Advance.AI Fokus Hadirkan Teknologi “Credit Scoring” di Indonesia

Advance.AI, sebuah startup fintech yang berbasis di Singapura, meluaskan pasarnya dengan membentuk tim di Indonesia. Didirikan oleh CEO Jefferson Chen, saat ini perusahaan telah memiliki 40 orang anggota tim di Indonesia. Fokus pengembangan produknya adalah platform berbasis teknologi artificial intelligence dan big data untuk membantu credit scoring dan deteksi anti penipuan. Advance.AI juga telah hadir di Tiongkok, Vietnam, India, dan Filipina.

Kepada DailySocial, Deputy Chief Operating Officer Advance.AI Indonesia Yenny Aitan mengungkapkan, saat ini perusahaan telah terdaftar di OJK melalui perusahaan afiliasinya, PT Bangun Percaya Sosial (BPS).

“Bisnis kami telah berkembang pesat di kawasan ini dalam beberapa tahun terakhir dengan satu brand, yaitu Advance.AI. [..] Solusi di dalamnya termasuk deteksi anti penipuan, pengenalan wajah, pemeriksaan identitas, dan penilaian risiko kredit dan profil.”

Advance.AI memiliki produk flagship bernama Guardian. Fungsinya berupa produk anti-fraud, credit scoring, dan eKYC yang bisa dimanfaatkan industri perbankan, fintech, ritel, dan e-commerce.

Selain pengembangan produk credit scoring, grup ini juga memiliki layanan peminjaman (lending) yang mengimplementasi teknologinya, termasuk Atome dan Kredit Pintar.

Kredit Pintar fokus mengembangkan produk peminjaman secara tunai, sedangkan Atome, yang baru saja mengangkat CEO baru di Indonesia, berfungsi seperti layanan paylater berbasis online. Keduanya menyasar kategori konsumen underbanked dan underserved. Nantinya keduanya direorganisasi di bawah payung baru, yang rencananya akan diumumkan akhir tahun ini.

Rencana Advance.AI di Indonesia

Advance.AI mencatat, saat ini masih terlalu banyak “kredit tidak terlihat”, yaitu mereka yang tidak memiliki skor kredit yang berdampak tidak memiliki akses ke kredit atau pinjaman. Hal ini bisa menyulitkan mereka untuk mengambil langkah pertama (untuk meminjam dana) atau sekadar memiliki skor kredit.

“Di Advance.AI, kami bermitra dengan bank, [layanan] fintech, ritel, dan perusahaan e-commerce di sekitar tiga bidang utama: e-KYC (pengenalan wajah dan dokumentasi OCR), layanan data (multi platform, nomor telepon, dan cek daftar hitam), dan pemodelan penilaian kredit alternatif,” kata Yenny.

Teknologi yang dimiliki Advance.AI tersebut telah diimplementasikan oleh 400 klien, di berbagai negara, per awal tahun ini. Termasuk di antaranya adalah Bank Mega dan Danamart di Indonesia. Teknologi ini disebut mampu membantu menyederhanakan proses verifikasi pelanggan yang kebanyakan menghabiskan waktu dan tenaga.

Yenny mengklaim, “Di Indonesia, kami memiliki akurasi 99% untuk solusi e-KYC kami, seperti pengenalan wajah dan OCR [pengenalan karakter optik]. Ini sebagian besar disebabkan oleh teknologi AI milik kami yang dilatih oleh sumber data lokal dan kemitraan.”

“Kami juga mempercepat proses penilaian dan analisis kredit mereka, baik dari segi waktu dan akurasi. Ke depannya kami ingin bermitra dengan lebih banyak bank [dan] perusahaan jasa keuangan di Indonesia dengan tujuan akhir untuk membantu lebih banyak orang Indonesia yang masuk dalam kategori underbanked dan undeserved bisa mendapatkan akses layanan keuangan,” tutupnya.

Kredit Pintar Ekspansi ke Filipina dengan Merek Dagang Atome

Startup fintech lending Kredit Pintar rambah pasar Filipina dengan merek dagang (brand) Atome untuk mereplikasi solusi atas isu yang sama dengan kondisi di Indonesia.

Kepada DailySocial, CEO Kredit Pintar Wisely Wijaya belum bersedia memberikan komentarnya terkait ini. Kendati, mengutip dari Kontan, Wisely sempat sesumbar soal ekspansinya ini.

Menurutnya, Filipina memiliki karakteristik yang sama dengan Indonesia, baik dari sisi inklusi keuangan hingga risiko yang dihadapi. Alhasil, melihat dari situsnya, produk yang ditawarkan tidak jauh berbeda, memberikan payday loan dan paylater.

Nominal pinjaman untuk payday loan yang diberikan antara PHP1.000-PHP10.000 (setara Rp270 ribu-Rp2,7 juta). Pilihan tenor yang disediakan 90-120 hari dengan bunga mulai dari 0,14%-0,8% per harinya.

Seluruh prosedurnya dilakukan secara online, melalui aplikasi. Persyaratan untuk calon nasabah adalah pekerja tetap dengan rentang usia 18-55 tahun, memiliki identitas resmi, menggunakan smartphone Android, dan memiliki rekening bank atau GCash (pemain e-wallet terbesar di Filipina).

Mengutip dari situs resminya, Atome adalah brand dari Neuroncredit Financing Company Inc., didirikan pada akhir 2018 di Filipina. Dia adalah anak usaha dari Neuroncredit Pte. Ltd. yang beroperasi di Singapura sejak 2015.

Seluruh perusahaan di bawah Neuroncredit, termasuk Kredit Pintar, menggunakan teknologi yang dibangun oleh perusahaan fintech asal Tiongkok Advance.ai untuk mempercepat pemrosesan pinjaman yang lebih cepat dan lebih baik.

Awalnya, Neuroncredit memakai brand Kredit Pintar PH saat masuk ke Filipina. Namun pada awal 2019 diubah menjadi Atome, brand yang sama dipakai Neuroncredit untuk operasionalnya di Singapura.

Atome Filipina terintegrasi dengan biro kredit milik pemerintah Filipina, Credit Information Corporation (CIC) dan masuk ke dalam asosiasi fintech di sana.

Mengutip dari platform global marketplace loan Mintos, tidak hanya Filipina, Kredit Pintar juga mengincar pasar Vietnam dan India untuk diversifikasi produk dan geografis yang jauh lebih besar.

Beberapa jajaran investor dari Kredit Pintar diantaranya GSR Ventures, Vision Plus Capital, Provident Capital, dan Northstar Group.

Bisnis Kredit Pintar di Indonesia

Saat ini perusahaan mulai menggarap pinjaman produktif, selain pinjaman konsumtif, dengan perpanjang tenor dari awal perilisan 2 bulan menjadi 12 bulan. “Kami ingin pengguna kami upgrade layanan keuangan yang lebih baik, dari sisi bunga, plafon, dan dari sisi tenor pinjaman,” terang Wisely, pekan lalu (7/11).

Dia mengakui, produk dengan tenor panjang cenderung berisiko lebih tinggi, tapi dia yakin perusahaan dapat terus menekan risikonya. Pasalnya, dengan total peminjam di Kredit Pintar berjumlah 1,8 juta orang, menjadi bank data untuk memilah profil risiko dari rendah sampai tertinggi.

Dari situ perusahaan bisa menerapkan risk based pricing sehingga risikonya bisa minimalisir. “Kami hanya memberikan pinjaman ke risiko yang terendah.”

Pinjaman produktif saat ini porsinya 20% terhadap total portofolio di Kredit Pintar. Perusahaan akan terus mendorong kontribusi dari bisnis ini, namun dengan catatan seleksi yang ketat.

“Yang mengajukan ke kami lebih banyak, tetapi setelah melalui proses underwriting dan analisis risiko, kami hanya menerima sebagian. Kebanyakan yang kami tolak adalah percobaan fraud.”

Diklaim total pinjaman yang sudah disalurkan Kredit Pintar dari Januari hingga November 2019 mencapai Rp7 triliun. Perusahaan meyakini dapat mencapai target Rp10 triliun pada akhir tahun 2019.

Application Information Will Show Up Here