Cermati Dikabarkan Raih Pendanaan Seri D 250 Miliar Rupiah Dipimpin MDI Ventures

Startup agregator produk finansial Cermati dikabarkan mengantongi dana segar baru dalam putaran seri D bernilai lebih dari $17 juta (sekitar 250,3 miliar Rupiah). Hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi yang diberikan manajemen Cermati.

Menurut informasi yang kami dapat, putaran ini kembali dipimpin oleh MDI Ventures. MDI, melalui Centauri Fund, merupakan investor sebelumnya yang berpartisipasi dalam seri C pada Mei 2021. Global Distribution Niaga Pte Ltd, entitas dari Blibli, turut serta dalam putaran teranyar ini.

Sejak berdiri pada 2015, Cermati kini berkembang lebih dari sekadar agregator produk finansial. Tahun lalu mereka mengumumkan perusahaan holding bernama Cermati Fintech Group (CFG). CFG ini membawahi sejumlah vertikal bisnis finansial, yakni Cermati.com (agregator produk finansial), Cermati Protect (insurtech), Indodana (fintech lending), BaaS, dan yang terbaru Cermati Invest (APERD reksa dana).

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial.id, CEO Cermati Andhy Koesnandar menuturkan Cermati.com, produk flagship perusahaan, berhasil memperkaya pengalaman Cermati dalam mengembangkan produk digital onboarding untuk mitra perbankan, asuransi, dan juga lembaga keuangan lainnya.

Perusahaan mengikuti standarisasi perbankan dalam prosesnya, misalnya melalui komponen API, Fraud Detection, Credit Scoring, dan e-KYC. “Pengalaman tersebut memberikan modal buat kami untuk terus mengembangkan lini bisnis baru di CFG,” kata Andhy.

Sebagai bagian dari Grup Djarum, perusahaan banyak melakukan kemitraan strategis dengan portofolionya. Salah satunya, untuk BaaS bermitra dengan BCA Digital dan Blibli. Solusi ini telah diluncurkan tahun lalu, jadi pengguna BCA Digital dapat melakukan aktivitas perbankan melalui aplikasi Blibli.

Andhy bilang, solusi BaaS ini sejatinya memungkinkan pihaknya memperluas penawaran produk keuangan, mulai dari pembukaan rekening, paylater, asuransi, dan lainnya di semua jenis platform secara virtual kepada pihak ketiga, sehingga dapat memiliki kemampuan perbankan dalam platformnya yang non-bank.

“BaaS adalah penawaran produk teknologi terbaru dari Cermati Fintech Group, di mana kami menyediakan technology stack untuk menghubungkan bank dengan platform digital,” ucapnya.

Dalam hal ini, Cermati mengembangkan strategi embedded finance, membuka layanan perbankan dapat tertanam dalam ekosistem aplikasi yang memungkinkan kemampuan aplikasi super melalui kemampuan Open API dan BaaS. Penawaran BaaS dari Cermati memungkinkan ekosistem online dan offline untuk menanamkan layanan perbankan, selain asuransi dan paylater yang digunakan sebagai model layanan dalam ekosistem mereka.

Kehadiran produk finansial dapat meningkatkan pengguna fintech, mengurangi user friction, dan meningkatkan loyalitas. Sementara bagi perbankan, teknologi BaaS menawarkan cara baru untuk bermitra dengan ekosistem dengan menyediakan layanan perbankan yang disesuaikan dengan pelanggan tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Impact Credit Solution Rebranding Menjadi Nikel, Kantongi Pendanaan 36 Miliar Rupiah

Setelah resmi mengumumkan kehadirannya di Indonesia tahun lalu, Impact Credit Solution melakukan rebranding menjadi Nikel. Seperti diketahui sebelumnya, mereka berperan membantu perusahaan teknologi yang ingin menghadirkan kapabilitas pinjaman modal dengan memberikan jembatan akses ke perbankan.

Produk utama mereka “Single API ICS”, memungkinkan klien membuat produk pinjaman yang memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan, sambil memberi akses ke modal bank berbiaya rendah untuk mendanai pinjaman. Nikel juga menawarkan beberapa produk seperti Nikel Lend, Nikel Fund, dan Nikel Market.

Berbasis di Singapura Nikel didirikan oleh Reinier Musters (CEO) dan Mackenzie Tan (COO). Untuk memaksimalkan bisnisnya di Indonesia, mereka juga telah menunjuk Dewi Wiranti sebagai Country Head. Indonesia dinilai menjadi pasar yang memiliki potensi besar bagi mereka untuk menghadirkan solusi tersebut.

Kepada DailySocial.id, Mackenzie bercerita bahwa dengan memanfaatkan pelanggan atau merchant yang dimiliki perusahaan teknologi di masing-masing platform, ICS melalui Single API menghadirkan teknologi dan koneksi antara dua pihak pinjaman kepada pelanggan.

“ICS adalah perusahaan teknologi keuangan yang melayani pinjaman UMKM di Asia Tenggara. Kami membangun embedded lending solution yang dapat digunakan oleh perusahaan teknologi, P2P, atau bank mana pun untuk membuat produk pinjaman.”

Kantongi pendanaan Seri A1

Selain melakukan rebranding, Nikel juga telah mengantongi pendanaan tahapan seri A1 dari sejumlah investor. Tercatat Nikel berhasil memperoleh dana segar senilai $2,5 juta atau setara 36 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Vectr Fintech. Investor lain yang terlibat dalam pendanaan kali ini di antaranya adalah Patamar Capital, Mitra M Venture, Looking Glass Ventures, dan alokasi dana pribadi dari pendiri Nikel yaitu Mackenzie Tan.

Disinggung tentang pendanaan baru ini Mackenzie enggan untuk menyebutkan lebih lanjut. Dirinya menegaskan pendanaan ini merupakan tahap pertama dari putaran penggalangan dana yang lebih besar. Informasi lebih lanjut akan dibagikan oleh mereka setelah putaran pendanaan yang lebih besar telah final.

Sebelumnya Nikel telah mengumpulkan pendanaan dari bank dan perusahaan modal ventura terkemuka termasuk BCA, Patamar Capital, 500 Startups, Mitra Integra, Mitra M Venture, dan lainnya. Nikel telah menerima dukungan dari U.S. Development Finance Corporation, USAID, dan Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia.

Akhir tahun 2021 lalu Nikel juga telah menjalin kerja sama strategis dengan bank BCA, menawarkan pembiayaan yang terjangkau untuk sektor kesehatan Indonesia selama pandemi. Investasi strategis dengan bank BCA disebutkan oleh Dewi Wiranti sebagai Country Head di Indonesia adalah memungkinkan mereka untuk memberikan likuiditas yang dibutuhkan di sektor kesehatan, untuk memastikan keluarga-keluarga di Indonesia menerima perawatan dan pasokan medis yang memadai selama pandemi ini.

Brick Announces 122 Billion Rupiah Funding Led by Flourish Ventures and Antler

Open finance startup Brick announced seed funding of $8.5 million or around 122 billion Rupiah, led by Flourish Ventures and Antler. This fundraising aims to support the vision of empowering the next generation of fintech companies with an easy-to-implement, cost-effective and inclusive infrastructure. This includes regional expansion plans to Singapore and the Philippines, after its first focusing on Indonesia.

Other investors are participated in this round, including Trihill Capital, and the previous investors, Better Tomorrow Ventures and Rally Cap Ventures. There are also some well-known fintech operators, including Sima Gandhi (Plaid, Creative Juice), Yan Wu (Bond), Brian Ma (Divvy Homes) , Ooi Hsu Ken (Iterative), Amrish Rau (Pine Labs) and Andrea Baronchelli (Aspire).

Brick was founded in 2020 by Gavin Tan (CEO) and Deepak Malhotra (CTO). Gavin was an early employee at Aspire. Deepak built India’s first unicorn neobank for millennials as the co-founder and CTO of Slice.

In an official statement, Gavin said, Brick is building a fintech rail for Southeast Asian technology companies. This funding will enable Brick to accelerate growth, scale technology platforms to expand product offerings, and support more developers in the region to build financially inclusive services.

“This funding also allows us to recruit senior local talent in every country where we operate such as Indonesia, to localize our product and ensure that it is in line with best practices and the highest standards of good corporate governance and consumer protection, especially in the sphere of integrity and data protection. Compliance, consumer protection and consumer trust are our top priorities at Brick,” Tan said.

Global Investments Advisors of Flourish Ventures, Smita Aggarwal said, “Brick is ideally positioned for growth, with a great team and a leading competitive position in the market with strong regulatory support for open finance. He continued, to catalyze the growth of financial services across customer segments, Southeast Asia needs infrastructure that enables secure and fast integration of identity verification, credit assurance and financial planning for customers.

“We believe that widespread adoption of open financial tools can accelerate financial inclusion across the region and provide a significant boost to economic growth. We look forward to working with Brick as it supports the revival of embedded finance in this very unbanked region,” Aggarwal said.

Antler’s Partner, Teddy Himler added, “We believe in an open financial model and vision for Southeast Asia. With Brick, Antler believes the region will have a more transparent, competitive and innovative fintech ecosystem. While Europe is taking a regulation-driven approach, he felt the market attraction from fintech apps (and their customers) to build on top of a basic API infrastructure.

“We believe that ASEAN’s most innovative banks, governments and consumer services will embrace open finance as a way to leapfrog traditional payments and data infrastructure,” Himler said.

In addition to Brick, open finance startups that have operations in Indonesia include Finantier, Brankas, and Ayoconnect.

Brick API Solution

Brick builds Application Programming Interfaces (APIs) for fintech and consumer technology companies. This API makes it easy for popular fintech platforms to offer payment, credit, investment, and insurance products to their consumers by linking these platforms to hyperlocal data sources. For example, if a user wants to take out a loan, Brick technology can immediately link the platform with the user’s financial account, or collect mobile wallet or job data to help process loan applications.

This technology automates and integrates the time-consuming process of collecting data from multiple sources to facilitate financial transactions. That means fintech platforms can quickly offer their users a variety of customized financial products and improve access to finance while accelerating digital adoption across Indonesia and Southeast Asia.

Brick now serves more than 50 paying clients, including some of Indonesia’s fastest growing fintech and conglomerates such as Sinarmas Group and Astra Financial. The company supports more than 13 million API calls and nearly 1 million consumers every month.

Over the past six months, Brick has expanded its API suite to better serve technology companies in Indonesia. In addition to the Brick Data API, the company now offers Brick Verification and Brick Payments. This allows the Brick API suite to cover deeper use cases and allows developers to launch world-class products with a single API integration.

For example, the end-to-end user journey from onboarding, underwriting and disbursing for users looking to take out loans, can now be automated with Brick Verification, Brick Data, and Brick Payments. While the company is currently focused on Indonesia, Southeast Asia’s largest economy, Brick plans to cover the entire region, starting with expansion to Singapore and the Philippines later this year.

Brick serves a dynamic and rapidly growing technology ecosystem in Indonesia, with more than 5,000 technology companies increasingly leveraging fintech in their product offerings. Indonesian fintech companies managed to attract more than $1 billion in investment throughout 2021, up from $282 million in 2020.

The high demand was accompanied by strong regulatory support. Bank account penetration in Indonesia is still below 50% and, to meet the government’s target of 90% financial inclusion by 2024, the central bank issued a comprehensive open banking API standard in 2020. Brick is collaborating with Bank Indonesia and the Indonesian Financial Services Authority ( OJK).

Research shows that open banking can have a strong economic impact in emerging markets, where it can significantly increase financial inclusion. Research conducted by Flourish Ventures and McKinsey & Company shows that widespread adoption of an open data ecosystem in India could result in a four to five percent increase in GDP by 2030.

Flourish believes that the potential for improvement in Southeast Asia could be even greater since the region ranks ahead of India in terms of digital adoption but lags behind in access to traditional bank-provided financial services.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bagaimana Startup Open Finance Membentuk Masa Depan Pembayaran di Asia Tenggara

Banking the unbanked” telah lama menjadi slogan di sektor tekfin (terjemahan fintech) Asia Tenggara, wilayah yang menampung 290 juta penduduk yang belum jadi bagian dari sistem perbankan konvensional. Alhasil, unicorn teknologi seperti Grab dan GoTo, bersama dengan pengembang tekfin, lembaga keuangan, dan pemerintah daerah mulai mengubah pendekatan dalam menawarkan layanan keuangan.

Produk fintech mulai banyak digunakan dalam dua tahun terakhir. Penggunaan e-wallet melonjak 45% dibandingkan masa pra-pandemi. Menurut laporan dari Google, Temasek, dan Bain & Company, volume transaksi e-wallet diperkirakan akan meningkat lebih dari 200% pada tahun 2025.

Sementara penggunaan uang tunai tidak akan punah dalam waktu dekat, pertumbuhan pesat pembayaran digital kian mendukung perubahan mendasar di kawasan ini. Solusi open finance membawa inklusi keuangan di kawasan ini ke tahap selanjutnya.

Open finance mengacu pada produk dan kebijakan teknologi yang memungkinkan pelanggan mengakses layanan keuangan dari penyedia pihak ketiga yang memenuhi syarat. Infrastruktur, teknologi, dan standar data memungkinkan konsumen menautkan rekening bank mereka ke dompet GrabPay-nya,” ujar Todd Schweitzer, pendiri dan CEO pengembang keuangan terbuka Brankas yang berbasis di Indonesia.

Persetujuan berbagi data mendukung open finance, sehingga perusahaan rintisan seperti Brankas dapat mengembangkan API untuk perusahaan teknologi atau lembaga keuangan dalam mengakses data pengguna, dan yang terpenting, membangun berbagai produk terkait tekfin yang dapat melayani siapa saja, termasuk konsumen unbanked dan underbanked.

Todd Schweitzer, pendiri dan CEO Brankas, pengembang open finance yang berbasis di Indonesia. Dokumentasi oleh Brankas.

Brankas, yang berhasil meraih $20 juta dalam putaran Seri B yang dipimpin oleh Insignia Ventures Partners pada 5 Januari lalu adalah salah satu fintech tahap awal yang memungkinkan kemudahan berbagi data keuangan. Didirikan pada tahun 2016, salah satu proposisi nilai unik dari perusahaan adalah kemitraannya dengan bank di seluruh wilayah.

Menggunakan modal segar yang didapat, perusahaan akan memperluas jangkauan pasarnya dengan menghubungkan bank digital dan perusahaan fintech di Vietnam dan Bangladesh. Sejauh ini, perusahaan telah bekerja sama dengan lebih dari 40 lembaga keuangan dan 100 perusahaan teknologi yang beroperasi di Indonesia, Filipina, dan Thailand.

Perkembangan pesat startup Fintech

Pengembang open finance tahap awal lainnya termasuk Finverse yang berbasis di Hong Kong, Finantier yang berbasis di Singapura, dan Brick yang berbasis di Indonesia. Semuanya didirikan pada tahun 2020, ketika muncul banyak hambatan dalam perekonomian daerah.

“Saat pandemi, saya berdiskusi dengan beberapa driver Gojek di Jakarta. Mereka menceritakan betapa sulitnya mendapatkan pinjaman untuk membeli sepeda motor agar bisa nge-Gojek. Pertanyaan saya adalah mengapa mereka tidak pergi ke bank atau perusahaan tekfin [untuk pinjaman], dan mereka mengatakan bank dan perusahaan tekfin tidak akan membantu mereka, karena mereka tidak memiliki riwayat kredit,” salah satu pendiri Finantier Keng Low mengatakan kepada KrASIA.

Finantier mendapatkan investasi awal tujuh digit yang dipimpin oleh East Ventures dan Global Founders Capital pada Juni 2021. Dokumentasi oleh Finantier.

Untuk mengatasi masalah tersebut, Finantier menawarkan penilaian kredit, agregasi akun yang memungkinkan bisnis untuk membangun profil pelanggan dari sumber keuangan dan non-keuangan, serta solusi inisiasi pembayaran yang memungkinkan transfer uang melalui gateway pembayaran berlisensi.

Proposisi nilai unik yang digunakan perusahaan untuk membedakan dari pesaing adalah dengan berfokus di luar bank. Pada Desember 2021, Finantier secara resmi diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan Indonesia, OJK, sebagai penyedia inovasi keuangan digital dalam kategori credit scoring.

“Kompetisi adalah sesuatu yang kami pikirkan sejak awal. Dompet elektronik dan bank tidak ingin menjadi penyedia open finance dengan berbagai kerumitannya. Dengan terkoneksi ke telekomunikasi, perusahaan e-commerce, dan dompet digital, kami membedakan diri dari pemain lain,” sebut Low.

Tidak seperti Brankas dan Brick, yang beroperasi di bawah model pembayaran per pakai, Finantier menawarkan konsep product-as-a-service (PaaS), yang menurut salah satu pendiri Finantier Keng Low sebagai keunggulan dibandingkan startup lain di bidangnya. Tidak seperti perusahaan lain di arena yang sama, perusahaan tidak membebankan biaya setup atau menarik pendapatan dari transaksi.

Namun, bagi Gavin Tan, CEO dan Co-Founder Brick, persaingan tidak terlalu menjadi perhatian. “Kita harus menganggap API sebagai infrastruktur modern yang memungkinkan platform tekfin diluncurkan dengan cara yang jauh lebih mudah, lebih cepat, dan lebih murah. Laju startup fintech telah mencapai 5x lipat dibandingkan tiga tahun lalu, dengan API yang menyediakan infrastruktur,” katanya.

Apakah regulasi berjalan seiring inovasi?

Meski industri tekfin tumbuh subur, regulator belum bisa memproses secara penuh perkembangan baru tersebut. Sejauh ini, hanya Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand yang telah menerbitkan kerangka kerja open finance yang mendefinisikan inisiatif utama seperti regulasi data dan infrastruktur, menurut laporan Brankas dan Integra Partners.

Brick menerima sejumlah dana seed dengan jumlah yang dirahasiakan pada Maret 2021 dari 1982 Ventures dan Antler. Dokumentasi milik Brick.

“Tantangan paling utama adalah minimnya literasi pasar. Regulator masih mempelajari dan merancang regulasi open finance di negaranya. Namun belum ada regulasi detailnya,” kata Schweitzer.

Di Indonesia, misalnya, Kementerian TI dan DPR sedang dalam diskusi untuk meninjau RUU Perlindungan Data Pribadi, yang diharapkan dapat menentukan hak kepemilikan data di negara tersebut. Namun, belum jelas kapan RUU itu akan disahkan, menurut publikasi lokal Voice of Indonesia.

Meskipun hal ini dimaksudkan untuk pengguna memiliki kendali penuh atas data mereka sendiri di bawah kerangka kerja open finance, lembaga keuangan akan terus mengontrol data keuangan pelanggan, seperti saldo akun, hipotek, dan riwayat kredit. “Secara umum di Asia Tenggara, kita akan melihat bahwa data tidak benar-benar dibagikan dengan cara yang bermanfaat. Data keuangan tidak dibagikan dengan cara yang andal, itu sebabnya orang tidak bisa mendapatkan akses ke layanan keuangan,” tambah Gavin.

Meskipun begitu, pendiri Brankas, Bricks, dan Finantier tetap optimis dengan open finance, dan tengah memperkuat kehadiran di regional. Pasarnya sangat besar—pembayaran digital, termasuk e-wallet dan pembayaran akun-ke-akun, hanya menyumbang 24% dari total volume pembayaran pada tahun 2021, sementara uang tunai digunakan untuk 59% dari total volume tersebut, menurut laporan Google, Temasek, dan Bain & Company.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Brick Umumkan Pendanaan 122 Miliar Rupiah Dipimpin Flourish Ventures dan Antler

Startup open finance Brick mengumumkan perolehan dana tahap awal sebesar $8,5 juta atau sekitar 122 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Flourish Ventures dan Antler. Penggalangan dana ini untuk mendukung visi memberdayakan perusahaan fintech generasi berikutnya dengan infrastruktur yang mudah diterapkan, hemat biaya, dan inklusif. Termasuk di antaranya rencana ekspansi regional, seperti Singapura dan Filipina, setelah fokus di Indonesia sejak pertama kali berdiri.

Investor lain yang turut serta dalam putaran ini, termasuk Trihill Capital, investor sebelumnya seperti Better Tomorrow Ventures dan Rally Cap Ventures, dan operator fintech terkenal termasuk Sima Gandhi (Plaid, Creative Juice), Yan Wu (Bond), Brian Ma (Divvy Homes), Ooi Hsu Ken (Iteratif), Amrish Rau (Pine Labs) dan Andrea Baronchelli (Aspire) juga berpartisipasi.

Brick didirikan pada tahun 2020 oleh Gavin Tan (CEO) dan Deepak Malhotra (CTO). Gavin adalah karyawan awal di Aspire. Deepak membangun neobank unicorn pertama untuk milenium di India sebagai salah satu pendiri dan CTO Slice.

Dalam keterangan resmi, Gavin mengatakan, Brick sedang membangun rel fintech untuk perusahaan teknologi Asia Tenggara. Pendanaan ini memungkinkan Brick untuk mempercepat pertumbuhan, menskalakan platform teknologi untuk memperluas penawaran produk, dan mendukung lebih banyak pengembang di kawasan ini untuk membangun layanan keuangan inklusif.

“Pendanaan ini juga memungkinkan kami untuk merekrut talenta lokal senior di setiap negara tempat kami beroperasi seperti Indonesia, untuk melokalisasi produk kami dan memastikan bahwa itu sejalan dengan praktik terbaik dan standar tertinggi tata kelola perusahaan yang baik dan perlindungan konsumen, terutama dalam lingkup integritas dan perlindungan data. Kepatuhan, perlindungan konsumen, dan kepercayaan konsumen adalah prioritas utama kami di Brick,” ucap Tan.

Global Investments Advisors Flourish Ventures Smita Aggarwal menyampaikan, Brick berada dalam posisi yang ideal untuk pertumbuhan, dengan tim yang hebat dan posisi kompetitif terkemuka di pasar dengan dukungan regulasi yang kuat untuk keuangan terbuka. Dia melanjutkan, untuk mengkatalisasi pertumbuhan layanan keuangan di seluruh segmen pelanggan, Asia Tenggara membutuhkan infrastruktur yang memungkinkan integrasi yang aman dan cepat untuk verifikasi identitas, penjaminan kredit, dan perencanaan keuangan bagi pelanggan.

“Kami percaya bahwa adopsi yang luas dari alat keuangan terbuka dapat mempercepat inklusi keuangan di seluruh wilayah dan memberikan dorongan yang signifikan untuk pertumbuhan ekonomi. Kami berharap dapat bekerja sama dengan Brick karena ini mendukung kebangkitan keuangan tertanam di wilayah yang sangat tidak memiliki rekening bank ini,” kata Aggarwal.

Partner Antler Teddy Himler menambahkan, pihaknya percaya pada model dan visi keuangan terbuka untuk Asia Tenggara. Dengan Brick, Antler yakin kawasan ini akan memiliki ekosistem fintech yang lebih transparan, kompetitif, dan inovatif. Sementara Eropa mengambil pendekatan yang didorong oleh peraturan, ia merasakan tarikan pasar dari fintech apps (dan pelanggannya) untuk membangun di atas infrastruktur API dasar.

“Kami percaya bahwa bank, pemerintah, dan layanan konsumen ASEAN yang paling inovatif akan merangkul keuangan terbuka sebagai cara untuk melompati pembayaran tradisional dan infrastruktur data,” kata Himler.

Selain Brick, startup open finance yang memiliki operasional di Indonesia, di antaranya Finantier, Brankas, dan Ayoconnect.

Solusi API Brick

Brick membangun Antarmuka Pemrograman Aplikasi (API) untuk fintech dan perusahaan teknologi konsumen. API ini memudahkan platform fintech populer untuk menawarkan pembayaran, kredit, investasi, dan produk asuransi kepada konsumen mereka dengan menghubungkan platform tersebut dengan sumber data hyperlocal. Misalnya, jika pengguna ingin mengambil pinjaman, teknologi Brick dapat segera menghubungkan platform dengan akun keuangan pengguna, atau mengumpulkan dompet seluler atau data pekerjaan untuk membantu memproses aplikasi pinjaman.

Teknologi ini mengotomatiskan dan mengintegrasikan proses pengumpulan data yang memakan waktu dari berbagai sumber untuk memfasilitasi transaksi keuangan. Itu berarti platform fintech dapat dengan cepat menawarkan kepada penggunanya berbagai produk keuangan yang disesuaikan dan meningkatkan akses ke keuangan pada saat mempercepat adopsi digital di seluruh Indonesia dan Asia Tenggara.

Brick kini telah melayani lebih dari 50 klien yang membayar, termasuk beberapa fintech dan konglomerat Indonesia yang tumbuh paling cepat di Indonesia seperti Sinarmas Group dan Astra Financial. Perusahaan telah mendukung lebih dari 13 juta panggilan API dan hampir 1 juta konsumen setiap bulan.

Selama enam bulan terakhir, Brick telah memperluas rangkaian API-nya untuk melayani perusahaan teknologi di Indonesia dengan lebih baik. Selain Brick Data API, perusahaan sekarang menawarkan Brick Verification dan Brick Payments. Hal ini memungkinkan rangkaian Brick API dapat mencakup kasus penggunaan yang lebih dalam dan memungkinkan pengembang untuk meluncurkan produk kelas dunia dengan satu integrasi API.

Misalnya, perjalanan pengguna end-to-end dari orientasi, penjaminan dan pencairan untuk pengguna yang ingin mengambil pinjaman, sekarang dapat diotomatisasi dengan Brick Verification, Brick Data, dan Brick Payments. Meski perusahaan saat ini fokus pada Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Brick berencana untuk mencakup seluruh wilayah regional, dimulai dengan ekspansi ke Singapura dan Filipina pada akhir tahun ini.

Brick melayani ekosistem teknologi yang dinamis dan berkembang pesat di Indonesia, dengan lebih dari 5.000 perusahaan teknologi yang semakin memanfaatkan fintech dalam penawaran produk mereka. Perusahaan fintech Indonesia berhasil menarik lebih dari $1 miliar penanaman investasi sepanjang 2021, naik dari $282 juta pada 2020.

Tingginya permintaan dibarengi dengan dukungan regulasi yang kuat. Penetrasi rekening bank di Indonesia masih di bawah 50% dan, untuk memenuhi target pemerintah sebesar 90% inklusi keuangan pada tahun 2024, bank sentral menerbitkan standar API perbankan terbuka yang komprehensif pada tahun 2020. Brick bekerja sama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan Indonesia (OJK).

Penelitian menunjukkan bahwa perbankan terbuka dapat memiliki dampak ekonomi yang kuat di pasar negara berkembang, di mana hal itu dapat secara signifikan meningkatkan inklusi keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Flourish Ventures dan McKinsey & Company menunjukkan bahwa adopsi luas ekosistem data terbuka di India dapat menghasilkan peningkatan PDB sebesar empat hingga lima persen pada 2030.

Flourish percaya bahwa potensi peningkatan di Asia Tenggara dapat lebih besar lagi sejak peringkat wilayah di depan India dalam hal adopsi digital tetapi tertinggal dalam akses ke layanan keuangan tradisional yang disediakan bank.

Ayoconnect Kantongi Pendanaan Seri B Senilai 215 Miliar Rupiah

Setelah mengantongi pendanaan pra-seri B senilai $10 juta pada akhir tahun 2021 lalu, ​​Ayoconnect kembali mengumumkan pendanaan untuk putaran seri B mereka. Kali ini nilai investasi yang didapat senilai $15 juta (setara dengan Rp215 miliar). Putaran teranyar ini dipimpin oleh Tiger Global, firma modal ventura yang juga berinvestasi di JD, Microsoft, dan Amazon.

Putaran pendanaan ini juga mendapatkan partisipasi dari perusahaan payment gateway global PayU dan firma manajemen investasi Alto Partners, serta investor individual Jerry Ng (Presiden Komisaris Bank Jago) dan William Hockey (salah satu pendiri perusahaan fintech Plaid).

Selanjutnya Ayoconnect akan menggunakan dana segar dari putaran pendanaan ini untuk mengembangkan inovasi  serta meluncurkan produk-produk baru, di antaranya API Direct Debit. API Direct Debit besutan Ayoconnect memungkinkan perusahaan ritel menghadirkan fitur pembayaran melalui pendebitan otomatis dari rekening pembeli dari enam bank ternama di Indonesia.

Fitur ini diyakini akan semakin meningkatkan kenyamanan pembeli, karena pembeli tidak perlu lagi melakukan transfer manual atau pun memasukkan informasi kartu debit atau kredit saat bertransaksi. Saat ini, Ayoconnect sedang menjalani proses diskusi untuk merangkul lebih banyak institusi finansial ke dalam ekosistemnya.

Dalam rilis yang diterima oleh DailySocial.id, Co-Founder & CEO Ayoconnect Jakob Rost mengungkapkan, pengalaman perusahaannya dalam membangun infrastruktur finansial di Indonesia selama enam tahun telah menjadikannya sebagai platform open finance kokoh dan paling dibutuhkan di Indonesia.

“Ayoconnect ingin membangun ekosistem terlengkap yang dapat mendukung pertumbuhan bisnis perusahaan berbagai skala, baik yang sudah berdiri sejak lama hingga calon tech unicorn di masa depan. Kami bangga atas kepercayaan yang telah diberikan oleh investor-investor terbesar di dunia untuk mewujudkan visi kami.”

Pertumbuhan bisnis

Sebagai platform open finance, saat ini Ayoconnect telah memiliki 500 juta API hit setiap tahunnya. Solusi API yang Ayoconnect bangun telah digunakan oleh lebih dari 200 perusahaan, termasuk di antaranya institusi finansial dan perusahaan teknologi terkemuka di Indonesia.

Kerja sama resmi dijalin dengan bank-bank besar di Indonesia juga memungkinkan Ayoconnect untuk menyediakan layanan data alternatif yang mencakup informasi keuangan pelanggan—baik yang sudah memiliki akses ke layanan perbankan (banked) maupun yang belum (unbanked)—untuk membantu perusahaan membuat keputusan yang lebih tepat serta menghadirkan layanan keuangan terpersonalisasi bagi pelanggannya.

Ayoconnect didirikan sejak tahun 2016 oleh Jacob bersama dua rekannya Chiragh Kirpalani (Co-Founder dan COO) dan Adi Vora (Co-Founder dan CTO) dengan fokus membangun solusi berbasis API untuk pembayaran tagihan dan produk digital lainnya. Kini perusahaan menyediakan layanan API untuk berbagai kebutuhan, yang mereka sebut sebagai API Full Stack (meliputi: Financial APIs, Bill APIs, Open Finance APIs, dan Insights APIs).

Platform open finance di Indonesia

Potensi yang dapat dihasilkan oleh platform open finance memang sangat besar di tengah pertumbuhan pesan bisnis fintech di Indonesia. Sederhananya, melalui platform open finance memungkinkan berbagai pengembang aplikasi digital untuk menyediakan kapabilitas fintech di dalam layanannya (embedded).

Selain Ayoconnect, saat ini terdapat beberapa pemain lain yang juga menghadirkan solusi open finance, yakni Brick, Brankas, Finantier, dan lain-lain. Brankas sendiri awal tahun ini juga mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai 287 miliar Rupiah yang dipimpin Insignia Ventures. Sementara Finantier telah mendapatkan dukungan dari Y Combinator, East Ventures, dan sejumlah investor lainnya.

Di sisi regulasi, ekosistem open finance juga turut didukung dengan adanya standardisasi Open API yang tahun lalu diresmikan oleh bank Indonesia. Ini menjadi tonggak penting, mengingat para pengembang platform menjajakan solusinya melalui sambungan API kepada para pelanggannya.

Brankas Scores 287 Billion Rupiah Series B Funding Led by Insignia Ventures

Fintech startup for open finance solution, Brankas, announced $20 million (over 287 billion Rupiah) series B round led by Insignia Ventures Partners with participation from previous investors, Beenext and Integra Partners. Brankas will use the fresh money to expand its network, BaaS API products in six countries in Asia, and double the team of 100 people.

Furthermore, also participated in this round, Visa, AFG Partners and Treasury International, a venture capital firm led by veteran fintech founders Jeff Cruttenden of Acorns and Eli Broverman of Betterment.

Brankas is part of the Visa’s accelerator program last year. One of Visa’s ongoing innovations is the issuance of digital credit cards using Visa’s data capabilities. This solution was showcased during demo day in September 2021.

In an official statement, Samir Chaibi, Principal at Insignia Ventures Partners said, “Brankas is well equipped and well positioned to support the acceleration of the open finance industry in Southeast Asia. We are pleased to partner with a team that has world-class API-based infrastructure built for the key Southeast Asian market to serve emerging fintech players.

“We are also impressed with Brankas’ approach to market development and its ability to launch and scale the products in a regulatory compliant manner while ensuring that developers benefit from a reliable and stable source of banking and financial data and beyond,” Chaibi said, Wednesday (1/5).

Currently, the Brankas platform offers more than 10 BaaS APIs, including online bank account opening, credit assessment, identity verification, e-commerce transactions, and payment solutions for the gig economy. The startup, which was founded in 2016, has a vision to democratize access to financial data and identity for banks, traditional financial institutions, and fintech startups.

For financial institutions, the Safe API platform opens up new digital capabilities and revenue streams such as online payments, identity verification and account opening, and to extend their reach, especially for users who historically have limited access with traditional financial services.

Meanwhile, for fintech companies, the Brankas platform is a bridge for important data needs for verification or assessment processes that should take longer to develop and optimize for users. These use cases are also leveraged outside of financial services, such as e-commerce companies using the Brankas’ API to verify and secure payments on their platforms.

Across industries and use cases, Brankas offers compliant, reliable and secure systems at scale to simplify the local complexities of building and operating fintech products and services.

Brankas’ solution has been used by companies in Indonesia, the Philippines, and Thailand. In the near future, it will soon expand to Vietnam and Bangladesh through partnerships with current leading bank and fintech players.

Quoting from Techcrunch, the company’s interest in the Brankas’ BaaS API solution is growing by 30% every month. There are now more than 40 financial institutions and 100 technology companies and channel partners. Since many of the clients of fintech startups focus on the unbanked and underbanked, Brankas’ partners extend to financial providers such as remittances and e-wallets.

Brankas’ Co-Founder & CEO Todd Schweitzer said that there is a huge opportunity for the open finance industry in Southeast Asia. He said, open finance is more than just payment or banking. Brankas building the next generation of financial services infrastructure in Southeast Asia has opened up new financial product development opportunities, in a region historically dominated by established incumbents.

“Thanks to our growing network of partners and customers, we continue to deepen our understanding of this opportunity and lead the solution development to open this door for those here in Southeast Asia.”

He continued, the year 2021 was a company breakthrough as it opened up opportunities for financial institutions and companies to partner in new businesses in a way that had never been seen before for consumers in Southeast Asia.

Indonesia’s open finance

Compared to other similar players, such as Finantier and Finverse, Brankas claims to be the only company that offers a regulated payments API that allows direct bank transfers and money transfers without intermediaries, as well as API-connected cryptocurrency and e-wallet payments.

Brankas also conveyed four points related to what made him different from his competitors. First, they focus more on the “supply side” of open finance, helping financial institutions to become “API-ready”. The solutions presented help banks to deliver commercial API products in 6 weeks or less.

Second, Brankas seeks to help the government create a competitive and well-regulated open finance economy, therefore, it will be actively involved and chair the relevant associations for consultation. Third, the ongoing regional strategic partnership to bring new technologies and solutions to Indonesia; including with Visa, APIX, and Proxtera. And lastly, Brankas wants to ensure that the API aggregation presented is always reliable in terms of performance and security.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Brankas Tutup Pendanaan Seri B 287 Miliar Rupiah, Dipimpin Insignia Ventures

Startup fintech penyedia solusi open finance Brankas mengumumkan penutupan putaran seri B senilai $20 juta (lebih dari 287 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Insignia Ventures Partners dengan partisipasi dari investor sebelumnya, yakni Beenext dan Integra Partners. Dengan putaran ini, Brankas akan perluas jaringan, produk BaaS API di enam negara di Asia, dan menggandakan tim dari saat ini berjumlah 100 orang.

Lebih lanjut, dalam putaran ini juga turut diikuti oleh Visa, AFG Partners dan Treasury International, perusahaan modal ventura yang dipimpin oleh pendiri fintech veteran Jeff Cruttenden dari Acorns dan Eli Broverman dari Betterment.

Brankas adalah salah satu peserta dari program akselerator yang diselenggarakan Visa pada tahun lalu. Salah satu inovasi yang dikerjakan bersama Visa adalah penerbitan kartu kredit digital yang menggunakan kemampuan data Visa. Solusi ini dipamerkan saat demo day di September 2021.

Dalam keterangan resmi, Prinsipal di Insignia Ventures Partners Samir Chaibi menuturkan, Brankas memiliki perlengkapan yang baik dan posisi yang baik untuk mendukung percepatan industri open finance di Asia Tenggara. Pihaknya senang dapat bermitra dengan tim yang memiliki infrastruktur berbasis API kelas dunia yang dibangun untuk pasar utama Asia Tenggara untuk melayani pemain fintech yang sedang berkembang.

“Kami juga terkesan dengan pendekatan Brankas terhadap pengembangan pasar dan kemampuan mereka untuk meluncurkan dan menskalakan produk mereka dengan cara yang sesuai dengan peraturan sambil memastikan bahwa pengembang mendapat manfaat dari sumber data perbankan dan keuangan yang andal dan stabil dan seterusnya,” ucap Chaibi, Rabu (5/1).

Saat ini platform Brankas menawarkan lebih dari 10 BaaS API, termasuk di antaranya membuka rekening bank online, penilaian kredit, verifikasi identitas, transaksi e-commerce, dan solusi pembayaran untuk gig economy. Startup yang didirikan pada 2016 ini memiliki visi ingin mendemokratisasi akses ke data keuangan dan identitas untuk bank, lembaga keuangan tradisional, dan startup fintech.

Untuk lembaga keuangan, platform API Brankas membuka kemampuan digital dan aliran pendapatan baru seperti pembayaran online, verifikasi identitas dan pembukaan rekening, dan dengan ekstensi memperluas jangkauan mereka, terutama kepada pengguna yang secara historis sulit dilayani dengan layanan keuangan tradisional.

Sementara bagi perusahaan fintech, platform Brankas adalah jembatan untuk kebutuhan data penting untuk proses verifikasi atau penilaian yang seharusnya memakan waktu lebih lama untuk dikembangkan dan dioptimalkan bagi pengguna. Kasus penggunaan ini juga dimanfaatkan di luar layanan keuangan, seperti perusahaan e-commerce yang menggunakan API Brankas untuk memverifikasi dan mengamankan pembayaran di platform mereka.

Di seluruh industri dan kasus penggunaan, Brankas menawarkan sistem yang sesuai, andal, dan aman dalam skala besar untuk menyederhanakan kerumitan lokal dalam membangun dan mengoperasikan produk dan layanan fintech.

Saat ini solusi Brankas sudah dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, Filipina, dan Thailand. Dalam waktu dekat, akan segera merambah ke Vietnam dan Bangladesh lewat kemitraan dengan pemain bank dan fintech terdepan di sana.

Mengutip dari Techcrunch, minat perusahaan terhadap solusi API BaaS Brankas mengalami pertumbuhan hingga 30% tiap bulannya. Kini ada lebih dari 40 lembaga keuangan dan 100 perusahaan teknologi dan mitra saluran. Semenjak banyak klien dari startup fintech berfokus pada kelompok unbanked dan underbanked, mitra Brankas meluas hingga perusahaan penyedia keuangan seperti remitansi dan e-wallet.

Co-Founder & CEO Brankas Todd Schweitzer menuturkan peluang yang begitu besar untuk industri open finance di Asia Tenggara. Menurut dia, open finance itu lebih dari sekadar pembayaran atau perbankan. Brankas membangun infrastruktur layanan keuangan generasi berikutnya di Asia Tenggara telah membuka peluang pengembangan produk keuangan baru, di wilayah yang secara historis didominasi oleh pemain lama yang mapan.

“Berkat jaringan mitra dan pelanggan kami yang berkembang, kami terus memperdalam pemahaman kami tentang peluang ini dan memimpin pengembangan solusi untuk membuka pintu ini bagi mereka di sini di Asia Tenggara,” ujar dia.

Dia melanjutkan, tahun 2021 kemarin adalah tahun terobosan bagi perusahaan karena membuka kesempatan bagi lembaga keuangan dan perusahaan untuk bermitra dalam bisnis baru dengan cara yang belum pernah ada sebelumnya bagi konsumen di Asia Tenggara.

Layanan open finance di Indonesia

Dibandingkan pemain sejenisnya, seperti Finantier dan Finverse, Brankas mengklaim dirinya sebagai satu-satunya perusahaan yang menawarkan API pembayaran teregulasi yang memungkinkan transfer bank langsung dan pengiriman uang tanpa perantara, serta pembayaran mata uang kripto dan e-wallet yang terhubung secara API.

Brankas sendiri menyampaikan empat poin terkait hal yang menjadi pembeda dengan para kompetitornya. Pertama, mereka lebih fokus pada “sisi pasokan” dari open finance, yakni membantu lembaga keuangan untuk menjadi “API-ready”. Solusi yang dihadirkan membantu bank untuk menghadirkan produk API komersial dalam jangka 6 minggu atau kurang.

Kedua, Brankas berupaya untuk membantu pemerintah menciptakan ekonomi open finance yang kompetitif dan diregulasi dengan baik, sehingga memilih terlibat aktif dan mengetuai asosiasi terkait untuk urun rembuk. Ketiga, jalinan kemitraan strategis regional yang terus dibangun menghadirkan teknologi dan solusi baru ke Indonesia; termasuk bersama Visa, APIX, dan Proxtera. Dan yang terakhir, Brankas ingin selalu memastikan agregasi API yang dihadirkan selalu dapat diandalkan secara performa dan keamanan.

Analisis Pendanaan, Merger GoTo, Bank Digital, NFT, dan Artikel Populer Lain Sepanjang 2021

Salah satu tujuan DailySocial.id adalah menghadirkan wawasan mendalam seputar industri kepada ekosistem kewirausahaan digital di Indonesia. Sepanjang tahun 2021 –masih di tengah suasana pandemi Covid-19—ekosistem startup masih memperlihatkan dinamika yang menarik untuk diikuti. Unicorn baru, konsep bisnis baru yang menjadi populer, hingga aksi-aksi penting perusahaan turut andil di dalamnya.

Berikut ini kami rangkum sejumlah artikel populer di DailySocial.id sepanjang 2021. Daftar ini merupakan sajikan spesial, karena berisi ulasan/analisis mendalam seputar topik tertentu yang tengah banyak diperbincangkan oleh pemain industri.

Analisis Pendanaan

Data pendanaan selalu menjadi komoditas berita menarik dalam media bisnis dan startup teknologi. Kami memberikan rangkuman tren pendanaan setiap kuartal untuk melihat bagaimana sektor-sektor tertentu dalam industri mendapatkan perhatian dari para investor.

Banyak temuan menarik yang diungkapkan, sepanjang Q3 2021 ini pendanaan lanjutan (seri A dan di atasnya) mulai banyak mendominasi di ekosistem startup Indonesia, baik dari sisi nominal yang dibukukan ataupun jumlah transaksi.

Selengkapnya simak artikel-artikel berikut ini:

Bank digital mulai bersinar

Bisnis bank digital juga menjadi topik yang sangat hangat diperbincangkan sepanjang tahun 2021. Kehadiran model bisnis baru dalam perbankan tersebut digadang-gadang akan menjadi masa depan yang tengah dibentuk oleh pemain industri. Yang tak kalah menarik, banyak perusahaan digital turut andil di dalamnya, baik secara aktif dalam proses pengembangan maupun menjadi penyokong dana.

Untuk memahami perspektif industri bank digital, tahun lalu kami melakukan wawancara dengan sejumlah pemain bank digital yang sudah meramaikan industri. Konteksnya untuk mendalami, visi seperti apa yang akan mereka realisasikan dengan model bisnis tersebut. Berikut ini daftar artikelnya:

Selain itu, terdapat ulasan yang menyoroti tentang bagaimana sinergi mutualisme antara startup dan bank digital dapat berdampak pada peningkatan indeks inklusi keuangan di Indonesia. Di sini pembaca dibawa untuk memahami beberapa startup digital yang berinvestasi ke bank digital, seperti Gojek berinvestasi ke Bank Jago, Akulaku ke Bank Neo Commerce, dan Sea Group ke BKE. Selengkapnya di artikel berikut ini: Kolaborasi Startup dan Bank Digital untuk Memperkuat Inovasi dan Inklusi Keuangan.

Dengan sudut pandang berbeda, editor DailySocial.id juga menyelami hiruk-pikuk kehadiran bank digital, mencoba satu per satu layanan yang sudah meluncur dan memberikan opini terkait impresi awal terhadap aplikasi tersebut. Hingga pada akhirnya disimpulkan bahwa bank digital itu saat ini baru sekadar nice to have, belum benar-benar menyajikan gebrakan yang signifikan hingga menjadi sesuatu yang mendesak untuk dimiliki. Simak cerita pengalaman tersebut melalui artikel ini: Bank Digital Masih Sekadar “Nice to Have”.

Merger GoTo

Dua startup lokal paling fenomenal (dibaca: terbesar dari sisi valuasi) memutuskan untuk merger. Gabungan antara unit bisnis Gojek dan Tokopedia digadang-gadang akan mampu menghasilkan nilai ekonomi yang sangat besar, mengingat keduanya memiliki basis pelanggan dan mitra yang sangat luas. Dalam artikel berjudul “Mendalami Potensi Integrasi Goto, Hasil Merger Gojek dan Tokopedia”, kami mencoba melihat dari sudut pandang lain, yakni potensi kolaborasi antarfitur yang mungkin saling melengkapi – atau saling bertabrakan karena keduanya memiliki unit yang sama.

Secara khusus kami membedah ekosistem layanan di masing-masing platform untuk mengetahui sejauh mana inovasi produk yang telah berhasil mereka telurkan. Di dalamnya termasuk integrasi-integrasi yang telah dilakukan bersama mitra strategisnya. Contohnya untuk studi kasus Gojek digambarkan dalam bagan berikut ini.

Di artikel tersebut di atas, kami juga mengulas dari sudut Tokopedia. Dengan memahami unit-unit produk dan bisnis yang dimiliki, beserta afiliasinya, diharapkan pembaca bisa mendapatkan gambaran tentang bagaimana roadmap produk GoTo ke depannya. Termasuk mendalami aspek-aspek apa saja yang akan menjadi kekuatan utama mereka atas gabungan dua kekuatan yang berbeda tersebut.

Model bisnis baru

Ekosistem startup syarat dengan inovasi layanan yang terus berkembang. Setiap tahun selalu ada model-model baru yang coba ditawarkan oleh para pemain. Salah satu yang cukup mendapatkan perhatian adalah Open Finance, konsep tersebut memungkinkan sebuah layanan fintech disematkan ke dalam berbagai jenis aplikasi digital. Tidak hanya itu, Open Finance dianggap menghilangkan berbagai friksi yang masih menjadi halangan dalam pengembangan ekosistem keuangan digital, misalnya dengan menghadirkan mekanisme skoring kredit yang lebih komprehensif. Ulasan tentang Open Finance kami tulis di sini: Mengenal Ragam Konsep “Open Finance” di Dunia Digital.

Selain Open Finance, NFT juga menjadi satu hal yang cukup menghebohkan menjelang akhir tahun. Selain kreator lokal yang mulai meramaikan ekosistemnya, mulai ada beberapa startup yang coba mengakomodasi kebutuhan di sisi bisnis. Pemahaman tentang NFT dan bagaimana cara konsep tersebut bekerja menjadi banyak dicari. Kami pun secara khusus berbincang dengan beberapa pakar untuk menyimpulkan tentang konsep NFT dan bagaimana potensi yang dapat diberikan untuk ekosistem lokal dalam artikel: Memahami Non-Fungible Token (NFT), Mempercepat Adopsi di Indonesia.

Wawancara eksklusif

Tahun 2021, DailySocial.id juga melakukan wawancara eksklusif dengan banyak pelaku industri. Beberapa di antaranya berhasil mendapatkan perhatian dari pembaca. Berikut ini daftar artikel wawancara paling populer sepanjang tahun lalu:

Kami terus berkomitmen untuk terus menghadirkan artikel-artikel berkualitas yang bermanfaat untuk pelaku industri. Untuk berbagai artikel pilihan lain yang sudah terbit dan yang akan datang dapat Anda nikmati melalui kanal DS Premium: https://dailysocial.id/premium-content.

Indepay Hadir Tawarkan Pengalaman ala “Social Commerce” di Layanan Fintech

Pandemi Covid-19 telah mendorong perubahan signifikan pada perilaku masyarakat, dari yang bersifat konvensional menjadi serba digital. Bank Indonesia encatat, nilai transaksi dengan uang elektronik mencapai Rp 25,4 triliun pada Juli 2021. Jumlah itu meningkat 5% dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 24,1 triliun.

Sementara itu, sistem pembayaran Indonesia disebut masih berada dalam tahap awal pengembangan, 80% rekening bank yang ada belum sepenuhnya terdigitalisasi. Melihat isu tersebut, Indepay hadir menawarkan platform transfer terbuka yang dirancang untuk mendorong transformasi industri pembayaran digital menggunakan teknologi transfer antar pengguna secara real-time.

“Kami sedang membangun platform transaksi berbasis Open API dengan mendekatkan bank kepada konsumen untuk mendorong transformasi lanskap pembayaran digital dengan transfer account-to-account secara real-time,” tulis Co-Founder & CEO Indepay Rajib Saha.

Didirikan pada Juli 2020, Indepay memiliki fokus untuk merevolusi sektor finansial di Asia Tenggara. Perusahaan disebut telah memiliki ekosistem mitra yang berkembang yang dibangun di sekitar bank anggota yang membuat transfer baik sebagai konsumen dan bisnis menjadi efisien, dengan biaya rendah dan mengarahkan pada kemungkinan yang tak terbatas.

Secara intrinsik, platform ini memetakan nomor ponsel dengan rekening bank pelanggan sebagai identitas pembayaran unik untuk pengalaman transfer akun-ke-akun yang lebih cepat & aman yang disebut Pay-ID. Sistem ini akan memberdayakan pengguna untuk membangun reputasi digital dan membantu menjaga keamanan dan kontrol berbasis persetujuan atas data keuangan mereka.

Layanan berbasis open finance di Indonesia memang sedang marak dikembangkan. Isunya sama, karena kebutuhan konsumen atas akses ke layanan keuangan yang lebih mulus. Ayoconnect, Xendit, Finantier, Brick adalah beberapa nama startup yang bermain di ranah tersebut; termasuk salah satunya menyuguhkan API untuk transfer atau penerimaan dana.

Target berikutnya

Dalam jangka waktu tiga tahun ke depan, perusahaan menargetkan untuk mendigitalkan setidaknya 100 juta nasabah Indonesia dan memfasilitasi 1 miliar transaksi per bulan. Saat ini, kantor Indepay berlokasi di Jakarta, Singapura dan Gurgaon, namun timnya mengaku saat ini hanya fokus dengan market di Indonesia. Ke depannya, perusahaan berencana untuk ekspansi ke negara lainnya di Asia Tenggara, dan juga India.

Dari sisi pendanaan eksternal, saat ini Indepay telah didukung oleh BEENEXT dan T8 Capital Partners. Tanpa menjabarkan detail pendanaan, Rajib menyebutkan bahwa timnya masih dalam proses untuk menutup putaran ini dengan tambahan dana dari beberapa investor lainnya.

Founder & CEO BEENEXT Teruhide Sato mengatakan, “Kami telah berinvestasi di berbagai startup fintech di seluruh dunia, dan kami mencermati bahwa kehadiran transfer antarbank digital semakin mendorong pertumbuhan ekonomi digital di setiap negara. Karena itulah, kami bekerja sama dengan Indepay untuk membangun platform transfer terbuka di Indonesia, yang menghubungkan semua pelaku usaha sektor finansial, mulai dari Bank, perusahaan Payment Gateway, Operator Switching dan Settlement, untuk menawarkan pengalaman transfer dana yang sangat terjangkau dan praktis.”

Platform transfer terbuka Indepay memosisikan diri sebagai opsi pembayaran digital dengan pengalaman social commerce yang interaktif untuk memfasilitasi urusan transfer, pembayaran, dan penerimaan pesanan dengan lebih cepat. Upaya ini diharapkan akan membuka kesempatan baru bagi startup, perusahaan fintech, brand, pelaku UMKM, dan penjual mikro untuk bersama-sama mewujudkan konsep masyarakat cashless.

Fokus jangkau pelaku usaha online

Pada tanggal 17 September 2021, Indepay resmi meluncurkan aplikasi tara.app”. Menggunakan platform transfer Indepay, tara.app merupakan fasilitas perdagangan interaktif sosial (social interactive commerce), yang ditujukan untuk para pelaku bisnis D2C, seperti brands, pedagang mikro, warung, dan pengecer.

Rajib Saha turut mengungkapkan, “Biaya pembayaran dan biaya transfer yang tinggi adalah hambatan utama dalam pengembangan ekosistem startup di Indonesia. tara.app bekerja sama dengan tim Indepay di Jakarta akan menjadi disruptor dalam industri ini. Integrasi yang kami miliki dengan berbagai bank dan lembaga keuangan akan membuka berbagai kesempatan yang menarik untuk Indonesia.”

Sebenarnya konsep serupa juga ditawarkan pemain lain. Misalnya Xendit dengan Xendit Business App dan Midtrans dengan layanan Payment Link.

Kehadiran platform teknologi seperti Indepay menjadi semakin krusial untuk mendorong negara berbasis ekonomi UMKM seperti Indonesia dalam melakukan transformasi digital. Beberapa studi dan penelitian terbaru juga menunjukkan penggunaan internet yang kian meluas dan perubahan perilaku pengguna terhadap aktivitas jual-beli online di media sosial. Hal ini menunjukkan peningkatan popularitas kegiatan social interactive commerce atau perdagangan berbasis interaksi online, baik lewat aplikasi pesan singkat maupun media sosial.

Dalam prosesnya, tara.app bekerja dengan memetakan nomor HP pengguna dengan rekening-rekening bank yang mereka miliki sebagai ID Pembayaran Unik (Unique Pay-ID). Pay-ID ini bisa digunakan untuk melakukan transfer instan dan aman ke akun pengguna lain (Account-to-Account Transfer). Selanjutnya, Pay-ID unik tersebut akan membangun reputasi digital pengguna serta membantu mempertahankan standar keamanan, di mana pengguna bisa memiliki kendali berbasis persetujuan (consent) atas data keuangan yang mereka berikan.

Dengan tara.app, pengguna tidak perlu menginstal semua aplikasi bank di ponsel ataupun mengingat beragam kata sandi dan pin untuk masing-masing rekening. ID Pembayaran unik yang terhubung dengan nomor HP mereka memungkinkan proses transfer dengan lebih praktis dan aman, kapan saja dan dimana saja lewat satu pintu.

Di sisi lain, solusi ini juga ditujukan untuk membantu UMKM agar produk mereka lebih mudah ditemukan secara online, serta mendukung UMKM dengan jangkauan jaringan dan partisipasi komunitas yang lebih luas. Langkah ini bertujuan untuk menjembatani jarak antara merchant dan bank melalui digitalisasi, sehingga bisa menciptakan pengalaman perdagangan yang interaktif (interactive commerce) melalui kanal sosial di dalam framework tara.app.

Indepay mengklaim solusinya sebagai salah satu pelopor di Asia Tenggara. Sementara pemain lain berinteraksi dalam jaringan grup, seperti Facebook, Instagram, Google for Business, platform ini menawarkan solusi berbasis web, yang juga dapat diakses dari aplikasi tara untuk penawaran yang lebih baik bagi konsumen.

Application Information Will Show Up Here