GDP Venture and PTB Venture Lead Investment for AI Startup Element Inc

Artificial Intelligence (AI) Startup, Element Inc, announces Series A funding of $12 million (about Rp171 billion) led by GDP Ventures and PTB Ventures. Also participating are some of Indonesia’s top-tier corporates, such as BCA (through its investment company, Central Capital Ventura), BRI (through its investment unit), Telkom Indonesia (through MDI Ventures), and Maloekoe Ventures (partner of Ayala Corporation, the Philippines).

David Fields, PTB Ventures’ Managing Partner and GDP Venture’s CTO On Lee will join Element Inc’s board of Directors. Pandu Sjahrir also continues his investment in this round.

Element Inc was founded by Adam Perold (Stanford’s graduate in product design) and Yann LeCun (machine learning expert) in the US. LeCun is a professor in NYU and previously was Facebook’s AI Research Director.

This startup develops and distributes mobile-based software platform creating a biometric identity. The company produces a thorough biometric solution that mostly used to build global vaccination platform. It allows initiate diagnose, gives identity source to the health services, and creates access for financial services.

“Our mission in Element is to provide an identity for billions of people in need. We want to build an efficient and inclusive public. Currently, the opportunity for digital transformation in Asia and Africa is very engaging. We are honored to be able to partner with these world-class companies,” Adam Perold, Element Inc’s CEO and Co-Founder, said in the release.

In Indonesia, Element Inc has built the operational team by recruiting Rizki Suluh Adi as the Head of Indonesia.

Martin Hartono, CEO of GDP Venture, said on this funding, “GDP is always open for global investment that can give a big impact on Indonesia’s development, world’s fourth-largest population. By investing in Element Inc, we spot a chance to advance Artificial Intelligence technology, particularly for digital identity safety to be implemented in various sector.”

“After years of operation, we’ve observed the well-known companies using Artificial Intelligence in Asia, US, Canada, and Europe. The end-to-end AI produced by Element for mobile and cloud is very unique,” On Lee, CTO of GDP Venture, added.

David Bangun, Telkom Indonesia’s Director of Digital & Strategic Portfolio, said, “Currently, Telkom has 180 million customers and business unit that provides national-scale IT infrastructure includes cloud, security, and broadband solution. With Element, we notice a big opportunity for partnerships that can give numerous advantage to our customers on a big scale.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

GDP Venture dan PTB Ventures Pimpin Pendanaan untuk Startup Artificial Intelligence Element Inc

Startup Artificial Intelligence (AI) Element Inc mengumumkan perolehan dana Seri A sebesar $12 juta (sekitar 171 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh GDP Venture dan PTB Ventures. Turut berpartisipasi dalam pendanaan ini sejumlah korporasi ternama Indonesia, yaitu BCA (melalui perusahaan investasi Central Capital Ventura), BRI (melalui unit investasinya), Telkom Indonesia (melalui MDI Ventures), dan Maloekoe Ventures yang bermitra dengan Ayala Corporation (Filipina).

Managing Member PTB Ventures David Fields dan CTO GDP Venture On Lee akan bergabung di dewan direksi Element Inc. Investor Pandu Sjahrir juga melanjutkan investasinya di putaran kali ini.

Element Inc didirikan oleh Adam Perold (desainer produk lulusan Stanford) dan Yann LeCun (peneliti machine learning kenamaan) di Amerika Serikat. LeCun adalah Profesor di NYU dan pernah menjabat sebagai Direktur Facebook AI Research.

Startup ini mengembangkan dan mendistribusikan platform software berbasis mobile yang menciptakan identitas biometrik. Perusahaan ini memproduksi solusi biometrik dari hulu ke hilir yang banyak digunakan untuk membangun platform imunisasi global. Hal ini memungkinkan diagnosis awal, memberikan sumber identitas untuk penyedia jasa kesehatan, dan mendorong akses terhadap layanan finansial.

Menggunakan teknologi Element Inc yang tersedia dalam bentuk aplikasi mobile, identitas seseorang (pengenalan wajah, sidik jari, dan lain-lain) akan lebih mudah disimpan dan digunakan. Hal ini dapat mengubah bagaimana berbagai layanan, termasuk perbankan dan kesehatan, mengelola data konsumennya.

“Misi kami di Element adalah untuk memberikan identitas pada miliaran orang yang membutuhkannya. Kami ingin membangun masyarakat yang lebih efisien dan inklusif. Saat ini, kesempatan untuk melakukan transformasi digital di Asia dan Afrika sangatlah menarik. Kami merasa terhormat bisa bergabung dengan perusahaan-perusahaan mitra kelas dunia ini,” kata Co-Founder dan CEO Element Inc Adam Perold dalam rilis yang kami terima.

Di Indonesia Element Inc telah membangun operasionalnya dengan merekrut Rizki Suluh Adi sebagai Head of Indonesia.

Menanggapi pendanaan ini, CEO GDP Venture Martin Hartono berujar, “GDP selalu terbuka untuk melakukan investment global yang dapat memberikan dampak besar terhadap pembangunan Indonesia, negara yang memiliki populasi keempat terbesar di dunia. Dengan berinvestasi di element inc, kami melihat adanya kesempatan untuk memajukan teknologi Artificial Intelligence khususnya keamanan identitas digital yang bisa diterapkan di berbagai bidang di Indonesia.”

“Setelah bertahun-tahun beroperasi, kami telah memantau perusahaan-perusahaan ternama yang menggunakan Artificial Intelligence di Asia, Amerika Serikat, Kanada, dan Eropa. Teknologi end-to-end AI yang diproduksi oleh Element untuk penggunaan mobile dan cloud sangatlah unik,” CTO GDP Venture On Lee menambahkan.

Director of Digital & Strategic Portfolio Telkom Indonesia David Bangun mengatakan, “Saat ini, Telkom memiliki 180 juta pelanggan seluler serta unit bisnis yang menyediakan infrastruktur TI berskala nasional, termasuk layanan cloud, solusi broadband dan security. Bermitra dengan Element, kami melihat banyaknya peluang kolaborasi yang akan memberikan sejumlah manfaat bagi pelanggan kami dalam skala besar.”

BCA Introduces “OneKlik”, New Payment Solution for E-Commerce

BCA introduces OneKlik, an online payment solution for e-comerce using BCA debit account as deposit source in a single click. It allows customer to use digital payment without manual transfer or confirmation. Payment status will be updated automatically. BCA invited Bibli as its launching partner.

“We want to make it easy [for customer], but safe. Blibli is for now [as partner], later there will be others,” BCA’s Director Santoso Liem said to DailySocial, Mon, (2/5).

Furthermore, Liem explained, to use OneKlik, customer is required to register their e-banking phone number in ATM and verify in e-commerce app. OneKlik is ready to be uses after registration is successful.

Unlike Klikpay that requires OTP verification, OneKlik has no other layer for payment confirmation. Transaction is one click away. Customers can choose daily transaction limit to avoid any missuse.

E-commerce service that implementing OneKlik will not be keeping information about debit card to ensure data safety. The encrypted token can only be converted by BCA.

Liem claims, this service is not meant to replace BCA’s existing oayment variants, such as KlikPay, KlikBCA, or Sakuku.

“We have no plans to ditch the others. Let [give] customers [option to] decide.”

Digital payment solutions has increasingly becoming popular among banking. Previously, BNI has launched Yap mobile app for shopping payment with three source options, credit card, debit card, or UniKQu e-money. The payment will be using QR code.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BCA Tawarkan Solusi Pembayaran Baru untuk Layanan E-Commerce, “OneKlik”

BCA menghadirkan solusi pembayaran online untuk situs e-commerce OneKlik, memanfaatkan kartu debit BCA sebagai sumber dana dalam satu kali klik. OneKlik memungkinkan nasabah melakukan pembayaran digital tanpa repot melakukan transfer atau konfirmasi manual. Status pembayaran langsung dikonfirmasi secara real time. Untuk tahap awal, BCA menggandeng Blibli sebagai mitra pertama menggunakan solusi ini.

“Kita mau buat kemudahan saja, supaya [nasabah] enggak ribet, tapi tetap aman. Saat ini baru Blibli, namun tentunya akan ke [layanan e-commerce] yang lain,” terang Direktur BCA Santoso Liem kepada DailySocial, Senin (5/2).

Untuk menggunakan OneKlik, terang Santoso, nasabah harus mendaftarkan nomor ponsel e-banking di ATM BCA dan memverifikasi nomor ponsel di aplikasi e-commerce rekanan. Setelah registrasi berhasil, OneKlik dapat langsung digunakan untuk bayar belanja.

Dibandingkan Klikpay yang membutuhkan verifikasi OTP, OneKlik tidak memiliki lapisan lain untuk mengonfirmasi pembayaran. Sekali klik dan dana berpindah. Nasabah bisa memilih limit transaksi harian agar dapat membatasi dari penyalahgunaan pihak yang tidak bertanggung jawab.

Dalam menjamin keamanan transaksi, layanan e-commerce yang mengimplementasi OneKlik tidak menyimpan data kartu debit nasabah BCA. Mereka hanya menyimpan token yang telah terenkripsi dan hanya bisa dikonversi sistem BCA.

Menurut Santoso, layanan ini tidak menggantikan variasi produk BCA yang sebelumnya sudah ada untuk pembayaran digital, seperti KlikPay, KlikBCA, atau layanan e-money Sakuku.

“Kita tidak ada rencana untuk geser produk lainnya. Biarkan nasabah yang pilih saja.”

Solusi pembayaran digital semakin menjadi perhatian perbankan. Sebelumnya, BNI juga meluncurkan aplikasi Yap untuk pembayaran belanja dengan memanfaatkan tiga sumber dana yang bisa dipakai nasabah, yaitu kartu kredit, debit, dan uang elektronik UnikQu. Untuk cara pembayarannya, Yap memanfaatkan pemindaian kode QR.

BCA Partners with KlikACC P2P Lending Platform To Distribute SMEs Credit

BCA partners with KlikACC (PT Aman Cermat Cepat) p2p lending platform to fasten the realization of SMEs credit. By this means, BCA will act as a funding source by alocating Rp25 billion to distribute via KlikACC platform as channeling agent.

The contract’s signing is done by BCA’s Commercial Business & SME Executive Vice President Liston Nainggolan and KlikACC’s President Director Rusli Hidayat.

“As a company providing digital funding platform that bridging borrower and lender, KlikACC has prepared a platform to help potential borrowers get some funding.” he explained, quoted by Katadata.

To get the KUR facility, borrower can apply via KlikACC. Furthermore, they need to fill some required documents. KlikACC will perform credit analysis of the data obtained.

The result will be used for recommendation to BCA, whether to accept or reject the applications.

“The recommendation will become BCA’s consideration in accepting application based on prudent banking principle.”

Borrower can apply for credit limit minimum Rp20 million and maximum RP100 million. With maximum three-year tenor. For credit under Rp100 million, KlikACC does not require collateral.

It is currently claimed, KlikACC has distributed loan of Rp30 billion in 2017. Company’s client has reached more than 100 partners in total. This year is targeted to get Rp400 billion distribution by reaching 5000 partners.

KlikACC is one of the investees from BCA’s venture capital subsidiary, Central Capital Ventura (CCV). CCV is claimed to pour initial investment for companies other than KlikACC, it is Garasi.id.

Garasi.id is an automotive marketplace established by Kaskus. It is officially launch in August 17, 2017.

CCV Injection

Quoted from Bisnis, BCA prepares Rp2 trillion allocation funding for subsidiary development. BCA’s President Director Jahja Setiaatmadja has not given the detailed information related to each subsidiaries.

However, he ensures to allocate the funding one of which for CCV’s activity. In CCV establishment last year, BCA has allocated Rp200 million seed funding.

“We did not go into detail due to the difficulty in predicting what subsidiary needs. More importantly, whether there is a necessity (additional funding), should be in RBB,” he said.

BCA is currently had seven subsidiaries in supporting company’s business, such as BCA Finance, BCA Finance Ltd, BCA Syariah, BCA Sekuritas, BCA General Insurance, Central Sentosa Finance and CCV.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BCA Claims To Have Applied Blockchain Technology

BCA claims to have applied blockchain technology in its operational activities. However, this technology have only been used to fasten payment transaction, reduce complexity, especially in back office. This technology is claimed to reduce operational cost, particularly in building an app.

“We have currently working on blockchain. It must be done to make the preparation for application program faster,” explained Jahja Setiaatmadja, BCA’s President Director quoted from Warta Ekonomi.

Related to a special investment in blockchain, Jahja claims the company does not alocate that kind of investment. He claimed, the cost is not really expensive.

“Blockchain is not pricey. [Blockchain] is going rapid. Like building a complex, should not be per pieces, but [must] be in block. They working on a whole thing.”

Aside from BCA, other banking institutes working on this blockchain technology are Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Danamon and Bank Permata Those five banks are partnered up with IBM technology for the implementation.

Blockchain is an online global data-based system containing groups of transaction data. It will record all users’ transaction data , as a ledger in bank.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BCA Klaim Sudah Mulai Terapkan Teknologi Blockchain

BCA mengklaim sudah menerapkan teknologi blockchain dalam aktivitas operasionalnya. Namun teknologi ini baru dimanfaatkan untuk mempercepat transaksi pembayaran, mengurangi kompleksitas transaksi, terutama di back office. Diklaim teknologi ini dapat mengurangi biaya operasional perseroan, apalagi saat membangun aplikasi.

“Blockchain sudah kita kerjakan sekarang. Harus kita lakukan karena kalau enggak, persiapan buat program aplikasi bisa lebih cepat,” terang Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja seperti dikutip dari Warta Ekonomi.

Terkait investasi khusus di blockchain, Jahja mengaku perseroan tidak mengalokasikan investasi khusus. Menurutnya, biaya tersebut tidak terlalu mahal.

“Blockchain biayanya enggak mahal. [Blockchain] itu cepat sekali. Ibarat ngebangun, enggak boleh satu-satu, [harus] langsung blok-blok. Mereka kerjain langsung diganti keseluruhan.”

Selain BCA, perbankan lainnya yang tengah mempersiapkan penerapan teknologi blockchain adalah Bank Mandiri, BNI, BRI, Bank Danamon, dan Bank Permata. Kelima bank tersebut bekerja sama dengan perusahaan teknologi IBM untuk implementasinya.

Blockchain adalah sistem basis data global online yang berisi sekumpulan data yang mencatat semua transaksi para penggunanya, seperti layaknya buku kas induk di bank.

BCA Gandeng Platform P2P Lending KlikACC Salurkan Kredit UMKM

BCA menggandeng platform p2p lending KlikACC (PT Aman Cermat Cepat) untuk mempercepat realisasi penyaluran kredit UMKM. Melalui kerja sama ini, BCA akan bertindak sebagai sumber dana dengan mengalokasikan sebesar Rp25 miliar untuk disalurkan lewat platform KlikACC, yang bertindak sebagai channeling agent.

Penandatanganan nota kesepahaman ini diteken Executive Vice President Bisnis Komersial & SME BCA Liston Nainggolan dan Direktur Utama KlikACC Rusli Hidayat.

“Sebagai sebuah perusahaan yang menyediakan platform pendanaan digital yang mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman, tentunya KlikACC sudah menyediakan platform yang akan memudahkan para calon debitur untuk bisa mendapatkan pembiayaan,” terang Liston Nainggolan, dikutip dari Katadata.

Untuk mendapatkan fasilitas KUR, calon peminjam bisa mengajukan permohonannya lewat KlikACC. Setelah itu, mereka diharuskan mengisi persyaratan dengan menyediakan dokumen yang diperlukan. Dari data tersebut, KlikACC akan melakukan analisa kredit.

Hasil analisa akan dipakai sebagai rekomendasi kepada BCA untuk menolak atau menerima permohonan kredit yang masuk.

“Tentunya rekomendasi ini yang menjadi pertimbangan BCA dalam menyetujui kredit dengan tetap berazaskan pada prinsip kehati-hatian.”

Calon peminjam dapat mengajukan pinjaman kredit dengan plafon minimal Rp20 juta dan maksimal Rp100 juta. Tenornya maksimal selama tiga tahun. Untuk pinjaman di bawah Rp100 juta, KlikACC tidak mengharuskan debitur menyiapkan jaminan.

Saat ini diklaim, KlikACC telah menyalurkan pinjaman sebesar Rp30 miliar di 2017. Total klien perusahaan lebih dari 1.000 mitra. Pada tahun ini, ditargetkan jumlah penyaluran dapat tembus sampai Rp400 miliar dengan menjangkau 5.000 mitra.

KlikACC merupakan salah satu investee dari anak usaha modal ventura BCA, Central Capital Ventura (CCV). CCV diklaim telah menyuntikkan investasi tahap awal ke dua perusahaan. Selain KlikACC, perusahaan lainnya adalah Garasi.id.

Garasi.id adalah marketplace jual beli otomotif yang didirikan Kaskus. Marketplace ini resmi hadir pada 17 Agustus 2017.

Suntik CCV

Dikutip dari Bisnis, BCA menyiapkan alokasi dana sebesar Rp2 triliun untuk pengembangan anak usaha. Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja tidak merinci alokasi yang akan diberikan untuk masing-masing anak usahanya.

Namun dia memastikan dana tersebut salah satunya untuk keperluan CCV. Tahun lalu pada pendirian CCV, BCA mengalokasikan modal awal senilai Rp200 miliar.

“Kami tidak memerinci karena sulit menebak kebutuhan anak perusahaan. Yang penting kalau ada kebutuhan [tambahan dana], kalau sudah ada dalam RBB,” tutur Jahja.

BCA saat ini memiliki tujuh entitas anak usaha yang mendukung layanan bisnis perusahaan, yakni BCA Finance, BCA Finance Ltd, BCA Syariah, BCA Sekuritas, Asuransi Umum BCA, Central Sentosa Finance, dan CCV.

Go-Jek Klaim Kuasai 30% Transaksi Non Tunai Seluruh Indonesia

Dalam artikel yang dipublikasi Go-Jek, Go-Pay diklaim telah berkontribusi untuk 30% transaksi non tunai di seluruh Indonesia per Oktober 2017. Tidak dijelaskan seberapa besar perputaran dana yang terjadi dalam kurun waktu tersebut.

Pihak Go-Jek menyebut secara rerata penggunaan Go-Pay untuk transaksi setiap bulannya tumbuh 25%, nominal pengisian ulang (top up) juga meningkat sampai 15%. Pertumbuhan pengguna Go-Pay diklaim bertambah hingga tiga kali lipat dibandingkan tahun lalu.

Ada tiga alasan yang diungkapkan pengguna memilih Go-Pay, yaitu adanya promo atau potongan harga, tidak perlu menyiapkan uang tunai, dan mudah digunakan. Go-Jek menyebut dengan seluruh penawaran tersebut, pengguna dapat menghemat hingga Rp200 ribu per bulannya.

Per November 2017, Go-Pay telah memproses pengiriman uang dari Jabodetabek dengan total Rp570 juta ke beberapa titik di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Sulawesi.

“Go-Pay akan terus tumbuh. Tidak hanya untuk Go-Jek, tapi juga untuk keseluruhan ekonomi digital,” kata CEO Go-Jek Nadiem Makarim dalam artikel tersebut.

Secara industri, Bank Indonesia baru memberi izin kepada 26 perusahaan sebagai pemain uang elektronik. Hingga Oktober 2017, secara volume transaksi mencapai 600,5 juta transaksi senilai Rp8,76 triliun.

Dikutip dari Bisnis, Direktur Sistem Pembayaran Bank Indonesia Eny V Panggabean menyatakan transaksi uang elektronik merupakan salah satu penyumbang terbesar dalam transaksi non tunai.

“Rata-rata transaksi uang elektronik mencapai 2,3 juta transaksi per hari dengan nominal Rp2,8 triliun,” kata Eny.

Transaksi non tunai memakai ATM/debit mencapai 15,5 juta transaksi per hari dengan nilai Rp16,6 triliun. Sedangkan transaksi harian dengan kartu kredit mencapai 872 ribu transaksi dengan nilai Rp802 triliun.

Disangsikan bankir

Pernyataan Go-Jek di atas, membuat beberapa bankir sedikit sangsi. Pasalnya, transaksi non tunai itu tidak hanya uang elektronik saja, tapi juga terdapat kartu debit, kartu kredit, hingga ATM.

Direktur Perbankan Digital dan Teknologi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans menuturkan bila Go-Jek mengklaim transaksi non tunai yang dimaksud adalah transaksi uang elektronik, klaim tersebut akan masuk akal.

“Transaksi non tunai itu ada banyak sumbernya, bisa dari e-money, kartu kredit, debit, dan ATM,” katanya kepada DailySocial.

Pun demikian Direktur BCA Santoso Liem. Dia bilang, uang elektronik itu juga terbagi jadi dua jenis, server base dan card base. Akan tetapi, menurutnya, porsi uang elektronik masih kecil dibandingkan transaksi ritel lainnya.

“Kalau transaksi non tunai kan termasuk debit, kartu kredit, ATM dan lain-lain, jadi masih sangat jauh.”

Produk uang elektronik Bank Mandiri, E-Money, secara total (sejak pertama kali diluncurkan) hingga sekarang telah memproses lebih dari 510 juta transaksi dengan nilai Rp5,45 triliun. Jumlah kartu beredarnya mencapai 13 juta keping, dengan rincian 220 ribu di antaranya co-branding dengan enam bank. Penggunaan transaksi banyak dipakai untuk pembayaran tol dan transportasi umum.

Flazz BCA sendiri sudah memiliki kartu beredar sebanyak 12 juta keping.

Fintech di sektor pembayaran dan peminjaman akan jadi primadona

Digital Artha Media (DAM) meramal fintech yang bergerak di sektor pembayaran dan peminjaman akan tetap merajai industri fintech pada tahun depan. Kedua kategori tersebut dianggap adalah kebutuhan dasar yang dibutuhkan masyarakat.

Managing Director DAM Fanny Verona menjelaskan fintech sektor pembayaran akan semakin dibutuhkan karena ada kemampuan untuk menambang data. Data tersebut dibutuhkan oleh pelaku industri, seperti e-commerce, untuk mengetahui kebiasaan belanja konsumen.

Sementara itu, untuk fintech sektor peminjaman masih akan tetap dicari karena layanannya yang mudah. Terlebih, di Indonesia ada segmen khusus yang gandrung dengan gaya hidup berutang.

“Entah kenapa masyarakat kita ada yang suka sekali kredit, misal beli ponsel yang harganya di luar jangkauan mereka,” terang Fanny, Kamis (21/12).

Berdasarkan data dari Asosiasi Fintech Indonesia dan OJK, pelaku fintech di Indonesia masih didominasi sektor pembayaran (43%), pinjaman (17%), dan sisanya adalah agregator, crowdfunding, personal or financial planning, dan lainnya.

Industri “Gaming”: Digemari Tapi Sulit Dimodali

Industri game masih dianggap menjadi barang asing di mata pemain jasa keuangan, mulai dari perbankan hingga modal ventura. Jangan heran jika jumlah pembiayaan modal kerja bagi industri ini masih minim. Kalaupun ada, jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. Gaming Industry harus mengandalkan modal dari pihak asing untuk terus mengembangkan usahanya.

Bisnis game yang memiliki faktor X (faktor ketidakpastian) dianggap menjadi titik lemah bagi pemain jasa keuangan lokal. Ketidakpastian yang dimaksud adalah meski produk sudah dibuat sesuai riset pasar dan memakai talenta berbakat, masih ada kemungkinan besar untuk gagal.

Keunikan dan ketidakpastian pasar dan keuntungan membuat hanya sedikit pemodal yang berani terjun. Beberapa nama perusahaan modal ventura lokal yang sudah berinvestasi di perusahaan game adalah Ideosource dan Maloekoe Ventures. Untuk modal ventura asing ada Discovery Nusantara Capital (DNC).

Berbeda dengan perbankan, pembiayaan melalui Modal Ventura dilakukan melalui penyertaan saham. Jadi, modal tunai disuntikkan dan ditukar dengan sejumlah saham kepemilikan.

Kisah investasi di startup gaming

Ideosource pernah berinvestasi putaran seri A untuk perusahaan game lokal Touchten dengan nilai yang dirahasiakan di 2011. Investasi tersebut adalah kick off Ideosource sejak pertama kali berdiri. Meski nilai investasi tidak disebutkan, namun kisaran nilai investasi seri A US$1 juta-US$4 juta (Rp13 miliar-Rp52 miliar). Seluruh sumber dana investasi yang digunakan Ideosource berasal dari dana keluarga lokal dengan nama dirahasiakan.

Touchten Games dapatkan pendanaan untuk kembangkan industri

Managing Director Ideosource Andi S Budiman menuturkan pihaknya memilih Touchten sebagai investasi perdana karena pada saat itu baru Touchten satu-satunya yang memiliki mobile game dengan jumlah unduhan lebih dari 1 juta kali. Hal ini melatarbelakangi Ideosource untuk berkeyakinan bahwa Touchten memiliki kemampuan untuk mengembangkan bisnisnya lebih besar.

Founder Touchten punya trik tersendiri untuk membuat perusahaan mampu bertahan. Salah satunya berkolaborasi dengan brand terkenal, dengan menggabungkan variasi game dari digital sampai kartu berbentuk fisik. Lalu dipasarkan dengan penggabungan online dan offline (O2O).

“Dari situ kami berkeputusan bahwa perusahaan ini punya up side bisnis yang tinggi. Benar kejadian tiga tahun kemudian, saat mereka berhasil mendapat investor dengan nilai valuasi 7 kali lipat dari saat kami masuk,” kata Andi.

Touchten terhitung menjadi perusahaan game lokal teraktif yang mendapatkan pendanaan dari investor. Namun seluruhnya berasal dari asing, yakni perusahaan teknologi konglomerat Jepang Cyber Agent Ventures, perusahaan animasi Jepang TMS Entertainment, private equity UOB Venture Management, perusahaan mobile game Jepang Gree, modal ventura Amerika Serikat 500 Startups, dan DNC.

Modal ventura asing yang terhitung menjadi investor teraktif berinvestasi di perusahaan game lokal adalah DNC. Ada tiga perusahaan game lokal yang masuk ke dalam portofolio DNC, yaitu Touchten, Toge Productions, dan Arsanesia.

DNC fokus ke investasi tahap awal (seed stage). Biasanya besaran nilai investasi dalam tahap ini US$50 ribu-US$1 juta (Rp650 juta-Rp13 miliar). DNC adalah perusahaan patungan antara Hangzhou Zhexin IT Co., Ltd. (Zhe Xin IT) dengan Project Discovery Ltd. dan Qomolangma Ltd. yang didirikan September 2016.

DNC didirikan khusus berinvestasi di sektor game di Asia Tenggara, dengan fokus utama di Indonesia.

Tim DNC / DNC
Tim DNC / DNC

Zhe Xin IT adalah anak usaha dari Zhejiang Jinke Entertainment Culture Co., Ltd. Pada awalnya Zhe Xin IT adalah perusahaan game yang berdiri pada tahun 2010. Seluruh dana investasi DNC berasal dari kombinasi antara Limited Partner dan Angel investor.

Sebagai modal ventura yang paham dengan siklus perusahaan game, Managing Partner DNC Irene Umar menjelaskan alasan DNC terjun ke sektor ini. Ia menjelaskan, selain karena ada hubungan dengan afiliasi perusahaan game, juga karena tidak ada modal ventura yang mau fokus investasi ke industri game. Yang terakhir ini, menurut DNC justru sebuah peluang.

Dia menilai DNC memiliki kemampuan transfer pengetahuan dari jaringan investor yang mereka miliki ke para talenta lokal. Hal ini ditambah bonus demografi dan potensi bisnis yang besar. Oiya, yang juga penting adalah para personil DNC gemar bermain game.

“Ketika kami memutuskan bahwa DNC khusus investasi ke game, banyak yang bilang kami itu gila. Sebab pada saat itu, banyak perusahaan game yang tidak tahu bagaimana cara kerja VC [Venture Capital – Red] dan sebagainya. Kami harus melakukan edukasi bahwa VC adalah elemen penting yang sempat hilang pada tahun lalu dalam ekosistem game. Kami pun bangga dapat masuk mengisi kekosongan gap tersebut,” terang Irene.

Dalam mengukur portofolio perusahaan yang akan diinvestasi, ada beberapa parameter keuangan yang dipakai DNC. Di antaranya pendapatan, operating expenditure (opex), arus kas, dan laba bersih. Semua parameter ini dilihat secara historis maupun proyeksi yang harus sesuai dengan rencana bisnisnya.

Intinya, sambung Irene, arah perusahaan harus didorong oleh visi founder yang kemudian diterjemahkan ke dalam rencana bisnis. Tujuannya untuk menentukan langkah apa yang diambil selanjutnya dan sesuai tujuan mereka. “Semuanya akan berakhir ke keuangan mereka. Kuncinya, ada di founder itu sendiri.”

Menurutnya, perusahaan hanyalah kendaraan dan motor penggeraknya berasal dari orang-orang di dalamnya. Oleh karena itu, DNC cenderung melihat secara dekat karakter founder dan mencoba untuk memahami visi mereka, menilai kemampuannya untuk mengeksekusi, dan tingkat kemampuan yang dapat mereka hadapi dalam kesuksesan.

Jadi ide itu sesuatu yang murah karena yang terpenting adalah eksekusi. Menaiki tangga menuju kesuksesan lebih mudah daripada mempertahankannya.

“DNC bercita-cita ingin mendukung perusahaan portofolio kami ke puncak. Tapi akan terserah mereka apakah bersedia untuk tetap melangkah atau tetap di posisi puncak.”

Industri gaming di kacamata perbankan

Pelaku jasa keuangan di Indonesia, baik perbankan maupun modal ventura lokal, masih enggan mempercayakan uangnya di perusahaan game. Alasannya klasik, karena bank menyalurkan dana masyarakat, sehingga perlu rekam jejak perusahaan dan sudah memiliki cash flow yang lancar sebagai jaminan keberlangsungan usaha. Tak ketinggalan, perlu aset fisik sebagai jaminan utamanya.

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengaku belum memberikan kredit untuk perusahaan game. Menurutnya, kredit itu prinsipnya adalah menggunakan dana masyarakat untuk membantu masyarakat yang mau berbisnis. Untuk itu perlu ada prinsip bahwa perusahaan tersebut sudah memiliki pengalaman di bisnis tersebut, ada jaminan cukup, referensi bisnis dari temannya.

“Jadi memang ketat [persyaratannya]. Kalau industri kreatif tersebut memenuhi persyaratan akan kita berikan. Sayangnya belum banyak,” tutur Jahja.

SUMBER: BEKRAF
SUMBER: BEKRAF

Meski bukan bergerak di ekonomi kreatif, salah satu perusahaan digital yang pernah ‘lulus’ dan mendapatkan kredit dari BCA adalah Tiket.com. Jahja menuturkan Tiket mendapat kredit sebesar Rp100 miliar dengan mengagunkan laporan keuangan yang diakumulasi selama tiga tahun.

“Tiket.com pakai agunan kok laporan keuangan dan account. Mereka dapat kredit bukan untuk jangka panjang. Mereka itu agak unik karena 80% penjualan mereka melalui channel BCA, untuk kartu kredit, transfer dan lainnya. Fasilitasnya juga lebih banyak sebagai overdraft untuk weekend dan hari libur.”

Bank Mandiri juga berpendapat sama. Perusahaan game dianggap memiliki risiko dan ketidakpastian yang tinggi. Kendati demikian, perseroan terus membuka kemungkinan untuk menjadikan perusahaan game sebagai debitur. Asalkan perusahaan tersebut memiliki kejelasan bisnis, pasar, dan domisili usaha. Malah, perseroan membuka kesempatan kolaborasi B2B untuk para perusahaan game dalam hal sistem pembayaran. Misalnya, co-branding kartu, pembayaran dengan mesin EDC, atau lainnya.

“Bank Mandiri apabila diposisikan sebagai technical aqcuiring, kami bisa bantu. Tidak harus selalu bentuk loan, jadinya ini saling win win,” kata Senior Vice Presiden Bank Mandiri Rahmat Broto Triaji.

Senada dengan Bank Mandiri, Bank Permata berkeyakinan bahwa industri kreatif, terutama digital adalah industri yang mempunyai prospek baik di masa yang akan datang.

“Kami terus mempelajari industri semacam ini dari waktu ke waktu. Bila dipandang layak, maka kemungkinan akan dibiayai,” ucap Direktur Ritel Bank Permata Bianto Surodjo.

Usaha Kuliner, Salah Satu Subsektor Ekonomi Kreatif yang Sudah Mendapat Fasilitas Kredit dari Bank / Shutterstock
Usaha Kuliner, Salah Satu Subsektor Ekonomi Kreatif yang Sudah Mendapat Fasilitas Kredit dari Bank / Shutterstock

Sedikit berbeda dengan BNI. Kendati belum terjun ke perusahaan game untuk memberikan kredit, namun perseroan mengaku akan perlahan-lahan masuk ke sektor industri kreatif. Sejauh ini sektor yang sudah masuk dalam portofolio BNI didominasi oleh kuliner, kerajinan, dan fesyen. Total kredit yang telah disalurkan BNI untuk sektor tersebut sebesar Rp3,5 triliun per Juni 2017 dengan total debitur 5 ribu orang.

“BNI sudah bekerja sama dengan beberapa startup berbasis digital untuk membiayai kegiatan usahanya, antara lain TaniHub dan membiayai penjual yang tergabung dalam [layanan] e-commerce Tokopedia dan Lazada. Skema unik yang akan kami kembangkan ke subsektor lainnya adalah perfilman, desain, dan lainnya,” terang Direktur Perencanaan & Operasional BNI Bob Tyasika Ananta.

Dari data terakhir yang dihimpun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), realisasi penyaluran kredit dari perbankan untuk ekonomi kreatif sebesar Rp121 triliun atau 2,87% terhadap total kredit perbankan Rp4.213 triliun sepanjang September 2016.

SUMBER: BEKRAF
SUMBER: BEKRAF

Bagi modal ventura lokal, industri game belum begitu menarik karena bisnisnya yang unik, cenderung riskan untuk dimasuki karena perlu orang yang benar-benar paham dengan industri tersebut.

Wakil Ketua Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (Amvesindo) Donald Wihardja mengatakan tidak banyak investor lokal yang paham dengan siklus bisnis dari perusahaan game. Hal ini yang mengakibatkan banyak perusahaan game lokal akhirnya melarikan diri ke modal ventura asing untuk mendapatkan bantuan pendanaan.

“Karena untuk investasi ke sektor manapun butuh ahli yang paham, sehingga tidak banyak perusahaan game yang menerima funding dari ventura lokal. Buat game itu sama seperti artis yang produksi film, jadi lebih unsur gambling-nya kalau enggak ngerti,” ujar Donald.

Dia menambahkan, di Indonesia itu lebih banyak perusahaan game yang bertindak sebagai publisher, membawa game dari luar untuk dipasarkan di Indonesia. Bagi investor itu bukan sesuatu yang bernilai tinggi karena posisinya mereka hanya menjadi penyokong dana untuk kegiatan pemasaran.

Amvesindo melihat tren modal ventura saat ini lebih banyak yang fokus pendanaan untuk sektor financial technology (fintech) dan layanan e-commerce.

Langkah Bekraf

Untuk menstimulasi industri kreatif, sejak pertengahan tahun ini Bekraf mendapat persetujuan dari pemerintah untuk memberikan dana hibah bersumber dari kantong Bekraf sendiri lewat program Bantuan Insentif Pemerintah (BIP). Bekraf mengalokasikan dana hibah senilai Rp10,8 miliar untuk pelaku usaha yang bergerak di bidang kuliner, aplikasi dan developer game (AGD).

Dreadout Cover
Dreadout Cover

BIP adalah skema bantuan modal nonperbankan berupa penambahan modal kerja dan/atau investasi aktiva tetap yang difasilitasi Bekraf. Besaran dana hibah yang diberikan berkisar antara Rp90 juta sampai Rp200 juta tergantung hasil penilaian.

Dari total applicant yang masuk, Bekraf menyaringnya dan memutuskan ada 34 perusahaan yang menerima dana hibah. Rinciannya terdiri dari 19 perusahaan dari kuliner dan 15 perusahaan dari aplikasi dan developer game. Rata-rata berlokasi di Pulau Jawa, Makassar, dan Balikpapan. Beberapa nama perusahaan game yang mendapat BIP adalah Ekuator Games (kreator game PC Celestian Tales), Digital Semantika Indonesia (kreator game PC DreadOut).

“Kita bayarkan 40% dari nilai assesment, lalu dievaluasi untuk kemudian ditentukan pencairan berikutnya. Evaluasi itu dilakukan pada November 2017,” ujar Deputi Infrastruktur Bekraf Hari Sungkari.

Tak berhenti di sini, Bekraf akan melanjutkan program ini pada tahun depan. Hanya saja Hari enggan menyebutkan nominal dana hibah yang diajukan ke pemerintah. Lewat inisiasi nyata lewat BIP ini diharapkan bisa menimbulkan efek domino di industri jasa keuangan dan membuka mata tentang nyatanya potensi industri game di Indonesia. Kita tunggu kabar-kabar baik ke depannya.