Audeze LCDi4 Adalah Earphone Planar Magnetic untuk Audiophile Berkantong Tebal

Lewat earphone iSine, Audeze sejatinya sudah membuktikan bahwa miniaturisasi teknologi planar magnetic sangat mungkin dilakukan, sehingga pada akhirnya earphone yang demikian ringkas sanggup menyuguhkan soundstage sekelas headphone berjenis over-ear. Sekarang, Audeze malah siap menjejakkan langkah yang lebih berani lagi lewat LCDi4.

Audeze LCDi4 bisa dibilang merupakan versi super-mini dari salah satu headphone unggulan Audeze, yakni LCD–4 yang harganya menyerempet angka $4.000. Ini dikarenakan Audeze telah menanamkan driver planar magnetic yang sama ke dalam LCDi4, lengkap hingga diaphragm super-tipisnya, hanya saja dimensinya diciutkan dari 106 mm menjadi 30 mm.

Selain mampu mereproduksi bass secara akurat di frekuensi 5 – 900 Hz, kelebihan LCDi4 ada pada distorsinya yang sangat minimal, tidak lebih dari 0,2% bahkan dalam volume tinggi sekalipun menurut klaim Audeze. Lebih lanjut, Audeze juga cukup percaya diri bahwa kualitas suara LCDi4 bakal terasa lebih koheren ketimbang earphone high-end lain yang mengandalkan lebih dari satu driver di masing-masing earpiece-nya.

Lebih besar dari mayoritas earphone, tapi masih sangat ringan dengan bobot masing-masing earpiece sekitar 12 gram / Audeze
Lebih besar dari mayoritas earphone, tapi masih sangat ringan dengan bobot masing-masing earpiece sekitar 12 gram / Audeze

Secara desain, LCDi4 mirip seperti iSine dengan bodi ala TIE Fighter yang merupakan buah pemikiran firma desain BMW Designworks. Bobot masing-masing earpiece-nya tidak lebih dari 12 gram, tapi Audeze juga telah melengkapinya dengan ear hook supaya terasa lebih nyaman lagi di telinga.

Wujudnya yang amat portable bukan berarti durabilitasnya dikorbankan begitu saja. Audeze memercayakan bahan magnesium sebagai konstruksi utama bodinya, sedangkan kabelnya dilapisi bahan Kevlar guna semakin meningkatkan ketahanannya.

Lalu tibalah kita pada harganya. Kalau LCD–4 dibanderol $3.995, Audeze memajang LCDi4 di situsnya seharga $2.495. Ia jelas bukan untuk semua orang, melainkan untuk para audiophile yang kemungkinan besar juga tergiur dengan portable music player terbaru Astell & Kern, yang tentunya sangat ideal disandingkan dengan LCDi4.

Sumber: Engadget.

Beyerdynamic Xelento Wireless Sajikan Performa Kelas Audiophile dengan Kenyamanan Wireless

Kualitas suara kelas audiophile dan konektivitas wireless kerap dianggap sebagai dua hal yang bertolak belakang. Namun Beyerdynamic menolak untuk beranggapan demikian. Ahli audio asal Jerman yang sudah sangat berpengalaman ini membuktikannya lewat Xelento Wireless.

Sesuai namanya, ia merupakan versi nirkabel dari earphone premium bernama Xelento Remote yang diperkenalkan pada event CES bulan Januari lalu. Beyerdynamic yakin superioritas di bidang kualitas suaranya tetap bisa dipertahankan walaupun harus mengadopsi teknologi wireless.

Untuk itu, Beyerdynamic telah menanamkan transducer Tesla pada masing-masing earpiece milik Xelento Wireless. Menyokong inovasi engineering ini adalah chipset Bluetooth yang telah mendukung codec aptX HD. Pun demikian, saat digunakan bersama iPhone maupun perangkat lain yang tidak mendukung codec tersebut, Xelento Wireless akan otomatis beralih ke aptX biasa atau AAC.

Desain premium dipadukan dengan kualitas suara kelas atas dan konektivitas wireless tentunya harus ditebus dengan harga yang tinggi / Beyerdynamic
Desain premium dipadukan dengan kualitas suara kelas atas dan konektivitas wireless tentunya harus ditebus dengan harga yang tinggi / Beyerdynamic

Baik chip Bluetooth maupun baterainya disimpan dalam tabung aluminium yang ada pada ujung kabelnya. Silinder kecil ini bisa dijepitkan ke baju, sedangkan baterainya diperkirakan bisa bertahan selama lima setengah jam penggunaan, dengan charging yang mengandalkan sambungan micro USB – Anda tetap bisa menyambungkan kabel dengan jack 3,5 mm saat baterainya habis.

Sisanya, perangkat ini identik dengan Xelento Remote yang punya banderol harga abnormal di angka $999. Beyerdynamic Xelento Wireless sendiri sudah dilepas ke pasaran seharga $1.199. Kaum audiophile sebaiknya segera menyiapkan tabungan mereka.

Sumber: The Verge dan Beyerdynamic.

Astell & Kern Kann Siap Jalankan File Audio Paling Hi-Res yang Anda Punyai

Astell & Kern tidak punya banyak pesaing di segmen portable music player (PMP) kelas high-end. Selama beberapa tahun mereka cukup rajin menelurkan produk-produk untuk memuaskan obsesi para audiophile, dan di tahun 2017 ini mereka belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

Sebagai buktinya, lahirlah Astell & Kern Kann, PMP terbaru yang secara spesifik dirancang sebagai perangkat all-rounder, namun di saat yang sama tidak melupakan standar audiophile yang selama ini diusung brand asal Korea Selatan tersebut.

Kriteria tersebut mereka penuhi lewat chip DAC tunggal AKM AK4490 yang sanggup mengolah file audio Hi-Res hingga resolusi 32-bit/382 kHz, jauh lebih tinggi ketimbang yang ditawarkan Astell & Kern AK70, yang sendirinya sudah berada di atas rata-rata. Sebuah amplifier terintegrasi dipercaya untuk menyuplai daya bahkan bagi headphone yang paling ‘rakus’ (berimpedansi tinggi) sekalipun.

Desain khas Astell & Kern masih bertahan: panel depan didominasi layar, ditemani kenop volume di sebelah kanan / Astell & Kern
Desain khas Astell & Kern masih bertahan: panel depan didominasi layar, ditemani kenop volume di sebelah kanan / Astell & Kern

Secara fisik Astell & Kern masih mempertahankan gaya desainnya yang cukup khas: panel depan didominasi layar, dengan kenop volume di sebelah kanan. Namun khusus untuk Kann ini, saya melihatnya sepintas seperti power bank buatan pabrikan mobil Lamborghini.

Bodinya memang cukup tebal, tepatnya setebal 25,6 mm. Namun di baliknya tertanam baterai berkapasitas 6.200 mAh, yang diperkirakan sanggup bertahan selama 14 jam nonstop. Bodi yang besar ini juga memungkinkan Astell & Kern untuk menjejalkan konektivitas yang melimpah pada Kann.

Kann mengemas sepasang output headphone; satu 3,5 mm dan satu lagi 2,5 mm bersifat balanced. Sebuah port micro USB bisa dimanfaatkan untuk mengirim output audio via USB, atau memperlakukan perangkat sebagai USB DAC. Untuk keperluan transfer data dan charging, Kann sudah mengandalkan standar terbaru yaitu USB Type-C.

Selain mengemas memory internal, Kann juga siap mengakomodasi micro SD dan SD card sekaligus / Astell & Kern
Selain mengemas memory internal, Kann juga siap mengakomodasi micro SD dan SD card sekaligus / Astell & Kern

Perangkat dibekali memory internal sebesar 64 GB, akan tetapi pengguna dapat memperluasnya lebih lagi dengan bantuan micro SD (sampai 256 GB) dan SD card (sampai 512 GB), sehingga jika ditotal Anda punya sekitar 832 GB untuk menyimpan file audio Hi-Res yang rata-rata memang berukuran sangat besar.

Astell & Kern tidak melupakan penikmati headphone Bluetooth, dimana Kann sudah mendukung codec aptX HD yang diyakini lebih superior ketimbang aptX standar. Pengoperasiannya sendiri mengandalkan layar sentuh beresolusi 800 x 480, dengan sistem operasi Android yang telah dimodifikasi.

Seperti halnya produk Astell & Kern lain, Kann tidak ditujukan untuk semua konsumen, apalagi mengingat harganya dipatok $999. Anda harus benar-benar termasuk sebagai penikmat musik yang serius seandainya Anda rela mengucurkan dana sebesar itu untuk sebuah portable music player.

Sumber: The Verge dan Astell & Kern.

Rockit Log Ialah Speaker Audiophile dari Potongan Kayu Rancangan Mantan Pesepak Bola Jay DeMerit

Beats by Dr. Dre, Soul by Ludicrous, House of Marley, hingga kolaborasi Jay-Z bersama Skullcandy, produk-produk audio yang didukung oleh nama selebriti di belakangnya bukanlah hal baru. Metode ini terbukti ampuh dalam mendongkrak penjualan, padahal jika kita teliti, masih banyak perangkat alternatif berperforma serupa yang ditawarkan di harga lebih terjangkau.

Diperkenalkan di situs Kickstarter, Rockit Log sekilas mengusung teknik pemasaran serupa brand-brand ternama di atas. Di sana, Rockit Log dideskripsikan sebagai speaker audiophile berbahan kayu rancangan mantan kapten tim sepa bola Vancouver Whitecaps FC, Jay DeMerit. Bahan kayu tersebut diambil dari bekas potongan-potongan pohon, dipilih secara seksama buat menghasilkan suara berkualitas.

Rockit Log 3

Faktanya, Rockit Log bukanlah sekedar produk audio ‘bersenjata’ ketenaran nama selebriti. Sebelum memulai kariernya sebagai pesepak bola, DeMerit adalah seorang mahasiswa jurusan desain produk industri di University of Illinois, Chicago.

Karena masing-masing bahannya berbeda, tak ada speaker Rockit Log yang sama, masing-masing merupakan produk unik. DeMerit dan timnya memilih bahan kayu cedar, fir dan hemlock bermutu yang jatuh atau ditinggalkan. Selanjutnya, bahan-bahan itu diolah dan dirancang untuk memproduksi nada lembut – produsen mengklaim profil suara dari Rockit Legs berbeda dari speaker wireless lain. Ketiga jenis kayu tersebut umumnya juga dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan gitar dan biola.

Rockit Log 2

Penampilan Rockit Log sangat menarik. Cone diposisikan di tengah-tengah kayu, diameternya kurang lebih 30cm. Desainer membubuhkan pegangan di sisi atasnya dan stand agar speaker bisa berdiri tegak, meski ia tidak betul-betul ‘portable‘ karena bobotnya mencapai 5kg. Di sisi positifnya, ketika speaker wireless lain memiliki output antara 1- sampai 5-Watt, Rockit Log menghidangkan suara berkekuatan 60-Watt. Unit baterai lithium ion di dalam sendiri siap menyajikan musik selama 10 jam non-stop, dapat diisi ulang lewat port USB.

Rockit Log

Proses pemakaiannya simpel, tanpa memerlukan setup. Anda bisa segera menyambungkannya ke music player via Bluetooth atau tinggal mencolokkan kabel AUX dari audio system ke speaker. Semua konektivitas fisik (USB, AUX 3,5mm, power) dan tombol navigasi (power, volume) dapat Anda temukan di sisi belakang. Selain itu, Rockit Log juga dibekali fitur NFC.

Saat ini DeMerit dan tim masih melangsungkan kampanye pengumpulan dana di Kickstarter. Mereka membutuhkan modal US$ 50 ribu untuk mulai memproduksi Rockit Log, rencananya akan dijajakan di harga retail US$ 400. Khusus para backer, speaker bisa dimiliki dengan mengeluarkan uang US$ 200 saja.

Gaming Sampai Audiophile ‘Pemula’, Sennheiser Punya Headset yang Tepat Untuk Anda

Mampu memengaruhi manusia memaknai lingkungan di sekitarnya, bagi Sennheiser, suara memainkan peranan penting di berbagai konten hiburan. Sang spesialis audio asal Jerman itu tanpa lelah memperluas jajaran produk, menawarkannya ke lebih banyak segmen konsumen. Dan di triwulan terakhir tahun ini, Sennheiser membawa banyak sekali headphone baru ke Indonesia.

Sennheiser 2016 6

Hal paling menarik di event peluncuran pada tanggal 20 Oktober kemarin ialah, produk-produk di sana bukanlah hidangan eksklusif audiophile. Lalu siapa target pasarnya? Perangkat-perangkat ini ditujukan untuk pecinta musik casual, gamer, dan seperti kata marketing manager Wee Hong, konsumen yang ingin mencoba jadi audiophile tanpa perlu ‘membakar isi kantong’. Headphone-headphone tersebut terdiri atas varian HD 500 Series, HD 2 serta HD 4 yang stylish, headset gaming serta terdapat pula sepasang amplifier.

Sennheiser 2016 9

 

HD 2 Series

Sennheiser 2016 2

Terdiri dari tiga model, yaitu HD 2.10, HD 2.20s dan HD 2.30 i/G, penampilan anggota keluarga HD 2 Series memang berbeda, tapi masih mempunyai benang merah di sisi desain: stylish, ramping, dan foldable. Masing-masing punya karakteristik berbeda: HD 2.10 lebih all-rounder, menjanjikan proyeksi dan respons suara stereo dinamis; HD 2.20s fokus pada vokal dan soundstage tanpa mengorbankan bass; lalu HD 2.30 i/G merupakan varian paling seimbang dan mumpuni di antara ketiga HD 2 Series.

Sennheiser 2016 10

 

HD 4 Series

Masih tetap mengusung struktur foldable, HD 4.20s dan HD 4.30 i/G mempunyai earcup lebih besar, berperan sebagai pembaruan dari HD 461 dan HD 471. Di keluarga 4 Series, HD 4.20s memberikan Anda output seimbang, respons akustik detail serta bass bertenaga. Soundstage HD 4.30 i/G sendiri diklaim ‘lebih hidup’, suara akustiknya bersih dipadu bass ‘dinamis yang kaya’. Sennheiser meng-upgrade beberapa aspek seperti mengganti komposisi material sehingga lebih kuat, juga membubuhkan bantalan yang lebih empuk.

Sennheiser 2016 1

Wee Hong bilang, kehadiran HD 2 dan 4 Series membuat pengalaman mendengarkan musik di perjalanan berubah dari ‘good to go’ menjadi ‘great to go’.

Sennheiser 2016 5

 

HD 500 Series

Keluarga HD 500 Series menjadi primadona di acara kali ini, diramu untuk menghidangkan home entertainment jempolan dan terbaik di kelasnya. Sang marketing manager bilang, headphone-headphone ini sangat pas buat audiophile pemula. Penampilan mereka hampir serupa, perbedaanya hanya terletak pada komposisi warna.

Sennheiser 2016 11

HD 559

Diracik untuk ‘membuka potensi’ home audio, karakter suaranya hangat dengan nada menengah dan tinggi yang jernih. Kapabilitas bass-nya lebih kuat dibandingkan saudara-saudarinya, ditopang transducer 38mm 50-ohm, memanfaatkan desain open around ear. Earpad lembutnya dapat Anda ganti.

HD 569

Sennheiser 2016 16

Rupa dan pemilihan warnanya hampir mirip HD 559, termasuk kehadiran kabel dettachable sepanjang 3m (ada bonus kabel lebih pendek dengan colokan 3,5mm juga) dengan jack 6,3mm, bass ialah spesialisasi HD 569: jangkauannya tinggi, jernih, dentumannya menonjol, lalu headphone mampu memisahkan suara vokal dan bass secara optimal.

HD 579

Sennheiser 2016 15

Warna keperakan HD 579 mewakilkan sejumlah kapabilitas premium. Ditopang driver besutan Sennheiser sendiri, headphone mampu menghasilkan audio seimbang di mana nada mengenah dan tinggi terdengar sangat detail. Bass-nya juga tidak berlebihan, terasa halus karena sengaja dikontrol secara optimal. Oh, HD 579 juga sudah dibekali kemampuan soundstage 3D.

HD 599

Sennheiser 2016 14

Namun untuk menikmati musik-musik binaural recording secara memuaskan, saya pribadi sangat merekomendasikan HD 599. Performa open headset ini dalam menyajikan audio tiga dimensi tak kalah jempolan dari produk-produk yang lebih mahal. Kemampuannya mensimulasikan jarak antara telinga dengan sumber suara sangat luar biasa.

 

Gaming

Enggannya Sennheiser berkompromi pada mutu menjadi penghalang bagi gamer untuk meminang headset-headset terdahulu. Namun belakangan, mereka mulai mengubah strategi. GSP 300, sebuah headphone gaming terjangkau diperkenalkan bersama sepasang amplifier – GSX 1000 dan GSX 1200 Pro – di Gamescom 2016. Dan baru di bulan ini, GSP 350 menyusul, dipersenjatai audio surround 7.1. Anda tidak mau yang standar? Jangan cemas, Sennheiser turut membawa PC 373D ke tanah air.

GSP 300 & 350

Seperti yang pernah dibahas sebelumnya, perbedaan penampilan pada kedua headphone ini hanya terletak pada warna bantalan. GSP 300 mempunyai padding biru, dan GSP 350 warna merah. Sennheiser menjelaskan bahwa GSP 300 lebih pas dipergunakan oleh penikmat game di console karena hanya di PC kemampuan channel 7.1 milik GSP 350 bisa diakses. Keduanya dibekali boom mic ber-noise cancelling, sudah lulus uji ketahanan, dan Sennheiser berani memberikan garansi internasional selama dua tahun.

Sennheiser 2016 18

Sennheiser 2016 19

PC 373D

Meski sama-sama menyimpan teknologi Dobly 7.1 Surround Sound seperti GSP 350, PC 373D berada beberapa tingkatan di atasnya. Rancangannya premium dengan bantalan beludru mewah, diklaim sangat nyaman dipakai di waktu lama. Output suara dapat Anda konfigurasi lewat software, lalu Sennheiser tidak lupa mencantumkan teknologi noise-cancelling level profesional di mic-nya.

Sennheiser 2016 17

Sennheiser 2016 12

GSX 1000 & 1200 Pro

Via kedua amplifier ini, Anda bisa merasakan audio binaural serta ditawarkan keleluasaan pengaturan equalizier. Tak cuma game, GSX 1000 dan 1200 Pro dapat pula digunakan untuk mendongkrak kualitas penyajian musik sampai film. Anda bahkan dipersilakan mengatur volume sidetone (memungkinkan kita mendengar suara sendiri).

Sennheiser 2016 21

Sennheiser 2016 20

Daftar harga masing-masing produk bisa Anda lihat di bawah:

  • HD 2.10 – Rp 900 ribu
  • HD 22.0s – Rp 1,33 juta
  • HD 2.30 i/G – Rp 1,66 juta
  • HD 4.20s – Rp 1,49 juta
  • HD 4.30 i/G – Rp 1,82 juta
  • HD 569 – Rp 3 juta
  • HD 579 – Rp 3,4 juta
  • HD 599 – Rp 4,2 juta
  • GSP 300 – Rp 1,66 juta
  • GSP 350 – Rp 2,3 juta
  • PC 373D – Rp 4,95 juta
  • GSX 1000 – Rp 3,78 juta
  • GSX 1200 Pro – Rp 4,2 juta

Sennheiser 2016 3

Sennheiser 2016 8

Sennheiser 2016 4

Astell & Kern XB10 Ubah Headphone Apapun Menjadi Wireless

Salah satu kalangan pengguna yang paling terpukul dengan hilangnya jack headphone pada iPhone 7 mungkin adalah para audiophile. Bagaimana tidak, headphone kesayangan mereka yang umumnya berharga mahal tak lagi bisa digunakan dengan smartphone terbaru Apple tersebut.

Tentunya mereka akan merasa keberatan kalau diminta untuk membeli headphone baru yang berkonektor Lightning. Mungkin bukan masalah dana, tetapi mereka sudah terlanjur jatuh cinta dengan kualitas suara dan kenyamanan yang ditawarkan headphone andalannya. Lalu apa solusinya?

Salah satunya datang dari Astell & Kern, nama yang sudah tidak asing lagi di telinga para audiophile. Produsen perangkat pemutar musik kelas atas tersebut belum lama ini mengumumkan perangkat unik bernama XB10 yang merupakan perpaduan dari DAC, headphone amp dan Bluetooth transmitter.

Tancapkan headphone pada XB10, seketika juga headphone menjadi wireless / Astell & Kern
Tancapkan headphone pada XB10, seketika juga headphone menjadi wireless / Astell & Kern

Premis yang ditawarkan cukup sederhana, dimana Anda nantinya bisa mengubah headphone apa saja menjadi headphone Bluetooth. Cukup sambungkan kabel headphone ke XB10, lalu perangkat tersebut akan menyambung ke smartphone lewat Bluetooth 4.2. XB10 memanfaatkan codec aptX HD dan DAC berkualitas yang akan memastikan kualitas suara terbaik dari konektivitas nirkabel serta sanggup mengolah file audio beresolusi 24-bit/128kHz.

Kehadiran sebuah amplifier dalam XB10 menjadikannya sebagai perantara headphone dan smartphone yang bisa diandalkan. Sederhananya, pengguna tetap bisa menggunakan headphone yang mempunyai impedansi tinggi dan membutuhkan amplifier terpisah untuk bisa mereproduksi suara dalam volume yang optimal.

XB10 mengemas dua macam jack headphone: 3,5 mm dan 2,5 mm. Kontrol volume dan playback bisa diakses lewat tombol-tombol fisik di sekujur permukaan atas XB10. Menariknya, XB10 akan menghentikan musik secara otomatis ketika ada panggilan telepon masuk, dan pengguna bisa berbicara melalui mikrofon terintegrasinya.

Kontrol volume dan playback bisa diakses lewat XB10 / Astell & Kern
Kontrol volume dan playback bisa diakses lewat XB10 / Astell & Kern

XB10 datang bersama sebuah klip yang bisa dijepitkan di celana atau di mana pun pengguna mau demi memudahkan akses. Soal kompatibilitas, XB10 sejatinya bisa digunakan bersama perangkat apapun yang mendukung codec aptX. Masalahnya, banyak orang tidak tahu kalau iPhone tak pernah mendukung codec ini, dan Apple juga tidak mengungkap detail untuk iPhone 7 terkait hal ini.

Mungkin saja iPhone 7 akhirnya membawa dukungan aptX, mengingat Apple juga baru saja mengumumkan AirPods. Terlepas dari itu, Astell & Kern sendiri mencantumkan label iPhone pada artikel blog mengenai XB10, dan smartphone lain seperti Moto Z yang juga tidak memiliki jack headphone masih kompatibel.

Astell & Kern XB10 saat ini sudah mulai dipasarkan dengan banderol $189 – seharga sebuah headphone kelas menengah ke atas, tapi masih jauh lebih murah dibanding produk-produk super-premium besutan Astell & Kern lainnya.

Sumber: Digital Trends dan Astell & Kern.

Devialet Gold Phantom Ialah Speaker Bertenaga 4.500-Watt Dengan Bass Membahana

Namanya mungkin jarang kita dengar, tapi Devialet merupakan brand terpercaya di kalangan audiophile di Perancis, terkenal akan produk amplifier audio high-end. Speaker Phantom mereka mengejutkan khalayak dengan penampilan tak biasa (mirip miniatur pesawat alien), serta kemampuan menyajikan suara berkualitas tinggi dipadu konektivitas yang luas.

Sejauh ini, lini Phantom terdiri dari dua tipe: model standar dan Silver Phantom dengan 3000-Watt. Namun sepertinya Devialet tidak mau berpuas diri. Belum lama mereka menyingkap speaker baru yang lebih canggih, menggeser Silver Phantom dari posisi flagship. Devialet memperkenalkan Gold Phantom Implosive Sound, speaker berkekuatan 4.500-Watt, delapan kali lebih bertenaga dari Phantom biasa, sanggup mencapai volume tertinggi di 108-desibel.

Dengan 108-desibel, artinya suara Gold Phantom lebih lantang dari motor, hampir selevel konser musik rock. Audio dimaksudkan agar memengaruhi tubuh, sanggup menghidangkan output paling rendah yang bisa dihasilkan speaker, yaitu 14Hz. Melihat spesifikasinya, beberapa orang mungkin akan menganggapnya biasa saja, tapi perlu diketahui: ukuran Gold Phantom tergolong kecil, kira-kira hanya sebesar dua buah pemanggang roti.

Devialet Gold Phantom 2
Area gloss di sana menggunakan emas rose 22-karat.

Meski wujudnya kecil, Gold Phantom tidak kesulitan mengguncang tembok dan furnitur rumah Anda. Mereka yang memahami cara kerja subwoofer dan speaker tahu bahwa untuk menghasilkan bass, perangkat harus mempunyai ruang internal cukup besar buat pergerakan udara. Gold Phantom hanya memiliki ruang enam-liter, dan sisanya ditangani oleh rangka aluminium di dalam.

Gold Phantom mengusung tweeter dari titanium murni, diklaim sebagai jenis material terbaik, dengan rasio kekuatan dan kepadatan paling tinggi. Alhasil, tercapailah angka 27kHz, frekuensi ultrasonic yang melewati batas pendengaran telinga manusia. Speaker turut dibekali teknologi ADH Intelligence garapan Devialet sendiri, mengombinasi ampilfikasi analog (class A) serta kekuatan amplifikasi digital (class D). Rancangannya dilindungi oleh tidak kurang dari 102 paten.

Devialet Gold Phantom 3
Bentuknya mirip miniatur pesawat alien.

Menariknya lagi, kata ‘gold‘ bukanlah sekedar penamaan. Area glossy di Gold Phantom betul-betul menggunakan bahan emas rose 22-karat.

Devialet Gold Phantom didukung segi konektivitas yang lapang, bisa tersambung via Wi-Fi, Bluetooth, Ethernet serta secara optik, dan kompatibel dengan Spotify Connect dan Apple AirPlay; dapat menyuguhkan musik dari smartphone, tablet, PC, TV, CD sampai vinyl.

Harganya sudah pasti tidak murah. Satu unit Devialet Gold Phantom dihargai hampir US$ 3.000, mulai didistribukan pada tanggal 14 Juli nanti.

Via Tech Crunch. Sumber: Devialet.

Pabrikan Gitar Ternama Fender Kini Jualan Earphone

Setelah memproduksi gitar selama lebih dari enam dekade, Fender memperluas cakupan bisnisnya menuju ranah headphone. Perusahaan yang bermarkas di Arizona, Amerika Serikat tersebut kini tak lagi melayani permintaan para pemusik saja, tetapi juga para pendengar lewat lini earphone perdananya, Fender In-Ear Monitor Series.

Guna memberikan kualitas yang terbaik, Fender tidak serta-merta bereksperimen di bidang yang baru buat mereka ini tanpa ada dasar pengalaman sama sekali. Mereka mengakuisisi Aurisonics, pabrikan headphone asal AS yang terkenal di kalangan audiophile maupun musisi profesional, memanfaatkan aset dan pengalamannya guna merancang earphone dengan label Fender di atasnya.

Total ada lima model earphone yang diperkenalkan. Sebagian di antaranya merupakan model yang pernah dijual Aurisonics, akan tetapi telah disempurnakan di berbagai aspek semenjak proses akuisisinya rampung. Kelimanya mengemas driver yang terbuat dari material titanium, sedangkan beberapa model kelas atasnya mempunyai desain yang diklaim bisa terasa nyaman di telinga 95 persen konsumen.

Masing-masing model juga mengandalkan konfigurasi driver yang berbeda. Ada yang memakai driver berjenis balanced armature, ada juga yang memadukan balanced armature dengan dynamic driver. Tidak kalah penting, kelimanya disertai kabel konektor yang bisa dilepas-pasang.

Fender In-Ear Monitor Series

Soal harga, rentangnya antara $99 sampai $499. Model yang paling murah adalah DXA1 Pro, yang mempunyai case semi-transparan dan ideal untuk digunakan dengan smartphone. Kemudian ada FXA2 Pro seharga $199 yang ditargetkan buat para bassist ataupun drummer.

Model yang ketiga, FXA5 Pro, dihargai $299 dan mengemas sepasang driver balanced armature. Di atasnya lagi ada FXA6 Pro seharga $399 yang memadukan driver balanced armature tunggal dengan dynamic driver. Terakhir, FXA7 Pro seharga $499 menjanjikan kualitas suara yang terbaik berkat penggunaan sepasang driver balanced armature dan dynamic driver.

Sumber: The Verge dan Fender.

Lewat X-Fi Sonic Carrier, Creative Resmi Bermain di Ranah Sound Bar Audiophile

Bagi user veteran, nama Creative Labs pasti pernah ‘singgah’ di PC. Dahulu mereka terkenal dalam produksi dan distribusi sound card Sound Blaster, hingga era Windows 95 tiba. Sekarang tiap sistem sudah memiliki kartu suara on-board, dan kualitasnya terus meningkat. Performa audio kini bergantung dari mutu speaker, dan belum lama Creative mengungkap sebuah kejutan.

Menggunakan CES 2016 sebagai batu lompatan, Creative mencoba menantang sejumlah brand home audio ternama melalui produk sound bar flagship pertama mereka. Sang produsen asal Singapura itu menamainya X-Fi Sonic Carrier. Produk diklaim mengusung sebuah konsep baru dalam bidang penyuguhan audio, mendukung segala macam platform hiburan, serta dikemas dalam kemudahan pemakaian.

Layaknya sound bar, X-Fi Sonic Carrier memiliki tubuh memanjang. Terdapat 11 speaker diarahkan ke depan dan samping untuk menciptakan surround, terdiri atas delapan buah midbass aluminium cone 2,75-inci dan tiga super tweeter titanium 0,75-inci. Mereka didukung motor dan sistem suspensi, demi memastikan output-nya rendah distorsi. Sistem disusun dengan konfigurasi 11.2.4, menghasilkan 800-watt.

Creative Labs X-Fi Sonic 01

Tentu saja tiap-tiap pemilihan bahan mempengaruhi perfoma. Cone aluminium yang kaku digunakan buat memproduksi midrange natural, dan memastikan detail tidak hilang. Super tweeter titanium sendiri mampu beroperasi di luar bandwithaudible‘, dimaksudkan supaya reproduksi suara berfrekuensi tinggi tetap bersih dan akurat. Ia memiliki respons frekuensi 40kHz, ideal buat memaksimalkan kinerja rekaman suara beresolusi tinggi.

X-Fi Sonic Carrier mengombinasi Dolby Atmos dan Creative EAX 15.2 Dimensional Audio. Lewat Dolby Atmos, user memperoleh sensasi jarak dari sumber suara, misalnya bunyi helikopter yang melesat di atas kepala. Creative EAX dimanfaatkan untuk mengekstrak, mengolah, dan meningkatkan mutu suara dari material-material legacy. Hasilnya, X-Fi Sonic Carrier sanggup menangani output konser musik klasik sampai film.

Creative Labs X-Fi Sonic 02

Buat engine audio dan video, sound bar ditenagai tujuh prosesor dengan total 14 core, menopang baik audio playback resolusi tinggi di channel 15.2 dan streaming video hingga 4K 60fps. X-Fi Sonic Carrier dilengkapi konektivitas Bluetooth, Wi-Fi, serta link speaker-to-speaker sampai 4 unit subwoofer. Sebagai solusi future-proof, sistem bisa di-upgrade di waktu ke depan.

Umumnya, Creative terkenal dengan speaker-speaker terjangkau. Tapi X-Fi Sonic Carrier merupakan produk audio istimewa, dan boleh dibilang merupakan barang kelas audiophile. Produsen membanderolnya seharga US$ 5.000, diperkirakan akan tersedia pada bulan September 2016.

Sumber: Creative.com.

Sennheiser Pamerkan Headphone Terbaik dan Termahal di Dunia

Di awal 90-an, Sennheiser memulai misi untuk menciptakan headphone terbaik di dunia. Demi memperoleh hasil optimal, para teknisi diminta mengesampingkan faktor harga. Tidak lama terciptalah produk audiophile legendaris bernama Orpheus. Hanya 300 unit yang diproduksi, hingga kini ia masih menjadi buruan kolektor. Dan kisah Orpheus ternyata belum berakhir.

Di awal bulan November ini, perusahaan audio asal Jerman itu mengebohkan banyak orang dengan mengumumkan jelmaan teranyar dari Orpheus. Sennheiser berhasil memecahkan rekor mereka sendiri. Headset seharga belasan ribu dolar tersebut terpaksa memberikan ‘gelar terbaik’ pada produk generasi baru, yaitu model HE1060/HEV1060. Kabarnya, Sennheiser membutuhkan dua dekade demi merampungkannya.

Sennheiser Orpheus 01

Sebelum memasuki pembahasan lebih kompleks, Orpheus HE1060/HEV1060 mempunyai satu premis sederhana: Anda mungkin sudah mendengarkan lagu favorit ribuan kali, namun dengan Orpheus, Anda akan dibawa ke tingkatan kualitas yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Karena tidak mau mengambil jalan pintas dan berkompromi soal mutu, Sennheiser cuma sanggup memproduksi 250 pasang headphone Orpheus dalam setahun.

Sennheiser Orpheus merupakan produk istimewa, baik secara penampilan, maupun ketika Anda mengenakannya di kepala. Ketika diaktifkan, HE1060/HEV1060 tidak ‘terburu-buru’ dalam mengeluarkan suara. Ia akan memanaskan tube amplifier hingga mencapai suhu optimal, kemudian baru siap menangani musik di vinyl, CD atau file beresolusi tinggi. Jangkauan suaranya antara 8Hz hingga lebih dari 100kHz. Level distorsinya juga sangat sangat rendah, paling rendah dari produk audio high-end: 0,01 persen di 1kHz, 100dB SPL.

Sennheiser Orpheus 03

HE1060/HEV1060 adalah headphone electrostatic pertama ber-amplifier Cool Class A MOS-FET yang diintegrasikan di ear cup – meminimalisir hambatan kapasitif, sehingga dorongan impuls dua kali lebih efisien dibanding solusi lain. Ear cup menyimpan elektroda keramik emas, lalu terdapat pula diafragma platinum-vaporized setipis 2,4-mikrometer. Daftar penggunaan logam mulia tidak berhenti sampai di sini: kabel OFC-nya dilapisi perak supaya arus listrik berjalan lancar.

Seperti sang pendahulu, Orpheus HE1060/HEV1060 bukanlah headset portable. Ia didesain untuk ditaruh di meja layaknya benda seni. Bagian headphone dan amplifier marmer tidak bisa dipisah, diimpor dari Carrara, Italia. Berdasarkan sedikit riset di internet, sumber batu yang sama juga digunakan seniman Michelangelo buat menciptakan pahatan. Bantalan ear cup memanfaatkan kulit asli lembut, berkonstruksi microfiber bebas-alergi.

Sennheiser Orpheus 02

Sennheiser Orpheus kabarnya mulai diproduksi di Jerman pada pertengahan tahun depan. Ingin memilikiknya? Siapkan uang kira-kira US$ 55 ribu.