Advance.AI Angkat Dua Petinggi Lokal untuk Seriusi Bisnis Verifikasi Digital di Indonesia [UPDATED]

Advance.AI, penyedia solusi verifikasi identitas digital dan manajemen risiko, hari ini (26/3) mengumumkan penunjukan dua bos baru untuk pimpin bisnisnya di Indonesia. Mereka ialah Fuenny Liwang sebagai Director Growth Accounts dan Anggraini Rahayu sebagai Director Strategic Accounts.

Keduanya sama-sama memiliki pengalaman yang mendalam di berbagai industri. Sebelumnya Fuenny menjabat posisi manajemen senior di PT T Systems Indonesia (afiliasi Deutsche Telekom), VMWare, Microsoft, dan Telkom di Indonesia. Sementara Anggraini menjabat posisi manajemen senior di PT SAS Institute, Diebold Nixdorf, dan IBM Indonesia.

Fuenny menyampaikan, dalam lanskap yang didominasi oleh ponsel pintar saat ini, verifikasi identitas digital sangat dibutuhkan. Di luar layanan keuangan, banyak industri yang mengalami transformasi digital menghadapi tantangan dalam memverifikasi identitas pelanggan.

Tentunya hal ini membuat seluruh proses pendaftaran pelanggan e-KYC (Know Your Customer) secara digital dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi bisnis, meningkatkan pengalaman pelanggan sekaligus menurunkan biaya operasional. Hal ini juga berfungsi sebagai pertahanan krusial terhadap akses terlarang dan penipuan yang dapat menyebabkan kerugian keuangan maupun kerusakan reputasi yang signifikan.

“Saya sangat bersemangat dalam memimpin inisiatif ini untuk mendukung dan agenda transformasi digital di Indonesia,” ucapnya.

Anggraini menambahkan dari sisi tantangan transformasi yang saat ini dihadapi berbagai industri, mulai dari penipuan identitas dan risiko kredit hingga kepatuhan dan ancaman dari kemajuan terbaru dalam konten yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan atau AI-generated content (AIGC).

“Saya yakin pengalaman industri yang saya miliki dapat membantu klien kami memahami tantangan saat ini serta meningkatkan inklusi digital dan keuangan di Indonesia,” kata dia.

Manajemen Advance.AI berharap penunjukan Fuenny dan Anggraini dapat memperkuat komitmen perusahaan dalam memberikan solusi verifikasi identitas digital dan manajemen risiko terdepan untuk memajukan agenda transformasi digital Indonesia.

“Penunjukan Ibu Fuenny dan Anggraini membawa gabungan pengalaman industri selama 60 tahun di industri digital dan memperkuat kedalaman tim kepemimpinan senior kami di Indonesia,” ucap manajemen Advance.AI saat dihubungi terpisah oleh DailySocial.id.

Disampaikan lebih lanjut, pada tahun ini fokus perusahaan adalah mendukung berbagai industri, mulai dari perbankan, multifinance, telekomunikasi, layanan kesehatan, dan e-commerce, untuk mengadopsi verifikasi identitas digital mutakhir yang dapat membantu lebih banyak pelanggan hanya dengan ponsel cerdas dan dokumen identitas mereka. Sekaligus mencegah penipuan dan meningkatkan tingkat inklusi digital dan keuangan di seluruh Indonesia.

Perkembangan Advance.AI

Didirikan pada 2016, Advance.AI berbasis di Singapura telah bermitra dengan lebih dari 500 klien perusahaan di sektor perbankan, jasa keuangan, fintech, pembayaran, ritel, dan e-commerce. Advance.AI baru masuk Indonesia sejak 2020, bersamaan dengan sejumlah negara lainnya, seperti Tiongkok, India, Vietnam, dan Filipina. Di Indonesia, Advance.AI menempatkan Ronald Molenaar sebagai Country Manager.

Perusahaan menyediakan empat solusi yang menggabungkan solusi verifikasi identitas digital, KYC/AML, kepatuhan dan manajemen risiko. Diklaim, perusahaan memroses 120 juta kueri API per bulan dengan akurasi 99,4% dalam pengenalan karakter optik (OCR) dan pengenalan ras karena telah dilatih untuk wajah-wajah Asia Tenggara, dapat beroperasi dengan kamera ponsel beresolusi rendah, dalam kondisi cahaya redup, terutama yang relevan dalam kondisi Indonesia.

“Setiap kueri ini adalah untuk membantu melakukan onboarding secara digital, menilai dan/atau menjamin profil/risiko pelanggan, memfasilitasi keputusan kredit dan peminjaman serta akses terhadap layanan keuangan digital dasar (misalnya pinjaman usaha UKM, pinjaman pendidikan, pembiayaan kendaraan roda dua, tagihan medis, data telekomunikasi isi ulang, belanja e-commerce).”

Disampaikan, teknologi liveness detection 3D milik Advance.AI memiliki tingkat keberhasilan lebih dari 90% terhadap serangan presentasi palsu yang mendalam.

Para penggunanya mayoritas dari institusi keuangan dan teknologi. Di Indonesia saja, beberapa di antaranya adalah Bank Jago, Bank BTPN, Tokopedia, Shopee, Bukalapak, MNC Bank, Bank Mega, Standard Chartered, Gojek, Nanovest, dan Allo Bank.

“Kami telah membantu bank dan lembaga keuangan menjangkau 160 juta konsumen (misalnya membuka rekening bank, akses terhadap pembiayaan kendaraan roda dua), yang sebagian besar berada di Indonesia.”

Solusi Advance.AI juga dapat melindungi institusi keuangan dan industri e-commerce dari penipuan identitas, termasuk penggunaan konten yang dihasilkan oleh kecerdasan buatan secara semakin canggih oleh penipu untuk meluncurkan serangan deepfake, serta penipuan sintetis, pembayaran, dan rekayasa sosial.

Sebanyak 6 dari 10 orang di Asia Tenggara masih belum memiliki atau memiliki keterbatasan dalam akses perbankan, Advance.AI mendukung institusi keuangan terbesar di kawasan ini untuk mempercepat inklusi sosial, digital, dan keuangan. Di balik itu, muncul risiko penipuan identitas dan ancaman siber yang meningkat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan insiden penipuan keuangan telah meningkat sebesar 25% dalam setahun terakhir, menyoroti kebutuhan mendesak akan solusi manajemen risiko yang andal.

Sebagai catatan, Advance.AI merupakan bagian dari Advance Intelligence Group. Ada tiga produk di bawahnya: Atome Financial (Atome, Kredit Pintar, ND Finance), Advance.AI (platform SaaS untuk identitas digital perusahaan), dan Ginee (omnichannel e-commerce).

Grup ini didukung oleh investor papan atas SoftBank Vision Fund 2, Warburg Pincus, Northstar, Vision Plus Capital, Gaorong Capital, Pavilion Capital, GSR Ventures, dan investor global yang berbasis di Singapura, EDBI. Putaran pendanaan terakhir yang diraih sebesar $80 juta untuk putaran Seri D, diumumkan pada Mei 2023.

*) Kami menambahkan pernyataan dari manajemen Advance.AI mengenai penjelasan solusi dan target perusahaan

Induk Atome Raih Pendanaan 1,1 Triliun Rupiah dari Warburg Pincus dan Northstar

Induk Atome dan Kredit Pintar, Advance Intelligence Group, mengumumkan perolehan pendanan senilai $80 juta (lebih dari 1,1 triliun Rupiah). Putaran yang masuk dalam seri D ini dipimpin oleh investor terdahulu, yakni Warburg Pincus dan Northstar Group.

Penggalangan dana tersebut menyusul putaran seri D grup sebelumnya sebesar lebih dari $400 juta pada 2021. Secara total, grup ini telah mengumpulkan lebih dari $700 juta. Jajaran investornya berasal dari SoftBank Vision Fund 2, Vision Plus Capital, Gaorong Capital, EDBI, dan masih banyak lagi.

Dalam keterangan resminya, Co-Founder, Group Chairman dan CEO Advance Intelligence Group Jefferson Chen menyampaikan, sejak penggalangan terakhir di 2021, pihaknya telah mengambil pendekatan yang disiplin dan membuat kemajuan yang baik dalam memenuhi visi dalam memajukan ekosistem digital masa depan di seluruh wilayah.

“Investasi baru ini akan membantu mempercepat program kami dalam menggunakan teknologi AI untuk merampingkan transaksi konsumen dan memungkinkan akses yang lebih besar dan lebih adil ke produk dan layanan kredit dan keuangan. Kami menghargai keyakinan dan kepercayaan investor kami yang berkelanjutan kepada kami,” terang Chen.

Partner dan Managing Director Warburg Pincus Saurabh Agarwal menyampaikan tanggapannya. Dia bilang, “[..] kami berharap dapat melanjutkan kemitraan kami dengan Jefferson dan membantu perusahaan mewujudkan komitmennya kepada jutaan pelanggan di seluruh wilayah.”

Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group Patrick Walujo menambahkan, pihaknya sangat antusias melanjutkan kemitraannya dengan Jefferson. Menurutnya, sejak 2016, ia telah menyaksikan pertumbuhan dan evolusi yang luar biasa dari ekosistem grup tersebut dan bangga memilikinya sebagai salah satu perusahaan portofolio.

“Kami senang dapat melanjutkan kemitraan kami dengan Jefferson dan timnya untuk mengembangkan Advance Intelligence Group menjadi perusahaan layanan keuangan digital bertenaga AI terkemuka di Asia,” kata Patrick.

Advance Intelligence Group yang berbasis di Singapura dan beroperasi di seluruh Asia ini memiliki tiga jenis produk, yaitu Atome Financial, platform SaaS untuk identitas digital perusahaan Advance.AI, dan omnichannel e-commerce Ginee.

Adapun, Atome Financial memiliki tiga produk di bawahnya, yakni Atome (paylater), Kredit Pintar, dan ND Finance, yang menawarkan layanan pinjaman online. Ketiganya diklaim telah memiliki lebih dari 20 juta konsumen tersebar di 10 negara Asia dengan pemakaian tersebar di kategori fesyen, kecantikan, gaya hidup, elektronik, perjalanan, dan peralatan rumah tangga.

Sementara itu, Ginee adalah platform omnichannel yang menggunakan sistem all-in-one untuk e-commerce dan dapat membantu pelaku usaha dalam mengelola toko online mereka, mulai dari atur stok, produk, pemesanan, hingga berkomunikasi dengan pelanggan dari setiap marketplace atau e-commerce yang sudah dimiliki melalui satu platform Ginee.

Menurut situsnya, Ginee telah mengumpulkan lebih dari $6,1 miliar dalam GMV dan memproses lebih dari 685 juta pesanan dari 200 ribu merchant aktif yang memiliki 269 ribu toko aktif. Para penggunanya tersebar di Indonesia, Filipina, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Tiongkok.

Adapun, Advance.ai baru masuk Indonesia sejak 2020, bersamaan dengan sejumlah negara lainnya, seperti Singapura, Tiongkok, India, Vietnam, dan Filipina. Salah satu produknya, e-KYC memungkinkan proses onboarding pelanggan dapat selesai dengan cepat dan aman hanya dalam waktu 60 detik.

Para penggunanya mayoritas dari institusi keuangan dan teknologi. Di Indonesia saja, beberapa di antaranya adalah Bank Jago, Bank BTPN, Tokopedia, MNC Bank, Bank Mega, Standard Chartered, Gojek, Nanovest, dan Allo Bank.

Industri paylater

Sebelumnya mengutip dari Detik, data dari Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menunjukkan angka pembiayaan dari paylater di industri multifinance mencapai Rp4,2 triliun hingga September 2022. Angka ini hampir menyentuh pencapaian pembiayana paylater di 2020 sebesar Rp4,47 triliun.

Peningkatan tersebut diperkuat oleh sejumlah perusahaan pembiayaan yang menghadirkan layanan paylater sebagai opsi pembayaran. Salah satunya adalah Atome. Diklaim sepanjang tahun lalu, Atome mencetak pertumbuhan transaksi hingga 360 kali dengan penghasilan GMV lebih banyak 420 kali dibandingkan 2020.

“Angka ini kami dapatkan dari total pembiayaan yang telah diberikan kepada pengguna Atome di mana 70% dari mereka mayoritas berasal dari Jawa dan Bali. Angka ini menjadi pendorong bagi kami untuk dapat memperluas layanan paylater agar bisa dinikmati oleh masyarakat yang lebih luas lagi,” ungkap General Manager Atome Indonesia Winardi Wijaya.

Pencapaian lainnya, diklaim Atome berhasil mencatatkan pertumbuhan sebesar 9.600% dengan lebih dari 5 juta pengunduh aplikasi di Indonesia. Sebanyak 54% dari pengguna datang dari usia muda dengan persentase perempuan sebanyak 70%. Kemudian, ditemukan bahwa lebih dari 95% pengguna mengambil opsi tenor cicilan pembayaran untuk 3 dan 6 bulan.

“Hingga saat ini, kami telah bermitra dengan setidaknya 700 merchant dan lebih dari 10.000 toko offline di Indonesia. Beberapa brand besar yang sudah bergabung dengan ekosistem Atome seperti MAP Group, H&M, Matahari Department Store, Giordano Group, Sociolla, Gold Gym, Kanmo Group dan masih banyak lagi. Ekosistem ini masih terus kami perluas sehingga ke depannya, pengguna dapat dengan mudah mengakses seluruh kebutuhan mereka dengan opsi pembayaran paylater Atome,” kata Winardi.

Mengutip dari data internal Xendit, tren pembayaran digital di Indonesia untuk menggambarkan frekuensi penggunaan layanan Xendit Group oleh merchant. Salah satu temuannya adalah paylater catatkan pertumbuhan sepuluh kali lipat sepanjang 2022.

Penggunaan fasilitas pembayaran paylater semakin diminati konsumen, terbukti dari volume pembayaran yang meningkat hingga 10 kali lipat, diikuti dengan kartu kredit (6 kali lipat), uang elektronik (5 kali lipat) dibandingkan tahun sebelumnya.

Northstar Group to Channel 8.3 Trillion Rupiah Funding for Southeast Asia’s Growth Stage Startups

The private equity firm founded and led by Patrick Walujo and Glenn Sugita, Northstar Group, announced its flagship fund with a value of $590 million or around 8.3 trillion Rupiah.

The Northstar Equity Partners V Limited (Northstar V) funds will be channeled to Southeast Asian growth companies focusing on the consumption, financial services, digital economy and recovery sectors from the COVID-19 pandemic.

In total, Northstar currently manages a portfolio of $2.5 billion (over 35 trillion Rupiah). Northstar’s supporting investors include sovereign wealth funds, insurance companies, institutional investors, family offices, and high net worth individuals.

During 2021, Northstar V funds have been channeled to FMCG company Greenfields Dairy, fintech startup Advance Intelligence Group, and SaaS startup for warung, Ula. Advance AI has reached the unicorn status, while Ula has reached soonicorn status with a valuation of over $100 million.

Northstar Group’s Co-Founder and Managing Partner, Patrick Walujo said, “Over the past two years, we have all seen unprecedented volatility, uncertainty and complexity. However, Southeast Asia, in particular, Indonesia continue to present long-term investment opportunities. As the market recovers from the COVID-19 pandemic, favorable demographic conditions, rising wealth and consumption, higher levels of education and continued digitalization will drive substantial growth in the region.”

“The successful fundraising of our fifth flagship fund that took place during today’s challenging times is a testmony to the strong team and our portfolio’s quality, as well as the returns we have provided investors. We look forward to building partnerships with more entrepreneurs in Southeast Asia to drive their business growth through our capital and expertise,” Northstar Group’s Co-Founder and Managing Partner, Glenn Sugita added.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Northstar Group Siapkan Dana 8,3 Triliun Rupiah untuk Berinvestasi di Perusahaan Matang Asia Tenggara

Perusahaan private equity Northstar Group, yang didirikan dan dipimpin Patrick Walujo dan Glenn Sugita, mengumumkan penutupan dana flagship dengan nilai komitmen $590 juta atau sekitar 8,3 triliun Rupiah.

Dana Northstar Equity Partners V Limited (Northstar V) ini akan disalurkan ke perusahaan-perusahaan matang berorientasi tumbuh (mature growth companies) Asia Tenggara dengan fokus di sektor sektor konsumsi, layanan keuangan, ekonomi digital, dan pemulihan dari pandemi COVID-19.

Secara total saat ini Northstar mengelola portofolio dengan nilai $2,5 miliar (lebih dari 35 triliun Rupiah). Termasuk investor pendukung Northstar adalah dana kekayaan negara, perusahaan asuransi, investor institusi, kantor keluarga, dan individu dengan high net worth.

Selama tahun 2021, dana Northstar V telah disalurkan ke perusahaan FMCG Greenfields Dairy, startup fintech Advance Intelligence Group, dan startup SaaS untuk warung Ula. Advance AI telah mencapai valuasi unicorn, sementara Ula telah menyandang status soonicorn dengan valuasi lebih dari $100 juta.

Patrick Walujo, Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group, mengatakan, “Selama dua tahun terakhir, kita semua telah melihat volatilitas, ketidakpastian, dan kompleksitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Namun, Asia Tenggara dan, khususnya, Indonesia terus menghadirkan peluang investasi jangka menengah hingga panjang yang menarik. Seiring dengan pulihnya pasar dari pandemi COVID-19, kondisi demografi yang menguntungkan, peningkatan kekayaan dan konsumsi, tingkat pendidikan yang lebih tinggi, serta digitalisasi yang terus berlanjut akan mendorong pertumbuhan yang besar di kawasan.”

“Kesuksesan penggalangan dana dari flagship fund kelima kami yang berlangsung selama masa penuh tantangan saat ini merupakan bukti kekuatan tim dan kualitas perusahaan portofolio kami, serta return yang telah kami berikan kepada investor. Kami berharap dapat membangun kemitraan dengan lebih banyak pengusaha di Asia Tenggara untuk mendorong pertumbuhan bisnis mereka melalui kontribusi modal dan keahlian kami,” tambah Glenn Sugita, Co-Founder dan Managing Partner Northstar Group.

Valuasi Advance Intelligence Group Capai $2 Miliar, Bagaimana Performa Unit Bisnisnya di Indonesia

Advance Intelligence Group pada Rabu (22/9) lalu mengumumkan perolehan pendanaan seri D senilai $400 juta. Putaran ini dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2 dan Warburg Pincus; dengan partisipasi Northstar, Vision Plus Capital, Gaorong Capital, dan EDBI. Investasi ini membawa valuasi perusahaan di kisaran $2 miliar.

Didirikan sejak tahun 2016, grup perusahaan ini membawahi beberapa brand layanan digital yang juga beroperasi di Indonesia. Pertama ada Advance.ai, produk yang disajikan membantu pemain digital lainnya (khususnya fintech) degan berbagai solusi seperti credit scoring, e-KYC, layanan rekognisi dll. Kedua, mereka mengoperasikan layanan paylater Atome, terintegrasi di aplikasi konsumer seperti JD.id, Zalore, Pomelo, dan sebagainya.

Ketiga, Advance Intelligence Group juga mengoperasikan platform fintech lending Kredit Pintar di Indonesia — menyasar pada kalangan konsumer. Terakhir, mereka memiliki layanan e-commerce enabler Ginee (sebelumnya bernama Genie), membantu pebisnis melakukan manajemen bisnis di berbagai platform online marketplace dalam satu dasbor. Kapabilitasnya termasuk di ranah fulfillment.

Ekosistem layanan Advance Intelligence Group

Performa bisnis fintech

Disampaikan oleh perusahaan, dana segar yang didapat akan difokuskan untuk mendorong pertumbuhan layanan paylater dan pinjaman digital ke seluruh Asia. Selain itu mereka juga akan memperdalam kemampuan AI dan analisis big data. Jelas berbagai langkah strategis harus segera disiapkan untuk memenangkan pasar. Pasalnya semua lini bisnis yang digeluti Advance, khususnya di Indonesia, dihadapkan pada kompetisi yang cukup sengit.

Mari diulas satu per satu, dimulai dari layanan paylater Atome. Secara potensi, model bisnis ini memiliki peluang besar di Indonesia, dibuktikan oleh beberapa survei terkait metode pembayaran. Salah satunya dilakukan Katadata Insight Center bersama Kredivo, saat ini paylater menjadi pembayaran populer nomor empat (27%), setelah e-wallet (65%), transfer bank (51%), dan Alfamart/Indomaret (29%). Pemahaman masyarakat juga sudah baik, sebanyak 86% orang menyatakan sudah mengetahui paylater dengan tingkat pengetahuan sedang.

Di Indonesia, konsep paylater populer terbagi dalam dua pendekatan. Pertama, layanan dari anak usaha platform konsumer – seperti TravelokaPaylater dari Traveloka, GopayPayater dari Gojek, dan SPaylater dari Shopee. Kedua, adalah layanan yang berdiri secara standalone dan terintegrasi di berbagai aplikasi konsumer. Atome masuk ke pendekatan kedua, bersaing dengan beberapa penyedia lain, sebagai berikut:

Aplikasi Unduhan (Playstore) Peringkat (Playstore)
Akulaku 10 juta+ 3 (Shopping)
Atome 1 juta+ 19 (Shopping)
Home Kredit 10 juta+ 33 (Finance)
Indodana 5 juta+ 30 (Finance)
Julo 5 juta+ 28 (Finance)
Kredivo 10 juta+ 10 (Finance)

Dari studi yang kami lakukan di akhir 2020 tentang pemain paylater, di banyak aspek Atome tidak lebih unggul dari pemain lainnya. Misalnya terkait integrasi di top 20 e-commerce di Indonesia, layanan lain seperti Kredivo, Akulaku, atau Home Credit memiliki opsi yang lebih banyak. Demikian juga terkait batas maksimal nilai kredit dan opsi tenor yang diberikan. Selengkapnya baca perbandingan layanan paylater melalui: Studi Layanan Paylater di Platform E-commerce Indonesia.

Jika paylater fokusnya pada pembiayaan pembelian barang, layanan fintech lending cashloan memberikan pinjaman kredit berupa uang tunai untuk konsumer. Dari grup Advance, mereka memiliki Kiredit Pintar. Melihat dari total nilai pinjaman dan peminjam yang ada sejak berdiri, platform mereka masuk ke dalam top 5 cashloan di Indonesia, bersaing dengan beberapa layanan lain seperti Asetku, Rupiah Cepat, UangMe, dan TunaiKita.

Fintech Cashloan Populer di Indonesia

Layanan skoring kredit masih punya peluang besar

Baik Atome dan Kredit Pintar turut memanfaatkan Advance.ai sebagai landasan skoring kredit, dalam menentukan kelayakan calon nasabahnya. Bisnis grup Advance sendiri sebenarnya juga dimulai dari layanan kecerdasan buatan yang mereka kembangkan untuk mendukung bisnis fintech. Beberapa perusahaan seperti Bank Mega, Dana Mart, bahkan Home Credit turut memanfaatkan layanannya.

Aturan tentang platform skoring kredit diakomodasi dalam POJK tentang Inovasi Keuangan Digital. Per Mei 2020, terdapat 12 perusahaan yang sudah terdaftar masuk ke dalamnya. Sementara, sejak saat itu hingga sekarang, pemain baru pun terus bermunculan. Mulai dari platform open finance Finantier yang juga mengembangkan layanan skoring, hingga raksasa online marketplace lokal Tokopedia yang membangun anak usaha Toko Score.

Nama Platform Nama Perusahaan Tanggal
Avatec PT AVATEC SERVICES INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
Acura Labs PT ACURA LABS INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
TSI PT TRUSTING SOCIAL INDONESIA Tercatat: 26 Maret 2019
Tongdun PT TONGDUN TECHNOLOGY INDONESIA Tercatat: 15 Juli 2019
BPS PT BANGUN PERCAYA SOSIAL Tercatat: 25 Oktober 2019
PYXIS PT DIGITAL SYNERGY TECHNOLOGY Tercatat: 25 Oktober 2019
CekSkor PT PUNCAK AKSES FINANSIAL Tercatat: 25 Oktober 2019
Fineoz PT FINEOZ INOVASI TEKNOLOGI Tercatat: 25 Oktober 2019
CredoLab PT CREDOLAB INDONESIA SCORING Tercatat: 23 Desember 2019
Izidata PT IZI DATA INDONESIA Tercatat: 10 Februari 2019
OLDI PT ORANYE LAYANAN DIGITAL INDONESIA Tercatat: 10 Februari 2019
SDB Score PT SEMANGAT DIGITAL BANGSA Tercatat: 10 Februari 2019

Potensi platform skoring kredit akan mengikuti pertumbuhan industri yang menggunakannya, tak lain digital lending. Menurut studi yang dilakukan Grand View Research, ukuran pasar platform digital lending akan mencapai $5,80 miliar di tahun ini. Diproyeksikan akan mencapai $26,08 miliar di tahun 2028 dengan CAGR 24% di periode tersebut.

E-commerce enabler di Indonesia

Ginee masuk ke Indonesia baru sekitar Maret 2021. Ekspansi mereka dilandasi nilai ekonomi signifikan yang dihasilkan dari bisnis e-commerce. Platform yang disajikan dimaksudkan untuk membantu pebisnis tradisional untuk melakukan on-boarding dan pengelolaan toko online multikanal. Lewat fitur Omnichannel, pengguna dapat melakukan manajemen stok dan penjualan di berbagai jenis online marketplace dalam satu dasbor saja.

Sementara di fitur Fulfillment membantu pebisnis mengatur pemenuhan pesanan, termasuk distribusi produk ke konsumen dan logistik Ada juga Ginee Chat, membantu pebisnis memiliki dasbor layanan pelanggan. Memudahkan mereka mengelola chat masuk yang datang dari berbagai sumber di satu aplikasi.

Di Indonesia, saat ini sudah ada beberapa layanan yang menyajikan proses bisnis serupa. Berikut daftarnya:

  • 8Commerce
  • aCommerce
  • Anchanto
  • Egogohub
  • GudangAda
  • IDMarco
  • Intrepid Group
  • iSeller
  • Jarvis Store
  • Jet Commerce
  • KlikDaily
  • PowerCommerce
  • SCI E-Commerce
  • Sirclo
  • Tokotalk

Sirclo menjadi salah satu pemain lokal yang memiliki posisi unik; tidak hanya menghadirkan layanan SaaS, mereka juga membantu di sisi logistik hingga pergudangan. Saat ini startup yang dinakhodai Brian Marshall tersebut sudah merangkul lebih dari 100 ribu brand, melayani 4 juta lebih konsumen akhir. Sementara Ginee saat ini membantu 75 ribu merchant dengan 131 juta pesanan yang berhasil ditangani.

Ukuran pasar yang dapat diraup oleh pemain industri ini juga berpotensi terus meningkat seiring dengan GMV fantastis yang dihasilkan e-commerce. Dari sisi bisnis, efisiensi yang diberikan juga mendorong mereka untuk secara lebih aktif terlibat langsung dalam perdagangan online. Sebelumnya, brand memanfaatkan rantai-pasok panjang untuk mendistribusikan produknya ke konsumen akhir; teknologi memungkinkan mereduksi alur panjang tersebut.

Adopsi layanan e-commerce enabler terus mengalami peningkatan seiring efisiensi yang diberikan / redseer

Secara umum, layanan e-commerce enabler menjangkau dua segmen sekaligus, yakni pemilik brand besar dan juga UMKM. Pada akhirnya, dengan kompetisi pasar yang sengit, added value seperti ekosistem layanan dan integrasi menjadi satu hal yang layak dijadikan proposisi nilai. Untuk itu, para pemain di atas pun berlomba-lomba menghadirkan fitur yang paling lengkap untuk mengakomodasi kebutuhan penjual online secara end-to-end; mulai dari pendataan produk, pengemasan, pengiriman, pelaporan, sampai sistem loyalitas pelanggan.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Advance.AI Fokus Hadirkan Teknologi “Credit Scoring” di Indonesia

Advance.AI, sebuah startup fintech yang berbasis di Singapura, meluaskan pasarnya dengan membentuk tim di Indonesia. Didirikan oleh CEO Jefferson Chen, saat ini perusahaan telah memiliki 40 orang anggota tim di Indonesia. Fokus pengembangan produknya adalah platform berbasis teknologi artificial intelligence dan big data untuk membantu credit scoring dan deteksi anti penipuan. Advance.AI juga telah hadir di Tiongkok, Vietnam, India, dan Filipina.

Kepada DailySocial, Deputy Chief Operating Officer Advance.AI Indonesia Yenny Aitan mengungkapkan, saat ini perusahaan telah terdaftar di OJK melalui perusahaan afiliasinya, PT Bangun Percaya Sosial (BPS).

“Bisnis kami telah berkembang pesat di kawasan ini dalam beberapa tahun terakhir dengan satu brand, yaitu Advance.AI. [..] Solusi di dalamnya termasuk deteksi anti penipuan, pengenalan wajah, pemeriksaan identitas, dan penilaian risiko kredit dan profil.”

Advance.AI memiliki produk flagship bernama Guardian. Fungsinya berupa produk anti-fraud, credit scoring, dan eKYC yang bisa dimanfaatkan industri perbankan, fintech, ritel, dan e-commerce.

Selain pengembangan produk credit scoring, grup ini juga memiliki layanan peminjaman (lending) yang mengimplementasi teknologinya, termasuk Atome dan Kredit Pintar.

Kredit Pintar fokus mengembangkan produk peminjaman secara tunai, sedangkan Atome, yang baru saja mengangkat CEO baru di Indonesia, berfungsi seperti layanan paylater berbasis online. Keduanya menyasar kategori konsumen underbanked dan underserved. Nantinya keduanya direorganisasi di bawah payung baru, yang rencananya akan diumumkan akhir tahun ini.

Rencana Advance.AI di Indonesia

Advance.AI mencatat, saat ini masih terlalu banyak “kredit tidak terlihat”, yaitu mereka yang tidak memiliki skor kredit yang berdampak tidak memiliki akses ke kredit atau pinjaman. Hal ini bisa menyulitkan mereka untuk mengambil langkah pertama (untuk meminjam dana) atau sekadar memiliki skor kredit.

“Di Advance.AI, kami bermitra dengan bank, [layanan] fintech, ritel, dan perusahaan e-commerce di sekitar tiga bidang utama: e-KYC (pengenalan wajah dan dokumentasi OCR), layanan data (multi platform, nomor telepon, dan cek daftar hitam), dan pemodelan penilaian kredit alternatif,” kata Yenny.

Teknologi yang dimiliki Advance.AI tersebut telah diimplementasikan oleh 400 klien, di berbagai negara, per awal tahun ini. Termasuk di antaranya adalah Bank Mega dan Danamart di Indonesia. Teknologi ini disebut mampu membantu menyederhanakan proses verifikasi pelanggan yang kebanyakan menghabiskan waktu dan tenaga.

Yenny mengklaim, “Di Indonesia, kami memiliki akurasi 99% untuk solusi e-KYC kami, seperti pengenalan wajah dan OCR [pengenalan karakter optik]. Ini sebagian besar disebabkan oleh teknologi AI milik kami yang dilatih oleh sumber data lokal dan kemitraan.”

“Kami juga mempercepat proses penilaian dan analisis kredit mereka, baik dari segi waktu dan akurasi. Ke depannya kami ingin bermitra dengan lebih banyak bank [dan] perusahaan jasa keuangan di Indonesia dengan tujuan akhir untuk membantu lebih banyak orang Indonesia yang masuk dalam kategori underbanked dan undeserved bisa mendapatkan akses layanan keuangan,” tutupnya.