Jobseeker Company Usung Model Social Recruitment untuk Pekerja Kerah Biru

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sebanyak 7,99 juta pengangguran yang jumlahnya mencapai 5,83% dari penduduk usia produktif per akhir Februari 2023. Dari jumlah tersebut, pengangguran terbanyak dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 9,6%, lalu lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 7,69%.

Kesenjangan yang tinggi antara supply dan demand membuat penggangguran belum tuntas teratasi di Indonesia. Sementara, platform pencari kerja populer belum ada yang secara khusus menyediakan kebutuhan para pekerja kerah biru secara optimal. Padahal proses rekrutmen untuk segmen ini tidak bisa disamakan dengan jenis pekerjaan di kerah putih.

Terdapat kesempatan yang besar di segmen ini, Chandra Ming tertantang untuk menggarapnya dengan mendirikan Jobseeker Company pada Februari 2022. Chandra memiliki latar belakang yang tergolong kuat di bidang HR, sudah berkecimpung sejak 20 tahun lalu. Beberapa posisi penting di portal pencari kerja, yakni JobsDB dan Jobstreet pernah diduduki.

Dalam temu bersama sejumlah media di Jakarta baru-baru ini, Chandra menjelaskan bahwa belum ada portal kerja lokal yang bisa mengatasi isu spesifik untuk segmen sarjana ke bawah. LinkedIn, portal kerja pada umumnya, headhunter, dan outsourcing bukanlah jawaban tepat untuk mencari pekerja dengan jenis pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan dan pengalaman, seperti barista, pramusaji, dan sebagainya.

“Di Indonesia ada 75 juta pekerja dengan gelar di bawah S1 per Februari 2022 dari total 133 juta pekerja. Kalau mau sekolah tinggi itu makin lama makin mahal, sementara orang harus kerja. Kalau mereka gak bisa kuliah, pasti cari kerja ala kadarnya. Isu ini enggak akan selesai kalau tidak diselesaikan secara straight, makanya Jobseeker fokus ke non white collar,” ujar Chandra.

Untuk pekerja kerah biru, melamar dengan kirim resume/CV bukan jalan yang tepat karena banyak di antara mereka yang hanya meniru format CV yang ada. Rekruter tidak mampu menilai apakah kandidat tersebut cocok untuk bekerja, ditambah proses filtering manual. Alhasil, semua kembali ke insting, tidak ada basis data yang pendukungnya.

“Bagi level sarjana ke bawah itu banyak yang belum canggih-canggih [melek digital]. Ambil contoh untuk barista, yang pemilik kedai cari itu yang bisa buat kopi, sertifikat dan lulusan dari mana itu enggak begitu ngaruh.”

Besarnya potensi ini, menarik berbagai angel investor untuk mendanai Jobseeker. Mereka adalah Sandiaga Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Helmy Yahya (Pengusaha), Gita Wirjawan (Pengusaha), Rizal Gozali (Credit Suisse), Daniel Surya (WIR Group), Philip Ng (BitCyber), Steve Lovato (Incentive Dynamics), Biju Mohan (Accenture), Akshat Chawla (Autofleet).

Rata-rata mereka masuk pada bulan ketiga dan keempat sejak Jobseeker pertama kali beroperasi di Februari 2022. Kini mereka menduduki sebagai penasihat di perusahaan.

Perusahaan juga memperoleh investasi strategis dari Salim Group. Konglomerasi tersebut mengempit 40% saham di Jobseeker.

Peluncuran Jobseeker / Jobseeker

Produk Jobseeker Company

Jobseeker Company mengambil pendekatan yang berbeda untuk mempertemukan para pelamar dengan pemberi kerja dengan membuat video resume berisi perkenalan diri. Konsepnya mirip dengan algoritma FYP (For Your Page) di TikTok atau Tinder namun versi lebih serius dan kompleks di belakang engine-nya karena ditenagai oleh kecerdasan buatan (AI). Teknologi ini dimanfaatkan untuk matching algoritma berdasarkan keterampilan dan menemukan lokasi kandidat berdasarkan lokasi terdekat dari para pemberi kerja.

Proses rekrutmen hingga diterima kerja sepenuhnya dapat dilakukan lewat aplikasi Jobseeker, sehingga semua dilakukan secara satu pintu. Aplikasi untuk pelamar ini disebut Jobseeker App. Perusahaan punya tiga produk lainnya yang spesifikasi menyasar kebutuhan perusahaan lebih beragam.

Pertama, Jobseeker Software yang dilengkapi dengan Customized ATS (Applicant Tracking System), unlimited users, dan harga terjangkau. Solusi ini diperuntukkan untuk korporasi besar, di antaranya Alfamart yang berhasil merekrut 200 ribu karyawan baru, RS Mitra Keluarga, Ranch Market, Superindo, dan sebagainya.

Produk ini merupakan hasil investasi yang diberikan Chandra untuk Karirpad yang kemudian dilebur dengan Jobseeker dan akhirnya menjadi produk tersendiri.

Kedua, Jobseeker Services adalah layanan headhunter dari Jobseeker untuk mencari kandidat yang tepat sesuai spesifikasi keahlian yang dicari perusahaan. Ketiga, Jobseeker Partners, berbentuk aplikasi untuk membantu perusahaan level UMKM mencari kandidat yang mereka butuhkan.

“Banyak usaha kecil yang kesulitan mencari posisi dengan turnover tinggi, seperti barista, kasir, waiter, merchandiser, staffer. Selama ini mereka hanya mengandalkan dari referensi saja.”

Sementara itu, rata-rata pengguna perusahaan di Jobseeker datang dari industri ritel, FMCG, dan hospitality.

Target selanjutnya

Walau Jobseeker baru berumur 17 bulan, Chandra mengklaim perusahaan sudah menjaring 2,6 juta pelamar yang sudah mendaftar dan membuat video resume mereka. Basis data ini akan diperkuat dengan mengedukasi para pelamar untuk membuat video resume yang lebih layak rapi.

Untuk itu, perusahaan akan mengadakan roadshow ke berbagai kota di penjuru Indonesia dan masuk ke SMK dan SMA. Mereka nantinya akan diajari bagaimana membuat video resume yang baik melalui perangkat smartphone.
“Kami juga berencana untuk buat fitur upskilling agar keterampilan para pelamar meningkat. Salah satunya yang siap jalan adalah bersama Rumah Siap Kerja.”

Rumah Siap Kerja adalah inisiatif yang dibuat Sandiaga, salah satu investor di Jobseeker, berbentuk wadah yang menghubungkan berbagai program khusus anak muda yang tersedia di pemerintaha, swasta, dan masyarakat.

Tak hanya itu, perusahaan akan menyempurnakan platform Jobseeker Partner, seperti proses onboarding dan matching algoritma lebih akurat dan seamless. Platform ini akan segera dirilis dalam versi penuh jelang akhir 2023, sejauh ini masih berbentuk beta.

“Versi beta kita sangat panjang karena banyak printilannya yang harus diselesaikan, ada AB testing juga. Jobseeker App sudah lebih rapi sekarang. Tapi Jobseeker Partner masih harus diselesaikan sedikit lagi.”

Dukungan dari para investor tentang solusi dan tantangan di pekerja biru ini, membuat Chandra berambisi ingin membawa Jobseeker ekspansi ke pasar Asia. Sejumlah negara di Asia Tenggara, India, dan Tiongkok sudah menjadi incaran, walau ia belum bisa memastikan kapan rencana tersebut dapat terealisasi.

Menurutnya, seluruh negara tersebut memiliki jumlah pekerja biru yang sama besarnya dengan Indonesia. Serta, belum ada platform pencari kerja yang dapat mengatasi isu seperti yang dihadapi di Indonesia.

“Setidaknya akhir tahun ini kita bisa dapat 5 juta pelamar dan tahun 2024 mendatang bisa tingkatkan angkanya ke 20 juta pelamar,” tutupnya.

Walau berambisi jadi perusahaan global, Chandra mengambil pendekatan yang berbeda dalam merekrut para talentanya. Ia merekrut talenta dari Bali dan menjadikannya sebagai kantor pusat dan menjadikan Jakarta sebagai kantor pemasaran . Para penasihat di perusahaan yang mayoritas datang dari perusahaan global juga akan membimbing para talenta lokal untuk transfer knowledge agar mereka dapat belajar dan tahu pola pengembangan di luar Indonesia seperti apa.

Total karyawan kami 50 orang, sebanyak 65% dari sini lokasinya di Bali, ada tim produk, engineer, dan lainnya. Selain Jakarta untuk tim marketing, Jobseeker juga ada kantor di Singapura. “Orang luar saya set sebagai advisor supaya bisa kasih kesempatan ke anak-anak kita untuk belajar dan tahu pola pengembangan dunia di luar seperti apa. Mudah-mudahan anak-anak [Bali] ini bisa menjadi champion di industri ini,” tutup Chandra.

Startup Pengelola Pekerja Staffinc Dikabarkan Galang Pendanaan Seri B [UPDATED]

Startup penyedia platform pengelola pekerja Staffinc dikabarkan galang pendanaan seri B sebesar $3,9 juta (lebih dari Rp59,4 miliar). Berdasarkan regulatory filings seperti dikutip dari Venture Cap, Altara Ventures menjadi lead investor, dengan partisipasi dari Antler, Access Ventures, K9 Industries, dan Pacific Trustees.

Kepada DailySocial, Co-founder dan CEO Staffinc Wisnu Nugrahadi menyampaikan belum bisa berkomentar lebih lanjut terkait kabar pendanaan ini.

“Untuk saat ini, kami belum bisa menyampaikan apapun terkait pendanaan. Kami saat ini sedang fokus untuk mengembangkan teknologi untuk mempermudah proses ketenagakerjaan dari perusahaan skala besar,” kata dia.

Altara adalah investor lama yang sebelumnya memimpin dalam putaran seri A pada 2021 senilai $5 juta. Diikuti jajaran investor lainnya, yakni Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, serta dua investor di putaran sebelumnya yakni Golden Gate Ventures dan Antler.

Didirikan pada 2018, Staffinc mengawali bisnisnya sebagai Sampingan (brand sebelumnya), sebuah platform yang menghubungkan pekerja kerah biru pada beragam pekerjaan. Dalam data terakhir yang diungkap, hingga saat ini Staffinc memiliki lebih dari 1,7 juta pekerja di lebih dari 180 kota di Indonesia. Layanannya telah digunakan oleh lebih dari 310 perusahaan.

Setelah rebranding dengan nama baru, Staffinc memastikan bahwa kini perusahaan tidak hanya fokus pada pekerja kerah biru untuk posisi part time saja, namun juga full time, dan potensi-potensi lainnya.

Solusi Staffinc memungkinkan para klien perusahaan untuk menyederhanakan proses rekrutmen, dengan mencocokkan persyaratan spesifik setiap proyek dengan kandidat pekerja yang paling sesuai secara otomatis. Solusi tersebut memastikan mereka dapat menerima tenaga kerja berkualifikasi dengan keahlian dan pengalaman yang diperlukan agar untuk berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.

Selain itu, platform tenaga kerja Staffinc Suite juga dapat dimanfaatkan untuk memudahkan proses administrasi seperti absensi, penjadwalan kerja, penugasan serta penggajian secara otomatis, sehingga memungkinkan klien untuk fokus memberikan layanan yang optimal.

Melalui beberapa program Staffinc juga menawarkan benefit kepada pekerja. Di antaranya, pelatihan yang lebih ke arah upskill dari pekerja tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Yang kedua adalah akses finansial bagi mereka yang telah terkurasi oleh Staffinc dalam bentuk Earned Wage Access (EWA).

Layanan tersebut dihadirkan setelah menerima feedback dari para pekerja yang kerap kesulitan untuk bekerja karena berbagai alasan, mulai dari tidak ada biaya untuk membeli bahan bakar dan lainnya.

 

*) Kami menambahkan tanggapan resmi dari Staffinc

Application Information Will Show Up Here

Startup Pengembang Platform Kepegawaian Kerah Biru MyRobin Diakuisisi BetterPlace

Diluncurkan tahun 2020 lalu, platform yang menyediakan layanan job marketplace on-demand untuk pekerja kerah biru MyRobin secara resmi telah diakuisisi oleh BetterPlace.

BetterPlace berbasis di India dikenal sebagai platform SaaS  untuk penyediaan tenaga kerja frontline alias tenaga kerja kasar (kerah biru). Tidak disebutkan lebih lanjut berapa nilai investasi dari proses akuisisi ini yang dikeluarkan oleh BetterPlace. Akuisisi ini menempatkan BetterPlace sebagai pemilik saham mayoritas dari MyRobin.

Akuisisi ini merupakan bagian dari serangkaian investasi yang dilakukan oleh BetterPlace untuk berekspansi ke pasar Asia Tenggara. Dalam waktu dekat, perusahaan juga berencana melakukan ekspansi ke Malaysia, Thailand, dan
Filipina melalui strategi organik dan anorganik. BetterPlace baru-baru ini
mengumpulkan $40 juta sebagai bagian dari putaran Seri C.

“Sebagai pemain terbesar di Asia saat ini, kami senang menyambut MyRobin ke keluarga BetterPlace dan memajukan visi kami menuju formalisasi tenaga kerja frontline secara global. Dengan teknologi kami dan keahlian MyRobin dalam beroperasi di Indonesia dapat kami perkenalkan kesempatan yang sama untuk segmen frontline,” kata Co-founder & Group CEO BetterPlace Pravin Agarwala.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & CTO MyRobin Ardy Satria Hasanuddin mengungkapkan, penjajakan proses akuisisi ini sudah dilakukan sejak dua tahun terakhir. Selanjutnya MyRobin tetap menjalankan bisnis secara independen dan tidak melakukan perubahan dalam manajemen.

Saat ini MyRobin telah memiliki sekitar 160 pegawai dan mengklaim telah memiliki sekitar 3 juta tenaga kerja di sekitar 270 kota di Indonesia. Perusahaan juga telah mencatatkan pertumbuhan 7x lipat di tahun 2022 dan berdampak langsung pada 44.000 keluarga dalam 2 tahun terakhir

“Sebagai bab berikutnya dari pertumbuhan kami, kami ingin mengambil visi dan keahlian ke lebih banyak wilayah geografis dan BetterPlace adalah mitra yang sempurna yang akan memungkinkan kita untuk mencapai tujuan ini. Kami senang dan bersemangat untuk menjadi bagian dari BetterPlace dan bercita-cita untuk menjadi alat dalam mencapai tujuan bersama kami menciptakan tempat yang lebih baik untuk perusahaan dan pekerja frontline di seluruh dunia,” kata Ardy.

Sebelumnya MyRobin telah menerima dana segar dari sejumlah investor, termasuk Antler, SOSV, Accion Venture Lab, dan Investible. Putaran pendanaan yang telah diperoleh selama ini menempatkan MyRobin dalam tahapan Pra-Seri A yang telah mereka dapatkan tahun 2021 lalu.

Pertumbuhan positif MyRobin

Meskipun merupakan wilayah dengan tingkat adopsi digital yang tinggi, tenaga kerja garis depan atau frontline di Asia Tenggara masih belum mengalami transformasi digital yang signifikan. Perusahaan masih banyak yang menggunakan solusi terfragmentasi dan memanfaatkan vendor untuk mengelola tenaga kerja kerah biru mereka, sehingga produktivitas tidak optimal.

Platform seperti MyRobin saat ini menjadi relevan dan dibutuhkan oleh pekerja kerah biru untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang tepat. Selain memberikan peluang kerja, platform tersebut juga memberikan edukasi dan pelatihan yang tepat kepada pengguna yang tergabung. MyRobin menyediakan on-demand, pre-screened untuk pekerja frontline secara jangka panjang dan pendek untuk perusahaan di Indonesia.

Selain itu, MyRobin juga menyediakan manajemen kehadiran dan performance management. Dan melalui produk mereka MyWarung, perusahaan juga menawarkan embedded financial services seperti upah dini dan BNPL, dan memiliki platform peningkatan keterampilan tenaga kerja bernama Akademi MyRobin.

Di Indonesia sendiri solusi yang mengakomodasi segmen serupa ada beberapa startup, di antaranya Staffinc, Weorkmate, Pintarnya, Byru.id, hingga Lumina.

Di Balik Perubahan Nama Sampingan Menjadi “Staffinc” dan Rencana Bisnis Berikutnya

Bertujuan untuk bisa menambah kredibilitas dan memberikan jaminan kepada pelanggan baru, Sampingan yang meluncur pada tahun 2018 lalu resmi melakukan rebranding dengan nama baru “Staffinc”.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Staffinc Wisnu Nugrahadi mengungkapkan, perubahan nama ini sekaligus memperkuat layanan dan produk yang mereka tawarkan, bukan hanya fokus kepada pekerja kerah biru part time saja, namun juga full time dan potensi lainnya.

“Kita tidak mau mengubah kultur yang sudah dibangun dan tidak mau menjadi brand yang terlalu korporat dan monoton. Semoga dengan nama baru bisa diterima masyarakat dengan baik, agar bisa diseimbangkan dengan tim yang kita miliki,” kata Wisnu.

Selain nama perusahaan, beberapa aplikasi yang dimiliki juga berganti nama. Aplikasi Sampingan berubah menjadi “Staffinc Jobs”, platform yang dapat dimanfaatkan pencari kerja untuk mencari pekerjaan. Sementara itu, aplikasi Kerjaan yang dapat digunakan pekerja untuk melaporkan kehadiran, memenuhi tugas, dan mendapatkan gaji mereka, semuanya di satu tempat menjadi “Staffinc Work”.

Di usianya yang ke-4, Staffinc juga memiliki target untuk bisa menjadi platform workforce solution dan labour provider terbesar di Asia Tenggara. Menyasar kepada enterprise, perusahaan mengklaim saat ini kebanyakan klien mereka bukan hanya dari startup, namun juga perusahaan yang sudah profitable hingga listing company.

Produk unggulan Staffinc Suite

Staffinc juga memperkuat lini bisnis yang bergerak di bidang sumber daya manusia (SDM) di bawah nama Staffinc Suite. Berbeda dengan platform SDM kebanyakan yang fokus mengatur proses SDM pada tenaga kerja kantoran, layanan  ini merupakan platform SDM digital yang dirancang untuk memberikan transparansi dan fleksibilitas pada kegiatan operasional SDM yang bervolume tinggi dan dilakukan secara harian, contohnya kurir dan sales promotor.

Staffinc Suite memiliki 9 fitur yang difokuskan untuk mengelola kegiatan operasional SDM para pekerja lapangan hanya dalam satu platform dengan beberapa keunggulan utama seperti menyederhanakan proses perekrutan dalam jumlah besar dalam waktu singkat, memudahkan serta memastikan keakuratan proses absensi, hingga mempercepat proses penggajian dengan sistem yang otomatis. Selain menargetkan korporasi, melalui Staffinc Suite mereka juga berharap produk ini bisa digunakan untuk pelaku UMKM.

“Karena enterprise kebutuhannya cukup besar, mereka menggunakan solusi atau layanan dari kita. Untuk perusahaan yang tidak terlalu besar, bisa memanfaatkan tools yang kami miliki. Staffinc Suite adalah extension dari situ, kita menawarkan platform ke perusahaan yang ingin menjalankan proses tersebut dengan sendirinya,” kata Wisnu.

Selain memberikan solusi kepada perusahaan, melalui beberapa program Staffinc juga menawarkan benefit kepada pekerja. Di antaranya adalah training yang lebih ke arah upskill dari pekerja tersebut, disesuaikan dengan kebutuhan perusahaan. Yang kedua adalah akses finansial bagi mereka yang telah terkurasi oleh Staffinc dalam bentuk Earned Wage Access (EWA).

Layanan tersebut dihadirkan setelah menerima feedback dari para pekerja yang kerap kesulitan untuk bekerja karena berbagai alasan, mulai dari tidak ada biaya untuk membeli bahan bakar dan lainnya. Dengan benefit ini bagi pekerja yang memiliki performa yang baik, berhak untuk mendapatkan akses finansial dalam bentuk EWA.

Pandemi mengakselerasi platform pekerja kerah biru

Perusahaan mengawali bisnisnya sebagai on-demand platform yang memberdayakan pekerja lapangan dengan menghubungkan mereka kepada beragam pekerjaan. Kini perusahaan telah berevolusi menjadi sebuah layanan tenaga kerja yang inklusif yang melayani kebutuhan staffing seperti rekrut dan mengelola karyawan secara digital sekaligus menjadi platform penyedia kerja bagi para pekerja di Indonesia.

Tercatat saat ini pelanggan dari kalangan enterprise yang telah menggunakan teknologi Staffinc adalah mereka yang menyasar kepada sektor ritel, F&B hingga logistik. Perusahaan tersebut pada umumnya membutuhkan pekerja dengan jumlah besar mulai dari 50 orang ke atas. Hingga saat ini, Staffinc memiliki lebih dari 1 juta mitra, di 80 kota di Indonesia. Layanan staffing digital juga telah digunakan oleh lebih dari 150 perusahaan di Indonesia.

“Di awal mula berdiri, misi kami adalah memberdayakan pekerja dengan memberikan mereka akses ke beragam pekerjaan termasuk part-time dan full-time agar mereka dapat mendapatkan penghasilan. Di sisi lain, kami pun berupaya menjadi solusi ketenagakerjaan yang terpercaya bagi rekan bisnis,” kata Wisnu.

Salah satu alasan mengapa saat ini platform yang menyasar kepada pekerja kerah biru seperti Staffinc tumbuh secara positif di Indonesia adalah, adopsi teknologi yang secara langsung mengakselerasi semua proses yang ada.

Jika dulunya proses untuk wawancara pekerja dilakukan secara langsung atau offline, pandemi membuat proses tersebut beralih secara online. Platform seperti Staffinc yang sejak awal di desain untuk melakukan proses secara digital, menjadi relevan dan tentunya dibutuhkan oleh perusahaan.

“Kita memposisikan diri kita sebagai worksforce solution powerd by technology. Yang kita lihat teknologi untuk streamed line proses, improve value dan reduce cost. Tapi pada akhirnya, untuk enterprise adalah trust, bagaimana kami bisa memberikan layanan dan kepercayaan kepada perusahaan dan pekerja,” kata Wisnu.

Disinggung apakah perusahaan memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan, Wisnu menegaskan selama mereka menemukan investor yang tepat, peluang untuk menggalang dana tetap terbuka. Namun Wisnu menegaskan dengan kondisi saat ini tentunya akan ada adjustment expectation.

“Pada dasarnya kita membangun perusahaan ini untuk sustainable. Tidak hanya 5-6 tahun saja, kita sudah berusia 4 tahun dan ingin menjadi pemain terbesar. Untuk melakukan itu kita harus memikirkan sustainability. Jika kita menemukan mitra yang tepat, akan membuka kesempatan untuk fundraising,” kata Wisnu.

Awal tahun 2021 lalu perusahaan telah mengantongi pendanaan seri A senilai $5 juta atau setara 71 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin Altara Ventures, dengan partisipasi Access Ventures, XA Network, iSeed SEA, serta dua investor di putaran sebelumnya yakni Golden Gate Ventures dan Antler. Sejauh ini, startup yang didirikan Wisnu Nugrahadi, Margana Mohamad, dan Dimas Pramudya ini berhasil mengumpulkan dana hingga $7,1 juta.

Application Information Will Show Up Here

Platform Manajemen Tenaga Kerja Harian “Workmate” Diakuisisi PERSOL Asia Pacific

Platform yang menghadirkan solusi manajemen staf dan tenaga kerja garis depan (frontline) Workmate secara resmi telah diakuisisi oleh PERSOL Asia Pacific.

Dengan akuisisi ini ke depannya Workmate bersama dengan PERSOL ingin mengakselerasi solusi tenaga kerja on-demand di Asia Pasifik. Meskipun telah diakuisisi, namun nantinya Workmate akan menjalankan bisnis secara independen.

PERSOL Asia Pasifik adalah bagian dari PERSOL Holdings, terdaftar di Bursa Efek Tokyo, Prime Market, dan salah satu perusahaan SDM terbesar di Jepang dengan penjualan 1,1 triliun Yen pada FY2021. PERSOL telah secara aktif berinvestasi di perusahaan teknologi SDM yang inovatif di Asia, termasuk Glints.

“Kami sangat senang bergabung dengan PERSOL pada tahap ini dalam perjalanan kami. Kami memiliki visi besar untuk mengubah cara pekerja kerah biru mencari pekerjaan. Menggabungkan teknologi Workmate dengan keahlian PERSOL dan infrastruktur regional menempatkan kami pada posisi yang lebih tinggi untuk bisa mewujudkan visi tersebut,” ujar Founder & CEO Workmate Mathew Ward.

Akuisisi ini akan memungkinkan Workmate untuk mempercepat investasinya ke teknologi dan penjualan serta mempercepat peluncuran mereka ke negara lainnya. Saat ini Workmate telah beroperasi di Thailand dan Indonesia, dan rencananya akan meluncur di Singapura bulan Oktober ini.

“Saya senang menyambut Workmate di PERSOL Group. Kami terkesan dengan nilai yang diberikan platform kepegawaian on-demand all-in-one Workmate kepada kandidat, pekerja, dan pemberi kerja dan sangat antusias untuk bermitra dengan mereka untuk mempercepat inovasi mereka dan memperluas layanan mereka ke pasar lain di Asia,” kata CEO PERSOL Asia Pacific Takayuki Yamazaki.

Hadirkan teknologi terkini

Pada tahun 2025, pasar rekrutmen tenaga kerja informal diprediksi meningkat 2x lipat. Namun, di balik potensi besar ini, metode pencarian tenaga kerja masih berkutat pada cara tradisional, seperti sosialisasi mulut ke mulut.

Secara khusus teknologi yang dihadirkan oleh Workmate adalah mendisrupsi agen kepegawaian tradisional untuk memungkinkan perusahaan dengan cepat mengakses para pekerja berkualitas tinggi yang telah diperiksa sebelumnya untuk pekerjaan kontrak jangka pendek dan jangka panjang.

Dalam prosesnya platform ini memanfaatkan data yang dimiliki dalam algoritma penilaian kandidat yang didukung AI untuk meningkatkan kualitas pencocokan dan memberikan tingkat kehadiran, retensi pekerja, dan produktivitas yang lebih tinggi.

Didirikan pada tahun 2016, Workmate diluncurkan dengan tujuan untuk membantu bisnis menemukan dan mengelola staf frontline yang andal, dan bagi pekerja untuk mendapatkan pekerjaan yang konsisten di perusahaan terkemuka.

Tahun 2019 lalu perusahaan sebelumnya dikenal dengan Helpster berganti nama menjadi Workmate. Saat ini Workmate mengklaim telah membantu lebih dari 120 ribu pekerja frontline menemukan pekerjaan dan lebih dari 800 perusahaan telah menggunakan layanan dan teknologi dari Workmate.

Terakhir pada tahun 2019 Workmate telah membukukan pendanaan seri A senilai $5,2 juta yang dipimpin oleh Atlas Ventures dengan partisipasi Gobi Partners, Beacon Venture Capital, dan investor sebelumnya.

Di Indonesia sendiri, platform job marketplace yang mengkhususkan untuk pasar blue collar memang berkembang pesat. Baru-baru ini sejumlah startup debut dengan pendanaan awal, seperti Atma, Pintarnya, Lumina, dan beberapa lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Pintarnya Peroleh Tambahan Pendanaan Awal 120 Miliar Rupiah dari East Ventures dan Vertex Ventures

Startup job marketplace khusus kerah biru Pintarnya memperoleh tambahan pendanaan awal $8 juta (senilai hampir 120 miliar Rupiah) dari East Ventures dan Vertex Ventures SEA & India (VVSEAI). Perolehan ini menjadikan total putaran tahap awal yang berhasil dikumpulkan Pintarnya senilai $14,3 juta.

Sebelumnya pada Mei 2022 perusahaan mengumumkan pendanaan awal yang diraih dari Sequoia Capital India, General Catalyst, dan angel investor.

Pintarnya akan memanfaatkan tambahan dana ini untuk melanjutkan pengembangan teknologi dan kemampuan data. Tujuannya agar dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam memfasilitasi proses pencarian kerja yang efisien bagi kandidat dan pemberi kerja. Maka dari itu, perusahaan sedang memperluas tim di semua lini.

“Kami ingin menjadi platform pilihan yang memfasilitasi pencocokan pasokan dan permintaan untuk kedua belah pihak dan menyediakan akses ke layanan keuangan yang lebih baik kepada pekerja kerah biru melalui identitas digital yang lebih baik dan riwayat pekerjaan yang dapat diverifikasi,” kata Co-Founder Pintarnya Henry Hendrawan dalam keterangan resmi, Selasa (19/7).

Selain bergabung menjadi investor, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca juga akan bergabung dengan Pintarnya sebagai anggota Dewan.

Dia menyampaikan, terdapat peluang besar dalam memberdayakan jutaan pekerja kerah biru pada kawasan ini yang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik. Peluang tersebut tentunya hadir dengan berbagai halangan di sepanjang perjalanan pengguna namun pihaknya percaya Pintarnya adalah tim yang tepat untuk memecahkan masalah ini.

“Mereka memiliki pengalaman yang terbukti dalam membangun dan menguasai pasar business to consumer (B2C) dan berbagai produk layanan keuangan di Indonesia. Mereka membuat kemajuan pesat dan kami menantikan pencapaian-pencapaian yang akan dihadirkan oleh tim Pintarnya ke depannya,” kata Willson.

Managing Partner Vertex Ventures SEA & India Joo Hock Chua menambahkan, praktik pencarian kerja bagi para pekerja kerah abu-abu dan pengusaha untuk mempekerjakan pekerja yang tepat di Indonesia kurang efisien dan bahkan dapat dianggap kuno. Pintarnya memecahkan masalah ini dengan menggunakan teknologi dan data untuk memungkinkan pencarian dan perekrutan pekerjaan yang jauh lebih efisien dan hemat biaya.

Solusi Pintarnya

Pintarnya diluncurkan pada Mei 2022, didirikan oleh tiga mantan eksekutif senior; Nelly Nurmalasari, Henry Hendrawan, dan Ghirish Pokardas. Pintarnya membantu tenaga kerja Indonesia yang kian meningkat untuk mendapatkan pekerjaan, meningkatkan peluang kerja, dan membuka akses ke layanan keuangan yang lebih baik.

Diklaim, perusahaan telah menghubungkan lebih dari 6 ribu pengusaha dengan lebih dari 100 ribu pencari kerja yang mencari berbagai peluang di sektor F&B, ritel, logistik, dan perhotelan.

Pintarnya menyuguhkan layanan melalui situs web dan aplikasi mobile. Untuk saat ini layanan mereka baru bisa digunakan secara efektif untuk pengguna di Jabodetabek dan Bandung.

Dalam cara kerjanya, setelah pencari kerja mendaftar dan membuat profil, Pintarnya akan menggunakan informasi yang diberikan untuk merekomendasikan peluang pekerjaan yang relevan, termasuk mempertimbangkan berbagai parameter, tidak terbatas pada persyaratan pekerjaan, lokasi, dan keahlian. Pendekatan ini dinilai bisa memberikan akses tidak hanya ke prospek yang diverifikasi dan dikurasi.

Setelah itu Pintarnya akan bekerja sama dengan mitra pemberi kerja untuk mengkualifikasi dan merekrut pekerja kerah biru terkait. Pintarnya tidak hanya membantu para pekerja mendapatkan pekerjaan. Dengan identitas digital dan riwayat pekerjaan yang terverifikasi, akan membuka akses untuk layanan finansial yang lebih baik untuk mereka dengan kemitraan bersama institusi keuangan, memungkinkan pekerja kerah biru meraih mimpi mereka untuk hidup yang lebih layak.

Kendati tidak dijabarkan detailnya, dengan mekanisme berbasis data dan memanfaatkan platform Open Finance, Pintarnya juga berkomitmen untuk menyuguhkan layanan finansial formal bagi para pekerja tersebut. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka, dengan memperjuangkan literasi dan inklusi finansial.

Application Information Will Show Up Here

Pintarnya Bicara Validasi Masalah dan Tantangan Pengembangan “Job Marketplace” Pekerja Kerah Biru

Pekerja kerah biru (blue collar) termasuk golongan yang cukup terdampak karena Covid-19. Karena memiliki keterbatasan akses untuk mendapat peluang pekerjaan, terutama berjangka panjang, mereka menjadi terpinggirkan secara ekonomi. Padahal, jumlah pekerja kerah biru di Indonesia berkisar lebih dari 60 juta, di mana sekitar 20% menyumbangkan PDB.

Berbagai pelaku startup berupaya mengatasi masalah keterbatasan akses melalui produk digital. Pintarnya adalah salah satunya yang punya misi untuk mendemokratisasi perekrutan pekerja kerah biru melalui job marketplace. Pada #SelasaStartup kali ini, Co-founder dan CEO Nelly Nurmalasari memaparkan sejumlah catatan menarik di balik dapur pengembangan Pintarnya.

Pain point pekerja kerah biru

Validasi masalah merupakan hal paling utama dilakukan pelaku startup sebelum terjun ke pengembangan produk. Bagi Nelly, menunggu pengembangan produk sampai jadi akan memakan waktu lama. Alih-alih demikian, ia pun melakukan eksperimen tahap awal di Telegram untuk mengetahui apakah produknya worth solving.

Dari eksperimen ini, ia mendapat sejumlah pembelajaran penting berdasarkan pengalaman para pencari pekerja. Pertama, isu penemuan (discoverability). Menurutnya, sebanyak apa pun lowongan kerja yang ditampilkan, pencari kerja akan tetap bertanya. Dari sini, ia melihat bahwa yang mereka butuhkan adalah simplicity untuk melamar dan mengakses lowongan yang mereka cari.

Kemudian, aspek keamanan. Beberapa orang yang disurvei mengaku pernah mengalami penipuan saat melamar kerja atau mendapat lowongan bodong. Misalnya, meminta bayaran atau tawaran gaji yang tidak wajar. “Ini semua menjadi learning dan landasan kami untuk membuat MVP beberapa bulan lalu,” tutur Nelly.

Pain point pemberi kerja

Tak hanya dari sudut pandang pencari kerja, keamanan juga menjadi aspek penting bagi para pemberi kerja (employer). Hal ini untuk memastikan bahwa pelamar sudah terverifikasi dan punya pengalaman yang real.

“Ini penting karena prinsipal ingin merasa aman untuk hire sehingga tidak mendapat pegawai salah. Bisa saja pelamar punya rekam jejak kredit macet. Ini akan mengganggu di bagian HR dan berpengaruh ke pekerjaan. Contoh lain, mempekerjakan driver tapi tidak bisa bertanggung jawab dengan mobil yang dikendarai,” ungkapnya.

Tak kalah penting, ia menilai efisiensi pada screening sangat dibutuhkan oleh employer. Sejumlah HR yang diwawancara mengaku sulit untuk melakukan seleksi pelamar tanpa perlu mengecek aplikasi satu per satu. Speed to hire menjadi penting karena mereka harus tetap menjalankan bisnis.

Semua pain point ini tercermin dari produk/fitur yang dikembangkan. Misalnya, tidak perlu buat CV, track status lamaran, hingga label verifikasi. Platform lain mungkin saja menawarkan hal yang sama, tetapi ‘how to‘ harus berbeda.

Tantangan selanjutnya

Product-market fit tentu menjadi metrik utama untuk memastikan produk worth solving. Kendati demikian, Nelly menilai bahwa saat sini solusi digital yang sesungguhnya belum ada mengingat konsep job marketplace di Indonesia masih berkembang.

Apabila dibandingkan dengan marketplace/e-commerce secara umum, tentu akan berbeda. Saat ini e-commerce memang sudah berada di fase matang. Namun, sektor ini dulu sempat mendapat keraguan di pasar karena orang belum terbiasa belanja online. Penetrasi digital juga belum seperti sekarang.

Nelly juga menyoroti bahwa pengembangan job marketplace harus sejalan dengan upaya monetisasi. Misalnya, menghubungkan layanan pencarian kerja dengan layanan keuangan.

“Nah kita di fase sama. Kita perlu lihat natural pathway dari pekerja kerah biru. Bagaimana mereka mencari kerja? Apakah experience-nya akan sama atau berbeda dengan [pengguna] e-commerce? Tantangan terbesar adalah mengetahui the right formula. Tim kami masih kecil makanya kami selalu eksperimen dengan cepat untuk mencari tahu,” jelasnya.

Leadership

Nelly juga menyampaikan catatan penting untuk mendorong female leader/founder lain di industri startup. Menurutnya, jangan terpaku pada standar tertentu untuk menuju kesuksesan. Apalagi, ada anggapan bahwa mereka tidak dapat menunjukkan kekuatannya karena posisinya sebagai female leader.

“Ada perspektif yang tidak pas karena mungkin melihat perempuan punya more emotional maturity dan motherly instinct. Justru jangan shy away, jangan melihat template menjadi leader harus begini. Kita bisa create lebih banyak dan menemukan kesuksesan kita sendiri.” Tutupnya.

MyRobin Rampungkan Putaran Pendanaan Pra-Seri A

Platform pekerja kerah biru MyRobin mengatakan telah membukukan pendanaan pra-seri A. Tidak disebutkan nominal investasi yang diterima, namun dikatakan bahwa penggalangan dana ini sejatinya sudah dirampungkan sejak akhir 2021.

Adapun investor yang terlibat pada putaran ini di antaranya Accion Venture Lab, Vulpes Ventures, dan sejumlah lainnya. Sementara investor mereka sebelumnya seperti Antler dan SOSV juga turut terlibat.

Co-Founder & CEO MyRobin Siddharth Kumar mengatakan, platform seperti MyRobin saat ini menjadi relevan dan dibutuhkan oleh pekerja kerah biru untuk bisa mendapatkan pekerjaan yang tepat. Selain memberikan peluang kerja, platform tersebut juga memberikan edukasi dan pelatihan yang tepat kepada pengguna yang tergabung.

Saat ini MyRobin telah memiliki komunitas pekerja yang berjumlah lebih dari 2 juta orang yang tersebar di 100 kota di Indonesia. Mereka mencatat, 95% di antaranya berada dalam grup usia 18-35 tahun dan lulusan SMA/SMK serta pekerja yang memiliki skill. Secara keseluruhan sudah lebih dari 100 perusahaan yang telah dilayani oleh MyRobin.

Saat ini mereka telah melayani bisnis di kota tier 1 dan 2 seperti Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, Semarang, Surabaya, Makassar, Medan dan beberapa kota lainnya di Kalimantan, Sumatera dan Pulau Jawa. MyRobin juga ingin terus memperluas wilayah layanan mereka secara pesat hingga ke kota-kota yang lebih kecil.

“Model bisnis dan strategi monetisasi yang kami lancarkan adalah menagih perusahaan management fee. Dihitung di atas total biaya tenaga kerja. Tidak ada yang dipotong dari upah mitra kami,” kata Siddharth.

Platform yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah Byru.id, Lumina, Pintarnya, Sampingan, dan AdaKerja.

Fokus BYRU.ID Tingkatkan Jenjang Karier Pekerja Kerah Biru

Masih rendahnya kompetensi dan penghasilan pekerja kerah biru mempengaruhi peluang mereka untuk mendapatkan peningkatan jenjang karier. Berdasarkan catatan BPS, per 2019 rata-rata upah pekerja sektor informal di Indonesia hanya mencapai Rp1,816 juta per bulan. Upah nominal harian buruh tani nasional sebesar Rp53.604 per hari. Kemudian, upah nominal harian buruh bangunan Rp88.442 per hari.

Umumnya pekerja informal memiliki latar belakang pendidikan rendah. International Labour Organization (ILO) pada 2010 menyebutkan, pekerja informal sebagai “pekerja rentan”. Umumnya mereka tidak mendapatkan hak dasar seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan kesehatan, jam kerja yang layak, atau tunjangan lainnya.

Melihat isu dan peluang tersebut, startup yang menyasar kepada pekerja kelar biru BYRU.id meluncur bulan Maret 2022 ini. Visinya ingin menghasilkan pekerja biru yang berkualitas dan bernilai.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO BYRU.id Nathaniel Nugroho Liman mengungkapkan, platform yang dikembangkan bukan hanya membantu perekrut mendapatkan pekerja kerah biru yang relevan, namun membantu membantu pekerja itu sendiri dalam meningkatkan kompetensi dan keahlian melalui BYRU.id Academy.

Benefit yang kami berikan lebih kepada career path. Ketika mereka bergabung dengan kami, akan lebih terekspos dengan pekerjaan yang lebih layak. Apalagi setelah mengikuti akademi yang kami hadirkan,” kata Nathaniel.

Berbeda dengan platform blue collar lainnya, BYRU.id akan memberikan rekomendasi secara langsung kepada pengguna secara otomatis, setelah mereka melakukan pendaftaran di platform. Saat ini mereka mengklaim telah memiliki sekitar 3500 pekerja dan 4 perusahaan yang telah menjalin kerja sama strategis.

Para pekerja tersebut sekitar 97% tersebar di Jabodetabek, namun ada juga di antara mereka yang berada di Bali, Medan, Semarang, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.

“Kami memiliki cita-cita untuk menjadi layanan pekerja nasional dengan beragam kebutuhan para pekerja kerah biru dengan mudah,” kata Nathaniel.

Platform yang menawarkan layanan serupa di antaranya adalah MyRobin, Lumina, Pintarnya, Sampingan, dan AdaKerja.

Targetkan perusahaan outsourcing

Untuk strategi monetisasi, BYRU.id mengenakan biaya kepada perusahaan yang membutuhkan pekerja. Mereka turut menyasar perusahaan outsourcing hingga UMKM yang membutuhkan talenta.

Menjadi menarik untuk dilihat lebih mendalam karena ternyata masih belum banyak perusahaan outsourcing yang dilengkapi oleh teknologi atau sistem terpadu untuk melakukan pengontrolan dan manajemen. Dengan teknologi yang dimiliki BYRU.id yaitu HRIS (Human Resources Information System), perusahaan kini bisa melihat kinerja pekerja, mengawasi absensi, hingga memberikan slip gaji secara mudah.

“Bukan hanya untuk perusahaan, HRIS tersebut juga bisa kami manfaatkan untuk mengelola data para pekerja yang masuk. Dengan adanya HRIS semua bisa diverifikasi mulai dari pekerja secara harian hingga kedisiplinan dari pekerja tersebut,” kata Natahniel.

Ditambahkan olehnya, saat ini ada sekitar 890 perusahaan outsourcing di Indonesia, namun hanya sekitar 10 perusahaan saja yang telah memiliki sistem yang terpadu. Dengan pilihan earned wage access (EWA) dan HRIS yang dimiliki, diharapkan bisa membantu mereka untuk mengadopsi teknologi.

Sejak awal meluncur BYRU.id telah mengantongi pendanaan dari Asiantrust Capital. Tidak disebutkan berapa nilai investasi yang mereka terima. Saat ini untuk bisa mengakuisisi lebih banyak pengguna dan melakukan kegiatan kampanye perusahaan, perusahaan berencana untuk melakukan penggalangan dana putaran awal tahun ini. Targetnya akhir tahun 2022 mendatang, dana segar tersebut sudah bisa mereka kantongi.

“Kita masih membangun traksi sebanyak-banyaknya karena runway yang kita miliki masih cukup. Kerja sama strategis juga makin banyak kita lakukan dengan SMA hingga perusahaan,” kata Nathaniel.

Pintarnya Ingin Demokratisasi Proses Perekrutan Pekerja Kerah Biru

Pekan lalu, startup pengembang layanan job marketplace Pintarnya mengumumkan pendanaan awal $6,3 juta atau setara 93 miliar Rupiah. Angka yang relatif besar untuk sebuah pendanaan awal, terlebih bisnis yang baru meluncur Mei 2022 tersebut juga bermain di area yang sudah riuh dengan pemain lainnya — baik dari dalam atau luar negeri.

Namun demikian, Nelly Nurmalasari (Co-Founder & CEO) punya hipotesis yang cukup kuat, menegaskan bahwa potensi pasar platform pencari kerja di Indonesia masih besar. Banyak sekali permasalahan yang belum bisa terselesaikan dari inovasi yang ada sebelumnya, terlebih yang menyasar pekerja kerah biru (blue collar).

“Dengan nama Pintarnya, kami ingin mengkomunikasikan komitmen kami untuk selalu memberikan cara yang lebih pintar dalam membantu pengguna melalui solusi digital yang kami tawarkan. Selain itu, ‘Pintarnya’ adalah umbrella brand yang versatile untuk beragam solusi yang akan kami luncurkan sebagai super app untuk pekerja kerah biru,” cerita Nelly saat wawancara bersama DailySocial.id.

Permasalahan yang ingin diselesaikan

Nelly bersama dua co-founder lainnya, yakni Ghirish Pokardas dan Henry Hendrawan, sejak awal memang tertarik untuk mendalami permasalahan perekrutan ini. Kendati demikian, dalam memvalidasi idenya, ketika mereka menceritakan visi dan misi Pintarnya, terdapat beberapa rekanan yang berpendapat ruang lingkup masalah yang dipilih terlalu rumit untuk ditangani. Namun demikian, mereka percaya bahwa lebih penting memilih ruang lingkup permasalahan yang valid dan luas, karena mengindikasikan lebih banyak peluang isu untuk dieksplorasi dan ditangani.

“Maka itu, akhir tahun lalu kami memutuskan untuk mulai bereksperimen ringan (tanpa produk digital, layanan kami tawarkan via Telegram). Setelah menjaring sekitar 14 ribu pengguna dan memvalidasi pain points mereka, kami yakin bahwa Pintarnya memilih isu yang real dan penting bagi kebanyakan pekerja di Indonesia,” imbuh Nelly.

Lebih jelas dijabarkan, pain points bagi perekrut atau pemberi kerja kerah biru cukup konsisten dirasakan berbagai perusahaan termasuk Traveloka yang menjadi tempat berkarier Nelly dan Henry kala itu; ketika tim mereka butuh merekrut tim operasional. Namun, Nelly sendiri merasa lebih dekat mengalami hal ini dalam bisnis sampingan salon rumahan yang dimiliki – ketika menginginkan pegawai baru, maka harus ia memasang iklan pekerjaan, melakukan penyaringan, dan perekrutan pegawai secara langsung sebagai pemilik bisnis.

“Permasalahan ini ada di dua sisi, baik pencari kerja maupun pemberi kerja. Proses supply-demand matching untuk pekerja kerah biru masih belum berlangsung secara efektif,” jelas Nelly.

Di sudut pandang pencari kerja, proses mencari lowongan kerja tidak mudah dan sangat fragmented — banyak dari mereka mencari lewat media sosial maupun terbatas pada rekomendasi dari kenalan mereka. Para pencari kerja juga banyak yang tertipu ketika melamar pada loker palsu yang dipasang online (di situs job marketplace yang tidak memiliki mekanisme kurasi ketat). Selain itu, mereka sering merasa ‘di-ghosting’ oleh HRD atau tim yang merekrut. Setelah melamar, tidak mendengar kabar apa pun, bagaimana status lamarannya.

Sementara itu bagi pemberi kerja, terdapat perbedaan antara usaha yang baru dirintis dengan yang sudah lebih besar, terlebih terkenal. Untuk usaha yang sudah lebih mature, mendapatkan volume lamaran bukan suatu masalah. Setelah memasarkan lowongan kerja di beberapa tempat, biasanya mereka mendapatkan banyak lamaran.

Namun, tidak mudah menyaring pelamar yang sebenarnya memenuhi kualifikasi yang diminta; terlebih mengurutkan mereka. Perekrut juga hanya dapat mengandalkan kejujuran pelamar dalam mengevaluasi mereka, tidak ada cara memverifikasi secara mudah. Lalu, ini semua dilakukan lintas berbagai platform – tidak mudah bagi perekrut. Bahkan, sering kali pencari kerja mencurigai perekrut yang menghubungi langsung lewat Whatsapp/telepon sebagai penipuan karena calon pekerja ini tidak mengingat semua lamaran yang dikirimkan.

Cara kerja platform Pintarnya

Pintarnya menjajakan layanannya melalui aplikasi dan situs web mobile

Pada fase awalnya, Pintarnya mulai dengan memberikan layanan job marketplace. Tujuannya membantu pekerja kerah biru untuk mencari kerja dengan mengumpulkan berbagai penawaran yang lengkap dari berbagai jenis usaha. Untuk memastikan platform tersebut memiliki cakupan yang luas, Pintarnya juga terus meningkatkan kemitraan dengan berbagai perusahaan di Indonesia. Seperti bisnis marketplace lainnya, potensi revenue di model bisnis ini terdapat pada kedua belah pihak: pencari dan pemberi kerja — kendati tidak Nelly ceritakan secara detail.

Terkait cara kerja platformnya, di sisi pengguna Pintarnya menawarkan pelayanan pencarian kerja dari ujung ke ujung. Pengguna terdaftar dapat menggunakan layanan pembuatan CV di platform Pintarnya, kemudian akan mendapatkan rekomendasi atau mencari berbagai lowongan kerja yang sesuai dengan preferensi yang mereka pilih ketika registrasi.

Lowongan kerja yang aman dan terverifikasi di beri tanda dengan perisai hijau. Setelah pengguna mengajukan lamaran pekerjaan, mereka dapat memantau status lamaran mereka sehingga tidak lagi di-ghosting perekrut.

“Selain proses inti pelamaran kerja, kami juga menawarkan berbagai macam Layanan Pintarnya seperti cek gaji, persiapan tes tertulis seperti psikotes dan bahasa Inggris, persiapan wawancara, maupun kalkulator gaji bersih,” tambah Nelly.

Dari sisi perekrut/pemberi kerja, Paintarnya terlebih dulu memverifikasi usaha yang didaftarkan sebelum menayangkan loker di Pintarnya. Mereka juga melakukan kurasi tes penyaringan kandidat sesuai persyaratan minimum lamaran kerja, sehingga dapat memberikan daftar kandidat yang tersaring, bahkan dengan urutan rekomendasi. Pintarnya juga memfasilitasi penjadwalan wawancara untuk kandidat terpilih dari perekrut.

“Selain ini, kami juga tengah mengeksplorasi berbagai layanan lain yang dibutuhkan perekrut bukan hanya ketika mencari pekerja tetapi juga pada tahap akhir pemilihan karyawan maupun onboarding pekerja.”

Menjembatani inklusi keuangan

Tidak dimungkiri, layanan job marketplace saat ini memang banyak ditemui di pasaran. Pun demikian yang melayani pekerja kerah biru. Dari startup lokal sendiri ada beberapa, seperti Lumina, Sampingan, MyRobin, AdaKerja, dan lain sebagainya. Untuk itu penting bagi pemain baru memiliki proposisi nilai yang kuat, sehingga layanannya mampu dilirik oleh pangsa pasar.

Value proposition kami bagi pekerja kerah biru adalah cari kerja dengan lebih mudah, aman, dan cepat. Sedangkan, bagi perekrut adalah cari pekerja dengan lebih mudah, aman, dan cepat,” tegas Nelly.

Ia mengatakan, Pintarnya akan terus mengembangkan inovasi berbagai fitur dengan tema tersebut. Contohnya, pencari kerja di situs dan aplikasi bisa langsung dibuatkan Kartu CV (CV versi sederhana) ketika registrasi sehingga mereka dapat langsung melamar kerja tanpa repot dan secara aman dari berbagai pilihan lowongan pekerjaan yang

Perekrut juga tidak hanya lebih mudah untuk memasarkan lowongan kerja, melainkan mudah dalam menyaring dan mengevaluasi kecocokan kandidat dari spesifikasi kebutuhan yang dipasarkan. Sehingga, perekrut bisa mengisi lowongan dengan lebih cepat. Pintarnya juga akan memberikan beberapa layanan lanjutan seperti verifikasi kandidat, sehingga perekrut juga merasa aman mempekerjakan pegawainya.

Selain itu, Pintarnya juga hendak menginisiasi produk fintech yang terhubung dengan platformnya. Kendati secara roadmap produk belum bisa dibeberkan, namun nantinya unit layanan ini akan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup pekerja kerah biru, khususnya dalam kaitannya dengan manajemen finansial.

“Topik finansial bisa menjadi permasalahan yang menjerumuskan pekerja dalam hal yang kurang baik, namun juga dapat menjadi motivasi yang efektif dalam peningkatan kinerja mereka. Maka itu, kami berkomitmen sebagai salah satu misi kami untuk memberikan akses produk finansial yang lebih baik bagi pengguna kami.  Untuk roadmap lini fintech, kami belum bisa menceritakan lebih banyak pada saat ini. Namun ini adalah misi yang sangat penting, sehingga kami berencana untuk segera mengeksekusinya,” jelas Nelly.

Untuk realisasi produk fintech tersebut, Pintarnya akan bermitra dengan penyelenggara layanan keuangan digital tertentu. Hal tersebut dimaksudkan untuk efisiensi dalam memberikan pelayanan kepada target pengguna dengan lebih cepat.

“Misi kami yang kedua adalah membantu pengguna kami agar lebih dapat dipekerjakan. Cakupan misi ini cukup luas, namun awal perjalanan kami akan fokus pada pembangunan fitur-fitur yang membantu pekerja kerah biru dalam meng-highlight profil, kualifikasi dan keahlian dirinya sehingga lebih menarik bagi perekrut untuk dipekerjakan. Berikutnya, kami juga tertarik untuk mengeksplorasi beberapa layanan untuk meningkatkan kualifikasi pekerja melalui program kemitraan dengan pemain edutech di Indonesia,” tutup Nelly menceritakan rencana panjang selanjutnya.

Application Information Will Show Up Here