blu by BCA Digital Telah Dipakai 1,1 Juta Pengguna, Genjot Inovasi Lewat BaaS

Bank as a Service (BaaS) adalah tren yang makin berkembang di industri jasa keuangan, memungkinkan lembaga nonbank menawarkan kapabilitas keuangan melalui kemitraan dengan bank yang sudah mapan. Di Indonesia sendiri, BaaS memiliki potensi merevolusi industri jasa keuangan, memberikan akses yang lebih besar dan mendorong inklusi keuangan.

Dengan populasi yang besar dan berkembang pesat, Indonesia merupakan pasar utama untuk BaaS, menghadirkan peluang yang signifikan, baik bagi bank tradisional maupun perusahaan non-keuangan.

Salah satu perbankan yang memiliki fokus menghadirkan layanan BaaS adalah blu by BCA Digital. Saat ini mereka mengklaim telah meluncurkan berbagai fitur hingga kemitraan strategis dengan pihak terkait. Kepada DailySocial.id, Head of Marketing & Communication BCA Digital Duardi Prihandiko mengungkapkan inovasi terbaru yang sudah diluncurkan oleh blu hingga rencana perusahaan tahun ini.

Perkuat kemitraan

blu by BCA Digital diluncurkan pada Juli 2021 untuk memberikan kemudahan kepada para nasabah agar bisa melakukan transaksi finansial melalui ponsel. Hingga 10 Januari 2023, blu sudah mencatatkan lebih dari 1,1 juta pengguna.

Kapabilitas BaaS yang dimiliki, memungkinkan nasabah blu bisa membuka rekening, transfer, top up e-money, dan transaksi lainnya dari platform partner, tanpa berpindah aplikasi.

Dengan memanfaatkan keahlian dan infrastruktur bank yang sudah mapan, perusahaan non-keuangan dapat meluncurkan layanan keuangan dengan cepat dan mudah, sekaligus mempromosikan inklusi keuangan dan memperluas jangkauan bank tradisional. Karena kemitraan BaaS terus berkembang, dampaknya terhadap industri jasa keuangan juga semakin besar.

“Saat ini, kami sudah berhasil mengintegrasikan blu dengan mitra dari beragam industri seperti Blibli, Telkomsel Redi, CGV, MRT Jakarta, serta dua kampus yaitu Binus University dan ITHB Bandung. Ke depannya, kami akan terus memperluas akses financial service kami. Sektor investment dan payment menjadi langkah kami selanjutnya,” kata Duardi.

Meski belum merilis fitur pinjaman, blu juga sudah menyalurkan kredit lebih dari Rp3,2 triliun per Januari 2023 melalui pembiayaan untuk segmen koperasi, yang diikuti oleh joint financing dan channeling. Untuk joint financing, saat ini perusahaan telah bekerja sama dengan BCA Finance. Sementara untuk channeling, BCA Digital bekerja sama dengan Akseleran, Komunal, Modal Rakyat dan Koperasi Nusantara. Dalam waktu dekat juga akan ada satu mitra channeling baru dari P2P Lending yang akan segera mereka umumkan.

Terkait dengan demografi nasabah, hingga saat ini target utama dari blu adalah digital savvy generation atau generasi yang melek digital. Perusahaan mencatat saat ini, mayoritas nasabah blu didominasi oleh Gen Z sebesar 55,18%. Disusul oleh Millennials, Gen X dan Baby Boomers.

“Di tahun 2023 ini, fokus kami masih sama yaitu memperkuat kualitas nasabah
agar semakin sering bertransaksi dan memanfaatkan fitur-fitur blu. Sehingga, blu bisa jadi sahabat finansial yang dekat dengan keseharian nasabah,” kata Duardi.

Luncurkan fitur baru untuk nasabah

Di Indonesia hingga saat ini, masih banyak individu dan pelaku usaha kecil yang kurang terlayani oleh bank tradisional, baik karena kurangnya akses maupun tingginya biaya. Dalam hal ini BaaS dapat membantu mengatasi masalah ini dengan menyediakan akses yang lebih besar ke layanan keuangan melalui saluran non-tradisional, seperti aplikasi mobile dan platform online. Fitur-fitur menarik dan tentunya berguna juga bisa membantu nasabah.

Sepanjang tahun 2022, blu telah meluncurkan 15 fitur baru untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan. Fitur tersebut di antaranya blu Virtual Card yang diluncurkan pada Oktober 2022 lalu; kemudian fitur pembukaan rekening tanpa video call; fitur bluSaving dan bluGether hingga 20 accounts per nasabah yang telah di-upgrade tahun lalu; blu juga menghadirkan BI Fast sebagai alternatif layanan transaksi transfer per 27 April 2022.

Untuk membantu nasabah blu mengatur keuangan lebih baik, blu menyediakan Tracker Revamp yang memudahkan tracking transaksi nasabah. Dengan menampilkan QRIS Shortcut, memudahkan nasabah blu dalam melakukan pembayaran. Sepanjang Januari – Desember 2022, tercatat lima transaksi terbesar yang dilakukan nasabah blu adalah transfer, setor tunai tanpa kartu, top up e-money, tarik tunai tanpa kartu, dan QRIS.

Di tahun 2023 ini, blu baru saja meluncurkan fitur bluInvest Linkage, nasabah dapat menghubungkan akun Investasi Moduit dan FUNDtastic dengan aplikasi blu. Nasabah dapat mengakses beragam jenis investasi sesuai dengan kebutuhan, mulai dari reksadana, sampai surat berharga negara (SBN).

“Sejak awal berdiri, fokus kami adalah bisa bermanfaat dan diandalkan nasabah untuk semua kebutuhan perbankan mereka. Selain nasabah blu aktif bertransaksi setiap hari, kepercayaan nasabah juga semakin meningkat, terlihat dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil mencapai Rp6,85 triliun per Desember 2022, ini melampaui target kami di tahun 2022,” kata Duardi.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Berkunjung ke Kantor Blu by BCA Digital | DSTOUR 2022

DailySocial mendapat kesempatan mengunjungi kantor Blu by BCA Digital di kawasan MH Thamrin, Jakarta Pusat.

Menggabungkan konsep WFH dan WFO, kantor Blu bisa dimanfaatkan pegawai untuk bekerja sekaligus bersantai.

Bersama Head of Marketing & Communication Blu by BCA Digital Duardi Prihandiko, simak liputan lengkap jalan-jalan DailySocial di kantor Blu by BCA Digital di video berikut ini.

Untuk video menarik lainnya seputar program jalan-jalan ke kantor startup Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DStour.

redi Jalan Telkomsel Masuk Industri Bank Digital

Kemarin (28/10) bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda, Telkomsel meresmikan kerja samanya dengan unit bank digital milik BCA, atau dikenal dengan blu. Di sisi Telkomsel, kemitraan tersebut melibatkan platform redi, sebagai aplikasi agregator layanan perbankan yang memungkinkan pengguna mengelola berbagai akun bank di satu dasbor. Saat ini aplikasi redi sudah bisa digunakan oleh pengguna, baik di platform Android maupun iOS.

Kini, pengguna redi dapat mengintegrasikan rekening blu ke dalam aplikasi – termasuk melakukan pendaftaran dari sana. Selain itu, pengguna juga bisa melakukan pengelolaan rekening blu seperti cek saldo, dan melakukan transaksi transfer. Proposisi nilai yang ditawarkan, aplikasi redi mengintegrasikan akun bank di dalamnya dengan nomor ponsel pengguna. Selain itu mereka turut menawarkan beragam promo dan reward eksklusif.

Sudah terdapat beberapa bank lain

Gambaran aplikasi redi

Selain blu, sebenarnya sudah ada 23 opsi bank lainnya yang dapat diintegrasikan ke redi. Beberapa nama populer seperti Mandiri, BNI, Bukopin, BCA, CIMB Niaga, dan lain-lain. Pengguna bisa menambahkan lebih dari satu rekening bank untuk dikelola bersama. Adapun untuk jenis transaksi yang saat ini dapat digunakan lewat redi adalah transfer, QRIS, berbagai pembayaran (plus pengingat), dan top-up.

Permasalahan utama kami saat mencoba, semua rekening idealnya harus terdaftar dengan nomor Telkomsel yang digunakan sebagai akun redi. Tentu ini menjadi hal wajar, karena layanan redi sendiri memang didesain sebagai nilai tambah bagi pengguna Telkomsel. Namun bisa menjadi halangan untuk pengguna yang sudah terlanjur memakai nomor dari penyedia lain untuk layanan perbankannya.

Di sisi desain, redi juga mencoba hadir dengan pengalaman pengguna kekinian – desain simpel dan menawarkan ragam promo.

Peluang di tengah BaaS

Salah satu model bisnis yang diusung oleh para penyedia bank digital adalah Bank as a Service (BaaS). Sederhananya, konsep tersebut memungkinkan mereka mengintegrasikan layanan perbankan dengan berbagai jenis aplikasi konsumer. blu sendiri, selain dengan Telkomsel, juga sudah menjalin kerja sama strategis dengan beberapa pihak, salah satunya Blibli.

Direktur Utama BCA Digital Lanny Budiati menjelaskan, “Dalam merealisasikan misi BCA Digital sebagai Bank as a Service untuk membangun ekosistem digital yang berkelanjutan di Indonesia, kami fokus berkolaborasi dengan expertise dari setiap industri. Sebagai yang terdepan di bidangnya, Telkomsel merupakan mitra kerja sama ideal bagi BCA Digital untuk tumbuh bersama dan memberikan seamless banking experience yang lebih mudah dan nyaman bagi nasabah blu maupun pengguna redi.”

Menurut laporan yang dirangkum Verified Market Research, nilai pasar BaaS telah mencapai $356,26 miliar pada 2020 dan diproyeksikan meningkat sampai $2.299 miliar di 2028 dengan CAGR 26,33% dalam periode tersebut.

Konsumer digital di Indonesia sendiri jumlahnya sangat besar – misalnya dilihat dari jumlah pelanggan layanan mobile telco, e-commerce, atau lainnya. Jelas ini menjadi pasar yang empuk bagi layanan finansial untuk melakukan on-boarding nasabah baru, termasuk dari kalangan baru yang mungkin sebelumnya tidak terfasilitasi layanan perbankan. Berbasis API, layanan perbankan tersebut dapat disematkan ke aplikasi digital lainnya, sehingga memberikan pengalaman yang lebih ringkas.

“Ke depannya, ekosistem digital yang dibangun blu bersama dengan Telkomsel redi ini akan terus diperluas dan menghasilkan terobosan baru yang lebih baik dan menjadi solusi digital untuk berbagai kebutuhan bagi para nasabah kami,” tambah Lanny.

Application Information Will Show Up Here

Telkomsel dan BCA Digital Persiapkan Kolaborasi Platform Keuangan “REDI” dan blu

Telkomsel kembali melanjutkan babak baru transformasi digitalnya. Setelah platform Kuncie (edtech) dan Fita (healthtech), operator seluler milik BUMN ini kembali menambah portofolio digital dengan meluncurkan aplikasi keuangan Telkomsel REDI. Saat ini, aplikasi REDI sudah tersedia untuk perangkat Android.

Telkomsel REDI membuka sinyal kolaborasi dengan bank digital milik BCA, yakni BCA Digital (blu). Kolaborasi ini belum diluncurkan secara resmi, tetapi sudah diumumkan melalui laman LinkedIn BCA Digital. Dalam informasi tersebut, keduanya akan mengumumkan kolaborasi Telkomsel REDI dan blu pada akhir Oktober ini.

DailySocial telah mencoba menghubungi BCA Digital dan Telkomsel. Namun, belum ada konfirmasi dan informasi lebih lanjut dari keduanya.

“[Kolaborasi] Telkomsel Redi dan blu bisa dinantikan pekan depan ya. Tunggu saja,” ungkap juru bicara BCA Digital dalam pesan singkat kepada DailySocial.

Aplikasi Telkomsel REDI memungkinkan pengguna untuk bertransaksi dan mengakses lebih dari satu rekening bank dengan nomor ponsel saja. Pengguna juga bisa mentransfer uang dengan QR code tanpa perlu memasukkan nomor rekening. Telkomsel REDI juga menawarkan sejumlah fitur lain, seperti split bill, pengingat tagihan (listrik, air, telepon, dll), hingga laporan pengeluaran setiap bulan.

Dalam siaran persnya beberapa waktu lalu, SVP Digital Advertising and Banking Telkomsel Ronny W Sugiadha mengatakan, Telkomsel REDI merupakan kelanjutan dari pengembangan inovasi layanan m-Banking Telkomsel yang awalnya dirilis di 2002.

“Melalui Telkomsel REDI, kami berupaya mengintegrasikan sejumlah layanan keuangan digital dari mitra perbankan ternama, yang diharapkan dapat semakin memudahkan masyarakat dalam mengelola berbagai rekening yang dimiliki dalam satu askes layanan aplikasi,” ujarnya.

Saat ini, Telkomsel REDI telah bekerja sama dengan lebih dari 20 institusi perbankan. Pihaknya akan terus menambah jumlah mitra perbankan agar dapat menjangkau target pengguna dalam ekosistem Telkomsel yang lebih luas.

Kolaborasi digital lintas sektor

Belum diketahui model kerja sama yang dilakukan antara blu dan Telkomsel REDI. Namun, beberapa platform digital lintas vertikal mulai berkolaborasi dengan perbankan untuk menghadirkan layanan Bank-as-a-Service (BaaS).

Misalnya, kolaborasi Bukalapak dan Sociolla dengan platform nexus milik Standard Chartered . Kemudian, kemitraan Grab dan BRI untuk menyediakan akses pembukaan rekening secara online. Sementara itu, BCA Digital memperkuat ekosistem layanannya dengan menggandeng platform e-commerce Blibli sebagai partner eksklusif platform blu.

Berbagai macam model kolaborasi yang telah dilakukan ini sebetulnya membidik target serupa, yakni mendorong perluasan inklusi keuangan di Indonesia. Dengan basis pengguna yang dimiliki masing-masing, kolaborasi ini memungkinkan akselerasi adopsi layanan yang lebih cepat.

Berdasarkan laporan e-Conomy SEA 2019 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, masih banyak masyarakat Indonesia yang belum terjamah layanan keuangan. Laporan ini menyebut populasi unbanked di Indonesia mencapai 92 juta jiwa, sedangkan underbanked mencapai 47 juta jiwa.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Digital Bank Remains a “Nice to Have” Alternative

I am Randi (29). I currently work as a private employee and live in one of the tier-3 cities in Central Java – working full time remotely. Although living in a small district, access to public facilities such as banks and modern retail is quite easy. I live at home with my wife [housewife] and a toddler. Using the Socio-Economic Status (SES) category commonly used in the survey, my current condition is fit to “A” at the middle class level.

If you look at the financial records application that I manage with my wife, our average monthly expenses are in the range of IDR 4 million to IDR 6 million [increased by 40% after having children]. Some routine expenses are including bill payments, daily necessities, children’s needs, health including child immunization, and entertainment. Beyond that, there are always sudden or urgent needs issued every month with an indeterminate amount.

In managing financial flows, we have several bank accounts for specific purposes. Permata Bank is my office payroll, Bank Mandiri used as savings, and Bank BRI is to pay various routine bills. These bank options have each fundamental reason. First, the office mandatory; even though the nearest Permata Bank branch is in the next town which is about 45 minutes away by car. The Mandiri account used for savings is actually my wife’s former payroll account when she used to work.

Meanwhile, BRI account is used due to the nearest branch office, across my house along with an ATM. Therefore, it is quite easy if you have to withdraw cash. That’s important, because in order to truly become a cashless society here is still challenging. I remember clearly a few weeks ago, the batagor shop near my house had attached a LinkAja sticker; but when I asked to pay with non-cash option, the merchant refused. The same goes with shopping at department stores in the city, the EDC machine sometimes doesn’t work, forcing me to withdraw cash at the nearest ATM.

Apart from banks, I also use several e-money services. Currently, I actively using OVO, LinkAja, and ShopeePay. Mostly used for transactions in e-commerce and ride-hailing applications. I use a premium financial bookkeeping app on my phone.

Introducing digital bank

This year, digital banks are getting more popular each day. Even though I know  services such as Jenius or Digibank have been available in previous years, however, I was not intrigued to try at that time, it was also directly offered by salesmen at airports and shopping centers.

In the last few months, I have been interested in exploring the latest digital banking applications.

For me, the definition of a digital bank is quite simple. It is completely digital without having to be bothered with complicated procedures at branch offices, especially in terms of opening an account and the administrative process that follows.

In the last three months, I have installed and tried at least 9 digital bank applications on my smartphone, from TMRW ID, Jago, Motion Banking, LINE Bank, Jenius, SeaBank, neo+, Digibank, and blu.

Screenshot of the list of digital bank applications installed on the phone

Apart from Digibank and neo+, I had experienced quite easy registration process. I also received debit cards for all five banks, apart from blu and SeaBank which don’t offer physical card facilities.

For Digibank, the verification process should be done through a biometric service on a smartphone, however, either my device that doesn’t support it or other factors, which require me to do manual verification through an agent. The closest one is in Yogyakarta, at a shopping center or branch office – apart from having to travel 1.5 hours, I couldn’t make it due to the pandemic restriction.

For neo+, i have to wait in line, and it’s a long one. I registered on June 16, 2021 and my queue number is 83,971. After a few weeks, I got a call from the bank to make an appointment to verify via phone the next day. Unfortunately, the phone rang when I was in the bathroom. I have to wait for a new queue number – until now I haven’t gotten another call for verification.

Digital bank experience

The registration process is relatively similar with all applications. We have to fill some personal data on the form, taking selfies with ID card, and uploading other supporting documents [NPWP]. Furthermore, the verification processwas done by video call through the application. In some banks, users have to wait in long queues to verify. Even from my experience, there were times when someone had to repeat 2-3 times with different agents, because their ID cards were not visible during the verification process.

In addition, in the registration process, users will be presented some options in the account: for saving, investing, credit, or others. In this experiment, I chose investment for all apps.

Debit card from several digital bank accounts

As the bank account has been created, some banks also provide the debit card option. In Jenius the minimum balance is Rp500 thousand in order to obtain a VISA Debit – although when the request completed, the money can be spent (it doesn’t have to be deposited). While other banks didn’t require such thing.

Regarding the card variant, I got VISA labeled debit card for Jago bank, LINE Bank, and Jenius, while TMRW and Motion Bank used the GPN logo. As I calculated the time from successfully verified to the debit card delivery process is relatively fast – LINE Bank takes the longest under the pretext of a busy card printing line.

Application Registration Verification Delivery
Blu Easy Relatively fast Card is unavailable
Jago Easy Relatively fast 1-2 weeks
Jenius Easy Medium queue (require scheduling) 1-2 weeks (after top-up)
LINE Bank Easy Medium queue Lebih dari 4 minggu
Motion Banking Easy Relatively fast 1-2 weeks
TMRW ID Easy Relatively fast 1-2 weeks
SeaBank Easy Relatively fast Card is unavilable
Digibank Easy Long queue (require scheduling or manual verification) Registration failed
Neo+ Easy Long queue (require scheduling) Registration failed

In my observation, digital banking really provides a new experience to have a bank account–compared to the process I previously went through when creating an account at a conventional bank.

Regarding the user interface and user experience, it has been relatively easy for me. It’s typical for today’s applications. I tend to be able to adapt immediately to existing features without having to fumble or find out separately through search engines. However, regarding performance, some applications still require improvement. I experienced forced close several times and it was difficult to get into the dashboard. For example, what happened with Bank Jago this morning (9/30).

Impressive yet nonessential features

In general note, each application has basic services such as savings, top-up features to e-money, and transfers. In my experience using each application, there are some impressive features, as follows:

Application Impressive features
Blu (version 1.8.0)
    • bluGether: financial planning with other users (3% interest per year)
    • bluDeposit: creating deposito for minimum amount of Rp1 million (bunga 4% per tahun)
    • Withdraw cash fro app via the nearest BCA ATM
Jago (version 5.7.0)
    • Kantong: separate savings based on financial purposes
    • Kirim & Bayar: sending payment request or split-bill
    • Connected with Gojek and Bibit
Jenius (version 3.1.0)
    • Save It: saving feature with various specification for certain financial purposes
    • Moneytory: for the financial analysis and report
    • Tagih Uang: sending payment request or split-bill
LINE Bank (version 1.1.5)
    • Time Deposit:  short term deposit with minimum amout of Rp1 million
Motion Banking (version 2.1.3)
    • Service management for deposits, KTA or KPR through application
TMRW IDE (version 4.1)
    • City of TMRW: gamification feature for savings with unique visualization and concept
SeaBank (version 2.7.0)
    • Savings with relatively high interest, at 7% per year

By selecting the “investment” option while registering, some services offer a deposit feature. Personally I am not interested in using this instrument as investment option – either for the short or long term. My current financial condition forces me to be more conservative in investing. However, I’m starting to consider stock and mutual fund instruments as suggested by my colleagues.

This feature has actually available on Bank Jago through its integration with Bibit and will soon be available on Jenius. However, it feels less comprehensive compared to creating a direct investment application. Therefore, I’m still comfortable with a separate application regarding this.

In terms of features like bluGether, pocket Jago, or Save it on Jenius, it’s actually interesting for me with partner to manage our financial. However, I currently feel one account with shared access is still sufficient, instead of having to register new accounts. The effort to transfer balances to the existing digital bank services are still considered “a lot” compared to its benefits, it’s not necessary for us right now.

As my wife and I discussed about migration, she also prefer to stick with the current application. There are two reasons, she only has single source of income from me and she is reluctant to create a new bank account – even though it is fully digital and will eventually gain access to a jointly managed savings account.

City of TMRW feature

The unique feature that is quite impressive is the City of TMRW. We are encouraged to save regularly every day, starting from a nominal value of IDR 20,000. Every time we increase the balance, the level of the virtual city displayed will get better. The gamification animation is also very interesting. I thought that later something like this would be fun to use for my children, while teaching them about regular savings.

After exploring and trying some of these features, I came to the conclusion that currently the urgency is still at the “nice to have” level, It is not yet urgent and compelled to replace the previous service. Moreover, the mobile banking application that I currently use on a daily basis is also continuously being developed and actually very easy. For example, through the PermataMobileX application, I can withdraw cash from the nearest Indomaret – it is quite helpful in the absence of a bank branch in my district.

What to expect from financial app?

The financial management that my small family and I use still requires several applications: mobile banking, financial records, e-money, and investments. Therefore, the process is still separate.

The pain points often encountered are sometimes nominal in notes are not the same as those in other applications; and require a separate top-up when you want to use e-money for example for shopping. Every month, I also have to make separate transfers to the account used for savings and transactions.

Living in a tier-3 city also forces me to keep my debit card for cash withdrawal to be used at various EDC machines and ATM Bersama. The blu feature might be interesting as it can withdraw cash through the application, unfortunately, BCA ATMs is still very limited in here — the closest one is require travel for 12 km.

Actually, if you look at the existing digital bank vision, they are trying to accommodate the pain points that I experience, adapting to the lifestyle of today’s young people, for example the pocket feature to separate the budget or integration into consumer services, therefore, it’s no longer necessary to top-up e-money. It’s probably because it’s still in the early stages, the user experience is not enough to ensure me to change direction, switching from conventional banks.

However, it is possible, when the integration is wider and the performance is more reliable, the “nice to have” level will change to “mandatory”.

I imagine, for my younger siblings who are still in college and starting to work (first jobber), this digital bank option could be interesting opportunity – especially when they are yet to have a personal account. When it is configurated for financial management from the beginning, these banks offer attractive capabilities with modern designs, and I don’t hesitate to suggest one of the applications I have tried to my colleagues.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Bank Digital Masih Sekadar “Nice to Have”

Nama saya Randi (29). Saat ini saya bekerja sebagai pegawai swasta dan tinggal di salah satu kota tier-3 di Jawa Tengah – bekerja penuh waktu secara remote. Kendati di kabupaten kecil, akses ke fasilitas umum seperti bank dan ritel modern cukup mudah. Di rumah, saya tinggal bertiga bersama istri [ibu rumah tangga] dan seorang anak batita. Menggunakan kategori Sosial Ekonomi Status (SES) yang umum digunakan dalam survei, abjad yang mencerminkan kondisi saya saat ini “A” di level kelas menengah.

Jika melihat aplikasi catatan keuangan yang saya kelola bersama istri, rata-rata pengeluaran bulanan kami di kisaran Rp4 juta s/d Rp6 juta [meningkat sekitar 40% setelah punya anak]. Beberapa pengeluaran rutin yang sudah dianggarkan seperti pembayaran tagihan, belanja kebutuhan harian, belanja kebutuhan anak, kesehatan termasuk imunisasi anak, dan hiburan. Di luar itu tentu ada beberapa kebutuhan mendadak atau mendesak yang hampir dikeluarkan setiap bulan dengan nominal tak tentu.

Dalam mengelola arus keuangan, kami memiliki beberapa rekening bank untuk tujuan spesifik. Bank Permata untuk payroll gaji dari kantor, Bank Mandiri digunakan sebagai tabungan, dan Bank BRI untuk membayar berbagai tagihan rutin. Pemilihan bank-bank tersebut juga punya alasan mendasar. Yang pertama, tentu kewajiban dari kantor; padahal cabang Bank Permata terdekat ada di kota sebelah yang jaraknya sekitar 45 menit perjalanan dengan mobil. Rekening Mandiri yang digunakan untuk tabungan sebenarnya bekas rekening payroll istri saat dulu bekerja.

Sementara rekening Bank BRI saya pilih karena kantor cabang terdekat ada di seberang rumah saya, lengkap dengan mesin ATM. Sehingga cukup memudahkan jika harus mengambil uang tunai. Itu penting, karena di sini untuk benar-benar menjadi cashless society masih sangat susah. Saya ingat betul, beberapa minggu lalu di tukang batagor dekat rumah sudah memasang stiker LinkAja; namun ketika saya bertanya dan berniat untuk membayar secara nontunai, pedagangnya menolak. Bahkan ketika belanja di toserba di kota, mesin EDC-nya kadang-kadang tidak bisa dipakai, membuat saya harus terlebih dulu ambil uang tunai di ATM terdekat.

Selain bank, saya juga menggunakan beberapa layanan e-money. Untuk saat ini, yang selalu terisi saldo adalah OVO, LinkAja, dan ShopeePay. Sebagian besar digunakan untuk transaksi di e-commerce dan aplikasi ride-hailing. Saya menggunakan aplikasi pencatatan keuangan premium di ponsel.

Berkenalan dengan bank digital

Tahun ini kabar mengenai bank digital cukup nyaring terdengar di telinga. Kendati saya tahu, di tahun-tahun sebelumnya layanan seperti Jenius atau Digibank sudah bisa digunakan, tapi waktu itu belum tergelitik untuk mencoba, meskipun beberapa kali disodorkan langsung oleh salesman di bandara dan pusat perbelanjaan.

Di beberapa bulan belakangan, saya justru tertarik mengeksplorasi tentang aplikasi-aplikasi bank digital yang terus bermunculan.

Bagi saya, definisi bank digital cukup sederhana. Sepenuhnya digital dan tidak harus ribet dengan urusan di kantor cabang, khususnya dalam hal membuka akun dan proses administrasi yang mengikuti.

Dalam tiga bulan terakhir, setidaknya 9 aplikasi bank digital sudah saya pasang dan coba di ponsel, mulai dari TMRW ID, Jago, Motion Banking, LINE Bank, Jenius, SeaBank, neo+, Digibank, dan blu.

Tangkapan layar daftar aplikasi bank digital yang dipasang di ponsel

Selain Digibank dan neo+, proses registrasi berhasil dilakukan secara mudah. Bahkan saya sudah mendapatkan kartu debit untuk kelima bank, selain blu dan SeaBank yang tidak menawarkan fasilitas kartu fisik.

Untuk Digibank, harusnya proses verifikasi sudah bisa dilakukan melalui layanan biometrik di ponsel, namun ntah perangkat saya yang tidak mendukung atau faktor lain, yang mengharuskan saya melakukan verifikasi manual lewat agen. Terdekat di Yogyakarta, di pusat perbelanjaan atau kantor cabang di sana – selain harus menempuh jarak perjalanan 1,5 jam, saya urung karena masih PPKM.

Untuk neo+, antreannya masih panjang. Saat saya mendaftar di tanggal 16 Juni 2021, mendapatkan nomor 83.971. Selang beberapa minggu, saya sempat mendapatkan telepon dari bank untuk membuat janji melakukan verifikasi via telepon di hari esoknya. Sayang sekali saat telepon masuk, saya sedang di kamar mandi. Dan harus menunggu antrean baru lagi – sampai saat ini tak kunjung mendapatkan telepon lagi untuk verifikasi.

Pengalaman mencoba bank digital

Proses pendaftaran di semua aplikasi relatif sama. Dimulai dari pengisian data diri pada formulir yang disediakan, melakukan swafoto dengan identitas, dan mengunggah dokumen pendukung lainnya [NPWP]. Selanjutnya, proses verifikasi dilakukan secara video call melalui aplikasi. Di beberapa bank, pengguna harus menunggu antrean yang cukup panjang untuk melakukan verifikasi. Bahkan dari pengalaman saya, sempat ada yang harus mengulang 2-3x dengan agen berbeda, karena dari sisi mereka KTP tidak terlihat saat proses verifikasi.

Selain itu dalam proses pendaftaran, pengguna akan disuguhkan opsi rencana penggunaan akun tersebut: untuk menabung, investasi, kredit, atau lainnya. Dalam percobaan ini, saya memilih opsi investasi di semua aplikasi.

Kartu debit yang didapat dari pendaftaran akun aplikasi bank digital

Ketika akun bank sudah didapat, selanjutnya beberapa bank juga menyediakan opsi untuk mencetak kartu debit. Untuk layanan Jenius, saya harus mengisi saldo dulu minimal Rp500 ribu agar bisa mencetak Debit VISA – kendati setelah selesai melakukan permintaan, uang tersebut dapat digunakan atau dihabiskan (tidak harus mengendap). Sementara lainnya tidak membutuhkan pengisian saldo terlebih dulu.

Mengenai varian kartu, untuk bank Jago, LINE Bank, dan Jenius saya mendapatkan kartu debit berlabel VISA, sementara di TMRW dan Motion Bank mendapatkan kartu debit berlogo GPN. Dihitung dari sesaat setelah selesai berhasil terverifikasi, proses pengiriman kartu debit ke rumah relatif cepat – paling lama LINE Bank dengan dalih antrean cetak kartu yang padat.

Aplikasi Proses Pendaftaran Proses Verifikasi Pengiriman Kartu
Blu Mudah Relatif Cepat Tidak menyediakan kartu
Jago Mudah Relatif Cepat 1-2 minggu
Jenius Mudah Antrean Sedang (perlu penjadwalan) 1-2 minggu (setelah mengisi saldo)
LINE Bank Mudah Antrean Sedang Lebih dari 4 minggu
Motion Banking Mudah Relatif Cepat 1-2 minggu
TMRW ID Mudah Relatif Cepat 1-2 minggu
SeaBank Mudah Relatif Cepat Tidak menyediakan kartu
Digibank Mudah Antrean Panjang (perlu penjadwalan atau verifikasi manual) Pendaftaran tidak berhasil
Neo+ Mudah Antrean Panjang (perlu penjadwalan) Pendaftaran tidak berhasil

Dari sini saya menyimpulkan, bank digital benar-benar memberikan pengalaman baru untuk memiliki sebuah akun bank–dibandingkan proses yang sebelumnya saya lalui ketika membuat akun di bank konvensional.

Berkaitan dengan user internace dan user experience yang ditawarkan, bagi saya sudah sangat memudahkan. Khas aplikasi masa kini. Saya cenderung langsung bisa beradaptasi dengan fitur-fitur yang ada tanpa harus meraba-raba atau mencari tahu terpisah melalui mesin pencari. Namun terkait performa, beberapa aplikasi masih perlu disempurnakan. Beberapa kali saya mengalami forced close dan sulit untuk masuk ke dasbor. Misalnya yang terjadi bersama Bank Jago pagi ini (30/9).

Fitur menarik, tapi belum jadi urgensi

Secara umum, setiap aplikasi memiliki layanan mendasar seperti tabungan, fitur top-up ke e-money, dan transfer. Dari percobaan menggunakan masing-masing aplikasi, saya menemukan fitur yang menarik, sebagai berikut:

Aplikasi Fitur Menarik
Blu (versi 1.8.0)
    • bluGether: merencanakan keuangan bersama pengguna lain (bunga 3% per tahun)
    • bluDeposit: membuka layanan deposito berjangka min. Rp1 juta (bunga 4% per tahun)
    • Tarik tunai dari aplikasi melalui ATM BCA terdekat
Jago (versi 5.7.0)
    • Kantong: memisahkan tabungan sesuai penggunaan atau tujuan finansial yang ingin dicapai
    • Kirim & Bayar: mengirimkan permintaan pembayaran atau split-bill
    • Terkoneksi ke Gojek dan Bibit
Jenius (versi 3.1.0)
    • Save It: fitur tabungan dengan berbagai spesifikasi untuk tujuan finansial tertentu
    • Moneytory: untuk layanan pelaporan dan analisis finansial
    • Tagih Uang: mengirimkan permintaan pembayaran atau split-bill
LINE Bank (versi 1.1.5)
    • Time Deposit: layanan deposito jangka pendek min. Rp1 juta
Motion Banking (versi 2.1.3)
    • Pengelolaan layanan Deposito, KTA, KPR melalui aplikasi
TMRW IDE (versi 4.1)
    • City of TMRW: fitur gamimfikasi untuk menabung, dengan visualisasi dan konsep unik
SeaBank (versi 2.7.0)
    • Tabungan dengan bunga yang relatif tinggi, di kisaran 7% per tahun

Dengan memilih preferensi “investasi” saat mendaftar, sebagian layanan menyuguhkan fitur deposito. Secara personal saya kurang tertarik untuk menggunakan instrumen ini dalam berinvestasi – baik untuk jangka pendek atau panjang. Kondisi finansial saya saat ini memaksa untuk lebih konservatif dalam berinvestasi. Kendati demikian, saran dari rekan-rekan untuk mencoba instrumen saham dan reksa dana juga mulai dipikirkan untuk menjadi opsi.

Fitur ini sebenarnya sudah mulai ada di Bank Jago melalui integrasinya dengan Bibit dan akan segera ada di Jenius. Tapi rasanya kurang komprehensif jika dibanding dengan membuka aplikasi investasi langsung. Sehingga untuk kebutuhan ini, saya masih nyaman dengan aplikasi terpisah.

Untuk fitur seperti bluGether, kantong Jago, atau Save it di Jenius, sebenarnya menarik bagi saya yang melakukan pengelolaan keuangan berdua bersama pasangan. Namun sejauh ini satu akun dengan akses bersama masih mencukupi, alih-alih harus mendaftar akun baru lagi satu per satu. Upaya memindahkan saldo ke layanan bank digital tersebut yang ada juga masih dipandang “banyak effort” dibanding benefit yang didapat, sehingga urung melakukan untuk saat ini.

Ketika berdiskusi dengan istri untuk migrasi, ia pun juga memberikan konsiderasi untuk bertahan dulu dengan aplikasi yang saat ini digunakan. Ada dua alasan, sumber pendapatannya hanya dari saya saja dan dia enggan untuk membuat akun bank baru – walaupun sepenuhnya digital dan nantinya mendapat akses ke tabungan yang dikelola bersama.

Tampilan fitur City of TMRW

Fitur unik yang cukup menggugah justru City of TMRW. Kita didorong untuk menabung secara rutin setiap hari, mulai dari nominal Rp20 ribu. Setiap kali kita menambah saldo, maka level kota virtual yang ditampilkan akan menjadi lebih baik. Animasi dari gamifikasi yang diberikan juga sangat menarik. Saya berpikir, nantinya yang seperti ini akan seru digunakan untuk anak saya, sembari mengajarkan mereka tentang menabung rutin.

Setelah mengeksplorasi dan mencoba beberapa fitur tersebut, saya pun berkesimpulan bahwa saat ini urgensinya masih di tingkat “nice to have” saja, belum mendesak dan terdorong untuk menggantikan layanan sebelumnya. Terlebih, aplikasi mobile banking yang saat ini saya gunakan sehari-hari juga terus dikembangkan dan sangat memudahkan. Misalnya lewat aplikasi PermataMobileX, saya bisa tarik tunai melalui Indomaret terdekat – jadi cukup menolong di tengah ketiadaan cabang bank di kabupaten saya.

Yang diharapkan dari sebuah layanan finansial

Pengelolaan finansial yang saya dan keluarga kecil saya gunakan masih membutuhkan beberapa aplikasi: mobile banking, pencatatan keuangan, e-money, dan investasi. Sehingga prosesnya masih terpisah-pisah.

Pain points yang ditemui kadang nominal di catatan tidak sama dengan yang ada di aplikasi lain; dan harus melakukan top-up terpisah ketika ingin menggunakan e-money misalnya untuk belanja. Setiap bulan juga saya harus melakukan transfer terpisah-pisah di rekening yang digunakan untuk menabung dan transaksi.

Kondisi tinggal di kota tier-3 juga masih memaksa saya untuk tetap memiliki kartu debit untuk kebutuhan tarik tunai yang bisa digunakan di beragam mesin EDC dan ATM Bersama. Fitur blu mungkin menarik karena bisa tarik tunai lewat aplikasi, sayangnya sebaran ATM BCA di sekitar saya masih sangat terbatas — paling dekat harus melakukan perjalanan 12 km.

Sebenarnya kalau melihat visi layanan bank digital yang ada, mereka berusaha mengakomodasi pain points yang saya rasakan tersebut, menyesuaikan dengan gaya hidup masyarakat muda masa kini, misalnya fitur kantong untuk memisahkan anggaran atau integrasi ke layanan konsumer agar tidak perlu lagi top-up ke e-money. Mungkin karena masih di tahap awal, pengalaman pengguna yang disajikan masih kurang bisa memaksa saya beralih haluan, berpindah dari bank konvensional.

Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan, saat integrasinya sudah semakin luas dan performanya semakin andal, level “nice to have” tadi akan berubah menjadi “mandatory”.

Saya membayangkan, untuk adik-adik saya yang masih kuliah dan mulai bekerja (first jobber), opsi bank digital ini bisa menjadi menarik – terlebih saat sebelumnya mereka belum memiliki rekening pribadi. Jika dikonfigurasi untuk pengelolaan finansial dari awal, bank-bank tersebut menawarkan kapabilitas yang menarik dengan desain kekinian, sehingga saya tidak segan untuk menyarankan salah satu aplikasi yang sudah saya coba tersebut ke kolega nantinya.

BCA Digital Perkenalkan Aplikasi Mobile Banking “blu”, Perluas Pangsa Pasar Induk Usaha

PT Bank Digital BCA (BCA Digital) resmi memperkenalkan aplikasi mobile banking “blu” yang mengusung konsep branchless banking dan merangkul ekosistem digital. Di tahap awal, blu baru akan hadir pada 2 Juli 2021 untuk pengguna Android, dan menyusul dalam waktu dekat untuk perangkat iOS.

CEO BCA Digital Lanny Budiati mengatakan, BCA Digital memiliki tiga fokus utama, yakni menjadi customer base generator bagi BCA Group, nurturing nasabah baru dan memperluas ekosistem yang sudah dimiliki induk usaha, serta menjadi tech incubator dengan mencoba cara kerja baru yang dapat dimanfaatkan induk usaha dalam dalam skala besar.

“Segmen pengguna, strategi, dan model bisnis blu berbeda dengan BCA Group. blu diharapkan dapat menjaring nasabah baru yang belum terlayani sebelumnya sehingga dapat memperbesar pangsa pasar secara grup,” ungkapnya dalam Media Gathering BCA Digital yang digelar secara virtual (30/6).

BCA Digital melalui blu akan membidik kalangan anak muda serta kalangan berbagai usia yang tech savvy. Lanny mengungkap, blu diposisikan sebagai “the next generation bank” yang dapat memberikan kebebasan kepada pengguna untuk mengatur dan mengelola keuangannya.

“Target utama kami adalah memberikan pengalaman bertransaksi yang nyaman dan aman kepada pengguna. Salah satu benchmark kami, sebagai contoh, adalah memberikan kenyamanan transaksi, seperti tanda hijau pada aplikasi mBCA. Kami harap tahun ini bisa mengantongi ratusan ribu pengguna blu,” tambahnya.

Fitur blu

Sesuai konsep branchless banking yang diusungnya, BCA Digital hanya memiliki satu kantor pusat tanpa kantor cabang. Pembukaan rekening blu juga sepenuhnya dilakukan secara online dengan dukungan call center “haloblu” yang beroperasi selama 24 jam setiap hari.

Ada beberapa fitur dan produk unggulan blu yang ditawarkan. Pertama, blu Account atau rekening untuk bertransaksi. Kedua, blu Saving atau rekening tabungan yang dapat dibuka hingga sepuluh tabungan dalam satu rekening tanpa nomor.

“Mengapa nasabah tidak cukup punya satu rekening saja? Dari hasil riset kami, ternyata mereka membagi rekening untuk tujuan masing-masing. Misal, rekening untuk pendidikan dan kebutuhan belanja sehari-hari,” tutur Lanny.

Selanjutnya, ada fitur blu-gether yang memungkinkan pengguna untuk membuka satu rekening bersama. Pemegang rekening dapat mengundang hingga sepuluh pengguna lain ke dalam rekening ini, di mana mereka dapat melihat mutasi dan saldo. Sebagai contoh, apabila ada penarikan uang, seluruh anggota yang tergabung di rekening tersebut akan mendapatkan notifikasi.

Terakhir, blu Deposito yang diklaim perusahaan sebagai satu-satunya deposito yang dapat ditambahkan saldonya (top up). Dengan catatan, top ini hanya dapat dilakukan hingga H+6 pasca-pembukaan rekening. Lanny menambahkan, deposito ini dapat dicairkan sebelum jatuh tempo

Jaringan BCA Group dan ekosistem digital

Pengguna blu dapat melakukan tarik tunai tanpa kartu di seluruh jaringan ATM BCA di Indonesia. Maksimal penarikan sebesar Rp1.250.000 per transaksi dan Rp7.000.000 per harinya. Menurut Lanny, proses penarikan uang tunai dari aplikasi blu akan serupa dengan cara penarikan lewat aplikasi mBCA.

“Kami juga akan siapkan penarikan tunai di jaringan convenience store. Untuk saat ini, kami sedang eksplorasi apakah blu butuh kartu fisik atau virtual card saja. Kami mau lihat respons dari customer dulu, tapi semua kemungkinan bisa terjadi,” ujarnya.

Sementara itu, CTO & COO BCA Digital Iman Sentosa mengatakan bahwa pihaknya tengah menyiapkan pengembangan infrastruktur sekaligus ekosistem digital bagi BCA Digital. Salah satunya adalah ekosistem e-commerce. Dengan kolaborasi ini, BCA Digital diharapkan dapat berfungsi seperti Bank-as-a-Service (BaaS) di mana blu bisa terintegrasi di dalam platform digital ini.

Blu Umumkan Vivo XI+ dengan Teknologi Real 3D Face ID

Blu Product, pabrikan smartphone asal Amerika Serikat – baru saja merilis smartphone flagship teranyar mereka yang diberi nama Blu Vivo XI+ (baca: Eleven Plus). Smartphone ini menjalankan Android 8.1 Oreo dan dijanjikan akan mendapatkan update resmi ke versi Android 9.0 Pie pada akhir Q1 2019.

Lagi-lagi kita disuguhi tampilan yang sangat familier, tampak depan maupun belakang – desain Blu Vivo XI sangat mirip dengan iPhone X. Terlihat membosankan sekali ya, sudah banyak pabrikan ponsel meniru iPhone X.

Vivo series generasi ke-11 ini mengusung desain all-screen dengan layar 6,2 inci resolusi Full HD+ (2246×1080 piksel). Sekitar 82 persen, bagian muka didominasi oleh layar dan sudah dilapisi curved Corning Gorilla Glass 3.

Selain sensor pemindai sidik jari di bagian belakang, BLU Vivo XI+ juga menawarkan teknologi Real 3D Face ID dengan sensor facial recognition infrared yang didukung AI untuk live 3D scanning, infrared detection, dan anti-hack protection.

Urusan fotografi, Blu Vivo XI+ menggunakan konfigurasi dual-camera di bagian belakang. Lagi-lagi didukung teknologi kecerdasan buatan dengan fitur smart scene recognition dan untuk video processing.

Kamera utamanya menggunakan sensor 1/3 inci dengan resolusi 16-megapixel, dan aperture F/2.0. Bekerja sama dengan kamera sekunder 5-megapixel untuk menangkap kedalaman bidang.

Sementara, untuk selfie, video call, dan face unlock mengandalkan kamera depan dengan sensor 1/3 inci resolusi 16-megapixel, ukuran pixel 2,0 μm, dan aperture F/2.0.

Chipset MediaTek Helio P60 dipercayakan sebagai penggerak Blu Vivo XI+. Di bantu RAM 6GB, memori internal 128GB, dan baterai 3.050 mAh. Di Amerika Serikat, harga normal dari Blu Vivo XI+ dibanderol US$349,99 atau sekitar Rp5,1 jutaan.

Sumber: Phonearena

BLU Vivo One Plus Tawarkan Peningkatan Layar dan Kamera yang Lebih Bening

BLU Products memperkuat jajaran smartphone terjangkaunya dengan meluncurkan satu lagi smartphone murah, Vivo One Plus yang merupakan upgrade dari model standar, BLU Vivo One. Berpredikat sebagai generasi yang lebih superior, BLU Vivo One Plus menawarkan spesifikasi yang lebih baik.

Komponen layar misalnya mendapatkan peningkatan signifikan, di mana BLU Products membenamkan layar lebih lebar seluas 6 inci dengan resolusi HD+ 720 x 1440 piksel. Dengan layar yang lebih luas, perangkat menawarkan kenyamanan dalam menikmati konten-konten multimedia dan juga gaming. Sepasang kamera apik juga disematkan, antara lain sensor 13MP di belakang dan 13MP di depan, plus tambahan LED flash di keduanya untuk mendapatkan pencahayaan saat dibutuhkan.

Blu Vivo One Plus front

Kamera belakang di BLU Vivo One Plus tidak duduk sendirian, karena ada sensor sidik jari yang ditempatkan cukup tinggi sehingga tak begitu jauh dari posisi kamera dan LED flash. Kemudian merangsek ke jeroan, kita bisa jumpai prosesor empat inti berkecepatan 1,3GHz dalam model MediaTek Mt6739. Sedangkan kapasitas RAM dan memorinya masih mentok di opsi 2GB dan 16GB dengan dukungan daya sebesar 4.000mAh. Kapsitas baterai ini terbilang besar untuk smartphone entry level, meskipun ruang simpan kemungkinan besar akan jadi masalah di kemudian hari.

Blu Vivo One Plus performa

Meski sudah meluncurkan smartphone berbasis Oreo, khusus untuk smartphone murah ini, BLU Products masih terpaku pada Android Nougat dan tampaknya pengguna tidak akan merasakan fitur-fitur Oreo di masa mendatang. Sampai kabar ini dirilis, belum ada informasi resmi perihal harga jual perangkat di AS.

Sumber berita Blu Products.

BLU Vivo XL3, Smartphone Kelas Menengah Rasa Premium

Meski belum melebarkan sayapnya sampai ke tanah air, namun kiprah BLU Products di ranah mobile sudah terdengar ke pasar global dan sejauh ini produk-produk yang ditawarkan terlihat cukup menjanjikan. Setelah meluncurkan Vivo XL2, BLU Products rupanya ingin meneruskan ke generasi berikutnya lewat peluncuran Vivo XL3 yang kembali ditawarkan melalui Amazon.

Menyasar konsumen kelas menengah, BLU Vivo XL3 menawarkan sederet komponen dan fitur kunci yang banyak dijumpai di perangkat flagship. Pandangan pertama tertuju pada komponen layar seluas 5,5 inci yang terlihat lebih panjang dengan aspek rasio 18:9. Lompat ke dalam, terdapat chipset MediaTek 6737 yang berpasangan dengan RAM sebesar 3GB. Kemudian duduk pula memori seluas 32GB tak jauh dari sana yang untungnya mendukung slot ekstra yang memungkinkan memori tambahan jika dirasa kurang.

BLU Vivo XL3

Salah satu fitur kunci di BLU Vivo XL3 adalah material pembangunnya yang disebut menggunakan material tak biasa. Blu menyebutnya dengan electrolyzed metal, namun tak secara gamblang menjelaskan apa dan bagaimana material ini dibuat. Melihat tampilan premium perangkat, tampak jelas bahwa penggunaan material ini merupakan ide yang sangat baik.

BLU Vivo XL3

Ditenagai baterai 3.000mAh, Vivo XL3 menampilkan interface khas Android 8.0 Oreo dan pastinya sejumlah fitur standar yang menjadi andalan OS terbaru dari Google ini. Sedangkan untuk urusan kamera, BLU membenamkan sensor 13MP di belakang dan di depan. Kamera depan besar menjadi sebuah keharusan mengingat BLU Vivo XL3 juga mengadopsi teknologi pengenal wajah yang digunakan untuk membuka akses perangkat. Teknologi ini menjadi alternatif akses bagi sensor sidik jari yang terletak di belakang.

Dirilis dalam versi unlocked, BLU Vivo XL3 dipasarkan di Amerika Serikat melalui Amazon dengan banderol hanya $190.

Sumber berita PhoneArena.