Terdampak Kondisi Makroekonomi, CVC BTPN Syariah Tunda Tambah Portofolio Tahun Ini

BTPN Syariah Ventura, unit CVC milik BTPN Syariah, menunda tambah satu investasi baru ke startup hingga akhir tahun ini. Kondisi makroekonomi yang tengah berlangsung pascapandemi masih memberikan dampak pada kinerja perseroan, memaksa untuk lebih konservatif dari sebelumnya.

Direktur Keuangan BTPN Syariah Fachmy Achmad menjelaskan ada satu startup yang sudah dijajaki, bahkan telah melakukan piloting untuk kolaborasi bisnis. Akan tetapi, karena BTPN Syariah Ventura bukan CVC yang memiliki dana kelolaan besar, mereka tidak bisa menjadi investor lead dalam penggalangan yang digelar oleh startup tersebut.

Alhasil, startup yang disebutkan ini sedang mencari investor lead untuk memimpin penggalangan pendanaan. “Jadi kelihatannya belum bisa [diumumkan] tahun ini,” kata Fachmy dalam media gathering di Jakarta, kemarin (18/10).

Ia belum bisa membuka identitas calon portofolionya tersebut. Hanya bisa dipastikan, startup tersebut bergerak di bidang yang menjunjung segmen mikro dan ultra mikro, selaras dengan bisnis utama BTPN Syariah. “Bisa social commerce, pencatatan, dan POS. Tapi kan social commerce kita sudah ada [Dagangan].”

CVC ini memulai debutnya pada Juni 2022 dengan memimpin putaran pra-seri B untuk Dagangan senilai $6,6 juta. Dalam putaran tersebut juga diikuti investor lainnya, seperti Monk’s Hill Ventures dan Hendra Kwik (Payfazz).

Sebelum resmi mendanai suatu startup, BTPN Syariah Ventura mengambil posisi sebagai investor strategis makanya ada pendekatan yang berbeda dalam menilai profil risiko. Selain ada mandat, pihaknya tidak hanya melihat valuasi dan startup yang mengejar pertumbuhan eksponensial, yang terpenting bagaimana komitmen founder untuk selalu menjaga bottom line dalam kinerja keuangannya.

Hal ini terlihat dari debutnya ke Dagangan yang dimulai dengan pilot project pada awal 2020. Saat itu, Dagangan menyediakan stok barang kelontong dalam bentuk paket-paket hemat yang bisa dibeli debitur BTPN Syariah. Produk tersebut nantinya dapat dijual kembali di lingkungan rumah mereka.

Karena berjualan barang kelontong, maka perputaran uangnya jauh lebih cepat hanya sekitar satu hingga dua hari saja. Kemitraan ini terus berlanjut sampai kedua perusahaan mengintegrasikan API ke dalam sistem masing-masing. Puas dengan hasil yang diperoleh, kucuran investasi pun akhirnya diberikan ke Dagangan.

Dengan model bisnis social commerce yang terbukti berhasil di lapangan, startup ini masih bertahan di tengah loyonya kinerja startup sejenisnya. Ula misalnya, memutuskan untuk hengkang dari bisnis utamanya dan melakukan efisiensi besar-besaran sebelum pivot ke bisnis baru.

Ada juga CrediMart yang kini berubah fokus bisnisnya dan rebrand menjadi Jooalan. Shox, Meesho, Grupin, RateS dan lainnya bahkan harus pamit dari bisnis ini.

Dana kelolaan BTPN Syariah Ventura angkanya tergolong mini, yakni Rp300 miliar (Dari modal ditempatkan dan disetor penuh). Dibandingkan dengan CVC lainnya, BNI Modal Ventura misalnya mendapat modal dasar Rp500 miliar saat diperkenalkan pada tahun lalu. Selanjutnya, BRI Ventures mendapat injeksi sebesar Rp1 triliun saat baru didirikan di 2019.

Dorong kualitas pembiayaan

Fachmy juga menuturkan karena mandat CVC ini sedari awal konservatif, makanya tidak ngoyo untuk kejar target danai satu startup per tahunnya. Terlebih lagi, kondisi makro pasca pandemi yang dinilai menantang ini membuat BTPN Syariah lebih hati-hati menjaga kinerjanya.

“Karena kondisi menantang, kan tim VC ini juga tim di BTPS. Jadi lebih baik kami fokus di bisnis utama.”

Walau kondisi masih cukup menantang, BTPN Syariah tercatat tetap mampu mencetak pertumbuhan. Penyaluran pembiayaan kepada masyarakat inklusi pada kuartal III 2023 mencapai Rp11,9 triliun, naik dari Rp11,3 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Laba bersih setelah pajak mencapai Rp1 triliun.

Bisnis utama dari BTPN Syariah itu sendiri adalah penyaluran pembiayaan produktif tanpa agunan untuk ibu-ibu di kota lapis dua dan tiga. Untuk menjaga kualitas penyaluran, bank membuat sejumlah inisiatif. Salah satunya, pemberian insentif bagi anggota sentra yang memiliki tingkat kehadiran 90% di kumpulan atau Pertemuan Rutin Sentra (PRS) setiap dua minggu sekali dan membayar angsuran tepat waktu.

Di samping itu, bank juga melibatkan lebih banyak pihak untuk program pendampingan dengan merekrut lebih dari 1.600 mahasiswa dari 258 universitas di 20 provinsi di Indonesia. Mereka terlibat sebagai fasilitator dalam program Bestee Tepat (Bersama Berdaya Sahabat Tepat Indonesia).

Melihat Cara BTPN Syariah Berdayakan Perempuan Inklusi dari Aceh Hingga Kupang

Bank BTPN Syariah punya model bisnis unik yang berbeda dengan kebanyakan perbankan. Salah satu segmen bisnisnya adalah menyalurkan pembiayaan tanpa agunan kepada perempuan dari keluarga prasejahtera produktif.

Mengapa BTPN Syariah masuk ke segmen ini? Mengutip dari data Badan Pusat Statistik, terdapat 45 juta masyarakat prasejahtera produktif dan sebanyak 23 juta di antaranya adalah perempuan. Kriteria kelompok prasejahtera produktif ini adalah pengeluaran harian di bawah $2 dan 78% berada di Jawa dan Sumatera.

Menurut riset internal BTPN Syariah, kelompok usaha ini kesehariannya bekerja sebagai pedagang, memproduksi barang, dan beternak. Mereka bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, pendidikan anak, dan memperbaiki tempat tinggal.

“Kelas prasejahtera produktif yaitu masyarakat yang sudah berusaha tapi tidak layak melakukan transaksi perbankan. Kami bantu mereka supaya bisa mendapatkan layanan perbankan dan jadi orang yang layak masuk dunia perbankan di kemudian hari,” jelas Direktur Bisnis BTPN Syariah Dwiyono Bayu Winantio, yang akrab dipanggil Iin.

Nasabah yang datang dari kelompok ini kini sudah tersebar di seluruh pelosok negeri, salah satunya di Aceh sejak 2013. Salah satu nasabah yang DailySocial.id temui di kota Serambi Mekah itu adalah Ita Risna yang kini menjadi nasabah inspiratif. Di tokonya berlokasi di Aceh Utara, Ita memproduksi dan menjual kue tradisional dodol, serta oleh-oleh khas Aceh, seperti meusekat, peunajoh, keukarah, dan halua breuh.

Sebelum bertemu BTPN Syariah, Ita mengaku harus pinjam uang sana-sini dari saudara dan kerabat demi terus menghidupi usahanya. Kemudian pada 2016 ia bertemu dengan petugas lapangan BTPN Syariah setelah mendapat informasi dari kawannya.

“Tahun pertama saya dapat modal Rp5 juta karena waktu itu lagi butuh modal buat beli bahan baku. Dikasih pembiayaan dan dibimbing bagaimana caranya, prosesnya. Tahun kedua pembiayaan naik jadi Rp15 juta. Saya beli mesin untuk membantu pengolahan supaya jadi lebih ringan,” ujar Ita.

Nasabah pembiayaan BTPN Syariah Ita Risna / BTPN Syariah

Seiring dengan pesatnya usaha kue dodolnya, Ita mendapat pembiayaan dari BTPN Syariah hingga Rp30 juta saat pandemi di 2020. Kini bisnis Ita berhasil meraup omzet Rp60 juta per bulan dengan keuntungan bersih Rp6 juta-Rp7 juta dan mempekerjakan delapan orang karyawan. Bahkan kue dodol buatan Ita sudah diekspor ke Malaysia.

“Kalau bicara Covid-19, kami jatuh bangun. Di awal Covid-19, kami sempat rugi Rp50 juta, tapi masih dipercaya BTPN Syariah dan diberikan Rp30 juta. Bangun lagi kami dari situ.”

Dibandingkan harus pinjam ke bank atau institusi keuangan lainnya, Ita beralasan betah menjadi nasabah BTPN Syariah karena tidak ada agunan, penagihannya seperti keluarga karena petugas datang ke rumah dua minggu sekali, dan sesi pendampingan. Bahkan saat petugas datang, ia bisa langsung menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabungkan.

Selain Ita, DailySocial.id juga berkesempatan mendatangi salah satu sentra di Aceh, bernama Nila Lampuuk yang sudah berjalan sejak lima tahun. Sentra ini beranggotakan 23 ibu-ibu tangguh, di antaranya ada yang punya usaha laundry, berjualan kue basah, jamu keliling, dan warung kelontong. Rata-rata pinjamannya mulai dari Rp3 juta sampai Rp6 juta. Cicilannya selama satu tahun dan tagihannya dibayarkan secara tunai tiap dua minggu sekali.

Sebagai catatan, Di BTPN Syariah, sentra bisa dikatakan sebagai kelompok yang beranggotakan satu ketua dan beberapa anggota yang masing-masing memiliki usaha tersendiri tetapi berkelompok untuk saling membantu dan menguatkan. Satu sentra biasanya beranggotakan perempuan, rata-rata ibu rumah tangga, yang berusaha menambah penghasilan keluarga dengan berbisnis kecil-kecilan berskala rumahan.

Setiap sentra dipimpin oleh seorang kepala sentra, yang dipilih secara aklamasi oleh anggota. Sentra-sentra ini dijangkau oleh bank melalui seorang petugas lapangan yang disebut Community Officer (CO). CO ini dipilih dari kalangan anak-anak muda dari lingkungan sekitar sentra-sentra pembiayaan. Seorang CO biasanya menangani sekitar 20-25 sentra, dengan jumlah nasabah sekitar 300 orang.

Setiap hari, para CO bertugas berkeliling menjumpai kelompok sentra yang dijadwalkan bertemu setiap dua pekan sekali, mengunjungi rumah nasabah yang mengajukan pembiayaan untuk melakukan survei, memberikan konsultasi kepada para nasabah, da membangun sentra-sentra baru.

Di Aceh saja, terdapat 297 CO aktif yang menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada nasabah dan menyalurkan pembiayaan. Peran utama mereka, selain melayani nasabah, juga menjadi role model dalam membangun perilaku unggul nasabah, yaitu Berani Berusaha, Disiplin, Kerja Keras, dan Saling Bantu (BDKS).

“Sebelum sentra Nila Lampuuk ini berdiri. Saya diceritakan dari teman di desa lain yang kasih tahu ada pinjaman yang dibayarkan dua minggu sekali untuk semua jenis usaha. Saya minta nomor HP-nya, lalu mulai bangun anggota dari empat orang sekarang ada 23 anggota,” ucap Trini, ketua sentra Nila Lampuuk.

Cerita Ita dan Trini adalah mewakili 79 ribu perempuan inklusi di 5.685 sentra yang terlayani oleh BTPN Syariah di seantero Aceh.

Sentra Nila Lampuuk, Aceh / BTPN Syariah

Paket komplit untuk Tepat Pembiayaan Syariah

Pembiayaan prasejahtera produktif yang diberikan BTPN Syariah untuk sentra-sentra ini disebut dengan Tepat Pembiayaan Syariah, merupakan pembiayaan tanpa jaminan yang diberikan dalam bentuk modal usaha untuk masyarakat prasejahtera produktif, khususnya perempuan. Pembiayaan berkelompok ini memiliki tujuan untuk membangun empat karakter pada diri nasabah, yaitu Berani Berusaha, Disiplin, Kerja Keras, dan Saling Bantu (BDKS). Diharapkan empat perilaku tersebut dapat menyebar sehingga tercapai tatanan masyarakat yang memiliki kekuatan secara ekonomi di suatu daerah.

Tidak hanya memberikan akses keuangan dan modal usaha saja, Tepat Pembiayaan Syariah juga mengupayakan pemberdayaan melalui Pelatihan dan Pendampingan yang berkala di bidang pengetahuan keuangan, kewirausahaan, dan kesehatan.

BTPN Syariah meracik produk Tepat Pembiayaan Syariah dengan paket komplit untuk memberikan perubahan kehidupan nasabah prasejahtera, meliputi:

  • Paket Keuangan : Bantuan modal usaha yang diberikan kepada nasabah untuk menjawab kebutuhan membangun dan mengembangkan usaha produktif. Bantuan ini kemudian dikembalikan dalam bentuk angsuran dua mingguan. Nasabah juga memperoleh manfaat tambahan lainnya yaitu asuransi jiwa untuk nasabah dan suami, tabungan, serta pembebasan angsuran setiap Hari Raya Idul Fitri. Setelah 3 siklus dapat dilalui dengan baik, nasabah akan mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pembiayaan perbaikan rumah dan pendidikan anak.
  • Program Pemberdayaan: Nasabah dapat terus meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui program pendampingan berkelanjutan yang meliputi topik kesehatan, kewirausahaan dan pengembangan komunitas.
  • Sistem Keanggotaan : Nasabah dikelompokkan dalam satu sentra yang anggotanya dipilih sendiri oleh nasabah, dipimpin oleh Ketua Setra yang dipilih oleh anggota sentra.
  • Pendampingan : Setiap sentra akan didampingi oleh petugas lapangan terlatih atau disebut Community Officer (CO). Secara rutin CO melayani dan memberikan pendampingan kepada nasabah dengan cara bertemu di tempat-tempat nasabah.

Bukan hanya untuk Muslim saja

Meski BTPN Syariah mendagangkan produk syariah, sejatinya target nasabahnya untuk semua umat beragama, tidak hanya muslim saja. Salah satu contohnya adalah nasabah BTPN Syariah di Bali dan Kupang (Nusa Tenggara Timur), yang didominasi oleh umat Hindu dan Kristiani.

Kepala Pembiayaan BTPN Syariah Area Bali Dony Aditya menyebut sebanyak 90% nasabahnya tidak beragama Islam. Pada awal bisnis perusahaan dimulai di Bali pada 2015 lalu, dengan tim yang kebanyakan mengenakan jilbab, ia mengaku ada ketakutan dalam meningkatkan penetrasi pasar di wilayah berbasis non-muslim tersebut.

“Kami jelaskan bisnis kami perbankan syariah. Tapi layanan kami tidak terbatas kepada umat Islam saja. Nasabah atau pun pekerja lapangan kami pun banyak yang non-muslim. Ini adalah wujud perbankan syariah tidak melulu untuk umat Islam. Toh, semua akad yang kami gunakan, kami terjemahkan dalam bahasa yang mudah mereka mengerti,” kata Dony seperti dikutip dari CNN Indonesia.

Bisnis perbankan syariah memang tidak terkait agama, meskipun menggunakan akad sesuai hukum Islam. Jadi konsepnya yang diperkenalkan dengan catatan, usaha yang dijalankan nasabah pembiayaan adalah jenis usaha halal. Misalnya, tidak menjual daging babi atau alkohol. Sehingga usaha-usaha untuk keagamaan seperti menjual canang untuk ibadah umat Hindu diperbolehkan.

BTPN Syariah Ventura Pilih Strategi Konservatif, Incar Satu Startup Tiap Tahun

BTPN Syariah Ventura, kendaraan investasi dari BPTN Syariah (BTPS), memilih langkah konservatif dalam berinvestasi startup, hanya mengincar satu startup untuk didanai tiap tahunnya. Tahun lalu, melalui debutnya, perusahaan berinvestasi untuk Dagangan dalam putaran pra-seri B.

Adapun pada tahun ini, BPTN Syariah Ventures masih menyeleksi kandidat baru yang akan didanai. Sementara itu, perusahaan juga memastikan tidak ada rencana kembali mendanai Dagangan di putaran berikutnya. Sebelumnya dikabarkan Dagangan sedang menggalang putaran kedua untuk seri B yang menarik sejumlah korporat besar menanamkan dananya ke sana.

“Bagi kita sudah untung karena valuasi [yang naik dan bisnisnya bertumbuh], lalu kita akan cari investasi berikutnya untuk startup yang fokus ke rural. Direksinya simpel dan efisien, satu tahun sekali saja investasinya. Terpenting investasi ini berdampak bagus buat grup dapat lebih baik lagi,” ucap Direktur Keuangan BTPN Syariah Fachmi Achmad dalam media briefing, pekan lalu (9/2).

Meski Fachmi tidak bersedia merinci identitas startup tersebut. Bisa dipastikan pihaknya mencari startup yang punya misi sejalan dengan perseroan yang fokus memberdayakan masyarakat pra/cukup sejahtera di kota lapis dua dan tiga. Segmen bisnisnya mulai dari edtech, jual-beli digital, pelatihan, penyedia jasa pembayaran tagihan, penyedia barang perlengkapan rumah tangga, dan produsen/pemilik produk kebutuhan sehari-hari.

Pasca menjadi investor di Dagangan, sejumlah kerja sama bisnis semakin kencang dilakukan. Di antaranya, integrasi API Dagangan dengan aplikasi Warung Tepat, sehingga memungkinkan para agen Mitra Tepat untuk belanja barang sembako satuan dengan harga grosir, entah untuk kebutuhan pribadi atau dijual kembali. Diklaim kini ada 606 Mitra Tepat di 66 kota yang telah memanfaatkan fitur tersebut.

Selanjutnya, mengembangkan alternatif pembayaran dengan paylater untuk konsumen Dagangan, akses pembiayaan, dan perluasan kesempatan bagi nasabah BTPN Syariah menjadi mitra Dagangan.

Sebagai catatan, Mitra Tepat adalah klasifikasi yang diberikan BTPS untuk para nasabah pembiayaan yang berhasil mengembangkan bisnis lebih besar. Mitra Tepat ini merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bisnis dan menjadi perpanjangan tangan bank dalam melayani nasabah.

Dalam laporan keuangan konsolidasi BTPN Syariah pada 2022, BTPN Syariah Ventura memiliki total aset sebesar Rp313 miliar dengan total ekuitas Rp311 miliar. Kemudian, nilai investasi saham (investment in share) sebesar Rp 81 miliar dan laba bersih sebesar Rp4 miliar (dengan investasi nilai wajar = biaya awal).

Struktur manajerial di BTPN Syariah Ventura juga tergolong efisien karena semuanya berasal dari kalangan BTPN Syariah. Posisi komisaris diisi oleh Fachmi dan M. Gatot Adhi Prasetyo (Direktur BTPN Syariah). Sementara, Direktur Utama BTPN Syariah Ventura Ade Fauzan juga menjabat sebagai Business Development Head di BTPN Syariah, bersama Destya Danang Pradityo sebagai Direktur di CVC.

Ekosistem digital syariah

Fachmi melanjutkan, selain berinvestasi ke Dagangan, sepanjang tahun lalu perseroan mencatatkan serangkaian inovasi untuk mewujudkan aspirasi membangun ekosistem digital syariah khusus untuk segmen pra/cukup sejahtera.

Pertama, akses keuangan untuk modal kerja produktif (access to finance) yang kini dapat diperoleh dengan proses digital. Cara ini secara tidak langsung telah meliterasi nasabah inklusi menjadi paham digital secara perlahan. Mereka juga memberikan dampak kepada komunitasnya menjadi lebih mudah dalam mengakses layanan perbankan. Tidak hanya untuk nasabah pembiayaan, perseroan juga telah menyempurnakan layanan e-channel termutakhir bagi nasabah pendanaan melalui Tepat Mobile Banking dan internet banking.

Kedua, memperluas akses pengetahuan (access to knowledge) melalui program pemberdayaan yang terukur dan berkelanjutan Tepat Daya. Platform digital ini terintegrasi dengan program pemberdayaan demi meningkatkan kapasitas nasabah sekaligus membuka kesempatan bagi seluruh masyarakat untuk terlibat aktif dalam memberdayakan nasabah.

Inovasi perseroan di atas berdampak positif terhadap kinerja keuangan. Di antaranya, total aset sebesar Rp21,2 triliun dan pembiayaan mencapai Rp11,5 triliun tumbuh 10% (YoY). Pertumbuhan pembiayaan ini disertai dengan kualitas pembiayaan yang tetap sehat tercermin dari Non Performing Financing (NPF) di bawah ketentuan regulator dan laba bersih setelah pajak mencapai Rp1,78 triliun atau naik 21,9%.

Mengenai prospek ekonomi makro pada tahun ini, Fachmi cukup optimis perseroan dapat kembali mencetak kinerja yang ciamik. Alasannya, karena tahun-tahun menjelang pesta politik itu menguntungkan bagi segmen masyarakat ultra mikro. Pandemi kemarin memukul segmen ini karena diberlakukannya pembatasan ruang gerak yang membuat usaha mereka terdampak.

“Segmen ini akan terpuruk kalau ada bencana alam dan Covid karena larangan untuk berinteraksi. Selama larangan itu diangkat pemulihan akan lebih baik. Dari pengalaman kita di 2013-2015 segmen ultra mikro itu enggak signifikan berdampak buat mereka karena mereka itu hidupnya menjual barang-barang yang basic. [Tahun] politik itu tahun terbaik buat segmen ultra mikro,” pungkasnya.

BTPN Syariah Lakukan Integrasi API dengan Dagangan untuk Aplikasi Laku Pandai

BTPN Syariah (BTPS) mengumumkan versi terbaru aplikasi Warung Tepat yang sudah terintegrasi via API dengan Dagangan. Fitur teranyar ini memungkinkan para agen (Mitra Tepat) untuk belanja barang kebutuhan rumah tangga/sembako satuan dengan harga grosir, baik untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk dijual kembali.

“Dengan Mitra Tepat ini efisiensi kami semakin meningkat. Para community officer lebih fokus dalam melakukan akuisisi nasabah karena sebagian tugasnya dilakukan oleh Mitra Tepat,” ucap Direktur Utama Bank BTPN Syariah Hadi Wibowo di Jakarta, Rabu (27/7).

Tak hanya fitur belanja sembako, aplikasi ini juga menyediakan tambahan alternatif pembayaran dengan paylater untuk nasabah yang sudah disetujui dengan limit pinjaman dari BTPS. Opsi ini melengkapi pembayaran yang sudah ada sebelumnya, yakni COD dan debet rekening saat membeli kebutuhan sembako.

Bentuk sinergi dengan startup portofolio

Pengembangan aplikasi Warung Tepat ke versi terbaru ini adalah bentuk realisasi dari investasi yang diberikan BTPN Syariah Ventura kepada Dagangan beberapa waktu lalu dalam putaran Pra-Seri B. Selain integrasi API dan paylater, kemitraan antara kedua perusahaan juga dilakukan untuk pemberian akses pembiayaan untuk mitra Dagangan dan perluasan akses pasar.

Hadi menuturkan sebetulnya, uji coba aplikasi Warung Tepat ini sudah dimulai sejak akhir 2020 dengan berbagai versi. Perlahan tim mengevaluasi masukan yang didapat di lapangan dan menyesuaikan dengan kebutuhan para agen. Pendekatan digital yang dihadapi BTPS untuk para ibu di kota lapis dua dan tiga memang lebih menantang, ada yang siap namun juga ada yang belum siap.

“Justru dengan pergeseran pola belanja para ibu itu [ke platform digital] yang kami harapkan, sehingga beban community officer bisa dialihkan untuk akuisisi nasabah lebih banyak. Sebab hingga saat ini kami tetap jaring nasabah baru.”

Nantinya tugas community officer akan tetap mendatangi para nasabah secara berkala, namun tujuannya untuk menjaga relasi dan berdiskusi untuk peningkatan pemberdayaan.

BTPS akan mengeskalasi angka pengguna Warung Tepat pasca peresmian versi terbaru ini. Diklaim hingga kuartal I 2022, sudah digunakan oleh 500 Mitra Tepat yang tersebar di 500 sentra. Seluruh agen ini telah melayani lebih dari 7.500 konsumen melalui Warung Tepat. BTPS menargetkan ada tambahan 25 ribu Mitra Tepat pada kuartal II 2022.

Terkait investasi di startup berikutnya, Hadi menyebutkan setidaknya akan melakukan satu investasi tiap tahunnya. Saat ini ada beberapa startup yang tengah diujicobakan dengan bisnis BTPS. Setelah terbukti berjalan, baru investasi dikucurkan.

“Sebab kita harus melihat bisnis startupnya proven di lapangan, jangan sampai kita asal berinvestasi. Inilah yang membedakan cara kerja BTPN Syariah Ventura dengan VC kebanyakan,” tambah Direktur Keuangan Fachmy Ahmad.

Inovasi Warung Tepat

Dalam perjalanan inovasi digital di BTPS, proses kerja Mitra Tepat menggunakan dua aplikasi, yakni Agen BTPN Syariah dan Warung Tepat. Keduanya punya fungsi berbeda. Aplikasi yang pertama dikhususkan untuk melakukan fasilitas perbankan, seperti tarik tunai, cek mutasi, transfer, dan sebagainya. Sementara, Warung Tepat baru menyediakan fitur pembayaran tagihan PPOB.

Pengembangan berikutnya, diputuskan untuk menyeriusi Warung Tepat agar dapat mengakomodasi berbagai kebutuhan para mitra, mulai dari transaksi perbankan, PPOB (tagihan BPJS, PLN, telepon, pulsa), pengajuan kredit hingga yang terbaru adalah fitur belanja sembako. Dari segi UI/UX didesain seramah mungkin bagi para ibu-ibu yang menjadi agen Laku Pandai di BTPS.

Pengguna cukup pilih barang yang ada di aplikasi, lalu pesan, dan pembayaran dapat dilakukan dengan debit rekening Tepat Tabungan Syariah atau saat barang diterima. Barang pesanan akan diantar langsung ke tempat mitra.

Salah satu Mitra Tepat, Widya, dari Cileungsi mengatakan, aplikasi yang dikembangkan BTPS memberikan dia banyak kemudahan. Dirinya yang sudah terbiasa melakukan berbagai transaksi untuk memenuhi kebutuhan warungnya. “Aplikasinya sangat mudah digunakan, banyak manfaat” ucapnya sembari mendemonstrasikan aplikasi Warung Tepat.

Sebagai catatan, Mitra Tepat adalah klasifikasi yang diberikan BTPS untuk para nasabah pembiayaan yang berhasil mengembangkan bisnis lebih besar. Mitra Tepat ini merupakan ibu rumah tangga yang memiliki bisnis dan menjadi perpanjangan tangan bank dalam melayani nasabah.

Dari sekitar 4 juta nasabah pembiayaan BTPS, sekitar 20% di antaranya sudah “naik kelas” menjadi Mitra Tepat dan sudah lebih melek teknologi. Biasanya, satu kali dalam dua pekan, ada petugas bank atau disebut community officer yang mendatangi para nasabah untuk aktivitas perbankan. Akan tetapi, jika sebelum kunjungan tersebut dan nasabah non-Mitra Tepat memerlukan dana atau ingin menabung atau transaksi lainnya, mereka dapat menghubungi Mitra Tepat terdekat.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Idealisme Hipotesis Berinvestasi ala BTPN Syariah Ventura

BTPN Syariah Ventura turut serta mewarnai kehadiran corporate venture capital (CVC) di Indonesia pada pertengahan tahun ini. Dalam catatan, sejauh ini sudah ada delapan CVC (Telkom, Telkomsel, Bank Mandiri, BRI, BNI, BCA, OCBC NISP) yang sudah beroperasi dan mengucurkan dana, kecuali BNI Modal Ventura yang baru mengumumkan kehadiran.

Masing-masing CVC memiliki mandat spesifik dari induk untuk mendukung keterbukaan terhadap inovasi yang berpotensi dapat digarap bersama ke depannya. Dalam konteks korporasi, pengembangan inovasi tidak bisa langsung direalisasikan dalam waktu cepat, meski sebenarnya siapa pun bisa melakukannya.

Kondisi yang sama juga diemban oleh BPTN Syariah Ventura. Dibandingkan perbankan lainnya, syariah sekalipun, bisnis utama BPTN Syariah adalah pembiayaan produktif untuk masyarakat pra/cukup sejahtera dengan nominal pinjaman mulai dari Rp2 juta dengan tenor satu tahun. Segmen ini berbeda dengan kebanyakan perbankan, makanya banyak kondisi-kondisi yang perlu dipertimbangkan saat BPTN Syariah melakukan digitalisasi.

Menariknya, karena induk BTPN Syariah Ventura ini adalah perbankan syariah, maka CVC-nya pun turut menyejajarkan diri. DailySocial.id berkesempatan untuk mewawancarai lebih dalam bersama Direktur Utama BTPN Syariah Ventura Ade Fauzan.

Hipotesis investasi

Dengan ranah bisnis yang tersegmentasi, kesempatan BTPN Syariah untuk masuk ke ranah digital ibaratnya pisau bermata dua. Sebab, proses digitalisasi di pedesaan dengan perkotaan adalah hal yang berbeda, termasuk dari kecepatan adopsinya. Kualitas jaringan internet adalah salah satu faktornya. Ade pun menyadari bahwa digitalisasi itu adalah suatu keniscayaan.

“Kami melihat bagaimana melakukan digital untuk segmen market-nya, makanya kami sebut teknologi untuk kebaikan. Tapi kami percaya perlu akselerasi lewat kolaborasi karena zaman sekarang muncul istilah baru, yakni kolaborasi, sebab memang tidak semua kebutuhan yang kita butuh itu harus bangun sendiri,” ujar Ade.

Sesuai mandat dari BTPN Syariah, hipotesis investasi yang dianut adalah mencari startup yang fokus pada pemberdayaan masyarakat pra/cukup sejahtera di kota lapis dua dan tiga. Dari total enam juta nasabah yang sudah terlayani di BTPN Syariah, harus mendapat nilai tambah dari setiap inovasi yang terjadi, dengan demikian kehidupan mereka semakin membaik.

Prinsip inilah yang akhirnya ditemukan dari Dagangan. Keputusan untuk menyuntik startup social commerce ini sebenarnya melalui tahapan yang tidak sebentar, bahkan jauh dari akhirnya BTPN Syariah Ventura resmi berdiri. Sedikit mengulang ke awal 2020, di situlah dimulainya kemitraan antara perusahaan dengan Dagangan.

Pada saat itu, Dagangan melakukan pilot project untuk mendukung para debitur BTPN Syariah untuk mengembangkan bisnis melalui pinjaman yang mereka terima. Dagangan menyediakan stok barang kelontong dalam bentuk paket-paket hemat yang bisa dibeli untuk nantinya dijual kembali oleh para mitra di lingkungan rumahnya. Karena berjualan barang kelontong, maka perputaran uangnya jauh lebih cepat hanya sekitar satu hingga dua hari saja.

“Ada kebutuhan untuk warung, yang mereka butuhkan akses terhadap barang. Nasabah kita bekerja sendiri untuk dukung keluarganya. Pain-nya access to supply, harus travel, harus tutup warung, artinya ada opportunity loss. Karena tidak sekadar barang, banyak startup yang menyediakan barang untuk warung, tapi yang sesuai BTPS cari tidak banyak, hanya Dagangan,” ucap Ade.

Dia melanjutkan, Dagangan mendedikasikan dirinya sebagai startup yang hanya menggarap kota lapis dua, tiga, dan empat, yang mana sejalan dengan strategi BTPN Syariah. Dari karakteristik model bisnisnya juga menarik karena Dagangan mengakomodasi nominal belanja dalam jumlah kecil, menyesuaikan dengan kebiasaan belanja pemilik warung.

“Pedagang kecil itu belanjanya dalam jumlah kecil, bukan botolan tapi sachetan. Nah Dagangan tipe barang-barangnya seperti itu, minimal order-nya juga tidak harus banyak. Kalau pemain lain itu minimal harus Rp1,5 jutaan. Kalau segitu [minimal belanja] nasabah kami enggak bisa order.”

Kemitraan tersebut berlanjut, sampai kedua perusahaan bahkan sudah mencapai integrasi API alias semakin serius karena mulai “buka dapur”. Kesepakatan tersebut diambil jauh sebelum BTPN Syariah Ventura peroleh izin dari regulator.

“Ke depannya kemitraan dengan Dagangan akan terus dilanjutkan, akan ada kolaborasi access to market untuk bantu perluas usaha kecil jangkau konsumen yang lebih luas.”

Setelah Dagangan, pihaknya akan terus mencari startup lainnya yang menyasar masyarakat desa dari berbagai vertikal. Meski tidak dirinci secara spesifik, BTPN Syariah mencari peluang-peluang kolaborasi dengan startup yang bermain di edtech, jual-beli digital, pelatihan, penyedia jasa pembayaran tagihan, penyedia barang perlengkapan rumah tangga, produsen/pemilik produk kebutuhan sehari-hari.

Layanan di atas diarahkan untuk membantu para konsumen BTPN Syariah yang terdiri dari nasabah, Mitra Tepat, Daya (program CSR), Ibu Tepat, dan lainnya.

Sumber: BTPN Syariah

Persaingan dengan VC

Hal menarik lainnya yang menjadi pertanyaan adalah mengapa baru sekarang BTPN Syariah masuk ke modal ventura, sementara korporasi lainnya sudah memulainya sejak empat hingga enam tahun lalu.

Ade pun menjawab bahwa terlambat atau tidaknya masuk ke modal ventura itu bicara mengenai prioritas. Bagi manajemen, kehadiran BTPN Syariah Ventura berada dalam momen yang tepat untuk mengakselerasi digital di induk perusahaan dan menciptakan ekosistem digital syariah.

“Tujuannya spesifik karena mandatnya sangat clear untuk bantu banknya [BTPN Syariah]. Karena proses bangun ekosistem digital syariah itu selama ini kita bangun sendiri. Ketika sudah berada di satu titik bisa ditinggalkan, source kita kemudian dialihkan untuk bangun VC. Jadi bukan terlambat atau tidak, tetapi memang kami atur milestone-nya.”

Dia menambahkan, prinsip yang selalu diunggulkan dari BTPN Syariah Ventura adalah selalu menjadi investor strategis, bukan ordinary investor atau investor yang mencari valuasi. Bagi Ade, valuasi adalah satu hal, tapi mengembangkan bisnis BTPN Syariah adalah hal terpenting.

Yuliati pengguna Dagangan dan pemilik warung di Desa Tempelsari, Kabupaten Sleman / Dagangan

“Ketika startup datang bantu nasabah kami tumbuh, maka mereka bantu BTPS tumbuh lebih besar. Kami sudah jalankan ini [bisnis bank syariah] sejak 2010 jadi kita tahu apa yang ultra mikro butuhkan, sekarang tinggal pilih yang mana dulu [mau diinvestasikan].

Karena menjadi investor strategis, pihaknya dapat menganalisis calon startup dengan memberikan pilot project dan akses ke nasabah. Dari situ, BTPN Syariah dapat mengukur efektivitasnya seperti apa, layak untuk dilanjutkan atau tidak. “Ketika masuk ke bisnis BTPS, market startupnya jadi bisa di-compare, sudah diukur risikonya. Beda halnya kalau mereka beda bisnis dengan kita, susah validasinya, jadi kita masuk ke area yang kita paham.”

Dana kelolaan BTPN Syariah Ventura tergolong mini, hanya Rp300 miliar (dari modal ditempatkan dan disetorkan penuh). Ade dan tim akan melakukan investasi dengan cerdas ke startup berkualitas. Proses investasi akan dilakukan dengan sabar dan tidak terburu.

Sebagai satu-satunya CVC syariah, sambung Ade, menjadi nilai unggul yang diberikan perusahaan kepada calon startup. Sebab, pihaknya memiliki dua orang Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang memastikan bahwa operasionalnya sesuai dengan ketentuan syariah yang diatur oleh DSN MUI, OJK, dan regulator terkait lainnya.

“Jadi dalam setiap penyertaan modal yang kami lakukan, maka startup tersebut harus mendapatkan opini kesesuaian syariah dari DPS BTPN Syariah Ventura.”

Ia pun tak khawatir dengan persaingan berebut dengan VC lainnya. Setidaknya, dalam rencana bisnis BTPN Syariah Ventura, dapat mendanai satu startup tiap tahunnya. Sayangnya, Ade tidak menyebutkan ticket size yang akan diberikan untuk tiap investasinya. Hanya disebutkan tergantung dari penyertaan modal yang dilakukan untuk setiap model bisnis dan rencana startup tersebut.

“Kami sudah ‘berkencan’ dengan Dagangan sebelum mereka terkenal seperti sekarang. Kami akan mencari Dagangan-Dagangan lain yang masih kecil tetapi punya potensi yang kami tahu potensi itu bisa menyelesaikan masalah,” tutup Ade.

Aplikasi Amaan Dorong Pengusaha Perempuan Mikro Naik Kelas

Layanan berbasis syariah dan peningkatan kapasitas perempuan, khususnya di segmen mikro, punya peran signifikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejak beberapa tahun terakhir, penggiat startup mulai mengeksplorasi model bisnis dan inovasi untuk mengakomodasi kebutuhan di segmen ini.

Eksplorasi juga dilakukan Ratih Rachmawaty, Mulia Salim, dan Taras Siregar dengan pengalaman mereka selama bertahun-tahun di industri perbankan syariah. Terakhir mereka menjadi direksi di BTPN Syariah, salah satu bank syariah terkemuka yang telah melantai di bursa. Ketiganya bersama Johny Ng, profesional di bidang IT, mendirikan Amaan, sebuah platform digital syariah untuk para pengusaha perempuan mikro. Hari ini, 8 Maret 2021, Amaan genap setahun beroperasi.

Amaan diposisikan sebagai platform beyond financial services yang saat ini sudah melayani konsumen di enam provinsi (Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Lampung), 100 kabupaten, dan 1700 kecamatan.

Apa saja layanan yang diberikan perusahaan dan bagaimana posisinya di pasar? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial mendapat kesempatan berbincang dengan tim Amaan yang diwakili Head of Go-to-Market Strategy Herman Haryanto, Head of People & Culture Fitri Dianasari, dan Digital Product Lead Ahmad Zarkasi.

Pendirian Amaan

Amaan diinkubasi dan dibangun kurang lebih dua tahun lalu, mulai dari ide, model bisnis, platform, hingga rekrutmen talenta yang relevan. Menurut Pendiri Amaan, ide ini lahir dari pengalaman mereka melayani segmen nano mikro. Mereka melihat masih banyak pelaku usaha yang memiliki keterbatasan modal untuk membangun usaha dan tak banyak yang mengakomodasi kebutuhan ini. Padahal, UMKM banyak dijalankan dan dimiliki perempuan.

Berdasarkan laporan Kementerian Koperasi dan UKM, saat ini terdapat 64,19 juta UMKM di Indonesia, di mana 99,92% merupakan usaha di segmen mikro dan kecil. Dari total tersebut, sekitar 34% usaha menengah dijalankan perempuan, sedangkan 56% usaha kecil dan 52% usaha mikro dimiliki perempuan.

Ini menjelaskan mengapa pada tahap awal Amaan masuk lewat layanan solusi keuangan dengan menjadi financing agent. Amaan menjadi kepanjangan tangan institusi finansial dalam membuka akses pembiayaan ke pengusaha perempuan mikro. Amaan menjalankan fungsi agen pembiayaan sebagai entry point yang menjadi cikal-bakal Amaan untuk mendongkrak layanan lain.

Dalam perjalanannya, para pendiri Amaan menemukan bahwa pelaku UMKM perempuan tak cuma membutuhkan akses terhadap pembiayaan atau layanan keuangan. “Para founder kami selalu selalu menekankan bahwa institusi keuangan itu sudah pasti dibutuhkan. Tapi masyarakat kita membutuhkan lebih dari sekadar akses keuangan. Mereka memerlukan aspek lain yang memampukan mereka mencapai level ‘manusia utuh’, insan kamil,” kata Fitri.

Kondisi ini mendorong pengembangan bisnis Amaan yang tidak hanya di sektor keuangan, tetapi juga merambah di kebutuhan-kebutuhan lain bagi para pengusaha perempuan mikro ini.

Financing Agent di kategori Inovasi Keuangan Digital

Amaan tercatat sebagai financing agent di kategori Inovasi Keuangan Digital (IKD) OJK. Perusahaan pertama kali meluncur bertepatan dengan International Women’s Day, yakni 8 Maret 2021, hari yang dianggap menjadi momentum penting mendorong pemberdayaan pelaku usaha perempuan di Indonesia.

Amaan menghadirkan berbagai fitur selain solusi keuangan, yaitu, fitur Belanja, Bincang Sehat, Belajar, dan Forum Promosi. Semua layanan ini dirancang dengan harapan dapat merealisasikan tiga tujuan utama pelaku usaha perempuan mikro, yakni menyekolahkan anak ke jenjang paling tinggi, memiliki/merenovasi rumah impian, dan berangkat haji/umroh.

“Mengapa kami bangun layanan secara ‘borongan’? Kami lakukan riset, berbicara dengan ibu-ibu. Ketika ditanya apa ekspektasi mereka terhadap layanan digital, mereka sederhananya mengaku ingin mendapat akses yang sama ke berbagai layanan digital seperti orang-orang di kota besar. Kebutuhan ini sebetulnya sudah kami ketahui sejak lama, tapi saat itu pergerakan kami terbatas karena kami masih bekerja di bank,” tutur Herman.

Dari belanja hingga forum promosi

Fitri dan Zarkasi memaparkan lebih lanjut terkait pengembangan produk atau layanan lainnya. Seluruh layanan ini dirancang berdasarkan riset konsumen dan masalah yang mereka hadapi di lapangan. Aplikasi Amaan telah tersedia untuk pengguna Android dan sudah diunduh lebih dari satu juta kali. Rating aplikasi berada di skala 4.3.

Di fitur Pembiayaan, pengguna dapat memonitor jumlah modal yang diterima, kapan pembayaran angsuran, hingga sisa modal. Di fitur Belanja, Zarkasi mengaku layanan ini termasuk yang sudah dikembangkan lebih jauh dan beroperasi di beberapa area. Layanan Belanja menggunakan konsep group buying memanfaatkan basis komunitas pengguna Amaan.

Dengan model ini, Amaan berharap dapat mengatasi masalah ibu-ibu yang sangat peduli terhadap harga produk dan masalah kepercayaan ketika belanja online. “Dengan membeli berbagai kebutuhan pokok di harga lebih murah, pengguna Amaan bisa saving lebih banyak,” kata Zarkasi.

Sesuai dengan prinsip pengembangan Amaan, seluruh produk yang akan/sudah diluncurkan dirancang dengan model kemitraan. Sama seperti pembiayaan, Amaan belum berpikir untuk membangun sistem supply chain tersendiri untuk mengoperasikan layanan Belanja. Mereka memilih kolaborasi dengan mitra.

Selanjutnya, Amaan menyiapkan fitur Bincang Sehat yang memudahkan pengguna berkonsultasi dengan dokter umum dan psikolog. Layanan ini belum sepenuhnya dirilis dan bersifat uji coba. Demikian juga fitur Belajar yang memberikan kemudahan akses ragam konten berbasis artikel, video, dan podcast secara gratis. “Untuk layanan ini, arah kami ingin menghadirkan layanan pendidikan, di mana anak dari pemilik usaha bisa berlangganan modul belajar,” tutur Fitri.

Jajaran C-Level Amaan

Berikutnya pengguna dapat mengoptimalkan fitur Catatan Keuangan untuk memonitor pendapatan dan pengeluaran yang masuk. Para pelaku usaha dapat mempromosikan produknya di platform Amaan. Seperti layaknya platform iklan baris, pemesanan dan pengiriman barang di segmen ini dilakukan tanpa keterlibatan platform.

Layanan-layanan ini menjadi salah satu strategi Amaan untuk mendorong keloyalan pengguna (atau yang biasa disebut retention rate).

“Intinya, layanan keuangan menjadi semacam hook atau entry point ke target pasar kami. Ketika mereka sudah terpincut dengan use case pertama, kami akan buka dengan use case lain, misalnya Belanja, supaya bisa langsung dilakukan di aplikasi kami. Kami ingin coba memahami journey pengguna setelah dapat pembiayaan. Apakah mereka excited dengan layanan lain yang sifatnya teaser ini? Semua itu jadi insight untuk melakukan riset konsumen secara lebih dalam ke pengembangan selanjutnya,” jelas Zarkasi.

Pendekatan hibrida dan inklusi digital

Sebagaimana disebutkan di awal, Amaan berupaya membawa value proposition yang berbeda dengan platform digital lain. Menurut Fitri, pihaknya tak ingin cuma masuk lewat inklusi keuangan, tetapi juga melibatkan inklusi digital demi meningkatkan literasi para pelaku usaha perempuan.

Dari riset lapangan yang mereka jumpai, masih banyak ibu-ibu yang belum melek digital, apalagi memahami istilah-istilah digital, seperti pengertian dan cara kerja OTP, cara mengunduh aplikasi, atau cara membuat email.

“Salah satu nilai kami adalah mencerdaskan konsumen dalam menggunakan layanan digital dan mengatur keuangan. Kemudian, nilai lainnya adalah peduli dengan pengusaha perempuan dan keluarga. Ketiga, disiplin dalam melakukan tugas sehari-hari yang coba kami ajarkan lewat aplikasi,” ungkap Fitri.

Untuk itu, Amaan menggunakan pendekatan hibrida dengan mengawinkan sentuhan teknologi dan interaksi manusia di beberapa fitur agar pengguna dapat memakai layanannya. Proses interaksi KYC (Know Your Customer) dilakukan secara langsung (offline)  dan hasilnya dilaporkan ke mitra bank.

Di layanan agen pembiayaan, Amaan mempekerjakan Community Development Partner (CDP) atau disebut “Kakak Idaman” untuk membina “Ibu Idaman” (community leader) yang menaungi komunitas ibu-ibu. 

Di layanan Belanja dan Pembiayaan, pengguna baru bisa memakai layanan ini secara hibrida (self-service dan didampingi CDP). “Tidak semua layanan akan didampingi CDP seterusnya karena CDP hanya bantu sosialisasi. Semua ini sudah kami tata sampai lima tahun ke depan, di mana mereka assisted hingga menjadi self-service. [Untuk fitur] Telekonsultasi atau layanan belajar, semua self-service,” kata Herman. 

Brand positioning

Dengan ragam penjelasan produk, model bisnis, dan cara kerjanya, bagaimana Amaan memposisikan platformnya di pasar? Herman menegaskan Amaan dikembangkan lebih dari sekadar platform yang menyediakan layanan keuangan. Mereka bukanlah produk pinjaman online atau platform P2P lending.

Menurutnya, belum ada platform digital di Indonesia yang menghadirkan berbagai layanan digital untuk pelaku usaha perempuan, terutama untuk segmen ultra mikro. 

Bicara rencananya di tahun 2022, Herman memastikan bahwa saat ini pihaknya masih akan fokus untuk meningkatkan ketersediaan layanan di enam provinsi. Menurutnya, penetrasi pasar di daerah-daerah tersebut masih memiliki peluang besar untuk ditingkatkan.

“Amaan adalah platform yang membantu ibu-ibu mengakses pembiayaan dan layanan lain untuk kehidupan sehari-hari, baik itu layanan kesehatan, belanja, maupun pendidikan. Amaan adalah ‘Digital Mass Market Ecosystem Platform’ untuk memberdayakan pengusaha perempuan dan keluarga,” tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

BTPN Mendirikan Perusahaan Ventura BTPNS Syariah, Mendorong Ekosistem Digital yang Dilayani Bank

PT Bank BTPN Tbk (IDX: BTPN) dan PT Bank BTPN Syariah Tbk (IDX: BTPS) resmi mendirikan perusahaan ventura BTPNS Ventura pada Jumat (22/10) lalu. Pembentukan ventura ini akan membantu induk usaha untuk melakukan investasi di bidang digital.

Berdasarkan keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), BTPNS Ventura memiliki modal dasar Rp80 miliar. Kemudian, modal ditempatkan dan disetor penuh sebesar Rp20 miliar.

Dengan pembentukan ini, BTPS menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan saham sebesar 99% atau setara Rp19,8 miliar. Sementara, BTPN mengantongi satu persen atau sekitar Rp200 juta.

Direktur Kepatuhan dan Sekretaris Perusahaan BTPN Syariah Arief Ismail mengatakan bahwa BTPNS akan melakukan kegiatan usaha modal ventura syariah, mengelola dana ventura, dan kegiatan usaha lain sesuai persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Tujuan pembentukan anak usaha ini untuk menunjang kegiatan usaha dan aspirasi BTPN Syariah dalam mewujudkan digital ekosistem bagi segmen yang dilayani bank,” demikian dalam keterangan tertulisnya.

Dalam keterbukaan informasi yang dirilis Sabtu (23/10), perusahaan menyebutkan bahwa belum ada dampak secara material mengingat BTPNS Ventura belum efektif menjalankan kegiatan usaha. BTPNS Ventura baru akan efektif setelah mendapatkan persetujuan dari otoritas terkait.

CVC di Indonesia

CVC merupakan perpanjangan investasi perusahaan untuk mempertemukan inovasi teknologi dengan bisnis dan akses pasar dari perusahaan induk. Tujuan akhirnya adalah menyinergikan layanan digital dengan bisnis milik perusahaan.

Sementara itu, beberapa bank lain sudah lebih dulu membentuk CVC untuk menyinergikan portofolio inovasi dengan bisnis dan layanannya. Beberapa di antaranya adalah MDI Ventures, pionir CVC yang berada di bawah naungan Telkom Group, BRI Ventures oleh BRI, Mandiri Capital Indonesia (MCI) oleh Mandiri, dan Central Capital Ventura (CCV) oleh BCA.

Langkah BTPN mendirikan corporate venture capital (CVC) menunjukkan arah strategi barunya untuk mengembangkan ekosistem layanan keuangan, terutama bagi digital banking Jenius.

Apalagi, selama ini Jenius mengadopsi konsep co-create dengan melibatkan masyarakat tech savvy pada setiap pengembangan layanan/fitur digital banking. Saat ini, Jenius memiliki  3,3 juta pengguna di semester I 2021.

Unit CVC yang dioperasikan perusahaan di Indonesia / DSResearch