Cermati Rambah Produk BaaS, Garap Segmen “Unbanked” di Indonesia

Cermati Fintech Group (CFG) mulai menggarap produk Banking-as-a-Service (BaaS), ditandai dengan kemitraan strategis dengan BCA Digital dan Blibli. CFG melihat potensi unbanked dan underbanked yang masih begitu besar di Indonesia dapat diselesaikan melalui teknologi tersebut.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO CFG Andhy Koesnandar menyampaikan BaaS memungkinkan pihaknya memperluas penawaran produk keuangan, mulai dari pembukaan rekening, paylater, asuransi, dan lainnya di semua jenis platform secara virtual kepada pihak ketiga, sehingga dapat memiliki kemampuan perbankan dalam platformnya yang non-bank.

“BaaS adalah penawaran produk teknologi terbaru dari Cermati Fintech Group, di mana kami menyediakan technology stack untuk menghubungkan bank dengan platform digital,” ucapnya.

Dalam hal ini, Cermati mengembangkan strategi embedded finance, membuka layanan perbankan dapat tertanam dalam ekosistem aplikasi yang memungkinkan kemampuan aplikasi super melalui kemampuan Open API dan BaaS. Penawaran BaaS dari Cermati memungkinkan ekosistem online dan offline untuk menanamkan layanan perbankan, selain asuransi dan paylater yang digunakan sebagai model layanan dalam ekosistem mereka.

Kehadiran produk finansial dapat meningkatkan pengguna fintech, mengurangi user friction, dan meningkatkan loyalitas. Sementara bagi perbankan, teknologi BaaS menawarkan cara baru untuk bermitra dengan ekosistem dengan menyediakan layanan perbankan yang disesuaikan dengan pelanggan tersebut.

Andhy menuturkan, BaaS dan embedded finance secara umum memiliki potensi yang sangat besar. Dari data yang ia kutip, sebanyak 66% dari 275 juta penduduk Indonesia yang masih dalam kelompok unbanked dan underbanked.

Kelompok tersebut belum memiliki akses ke layanan keuangan, yang mana solusi tersebut dapat dengan memperkenalkan produk keuangan melalui platform yang sudah digunakan masyarakat Indonesia sehari-hari. “Proses onboarding ini sepenuhnya secara digital, tanpa mereka harus pergi ke cabang fisik bank atau institusi keuangan lainnya.”

Dengan integrasi Blu BCA Digital dalam Blibli, pengguna Blibli dapat menikmati rangkaian lengkap layanan perbankan Blu. Mulai dari pembukaan rekening, transfer dana, pembayaran dalam aplikasi, dan lainnya tanpa perlu mengunduh atau beralih ke aplikasi lain.

Ilustrasi BaaS dalam aplikasi blu X Blibli / CFG

Andhy melanjutkan, pihaknya tetap mengedepankan unsur keamanan sebagai aspek yang sangat krusial dalam membangun kemitraan dengan lembaga keuangan. Untuk itu, perusahaan selalu meninjau dan memperkuat sistem agar sekelas keamanan di perbankan. “Awal tahun ini kami disertifikasi untuk ISO 27001, standari internasional untuk keamanan informasi.”

Setelah BCA Digital dan Blibli, Andhy menuturkan akan ada kemitraan berikutnya yang bakal diumumkan pada akhir tahun ini. Meski demikian, ia masih menutup rapat-rapat terkait hal tersebut.

Kesempatan layanan BaaS

Cara kerja BaaS / Business Insider

BaaS kini telah menjadi salah satu strategi kunci dalam konsep open banking. Modelnya memungkinkan bank digital dan pihak ketiga untuk terhubung dengan sistem bank secara langsung melalui API. Dengan begitu, kedua belah pihak dapat membangun layanan di atas infrastruktur penyedia sekaligus membuka peluang mengembangkan produk open banking lainnya.

Model ini juga mulai banyak diterapkan bank-bank di dunia karena dinilai lebih efisien. Dalam sekop global, mengutip laporan firma riset Oliver Wyman, pengimplementasian BaaS dapat menjangkau lebih banyak pengguna baru dan menekan biaya akuisisi pelanggan dari kisaran $100-$200 per pelanggan menjadi $5-$35.

Di Indonesia sendiri, pemain BaaS selain Cermati ada nexus yang diperkenalkan oleh Standard Chartered Bank. Dalam waktu dekat solusi perbankan dari nexus bakal hadir di aplikasi Bukalapak.

Co-Founder dan CEO Finantier Diego Rojas berpendapat bahwa BaaS berbeda dengan konsep API lain karena menyediakan infrastruktur berlisensi dan teregulasi untuk layanan inti perbankan. Secara out of the box, hampir semua perusahaan kini dapat menjadi perusahaan fintech tanpa harus melalui proses panjang tersebut berkat kehadiran perusahaan open finance seperti Finantier.

Finantier adalah startup yang menyediakan ekosistem open finance untuk mendukung kolaborasi antara berbagai jenis perusahaan dalam menyediakan produk finansial yang didesain khusus untuk konsumennya.

Standard Chartered dan Bukalapak Hadirkan Layanan Perbankan Digital dalam Waktu Dekat

Standard Chartered Bank Indonesia dan Bukalapak resmi memperkenalkan aplikasi digital banking yang direncanakan meluncur ke publik dalam waktu dekat. Produk ini merupakan kelanjutan dari kemitraan strategis yang diteken keduanya pada awal 2021.

Kemitraan yang dimaksud adalah melakukan integrasi layanan banking-as-a-service (BaaS) nexus milik Standard Chartered Bank ke platform Bukalapak. Ada dua fokus area yang dibidik. Pertama, menghadirkan inovasi keuangan dan ecommerce melalui ekosistem Bukalapak. Kedua, mendorong inklusi keuangan kepada 100 juta pengguna dan 13,5 juta UKM di Bukalapak.

Dari kesepakatan tersebut, Bukalapak memperoleh investasi sebesar $200 juta atau setara 2,8 triliun rupiah dari Standard Chartered Bank yang akan digunakan untuk kebutuhan ekspansi.

Dalam keterangan resminya, Cluster CEO Indonesia & ASEAN markets (Australia, Brunei, Filipina) Standard Chartered Andrew Chia mengatakan, Indonesia menjadi negara pertama peluncuran layanan Baas nexus di kawasan tersebut. “Indonesia memiliki posisi strategis dan menjadi pasar penting bagi Standard Chartered,” ungkapnya.

Sementara, Presiden BukaFinancial & Digital Victor Lesmana menambahkan, kolaborasi ini akan memudahkan Bukalapak untuk menjangkau segmen mass market dan UMKM di seluruh Indonesia. Demikian juga kalangan underbanked dan unbanked yang selama ini dinilai sulit mengakses layanan keuangan.

“Dengan teknologi sesuai kebutuhan dan sistem keamanan yang canggih, kami dapat menjembatani kesenjangan literasi keuangan,” papar Victor.

Sebelum ini, Standard Chartered juga menggandeng platform beauty commerce Sociolla untuk kerja sama serupa. Pihaknya mengimplementasikan nexus di Sociolla sehingga pengguna dapat mengakses layanan keuangan, seperti pembukaan rekening baru. Berdasarkan pemberitaan terakhir, layanan ini ditargetkan komersial pada akhir 2021.

Onboarding tanpa tatap muka

Layanan yang akan disuguhkan dalam layanan bank digital tersebut

Aplikasi digital banking ini ditargetkan akan tersedia di Google Play Store dan App Store dalam waktu dekat. Saat ini, perusahaan masih menunggu persetujuan dari Bank Indonesia (BI), tetapi sudah mengantongi lisensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Kemudian, aplikasi ini juga memanfaatkan otomatisasi canggih dengan teknologi kecerdasan buatan (AI) pada proses Know Your Client (KYC), yakni pengenalan biometri wajah dan validasi e-KTP. Dengan begitu, pengguna dapat melakukan onboarding sepenuhnya digital tanpa perlu verifikasi tatap muka di mana saja dan kapan saja.

Selain itu, perusahaan juga mengimplementasikan enkripsi kelas industri (TLS1.2) untuk mengamankan data sensitif serta menghindari upaya pengintaian data. Untuk menjamin validasi identitas nasabah yang sahih sebelum memberikan akses ke pemilik rekening dan aplikasi digital, pengguna diberikan autentikasi multi-faktor dengan soft token PIN.

BaaS melalui ekosistem digital

Sinergi dengan model ini memang bukan yang pertama di Indonesia. Sejumlah bank lain sudah melakukan kolaborasi dengan platform digital untuk menjangkau nasabah baru. Misalnya, BRI berkolaborasi dengan Grab, Tokopedia dengan BRI Ceria, dan Shopback dengan TMRW (UOB Bank).

Sebetulnya, sejumlah bank sudah menawarkan layanan pembukaan rekening online, tetapi kebanyakan masih melalui aplikasi mobile banking. Beberapa tahun terakhir sektor perbankan mulai mengubah pendekatan yang selama ini dilakukan secara konvensional. Ini menjadi salah satu upaya menjangkau segmen unbanked yang terkendala mengakses kantor cabang.

Sebagaimana diketahui, Bank-as-a-Service (BaaS) kini telah menjadi salah satu strategi kunci dalam konsep open banking. Modelnya memungkinkan bank digital dan pihak ketiga untuk terhubung dengan sistem bank secara langsung melalui API. Dengan begitu, kedua belah pihak dapat membangun layanan di atas infrastruktur penyedia sekaligus membuka peluang mengembangkan produk open banking lainnya.

Model ini juga mulai banyak diterapkan bank-bank di dunia karena dinilai lebih efisien. Dalam sekop global, mengutip laporan firma riset Oliver Wyman, pengimplementasian BaaS dapat menjangkau lebih banyak pengguna baru dan menekan biaya akuisisi pelanggan dari kisaran $100-$200 per pelanggan menjadi $5-$35.

Application Information Will Show Up Here

Introducing BaaS, a Modern Way to Enter the Digital World

Banking-as-a-service (BaaS) becomes a hot topic on how banks try to innovate into the digital world. Earlier this year, Standard Chartered Bank (Stanchart), through Nexus, pioneered this method through partnerships with Bukalapak and Sociolla. Nexus was developed by SC Ventures, a Stanchart investment company.

BaaS term is different from open banking or digital bank (neobank) which has commonly known. DailySocial interviewed some industry players regarding their respective differentiation.

Before BaaS, Indonesia had already been familiar with the concept of a financial product marketplace such as those implemented by CekAja and Cermati in its debut. The concept is similar to when accessing e-commerce pages, consumers can access various financial products from marketplace partners and make transactions.

“BaaS, open banking, and financial product marketplaces are different things, where BaaS can give providers the ability to build systems that will be owned by the provider itself, based on the infrastructure and expertise of the bank,” CekAja’s Director of Legal, Compliance, Governmental Relations and Human Capital, Marthina Natalyna said.

Meanwhile, Finantier’s Co-Founder and CEO, Diego Rojas said that BaaS is different from other API concepts because it provides a licensed and regulated infrastructure for core banking services. Out of the box, almost all companies can now become fintech companies without going through the long process, thanks to the existence of open finance companies such as Finantier.

Finantier is a startup that provides an open finance ecosystem to support collaboration between various types of companies in providing financial products specifically designed for their consumers.

“Innovators must focus on the customer experience and on their core digital products, while the basic complex infrastructure and regulatory side are fully covered by BaaS,” Rojas said.

Nexus Indonesia’s Country Head, Hermawan Tjakradiwiria shared his views. Quoting KPMG, open banking generally refers to the ability of banking customers to authorize third parties to access their bank account data to collect account information or to initiate payments.

Meanwhile, Investopedia stated that access is done through the use of an application programming interface (API). On the other hand, neobank, according to the interpretation of Fintech magazine, is physical banking that offers a completely digital experience, such as a savings account or debit/credit card service.

“Sometimes these new banks provide services under their own banking license, but they can also take advantage of the BaaS solution as a client to act as a new bank.”

He defines nexus as a BaaS which enables non-bank players to offer financial services to their customers by connecting directly to the bank system via an API. They can provide banking offerings on top of a bank regulated infrastructure. As a result, the platform can launch financial services in its ecosystem.

BaaS global trend

Sumber: Depositphotos.com
Source: Depositphotos.com

In 2018, regulators in European countries issued a Second Payment Services Directive (PSD2) which inspired the standardization of open banking in the United Kingdom to encourage synergies between banks and fintech instead of intensifying competition. The innovative era driven by API and the arrival of BaaS technology allows banks to invest sufficiently while providing better services for mobile-first consumers and remaining in the industry.

The BaaS initiative has been widely used in Europe, then expanded to other regions, such as the United States, Mexico, Brazil, Australia, Singapore, and Nigeria. In Germany, for instance, there is solarisBank that powers many neobanks in Europe. Then in the UK there are Bankable, Pi1, and Starling Bank, while in the United States they operate Green Dot and BBVA. The concept they offer is acquiring multiple partners to offer financial services.

solarisBank has collaborated with 70 companies and managed to acquire 400 thousand new users. One of the solutions offered, along with American Express, is the Splitpay feature to simplify the consumer check out process on an e-commerce platform in Germany with an installment option for several months.

solarisBank earns revenue from partners when they pay for the API services used to activate accounts and cards. The company also collects exchange fees for card transactions (interchange fees) and shares revenue with these partners. In addition, solarisBank can offer income sharing on credit interest with partners.

This condition, for Rojas, is a win-win solution for everyone because banks and financial institutions try to remain relevant to current conditions to reach new consumers. Financial services, which are at the forefront of the company’s business, can still be adapted to certain segments in the market.

“In order to increase their income by allowing other players to take advantage of their services. Bring more AUM (Asset Under Management) and keep the bank relevant,” Rojas said .

“Some of these neobanks focus on very specific markets, such as millennials, with sustainable-oriented business, or even target specific geographic or social groups,” he continued.

Indonesia’s groundwork

In Indonesia, regulations related to open API are currently being prepared by Bank Indonesia. There is no final word yet when the central bank will officially release it. The Open API standard is an embodiment of Vision 2 and Vision 3 of the 2025 Indonesian Payment System Blueprint (BPSPI) to support the implementation of open banking in the payment transaction area in order to encourage digital transformation by banking, as well as interlink between banks and fintech.

Even though there is no standardization yet, Rojas believes that the central bank is taking the right steps to read global trends, learn the kind of mistakes and shortcomings in its application, then adjust it to the practice and guidelines in Indonesia. “There are benefits if you don’t become the first player in this area because banks, businesses, and regulators can learn.”

Moreover, the journey of the fintech in Southeast Asia is quite broad to grow in line with global trends. Creating opportunities for innovators to help banks developing services according to consumer needs. The first players started in Europe and the US, then entered Southeast Asia, slowly starting many financial institutions to transform digital and take approaches through BaaS.

Sumber: Standart Chartered
Source: Standard Chartered

Tjakradiwiria expressed his gratitude for the support from regulators because Stanchart was able to bring Nexus and activate BaaS in Indonesia. He also ensured that Nexus would always comply with local regulations and be ready to implement them with partners.

“There is always room for growth and innovation in banking. We are confident that we are in a new era of finance, especially with the growing digital and mobile penetration in Indonesia.”

Today, there are many digital companies with a user base looking to expand their capabilities and revenue streams by targeting specific issues experienced by users. This is where the Nexus comes in. Providing technology, financial institution support, risk, and compliance expertise will help partners to grow further and increase brand stickiness.

“Nexus will provide partner’s users with access to financial services through a platform, which has become part of their daily lives, therefore, accessing banking services will be as easy and seamless as any other digital engagement in the partner’s ecosystem.”

He said, when consumers feel that financial services are easily accessible through the palms of their hands, that’s a form of victory. Banking digitization embedded in financial services plays a very important role in improving access to finance for the underbanked and unbanked population.

He believes that Nexus can bring Stanchart into a new segment that has never been utilized before. Previously, Stanchart was attached to the perception of commercial banks as affluent middle to upper-class customers.

Nexus targets strategic partnerships with major ecosystem players on social media, ride-hailing, beauty, and others to formulate financial products through co-creation. Eventually, the financial products produced are in line with what consumers need. Therefore, Nexus did not all of a sudden offer the existing banking solutions presented by Stanchart.

“We are iterating product development, conducting research and testing to customers on a regular basis. In order to evaluate product readiness, we consider whether this product satisfies the user’s needs and achieves our goal of increasing access to finance. We adapt it accordingly to solve our partners’ problems.”

Rojas expressed his optimism about the future of BaaS because it could spur innovation. The banking infrastructure will become a commodity, therefore,  many innovators can embed financial services into their products, providing a better end-to-end experience for consumers.

The financial product formulated by Nexus with Bukalapak and Sociolla is worth waiting for. It is to be released this year. “We are committed to launching commercially with the first 2 partners we announced,” Hermawan concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Header: Depositphotos.com

Mengenal BaaS, Cara Baru Bank Masuk Ke Ranah Digital

Banking-as-a-service (BaaS) menjadi topik baru bagaimana perbankan mencoba berinovasi ke ranah digital. Awal tahun ini Standard Chartered Bank (Stanchart), melalui nexus, menjadi pionir metode ini melalui kemitraan dengan Bukalapak dan Sociolla. nexus dikembangkan oleh SC Ventures, perusahaan investasi Stanchart.

Istilah BaaS berbeda dengan open banking atau bank digital (neobank) yang telah lebih dahulu dikenal. DailySocial pun bertanya ke pemain industri terkait diferensiasi masing-masing.

Sebelum BaaS dikenal, di Indonesia telah lebih dahulu mengenal konsep marketplace produk finansial seperti yang dijalankan CekAja dan Cermati saat pertama kali beroperasi. Konsepnya sama seperti saat mengakses laman e-commerce, konsumen bisa mengakses ragam produk finansial dari rekanan marketplace dan bertransaksi.

“BaaS, open banking, dan marketplace produk keuangan adalah hal yang berbeda, di mana BaaS dapat memberikan kemampuan bagi provider untuk membangun sistem yang nantinya akan dimiliki oleh provider itu sendiri, berdasarkan infrastruktur dan expertise dari bank,” ucap Director of Legal, Compliance, Governmental Relations and Human Capital CekAja Marthina Natalyna.

Sementara itu, Co-Founder dan CEO Finantier Diego Rojas berpendapat bahwa BaaS berbeda dengan konsep API lain karena menyediakan infrastruktur berlisensi dan teregulasi untuk layanan inti perbankan. Secara out of the box, hampir semua perusahaan kini dapat menjadi perusahaan fintech tanpa harus melalui proses panjang tersebut berkat kehadiran perusahaan open finance seperti Finantier.

Finantier adalah startup yang menyediakan ekosistem open finance untuk mendukung kolaborasi antara berbagai jenis perusahaan dalam menyediakan produk finansial yang didesain khusus untuk konsumennya.

“Inovator harus fokus pada pengalaman pelanggan dan pada produk digital inti mereka, sementara infrastruktur dasar yang kompleks dan sisi regulasi sepenuhnya dicakup oleh BaaS,” terang Rojas.

Country Head nexus Indonesia Hermawan Tjakradiwiria memberikan pandangannya. Mengutip KPMG, open banking secara umum mengacu pada kemampuan nasabah perbankan untuk memberi otorisasi kepada pihak ketiga untuk mengakses data rekening bank mereka untuk mengumpulkan informasi rekening atau untuk memulai pembayaran.

Sementara, Investopedia menyebutkan bahwa akses dilakukan melalui penggunaan antarmuka pemrograman aplikasi (API). Di sisi lain, neobank, menurut interpretasi majalah Fintech, adalah perbankan tanpa fisik yang menawarkan pengalaman digital sepenuhnya, seperti rekening tabungan atau layanan kartu debit/kredit.

“Terkadang bank baru ini memberikan layanan di bawah lisensi perbankan mereka sendiri, tetapi mereka juga dapat memanfaatkan solusi BaaS sebagai klien untuk bertindak sebagai bank baru.”

Ia mendefinisikan nexus sebagai BaaS yang memungkinkan pemain non bank menawarkan layanan keuangan kepada pelanggan mereka dengan menghubungkan langsung dengan sistem bank melalui API. Mereka dapat menyediakan penawaran perbankan di atas infrastruktur yang diatur bank. Sebagai hasilnya, platform dapat meluncurkan layanan keuangan dalam ekosistemnya.

Tren BaaS secara global

Sumber: Depositphotos.com
Sumber: Depositphotos.com

Pada 2018, regulator di negara-negara Eropa menerbitkan Second Payment Services Directive (PSD2) yang menjadi cikal bakal standarisasi open banking di United Kingdom untuk mendorong sinergi antara bank dan fintech alih-alih mengintensifkan persaingan. Era inovatif yang digerakkan API dan kemunculan teknologi BaaS memungkinkan perbankan tidak harus banyak berinvestasi, sambil memberikan pelayanan yang lebih baik untuk konsumen mobile-first dan tetap bertahan dalam industri.

Inisiatif BaaS banyak dimanfaatkan di Eropa, lalu merambah ke kawasan lainnya, seperti Amerika Serikat, Mexico, Brazil, Australia, Singapura, dan Nigeria. Di Jerman, misalnya, terdapat solarisBank yang memberdayakan banyak neobank di Eropa. Lalu di Inggris terdapat Bankable, Pi1, dan Starling Bank, sementara di Amerika Serikat beroperasi Green Dot dan BBVA. Konsep yang mereka tawarkan adalah bermitra dengan banyak partner untuk menawarkan layanan keuangan.

solarisBank telah bekerja sama dengan 70 perusahaan dan berhasil menarik 400 ribu pengguna baru. Salah satu solusi yang ditawarkan, bersama American Express, adalah fitur Splitpay untuk permudah proses check out konsumen di suatu platform e-commerce di Jerman dengan opsi cicilan selama beberapa bulan.

solarisBank meraup pendapatan dari mitra saat mereka membayar jasa API yang dipakai untuk mengaktifkan akun dan kartu. Perusahaan juga mengumpulkan biaya pertukaran atas transaksi kartu (interchange fee) dan berbagi pendapatan dengan mitra tersebut. Tak hanya itu, solarisBank dapat menawarkan berbagi pendapatan atas bunga kredit dengan mitra.

Kondisi tersebut, menurut Rojas, adalah win win untuk semua orang karena bank dan lembaga keuangan berusaha tetap relevan dengan kondisi saat ini untuk menjangkau konsumen baru. Layanan keuangan yang menjadi yang menjadi ujung tombak bisnis perusahaan, tetap dapat disesuaikan dengan segmen tertentu di pasar.

“Dalam rangka meningkatkan pendapatannya dengan memungkinkan pemain lain memanfaatkan layanan mereka. Membawa lebih banyak AUM (Asset Under Management) dan menjaga bank agar tetap relevan,” ujar Rojas.

“Beberapa dari neobank ini berfokus pada pasar yang sangat khusus, seperti milenial, beriorientasi bisnis berkelanjutan, atau bahkan menargetkan kelompok geografis atau sosial tertentu,” sambungnya.

Persiapan di Indonesia

Di Indonesia sendiri, sejauh ini regulasi terkait open API masih dipersiapkan oleh Bank Indonesia. Belum ada kabar terakhir kapan bank sentral akan merilis secara resmi. Standar Open API merupakan perwujudan dari Visi 2 dan Visi 3 dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BPSPI) 2025 untuk mendukung implementasi open banking di area transaksi pembayaran dalam rangka mendorong transformasi digital oleh perbankan, maupun interlink antara bank dan fintech.

Kendati standarisasi belum ada, Rojas memandang bahwa bank sentral mengambil langkah yang tepat untuk membaca tren global mempelajari seperti apa kesalahan dan kekurangan dalam penerapannya, lalu menyesuaikan dengan praktek dan pedoman di Indonesia. “Ada manfaatnya juga jika tidak menjadi first mover dalam ruang ini karena bank, bisnis, dan regulator dapat belajar.”

Terlebih, perjalanan ruang fintech di Asia Tenggara masih sangat luas untuk tumbuh mengikuti tren global. Membuka kesempatan bagi para inovator membantu bank untuk meracik layanan yang sesuai dengan kebutuhan konsumen. Penggerak pertama dimulai di Eropa dan AS, lalu masuk ke Asia Tenggara, perlahan mulai banyak lembaga keuangan yang mentransformasi digital dan mengambil pendekatan melalui BaaS.

Sumber: Standart Chartered
Sumber: Standart Chartered

Hermawan mengungkapkan rasa terima kasihnya atas dukungan regulator karena Stanchart dapat memboyong nexus dan mengakifkan BaaS di Indonesia. Ia pun memastikan nexus akan selalu mematuhi peraturan lokal dan siap mengimplementasikannya bersama mitra.

“Selalu ada ruang pertumbuhan dan inovasi dalam perbankan. Kami yakin bahwa kami sedang berada di era baru di bidang keuangan, terutama dengan penetrasi digital dan seluler yang berkembang di Indonesia.”

Saat ini ada banyak perusahaan digital yang sudah memiliki basis pengguna ingin memperluas kemampuan dan aliran pendapatannya dengan menargetkan titik masalah yang spesifik dihadapi pengguna. Di sinilah nexus dibutuhkan, dengan menyediakan teknologi, dukungan lembaga keuangan, keahlian risiko dan kepatuhan, akan membantu mitra untuk berkembang lebih jauh dan meningkatkan “brand stickiness.”

“nexus akan memberi pelanggan dari mitra akses ke layanan keuangan melalui platform, yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, sehingga mengakses layanan perbankan akan menjadi semudah dan mulus seperti engagement digital lainnya dalam ekosistem mitra.”

Menurut dia, saat konsumen merasa layanan keuangan mudah diakses melalui telapak tangan mereka itulah bentuk kemenangan. Digitalisasi perbankan yang tertanam ke dalam layanan keuangan punya peran yang sangat penting dalam upaya meningkatkan akses keuangan bagi populasi yang underbanked dan unbanked.

Ia meyakini bahwa nexus dapat membawa Stanchart menuju segmen baru yang belum pernah dimanfaatkan sebelumnya. Sebelumnya, Stanchart melekat dengan persepsi bank komersial untuk nasabah affluent menengah ke atas.

nexus menargetkan kemitraan strategis dengan pemain ekosistem besar di media sosial, ride hailing, kecantikan, dan lainnya untuk merumuskan produk keuangan melalui co-creation. Pada akhirnya, produk keuangan yang dihasilkan selaras dengan apa yang dibutuhkan konsumen. Oleh karenanya, nexus tidak tiba-tiba menawarkan solusi perbankan existing yang dihadirkan lewat Stanchart.

“Kami iterasi pengembangan produk, melakukan penelitian dan pengujian ke pelanggan secara rutin. Untuk mengevaluasi kesiapan produk, kami mempertimbangkan apakah produk ini memenuhi kebutuhan pengguna dengan baik dan mencapai tujuan kami untuk peningkatan akses keuangan. Kami menyesuaikannya dengan tepat untuk memecahkan masalah mitra kami.”

Rojas menunjukkan rasa optimisnya terhadap masa depan BaaS karena dapat memacu timbulnya inovasi. Infrastruktur perbankan akan menjadi suatu komoditas, sehingga banyak inovator yang dapat menanamkan layanan keuangan ke dalam produk mereka, memberikan pengalaman dari ujung ke ujung secara lebih baik untuk konsumen.

Patut ditunggu produk keuangan yang diracik nexus bersama Bukalapak dan Sociolla. Ditargetkan pada tahun ini dapat dirilis. “Kami berkomitmen untuk meluncurkan secara komersial dengan 2 mitra pertama kami yang kami umumkan,” tutup Hermawan.


Foto header: Depositphotos.com