Lakukan “Rebranding”, Blanja Bidik Nilai Transaksi Jadi Rp2 Triliun Tahun Ini

Setelah dua tahun berdiri, Blanja, portal marketplace besutan Telkom dan eBay, mulai menunjukkan giginya di tengah persaingan layanan e-commerce Tanah Air dengan cara rebranding. Target yang ingin dicapai lewat strategi ini adalah meningkatkan nilai transaksi meningkat jadi US$150 juta atau setara dengan Rp2 triliun pada tahun ini.

Bila dibandingkan dengan pencapaian di tahun sebelumnya, Blanja mengklaim berhasil mencetak nilai transaksi sebesar US$100 juta atau setara Rp1 triliun.

Sejumlah rebranding yang dilakukan Blanja mulai dari perubahan logo yang bernuansa warna merah, tampilan situs dengan menampilkan fitur baru. Mulai dari produk eBay, brand store, promo partner, pengisian pulsa, dan lainnya.

[Baca juga: DScussion #74: eBay dan Kemitraan dengan UKM Binaan BUMN Jadi Tulang Punggung Blanja]

CEO Blanja Aulia E Marinto mengatakan lewat strategi rebranding diharapkan awareness masyarakat terhadap merek Blanja dapat meningkat hingga berbagai pelosok. Perusahaan telah menganggarkan sejumlah dana dari anggaran belanja tahunan sekitar 60%-80% untuk beriklan di televisi.

“Kami harapkan dari rebranding ini bisnis Blanja akan meningkat karena market makin kompetitif. Dua tahun lalu itu belum maksimal karena kami masih fokus bangun fondasi yang kokoh. Kami juga akan bidik posisi masuk ke tiga atau lima besar pemain e-commerce dalam beberapa tahun mendatang,” ujarnya, Rabu (29/3).

Alasan Blanja melakukan rebranding, sambung Aulia, karena banyak momentum strategis dalam tubuh Blanja. Di antaranya penetapan Blanja sebagai layanan e-commerce BUMN oleh Kementerian Negara BUMN melalui Program Rumah Kreatif BUMN (RKB). Berangkat dari situ, Blanja menjadi marketplace bagi produk 118 BUMN beserta produk UKM binaannya.

Momentum ini menjadi sinergi strategis untuk membawa produk asli Indonesia menembus pasar nasional sekaligus internasional. Selain itu, Blanja telah menyediakan 500 juta produk eBay dalam listingnya. Kedua hal ini diklaim menjadikan Blanja situs e-commerce marketplace dengan produk terbanyak di Indonesia.

“Blanja merupakan investasi bisnis masa depan Telkom yang selaras dengan rencana jangka panjang kami untuk bertransformasi menjadi digital-telco,” ujar Direktur Keuangan Telkom Indonesia Harry M Zan.

Berdasarkan hasil kinerja Blanja selama dua tahun berdiri, Aulia mengklaim Blanja telah menghimpun sebanyak 2 ribu transaksi harian, dengan jumlah pengunjung lebih dari 9 juta orang per tahun lalu.

Fokus bangun lima fondasi

Aulia melanjutkan dua tahun adalah masa Blanja mempersiapkan dan memperkuat fondasi, mempelajari, dan memahami keunikan pasar Indonesia serta menemukan formula yang tepat untuk akhirnya dapat menghadirkan Blanja Tanpa Batas.

Kelima fondasi tersebut bila dirinci, pertama terletak di sisi pengadaan talenta. Kini jumlah karyawan di Blanja mencapai 160 orang dengan komposisi 80% di antaranya berusia kurang dari 30 tahun. Kedua, melengkapi bisnis operasional dari sisi penjual, pembeli, transaksi, logistik, settlement, dan sistem pembayaran. Blanja juga melengkapi pelayanan konsumen yang dapat dijangkau dari berbagai medium.

Ketiga, melengkapi platform dan infrastrukturnya. Kini situs Blanja dapat menampung 10 juta pengunjung dengan 7 juta transaksi dan lainnya.

Keempat, pengadaan listing lebih dari 500 juta produk asli Indonesia dan brand pilihan eBay. Terakhir, dari sisi pemasaran, yang menyentuh offline dan offline, serta memperkuat kemitraan dengan Telkomsel, bank dan Himbara, serta brand lainnya.

“Kemitraan strategis dari Telkom, eBay, dan Kementerian BUMN menjadi journey baru Blanja setelah dua tahun fokus membangun lima fondasi bisnis yang kokoh,” pungkas Aulia.

Application Information Will Show Up Here

DScussion #74: eBay dan Kemitraan dengan UKM Binaan BUMN Jadi Tulang Punggung Blanja

Didukung Telkom dan raksasa e-commerce eBay, Blanja mencoba memperkuat posisinya sebagai salah satu layanan e-commerce terdepan di Indonesia. Di tahun 2017 ini Blanja akan melakukan rebranding untuk menjangkau lebih banyak pelaku UKM dan pengguna di Indonesia.

Dalam edisi DScussion berikut ini, CEO Blanja Aulia Marinto mengungkapkan keunikan dan rencana Blanja. Ia juga bercerita soal cara kepemimpinannya yang mendukung inovasi.

Dampak Pembukaan API Produk Perbankan di Mata Pelaku E-Commerce

Sebenarnya sejak dulu banyak yang menganggap membuka teknologi seperti API (application programming interface) ke khalayak umum, terutama bagi bank, adalah hal yang haram. Pasalnya teknologi ini memungkinkan terjadinya tindakan moral hazard yang bisa mengancam aspek perlindungan konsumen. Aspek ini merupakan pedoman yang harus diutamakan bagi industri jasa keuangan dalam berbisnis.

Pemain e-commerce, sebagai salah satu industri yang cukup berkembang di Indonesia, membutuhkan ekosistem pendukung untuk memajukan bisnis mereka. Salah satu adalah sistem pembayaran.

Saat ini, sistem pembayaran layanan e-commerce yang paling populer adalah transfer antar rekening bank. Sayangnya, saat menggunakan bank transfer sistem pengecekannya kebanyakan masih dilakukan secara manual. Bank yang memfasilitasinya belum membuka API agar bisa diakses secara otomatis oleh penjual e-commerce.

Di Indonesia, perbankan yang sudah membuka layanan API untuk produk tabungan adalah Bank Central Asia (BCA). Layanan tersebut diresmikan pada awal tahun ini. Layanan API BCA yang siap digunakan adalah transfer, informasi saldo, mutasi rekening, lokasi ATM, status pembayaran Sakuku, pembayaran Sakuku, info kurs, dan suku bunga deposito.

BCA menetapkan biaya sebesar Rp 200 per hit API untuk informasi saldo, mutasi rekening, dan transfer.

Bank lainnya yang sedang mempersiapkan pembukaan API tabungan adalah Bank Mandiri. Hal ini dikonfirmasi langsung Direktur Digital Perbankan dan Teknologi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans.

“Ya, ada arah ke sana [pembukaan API tabungan]. Semoga bisa [diluncurkan] tahun ini,” ucap Rico kepada DailySocial.

Ketua Umum idEA Aulia E Marinto mengatakan dengan adanya inovasi API, maka pelaku e-commerce dapat melakukan berbagai hal seperti transfer, mutasi rekening ataupun cek saldo melalui API. Salah satu contoh bentuk praktis adalah otomatisasi proses rekonsiliasi, khususnya untuk penerimaan pembayaran melalui ATM.

“Dengan API ini, pemain e-commerce dapat mengetahui secara real time apabila ada aktivitas pada rekening bank yang bersangkutan. Selain itu banyak praktek lainnya seperti perhitungan AR/AP tanpa melibatkan perhitungan secara manual,” terangnya kepada DailySocial.

Ada efek samping

Founder dan CEO Ralali Joseph Aditya mengatakan layanan pembukaan API tabungan dari bank sebenarnya adalah hal yang sangat dibutuhkan pemain e-commerce. Dampak positifnya sangat besar yakni mendapat kemudahan transaksi di situs dan memudahkan pengecekan akun.

Sebelumnya mereka harus melakukan pengecekan secara manual dengan login satu per satu. Mengenai harga yang diberikan API BCA, menurut Joseph, hal inilah yang menjadi perhatian utama pemain e-commerce.

“Karena kalau transaksi naik, jadi lumayan kenanya [biaya]. Mungkin sebaiknya ada paket atau harga progresif, jadinya akan lebih menarik memperbanyak early adopter,” kata dia kepada DailySocial.

Hal yang senada diutarakan CTO Jualio Fahmi Bafadhal. Menurutnya, keterbukaan bank mengenai akses API dapat memicu inovasi terhadap kemudahan pembayaran yang makin banyak. Terlebih transaksi terbesar pemain e-commerce kebanyakan masih berasal dari bank transfer.

Dari sisi pembeli, sambung Fahmi, akan lebih nyaman menggunakan akun bank-nya dan seharusnya makin minim kesalahan.

“Dari sisi harga, pastinya memberatkan. Cuma lagi-lagi bisa dibandingkan dengan cost yang keluar jika harus hire CS untuk cek bank transfer. Mungkin strateginya yang perlu di-adjust.”

BCA sebagai pelopor

Semangat yang ingin disampaikan BCA adalah memungkinkan para pelaku fintech ataupun e-commerce dapat terkoneksi dengan layanan perbankan BCA dan berkesempatan menikmati beragam informasi dan transaksi BCA secara cepat dan mudah.

“Pengembangan sudah dilakukan sejak tahun lalu. API nanti mudah bisa untuk lihat saldo, mutasi, rekening, cek valuta asing, nanti ada pengembangan sehingga developer e-commerce tinggal pakai API kita langsung bisa nyambung,” terang Wakil Presiden Direktur BCA Armand W Hartono.

Data terakhir menyebut ada 17 layanan e-commerce yang tergabung dalam API BCA. Hingga akhir 2017, BCA berharap dapat menggandeng 100 layanan e-commerce sebagai pengguna API BCA.

BCA telah menginvestasikan sekitar Rp4 miliar untuk membangun sistem API. Tiap tahunnya, investasi BCA untuk pengembangan IT naik 7%-8%. “Kalau untuk digital banking investasinya pasti nggak akan berakhir,” kata Executive Vice President Information Technology BCA Hermawan Tendean.

Ia mengaku saat ini kontribusi API terhadap revenue memang masih kecil karena sekali akses dikenakan biaya. Pihaknya mengaku akan kembali mengevaluasi karena ada masukan dari industri yang mengatakan harganya terlalu mahal.

“Itu aja ada masukan dari industri bahwa terlalu mahal. Kami evaluasi lagi berapa nilai ideal supaya bisa diterima mereka.”

Berdasarkan catatan BCA, per Desember total transaksi digital per hari mencapai 18 juta transaksi. Sedangkan frekuensi transaksi ATM mencapai 153 juta dengan nilai Rp 170 triliun. Transaksi mobile banking sebanyak 65 juta per bulan dengan nilai Rp 60 triliun. Lalu untuk transaksi di internet banking tembus 129 juta dengan nilai Rp 77 triliun.

Adapun total nasabah BCA yang sudah memanfaatkan layanan perbankan digital mencapai separuh dari total nasabah yang kini berjumlah 14 juta orang.

Miskonsepsi tentang Omnichannel

Dalam diskusi panel yang diadakan pada hari kedua Internet Retailing Expo (IRX) Indonesia 2017 beberapa hari yang lalu, ada pernyataan yang menarik yang disampaikan oleh CEO aCommerce Hadi Kuncoro dalam diskusi bertemakan kesiapan Indonesia dalam menyambut omnichannel di masa depan.

Hadi mengungkapkan industri e-commerce di Indonesia masih jauh dari layanan omnichannel, meski sudah ada beberapa pemain e-commerce yang menyatakan bahwa mereka fokus ke model bisnis omnichannel.

Menurut dia, model bisnis yang mereka jalani justru termasuk ke dalam pengertian multichannel. Menurut pemahaman Hadi, omnichannel memiliki basis utama kepuasan konsumen sebagai tolak ukurnya.

Dia menitikberatkan perbedaan kepuasan pelanggan saat belanja online tetapi harus mengambil barang secara offline dengan mendatangi toko ritel dari e-commerce bersangkutan. Kemudian membandingkan lagi dengan konsumen yang masuk ke toko ritel untuk berbelanja secara konvensional, setelah transaksi selesai konsumen keluar dari toko dengan menenteng barang belanjaan.

“Misal orang mau beli sepatu di toko, tapi tidak ada stoknya. Lalu, ketika dicek di toko online ada. Ngapain dia ke toko? Ini kan jadinya toko online sebagai alternatif. Baru bisa disebut omnichannel kalau konsumen datang ke toko dan online dapat experience yang sama. Ada miskonsepsi di sini yang harus diperbaiki” terang Hadi.

Hadi melanjutkan, seharusnya omnichannel itu bila diibaratkan ketika konsumen berbelanja di berbagai platform, tingkat kepuasannya harus sama. Baik dari sisi diskon, pengalaman, pembayaran, hingga pengiriman. Menurut dia, perjalanan menuju omnichannel itu berawal dari multichannel.

Pun demikian, Hadi juga tidak bisa memprediksi kapan Indonesia sudah siap memasuki omnichannel. Pasalnya, konsep multichannel saja baru-baru ini masuk Indonesia.

“Menurut saya belum ada [pemain e-commerce yang benar-benar implementasi omnichannel dengan baik di Indonesia]. Secara ekosistemnya saja masih jauh, Indonesia baru masuk tahap multichannel. Tapi apakah dari tahap ini bisa mengarah ke omnichannel? Bisa, tetapi setelah kepuasan pelanggan puas di manapun belanjanya.”

Hadi lebih menyukai untuk menyebut konsep yang saat ini dibilang omnichannel sebagai multichannel. aCommerce pun menyesuaikan diri dengan beberapa perusahaan e-commerce yang menyatakan diri sebagai pemain omnichannel, di mana kebetulan adalah klien perusahaan.

Program loyalitas adalah contoh omnichannel

Menurut pandangan Hadi, saat ini di Indonesia yang baru bisa disebut sebagai omnichannel adalah barang tak beraset. Salah satu contoh terdekatnya adalah program loyalitas.

Konsepnya konsumen belanja dari platform manapun, baik itu online dan offline, mereka akan tetap mendapat keuntungan yang sama saat menukarkan poinnya dalam bentuk online atau offline.

“Non aset itu bisa jadi lebih duluan disebut omnichannel karena kan yang aset itu ada inventory, jadinya lebih susah. Program loyalitas itu tools-nya sama, experience-nya sama, sehingga bisa disebut sebagai omnichannel. Tapi kan yang namanya omnichannel itu experience-nya dalam cakupan yang luas.”

Menelaah omnichannel vs multichannel

Menurut pandangan saya, apa yang dikatakan Hadi mungkin ada benarnya tapi juga mungkin ada tidaknya. Mengacu pada pengertian omnichannel yang disebut TechTarget, adalah pendekatan multichannel yang berusaha menyediakan berbagai layanan kepada pelanggan dengan mengutamakan kepuasan berbelanja, entah mereka berbelanja lewat desktop, perangkat mobile, telepon, atau datang ke toko offline.

Yang membedakan antara kepuasan konsumen omnichannel dengan multichannel adalah ada integrasi yang nyata dari front end sampai back end demi menciptakan kepuasan yang sama.

(Sumber: Kana)
(Sumber: Kana)

Apa yang dituliskan TechTarget, senada dengan pernyataan yang saya temukan dari HubSpot. Mereka bilang, pada intinya omnichannel itu adalah defisini dari pendekatan penjualan multichannel yang menyediakan pengalaman belanja yang terintegrasi.

Konsumen dapat berbelanja online dari desktop, perangkat mobile, telepon, atau toko dengan proses yang mulus. Menurut HubSpot, yang membedakan antara pengalaman omnichannel dengan multichannel terletak di kedalaman integrasi.

Semua pengalaman omnichannel akan menggunakan multiple channel, tapi tidak semua multichannel tergolong omnichannel. Jika Anda memiliki strategi pemasaran mobile yang baik, terlibat kampanye media sosial, dan situs web yang dirancang dengan baik. Namun tidak dapat bekerja sama satu sama lainnya, itu bukan omnichannel.

HubSpot menyampaikan, banyak perusahaan yang sangat terfokus pada peningkatan pengalaman multichannel dengan berinvestasi di situs, blog, atau media sosial. Mereka menggunakan platform tersebut untuk berhubungan dengan pelanggan. Tapi banyak kasus menunjukkan bahwa konsumen masih mengalami pengalaman yang kurang seamless dan konsisten.

Padahal, pendekatan secara omnichannel ini menjadi jalan untuk berinteraksi antara perusahaan dengan konsumen. Semangat yang ingin disampaikan dari omnichannel adalah memberikan pengalaman yang terintegrasi.

Menurut HubSpot, ada beberapa perusahaan yang menghadirkan konsep omnichannel dengan tepat. Misalnya Disney, Virgin Atlantic, Bank of America, Oasis, REI, Starbucks, dan Chipotle.

Dalam praktiknya, Starbucks memberikan kartu reward gratis setiap kali konsumen berbelanja di sana. Bedanya dengan program loyalitas konvensional lainnya, Starbucks memberikan akses kepada konsumen untuk mengakses kartu reward tersebut via handphone, situs, toko, dan dalam aplikasi.

Setiap ada transaksi dengan kartu tersebut, Anda secara otomatis akan mendapat notifikasi secara real time dari berbagai channel.

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Aulia E Marinto menyampaikan pihaknya tidak dalam hal menyanggah apa yang disampaikan oleh Hadi. Sejatinya konsep omnichannel itu adalah hal yang baru di Indonesia sehingga tingkat kesuksesannya belum bisa dibuktikan.

Menurut dia, omnichannel itu adalah kombinasi dari praktik model bisnis online to offline (O2O). Dari yang ada sekarang, sambungnya, praktik omnichannel biasanya dilakukan oleh peritel offline yang sudah memiliki banyak gerai.

“Sah sah saja [berpendapat kontra] karena memang pada kenyataannya praktik omnichannel belum semasif channel biasa. Ini kan bagian dari inovasi yang akan terjadi di masa depan, bagaimana shopping journey bisa lebih seamless dengan menggabungkan pengalaman belanja online dan offline jadi satu, itu tantangannya. Karena muncul tantangan, jadinya timbul inovasi,” ucap Aulia.


Disclosure: DailySocial adalah media partner Internet Retailing Expo Indonesia 2017

Blanja Luncurkan Kanal Belanja Khusus eBay

PT Metraplasa (Blanja), layanan e-commerce patungan dari Telkom Indonesia dan eBay, melakukan soft launching untuk situs kanal belanja eBay untuk konsumen Indonesia, ebay.blanja.com. Produk yang disediakan diklaim pihak Blanja mencapai 500 juta produk dari seluruh dunia dengan tujuh kategori utama, mulai dari otomotif, fesyen, digital, hingga mainan.

Seluruh proses pengiriman dilakukan dari Amerika Serikat dengan jaminan lama pengiriman antara 10 hari hingga 25 hari. Penyelesaian transaksinya dilakukan dengan cara bank transfer atau kartu kredit.

“Ini masih tahap pertama. Ke depannya kami akan kembangkan beberapa fitur penyempurnaan. Kami perlu edukasi konsumen, sebab kanal ini memberikan experience belanja di eBay dengan cita rasa lokal. Sebelumnya, untuk belanja di eBay butuh PayPal atau kartu kredit,” terang CEO Blanja Aulia E Marinto kepada DailySocial.

Hadirnya kanal eBay di Indonesia, lanjut Aulia, diharapkan bisa jadi salah satu pilihan para pelancong, sebagai sasaran konsumen utama. Mereka sebelumnya bepergian keluar negeri hanya untuk belanja, kini bisa memilih barang langsung yang mereka inginkan dari rumah

“Mereka [pelancong] bisa browsing barang dulu yang mereka sasar dari sini, bisa banding-bandingkan harganya, lalu saat ketemu barangnya bisa belanja dari eBay. Tentu akan lebih murah, dibandingkan mereka harus datang langsung ke sana.”

Komitmen serius eBay di Indonesia

Untuk menangkap peluang bisnis e-commerce di Indonesia, komitmen eBay terlihat cukup serius ingin menjadikan Blanja sebagai kendaraan utamanya di Indonesia, menghadapi kompetitor lokal seperti Tokopedia atau OLX. Sekaligus menghadapi kompetitor dari skala global yang sudah perlahan membidik Indonesia, di antaranya Amazon.

Salah satu upayanya, terlihat dari partisipasi awal suntikan dana dari eBay ke Blanja sejak 2012, membuka kantor perwakilannya di Indonesia pada awal tahun ini, hingga kembali menyuntikkan dana segar ke Blanja sebesar $10 juta di pertengahan 2016. Saat ini porsi kepemilikan eBay di saham Blanja sebesar 40% dan sisanya (60%) dimiliki Telkom

Di kesempatan terpisah, sebelumnya Aulia mengungkapkan Blanja membidik nilai transaksi (Gross Merchandise Value/GMV) sebesar Rp1 triliun di 2020. Strategi yang dilakukan adalah merampungkan proses pembangunan fundamental di internal perusahaan, mulai dari penyempurnaan aplikasi Blanja, menambah user experience, dan talenta yang berkualitas.

“Sejak awal kita berdiri, fokusnya adalah membuat fundamental yang kokoh selama dua hingga tiga tahun. Kami menargetkan seluruh proses tersebut akan selesai pada akhir tahun ini. Sebab, tahun depan saya baru mau sangat ngebut mencetak nilai transaksi Rp1 triliun di 2020,” ujarnya.

Realisasi lain yang telah dilakukan Blanja adalah menjadikan Blanja sebagai etalase online produk UMKM binaan BUMN. Integrasi ini didasari oleh semangat yang sama yaitu ingin memperluas jangkauan produk UMKM ke seluruh Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

Tahunnya Layanan E-Commerce “Niche”

Dalam artikel Mencari “Pemenang” Layanan E-Commerce di Indonesia, ada catatan menarik tentang makin maraknya layanan e-commerce lokal yang menawarkan produk ‘niche’ di tanah air. Dengan potensi yang ada, diprediksi layanan e-commerce yang fokus di produk tertentu bakal semakin booming setelah general marketplace kini dikuasai pemain besar berkantung tebal.

Di Indonesia sendiri layanan e-commerce dengan produk ‘niche’ sudah cukup lama hadir. Layanan fashion commerce seperti Berrybenka, Zalora, Hijup dan Sale Stock sudah membuktikan kesuksesan mereka menjadi layanan fashion commerce yang termasuk dalam kategori ‘niche’ di tanah air.

Layanan e-commerce lain yang selanjutnya mulai menawarkan produk niche di antaranya yaitu Asmaraku, Fabelio, Kukuruyuk, Cipika, Ku ka, Limakilo, Qlapa, adalah beberapa layanan e-commerce yang berada dalam kategori sektor B2C dan kebanyakan didominasi pemain lokal.

Di tahun 2016 ini bisa dibilang adalah tahunnya layanan e-commerce niche di Indonesia. Sepanjang tahun banyak layanan e-commerce yang muncul secara khusus menghadirkan produk unik, beda dan menarik untuk masyarakat Indonesia. Sebut saja KinerjaMall, Kufed, Gogobli, Heritage.id, Loko, Oto.com, Gordi, Konsula.

Alasan startup tersebut didirikan cukup beragam, mulai dari ingin memberikan pilihan baru hingga kesulitan untuk menemukan produk khusus yang diinginkan di Indonesia.

Strategi pemasaran, akuisisi pelanggan, dan monetisasi

Selain ingin menghadirkan produk yang khusus, salah satu alasan utama kenapa akhirnya layanan e-commerce baru menghadirkan produk yang ‘niche’ adalah kesulitan untuk bersaing dengan layanan e-commerce besar yang sebelumnya telah lama hadir di Indonesia. Banyaknya kategori dan pilihan produk yang serupa di layanan e-commerce besar menjadi fokus utama layanan e-commerce ‘niche’ melancarkan produknya kepada masyarakat.

“Kita secara khusus memilih produk terbaik dan unik yang dibutuhkan oleh pembeli, jika produk tidak ada di situs kami, proses request khusus juga bisa kami hadirkan,” kata CEO Kufed Andrew Buntoro.

Memanfaatkan celah baru yang kemudian banyak dikembangkan oleh layanan e-commerce ‘niche’ dalam hal ini adalah memberikan penawaran lebih kepada pembeli yang secara khusus tertarik untuk membeli produk yang sulit didapatkan di tanah air dengan memberikan layanan pelanggan yang istimewa.

Di sisi lain kurasi produk yang ketat dan pilihan juga menjadi salah satu modal utama dari layanan e-commerce ‘niche’ untuk bersaing dengan layanan e-commerce yang lebih ‘mainstream‘ seperti yang dilakukan oleh KinerjaMall dan Heritage.id.

“Untuk memastikan tidak ada penjual yang menyediakan produk yang sama kami lakukan proses penyaringan secara ketat. Kita ingin pembeli dengan nyaman menemukan produk yang berbeda dari berbagai penjual bukan hanya satu saja,” kata CEO PT Kinerja Pay Indonesia Deny Rahardjo.

Kendala terbesar tentunya adalah meyakinkan pelaku UKM yang tinggal di luar pulau Jawa untuk berjualan secara online melalui beragam layanan e-commerce yang ada. Masih minimnya awareness di kalangan tersebut merupakan tantangan terbesar yang dihadapi layanan e-commerce ‘niche’ lokal.

“Kami banyak melihat pengrajin yang tinggal diluar pulau Jawa menghasilkan produk buatan Indonesia yang bagus dan berkualitas, namun dikalangan mereka masih enggan untuk menciptakan lebih banyak produk dan cukup ‘happy‘ menjadi penjual ‘average‘ saja tanpa motivasi untuk membuat produk yang lebih,” kata CMO Heritage.id Muhammad Taufiq.

Dengan berbagai kendala dan tantangan yang ada, masing-masing layanan e-commerce ‘niche’ tersebut mengklaim memiliki cukup banyak pengguna aktif dan angkanya pun terus meningkat. Produk yang ‘niche’ pun jika dikemas dengan menarik akan mendatangkan pembeli lokal hingga asing. Hal tersebut memungkinkan untuk melakukan monetisasi secara perlahan tapi pasti.

Kompetitor baru bagi layanan e-commerce populer

Dalam kesempatan khusus, COO Bukalapak Willix Halim sempat memberikan komentarnya terkait dengan makin maraknya layanan e-commerce yang ‘niche’ dan bagaimana kehadiran mereka bakal mengguncang layanan e-commerce yang sudah memiliki nama besar di tanah air.

“Dengan pertumbuhan teknologi dan dunia startup yang begitu pesat, pasti marketplace dan e-commerce ‘niche’ akan muncul baik itu offline maupun online. Menurut saya, dengan munculnya marketplace ‘niche’ yang meramaikan Indonesia adalah hal yang positif,” kata Willix.

Willix juga menambahkan saat ini ‘niche market’ telah berhasil menjadi perusahaan ‘billion dollar‘ di Amerika. Contohnya seperti yang terjadi pada Airbnb yang niche dengan penyewaan rumah dan apartemen.

Strategi yang paling ideal menghadapi kehadiran kompetitor baru ini, menurut Willix, sepenuhnya mengandalkan inovasi dan menjadi sebuah layanan yang “berbeda”.

Product-driven teams didukung dengan data-driven culture dan branding kita yang lebih mainstream yang tentunya sesuai dengan brand DNA kami. Selain itu, kami juga akan terus fokus kepada para UKM, baik itu pengguna maupun pembeli di Bukalapak. Karena growth atau pertumbuhan itu dapat dilihat dari berbagai segi, tidak hanya angka untuk mencapai dan menjadi yang pertama,” kata Willix.

Strategi lain yang telah dilakukan oleh layanan e-commerce besar seperti elevenia adalah dengan memperbanyak produk-produk unik berasal dari berbagai komunitas di Indonesia untuk memanfaatkan platform elevenia untuk berbagi dan berjualan. Saat ini elevenia sendiri telah memiliki kanal khusus yang dibuat untuk pembeli yang tertarik dengan produk seperti hobi, gadget, hingga olah raga yang terbilang ‘niche’ dan unik.

“Pada dasarnya kami terbuka menerima semua produk yang unik dari berbagai komunitas hingga layanan e-commerce baru yang ingin menjual di elevenia. Dengan demikian bakal lebih banyak pilihan untuk pembeli setia kami di elevenia,” kata Branding & Business Intelligent elevenia Bayu Setiaji Tjahjono.

Dengan cara tersebut, elevenia mengklaim bisa memperkaya jumlah produk yang ada, sekaligus menjalin hubungan baik dengan komunitas yang kebanyakan menjadi sumber terbaik untuk produk khusus dan tergolong ‘niche’.

Prospek layanan e-commerce niche di tahun 2017

Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (iDEA) Aulia E Marinto mengatakan maraknya layanan niche e-commerce menunjukkan sisi positif bahwa inovasi bakal terus terjadi. Konsumen bakal semakin mudah mendapatkan barang-barang yang mereka inginkan. Sedangkan dari sisi tantangannya, menurutnya, tidak bakal jauh dengan bisnis e-commerce lainnya, misalnya soal digital marketing. Hanya saja, target pasar mereka lebih spesifik, tidak seperti target bisnis e-commerce pada umumnya.

Keberadaan niche e-commerce yang kian ramai, otomatis menjadi pesaing bagi e-commerce yang horizontal. Pasalnya, konsumen bukan lagi membeli barang karena melihat brand dari situs, melainkan ketersediaan barang yang mereka butuhkan.

“Inovasi model bisnis e-commerce yang vertikal bakal terus berkembang ke depannya. Malah dari bisnis sudah terbilang vertikal tersebut, bisa kembali di-vertikal-kan. Contohnya, dari yang sebelumnya hanya jual baju saja, bisa di-vertikal-kan menjadi hanya jual baju untuk pesta saja. Peluangnya masih besar, bahkan yang horizontal pun sekarang masih memulai,” terang Aulia kepada DailySocial.

Aulia, yang juga CEO Blanja, menambahkan kehadiran pemain niche e-commerce di satu sisi memang jadi kompetitor. Namun, pihaknya meyakini ke depannya bakal ada kolaborasi yang tercipta antara keduanya. Horizontal e-commerce memiliki sejumlah keuntungan dari segi traffic yang lebih tinggi. Hal ini bisa menjadi daya tarik untuk vertical e-commerce mencoba peluang berjualan di horizontal e-commerce.

One day bisa saja teman-teman di vertical e-commerce gabung ke Blanja karena ingin memanfaatkan traffic yang tinggi. Sebab, menurut saya, umumnya pemain vertical e-commerce itu biasanya bukan dari model marketplace, tapi dari ritel online. Di Blanja, kami tidak jual barang, tapi menyediakan ekosistem bagi orang yang ingin menjual barangnya.”


Marsya Nabila berkontribusi untuk pembuatan artikel ini

Paket Kebijakan Ekonomi XIV dan Urgensi Aturan untuk Industri E-Commerce

Bisnis e-commerce atau perdagangan digital yang dijalani Lazada, Berrybenka, Zalora, Bhinneka, atau lainnya adalah bisnis yang memiliki potensi besar. Pemerintah pun harus turun tangan untuk mengatur dan membuat regulasi, yang kemudian dituangkan ke dalam Paket Kebijakan Ekonomi XIV yang baru saja terbit. Namun, pernahkah di benak Anda muncul pertanyaan mengapa hanya sektor e-commerce saja yang diatur pemerintah, sedangkan bisnis digital sendiri ada banyak jenisnya?

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia Ersyah Marinto memberikan suaranya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dia bilang, masyarakat harus memandang sektor e-commerce sebagai sesuatu yang sifatnya transaksi online yang menjadi payung utama dari seluruh industri pendukung, mulai dari logistik, pembayaran, UKM sebagai penyuplai, pembuat aplikasi, infrastruktur, dan lainnya.

“E-commerce itu masih istilah umum saja, tidak tertentu hanya menjadi model bisnis pemain tertentu yang sudah besar saja berjualan fesyen atau elektronik saja. Dalam peta jalan e-commerce, adalah transaksi online yang melibatkan banyak pihak,” terangnya saat dihubungi DailySocial, Jumat (11/11).

Dia melanjutkan, keanekaragaman industri dalam ekosistem e-commmerce juga tercermin dalam anggota yang terdaftar di idEA. Dari total anggota 285 perusahaan, itu terdiri atas berbagai ranah bisnis. Mulai dari perbankan, infrastruktur, iklan baris, logistik, marketplace, ritel online, payment gateway, travel, dan lainnya.

Aulia mengatakan, “E-commerce jadi perlu didorong oleh pemerintah sebagai langkah percepatan pertumbuhan ekonomi digital. Maka dari itu lahirlah Paket Kebijakan Ekonomi XIV.”

Pemerintah ingin tangkap potensi valuasi bisnis digital $10 miliar di 2020

Dikutip dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan bahwa Indonesia memang memerlukan peta jalan e-commerce untuk dapat memperluas dan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat secara efisien dan terkoneksi secara global. Ini untuk mendukung visi yang dimiliki pemerintah yang ingin menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020.

Indonesia sendiri saat ini adalah salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia yang jumlahnya mencapai 93,4 juta orang dan memiliki pengguna smartphone mencapai 71 juta. Potensi besar inilah yang menjadi alasan pemerintah untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dengan valuasi bisnis sebesar $10 miliar dan nilai industri e-commerce mencapai $130 miliar di tahun 2020.

“Peta jalan e-commerce sekaligus dapat mendorong kreasi, inovasi, dan inovasi kegiatan ekonomi baru di kalangan generasi muda. Pemerintah merasa perlu menerbitkan Peraturan Presiden tentang peta jalan tersebut,” ujar Darmin, kemarin (10/11).

Ada delapan fokus utama kebijakan dari peta jalan e-commerce

Dalam Perpres tentang Peta Jalan E-Commerce ini ada delapan fokus utama kebijakan yang menjadi perhatian pemerintah, yaitu pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi, keamanan siber, dan project management office (PMO).

[Baca juga: Ringkasan Peta Jalan E-Commerce Indonesia]

Untuk perpajakan, pemerintah akan memberikan insentif pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi di startup, menyederhanakan izin bagi startup e-commerce yang omzetnya di bawah Rp4,8 miliar dengan PPh final 1%.

“Kita khawatir kalau enggak diatur pajak ini, malah susah. Tapi kalau dibilang pajaknya mengikuti standar yang berlaku, sampai dengan omzetnya capai Rp4,8 miliar ya kenanya 1%,” terang Darmin, dikutip dari Bisnis.

Peta jalan juga merinci pendanaan untuk mempermudah dan memperluas akses e-commerce dengan beberapa skema. Contohnya, KUR untuk tenant pengembangan platform, hibah dari pemerintah untuk inkubator bisnis bimbingan, dan dana Universal Service Obligation (USO) untuk UMKM digital dan startup e-commerce.

Di samping itu juga akan mengatur perihal angel capital yang diperlukan startup saat masih tahap merugi, seed capital dari Bapak Angkat, dan crowdfunding yang dananya dihimpun dari kelompok tertentu.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menambahkan pemerintah masih mengkaji perihal besaran dana bantuan pemerintah dan bentuk dukungan yang bakal diberikan oleh pemerintah untuk startup yang potensial. Bentuknya bisa berupa subsidi atau hibah.

“Atau bisa kombinasi dari keduanya. Sumber dananya dari APBN atau dari PNBP. Ini sedang disiapkan,” ucapnya.

Dia menjanjikan 31 inisiatif yang merupakan pokok turunan dari delapan poin utama paket kebijakan, aturannya ditargetkan dapat rampung pada Januari 2017.

Blanja Bidik Transaksi 1 Triliun Rupiah di 2020

Blanja, marketplace patungan (joint venture) antara TelkomMetra dan eBay, membidik nilai transaksi (Gross Merchandise Value / GMV) sebesar Rp 1 triliun di 2020. Untuk itu, proses pembangunan fundamental di internal perusahaan pun ditargetkan kelar tahun ini, agar pada 2017 fokus mengejar pertumbuhan bisnis sudah bisa dilakukan.

Aulia E Marinto, CEO Blanja, mengatakan proses fundamental kini tengah dirampungkan. Salah satunya, mengembangkan aplikasi smartphone, menambah fitur user experience, dan sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, membangun fundamental penting guna menciptakan fondasi yang kuat agar saat melakukan ekspansi besar-besaran, struktur dasar menjadi lebih kokoh.

“Sejak awal kita berdiri, fokusnya adalah membuat fundamental yang kokoh selama dua hingga tiga tahun. Kami menargetkan seluruh proses tersebut akan selesai pada akhir tahun ini. Sebab, tahun depan saya baru mau sangat ngebut mencetak nilai transaksi Rp1 triliun di 2020,” ujarnya saat ditemui DailySocial, Kamis (21/7).

Untuk pengembangan aplikasi smartphone, lanjut dia, dalam waktu dekat akan segera diluncurkan. Pasalnya, proses tersebut sudah mencapai 90% dan rencananya aplikasi tersebut dapat diunggah oleh pengguna Android dan iOS.

Selain itu, ada beberapa fitur tambahan yang diharapkan dapat meningkatkan pengalaman seller dan buyer saat berkunjung ke Blanja misalnya fitur re-order dan lainnya yang kini masih dikembangkan.

Sebelumnya diberitakan tahun ini Blanja mendapat pendanaan baru dari kedua pemegang saham sebesar Rp330 miliar. Menurut Aulia, mayoritas penggunaan dana tersebut akan dialokasikan untuk belanja iklan, pengembangan teknologi, operasional, dan menambah SDM.

Dia menjelaskan, seluruh dana tersebut dinilai cukup untuk memacu peningkatan fundamental di perusahaan bahkan hingga tahun depan saat mulai gencar ekspansi bisnis. “Dengan adanya funding baru ini, kami yakin kebutuhan dana sampai tahun depan bakal tercukupi karena bisnis dapat memanfaatkan jaringan yang dimiliki Telkom dan eBay.”

Bangun awareness

Aulia menjelaskan, tantangan terbesar dalam meningkatkan jumlah transaksi terletak dari segi menciptakan repeat order. Maka dari itu, menciptakan awareness menjadi target utama perusahaan saat melakukan promosi pemasaran.

Pasalnya, sambung dia, mengembangkan aplikasi smartphone tidak begitu sulit dan tidak butuh waktu lama. Akan tetapi, yang terpenting adalah bagaimana menciptakan proses bisnis di dalamnya.

“Kalau mencetak berapa orang yang sudah unggah aplikasi Blanja, tidak penting seberapa banyak karena belum tentu seluruh orang tersebut sudah melakukan transaksi. Yang terpenting adalah berapa banyak proses bisnis yang tercipta setelah kami meluncurkan aplikasi.”

Hingga Juni 2016, pengguna terdaftar di Blanja mencapai 1,25 juta, listing lebih dari 4 juta, dan seller sekitar 6000 terdiri dari 80% skala UKM dan sisanya skala besar.

Karena ingin membangun awareness terlebih dahulu, membuat perusahaan belum ingin melakukan sosialisasi mengenai fitur yang menjadi diferensiasi dibandingkan daring lainnya yakni fitur negosiasi.

Mengenai hal tersebut, Aulia memberi alasan bahwa belum saatnya perusahaan melakukan sosialisasi mengenai fitur negosiasi, sebab banyak urgensi lainnya yang lebih penting untuk perusahaan lakukan.

“Paling tidak, kami baru bisa lakukan sosialisasi mengenai fitur negosiasi kepada masyarakat pada tahun depan saat kami mulai mengakselerasi bisnis.”

Fitur negosiasi, terangnya, dapat dilakukan oleh buyer saat membeli barang dalam jumlah banyak. Buyer nantinya bisa menghubungi seller baik secara online maupun offline. Setelah terjadi kesepakatan harga, seller diharuskan untuk mengubah sistem harga khusus buyer yang dimaksud.

Fitur ini sebenarnya menjadi salah satu kekuatan yang menarik. Pasalnya, belum banyak e-commerce yang menawarkan hal demikian.

Model bisnis Blanja

Aulia menjelaskan ada tiga model bisnis yang menjadi fokus Blanja untuk dikembangkan. Pertama, jual beli barang antara buyer dan seller lokal. Kedua, jual beli antara seller internasional dengan buyer lokal. Terakhir, jual beli antara seller lokal dan buyer internasional.

Nah, model bisnis yang baru bisa dilakukan hingga saat ini adalah model bisnis no. 1 dan 2. Namun, itupun untuk no. 2 porsinya masih sangat minim dibandingkan dengan no. 1. Dari total transaksi, model bisnis no. 1 bisa mencapai lebih dari 90%.

Dirinya pun tidak muluk-muluk kapan saat yang tepat model bisnis no. 3 bisa segera dijalankan. Malah, pihaknya memprediksi bisa bertahun-tahun dari sekarang. Adapun proses bisnisnya dalam bayangannya bisa memanfaatkan jaringan yang dimiliki eBay.

“Impian kami, Blanja bisa menjadi fasilitator untuk model bisnis no. 3. Kami ingin memberi kesempatan kepada UKM lokal menjual produknya secara global, tidak tertentu di satu negara saja. Dalam bayangan kami, nanti eBay yang akan jadi platform kami. Tapi belum terpikirkan detailnya akan bagaimana,” pungkas Aulia.

Kehadiran eBay di Indonesia dan Sinergi Bisnis Online Marketplace Blanja

Situs jual beli online eBay sudah menyatakan resmi akan segera membuka kantor perwakilan di Indonesia. Diklarifikasi Senior Director Communications Ebay Asia Pasifik Daniel Feiler, rencana pendirian basis di Indonesia diawali dengan menemukan talenta terbaik untuk posisi Head of Cross Border, yang akan bertanggung jawab sebagai representatif dan pengembang pasar lokal untuk eBay.

Secara kasat mata kehadiran eBay di Indonesia tak jauh dari alasan potensi peminat e-commerce di Indonesia yang terus merangkak naik.  Bisnis e-commerce berkembang pesat di lanskap industri digital Tanah Air. Kendati dari sisi regulasi masih terus digodok, namun pemain besar ala Lazada, Tokopedia, Bukalapak hingga Blibli sudah mendapatkan antusias baik dari masyarakat.

Kiprah eBay di pangsa pasar lokal

Situs jual beli dan lelang online yang diluncurkan tahun 1995 ini memang sudah tak asing lagi untuk masyarakat global pengguna internet. Tak sedikit pengguna di Indonesia yang juga sudah menggunakan layanan eBay. Selain untuk menemukan berbagai produk “spesifik” dari berbagai negara, passion eBay sebagai situs lelang online juga menjadi salah satu daya tarik tersendiri bagi pebelanja online.

Head-to-head dengan pemain lokal seperti Bukalapak dan Tokopedia, tantangan utama eBay adalah mensinergikan sistem belanja online yang ada dengan kultur lokal di Indonesia yang sudah terbentuk. Misi eBay di Indonesia ingin membawa produk lokal ke ranah global.

Satu hal yang perlu diperhatikan, di Indonesia komposisi pengguna layanan online masih didominasi oleh konsumen. Banyak pekerjaan rumah terkait dengan strategi untuk mengajak orang mau menjual.

Tokopedia dan OLX adalah pemain-pemain online marketplace yang bisa dibilang “mati-matian” menghimpun jumlah barang di basisdata penjualan yang dimiliki. Pengiklanan melalui media televisi pun juga sangat dimaksimalkan, menyasar masyarakat Indonesia yang mayoritas menggunakan televisi sebagai media informasi. Menjadi tantangan tersendiri bagai eBay dengan sistem dan aturan “baru” bagi pengguna di Indonesia untuk mengejar pemain yang sudah ada.

Kesempatan eBay berkembang dan nasib joint venture Blanja

Potensi e-commerce di Indonesia bisa dikatakan sudah disiasati lama oleh eBay. Kala itu bekerja sama dengan Telkom, eBay mendirikan sebuah perusahaan joint venture Blanja. Memang, banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan Blanja untuk menyaingi pemain lain seperti Zalora atau Blibli. Bisa jadi ekspansi eBay menjadi salah satu strategi terbaik, terlebih nama eBay sudah memiliki “nilai jual” tinggi untuk pangsa internasional.

Terkait Blanja, Direktur Innovation and Strategic Portfolio Telkom Indra Utoyo sebagai salah satu inisiator sudah memastikan bahwa eBay tetap berkomitmen mendukung pengembangan dan investasi. Terlebih juga dikatakan bahwa sampai Desember 2015 pertumbuhan Gross Market Value (GMV) dari Blanja cukup memuaskan. CEO Blanja.com Aulia E. Marinto turut menegaskan kehadiran kantor operasional eBay di Indonesia dinilai akan mampu membantu Blanja berkembang, terlebih dengan dukungan staf ahli yang makin banyak di sini.

Pengguna internet di Indonesia dari beberapa data terakhir masih di bawah 100 juta pengguna. Dan trennya masih terus bertumbuh. Artinya jumlah tersebut masih bisa terus membludak, karena belum ada 50 persen dari jumlah penduduk Indonesia yang berkisar 250 juta jiwa. Jika mengambil persentase 10 persen dari pengguna internet di Indonesia saja sudah menjadi keuntungan fantastis dari jasa layanan online seperti eBay. Belum lagi potensi pengguna Internet yang masih dalam tahap edukasi.

Dengan kebijakan pemerintah yang akan membolehkan 100% kepemilikan asing di layanan marketplace besar, semua pemain internasional lain mungkin memiliki pemikiran yang sama.

Internet Payment Gateway Idealnya Terintegrasi dengan Seluruh Bank di Indonesia

Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) pada kesempatannya berbincang dengan media hari ini (28/10) mengulas kembali definisi dan kondisi ekosistem e-commerce di Indonesia saat ini. Pihaknya memproyeksikan potensi market size di tahun 2017 akan mencapai sekitar US$ 25-30 miliar atau sekitar Rp 400 triliun. Untuk mempersiapkannya, idEA perlu menyempurnakan infrastruktur dan elemen-elemen penting termasuk permasalahan pembayaran. Dewan Pengawas idEA Aulia E. Marianto menyebutkan bahwa para pemain di sektor payment gateway idealnya mengakomodir transaksi yang terhubung dengan seluruh bank di Indonesia.

Continue reading Internet Payment Gateway Idealnya Terintegrasi dengan Seluruh Bank di Indonesia