Mulai Mei 2022, Pembelian Aset Kripto Dikenakan Pajak

Mulai 1 Mei 2022, setiap transaksi pembelian aset kripto dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan tarif final masing-masing sebesar 0,1 persen.

“Saat ini, pemerintah tengah merumuskan aturan teknis dan bentuk Peraturan Menteri Keuangan (PMK),” ungkap Direktur Peraturan Perpajakan I DJP Hestu Yoga Saksama seperti dilansir dari CNNIndonesia.

Adapun, kebijakan pemberlakuan pajak kripto ini diambil karena Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak awal menetapkan kripto sebagai komoditas, bukan alat pembayaran.

Nantinya, tata cara pemungutan pajak kripto akan dirancang serupa dengan proses pembelian saham. Artinya, ada pihak yang akan memotong atau memungut pajak kepada investor.

Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) Kementerian Perdagangan per Februari 2022, jumlah investor kripto mencapai 12,4 juta atau naik dari tahun sebelumnya 11,2 juta investor. Adapun, total transaksi aset kripto tercatat sebesar Rp83,8 triliun pada periode tersebut.

Pertumbuhan kripto di Indonesia

Dalam rilis yang dikirimkan, Founder & CEO Indodax Oscar Darmawan sempat menyuarakan kekhawatirannya terkait kebijakan ini. Menurutnya, penetapan PPh dan PPN sebesar 0,1 persen masih terbilang cukup mahal. Mengingat adopsi kripto di Indonesia tengah mengalami pertumbuhan pesat, pemberlakuan pajak ini dapat membuat pasar kripto di Tanah Air tertinggal.

Apabila memungkinkan, ia menyarankan agar tarif pajak kripto ini dapat ditetapkan sama dengan yang sudah dikenakan pada transaksi saham di Indonesia.

Disampaikan terpisah dalam keterangan resminya, Oscar menyebut saat ini Indonesia berada di posisi ke-5 di Asia Tenggara, setelah Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia terkait adopsi kripto di 2021, mengutip data Chain Analysis. Indonesia bahkan mengalahkan Singapura yang berada di urutan ke-8 di Asia Tenggara.

Menurut Oscar, data tersebut menandakan bahwa kripto menjadi salah satu komoditas yang semakin mainstream di Indonesia. Adapun, Indonesia menempati urutan ke-25 terkait adopsi kripto di dunia.

Tak hanya soal keterbukaan ekosistem dalam negeri, lanjutnya, sentimen seperti kelonggaran kebijakan penggunaan kripto juga memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kripto.

“Regulasi berbagai negara belakangan membuat sentimen kripto bergeser ke arah positif. Ibu kota Brasil, Rio de Janeiro akan mengizinkan warganya untuk membayar pajak dengan kripto, dan rencana untuk jenis pembayaran lain. Di Vietnam, pemerintah tengah menyusun RUU terkait kripto. Sementara di Inggris, pemerintah akan merilis aturan baru yang fokus ke stablecoin karena pertumbuhannya masif beberapa waktu terakhir,” ujarnya.

Selain Indonesia, beberapa negara yang memberlakukan pajak pada kripto di antaranya Jepang dan India. Jepang menetapkan PPh sebesar 55 persen, serta tarif final sebesar 20 persen bagi wajib pajak luar negeri yang memiliki aset kripto dan harus dibayarkan saat meninggalkan Jepang.

Sementara, India memberlakukan PPh sebesar 30 persen terhadap segala macam aset digital, termasuk cryptocurrency. Kebijakan ini berlaku sejak 1 April 2022.

***
Ikuti kuis dan challenge #NgabubureaDS di Instagram @dailysocial.id selama bulan Ramadan, yang akan bagi-bagi hadiah setiap minggunya berupa takjil, hampers hingga langganan konten premium DailySocial.id secara GRATIS. Simak info selengkapnya di sini dan pantau kuis mingguan kami di sini.

Resmikan T-Hub di Bali, Tokocrypto Ingin Dorong Penetrasi dan Literasi Aset Kripto di Indonesia

Penetrasi pasar aset kripto di Indonesia kini tengah berkembang pesat menjadi salah satu pasar terbesar di Asia Tenggara. Dengan lebih dari 273 juta orang yang tersebar di negara kepulauan terpadat ini, Indonesia layak menjadi lahan subur bagi teknologi dan bisnis apa pun yang beroperasi di atasnya dengan daya tarik yang optimal.

Di sisi lain, hal ini juga didukung oleh literasi yang semakin inklusif oleh para stakeholders yang berkecimpung di dalam ekosistem. Salah satunya platform marketplace aset kripto, Tokocrypto, dengan meluncurkan inisiatif barunya, T-Hub, di Bali. Hal ini juga disebut sebagai bentuk dukungan upaya pemulihan perekonomian daerah, sekaligus diharapkan membawa multiplier effect untuk membangkitkan ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi digital dan akselerasi industri berbasis wisata dan hospitality.

Dipilihnya Bali, karena memiliki potensi ekonomi digital dan kreatif, serta respons atas besarnya animo dan permintaan pasar investasi aset kripto di Pulau Dewata tersebut. Belum lama ini, Tokocrypto juga mendukung realisasi dari salah satu galeri offline NFT di Bali oleh Superlative Secret Society.

T-Hub merupakan inisiatif Tokocrypto dalam menghadirkan ‘rumah’ yang terbuka bagi para antusias dan komunitas untuk berdiskusi dan mengembangkan berbagai ide guna mendorong perkembangan investasi aset kripto di Tanah Air. Bali menjadi T-Hub kedua Tokocrypto setelah sebelumnya hadir di Patal Senayan, Jakarta.

CMO Tokocrypto Nanda Ivens melihat bahwa Bali memiliki potensi pengembangan pasar kripto yang cukup besar ke depannya. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan jumlah investor aset kripto yang signifikan. Tokocrypto mencatat jumlah investor aset kripto di Pulau Dewata pada tahun 2020 sebanyak kurang lebih 900 pengguna yang berinvestasi di Tokocrypto lalu meningkat sangat pesat di tahun 2021, yaitu lebih dari 28.000 pengguna yang berinvestasi di Tokocrypto.

Melalui T-Hub, Tokocrypto bukan hanya menjadi sebuah platform, tetapi juga ekosistem yang mewadahi komunitas yang membutuhkan sarana kumpul, edukasi dan diskusi sekaligus mengembangkan berbagai ide tepat guna untuk mendorong perkembangan investasi aset kripto dan penggunaan teknologi blockchain di berbagai sektor digital di Indonesia.

“Sesuai misi kami, menjadikan crypto legitimate dan mainstream dan dengan value yang dimiliki Tokocrypto yaitu; trust, transparency, and synergy menjadi kekuatan kami untuk terus mengedukasi, mengadvokasi dan meng-empower demi perkembangan industri aset kripto dan teknologi blockchain,” tutup Nanda.

COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan, pihaknya secara aktif berdiskusi dan berkolaborasi untuk membangun kesamaan value (trust, transparency & synergy) dengan berbagai stakeholders. Bukan hanya dengan pemerintah, tetapi juga dengan asosiasi, media dan komunitas.

T-hub, tambah Manda, merupakan wujud komitmen Tokocrypto untuk memperluas kolaborasi demi mendukung perkembangan industri aset kripto dan blockchain melalui medium diskusi-diskusi untuk penguatan regulasi dan pengawasan agar industri dan ekosistem kripto dan blockchain lebih aman dan lebih dipercaya masyarakat Indonesia.

Dukungan pemerintah

Regulasi aset kripto beserta turunannya di Indonesia masih memiliki banyak celah dan butuh lebih dielaborasi. Namun, satu yang pasti, fungsi yang bisa diamalkan oleh aset kripto saat ini hanyalah sebagai komoditas atau aset, bukan alat pembayaran. Hal ini turut dipertegas oleh Wakil Menteri Perdagangan Indonesia, Jerry Sambuaga, “[..] Bahwa alat pembayaran yang sah hanya Rupiah.”

Dalam kesempatan ini, Jerry  juga mengungkapkan pertumbuhan dan perkembangan aset kripto yang luar biasa di Indonesia. Hingga Desember 2021 lalu, terdapat sekitar 11,2 juta pengguna aktif aset kripto di bulan Desember 2021 dengan total transaksi mencapai 859 triliun rupiah dengan rata-rata 2,7 triliun transaksi per hari.

Selain itu, pihak Kementerian Perdagangan kembali menegaskan bahwa bursa untuk aset kripto sedang dalam proses finalisasi dan akan segera diresmikan dalam waktu dekat. Pendirian bursa ini dirasa penting untuk menghidupkan serta menggairahkan ekosistem aset kripto di Indonesia. Di samping lebih terintegrasi, juga untuk memberikan rasa aman bagi para shareholder.

Lebih lanjut, Jerry menyinggung bahwa Bappepti sebagai bagian dari Kementerian Perdagangan akan bertugas untuk memastikan operasional bursa sehingga semuanya bisa terintegrasi. Hal ini semata-mata untuk meminimalisir risiko terjadinya kecurangan atau kelalaian oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. “Jadi semua akan melihat ke bursa sebagai acuan dan instrumen utama. Ini merupakan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa perlindungan konsumen adalah yang utama,” tambahnya.

Menurut data yang dikeluarkan oleh Bappepti, hingga saat ini, terdapat 11 penyelenggara aset kripto yang terdaftar di serta 229 aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia.

Sehari sebelum peresmian T-Hub Bali, Tokocrypto melakukan penandatanganan MoU dengan BRI Ventures, perusahaan modal ventura milik PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), menciptakan TSBA (Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator) untuk bersama-sama membangun ekosistem inkubasi berbagai startup yang didukung teknologi blockchain.

Application Information Will Show Up Here

The Crypto Fever: From Regulation through Technology Development

Over the past year, the trading price of crypto assets recorded a significant upward trend. Bitcoin, for example, is still experiencing a strengthening over 40% year-to-date as of May 19, 2021. Meanwhile, over the past year, it shot up to 320%. This trend has attracted many Indonesian investors.

The high transaction of crypto assets has made many countries take steps to protect the ecosystem. Globally, Asia has played a significant role in the development of the crypto asset industry over the past decade.

In this region, each country is competing to take part as a hub for crypto and blockchain assets. According to CoinGecko’s report, there were 318 new exchanges, an increase of 706% in the last 18 months.

As many as 40% of them come from Asia.

Indonesia, as the fourth most populous country in the world, is home to a large proportion of the digital business community. Quoting from the e-Conomy 2019 report, as many as 92 million Indonesians are still unbanked, followed by 42 million people in the underbanked group. The rest, there are 42 million people who already use financial or banked services.

This great opportunity is at the same time a serious challenge for the financial industry, many financial analysts believe that unbanked users could be the next potential market in digital currency or crypto.

In Indonesia alone, crypto assets are regulated by the Government through the Ministry of Trade and specifically formulated a special agency under it, the Commodity Futures Trading Supervisory Agency (CoFTRA). This was marked by the issuance of Minister of Trade Regulation No. 99 of 2018 concerning General Policy for the Implementation of Crypto Asset Futures Trading.

CoFTRA has also discussed the establishment of a special exchange for crypto assets. In an interview with DailySocial, Head of CoFTRA, Indrasari Wisnu Wardhana, said that this plan is going through the verifying process the required documents submitted by the Exchange to CoFTRA. In the application, there are several requirements to be fulfilled/completed by the prospective Crypto Asset Physical Market Exchange.

He encouraged candidates for the Crypto Asset Physical Market Exchange to fulfill the requirements as soon as possible, therefore, CoFTRA can immediately issued for approval as a Crypto Asset Physical Market Exchange. “The presence of the Crypto Asset Exchange is very important, but we need to prepare it well, therefore, nothing happened that can harm the community. The Ministry of Trade through CoFTRA is finalizing the establishment process of the institution,” he said.

He continued, the presence of the Futures Exchange in physical trading of crypto assets has a strategic role to oversee physical trading transactions of crypto assets and mitigate risks, especially crypto assets that can be traded on the physical market of the variants that have been set by CoFTRA.

According to CoFTRA’s records, until April 2021, crypto asset customers who actively transact at crypto asset traders reached 4.8 million people with a transaction value of around IDR 237.3 trillion (January-April 2021). Wisnu thought, customers make investments or crypto transactions because they see the value/price of crypto assets that tend to rise from time to time.

The price movement of crypto assets, especially Bitcoin, from January 1, 2021 to April 30, 2021, increased by 95.82% to Rp. 807.3 billion from the previous Rp. 412.2 billion. “This is what drives crypto asset customers to have a high interest in making crypto asset transactions.”

The issued regulation

After the Minister of Trade Regulation No. 99 of 2018, CoFTRA issued another derivative rule in the form of a Perba (CoFTRA Regulation) No. 5 of 2019 concerning Technical Provisions for the Implementation of the Physical Market for Crypto Assets on the Futures Exchange and the amended regulations, as well as CoFTRA Regulation No. 7 of 2020 concerning the Establishment of a List of Crypto Assets that can be Traded in the Crypto Asset Physical Market.

The CoFTRA regulations set out several institutions involved in Physical Trading of Crypto Assets, those are the Futures Exchange, Futures Clearing, Depository Managers and Crypto Asset Traders.

The rapid development has forced CoFTRA to formulate other regulations, including provisions regarding the obligation of prospective Crypto Asset Physical Traders to report to CoFTRA all the identities of registered customers; report all managed wallets; every Customer acceptance process for prospective Crypto Asset Physical Merchants must be carried out with know your customer (KYC) system.

Then, customers are given an understanding or explanation regarding the risks and implementation of Crypto Asset transactions. Another oversight carried out by CoFTRA is the issuance of the Circular Letter of the Head of CoFTRA No. 758/BAPPEBTI/SE/12/2019 concerning Submission of Periodic and Occasional Reports in the context of monitoring the activities of physical traders of crypto assets.

In order to stay in line with developments, CoFTRA has amended CoFTRA Regulation No. 5 of 2019 three times with Commodity Futures Trading Supervisory Agency Regulation Number 3 of 2020 concerning the Third Amendment to Commodity Futures Trading Supervisory Agency Regulation Number 5 of 2019 concerning Technical Provisions for the Implementation of Physical Markets. Crypto Assets on the Futures Exchange.

The summary of the technical provisions in this policy contains:

1. The transaction mechanism that occurs in the Crypto Asset Physical Trader System in the Physical Futures Exchange Market, some of the Crypto Assets are stored in a wallet where the deposit is held and some are stored in the Crypto Asset Physical Trader’s Storage, the deposit of funds, both buying/selling of funds is recorded and kept in a separate account of the Clearing House (70%) and a separate account of a Physical Crypto Asset Trader (30%) and also reported and supervised by the Futures Exchange and CoFTRA;

2. Crypto Asset Physical Merchant is required to have ISO 27001 (information Security Management System) and ISO 27017 (cloud security) and ISO 27018 (cloud privacy) certifications whether Crypto Asset Physical Merchant uses the cloud;

3. Servers used as trading systems must be placed in the country. It’s the same for Crypto Asset Storage Managers;

4. In order to guarantee the Crypto Assets secured, CoFTRA requires that the storage be carried out in the form of hot storage and cold storage, where 50% of the total Crypto Assets managed by the Crypto Asset Physical Merchant must be placed with the Crypto Asset Storage Manager and those with agreement guarantee cooperation with the Crypto Asset Storage Insurance;

5. Of the 50% Crypto Assets kept by Physical Traders of Crypto Assets, at least 70% of them are stored offline or in cold storage and 30% at most are stored online or hot storage;

6. It is prohibited to trade other types of Crypto Assets other than those stipulated in the Perba concerning the list of types of Crypto Assets that can be traded in the Crypto Asset Physical Market, including the prohibition of selling Crypto Assets created by the prospective Crypto Asset Physical Trader concerned or its affiliated party;

7. Mandatory denomination in IDR;

8. In terms of ownership of customer funds, CoFTRA stipulates that Crypto Asset Physical Traders must place 70% of customer funds in a separate account placed with the Futures Clearing House.

CoFTRA’s intention towards all these regulations is to protect the public in crypto assets trading. Reflecting on other countries, there are many platforms that take away the money of their customers or investors.

Limited to trading

Sumber: Depositphotos

As we look closely, all the regulations issued by CoFTRA covers only crypto trading. This means that crypto assets stored for a certain period of time on a platform, are exchanged for other products of the same type, and can be bought or sold by investors through a futures exchange, which is fully regulated by CoFTRA.

Indonesia is one of the countries that recognizes crypto assets as a commodity, not as a currency.

In the Selasatartup session held by DailySocial, Tokocrypto’s COO, TK Hermanda mentioned the regulation regarding crypto’s derivative products, one of which is decentralized finance (DeFi) and centralized finance (CeFi) which is yet to be included in Indonesia’s regulation.

“When it involves trading, it will be under CoFTRA, but when it becomes a new instrument that involves finance, it should be under OJK. That’s my opinion. This discourse will surely develop. OJK should be open with a new variant [crypto]. Therefore, it can’t be limited to trading, there are many derivative crypto assets beyond that to be accommodated,” said the man familiarly called Manda.

Apart from that, Chairman of the Indonesian Blockchain Association (ABI) Oham Dunggio highlighted that the current crypto asset business processes, is it clearing, depository, and exchange processes, occur individually in each entity. He said, this is quite basic issue that should be highlighted by CoFTRA before entering into other matters, such as taxation.

“In my opinion, this crypto asset business process is only in one entity assisted by blockchain technology. For me, this is only basic before it penetrates on other things, such as taxation,” Oham said.

The presence of ABI and ASPAKRINDO (Indonesian Crypto Asset Traders Association) is tasked with guarding the crypto industry to grow healthy. ABI is an association that focuses on blockchain technology with two main focuses, advocacy and education. Meanwhile, ASPAKRINDO has a vision to realize the growth and development of the crypto asset industry in Indonesia.

ASPAKRINDO’s Secretary, Robby argued, CoFTRA has high concerns as it involves consumer funds, therefore they are more careful in making rules and policies.

He even considered that CoFTRA is the most prepared regulator for the Crypto Asset Trading policy. The reason is, there are some foreign exchanges that do not follow the regulations in their country.

“ASPAKRINDO’s role is to bridge the needs of Crypto Asset Physical Traders registered in Indonesia with CoFTRA in formulating the best rules for Indonesian consumers,” Robby said.

In addition to the marketplace for trading crypto assets, derivative products have emerged, such as DeFi (decentralized finance), NFT (Non Fungible Token), and others present in Indonesia. Tokocrypto and Pluang are two examples that offer such services to their investors. Next, there is NOBI that specifically offers passive income for crypto investors through three DeFi-based products (staking, saving, and strategy).

Responding to this derivative product, Wisnu said that since CoFTRA Regulation Number 5 of 2019, people who want to trade crypto assets must be careful, study the characteristics of the investment instrument, and know the background/profile of the trader in charge, whether the trader has registered with CoFTRA.

To date, CoFTRA has recorded as many as 13 Physical Crypto Asset Traders who have met the requirements to trade crypto assets. Then set as many as 229 crypto asset coins eligible for trading on the Crypto Asset Physical Trader. Tokocrypto is the first company registered with CoFTRA since November 2019.

He said, with optimism and targeted policies, it is not impossible that crypto asset trading will grow and have competitive diversification from other types of investment assets, including stocks in the future.

“Looking at what is happening right now, there are already many types of diversification of crypto assets, ranging from stable coins and other types of crypto assets based on the development of Ethereum as the backbone.”

Wisnu also sees that the implementation of crypto asset trading will have many challenges. If not closely monitored, this instrument can be exploited by irresponsible parties such as marketing through MLM or Ponzi schemes which are currently rife in trading crypto assets that have not been approved by CoFTRA.

“Not to mention that crypto assets can be used as a means of money laundering and suspicious transactions for illegal acts such as terrorism. For this reason, it is necessary to supervise and cooperate with relevant authorities in monitoring crypto asset trading such as PPATK and the Police to prevent transactions that are prohibited in physical trading of crypto assets,” Wisnu said.8


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Gambar header: Depositphotos.com

Demam Aset Kripto: Antara Regulasi dan Perkembangan Teknologi

Selama setahun terakhir, harga perdagangan aset kripto mencatatkan tren kenaikan yang signifikan. Bitcoin, misalnya, secara year-to-date per 19 Mei 2021, masih mengalami penguatan lebih dari 40%. Sementara selama setahun terakhir melesat hingga 320%. Tren tersebut memboyong perhatian banyak investor Indonesia.

Tingginya transaksi aset kripto membuat banyak negara ambil langkah untuk melindungi ekosistem. Secara global, Asia mengambil peran signifikan dalam perkembangan industri aset kripto selama satu dekade terakhir.

Di kawasan ini, masing-masing negara bersaing untuk mengambil bagian sebagai hub aset kripto dan blockchain. Berdasarkan laporan CoinGecko, terdapat 318 bursa baru atau meningkat sebesar 706% dalam 18 bulan terakhir.

Sebanyak 40% di antaranya berasal dari Asia.

Indonesia, sebagai negara terpadat keempat di dunia, menjadi rumah bagi sebagian besar komunitas bisnis digital. Mengutip dari laporan e-Conomy 2019, sebanyak 92 juta orang Indonesia masih dalam kelompok unbanked, diikuti dengan 42 juta orang masuk kelompok underbanked. Sisanya, ada 42 juta orang yang sudah menggunakan layanan finansial atau banked.

Peluang besar ini sekaligus menjadi tantangan serius bagi industri keuangan, banyak analis keuangan percaya bahwa pengguna yang tidak memiliki rekening bank bisa menjadi pasar yang berpotensi berikutnya dalam mata uang digital atau kripto.

Di Indonesia sendiri, aset kripto diatur Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan secara spesifik dirumuskan badan khusus di bawahnya, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Hal ini ditandai dengan keluarnya Peraturan Menteri Perdagangan No.99 Tahun 2018 tentang Kebijakan Umum Penyelenggaraan Perdagangan Berjangka Aset Kripto.

Wacana pendirian bursa khusus aset kripto juga sudah diumbar Bappebti. Dalam wawancara bersama DailySocial, Kepala Bappebti Indrasari Wisnu Wardhana menuturkan, rencana ini sudah sampai proses verifikasi dokumen persyaratan yang diajukan pihak Bursa kepada Bappebti. Dalam permohonan tersebut, terdapat beberapa persyaratan yang masih harus dipenuhi/dilengkapi calon Bursa Pasar Fisik Aset Kripto.

Ia mendorong agar para calon Bursa Pasar Fisik Aset Kripto dapat secepatnya memenuhi persyaratan agar Bappebti dapat menerbitkan persetujuan sebagai Bursa Pasar Fisik Aset Kripto. “Kehadiran Bursa Aset Kripto ini sangat penting, namun kami perlu mempersiapkannya dengan baik agar tidak terjadi hal-hal yang dapat merugikan masyarakat. Kementerian Perdagangan melalui Bappebti sedang menyelesaikan proses pembentukan kelembagaan tersebut,” tuturnya.

Ia melanjutkan, kehadiran Bursa Berjangka dalam perdagangan fisik aset kripto memiliki peran strategis untuk mengawasi transaksi perdagangan fisik aset kripto dan memitigasi risiko, terutama aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto yang sudah ditetapkan oleh Bappebti.

Dalam catatan Bappebti, hingga April 2021, pelanggan aset kripto yang aktif bertransaksi di pedagang aset kripto mencapai 4,8 juta orang dengan nilai transaksi sekitar Rp237,3 triliun (Januari-April 2021). Indrasari memandang, pelanggan yang melakukan investasi atau transaksi kripto ini karena melihat nilai/harga aset kripto yang cenderung naik dari waktu ke waktu.

Pergerakan harga aset kripto, khususnya Bitcoin, dari 1 Januari 2021 hingga 30 April 2021 mengalami kenaikan sebesar 95,82% menjadi Rp807,3 miliar dari sebelumnya Rp412,2 miliar. “Kenaikan inilah yang mendorong para pelanggan aset kripto memiliki minat yang tinggi untuk melakukan transaksi aset kripto.”

Regulasi yang sudah diterbitkan

Setelah Peraturan Menteri Perdagangan No.99 Tahun 2018, Bappebti kembali mengeluarkan aturan turunan berbentuk Perba (Peraturan Bappebti) No. 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka dan peraturan perubahannya, serta Peraturan Bappebti No. 7 Tahun 2020 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Dapat Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto.

Dalam peraturan Bappebti tersebut ditetapkan beberapa kelembagaan yang terlibat dalam Perdagangan Fisik Aset Kripto yaitu Bursa Berjangka, Kliring Berjangka, Pengelola Tempat Penyimpanan dan Pedagang Aset Kripto.

Pesatnya perkembangan, membuat Bappebti kembali merumuskan peraturan lainnya, termasuk ketentuan mengenai kewajiban calon Pedagang Fisik Aset Kripto untuk melaporkan kepada Bappebti seluruh identitas pelanggan yang telah terdaftar; melaporkan seluruh wallet yang dikelola; setiap proses penerimaan Pelanggan bagi calon Pedagang Fisik Aset Kripto wajib dilakukan know your customer (KYC).

Terakhir, pelanggan diberikan pemahaman atau penjelasan terkait risiko dan pelaksanaan transaksi Aset Kripto. Pengawasan lain yang dilakukan Bappebti adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Kepala Bappebti Nomor 758/BAPPEBTI/SE/12/2019 tentang Penyampaian Laporan Berkala dan Sewaktu-waktu dalam rangka pengawasan terhadap kegiatan pedagang fisik aset kripto.

Demi tetap sejalan dengan perkembangan, Bappebti sudah mengubah hingga tiga kali Peraturan Bappebti No.5 Tahun 2019 dengan Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) di Bursa Berjangka.

Rangkuman ketentuan teknis yang tertuang dalam beleid ini adalah sebagai berikut:

1. Mekanisme transaksi yang terjadi pada Sistem Pedagang Fisik Aset Kripto di Pasar Fisik Bursa Berjangka, sebagian Aset Kriptonya disimpan di wallet tempat penyimpanan (depository) dan sebagian lagi disimpan di Tempat Penyimpanan Pedagang Fisik Aset Kripto, penyetoran dana baik transaksi beli/jual dananya dicatat dan disimpan pada rekening terpisah pada rekening terpisah Lembaga Kliring (70%) dan rekening terpisah Pedagang Fisik Aset Kripto (30%) dan serta dilaporkan dan diawasi oleh Bursa Berjangka dan Bappebti;

2. Pedagang Fisik Aset Kripto wajib memiliki sertifikasi ISO 27001 (information Security Management System) dan ISO 27017 (cloud security) dan ISO 27018 (cloud privacy) apabila Pedagang Fisik Aset Kripto menggunakan cloud;

3. Server yang dijadikan sebagai sistem perdagangan wajib ditempatkan di dalam negeri. Sama halnya juga bagi Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto;

4. Untuk memberikan jaminan keamanan Aset Kripto yang disimpan, Bappebti mewajibkan penyimpanan dilakukan dalam bentuk hot storage dan cold storage, di mana 50% dari total Aset Kripto yang dikelola Pedagang Fisik Aset Kripto wajib ditempatkan pada Pengelola Tempat Penyimpanan Aset Kripto dan yang telah memiliki perjanjian kerjasama penjaminan dengan pihak Asuransi penyimpanan Aset Kripto;

5. Dari 50% Aset Kripto yang disimpan sendiri oleh Pedagang Fisik Aset Kripto, paling sedikit 70% nya disimpan secara offline atau cold storage dan paling besar 30% disimpan secara online atau hot storage;

6. Dilarang memperdagangkan jenis Aset Kripto selain yang telah ditetapkan dalam Perba tentang daftar jenis Aset Kripto yang dapat diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto termasuk juga dilarang menjual Aset Kripto yang diciptakan oleh calon Pedagang Fisik Aset Kripto yang bersangkutan atau pihak afiliasinya;

7. Denominasi wajib dalam mata uang IDR;

8. Dari sisi pemilikan dana pelanggan, Bappebti mengatur bahwa Pedagang Fisik Aset Kripto wajib menempatkan dana pelanggan sebesar 70% pada rekening terpisah yang di tempatkan pada Lembaga Kliring Berjangka.

Itikad Bappebti terhadap seluruh regulasi ini adalah untuk melindungi masyarakat dalam perdagangan aset kripto. Berkaca dari negara lainnya, ditemukan begitu banyak platform yang membwa kabur uang nasabah atau investornya.

Baru mencakup perdagangan

Sumber: Depositphotos

Bila dicermati, seluruh regulasi yang diterbitkan Bappebti di atas baru mencakup seputar perdagangan kripto. Artinya aset kripto yang disimpan dalam jangka waktu tertentu di sebuah platform, dipertukarkan dengan produk lainnya dengan jenis yang sama, dan dapat dibeli atau dijual investor melalui bursa berjangka sajalah yang sudah diatur sepenuhnya Bappebti.

Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang mengakui aset kripto sebagai komoditi, tidak sebagai mata uang.

Dalam sesi SelasaStartup yang diadakan DailySocial, COO Tokocrypto TK Hermanda menyampaikan aturan mengenai produk derivatif kripto, salah satunya decentralized finance (DeFi) dan centralized finance (CeFi) belum memiliki regulasi di Indonesia.

“Ketika verba-nya trading ini diranah Bappebti, tapi ketika ranahnya jadi instrumen baru yang berbau finance, seharusnya dalam OJK. Itu hemat saya. Wacana ini pasti akan berkembang. OJK harusnya open dengan varian baru [kripto]. Jadi jangan terperangkap di perdagangan saja, di luar itu ada banyak turunan aset kripto yang bisa dimainkan,” kata pria yang lebih akrab disapa Manda ini.

Di luar itu, Chairman Asosiasi Blockchain Indonesia (ABI) Oham Dunggio menyoroti bahwa saat ini proses bisnis aset kripto, baik itu proses kliring, depositori, dan bursa terjadi secara sendiri-sendiri di tiap entitas. Menurutnya, isu ini cukup mendasar yang perlu disoroti Bappebti sebelum masuk ke hal lain, seperti perpajakan.

“Menurut saya, proses bisnis aset kripto ini di satu entitas saja yang dibantu dengan teknologi blockchain. Bagi saya, hal ini basic sebelum menyentuh hal lain, seperti perpajakan,” kata Oham.

Kehadiran ABI dan ASPAKRINDO (Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia) bertugas mengawal industri kripto agar tumbuh sehat. ABI adalah asosiasi yang fokus pada teknologi blockchain dengan dua fokus utama, yakni advokasi dan edukasi. Sementara, ASPAKRINDO memiliki visi yang ingin mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan industri aset kripto di Indonesia.

Sekretaris ASPAKRINDO Robby berpendapat, Bappebti memiliki kekhawatiran yang tinggi karena menyangkut dana konsumen, oleh karenanya mereka lebih berhati-hati dalam membuat aturan dan kebijakan.

Bahkan ia menilai, Bappebti adalah regulator yang paling siap dalam meregulasi kebijakan Perdagangan Aset Kripto. Pasalnya, tak sedikit bursa di luar negeri yang tidak mengikuti regulasi di negaranya.

“Peran ASPAKRINDO yaitu menjembatani kebutuhan para Pedagang Fisik Aset Kripto yang terdaftar di Indonesia dengan Bappebti dalam merumuskan aturan yang terbaik bagi konsumen Indonesia,” ujar Robby.

Selain marketplace jual beli aset kripto, saat ini sudah bermunculan produk derivatif, seperti DeFi (decentralized finance), NFT (Non Fungible Token), dan yang lainnya hadir di Indonesia. Tokocrypto dan Pluang adalah dua contoh yang menawarkan layanan tersebut kepada para investornya. Berikutnya, ada NOBI yang spesifik menawarkan passive income untuk investor kripto melalui tiga produk berbasis DeFi (staking, saving, dan strategy).

Menanggapi produk derivatif ini, Indrasari menyampaikan, sejak ditetapkan Peraturan Bappebti Nomor 5 tahun 2019, masyarakat yang ingin bertransaksi perdagangan aset kripto harus berhati-hati, perlu mempelajari karakteristik instrumen investasi tersebut, serta mengetahui latar belakang /profil pedagang yang memperdagangkannya, apakah pedagang tersebut sudah terdaftar di Bappebti.

Hingga saat ini, Bappebti telah mencatat sebanyak 13 Pedagang Fisik Aset Kripto yang telah memenuhi syarat untuk memperdagangkan aset kripto. Kemudian menetapkan sebanyak 229 koin aset kripto yang layak untuk diperdagangkan pada Pedagang Fisik Aset Kripto. Tokocrypto  adalah perusahaan pertama yang terdaftar di Bappebti sejak November 2019.

Menurutnya, dengan optimisme dan kebijakan yang tepat sasaran, bukan suatu hal yang tidak mungkin dalam masa depan perdagangan aset kripto akan semakin berkembang dan memiliki diversifikasi yang kompetitif dari jenis aset investasi lainnya termasuk saham.

“Melihat yang terjadi saat ini saja sudah banyak jenis diversifikasi aset kripto yang ada, mulai dari stable coin dan jenis-jenis aset kripto lainnya dengan berdasarkan pada pengembangan Ethereum sebagai backbone nya.”

Indrasari juga melihat pelaksanaan perdagangan aset kripto akan memiliki banyak tantangan. Jika tidak diawasi dengan ketat, instrumen ini dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab seperti pemasaran melalui skema MLM atau Ponzi yang sekarang sedang marak terjadi pada perdagangan aset kripto yang belum mendapat pengesahan dari Bappebti.

“Belum lagi aset kripto bisa digunakan sebagai sarana pencucian uang dan transaksi mencurigakan untuk tindakan ilegal seperti terorisme. Untuk itu, perlu pengawasan dan kerjasama dengan otoritas terkait dalam pengawasan perdagangan aset kripto seperti PPATK dan Kepolisian untuk mencegah transaksi yang dilarang dalam perdagangan fisik aset kripto,” tutup Indrasari.


*Gambar header: Depositphotos.com

Pemerintah Incar Investor Kripto Jadi Objek Pajak

Pemerintah Indonesia berencana untuk menjadikan uang kripto sebagai objek pajak karena semakin tingginya nominal transaksi di instrumen ini. Diperkirakan pajak yang bisa dikantongi negara bisa mencapai triliunan Rupiah pada 2024 mendatang.

Mengutip dari CNBC Indonesia, COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan saat ini pengenaan pajak tengah dibahas oleh beberapa pihak dan pelaku industri, termasuk Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Disebutkan, dari usulan industri, pajak yang diusulkan kepada investor kripto adalah PPh final sebesar 0,05% alias lebih kecil dari yang dikenakan kepada investor saham di Bursa Efek Indonesia sebesar 0,1%. “Goal-nya berapa kita enggak tahu. Tapi kita melihat bahwa potensi pendapatan pemerintah dari transaksi aset kripto di 2024 angkanya mencapai triliunan,” imbuhnya.

Pemerintah melirik potensi pajak dari instrumen investasi ini karena belakangan nilai transaksi hariannya tumbuh lebih pesat daripada saham. Pada Februari kemarin, nilai transaksi dalam negeri tembus Rp70 triliun. Sementara, di BEI nilai transaksi harian pada Januari 2021 pernah tembus ke level Rp20 triliun, namun kini sejak awal April merosot di kisaran Rp9 triliun.

Untuk menaungi perdagangan aset kripto yang lebih aman, pemerintah tengah menyiapkan regulasi lengkap tentang perdagangan aset kripto. Bersamaan dengan itu, pembentukan bursa aset kripto atau dinamai Digital Future Exchange (DFX) yang ditargetkan beroperasi pada semester II tahun ini.

Saat ini ada 229 aset kripto yang diperdagangkan di pasar fisik aset kripto Indonesia dinyatakan legal. Sementara itu, terdapat 13 pedagang aset kripto yang telah mengantongi tanda terdaftar perdagangan dari Bappebti.

Bappebti Siapkan Bursa Khusus Kripto

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah menyiapkan bursa khusus perdagangan aset kripto. Tingginya minat transaksi di sektor ini, menyebabkan regulator membuat bursa sebagai langkah perlindungan.

“Bursa ini memiliki fokus pada perlindungan pelaku usaha agar hubungan antar semua pihak bisa berjalan dengan baik. Antar pedagang, investor maupun lembaga lain bisa jelas dan aman,” terang Ketua Bappebti Sidharta Utama dikutip dari Detik Finance.

Bappebti sendiri sudah menerbitkan daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan di Indonesia. Totalnya ada 229 aset kripto, di antaranya ada Bitcoin, Ethereum, Doge Coin, Stellar, dan lainnya.

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga mengatakan, aset kripto berkembang sangat cepat di tanah air, sehingga perlu segera dibentuk piranti regulasi dan lembaga yang menaunginya. Terlebih, aset kripto dan komoditas berjangka lainnya banyak bersentuhan dengan sektor lain. Oleh karenanya, pengaturan aset kripto dan komoditas berjangka lainnya perlu dilakukan bersama instansi lain, tak hanya Bappebti.

Pembentukan bursa juga merujuk pada potensi pasar kripto yang nilai cukup menjanjikan. Jerry menyampaikan, dari data yang dikumpulkan, nilai transaksi aset kripto di Indonesia sepanjang tahun lalu mencapai Rp64 triliun.

Sementara, selang dua bulan kemudian, tepatnya pada Februari 2021, perdagangan aset kripto tembus ke angka Rp70 triliun. “Artinya, ini semua menunjukkan arah ke depannya bahwa aset digital, komoditas digital ini bisa dijadikan salah satu alternatif. Atau mungkin salah satu pilar utama untuk meningkatkan trading kita,” kata Jerry.

Pembentukan bursa kripto ini dipercaya akan memperluas pasar dan menguntungkan di Indonesia, karena selama ini aset kripto kebanyakan dilakukan oleh peritel dan mungkin hanya mengandalkan perdagangan di luar negeri.

Kehadiran bursa kripto adalah untuk meregulasi dan mengorganisir, dan juga terkait dengan kebutuhan wadah untuk perdagangan secara khusus. Dengan demikian, transaksi kripto akan lebih meningkat, terbuka, transparan, dan aman.

Gambar header: Depositphotos.com

Tokocrypto to Offer CeDeFi Token through Binance Smart Chain

The crypto asset marketplace platform Tokocrypto will develop Indonesia’s first claimed hybrid CeDeFi (TKO) token on the Binance Smart Chain. Binance is an early-stage investor in Tokocrypto.

TKO combines Centralized Finance (CeFi) and Decentralized Finance (DeFi) mechanisms. Financial products with the DeFi mechanism are considered to help accelerate the improvement of financial literacy in Indonesia because they provide low fees, fast transactions, and easy to use.

In order to bridge the gap, Tokocrypto will focus on educating users about crypto finance and developing CeFi utilities, such as TKO Deposit, TKO Savings & TKO Cashback at Tokocrypto. Currently, Tokocrypto is building a liquid pool, while TKO is still in the process of distributing it to the community as a reward. TKO will be officially released by Tokocrypto in April 2021.

“Binance has been our support at Tokocrypto. Through this closer collaboration, it is expected to drive crypto adoption through TKO tokens throughout Indonesia. This will also allow us to leverage human resources and support throughout the BSC ecosystem,” Tokocrypto’s CEO Pang Xue Kai said.

DeFi’s existence as an open financial system is available in Indonesia. Although it is yet to be an official means of payment, Bitcoin and other crypto-assets have been recognized as commodities that can be traded in 13 crypto asset traders officially registered with BAPPEBTI. This crypto asset trading mechanism is regulated in Bappebti Regulation No. 5 of 2019.

Supported by Tokocrypto community

DeFi becomes very relevant for the Indonesian market, but there’s still no proof of successful players running DeFi. Tokocrypto has the ambition to fully support this ecosystem. One of those is by developing the community they have today.

“We want to become a DeFi platform in Indonesia, together with the community we want to initiate it. Currently, there are many products that are driven by the community,” Tokocrypto’s COO, Teguh Kurniawan Harmanda added.

Tokocrypto is the first crypto asset trader registered with BAPPEBTI. Born by a group of crypto enthusiasts who have full faith in the benefits offered by blockchain technology, Tokocrypto has a big goal to help Indonesians understand this industry and to integrate this technology into society and the global economy.

Although it’s still a lack of public interest to start investing in crypto assets, Teguh believes that market interest will begin to grow this year and in the future. One of the reasons is the support of the government and regulators, which encourage growth and awareness of the wider community of crypto assets.

“It is undeniable that there are lots of people still pessimistic about crypto assets. However, by the increasingly mature market and the growing number of stock investors, stock influencers, online motorcycle taxi drivers, to students playing with crypto assets, I am sure the market’s interest in Crypto assets will increase in number,” Teguh said.

He said that crypto-assets today and in the future are not only a place of speculation but have become a safe haven asset for the wider community. For this reason, it is wise for the community to be fully aware of what kind of funds are then worthy of being invested. Do not let personal funds or routine deposits be put into crypto-asset investments.

“For that I am responsible not only for the company but also as Chairman of the Indonesian Crypto Asset Traders Association (ASPAKRINDO), wanting to provide true and accurate education to the public about crypto-asset investment,” Teguh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Tokocrypto Kembangkan Token CeDeFi di Binance Smart Chain

Platform marketplace aset kripto Tokocrypto akan mengembangkan token CeDeFi (TKO) hibrida yang diklaim pertama di Indonesia di atas Binance Smart Chain. Binance sendiri merupakan investor tahap awal Tokocrypto.

TKO menggabungkan mekanisme Keuangan Terpusat (CeFi) dan Keuangan Terdesentralisasi (DeFi). Produk finansial dengan mekanisme DeFi dinilai dapat membantu mempercepat peningkatan literasi finansial di Indonesia, karena menyediakan biaya yang rendah, kecepatan transaksi, dan mudah digunakan.

Untuk menjembatani kesenjangan, Tokocrypto di awal akan fokus untuk memberikan edukasi kepada pengguna tentang keuangan kripto dan pengembangan utilitas CeFi, seperti Setoran TKO, Tabungan TKO & Cashback TKO di Tokocrypto. Saat ini Tokocrypto sedang membangun liquid pool, sementara TKO masih dalam proses penyebaran kepada komunitas sebagai bentuk rewards. Secara resmi TKO akan dirilis oleh Tokocrypto pada bulan April 2021 mendatang.

“Binance selalu menjadi pendukung kuat kami di Tokocrypto. Melalui kolaborasi yang lebih erat ini, harapannya akan dapat mendorong adopsi kripto melalui token TKO ke lebih banyak wilayah di Indonesia. Ini juga akan memungkinkan kami memanfaatkan sumber daya manusia dan dukungan di seluruh ekosistem BSC, ” kata CEO Tokocrypto Pang Xue Kai.

Keberadaan DeFi sebagai sistem finansial terbuka sudah bisa dinikmati di Indonesia. Meskipun belum menjadi alat pembayaran resmi, Bitcoin dan aset kripto lainnya sudah diakui sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan di 13 pedagang aset kripto yang resmi terdaftar di BAPPEBTI. Mekanisme perdagangan aset kripto ini diatur dalam peraturan Bappebti No. 5 Tahun 2019.

Dukungan komunitas Tokocrypto

DeFi menjadi sangat relevan untuk pasar di Indonesia, namun hingga saat ini belum ada pemain yang sukses menjalankan DeFi. Tokocrypto berambisi mendukung sepenuhnya ekosistem tersebut. Salah satunya dengan memperkuat komunitas yang mereka miliki saat ini.

“Kita ingin menjadi platform DeFi di Indonesia, bersama dengan komunitas kami ingin menginisiasi. Saat ini sudah banyak produk yang didorong oleh komunitas,” imbuh COO Tokocrypto Teguh Kurniawan Harmanda.

Tokocrypto adalah pedagang aset kripto pertama yang terdaftar di BAPPEBTI. Dilahirkan oleh sekelompok penggemar kripto yang memiliki keyakinan penuh akan manfaat yang ditawarkan oleh teknologi blockchain, Tokocrypto memiliki goal besar untuk membantu rakyat Indonesia memahami industri ini dan untuk mengintegrasikan teknologi tersebut ke dalam masyarakat serta ekonomi global.

Meskipun mengakui masih rendahnya animo masyarakat untuk mulai berinvestasi di aset kripto, namun Teguh percaya tahun ini dan ke depannya, mulai tumbuh dengan baik minat dari pasar. Salah satu alasan adalah berkat dukungan dari pemerintah dan regulator, yang mendorong pertumbuhan dan awareness kepada masyarakat luas terhadap aset kripto.

“Memang tidak bisa dimungkiri masih banyak beberapa kalangan yang pesimis dengan aset kripto hingga saat ini. Namun dilihat dari makin dewasanya pasar dan mulai banyak investor saham, influencer saham, pengemudi ojek online, hingga mahasiswa yang bermain dengan aset kripto, saya yakin minat pasar terhadap aset kripto akan makin meningkat jumlahnya,” kata Teguh.

Ditambahkan olehnya, aset kripto saat ini dan ke depannya bukan hanya sebagai ajang spekulasi saja, namun sudah menjadi safe haven asset untuk masyarakat luas. Untuk itu menjadi bijaksana bagi masyarakat menyadari sepenuhnya, dana seperti apa yang kemudian layak untuk diinvestasikan. Jangan sampai dana pribadi hingga simpanan yang sifatnya rutin, kemudian dimasukkan menjadi investasi aset kripto.

“Untuk itu saya bertanggung jawab bukan hanya untuk perusahaan namun juga sebagai Ketua Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (ASPAKRINDO), ingin memberikan edukasi yang benar dan akurat kepada masyarakat tentang investasi aset kripto,” kata teguh.

Digital Future Exchange Jadi Corong Enam Perusahaan Kripto Gairahkan Ekosistem

Pekan lalu (16/10), sejumlah pemain aset digital yang terdiri atas Upbit, Indodax, Zipmez, Pintu yang didukung Kliring Berjangka Indonesia (KBI) dan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) menyepakati untuk pendirian entitas baru bernama “Digital Future Exchange” yang berspesialisasi pada aset digital.

Pendirian ini menjadi “game changer” buat iklim aset kripto di Indonesia; jadi lebih bergairah karena ambisi yang disasar adalah menciptakan ekosistem perdagangan aset kripto yang sesuai dengan regulasi. Tepatnya adalah Peraturan Kepala Bappebti (Perka) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka.

“Hadirnya DFX merupakan cita-cita bagi para pelaku industri aset digital secara umum, dan pedagang fisik aset kripto secara khusus. Pendirian DFX bertujuan untuk menciptakan bursa berjangka yang fokus di bidang perdagangan aset digital, sebagaimana diamanatkan oleh Perka No.5/2019,” ucap Country Counsel Upbit Indonesia Putra Nugraha kepada DailySocial.

Mengacu pada beleid yang disahkan pada awal tahun lalu tersebut, BAPPEBTI menyatakan beberapa ketentuan teknis yang harus dipatuhi oleh pemain kripto. Di antaranya adanya bursa berjangka, pasar fisik aset kripto, lembaga kliring berjangka, pengelola tempat penyimpan aset kripto, pedagang fisik aset kripto harus memiliki modal Rp1 triliun.

Lalu, calon pedagang fisik aset kripto (berlaku untuk pemain baru yang ingin masuk sebagai pedagang fisik aset kripto) harus memiliki modal Rp100 miliar, punya pegawai dengan sertifikasi CISSP dan ISO 27001 untuk organisasi, dan terakhir, aset kripto harus masuk top 500 coinmarketcap.

Putra melanjutkan, saat ini pihak-pihak yang telah menyatakan kesediaannya untuk menjadi pemegang saham DFX adalah Upbit, Indodax, Zipmex, Pintu, KBI, dan BBJ. Sementara, pedagang pasar aset fisik aset kripto lainnya telah menyatakan kesediaannya untuk menjadi anggota komite di DFX.

Seluruh pihak di atas akan dilibatkan dalam pengambilan keputusan-keputusan tertentu dalam DFX. Kepesertaan di DFX tidak terbatas hanya untuk pedagang fisik aset kripto saja, namun terbuka bagi pelaku pasar lain, termasuk pelaku pasar yang relevan di bidang komoditi, digital, serta industri penunjangnya.

“Namun demikian, kondisi ini masih bersifat tentatif karena kami masih menunggu perkembangan pasar lebih lanjut.”

BAPPEBTI saat ini baru memberikan izin operasional untuk 13 perusahaan exchange. Nama-nama di atas adalah di antaranya. Selain itu ada Tokocrypto, Triv, Bursa Cripto Prima, Luno, Rekeningku, Digital Exchange, Koinku, Bitocoto, dan Plutonext Digital Aset.

Secara terpisah, dalam keterangan resmi, perwakilan dari KBI dan BBJ menyatakan dukungannya terhadap DFX. “BBJ tertarik untuk bergabung dengan DFX [..]. Usulan rencana bergabung dengan DFX telah dijadwalkan untuk dibahas dalam RUPSLB BBJ pada akhir Oktober ini,” kata Direktur Utama BBJ Stephanus Paulus Lumintang.

Putra enggan merinci rencana DFX akan seperti apa ke depannya. Ia hanya memastikan DFX akan memulai kegiatan operasional pada tahun depan, setelah mendapatkan persyaratan dan persetujuan yang diperlukan dari BAPPEBTI.

DFX akan menjadi bursa berjangka yang diatur di bawah BAPPEBTI, menyediakan sistem untuk memfasilitas perdagangan aset digital dan derivatif aset digital untuk anggota yang telah mendapatkan persetujuan dari regulator.

Ia menyatakan, sebagaimana layaknya praktik yang berlaku, para pemegang saham akan tetap menjalankan kegiatan usahanya seperti biasanya. Namun demikian, DFX menjadi suatu self-regulatory organization (SRO) yang memiliki tugas, kewenangan, serta tanggung jawab terkait perdagangan aset digital, berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.

Menurutnya, dengan ekosistem seperti ini akan menyelesaikan salah satu tantangan terbesar yang ada di industri, yakni mendapatkan kepercayaan terkait perdagangan aset kripto yang aman dan bertanggung jawab. “Untuk mewujudkan itu, DFX akan menerapkan sistem operasi yang mutakhir,” pungkasnya.

Indonesia Kini Miliki Komite Khusus Pemain Emas Digital

Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange/JFX) meresmikan komite khusus menangani pemain emas digital melalui surat keputusan SK/193/DIR/BBJ/VI/20 tentang pembentukan komite pasar fisik emas digital.

Pembentukan komite ini merupakan mandatori yang dinyatakan oleh perundang-undangan Bappebti, sekaligus untuk mengawasi pemain emas digital yang jumlahnya semakin banyak di Indonesia.

Dalam salinan SK yang diterima DailySocial, terdapat sembilan orang yang duduk menempati posisi sebagai ketua, wakil ketua, dan anggota. CEO dan Founder Orori George Budi Sumantri diangkat menjadi ketua komite, sementara Komisari ABI Commodity Futures Budi Lestijawan Eka Saputra menjadi wakil ketua.

Sisanya adalah anggota yang diisi oleh beberapa pemain startup, seperti Co-Founder Pluang Claudia Kolonas, CEO dan Co-Founder Tamasia Muhammad Assad, dan CEO Indogold Amri Ngadiman. Terdapat perwakilan dari masing-masing institusi lainnya, seperti Pegadaian, Pos Indonesia, dan Kliring Berjangka dalam jajaran anggota.

Lebih lanjut di dalam salinan SK, dipaparkan komite bertugas untuk memfasilitasi keperluan dari anggota dan perantara dengan pemerintah. Komite memberikan pertimbangan dan/atau saran terhadap semua masalah yang berhubungan dengan perdagangan Pasar Fisik Emas Digital.

Di antaranya adalah meneliti dan memberikan pertimbangan secara tertulis kepada Direksi Bursa berkaitan dengan usulan perubahan Peraturan dan Tata Tertib Pasar Fisik Emas Digital; bertindak sebagai mediator jika terjadi perselisihan antar peserta emas digital; memberikan pertimbangan dan rekomendasi secara tertulis kepada Direksi Bursa, dan sebagainya.

Pasal 3 menyebutkan komite bertugas selama dua tahun sejak tanggal berlakunya SK tanggal 10 Juni 2020. Pasal berikutnya menyatakan anggota berhak mengundurkan diri, untuk pengangkatan, perubahan, dan/atau penambahan anggota akan dilakukan dengan Keputusan Direksi Bursa.

Kepada DailySocial, Ketua Komite Pasar Fisik Emas Digital George Budi Sumantri menjelaskan melalui amanat ini, pada tahap awal ia akan mendorong semua pemain emas digital di Indonesia untuk mengikuti undang-undang dan memiliki izin sebagai Pedagang Fisik Emas Digital.

Secara hitungan kasar, pemainnya masih hitungan di bawah 50. Tapi yang sudah berizin masih bisa dihitung dengan jari. Oleh karena itu, untuk sementara komite akan mendata semua pemain sejenis dan menyerahkan laporan tersebut ke Bappebti untuk ditindaklanjuti dan mengambil izin.

“Di luar anggota [komite] di sini, mereka artinya belum ada inisiatif mengambil izin,” ucap dia.

Perlu diketahui, Bappebti menyatakan penjualan emas fisik secara digital harus mendapatkan izin usaha. Pasalnya, lembaga di bawah Kementerian Perdagangan itu telah menerbitkan peraturan perdangan emas digital di Indonesia melalui bursa berjangka. Ketentuan ini tertulis dalam Peraturan Bappebti Nomor 4/2019 tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Emas Digital di Bursa Berjangka.