Brankas Sediakan Layanan Direct API Setelah Kantongi Izin Bank Indonesia

Startup fintech penyedia solusi open finance Brankas resmi memperkenalkan solusi teranyarnya, Brankas Direct API. Solusi ini hadir setelah Brankas mendapat restu dari Bank Indonesia untuk mengantongi lisensi PJP Kategori Izin 2 untuk Account Information Services (AInS) atau Layanan Penyediaan Informasi Sumber Dana.

“Kami sangat mengapresiasi kepercayaan yang telah diberikan Bank Indonesia kepada Brankas untuk menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang memiliki lisensi AInS. Memecahkan masalah pelanggan adalah prioritas utama kami, dan kami sangat senang bahwa API pembayaran kami membantu mempercepat rekonsiliasi, mengurangi kegagalan pembayaran, dan memungkinkan pengalaman embedded finance,” ujar Co-Founder & CEO Brankas Todd Schweitzer seperti dikutip dari blog perusahaan.

Brankas Direct API adalah solusi pay-by-bank, salah satu solusi pembayaran melalui rekening bank yang menawarkan proses penyelesaian real-time. Bagi pelanggan, mereka dapat menggunakan Brankas untuk membagikan informasi saldo rekening bank mereka secara aman untuk inisiasi pembayaran, memungkinkan verifikasi pembayaran real-time dan pemberitahuan otomatis jika dana tidak mencukupi.

Kelebihan dari solusi ini, memungkinkan dana dapat dipindahkan secara instan tanpa risiko fraud atau kehilangan yang biasa terjadi di metode escrow tradisional. Pelanggan juga dapat melakukan pembayaran digital dengan mudah tanpa perlu memiliki atau membawa kartu kredit/debit secara fisik.

Berkat lisensi AInS, perusahaan fintech, ritel, hingga perusahaan online dapat menggunakan Brankas Direct API untuk mengakses informasi rekening bank yang terhubung dari pelanggan mereka secara aman. Penambahan kemampuan read-only ini memungkinkan verifikasi transaksi real-time untuk pengembalian atau pembayaran.

“Ini memberikan jaminan ekstra kepada pelanggan untuk pengembalian dana dan pembayaran yang berhasil diproses, sembari mengurangi risiko fraud dari transaksi yang tidak sah. Bisnis dengan model pembayaran berlangganan (recurring payment) juga dapat memberitahu ke pelanggan sejak dini mengenai kondisi saldo rekening yang tidak mencukupi, sehingga mengurangi potensi gangguan layanan atau biaya tambahan dari pembayaran yang gagal dilakukan,” tambahnya.

Selain kantongi lisensi AInS, bank sentral juga memberi restu kepada Brankas untuk menyelenggarakan kegiatan Payment Initiation and/or Acquiring Services (PIAS) atau Layanan Inisiasi dan/atau Penerimaan Pembayaran. Dengan demikian, Brankas diizinkan untuk menyelenggarakan layanan penerusan transaksi pembayaran pelanggan dan penerimaan pembayaran untuk bisnis.

Pembayaran yang diakomodasi berupa premi asuransi, pembayaran pinjaman, transaksi e-commerce, pengisian ulang e-wallet, langganan online, hingga payment gateway virtual accounts, untuk memberikan pilihan pembayaran regular dan pembayaran tunggal berbasis digital kepada konsumen yang telah memberikan persetujuan. Pemain terdekat Brankas, Ayoconnect sudah mengantongi lisensi serupa sejak Juni 2023 sebagai PJP Kategori Izin 1.

Pengklasifikasian penyelenggara jasa sistem pembayaran telah disusun di dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 22/23/PBI/2020 tentang Sistem Pembayaran (PBI SP).

  1. Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) yang merupakan Bank atau Lembaga Selain Bank yang menyediakan jasa untuk memfasilitasi transaksi pembayaran kepada pengguna jasa. Aktivitasnya meliputi: penatausahaan Sumber Dana; penyediaan informasi Sumber Dana; payment initiation dan/atau acquiring services; dan layanan remitansi.
  2. Penyelenggara Infrastruktur Sistem Pembayaran (PIP) merupakan pihak yang menyelenggarakan infrastruktur sebagai sarana yang dapat digunakan untuk melakukan pemindahan dana bagi kepentingan anggotanya. Aktivitasnya: kliring; dan/atau penyelesaian akhir.

Pemain PJP juga diwajibkan untuk memiliki setidaknya satu dari tiga kategori izin yang tersedia:

  1. PJP Kategori Izin 1: AIS, PIAS, AInS, dan layanan remitansi.
  2. PJP Kategori Izin 2: PIAS dan AInS.
  3. PJP Kategori Izin 3: layanan remitansi dan lainnya.

MCI Dikabarkan Kembali Berikan Pendanaan ke Ayoconnect

Mandiri Capital Indonesia (MCI) dikabarkan kembali memberikan pendanaan ke startup fintech Ayoconnect. Menurut data yang diinput ke regulator, seperti dikutip dari Alternative.PE, nilainya sekitar $2,5 juta atau setara 39 miliar Rupiah. Dari data tersebut juga terlihat bahwa dalam putaran seri B1 ini harga per lembar sahamnya jauh di bawah putaran sebelumnya (downround).

DailySocial.id sudah mencoba mengonfirmasi kabari ini ke kedua belah pihak, namun mereka enggan memberikan pernyataan resmi.

Penggalangan dana seri B Ayoconnect sudah berlangsung sejak tahun 2021. Kala itu diawali putaran pra-seri B senilai $10 juta yang diikuti Mandiri Capital Indonesia, Patamar Capital, dan sejumlah angel investor. Kemudian pada awal Januari 2022, perusahaan mengumumkan pendanaan seri B senilai $15 juta dipimpin Tiger Global dengan partisipasi PayU, Alto Partners, dan sejumlah angel investor.

Menjelang akhir tahun 2022, Ayoconnect kembali mengumumkan tambahan perolehan putaran seri B mereka senilai $13 juta dipimpin SIG Venture Capital, diikuti oleh Innovation Capital serta beberapa investor sebelumnya, termasuk PayU dan Prosus. Secara total, sampai pendanaan seri B+ ini Ayoconnect berhasil bukukan pendanaan ekuitas senilai $28 juta.

Kinerja Ayoconnect sepanjang 2023

Sejak didirikan tahun 2016 oleh Chiragh Kirpalani dan Jakob Rost, Ayoconnect telah menjelma sebagai penyedia layanan Open Finance API yang lengkap, melayani pasar Indonesia dan Asia Tenggara. Solusi yang dihadirkan memudahkan pemilik bisnis dengan menyediakan infrastruktur pembayaran dengan embedded finance — memungkinkan pengembang menyematkan kapabilitas pembayaran ke aplikasi yang dikembangkan.

Disampaikan dalam rilis resminya, sepanjang 2023 Ayoconnect mendapatkan penambahan lebih dari 50 klien baru. Sejumlah perusahaan yang kini jadi klien mereka antara lain Bluebird, Bank Syariah Indonesia, Kredivo, JULO, KiriminAja, Bank DKI, Koperasi Syariah BMI, dan MNC Group.

Melalui peningkatan pelanggan tersebut, Ayoconnect juga mengklaim berhasil mendorong pertumbuhan bisnis dari 50% dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini dimungkinkan dengan diluncurkannya inovasi White-Label Virtual Cards yang diluncurkan bersama Mastercard pada Januari 2023 silam dan Instant Transfer API. Dua inovasi tersebut berhasil memberikan Ayoconnect keunggulan kompetitif dalam lanskap fintech yang dinamis.

Perusahaan juga sempat melakukan efisiensi, salah satunya dengan memberhentikan 10% dari total karyawan pada Agustus 2023 lalu. Keputusan ini diambil perusahaan sebagai langkah antisipasi untuk menghadapi kondisi makro ekonomi dan upaya menuju profitabilitas.

Capaian bisnis Ayoconnect sepanjang 2023 / Ayoconnect
Capaian bisnis Ayoconnect sepanjang 2023 / Ayoconnect

Hadirnya berbagai fitur keuangan baru yang diluncurkan oleh mitra Ayoconnect juga dinilai mampu berkontribusi secara signifikan terhadap meluasnya adopsi layanan keuangan digital tingkat nasional.

Founder & CEO Ayoconnect Chiragh Kirpalani menjelaskan, “Kesuksesan Ayoconnect pada tahun 2023 merupakan bukti komitmen kami terhadap inovasi dan kolaborasi. Kami bangga menyambut klien baru ke dalam ekosistem kami dan berharap dapat melanjutkan perjalanan menuju lanskap keuangan yang lebih inklusif dan mudah diakses oleh seluruh masyarakat Indonesia.”

Chiragh menatap optimis bahwa lanskap ekonomi digital pada tahun 2024 akan membaik seiring dengan reformasi pemerintah dan tumbuhnya konsumsi swasta sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga didukung oleh proyeksi ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $150 miliar atau setara Rp2,333 triliun pada tahun 2025.

Startup Open Finance Brick Akuisisi Perusahaan Remitansi Lokal

Brick, bersama dengan mitra strategisnya di Indonesia (tidak disebutkan), telah mengakuisisi saham mayoritas di PT Eastern Transglobal Remittance, pemilik lisensi Penyelenggara Jasa Pembayaran (PJP) Kategori 3 untuk layanan pengiriman uang dari Bank Indonesia. Setelah akuisisi ini, Brick akan meluncurkan tiga produk pembayaran bisnis untuk mendukung transaksi yang lebih efisien dan manajemen arus kas.

Sebelumnya, pada Maret 2023 lalu kompetitornya yakni Brankas, juga baru saja mendapatkan lisensi PJP 3 dari Bank Indonesia untuk meningkatkan produk pembayaran bisnis yang dimiliki.

Co-Founder & CEO Brick Gavin Tan mengatakan bahwa akuisisi ini merupakan langkah strategis perusahaan untuk menyediakan solusi pembayaran bisnis yang lebih inovatif.  “Kami akan memanfaatkan keunggulan dalam bidang teknologi dan infrastruktur pembayaran untuk memberikan pengalaman bertransaksi yang lebih mudah, cepat, dan terjangkau bagi para pelaku bisnis di Indonesia melalui teknologi.”

Saat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang pesat, manajemen keuangan sering kali menjadi beban utama bagi pemilik bisnis yang ingin mentransformasi operasi mereka. Tantangan seperti proses administrasi yang berbelit-belit dan arus kas yang tidak menentu tak jarang menghambat kinerja dan membatasi ruang gerak untuk berinovasi.

“Kami ingin membantu mereka yang sering terbebani dengan administrasi keuangan yang berbelit belit untuk lebih fokus mengembangkan bisnis mereka dan mencapai aspirasi sebagai kekuatan ekonomi di masa depan. Hingga saat ini, Brick telah membantu bisnis di Indonesia memproses pembayaran sekitar $200 juta per tahun, dan kami berharap dapat meningkatkan jumlah ini secara eksponensial di tahun-tahun mendatang,” ujar Gavin.

Tiga produk tersebut di atas yang akan segera diluncurkan Brick adalah:

  • BrickPay; membantu proses pengiriman uang ke banyak tujuan sekaligus dengan satu klik.
  • BrickFlex; fasilitas paylater yang fleksibel, didukung oleh mitra berlisensi, yang memungkinkan pemilik bisnis untuk mempercepat pertumbuhan bisnis tanpa harus  khawatir tentang ketidakstabilan arus kas.
  • Brick Financial API; Application Programming Interfaces yang memungkinkan bisnis yang didukung teknologi untuk mengintegrasikan BrickPay ke dalam sistem dan proses bisnis mereka yang sudah ada dengan mulus.

Pengembangan inovasi di Brick tidak hanya berfokus pada pengintegrasian produk keuangan dalam satu ekosistem, tetapi juga memastikan bahwa pengalaman mengelola keuangan secara keseluruhan adalah pengalaman yang menenangkan dengan jaminan layanan yang terjangkau, stabil, dan memiliki keamanan yang tinggi.

Akuisisi lisensi PJP 3 ini menunjukkan komitmen Brick yang berkelanjutan terhadap kepatuhan dan komitmen untuk bekerja sama dengan regulator dalam meluncurkan produk-produk inovatif. Pada tahun 2022, PT Brick Teknologi Indonesia (juga dikenal sebagai BOIVA) berhasil tercatat dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam klaster Inovasi Keuangan Digital (IKD) untuk mendorong inklusi keuangan.

Sejak didirikan tahun 2020, Brick telah mendapatkan dukungan dari sejumlah investor dalam dua putaran investasi. Berikut detailnya:

Putaran Nilai Investor
Pre-Seed Undisclosed VC: Better Tomorrow Ventures, Prasetia Dwidharma, 1982 Ventures, Antler, Rally Cap Ventures.

Angel: Shefali Roy (TrueLayer), Kunal Shah (Cred), Reynold Wijaya (Modalku), Quek Siu Rui (Carousell), dan pendiri Nium, Xfers, Aspire, BukuWarung, ZenRooms, CareemPay.

Seed Undisclosed VC: Flourish Ventures, Antler, Trihill Capital, Better Tomorrow Ventures, dan Rally Cap Ventures

Angel: Sima Gandhi (Plaid, Creative Juice), Yan Wu (Bond), Brian Ma (Divvy Homes), Ooi Hsu Ken (Iterative), Amrish Rau (Pine Labs) dan Andrea Baronchelli (Aspire)

Industri Open Finance sendiri relatif masih baru dan bertumbuh di Indonesia. Dari sedikit pemain yang ada, Finantier justru dikabarkan segera menutup oeprasinya dalam waktu dekat. Sementara Brick terus memperdalam ke solusi pembayaran, dan Brankas meningkatkan cakupan ekspansinya ke wilayah regional.

Ayoconnect Pangkas 10% Karyawannya

Startup fintech Ayoconnect mengumumkan pemangkasan sebanyak 10% dari total karyawannya di Indonesia. Keputusan ini diambil perusahaan sebagai langkah antisipasi untuk menghadapi kondisi makro ekonomi dan upaya menuju profitabilitas.

“Keputusan ini  diambil untuk mengoptimalkan fungsi divisi dan struktur organisasi yang lebih ramping dan upaya mencapai tujuan di tahun 2023 untuk menciptakan bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan,” demikian pernyataan resmi manajemen Ayoconnect kepada DailySocial.id.

Ayoconnect memastikan bahwa kinerja pendapatannya dan permintaan pasar terhadap solusi Fintech as a Service (FaaS) tetap meningkat. Ke depannya mereka akan fokus mengembangkan produk-produk utama yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan pasar.

“Ayoconnect berkomitmen penuh untuk memberikan dukungan kepada karyawan yang terdampak selama masa transisi ini. Bantuan komprehensif ini termasuk pesangon yang sesuai, asuransi kesehatan untuk seluruh keluarga selama enam bulan, dan program penempatan guna membantu karyawan yang terdampak mencari peluang baru,” jelasnya.

Ayoconnect, sebelumnya bernama Ayopop, didirikan oleh Jakob Rost, Adi Vora, dan Chiragh Kirpalani pada 2016. Startup ini membangun solusi berbasis API untuk layanan pembayaran dan produk digital lain, serta API Full Stack untuk berbagai kebutuhan, seperti Open Finance, Bill API, dan Insight API.

Di sepanjang 2022, Ayoconnect telah mengumumkan dua putaran pendanaan. Pertama, perolehan pra-seri B senilai $15 juta (lebih dari Rp215 miliar) yang dipimpin Tiger Global pada akhir Januari 2022. Kedua, putaran seri B+ senilai $13 juta (ebih dari Rp460 miliar) yang dipimpin oleh SIG Venture Capital pada Oktober 2022. 

Sejak tahun lalu, aksi efisiensi startup di Indonesia masih terus berlanjut sebagai upaya menuju profitabilitas dan bisnis berkelanjutan. Di sektor fintech, pemangkasan karyawan juga dilakukan oleh Xendit, KoinWorks, hingga Fazz Financial. Xendit tak hanya melakukan PHK di Indonesia, tetapi juga di Filipina.

Adapun, permintaan terhadap solusi keuangan masih besar. Apalagi layanan keuangan memiliki faktor potensial untuk berkontribusi terhadap pertumbuhan startup maupun perusahaan. Berdasarkan riset Zion Market Research di 2023, nilai pasar Fintech-as-a-Service (FaaS) di dunia diproyeksikan sebesar $949 miliar di 2028 dengan CAGR 17% pada periode 2022 dan 2028. 

Dorongan Pendiri Brick Berpindah Profesi dari Bidang Legal ke Teknologi Finansial

Berawal dari mengembangkan layanan pengelolaan data kesehatan finansial berbasis API (Application Programming Interface), Brick kini telah berkembang menjadi sebuah layanan treasury tool yang dapat digunakan untuk semua aspek bisnis.

Dalam kanal podcast bertajuk “Startup Simplified, a Ketitik Podcast”, Co-Founder & CEO Brick Gavin Tan mengungkap perjalanan kariernya dengan latar belakang pendidikan di bidang hukum, hingga akhirnya memutuskan terjun ke dunia fintech. 

Gavin mengakui punya ketertarikan kuat dengan angka dan hal-hal yang berbau finansial. Beranjak dewasa, ia mulai diharuskan fokus pada hal yang akan menjadi pilihan karirnya. Sempat mempertimbangkan beberapa hal, ia akhirnya memutuskan untuk fokus masuk ke jurusan hukum.

Setelah lulus kuliah, Gavin sempat menjalani karier sebagai pengacara yang fokus pada kasus kriminal, kepentingan publik, juga untuk pemerintahan Singapura selama sekitar dua tahun.

“Saya melihat yang dilakukan pengacara itu baik, memutuskan ini sebagai pilihan karier. Ilmu ini tidak hanya tentang berpikir logis, tetapi juga ada unsur humanity yang mengharuskan kita untuk bisa memproses banyak hal dalam waktu singkat,” jelasnya Gavin kepada Co-Founder & CEO KeTitik Bipin Mishra yang menjadi pembawa acara dalam podcast.

Lalu, di satu waktu ia kembali teringat masa kecilnya yang diisi oleh angka dan ketertarikan di industri finansial.

Ia berpikir keras dan akhirnya berbicara pada dirinya sendiri, “Jika aku terus menggeluti bidang hukum, maka akan sangat mudah untuk terjebak di sini.” Sementara cinta pertamanya masih pada financial markets, ia terus berpikir keras bagaimana bisa mengawinkan keduanya. Ketika itu, fintech belum jadi apa-apa, bahkan tidak dianggap pekerjaan.

Dari situ, ia mulai mengikuti komunitas terkait fintech, wealthtech, dan menghadiri berbagai acara. Sampai pada akhirnya ia menerima tawaran untuk bekerja pada sebuah perusahaan e-money asal Kuala Lumpur yang beroperasi di Myanmar. Ia mulai kembali membangun mimpinya di industri finansial bersama platform fintech Aspire.

Gavin menghabiskan 8 tahun terakhir untuk membantu mengembangkan platform fintech di Asia Tenggara. Di Aspire, timnya berhasil melakukan ekspansi ke tiga negara hanya dalam waktu 6 bulan. Ia melihat banyak tantangan ketika bekerja di Aspire, salah satu yang utama adalah infrastruktur yang masih kurang di pasar yang tengah berkembang.

“Hal ini sebenarnya yang menginspirasi saya untuk mengembangkan Brcik,” ungkapnya.

Mengembangkan Brick

Gavin belajar banyak hal dan mendapat mentor yang luar biasa selama di Aspire. Salah satu pelajaran terbaik yang ia dapatkan adalah “momentum is the lifeblood of startups“, bahwa momentum itu sangat penting. Ketika kamu sudah mengetahui arahnya, kamu harus bergerak, cepat.

Hal ini juga yang meyakinkan Gavin untuk memulai Brick. Ia mengaku bahwa motivasi awalnya adalah rasa takut akan melewatkan kesempatan yang baik. Sementara ia tidak merasa sebagai seorang pengusaha “by nature“, bahkan tidak pernah terpikir menjadi salah satunya. Namun ia bekerja di antara pemilik bisnis dan “got hit by entrepreneurship bug“.

Memulai bisnis sama sekali tidak mudah, ada banyak hal yang harus bisa dipersatukan. “Tidak cukup hanya dengan mendapatkan ide yang cemerlang, kamu juga harus mencintai ide itu. Dari situ, ide harus bisa dieksekusi menjadi bisnis yang profitable. Waktu juga sangat krusial. Ketika sudah banyak sekali kompetitor di pasar, akan lebih sulit melakukan penetrasi,” jelasnya.

Selain itu, ia juga mengaku bahwa memiliki co-founder dengan value yang sama adalah esensial. Ia bertemu dengan Deepak Malhotra yang juga Co-Founder dan CTO Brick ketika mereka dijadikan satu tim di Antler. Mereka berinteraksi secara sosial melalui akselerator ini dan menemukan bahwa keduanya memiliki ketertarikan yang kuat di satu subjek yang sama, fintech.

Mereka memulai Brick sebagai pengembang layanan pengelolaan data kesehatan finansial berbasis API (Application Programming Interface), kapabilitasnya memungkinkan pelaku fintech atau perusahaan teknologi untuk mendapatkan insight lebih dalam terkait kesehatan keuangan para penggunanya. Tujuannya untuk membawa aplikasi finansial yang lebih personal dan inklusif.

Ketika menginisiasi platform ini, Gavin sadar bahwa suatu saat mereka akan semakin berkembang dan masuk ke ranah money movement. Dengan klien yang kebanyakan datang dari industri fintech, bookeeping, maka semakin banyak permintaan akan layanan yang semakin menyeluruh. Dari situ, mereka akhirnya masuk ke ranah transaksi.

“Saat ini, aku memosisikan Brick sebagai treasury tool yang membantu para pemilik bisnis, juga divisi finansial untuk bisa meningkatkan fungsi finansial di perusaaan dengan pembayaran pintar, automasi pekerjaan, dan menentukan kesepakatan finansial secara cepat. Kami telah berkembang sangat pesat dari hanya sebuah platform open finance

Rencana ke depan

Belum genap tiga tahun beroperasi, Brick sudah mengumpulkan total pendanaan lebih dari $8 juta dalam 2 kali putaran pendanaan. Dalam perjalanannya, Gavin juga mengaku bahwa tidak mudah menjalani bisnis di tengah gempuran pandemi. Perusahaan sempat menganut nilai “grow at any cost“, namun pada akhirnya harus mulai bergeser menjadi “revenue oriented”.

Satu hal yang ia bangga adalah, sejauh ini perusahaan masih bisa mempertahankan healthy runway yang membuat mereka bisa dengan mudah melakukan pivot atau mengganti fokus. Sebagai perusahaan, bahkan di saat genting Brick masih bisa bertahan. Hal itu tidak terlepas dari orang-orang yang ada di dalam perusaaan.

“Sebagai founder, saya sendiri harus bisa mengelola pengeluaran dengan baik sembari memastikan bahwa kita tetap bisa melakukan eksperimen. Saya melihat di beberapa negara Eropa, iklim investasi sudah mulai membaik. Harapannya adalah hal itu akan terjadi di Indonesia,” ujarnya.

Terkait rencana ke depan, Gavin menegaskan bahwa saat ini mereka tengah fokus untuk bisa doubling down for being a treasury tool. Pergerakan uang sangat esensial, hal ini menyentuh seluruh aspek dalam bisnis.

“Yang kami lakukan sekarang adalah melihat celah use case yang besar dan masih belum bisa terselesaikan, lalu datang sebagai solusi. Harapannya, tidak hanya terkait dengan dunia pembayaran, tetapi juga dalam hal automasi,” jelasnya.

Untuk platform real-time financial data, Gavin juga mengungkapkan bahwa mereka telah span off menjadi Boiva, sistem autentikasi yang memudahkan konsumen untuk login tanpa proses onboarding yang panjang dan berulang.

“The vision for Brick from day one was always to make financial services to be more accessible, across SEA. Indonesia is just the first stop. We also plans to expand to the second and third markets in the next one to two years. However, right now we are still focusing on the Indonesian market before we get out to other markets,” tutup Gavin.

Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”

Ayoconnect dan Mastercard Kembangkan Inovasi Berbasis Rekening Bank dan “Open Finance”

Platform open finance API Ayoconnect mengumumkan kemitraan strategis dengan Mastercard, perusahaan teknologi global di industri pembayaran. Kemitraan ini bertujuan memodernisasi pembayaran berbasis rekening bank dan bersama-sama mengembangkan solusi open finance di Indonesia.

Sebelumnya, Ayoconnect juga berperan menjembatani kerja sama antara Mastercard dengan lima platform e-commerce dan dompet digital melalui jaringan open banking.

Kedua perusahaan tengah mengembangkan solusi baru yang memungkinkan debet langsung dari rekening bank konsumen dengan metode yang lebih sederhana dan aman. Kemitraan ini memanfaatkan konektivitas Ayoconnect ke API open banking dari bank-bank terbesar di Indonesia.

Tahun lalu, Ayoconnect telah meluncurkan solusi direct debit bekerja sama dengan tujuh bank besar di Indonesia, yaitu BRI, Bank Mandiri, CIMB Niaga, BNI, Danamon, Bank Syariah Indonesia, dan Bank Neo Commerce untuk menyediakan direct debit yang dapat diakses melalui 1 API.

Di tahun yang sama, Ayoconnect juga telah mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia. Disebutkan Ayoconnect adalah satu-satunya pemain Open Finance di Indonesia yang memiliki lisensi tersebut.

Founder & CEO Ayoconnect Jakob Rost mengungkapkan, kunci untuk mempercepat ekosistem pembayaran Indonesia adalah kolaborasi antara semua sektor, industri, dan pemangku kepentingan.

“Mendapatkan kepercayaan dari Mastercard adalah wujud komitmen kami dalam membangun lapisan infrastruktur yang memungkinkan interoperabilitas ekosistem open finance untuk memberikan pengalaman pembayaran digital yang lebih baik, lebih cepat, dan lebih aman,” ungkap Jakob dalam keterangan resmi.

Selain solusi pembayaran, Ayoconnect dan Mastercard juga akan berkolaborasi dalam membangun solusi open finance yang dapat menghasilkan keputusan kredit yang lebih baik dan mendorong inklusi keuangan. Solusi ini akan menggabungkan kapabilitas Open Banking dan Data & Services Mastercard dengan konektivitas Ayoconnect.

Didirikan pada tahun 2016, Ayoconnect telah berkembang menjadi ekosistem API terbesar di Indonesia. Mereka mengembangkan lebih dari 4 ribu produk finansial yang telah di-embed dengan sekitar 200 mitra institusi.

Semua akan fintech pada waktunya

Salah satu dampak dari “tech winter” di Indonesia adalah setiap perusahaan semakin berfikir keras untuk bisa mendulang profit. Perusahaan harus bisa memanfaatkan layanan keuangan untuk melayani pelanggan dengan lebih baik, mempertahankan mereka, serta mendorong lebih banyak diversifikasi bisnis perusahaan.

Jakob, melalui pemaparannya terkait pertumbuhan bisnis Ayoconnect juga mengungkapkan bahwa Ia percaya pada akhirnya semua perusahaan akan menjadi perusahaan fintech. Ayoconnect juga tengah agresif memperluas jangkauan pasarnya.

“Ke depannya, kami ingin segera memperluas segmen konsumen di pasar yang lebih spesifik seperti agritech,” ungkapnya.

Pembayaran digital menyediakan layanan yang dapat diterima konsumen untuk mengakses layanan dan transaksi keuangan, dan berbagai perusahaan rintisan dan entitas teknologi keuangan lainnya mendorong pertumbuhan perbankan elektronik. Metode ini telah menjadi salah satu penggerak sejumlah sektor bisnis dengan keunggulan seperti kecepatan, akurasi, dan akses yang mampu menjangkau berbagai lapisan masyarakat

Berdasarkan data Mastercard New Payments Index 2022, konsumen di kawasan Asia Pasifik termasuk sebagai pengguna pembayaran digital paling antusias di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan 69 persen dari populasi menambah penggunaan setidaknya satu metode pembayaran digital dalam setahun terakhir.

Riset terbaru Statista juga menunjukkan bahwa peningkatan transaksi pembayaran digital di Indonesia menggambarkan peningkatan literasi keuangan digital masyarakat. Riset tersebut juga memperkirakan jumlah pengguna pembayaran digital di Indonesia akan terus tumbuh, dengan e-commerce dan mobile payment meningkat masing-masing lebih dari 45 persen dan 18 persen dari tahun 2022 hingga 2027.

Application Information Will Show Up Here

Laporan DSInnovate: Open Finance di Indonesia 2022

Terminologi Open Finance muncul di tengah perkembangan pesat bisnis fintech. Kapabilitas yang ditawarkan mencoba menjembatani berbagai hambatan yang selama ini masih ditemui pelaku industri, terkait efisiensi proses bisnis dan pengembangan teknologi.

Open Finance sendiri didefinisikan sebagai sebuah mekanisme berbagi data keuangan oleh pengguna. Data tersebut bisa dari mana saja, bisa dari perbankan, layanan fintech, atau lainnya (seperti data transaksi belanja, data pembelian pulsa, dan sebagainya). Faktanya, banyak data alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan analisis keuangan.

Melihat perkembangan adopsi Open Finance di Indonesia, DSInnovate dan Brick meluncurkan hasil penelitian bertajuk “Open Finance Report 2022”. Laporan ini berisi mengenai ulasan konsep, model bisnis, hingga studi kasus pemanfaatan Open Finance di Indonesia. Dilengkapi dengan temuan dari studi kualitatif dan kuantitatif yang dilakukan peneliti.

Laporan tersebut berisi empat bagian utama, sebagai berikut:

  • Pengenalan Open Finance; memberikan gambaran komprehensif tentang Open Fianance dan bagaimana teknologi ini bekerja dalam membantu industri keuangan untuk mendapatkan manfaat lebih.
  • Open Finance di Indonesia; mendalami perkembangan dan tantangan implementasi dari Open Finance di Indonesia, beserta regulasi yang saat ini memayungi konsep ini — mengingat sektor finansial diregulasi ketat oleh otoritas.
  • Pemahaman tentang Open Finance; melihat sejauh mana pelaku industri memahami tentang Open Finance dan layanan yang ditawarkan.
  • Masa Depan Open Finance; memproyeksikan bagaimana layanan Open Finance akan berkembang di Indonesia, termasuk terkait dukungan ekosistem bisnis dari sisi pelaku industri dan regulator.

Terdapat sejumlah temuan menarik dari hasil studi yang dirangkum dalam laporan tersebut. Salah satunya didasarkan pada hasil wawancara yang dilakukan kepada sejumlah pelaku industri. Dari platform We+ misalnya, di sisi industri memang ada tantangan dalam mendapatkan data yang lebih komplit untuk melakukan risk profiling guna membantu perusahaan asuransi menyesuaikan harga premi.

Pun demikian untuk industri lain seperti P2P Lending, adanya data yang lebih banyak dimungkinkan untuk menghasilkan produk yang lebih baik dan terpersonalisasi. Selain itu, juga ada pendapat dari sejumlah pelaku industri lain, termasuk dari perbankan, mengenai potensi dari implementasi Open Finance.

Untuk hasil temuan selengkapnya, unduh laporan tersebut secara gratis melalui tautan berikut ini: Open Finance Report 2022.

Disclosure: DSInnovate didukung Brick dalam penyusunan laporan ini

Ayoconnect Umumkan Pendanaan Seri B+ 199 Miliar Rupiah Dipimpin SIG Venture Capital

Startup open finance Ayoconnect kembali umumkan pendanaan lanjutan senilai $13 juta atau lebih dari 460 miliar Rupiah dalam putaran seri B+. Investasi ini dipimpin oleh SIG Venture Capital, diikuti oleh Innovation Capital serta beberapa investor sebelumnya, termasuk PayU dan Prosus.

Dengan tambahan pendanaan ini, Ayoconnect telah berhasil mengumpulkan total $28 juta atau setara dengan 420 miliar Rupiah untuk pendanaan ekuitas. Sebelumnya perusahaan telah mengumumkan penutupan putaran seri B di awal tahun 2022 dipimpin oleh Tiger Global.

Dana segar ini akan difokuskan pada pengembangan produk dan teknologi, serta investasi untuk peningkatan kualitas kepemimpinan dan pemberdayaan tim. Dalam hal ini, termasuk solusi baru untuk pembayaran, data dan perbankan serta API baru untuk pembukaan rekening dan penerbitan kartu.

Founder & CEO Ayoconnect Jakob Rost mengungkapkan bahwa kepercayaan investor merupakan hasil dari daya tarik terhadap pesatnya perkembangan solusi yang ditawarkan Ayoconnect di pasar Indonesia. Perusahaan berhasil menjalin kemitraan yang sinergis, meluncurkan berbagai produk yang berdampak besar, serta meningkatkan jangkauan nasabah dari bank yang menggunakan layanannya.

“Pendanaan ini akan mempercepat pencapaian visi kami untuk menghadirkan solusi berbasis API baru kepada klien perbankan dan mitra bisnis kami. Dalam 12 bulan ke depan akan menjadi waktu yang penting bagi kami untuk mengeksekusi inovasi dan meluncurkan solusi baru lebih cepat, serta melakukan investasi dengan cermat,” tambahnya.

Akshay Bajaj dari SIG Venture Capital menyebut Ayoconnect telah menjalankan API volume tinggi selama bertahun-tahun dan berada di posisi yang sangat baik untuk membantu pelanggan meluncurkan kasus penggunaan yang menarik dan menguntungkan dengan cepat dan aman.

Inovasi Ayoconnect

Didirikan pada tahun 2016, Ayoconnect merupakan rebranding dari startup fintech payment agregator Ayopop. Di pertengahan Agustus 2020, perusahaan mengubah fokus bisnis menjadi penyedia jaringan tagihan (open bill network) dengan solusi One API yang memungkinkan perusahaan penyedia tagihan untuk memperluas titik pembayaran mereka.

Ayoconnect meluncurkan Open Finance API pertama yang memungkinkan lembaga keuangan non-perbankan untuk memulai pembayaran direct debit berulang dari rekening tabungan pelanggan. Perusahaan bekerja sama dengan perbankan untuk menyediakan direct debit yang dapat diakses melalui satu API. Di antaranya BRI, Bank Mandiri, CIMB Niaga, BNI, Danamon, Bank Syariah Indonesia, dan Bank Neo Commerce.

Berfokus di Asia Tenggara, API Ayoconnect mempermudah bisnis untuk mengembangkan ragam layanan finansial alih-alih membangun infrastruktur sendiri. Perusahaan sudah bekerja sama dengan regulator dan bank incumbent, dan baru-baru ini dianugerahi lisensi Penyedia Layanan Pembayaran Kategori 1 oleh Bank Indonesia (BI). Selain Ayoconnect, pemain lain yang juga menawarkan solusi serupa termasuk Brick, Brankas dan Finantier.

Belum lama ini, Ayoconnect mengumumkan kemitraan strategis dengan perusahaan konsultan teknologi yang berfokus pada solusi cloud, kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) dan analitik data, Searce. Kerja sama ini bertujuan untuk mempercepat akselerasi digitalisasi perbankan di Indonesia dengan memanfaatkan teknologi Application Programming Interface (API).

Penggabungan kedua pengalaman dan keahlian, Searce dan Ayoconnect disebut akan membantu lembaga keuangan, perusahaan rintisan dan bisnis meluncurkan produk layanan digital baru dengan cepat serta membuka lebar akses keuangan untuk pencapaian target 90% inklusi keuangan pada tahun 2024 di Indonesia.

Layanan keuangan lain yang telah diluncurkan oleh klien Ayoconnect termasuk embedded payment bermitra dengan PT Kereta Api Indonesia (KAI), untuk meluncurkan fitur tiket dan produktivitas baru di KAI Access mobile app, yang memungkinkan pengguna untuk membeli pulsa, berlangganan data internet dan token listrik).

Perusahaan juga bermitra dengan Bank Syariah, bank syariah terbesar di Indonesia, untuk menambah kemampuan digital dan seluler baru dengan tujuan inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih besar di antara para nasabahnya.

Hingga saat ini, Ayoconnect telah melayani 200 pelanggan, termasuk bank-bank besar, lembaga keuangan, startup unicorn, dan fintech melalui lebih dari 4.000 produk keuangan tertanam. API-nya mencakup dua kategori: API open banking dan API layanan pembayaran, dengan tujuan membangun ekosistem open finance terlengkap di Asia Tenggara.

Visa Gandeng Startup “Open Finance” Lokal untuk Perluas Akses Layanan Keuangan

Startup open finance Brick mengumumkan kerja sama dengan Visa, pemimpin dunia dalam pembayaran digital, untuk memberi akses kepada lembaga pemberi pinjaman ke sumber data alternatif dan skor dari transaksi kartu debit dan kredit dari jaringan Visa. Kerja sama ini bertujuan untuk membantu perluasan akses keuangan di Indonesia.

Dalam bentuk nyata dari kemitraan ini, memungkinkan penyedia layanan keuangan untuk mengambil data alternatif dari transaksi kartu agregat pengguna akhir, atas persetujuan pengguna, untuk penilaian terkait risiko kredit. Wawasan tambahan ini ini membantu mitra dan klien Brick dalam memberikan keputusan kredit yang lebih baik, konsumen pun dapat mengakses jalur kredit yang mungkin mereka tidak dapat lakukan sebelumnya.

Founder dan CEO Brick Gavin Tan menyampaikan pihaknya menyadari kebutuhan akan kumpulan data yang lebih komprehensif bagi penyedia layanan keuangan untuk benar-benar memahami pelanggan mereka. “Kemitraan dengan Visa, kami yakin bahwa kami dapat memungkinkan lembaga keuangan untuk memperluas akses keuangannya,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Ia meyakini terciptanya inklusi keuangan berarti membuka jalan bagi setiap individu maupun bisnis untuk memiliki kebebasan finansial melalui berbagai layanan keuangan. Aspek inni memiliki peranan penting dalam memenuhi segala kebutuhan individu, seperti tabungan, pembayaran, kredit, serta asuransi yang bisa dilakukan secara efektif dan berkelanjutan.

Inklusi keuangan juga mempermudah akses ke berbagai layanan keuangan yang aman, nyaman, dan memadai bagi kelompok rentan, seperti masyarakat berpenghasilan rendah, tinggal di daerah yang tidak terjangkau oleh jasa keuangan, dan lainnya.

Menurut laporan Statista, per Juni 2021, jumlah kartu kredit di Indonesia sebanyak 16,71 juta kartu dan kartu debit sebanyak 226,4 juta. Angka ini memperlihatkan kesenjangan besar dalam inklusi keuangan karena sebagian besar pemegang kartu debit tidak memiliki akses ke kredit. Dampak tersebut pada akhirnya memengaruhi terhambatnya pertumbuhan ekonomi nasional.

Brick telah membangun infrastruktur yang memungkinkan pengguna akhir untuk berbagi data dengan aman dengan aplikasi fintech. Diklaim Brick telah melayani lebih dari 50 klien di Indonesia, beberapa bergerak di bidang pemberi pinjaman, bank digital, dan manajemen keuangan pribadi.

Solusi API telah diperluas, selain Brick Data API, kini perusahaan menawarkan Brick Verification dan Brick Payments. Hal ini memungkinkan rangkaian Brick API dapat mencakup kasus penggunaan yang lebih dalam dan memungkinkan pengembang untuk meluncurkan produk kelas dunia dengan satu integrasi API. Misalnya, perjalanan pengguna end-to-end dari orientasi, penjaminan dan pencairan untuk pengguna yang ingin mengambil pinjaman, sekarang dapat diotomatisasi dengan Brick Verification, Brick Data, dan Brick Payments.

Finantier turut digandeng Visa

Dalam waktu berdekatan, kompetitor terdekat Brick, Finantier, juga mengumumkan kerja sama serupa dengan Visa. Pada awal bulan ini, Finantier bermitra strategis dengan Visa untuk menggabungkan kemampuan dalam mengembangkan produk Open Finance baru yang inovatif, dengan fokus pada prediksi pendapatan, manajemen persetujuan, dan penilaian kredit alternatif.

Solusi-solusi Finantier: Account Aggregation, Credit Scoring, dan Verification memungkinkan kebebasan finansial dengan menyerahkan kepemilikan data ke tangan konsumen. Dengan membangun infrastruktur teknis untuk kebebasan finansial, integrasi tunggal Finantier, API developer-friendly memberi kekuatan pada layanan digital dan keuangan generasi berikutnya melalui portabilitas dan interoperabilitas data yang ditingkatkan.

Dengan mengembangkan bersama produk-produk open finance baru, kedua perusahaan akan menyediakan alat-alat baru bagi bisnis di seluruh Asia Pasifik untuk meningkatkan dan mengoptimalkan operasi yang ada, seperti meningkatkan proses ketekunan dan penjaminan emisi. Selain itu, akan mengeksplorasi cara-cara inovatif untuk menggabungkan platform open finance Finantier dengan sumber alternatif data dari Visa untuk memberikan peningkatan nilai bagi bisnis dan konsumen.

Finantier dan Visa akan meluncurkan produk yang dikembangkan bersama di semua pasar di Asia Pasifik, dengan fokus awal di Indonesia dan Filipina.

Co-founder dan CEO Finantier Diego Rojas mengatakan, kemitraan strategis inni merupakan tonggak utama bagi perusahaan, tidak hanya jadi validasi yang kuat, tapi juga katalis bagi pengembangan ekosistem open finance di seluruh Asia Pasifik. “Finantier bersemangat dalam membangun produk dan layanan yang memberikan nilai bagi bisnis dan pengguna akhir, dan kami senang telah menemukan mitra yang berpikirian sama di Visa” ucapnya dikutip dari situs perusahaan.

Cermati Is Reportedly Securing 250 Billion Rupiah Series D Funding Led by MDI Ventures

Financial product aggregator Cermati reportedly secured a Series D funding round worth more than $17 million (approximately 250.3 billion Rupiah). Until this news was published, no confirmation has been given by Cermati’s management.

Based on our source, this round is led by MDI Ventures. MDI, through the Centauri Fund, was Cermati’s previous investor that participated in Series C in May 2021. Blibli’s entity, Global Distribution Niaga Pte Ltd, also participated in the latest round.

Since it was founded in 2015, Cermati has grown to be more than just an aggregator of financial products. Last year, they announced a holding company named Cermati Fintech Group (CFG). This company oversees a number of financial business verticals, including Cermati.com (financial product aggregator), Cermati Protect (insurtech), Indodana (fintech lending), BaaS, and most recently Cermati Invest (APERD mutual funds).

Previously in an interview with DailySocial.id, Cermati’s CEO, Andhy Koesnandar said the company’s flagship product has succeeded in enriching Cermati’s experience in developing digital onboarding products for banking partners, insurance, and other financial institutions.

The company follows banking standardization in the process, for example through API components, Fraud Detection, Credit Scoring, and e-KYC. “This experience provides capital for us to continue to develop new business lines in CFG,” Andhy said.

As part of the Djarum Group, the company carries out many strategic partnerships with its portfolio. One of them is for BaaS to partner with BCA Digital and Blibli. This initiative was launched last year, therefore, BCA Digital users can perform banking activities through the Blibli application.

Andhy said the BaaS solution allows his team to expand the financial product offerings, from opening accounts, paylater, insurance, and others on all types of platforms virtually to third parties, therefore, they can have banking capabilities on their non-bank platforms.

“BaaS is the latest technology product offering from the Cermati Fintech Group, where we provide a technology stack to connect banks with digital platforms,” ​​he added.

In this case, Cermati developed an embedded finance strategy, opening banking services to be embedded in an application ecosystem that enables super application capabilities through Open API and BaaS capabilities. Cermati’s BaaS enables online and offline ecosystems to embed banking services, in addition to insurance and paylater used as service models in its ecosystems.

The presence of financial products can increase fintech users, reduce user friction, and increase loyalty. As for banking, BaaS technology offers a new way to partner with the ecosystem by providing banking services tailored to these customers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here