Box Hadirkan Integrasi Dolby.io, Mudahkan Optimasi Konten Audio Secara Otomatis

Konten audio terus bertambah populer belakangan ini, terutama berkat meledaknya popularitas Clubhouse dan format live audio, serta tentu saja pesatnya perkembangan industri podcasting. Data dari layanan cloud storage Box bahkan menunjukkan bahwa konsumennya mengunggah setidaknya 50 persen lebih banyak file audio dalam 18 bulan terakhir.

Melihat tren seperti itu, Box pun terdorong untuk memberikan kemudahan bagi para penggunanya. Mereka baru saja mengumumkan integrasi platform Dolby.io pada layanannya. Sebagai informasi, Dolby.io merupakan kumpulan API (application programming interface) yang dapat diintegrasikan untuk membantu meningkatkan kualitas audio.

Dolby.io pertama kali dirilis pada pertengahan tahun 2020. Sejauh ini, produk yang ditawarkan ada tiga jenis: Interactivity API, Media Processing API (yang digunakan Box untuk integrasi ini), dan Music Mastering API. Selain Box, platform ini juga dipakai oleh SoundCloud untuk layanan mastering-nya.

Integrasi ini pada dasarnya memungkinkan pengguna Box untuk meningkatkan kualitas audio dari berbagai macam file yang diunggahnya (bisa audio, bisa juga video) tanpa perlu meninggalkan Box sama sekali. Mereka hanya perlu memilih file yang hendak dioptimalkan audionya, lalu mempersilakan AI menjalankan tugasnya.

Yang bakal sangat diuntungkan di sini tentu adalah para podcaster maupun kreator konten audio lainnya, terutama mereka yang belum punya studio kedap suara, yang sering kali berujung pada kualitas audio yang tidak konsisten. Lebih lanjut, AI milik Dolby.io juga dirancang untuk meminimalkan suara-suara di background yang kurang relevan. Selain podcast, jenis konten yang bisa dioptimalkan oleh Dolby.io juga mencakup musik, voiceover, sesi mengajar, wawancara, rapat, konferensi, dan lain sebagainya.

Yang mungkin menjadi pertanyaan adalah, berapa tarifnya? Sebab layanan secanggih ini biasanya tidak akan gratis begitu saja. Well, pengguna diberi jatah gratis 200 menit setiap bulannya. Setelahnya, Dolby akan menarik biaya $0,05 per menit audio yang dioptimalkan. Tidak ada tarif berlangganan yang harus dibayarkan sama sekali.

Sumber: Engadget dan Dolby.

Lypertek PurePlay Z7 Adalah TWS Premium dengan Triple Hybrid Driver

Lypertek bukanlah nama pertama yang muncul di pikiran ketika membicarakan mengenai earphone nirkabel. Mereka hanyalah sebuah perusahaan kecil asal Tiongkok yang baru memulai kiprahnya di industri audio pada tahun 2017, dan saya tidak terkejut seandainya Anda baru pertama kali mendengar namanya sekarang.

Kendati demikian, fakta tersebut tidak mencegah mereka untuk masuk ke ranah TWS premium. Produk terbarunya, Lypertek PurePlay Z7, dirancang agar dapat bersaing dengan deretan TWS lain yang dijual di kisaran harga $200, dan ini merupakan lompatan drastis dari produk-produk Lypertek sebelumnya, yang semuanya dibanderol kurang dari $100.

Agar bisa tampil menonjol di tengah penawaran dari sejumlah brand premium, PurePlay Z7 mengandalkan konfigurasi triple hybrid driver. Jadi yang tertanam di masing-masing earpiece-nya bukan cuma satu driver berjenis dynamic saja, melainkan juga dua driver ekstra berjenis balanced armature. Balanced armature driver ini Lypertek rancang sendiri demi mencapai performa yang optimal dalam ukuran yang lebih kecil dari biasanya.

Menurut Lypertek, hasilnya adalah suara mid-range yang jernih, high yang ekspansif, dan bass yang bertenaga namun terkontrol. Satu hal yang mungkin terdengar agak mengecewakan adalah absennya fitur active noise cancellation (ANC), akan tetapi setidaknya perangkat ini masih dibekali mode ambient sound, yang dapat diaktifkan melalui aplikasi pendampingnya di smartphone.

Dari segi konektivitas, PurePlay Z7 menggunakan Bluetooth 5.2, lengkap dengan dukungan codec AAC dan aptX Adaptive, serta teknologi TrueWireless Mirroring besutan Qualcomm agar koneksinya bisa semakin stabil. Namun mungkin bagian yang paling istimewa adalah baterainya.

Dalam sekali pengisian, Lypertek mengklaim daya tahan hingga sekitar 10 jam pemakaian, sedangkan charging case-nya sanggup menyuplai 70 jam daya ekstra. Tidak adanya ANC jelas membantu meningkatkan daya tahan baterainya secara signifikan, tapi di pasaran sendiri cukup jarang ditemukan TWS non-ANC lain yang mampu beroperasi hingga 10 jam nonstop. Sebagai bonus, charging case-nya juga bisa diisi ulang secara nirkabel.

Rencananya, Lypertek akan memasarkan PurePlay Z7 mulai bulan Juni mendatang. Di Amerika Serikat, harganya dipatok $199.

Sumber: Trusted Reviews dan Forbes.

Bang & Olufsen Beolab 28 Adalah Speaker Nirkabel Kelas Sultan dengan Desain Super-Mewah

Speaker berdesain premium dengan harga selangit adalah tradisi yang sudah sangat melekat dengan Bang & Olufsen, dan hal itu masih terus dipertahankan oleh sang maestro audio asal Denmark sampai sekarang. Buktinya, coba kita tengok speaker nirkabel terbarunya yang bernama Beolab 28 berikut ini.

Wujud Beolab 28 terdiri dari dua bagian: bagian dasar dengan bentuk mengerucut, diikuti oleh silinder memanjang di atasnya. Bagian dasarnya ini bebas diletakkan di atas lantai atau digantungkan ke tembok. Menurut B&O, desainnya secara keseluruhan merupakan bentuk apresiasi terhadap tiga speaker lawas mereka: Beolab Penta, Beolab 6000, dan Beolab 8000.

Saat seseorang mendekat, kontrol sentuh pada permukaan atas silindernya otomatis menyala. Dari situ pengguna bisa langsung mengatur playback, menyesuaikan volume, atau mengakses sejumlah fungsi lain lewat empat tombol preset yang tersedia. Soal konektivitas, speaker ini sudah sepenuhnya mendukung AirPlay 2, Chromecast, maupun Spotify Connect. Sama seperti deretan speaker terbaru B&O, modul streaming milik Beolab 28 dapat dilepas dan diganti dengan yang baru seandainya sudah ketinggalan zaman.

Beolab 28 hadir dalam beberapa variasi finish. Konstruksi utamanya mengandalkan bahan aluminium, lalu keseluruhan grille-nya dibalut oleh material kain premium. Di sepanjang bagian silindernya, masih ada lagi satu lapisan penutup. Untuk bagian terluar yang menyerupai tirai melingkar ini, konsumen bisa memilih antara yang berbahan kain, atau yang berbentuk seperti kisi-kisi kayu di rumah-rumah.

Setiap kali speaker dinyalakan, tirai mekanis itu akan bergerak membuka hingga menjadi tontonan tersendiri. Tirai tersebut juga berfungsi untuk mengatur cara Beolab 28 mendistribusikan suara; bisa terbuka cuma sedikit untuk menyajikan suara secara terfokus dan presisi, atau terbuka lebar untuk menyuguhkan suara yang mampu mengisi seluruh ruangan.

Masing-masing unit speaker-nya terdiri dari tiga full-range driver berdiameter 3 inci, satu tweeter 1 inci, dan woofer 6,5 inci yang menghuni bagian dasarnya. Semua itu ditenagai oleh unit amplifier-nya sendiri-sendiri, dengan total daya sebesar 1.250 watt. B&O tidak lupa menyertakan teknologi Active Room Compensation agar perangkat dapat melakukan kalibrasi akustik berdasarkan posisinya di dalam ruangan.

Namun pertanyaan yang terpenting adalah seberapa mahal biaya yang harus ditebus untuk bisa meminang Beolab 28? $14.750 per pasang, atau $16.500 jika memilih varian yang bertirai kayu. Kabarnya B&O juga berencana untuk menjual Beolab 28 secara satuan, tapi sejauh ini mereka belum merincikan berapa harganya.

Kalau Anda mengira speaker ini harganya keterlaluan, selalu ingat bahwa B&O juga menjual Beolab 50 yang dihargai $40.000 per pasang, atau malah Beolab 90 yang dua kali lipat lebih mahal lagi dari itu.

Sumber: Engadget.

[Review] Huawei Freebuds 4i: TWS 10 Jam dengan ANC dan Latensi Rendah

Seperti yang sudah diketahui, Huawei sudah lama mencanangkan strategi produk AIoT mereka yang dikenal dengan 1+8+N. Untuk saat ini, Huawei Indonesia sepertinya sedang menggalakkan strategi “8” mereka. Hal tersebut dibuktikan dengan munculnya sebuah produk audio dari mereka yang tidak menggunakan kabel. Produk tersebut berupa True Wireless Stereo yang dinamakan Huawei FreeBuds 4i.

Sebuah Huawei Freebuds 4i pun sudah datang ke meja pengujian tim Dailysocial. Perangkat yang datang kebetulan memiliki warna yang saya sukai, yaitu merah tua. Satu hal yang saya cukup terkesan pada perangkat ini adalah kemampuannya untuk mendengarkan musik selama 10 jam! Hal ini tentunya bisa membuat kita untuk mendengarkan musik seharian tanpa khawatir habis baterainya.

Huawei Freebuds 4i sendiri memiliki spesifikasi sebagai berikut

Bobot 5,5 gram per earbuds, 36,5gram case
Versi Bluetooth 5.2
Ukuran Driver ⌀10 mm dynamic
Dimensi 37.5 x 21 x 23.9 mm (earbud), ⌀61.8 x 48 x 27.5 mm (case)
Kapasitas Baterai 55 mAh (per earbud), 215 mah (case)

Jika diperhatikan, baterai yang ada pada case-nya terlihat cukup kecil jika dibandingkan dengan produk sekelas. Driver yang digunakan juga lebih kecil dari Freebuds 3. Namun, model dengan eartips seperti ini memiliki desain isolasi tersendiri sehingga 10 mm akan terdengar lebih kencang.

Unboxing

Seperti inilah ini dari paket penjualan Huawei Freebuds 4i

Desain

Desain True Wireless Audio mengindikasikan bahwa earphone ini tidak memiliki kabel apa pun untuk terkoneksi satu dengan lainnya dan ke perangkat musik, seperti smartphone atau PC. TWS ini juga menggunakan desain tangkai yang sudah banyak digunakan pada beberapa produk audio. Dengan menggunakan eartip, Huawei Freebuds 4i menggunakan model in-ear dan bukan open-ear. 

Huawei Freebuds 4i menggunakan bahan dengan jenis plastik polikarbonat. Build-nya sendiri terasa cukup kokoh saat digenggam sehingga tidak perlu khawatir rusak saat terjatuh dari telinga. Beberapa model TWS malah memiliki build yang ringkih dan terdengar kosong saat diketuk. Namun tidak untuk Huawei Freebuds 4i ini.

Dengan menggunakan eartips, tentu saja membuat semua suara yang keluar dari driver-nya akan masuk seluruhnya ke telinga karena bersifat in-ear. True Wireless Earbuds yang satu ini memiliki driver dengan dimensi 10 mm yang besar untuk sebuah model in-ear. Namun hati-hati, karena volumenya akan cukup besar saat sebuah musik dimainkan.

Pada kedua earbuds juga terdapat sensor sentuh di bagian luarnya. Sensor sentuh ini berfungsi untuk mengendalikan musik yang sedang terpasang mau pun menerima atau menolak telepon. Selain itu, pada kedua batangnya juga terdapat microphone yang juga memiliki fungsi call noise cancelling. Dan pada bagian bawah dari TWS ini terdapat konektor untuk mengisi ulang baterai dari case-nya.

Baterai yang terdapat pada setiap earbuds memang cukup besar, yaitu 55 mAh. Namun, charging sase-nya membawa baterai yang tidak terlalu besar, hanya 215 mAh yang hanya bertahan untuk dua sampai tiga kali isi ulang. Untuk mengisi baterainya, Huawei Freebuds 4i memiliki port USB-C pada bagian bawahnya. Pada sisi depannya hanya ditemukan sebuah LED sebagai indikator saat melakukan pengisian baterai dan terdapat tombol pairing pada sisi kanannya.

TWS ini dapat diatur penggunaannya dengan memakai aplikasi buatan Huawei. Aplikasi yang dinamakan Huawei AI Life ini bisa mengetahui isi baterai dari setiap earbuds dan juga charging case-nya. Saya juga bisa menyalakan noise cancelling-nya serta mode awareness pada aplikasi ini. Dan tentunya TWS ini juga bisa di-upgrade firmware-nya langsung dari AI Life.

Pengalaman Menggunakannya

Terus terang, saya sangat menyukai model desain tangkai yang menggunakan eartips seperti pada Huawei Freebuds 4i. Hal tersebut akan membuat kedua earbuds akan menempel di kuping dan tidak tergeser sehingga suaranya tidak keluar. Tentunya hal tersebut harus disesuaikan lagi dengan besarnya eartips dan lubang telinga.

Saat pertama ingin menguji Huawei Freebuds 4i, tentu saja saya harus melakukan pairing dengan smartphone. Selain itu, saya harus terlebih dulu memasang aplikasi pendampingnya, yaitu Huawei AI Life. Sayangnya, aplikasi yang paling baru harus di-download dari Huawei App Gallery atau dari website HiCloud. Versi yang ada pada Google Play ternyata tidak ter-update.

Setelah melakukan update pada Huawei AI Life, waktunya melakukan pairing dengan aplikasi tersebut. Setelah tersambung, Huawei AI Life langsung menawarkan update firmware terbaru. Bagi saya, update firmware sangat penting mengingat semua fitur mampu ditingkatkan serta menghilangkan banyak bug yang mungkin ditemukan.

Huawei Freebuds 4i mendukung mode AAC dan SBC. Penggunaan AAC pun membuat perangkat ini memiliki suara yang lebih baik. Sayang memang, perangkat ini tidak mendukung codec yang lebih tinggi seperti LDAC.

Perangkat ini memiliki fitur noise cancelling serta awarenessNoise cancelling saat diaktifkan mampu meredam sebagian besar suara yang datang dari luar. Mode awareness akan membuat seluruh suara yang ada dari luar telinga terdengar, walaupun suaranya cukup kecil. Keduanya membutuhkan microphone untuk aktif, sehingga akan mempercepat pemakaian baterainya.

Untuk pengujian kali ini, saya menggunakan beberapa file Ogg Vorbis dengan bitrate 320 Kbps. Selain itu, beberapa file FLAC juga ikut saya gunakan supaya detail lagu bisa terdengar.

Pada beberapa musik rock tahun 90-an, saya mendengar bahwa suara bass dari Huawei Freebuds 4i terdengar cukup lembut jika dibandingkan dengan Freebuds 3 yang pernah saya review. Kanal mid dan high-nya memang terdengar dengan cukup detail. Bagi Anda yang suka mendengarkan musik pop, Huawei Freebuds 4i cocok untuk digunakan.

Selanjutnya saya mencoba menggunakannya untuk bermain game. Huawei Freebuds  4i sudah mendukung latensi yang lebih rendah yang sayangnya tidak diketahui informasinya. Hal ini membuat suara dan game yang sedang berjalan terdengar sinkron. Saya menggunakan game Valorant, PUBG M, Genshin Impact,  dan CoDM, dan suara yang terdengar memang tidak terdengar lag.

Huawei Freebuds tentunya juga saya uji dengan melakukan panggilan melalui telepon dan Whatsapp serta Telegram Call. Kedua pengujian menghasilkan suara yang tergolong cukup baik. Namun, call noise cancelling-nya tidak menghilangkan suara background secara keseluruhan.

Dalam sekali pengisian baterai, saya dapat menggunakan TWS ini dari jam 9 pagi hingga jam 6 sore dan TWS ini belum menampakkan tanda-tanda kehabisan baterai. Namun, baterainya hanya bertahan sekitar 4 jam saja saat ANC atau awareness diaktifkan. Pengisian baterai membutuhkan waktu kurang dari satu jam untuk penuh.

Verdict

Huawei sepertinya tidak akan berhenti untuk memenuhi pasar audio dengan perangkat buatan mereka. Dengan strategi 1+8+N yang mereka miliki, Huawei ternyata terus bersinar di pasar AIoT. Salah satunya dengan memperkenalkan Huawei Freebuds 4i yang memiliki fitur yang lengkap untuk sebuah perangkat audio.

Suara yang dihasilkan oleh TWS ini memang cukup baik. Hanya saja, bass yang dikeluarkan tidak terlalu “nendang”. Namun, suara pada mid dan high dapat terdengar dengan jelas dan tidak menusuk telinga. Hal tersebut bisa didengarkan secara terus menerus hingga 10 jam tanpa berhenti.

Huawei Freebuds 4i juga cocok digunakan saat bermain game. Latensi yang dimiliki cukup rendah sehingga membuat suara dari game tidak tertinggal. Suaranya yang jernih juga mampu membuat pengguna aware terhadap langkah musuh saat bermain game FPS.

Huawei Freebuds dijual dengan harga Rp. 1.199.000. Harga tersebut memang tidak bisa dibilang rendah. Akan tetapi dengan daya tahan baterai yang sangat panjang serta fitur-fitur yang dimiliki, TWS yang satu ini memang tidak terlihat memiliki harga yang mahal.

Sparks

  • Kinerja active noise cancelling yang baik
  • Kualitas suara yang bagus
  • Daya tahan baterai yang lama hingga 10 jam
  • Latensi yang kecil sehingga cocok untuk bermain game
  • Fungsi dasar yang cukup lengkap pada Huawei AI Life

Slacks

  • Suara bass kurang “nendang”
  • Kapasitas baterai case kurang besar
  • Aplikasi AI Life tidak updated pada Google Play

 

Bowers & Wilkins Luncurkan TWS Pertamanya, PI7 dan PI5

Pabrikan audio kenamaan asal Inggris, Bowers & Wilkins, baru saja mengungkap TWS perdananya. Bukan cuma satu, melainkan langsung dua sekaligus, yakni PI7 dan PI5. Seperti yang sudah bisa ditebak dari brand sekelas B&W, keduanya sama-sama mengusung desain yang tampak premium.

Wujud keduanya boleh serupa, tapi ada perbedaan yang cukup signifikan di antaranya. Khusus pada PI7, ia datang bersama sebuah charging case pintar yang merangkap peran sebagai adaptor Bluetooth, sehingga pengguna dapat menjadikan perangkat-perangkat non-Bluetooth sebagai sumber audio untuk PI7, atau bahkan sistem hiburan bawaan kabin pesawat sekalipun.

Caranya cukup dengan menyambungkan charging case menuju ke sumber audio yang diinginkan via kabel USB-C ke 3,5 mm yang termasuk dalam paket penjualan. Dari situ audio akan otomatis diteruskan ke kedua earpiece secara nirkabel. Sungguh ini merupakan kapabilitas unik yang sangat jarang ditemui di TWS lain.

Juga unik untuk PI7 adalah dukungan teknologi aptX Adaptive, yang mampu mengatur tingkat kompresi audio secara dinamis demi memastikan koneksi yang selalu stabil. Tentu saja perangkat ini juga menawarkan active noise cancellation (ANC) yang bersifat adaptif, dan total ada enam buah mikrofon yang tersematkan padanya.

Bowers & Wilkins PI5 / Bowers & Wilkins

PI5 di sisi lain hanya mengemas empat mikrofon, dan ia hanya menggunakan teknologi aptX versi standar. ANC masih menjadi fitur standar pada PI5, akan tetapi charging case-nya tidak bisa merangkap peran menjadi adaptor Bluetooth seperti milik PI7 tadi.

Untuk baterainya, PI7 diyakini mampu beroperasi hingga 4 jam dalam sekali pengisian, sedangkan charging case-nya bisa menyuplai hingga 16 jam daya ekstra. PI5 sedikit lebih baik, dengan daya tahan hingga 4,5 jam, dan 20 jam untuk charging case-nya. Kedua perangkat sama-sama tahan air dan debu dengan sertifikasi IP54, dan charging case-nya sama-sama mendukung pengisian secara nirkabel.

Di Amerika Serikat, Bowers & Wilkins saat ini telah memasarkan PI7 seharga $399, sedangkan PI5 jauh lebih terjangkau dengan banderol $249. Masing-masing tersedia dalam dua warna, yakni hitam dan putih, namun khusus untuk PI7, ada aksen emas baik di unit earpiece maupun charging case-nya.

Sumber: The Verge.

Beosound Emerge Adalah Speaker Nirkabel dengan Desain Menyerupai Buku

Bicara soal speaker, nama Bang & Olufsen selalu muncul sebagai salah satu opsi di kelas high-end bukan hanya karena jaminan kualitas suaranya saja, melainkan juga berkat desain produk-produknya yang amat estetis. Kalau perlu contoh, coba tengok speaker nirkabel terbaru mereka: Beosound Emerge.

Dirancang oleh firma desain asal London, LAYER, wujud Emerge sengaja dibentuk agar dapat langsung mengingatkan kita pada sebuah buku, dengan panel kayu yang membalut layaknya cover depan dan belakang buku. Penempatan logonya pun juga dibuat sedemikian rupa agar kelihatan seperti judul yang biasa kita jumpai di bagian samping buku.

Alternatifnya, bagi yang lebih menyukai desain yang lebih kontemporer, ada varian berwarna serba hitam yang menggunakan panel berbahan polimer. Grille-nya yang terekspos di atas logo Bang & Olufsen juga tidak dibalut oleh kain Kvadrat seperti pada varian warna satunya. Tanpa harus terkejut, perangkat ini pastinya bakal membaur dengan baik di atas sebuah rak buku.

Di balik wujudnya yang ringkas tersebut, Beosound Emerge tetap tidak mau berkompromi soal kualitas suara. B&O menyematkan tiga jenis driver yang berbeda: woofer berdiameter 100 mm, mid-range driver berdiameter 37 mm, dan tweeter berdiameter 14 mm. Masing-masing ditenagai oleh unit amplifier-nya sendiri, dengan total output daya sebesar 120 W.

Konektivitasnya pun juga lengkap dan sesuai ekspektasi konsumen akan sebuah speaker wireless modern. Selain Bluetooth 5.0 dan Wi-Fi, ia turut dilengkapi port untuk kabel Ethernet. Fungsionalitas Chromecast telah terintegrasi langsung, demikian pula dukungan Spotify Connect maupun AirPlay 2.

Emerge bukanlah speaker portable, yang berarti ia hanya bisa beroperasi selagi menerima asupan energi listrik via colokan USB-C. Pengguna bisa menghubungkan dua unit sekaligus untuk menciptakan setup stereo, atau bisa juga dengan melibatkan Emerge pada setup multi-room yang dimilikinya.

Terkait konektivitas ini, B&O memastikan Emerge masih akan tetap relevan dalam beberapa tahun ke depan berkat rancangan modular yang mereka terapkan, persis seperti yang terdapat pada speaker Beosound Level. Katakanlah ada teknologi streaming anyar yang lebih advanced lagi ke depannya, pengguna bakal bisa membeli modul streaming baru untuk Emerge, tidak perlu meminang speaker baru.

Rencananya, B&O bakal memasarkan Beosound Emerge secara global mulai bulan Oktober 2021. Di Amerika Serikat, ia dihargai $699 untuk varian yang berwarna hitam, atau $899 untuk varian yang berwarna emas.

Sumber: The Verge dan B&O.

DAC Portabel THX Onyx Diciptakan untuk Para Penikmat Audio Berkualitas Master

Bagi sebagian besar orang, DAC (digital-to-analog converter) bawaan smartphone atau laptop sudah lebih dari cukup. Kebanyakan mungkin malah tidak menyadari bahwa komponen inilah yang bertugas mengonversi sinyal-sinyal digital dari sebuah file audio menjadi output analog yang dapat didengar oleh telinga.

Sebaliknya, kalangan audiophile hampir bisa dipastikan selalu mengandalkan perangkat DAC terpisah, entah yang berukuran besar dan berat, maupun yang sangat portabel dan berwujud seperti adaptor USB ke 3,5 mm. Di kategori DAC portabel ini, salah satu penawaran terbaru yang cukup menarik untuk disoroti datang dari THX.

Dijuluki THX Onyx, wujudnya tergolong low profile dengan warna serba hitam. Sesuai ekspektasi, ia mengemas konektor USB-C dan port 3,5 mm di ujung satunya. Menyambungkan kedua konektor tersebut adalah seutas kabel pendek yang fleksibel, dan bagian konektor USB-nya juga dilengkapi magnet sehingga bisa menempel ke bagian utamanya demi memudahkan penyimpanan.

Selain di smartphone Android, perangkat ini juga bisa digunakan di iPhone dengan bantuan adaptor Lightning ke USB. Ya, memang jauh dari kata ideal karena harus menggunakan dongle demi dongle, tapi setidaknya kompatibilitasnya bisa tetap terjaga. Pada paket penjualan Onyx, THX turut menyertakan adaptor USB-C ke USB-A sehingga laptop yang tidak memiliki port USB-C pun tetap bisa dipasangi Onyx.

Kinerjanya sendiri ditunjang oleh chip DAC ES9281PRO besutan ESS yang ditandemkan dengan amplifier rancangan THX sendiri. Menurut THX, amplifier milik Onyx adalah yang paling perkasa yang pernah mereka buat untuk segmen mobile, dan sangat kapabel untuk menyalurkan daya yang cukup buat headphone kelas audiophile, yang umumnya memiliki impedansi jauh di atas rata-rata.

Format audio yang didukung cukup bervariasi; bukan cuma DSD (Direct Stream Digital), tapi juga MQA (Master Quality Authenticated) seperti yang digunakan oleh Tidal pada layanan paling premiumnya. Di samping logo THX pada perangkat, ada tiga indikator LED untuk menandakan kualitas audio yang sedang diputar (standar, DSD, atau MQA). Selain untuk menikmati musik, Onyx juga cocok untuk kegiatan menonton maupun gaming.

Di Amerika Serikat, THX Onyx saat ini telah dipasarkan dengan harga $200. Harganya lebih mahal $50 daripada DAC portabel besutan Astell & Kern yang diluncurkan belum lama ini, namun perangkat itu tidak mendukung format MQA.

Sumber: Engadget dan THX.

Skullcandy Dime Adalah TWS Murah Meriah Seharga $25

Setiap orang pasti punya kriteria prioritas tersendiri dalam memilih TWS. Ada yang memprioritaskan kualitas suaranya, ada yang mementingkan kenyamanannya, dan ada juga yang tidak mau membeli seandainya tidak ada fitur ANC (active noise cancellation). Namun tidak jarang juga prioritasnya adalah perkara harga.

Lebih menarik lagi adalah ketika harga yang terjangkau itu datang dari brand yang cukup terkenal. Perangkat yang akan kita bahas ini adalah salah satu contohnya. Namanya Skullcandy Dime, dan harga jualnya tidak lebih dari $25, atau sekitar 360 ribuan rupiah.

Di rentang harga ini, saya kira sulit mencari penawaran serupa dari brand audio kenamaan lainnya. Kata “Dime” bukan cuma mengindikasikan harganya yang murah, tetapi juga dimensinya yang mungil. Saking kecilnya, charging case-nya bahkan lebih ringkas ketimbang kebanyakan kunci mobil.

Melihat ukurannya yang imut-imut, tentu tidak adil jika kita memasang ekspektasi terkait baterai yang awet. Dalam sekali pengisian, Dime hanya bisa beroperasi selama 3,5 jam nonstop. Charging case-nya sendiri mampu menyuplai 8,5 jam daya ekstra, sehingga total daya tahan baterainya jika digabungkan adalah 12 jam.

ANC juga sudah pasti absen di sini, demikian pula fitur seperti pengoperasian berbasis sentuhan. Satu kompromi lain yang juga harus dimaklumi adalah port yang digunakan oleh charging case-nya, yang rupanya masih menggunakan Micro USB ketimbang USB-C.

Kalau semua itu bisa dimaklumi, maka semestinya Dime bisa menjadi alternatif yang menarik. Dime mengemas driver berdiameter 6 mm, dan eartip silikonnya bisa diganti-ganti dengan tiga ukuran yang berbeda. Perangkat juga diklaim tahan cipratan air dengan sertifikasi IPX4. Untuk mengoperasikannya — baik untuk mengatur volume atau memanggil voice assistant — pengguna bisa memanfaatkan sebuah tombol yang terdapat di masing-masing earpiece.

Semoga saja suara yang dihasilkannya tidak sekecil ukuran maupun harganya. Seperti yang saya bilang, Skullcandy Dime saat ini sudah dijual seharga $25 di Amerika Serikat. Pilihan warna yang tersedia ada empat: hitam, abu-abu, hijau, dan biru. Alternatifnya, tentu saja Skullcandy juga punya beberapa model TWS lain yang berharga lebih mahal sekaligus berfitur lebih lengkap.

Sumber: Digital Trends.

OPPO Enco X Adalah TWS Tercanggih OPPO Hasil Kolaborasinya Bersama Dynaudio

Melalui sebuah live stream yang diunggah ke YouTube tadi malam (31/3), OPPO Indonesia secara resmi memperkenalkan TWS terbaru sekaligus tercanggihnya, OPPO Enco X. Tidak main-main, perangkat ini merupakan hasil kolaborasi langsung antara OPPO dan brand audio terkemuka asal Denmark, Dynaudio.

Layaknya perangkat audio high-end, fokus utama Enco X adalah menghadirkan kualitas suara terbaik dalam desain yang premium. Hal ini dicapai lewat implementasi desain coaxial dual-driver yang umumnya hanya bisa kita jumpai pada perangkat-perangkat audio kelas atas. Jadi berbeda dari kebanyakan TWS yang umumnya hanya dibekali satu unit driver saja, Enco X mengemas dua unit driver yang berbeda pada masing-masing earpiece-nya.

Driver yang pertama adalah yang berjenis magnetic balanced membrane dengan diameter 6 mm, bertugas untuk mengatasi suara-suara pada frekuensi tinggi. Di belakangnya, ada dynamic driver sebesar 11 mm dengan tiga lapisan berbahan komposit yang bertanggung jawab untuk mengolah suara pada frekuensi menengah dan rendah. Keduanya diposisikan pada sumbu paralel demi memastikan hasil audio yang alami dan berkualitas tinggi.

Struktur driver yang unik itu bukanlah hasil penemuan secara instan. Selama pengembangan Enco X, OPPO sempat mengeksplorasi 30 jenis material dan 152 komponen yang berbeda, tidak ketinggalan pula 120 modifikasi struktural sebelum akhirnya memutuskan desain akustik finalnya.

Konfigurasi driver yang unik tersebut turut dikawinkan dengan fitur-fitur canggih lain, seperti misalnya teknologi Dynamic Bass Enhancement Engine (DBEE) 3.0 untuk meningkatkan kejernihan suara bass secara signifikan, maupun dukungan Low-Latency High-Definition Audio Codec (LHDC) yang memungkinkan proses streaming audio dalam resolusi yang lebih tinggi melalui Bluetooth (versi 5.2) sehingga range suara yang dihasilkan bisa lebih detail.

Seperti yang sudah bisa kita tebak dari suatu TWS kelas atas, Enco X turut dilengkapi fitur active noise cancellation (ANC) yang dapat diatur intensitasnya sesuai kebutuhan. Transparency Mode pun juga tersedia sehingga pengguna dapat mendengarkan suara di sekitarnya ketika dibutuhkan tanpa harus melepas perangkat dari telinganya.

Semua itu dikemas dalam rangka yang premium dengan bobot hanya 4,8 gram. Ketangguhannya dijamin oleh sertifikasi ketahanan air dan debu IP54, dan perangkat juga mendukung kontrol sentuh pada bagian tangkainya demi memudahkan penggunaan.

Terkait baterainya, Enco X diklaim bisa tahan sampai 5,5 jam pemakaian (tanpa ANC), atau total 25 jam kalau dipadukan bersama charging case-nya. Selain menggunakan kabel USB-C, charging case-nya juga dapat diisi ulang dengan memaanfaatkan Qi wireless charging.

OPPO Enco X

Enco X bisa dibilang merupakan akumulasi inovasi OPPO di bidang audio selama 15 tahun. Hal ini bisa kita lihat dari dua hal. Yang pertama adalah magnetic balanced membrane driver itu tadi, yang sebenarnya merupakan hasil miniaturisasi dari teknologi yang sama yang digunakan pada headphone OPPO PM-1. Kedua, charging case Enco X banyak mengadopsi elemen desain milik MP3 X3, yang tidak lain merupakan salah satu produk audio pertama OPPO dari 15 tahun yang lalu.

Mengenai pemasarannya, OPPO Enco X rencananya akan mulai dijual pada tanggal 7 April dengan harga resmi Rp2.199.000. Sebelumnya, OPPO juga akan menggelar flash sale eksklusif terlebih dulu di Shopee pada tanggal 4 – 6 April dengan promo cashback Rp200.000. Untuk warnanya, Enco X tersedia dalam pilihan warna hitam atau putih.