih mudah. Di sisi lain, average basket size yang dilayani senilai Rp500.000,00 s/d Rp700.000,00 sehingga risiko akumulasi hutang besar dapat diminimalkan.

“Kami memiliki cakupan pasar terluas di Asia, dan dapat mendukung merchant besar kami di Indonesia yang ingin melakukan ekspansi di seluruh wilayah. Contohnya mendukung IUIGA untuk berkembang dari Singapura ke Indonesia […] Kami juga mendorong prospek organik ke mitra merchant kami melalui konten yang kami berikan. Bukan hanya memberikan tips berbelanja, namun bisa memberikan inspirasi bagi para pengguna.”

Target selanjutnya

Atome ingin perluas cakupan di berbagai jenis merchant / Atome

Atome merupakan bagian dari Advance Intelligence Group yang turut mengoperasikan layanan p2p lending Kredit Pintar dan platform e-commerce enabler Ginee. Grup perusahaan tersebut juga saat ini telah memiliki valuasi melebihi $2 miliar setelah pendanaan seri D pada September 2021 lalu senilai lebih dari $400 juta dari Softbank, Warburg Pincus, Northstart, dan investor lainnya.

“Salah satu kekuatan utama kami juga pada teknologi manajemen risiko dan profil kredit yang kuat dan akurat, dan itulah keahlian inti dari Advance Intelligence Group. Melalui teknologi, kami dapat meminimalkan risiko sekaligus mendorong inklusi keuangan dan akses serta ketersediaan layanan dari merek-merek berkualitas,” jelas Winardi.

Berbekal model bisnis yang sudah tervalidasi dan dukungan dari induk perusahaan, banyak agenda yang akan ditargetkan bisa tercapai oleh Atome di Indonesia tahun 2022 ini.

“Kami akan terus memperkuat brand awareness untuk Atome di Indonesia dan memperdalam jaringan merchant kami di fesyen, gaya hidup, serta mitra e-commerce. Kami melihat permintaan yang kuat dari konsumen dan akan memperluas kehadiran kami untuk bekerja sama dengan mitra merchant dari sektor elektronik, F&B, kesehatan, dan pembayaran untuk transportasi. Selain itu, kami akan memperluas penawaran termasuk di kota tingkat 3 dan tingkat 4,” kata Winardi.

Untuk mendukung target tersebut, sejumlah kolaborasi juga terus diperkuat. Saat ini sudah ada beberapa kemitraan strategis yang dijalin, misalnya dengan StanChart untuk penyaluran pembiayaan senilai $500 juta. Kerja sama ini sudah berlangsung 10 tahun bersama grup perusahaan. Selain itu kerja sama dengan bank lokal juga digalakkan, misalnya dengan Motion Banking.

Sejauh ini aplikasi Atome telah diunduh lebih dari 5 juta pengguna di Indonesia. Dari statistik yang ada, 70% pengguna Atome berusia antara 26 hingga 45 tahun, dan lebih banyak adalah pengguna perempuan. Kebanyakan dari mereka  merupakan pengguna media sosial aktif yang paham digital dan menggunakan ponsel pintar.

Application Information Will Show Up Here

Keyakinan Induk Kredit Pintar Tawarkan Ragam Produk Keuangan Digital di Indonesia

Atome Financials, startup lending dari Singapura, resmi masuk ke Indonesia. Sebagai perusahaan holding, pihaknya akan mengakselerasi ragam produk keuangan untuk menyasar konsumen underbanked dan underserved. Indonesia menjadi ekspansi berikutnya Atome setelah membuka kantor di Tiongkok, India, Filipina dan Vietnam.

Sebelum hadir dengan brand sendiri, sebenarnya Atome sudah menginjakkan kakinya di Indonesia sejak 2017 melalui Kredit Pintar, startup lending yang khusus pada pinjaman cepat.

Kepada DailySocial, CEO Atome Indonesia Wawan Salum menjelaskan, sebagai perusahaan induk ada keleluasaan untuk mengakselerasi ragam produk, tidak hanya bertumpu pada satu produk saja. Saat ini perusahaan tengah menggodok brand baru yang melayani kartu kredit digital atau paylater bernama APayLater.

“Belum ada yang bisa kita share. Sekarang kami masih melihat di pasar seperti apa agar dapat gambaran bagaimana posisi brand kita. Konsep APayLater sudah dirilis di Singapura, mau dilihat bagian mana yang perlu diubah,” terangnya.

Wawan juga menegaskan kehadiran Atome tidak mendorong peleburan bisnis dengan Kredit Pintar. APayLater dan Kredit Pintar akan fokus pada bisnis yang berbeda, sehingga tidak saling berkompetisi satu sama lain. CEO Kredit Pintar Wisely Wijaya masih menjabat di posisi yang sama.

“Kredit Pintar fokus ke penyaluran pinjaman untuk underbanked dan underserved dengan AI dan credit scoring, sementara APayLater produknya untuk semua orang.”

Kredit Pintar diklaim memiliki 10 juta unduhan dan dinobatkan sebagai salah satu aplikasi fintech dengan rating tinggi di Google Play. Total akumulasi pinjaman yang telah disalurkan sejak 2017 sebesar Rp10 triliun untuk 2 juta peminjam.

Peluang pasar lending seperti yang disasar memang sangat besar. Dengan demografi unbankable usia dewasa yang mencapai 92 juta jiwa, produk fintech masa depan yang cukup cerah. Tak ayal per tahun 2019 sudah ada 144 fintech lending serupa Kredit Pintar yang terdaftar di OJK. Hingga tahun 2019 jumlah pinjaman yang didistribusikan juga telah capai 60,4 triliun Rupiah, fasilitasi sekitar 14,3 juta pengguna.

Sementara untuk paylater, layanan ini memang tengah dalam pertumbuhan di Indonesia. Beberapa bisnis saling bekerja sama, mengintegrasikan platform pinjaman dengan layanan consumer. Berikut beberapa produk yang beredar di Indonesia:

Produk APayLater

Perusahaan lebih dahulu meluncurkan aplikasi APayLater di Singapura. Konsepnya tidak jauh dengan layanan paylater lainnya di Indonesia. Limit kredit yang diterima dapat dipakai untuk berbelanja di merchant dengan metode pemindai QR.

Konsumen diharuskan membayar pertama sepertiga dari harga total dengan kartu debit atau kredit yang sudah disinkronkan. Pembayaran berikutnya akan ditagih setiap 30 hari kemudian dan tenor maksimal adalah tiga bulan. Secara otomatis sistem akan deduct saldo dari sumber dana setiap tagihan muncul.

Apabila ada kredit macet, APayLater akan membekukan akun dan ditambah dengan biaya admin sebesar SG$20. Jika dalam tujuh hari tidak dibayar, ada tambahan biaya SG$10. Di sana, pemerintah menetapkan batas maksimum biaya admin yang dikenakan adalah SG$60 per transaksi.

Wawan menyebut pilot project dari APayLater akan hadir di Indonesia setidaknya dalam kuartal kedua tahun ini, sebelum merilis versi penuhnya. Menurutnya iterasi sangat dibutuhkan startup untuk mendapatkan produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen.

“Banyak hal yang mau kita lihat, tapi kita ingin selalu memastikan consumer journey-nya harus bagus. Makanya kami pilih pilot dulu selama beberapa waktu, sambil terus monitor dan diskusi internal.”

Dia melihat meski di industri berbagai pemain sudah merilis produk paylater-nya, masih ada ceruk bisnis yang besar di segmen ini. Asalkan perusahaan paham dengan kondisi pasar, letak peluang ada di mana, dan bagaimana memosisikan produknya pasti akan bisa bersaing dengan pasar.

“Saat Kredit Pintar mulai di 2017 dan perkembangannya hingga sekarang sangat pesat, meski pada saat itu pemainnya tidak hanya dia saja di industri. Jadi ini bukan masalah pemain lama dan baru, asalkan kita paham dengan industri dan proses pengembangannya, pasti bisa bersaing.”

Rencana Atome di bawah kepemimpinan Wawan Salum

Di bawah kepemimpinan Wawan, ia akan fokus pada pengembangan klien dan partner untuk Atome dari bank, fintech, e-commerce, ride sharing, termasuk akuisisi taleta, ekspansi pasar dan pengembangan produk.

Wawan Salum menambah jajaran bankir senior yang terjun ke startup. Sebelumnya dia adalah bankir di DBS Indonesia sebagai Head of Consumer Banking Group dan enam tahun di HSBC dengan berbagai jabatan. Perjalanannya sebagai bankir dimulai dari Citibank selama tujuh tahun dan posisi lainnya di General Motors dan ABN Amro Bank N.V.

Ia terjun ke startup karena menurut pandangannya perkembangan digital, khususnya fintech pada beberapa tahun ke depan, akan masuk ke posisi mature, menyusul perbankan. Kondisi tersebut ditandai dengan pertumbuhan tahunan yang tidak lagi eksponensial dan kue bisnis yang sudah ramai-ramai digarap yang lambat laun ukurannya mengecil.

“Saya tidak mau ketinggalan kereta. Bank sudah mature karena growth opportunity-nya sudah enggak bisa 100% lagi. Beda dengan fintech dengan kondisi sekarang [growth-nya eksponensial], tapi prediksi saya growth-nya tidak akan sekencang tahun-tahun sebelumnya karena segera masuk posisi mature.”

Dengan pengalamannya yang kuat di finansial, ia akan mengombinasikan framework dan struktur yang kuat di bank tanpa menghilangkan unsur agility yang melekat di tubuh startup. “Ketika semua di-combine, ini akan membuat startup jadi sangat powerful. Agility itu harus tetap dijaga karena pasar dan teknologi cepat berubah,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here