Transformasi Bundamedik Ciptakan Rantai Digital Layanan Kesehatan

Bundamedik Healthcare System (BHMS) adalah perusahaan penyedia layanan kesehatan Indonesia yang aktif mengeksplorasi pemanfaatan teknologi medis modern. Bundamedik berawal dari klinik bersalin yang didirikan pada 1973 oleh dr. Rizal Sini, ayah dari dr. Ivan Rizal Sini yang kini menduduki posisi Komisaris Utama Bundamedik.

Bundamedik kemudian berkembang menjadi pemilik jaringan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Bunda hingga laboratorium Diagnos. Perusahaan cukup aktif mengeksplorasi inovasi kesehatan lewat kucuran investasinya di beberapa startup healthtech, yaitu Klinik Pintar, Asa Ren, dan Nalagenetics. dr. Ivan diketahui juga merupakan salah satu Founder Moosa Genetics, startup bioteknologi untuk industri peternakan.

Dalam kapasitasnya sebagai Komisaris Utama, dr. Ivan Rizal Sini mengurai lika-liku tantangan makro industri kesehatan hingga upaya transformasinya untuk mengatasi isu mikro terhadap customer journey pasien.

Isu industri kesehatan

Data terbaru yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 mencatat terdapat 176.110 jumlah dokter di Indonesia yang mencakup dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis. Namun, angka tersebut belum memenuhi standar ideal WHO yang mematok rasio 1 dokter per 1.000 penduduk. Rasio dokter di Indonesia baru 0,63 dokter per 1.000 penduduk.

Keterbatasan sumber daya di industri kesehatan sejak lama menjadi satu dari rentetan isu di industri kesehatan selain isu aksesibilitas dan keterjangkauan biaya. Namun, kesenjangan isu tersebut diakui dr. Ivan baru benar-benar disadari saat pandemi Covid-19 merebak tiga tahun lalu.

“Tantangan mikro tidak akan lepas apabila isu makronya tidak dibereskan dulu. Saya mengapresiasi apa yang dilakukan pemerintah untuk mengidentifikasi kebutuhan healthcare berdasarkan masalah populasi. Dengan transformasi digital [Kementerian Kesehatan] di level makro, kita bisa bicara tentang apa yang bisa di-resolve di level mikro,” ungkapnya kepada DailySocial.id.

Dalam uraiannya, industri kesehatan adalah rantai layanan yang panjang, mencakup aspek edukasi, screening, deteksi dini, pengobatan kuratif, dan pengobatan paliatif. Namun, ia menilai kebanyakan RS fokus pada pengobatan kuratif dan paliatif. Tidak banyak yang masuk ke level edukasi dan yang sifatnya preventif. Alhasil, banyak pasien datang ketika sakit. Fasilitas kesehatan tidak banyak terlibat pada level screening untuk mengidentifikasi kebutuhan pasien.

We cannot tell what’s actually their needs. Orang tidak tahu apa yang sebetulnya diperlukan untuk membuat new demand. Sejauh mana kita bisa membuat demand baru. Saat ini, the gap is just too big for us to decide [sejauh mana kita menyelesaikan isu ini], baru sampai di sini saja. Penyakit ada banyak, belum bicara edukasi, proses pelayanan di RS, dan kecepatan diagnosis yang perlu ditingkatkan,” tuturnya.

Hal ini juga membuat disrupsi di industri kesehatan tidak semudah sektor lain, seperti layanan keuangan atau transportasi. Layanan kesehatan memiliki kompleksitas tinggi karena mencakup beragam jenis penyakit, data kesehatan dan kebutuhan pasien. Regulasinya sangat ketat karena berkaitan erat dengan nyawa manusia.

Sebagai gambaran, disrupsi layanan kesehatan di Indonesia kebanyakan masih fokus pada telemedis, baik dikembangkan oleh faskes atau bermitra dengan pemilik platform, seperti Halodoc dan Alodokter. Kendati sudah lebih dulu muncul sebelum pandemi, penggunaannya baru masif sejak 3-4 tahun terakhir karena urgensi penanganan Covid-19. Masyarakat Indonesia kebanyakan memanfaatkan telemedis untuk konsultasi dokter (40%) dan membeli obat (30%) menurut survei Deloitte pada 2022.

Digitalisasi Bundamedik

Dengan mengurai berbagai isu di industri kesehatan, Bundamedik berupaya untuk mentransformasikan pelayanan kesehatan, tak hanya berdasarkan urgensi kebutuhan, tetapi juga melihat skala ekonominya.

“Dalam 5-10 tahun terakhir, kami banyak eksplorasi kebutuhan untuk meningkatkan proses pada layanan klinis. Kami menyamakan semua sistem ke dalam satu platform sejak 5 tahun ini. We don’t mind to get in early stage of innovation karena Bundamedik punya banyak inisiatif agar nanti dapat saling melengkapi satu sama lain. Peningkatan di proses internal sangat penting lewat digitalisasi.”

Dari aspek pelayanan, dr. Ivan memetakan beberapa masalah yang kerap dialami pasien sejak awal hingga ia berobat. Misalnya, waktu tunggu di RS. Menurutnya, waktu tunggu bisa menjadi jauh lebih lama dari perkiraan karena faktor tak terduga, seperti operasi mendadak. Contoh isu lainnya adalah sulitnya untuk membuat jadwal konsultasi dengan dokter.

Bundamedik membentuk divisi khusus Digital Transformation and Customer Engagement (DTCE) yang akan berfungsi untuk mengevaluasi customer journey pasien menjadi digital journey, termasuk mengatasi masalah yang dihadapi oleh pasien. Hasilnya diterjemahkan lewat platform OneBunda yang meluncur pada Maret 2023. Klaimnya, aplikasi OneBunda telah dimanfaatkan lebih dari 65.000 pasien Bundamedik.

Saat ini, pasien dalam melakukan telekonsultasi, membuat jadwal konsultasi, termasuk vaksinasi anak. Untuk meningkatkan journey pasien, pihaknya berencana untuk menghubungkan OneBunda sebagai entry point dengan pihak ketiga di ekosistem kesehatan

OneBunda dikembangkan sebagai channeling platform yang akan terhubung ke ekosistem milik Bundamedik maupun inisiatif lainnya. Selain jaringan RS, Bundamedik menaungi program bayi tabung Morula dan Lab Diagnos. Integrasi ini memungkinkan Bundamedik untuk membuka akses satu pintu terhadap pasien-pasien yang memiliki customer journey berbeda.

Sumber: Bundamedik Healthcare System

“Kami ingin buka API ke berbagai pihak yang fokus di customer journey dan pelayanan klinis, tetapi secara bertahap. Ini akan membantu kami menjaga tingkat retensi pasien. Dengan digitalisasi, kita tahu berapa banyak drop out dari pasien yang datang ke Bundamedik. Ini penting untuk mengevaluasi pasien yang punya tingkat tingkat kembali yang tinggi maupun churn rate tinggi.

Selain jaringan miliknya, pihaknya juga dapat bersinergi dengan portofolio investasinya. Misalnya, startup clinic chain Klinik Pintar. Ia menyebut rujukan tak selalu datang dari dokter, bisa saja dari klinik atau laboratorium. Sinerginya dengan Klinik Pintar dapat memungkinkan hal tersebut.

Use case lain yang dapat disinergikan dengan portfolio startup di Bundamedik adalah pengembangan health passport berbasis elektronik, yang akan berisikan informasi kesehatan pasien. Health passport merupakan salah satu produk yang dikembangkan oleh startup biotech Asa Ren.

“Menghubungkan OneBunda ke ekosistem kesehatan ini akan memudahkan klien atau pasien di Bundamedik. Mereka bisa memiliki layanan kesehatan yang personalized,” tambah dr. Ivan.

Pengembangan genomik

Dalam posisinya sebagai Ketua Asosiasi Genomik Indonesia (AGI), ia juga bicara tentang potensi BGSi dalam mendorong kemunculan startup-startup baru yang mungkin akan memiliki fokus pada penyakit kronis tertentu, seperti diabetes atau kanker paru. Mereka dapat memanfaatkan data yang dikumpulkan BGSi tanpa perlu mengumpulkan sample dari awal.

BGSi atau Biomedical & Genome Science Initiative adalah inisiatif pertama Kementerian Kesehatan untuk mengembangkan metode pengobatan yang tepat bagi masyarakat. Pihaknya menargetkan pengumpulan 100 ribu sample pada 2025 untuk dipetakan data genomenya. Pengumpulan sample ini juga menjadi landasan penting untuk menghasilkan tes yang relevan dan akurat karena menggunakan basis populasi orang Indonesia sendiri.

Tak cuma untuk kebutuhan manusia saja, genomik juga dapat diaplikasikan pada tumbuh-tumbuhan dan hewan. dr. Ivan mencontohkan bagaimana tes genomik memungkinkan kita untuk mengidentifikasi profil padi yang paling tahan terhadap hama, atau pupuk yang paling sesuai.

“Makanya, saya sangat antusias mengajak teman-teman untuk membangun AGI, karena ini harus bisa merepresentasikan industri. Bukan sekadar dari sisi sains, tapi bagaimana industri healthcare yang basisnya di level genomik itu bisa dikembangkan. [Asosiasi] ini harus bisa inklusif, siapapun boleh masuk.”

Saat ini, AGI memiliki hampir sekitar 70 anggota dan lebih dari 15 institusi.

Application Information Will Show Up Here

GajiGesa Secures Pre Series A Funding Worth of $6,6 Million Led by MassMutual Ventures

Fintech startup GajiGesa announced a pre-series A funding of $6.6 million or equivalent to 94.5 billion Rupiah. MassMutual Ventures led this round with the participation of some new investors, including January Capital, Wagestream, Bunda Group, and Smile Group. There are also individual investors, such as Oliver Jung, Northstar Group’s Partner Patrick Walujo, Ula’s CEO, Nipun Mehram, and Stripe’s Business Lead for APAC, Noah Pepper.

Meanwhile, also participated the previous investors, including Defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, and Next Billion Ventures.

“GajiGesa’s integrated platform can combine customer-centric product design and world-class technology infrastructure to ensure its unique position to empower underserved markets and help expand financial resilience for millions of people in Southeast Asia,” MassMutual Ventures’ Managing Director, Anvesh Ramineni said in the release.

Wagestream’s Co-Founder & CEO, Peter Briffet said that he was amazed by GajiGesa’s innovative product roadmap and marketing speed. “We are currently accelerating our shared mission to improve the financial health of workers around the world,” he said.

Recently, GajiGesa also received an additional strategic investment four months after announcing its seed funding of $2.5 million. The fresh money comes from OCBC NISP Ventura and several angel investors, one of which is Edward Tirtanata through Kenangan Kapital.

An interesting fact, Bunda Group is listed as one of GajiGesa’s recent pre-series A investors. According to DailySocial.id’s data, GajiGesa is Bunda Group’s second portfolio which also an affiliate of PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), the owner of an integrated health service ecosystem, from a network of hospitals, clinics, laboratories, and medical evacuations.

Multiplying business growth

Since the last year, digital transformation has becoming a significant trend within the company’s scope. The adoption of various digital solutions is required to reduce physical interactions and accelerate business processes constrained by the Covid-19 pandemic.

On a general note, GajiGesa is an integrated platform that allows partner companies to manage workforce and cash flow, also to empower the employers with services related to financial management.

One of its solutions is the Earned Wage Access (EWA) which allows employees to make payroll withdrawals on demand and faster than the traditional monthly payment cycle. This solution was developed to reduce dependence on illegal lenders.

Based on the company’s data, EWA has recorded 40-fold growth since January 2021, and has been used by various industrial sectors, such as plantations, retail, hospitals, restaurants, technology, and manufacturing. Currently, GajiGesa has partnered with 120 companies and serves hundreds of thousands of employees in Indonesia.

GajiGesa’s Founders, Vidit Agrawal and Martyna Malinowska discover an explosive growth trend in 2021 in line with the increasing interest of domestic and international investors in this funding round. Moreover, Indonesia becomes the main target market in Southeast Asia.

In addition, his team projects more large companies are starting to use a holistic approach to improve employee welfare.

Agrawal said that this investment is a proof that his team has built a business with strong fundamentals. Therefore, GajiGesa will double its business growth through this investment to expand financial stability for millions of workers in Southeast Asia.

“GajiGesa has doubled its team member over the past six months. We want to use this fresh fund to accelerate product development, grow our business across Indonesia, and expand our market throughout Southeast Asia,” he said.

Malinowska added, “in these turbulent times, our platform has become a valuable tool for employers to provide simple solutions and reduce financial burdens. The pandemic has emphasized the essential of having an empowered workforce and the benefits of a holistic workplace,” she said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

GajiGesa Memperoleh Pendanaan Pra-Seri A 94,5 Miliar Rupiah Dipimpin MassMutual Ventures

Startup fintech GajiGesa mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $6,6 juta atau sekitar 94,5 miliar Rupiah. MassMutual Ventures memimpin putaran ini dengan partisipasi dari sejumlah investor baru, antara lain January Capital, Wagestream, Bunda Group, dan Smile Group. Kemudian, investor individual, yaitu Oliver Jung, Partner Northstar Group Patrick Walujo, CEO Ula Nipun Mehram, serta Business Lead Stripe untuk APAC Noah Pepper.

Sementara itu, ada beberapa investor sebelumnya yang kembali berpartisipasi dalam pendanaan kali ini, antara lain defy.vc, Quest Ventures, GK Plug and Play, dan Next Billion Ventures.

“Platform terintegrasi GajiGesa dapat menggabungkan desain produk yang berpusat pada pelanggan dan infrastruktur teknologi kelas dunia, serta untuk memastikan posisi unik mereka dalam memberdayakan pasar yang kurang terlayani dan membantu memperluas ketahanan finansial bagi jutaan orang di Asia Tenggara,” ujar Managing Director MassMutual Ventures Anvesh Ramineni dalam keterangan resminya.

Co-Founder & CEO Wagestream Peter Briffett mengatakan bahwa pihaknya kagum dengan peta jalan produk inovatif dan kecepatan pemasaran yang dibuat oleh GajiGesa. “Saat ini kami mempercepat misi bersama kami untuk meningkatkan kesehatan keuangan pekerja di seluruh dunia,” tuturnya.

Beberapa waktu lalu, GajiGesa mendapatkan tambahan investasi strategis selang empat bulan usai mengumumkan pendanaan tahap awal sebesar $2,5 juta. Tambahan investasi ini diperoleh dari OCBC NISP Ventura dan sejumlah angel investor, salah satunya adalah Edward Tirtanata melalui Kenangan Kapital.

Menariknya, pada jajaran investor baru pra-seri A ini, terdapat Bunda Group yang kembali terlibat dalam pendanaan startup. Menurut catatan DailySocial.id, GajiGesa menjadi portofolio kedua yang diinvestasikan oleh Bunda Group yang merupakan afiliasi dari PT Bundamedik Tbk (IDX: BMHS), pemilik ekosistem layanan kesehatan terintegrasi, mulai dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, dan evakuasi medis.

Menggandakan pertumbuhan bisnis

Tren transformasi digital di lingkup perusahaan mulai terakselerasi secara signifikan sejak tahun lalu. Adopsi berbagai solusi digital dibutuhkan untuk mengurangi interaksi fisik dan mempercepat proses bisnis yang terkendala akibat pandemi Covid-19.

Seperti diketahui, GajiGesa merupakan platform terintegrasi yang memungkinkan perusahaan mitra untuk mengelola tenaga kerja dan arus kas hingga memberdayakan pemberi kerja dengan layanan terkait manajemen keuangan.

Salah satu solusinya adalah Earned Wage Access (EWA) yang memungkinkan karyawan untuk melakukan penarikan gaji sesuai permintaan dan lebih cepat dari siklus pembayaran tradisional secara bulanan. Solusi ini dikembangkan untuk mengurangi ketergantungan pada pemberi pinjaman ilegal.

Berdasarkan data perusahaan, solusi EWA telah mencatatkan pertumbuhan sebesar 40 kali lipat sejak Januari 2021, dan telah digunakan oleh berbagai sektor industri, seperti pabrik, perkebunan, ritel, rumah sakit, restoran, teknologi, dan manufaktur. Saat ini, GajiGesa telah bermitra dengan 120 perusahaan dan melayani ratusan ribu karyawan di Indonesia.

Para Founder GajiGesa, yakni Vidit Agrawal dan Martyna Malinowska melihat tren pertumbuhan eksplosif di 2021 sejalan dengan meningkatnya minat investor domestik dan internasional terhadap putaran pendanaan ini. Terlebih Indonesia merupakan target pasar utama di kawasan Asia Tenggara.

Selain itu, pihaknya melihat semakin banyak perusahaan besar yang mulai menggunakan pendekatan holistik untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan.

Vidit mengatakan bahwa investasi ini menjadi bukti bahwa timnya telah membangun bisnis dengan fundamental kuat. Maka itu, GajiGesa akan menggandakan pertumbuhan bisnis melalui investasi ini untuk memperluas stabilitas keuangan bagi jutaan pekerja di Asia Tenggara.

“Tim GajiGesa telah bertambah dua kali lipat selama enam bulan terakhir. Kami ingin menggunakan dana segar ini untuk mempercepat pengembangan produk, menumbuhkan bisnis di seluruh Indonesia, dan ekspansi pasar di seluruh Asia Tenggara,” ucapnya.

Sementara Martyna menambahkan, “di masa yang penuh gejolak ini, platform kami menjadi tool yang sangat berharga bagi pengusaha untuk dapat memberikan solusi sederhana dan mengurangi beban keuangan. Pandemi telah menekankan pentingnya memiliki tenaga kerja yang berdaya dan manfaat tempat kerja yang holistik,” ungkapnya.

Application Information Will Show Up Here

Klinik Pintar Secures 58 Billion Rupiah Series A Funding

Healthtech startup Klinik Pintar announced the series A funding of $4.15 million or around 58 billion Rupiah. Golden Gate Ventures led the funding, with the participation of Bundamedik Healthcare System (BMHS), Skystar Ventures, and Sequis Life.

Golden Gate Ventures previously invested in Klinik Pintar in a pre-series A funding round in November 2020, along with two other investors, Venturra Discovery and Kenangan Kapital, an angel fund owned by Kopi Kenangan’s Co-founder, Edward Tirtanata.

In his official statement, Golden Gate Ventures’ representative, Justin Hall expressed optimism about the Indonesian health industry. Hall said, Indonesia has a great potential growth and Klinik Pintar is taking part in this growth by building an integrated health ecosystem. “The previously mentioned convinces us to support Klinik Pintar in advancing the health system through this funding support,” he explained.

Meanwhile, the BMHS’ representative, dr. Ivan Sini said that his participation in Klinik Pintar funding signifies the company’s commitment to developing an integrated health service ecosystem with Smart Clinics in Indonesia. “This synergy can be started from the referral system, laboratory, and supply chain,” he said.

For information, the Smart Clinic under the auspices of PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) offers a solution through a profit sharing system with the clinic owner. This collaboration is in the form of providing technology solutions to digitize business processes and services, standardization, and investment that can help clinic owners develop their businesses and increase value-based care.

In order to realize this integrated health ecosystem, Klinik Pintar continues to develop the Klinik OS (Operating System) digital platform that digitizes operations and empowers clinics through digital. It includes online and offline end-to-end services, comprehensive standardization of SOPs, inventory and managerial management, and digitally connecting between clinics in the network and other supporting partners.

Service development in 2022

DailySocial.id had a chance to interview Medigo’s Co-founder & CEO, Harya Bimo regarding the future business plan using this new funding. On this occasion, the man who is familiarly called Bimo emphasized that from now on, Medigo will use Klinik Pintar as the branding of its services in the future.

In accordance with its mission to become a clinic supply chain provider in Indonesia, this new funding will be used to expand the Klinik Pintar network and services. Currently, Klinik Pintar already has 120 clinics available in 60 cities throughout Indonesia.

“We have proven that the framework [through the clinical supply chain model] is successful. Therefore, in the next two years, we want to strengthen existing services by increasing the value of the Smart network through service interoperability,” he said.

One of which is service synergy with the ecosystem owned by BMHS. To strengthen this synergy, BMHS has invested in series A shares totaling 2339 shares which were issued and issued in Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, with a direct share investment of $1.5 million or equivalent to Rp21 billion on 8 November. BMHS is part of the clinic’s operational partner through the Smart Clinic digital network.

This synergy will be performed by the Bundamedik Healthcare System, which is an integrated health service ecosystem belonging to PT Bundamedik Tbk, and consists of a network of hospitals, clinics, laboratories, to medical evacuation.

His team will implement a digital-based referral system, both to hospitals and laboratories, by utilizing the ecosystem owned by BMHS. According to Bimo, so far the referral system in Indonesia is still paper-based, which is considered inefficient for patients and health workers.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

With digital referrals, doctors and health workers can see the patient’s previous track record. In another example, a patient who is referred for laboratory tests can collect the results at the Klinik Pintar.

“We are trying to empower existing clinics. Considering that not all clinics have laboratories, we take an approach with a network strategy. Now, BMHS has a similar idea to what we are looking for. Our main synergy is to address the needs in areas that so far do not have access to laboratories. We “We will develop this network synergy with BMHS. Our target next year is to build 400 clinics,” he explained.

In another use case, Klinik Pintar will also improve interoperability in the supply chain by connecting clinics and suppliers (principals). Thus, clinics can order various medical equipment and health products, such as pharmaceuticals, vaccines, syringes, and gloves.

“We want to go national now. Currently, we supply gradually in Jabodetabek. Our next target is Java and outside Java. At the very least, our target is to be able to penetrate new cities every quarter. We are also collaborating with big pharmaceutical players because our permits are not distributors,” Bimo said.

In addition, his team will open new access for maternal and child services. Bimo assessed that this segment was still underserved in Indonesia, especially during the Covid-19 pandemic. Klinik Pintar will provide a number of services, including home care and telemedicine through video calls.

Finally, his team is also developing a number of health programs as a preventive measure for serious diseases (diabetes, hypertension, heart) through a health plan. Currently, the program is only marketed to B2B consumers.

“Many internal diseases can’t actually be handled via chat and one meeting. An offline and online approach is required, not only teleconsultation, but also monitoring. This is one of the challenges we see in hospitals and clinics, not in handling severe symptoms,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Klinik Pintar Memperoleh Pendanaan Seri A Sebesar 58 Miliar Rupiah

Startup healthtech Klinik Pintar mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $4,15 juta atau sekitar 58 miliar Rupiah. Golden Gate Ventures kembali terlibat dan kali ini memimpin pendanaan, ditambah partisipasi PT Bundamedik Tbk (BMHS), Skystar Capital, dan Sequis Life.

Golden Gate Ventures sebelumnya berinvestasi di Klinik Pintar pada putaran pendanaan pra-seri A yang diumumkan November 2020, bersama dua investor lainnya, yaitu Venturra Discovery dan Kenangan Kapital yang merupakan angel fund milik Co-founder Kopi Kenangan Edward Tirtanata.

Dalam keterangan resminya, perwakilan Golden Gate Ventures Justin Hall mengungkap optimistis terhadap industri kesehatan Indonesia. Menurut Hall, potensi pertumbuhan di Indonesia sangat besar dan Klinik Pintar mengambil peran dalam pertumbuhan tersebut dengan membangun ekosistem kesehatan terintegrasi. “Hal di atas meyakinkan kami mendukung Klinik Pintar dalam memajukan sistem kesehatan melalui sokongan pendanaan ini,” paparnya.

Sementara itu, perwakilan BMHS dr. Ivan Sini menambahkan bahwa partisipasinya di pendanaan Klinik Pintar menandakan komitmen perusahaan untuk mengembangkan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi bersama Klinik Pintar di Indonesia. “Sinergi ini dapat dimulai dari sistem rujukan, laboratorium, dan supply chain,” katanya.

Sebagai informasi, Klinik Pintar di bawah naungan PT Medigo Teknologi Kesehatan (Medigo) menawarkan solusi melalui sistem bagi hasil dengan pemilik klinik. Kerja sama ini berupa pemberian solusi teknologi untuk mendigitalkan proses bisnis dan layanan, standardisasi, dan investasi yang dapat membantu pemilik klinik mengembangkan usaha dan meningkatkan value based-care.

Demi mewujudkan ekosistem kesehatan terintegrasi ini, Klinik Pintar terus mengembangkan platform digital Klinik OS (Operating System) yang mendigitalkan operasional dan memberdayakan klinik melalui digital. Digitalisasi ini meliputi layanan end-to-end secara online dan offline, standardisasi SOP menyeluruh, pengelolaan inventaris dan manajerial, dan menghubungkan antar-klinik di jaringan dan mitra pendukung lainnya secara digital.

Rencana pengembangan layanan di 2022

DailySocial.id berkesempatan mewawancarai Co-founder & CEO Medigo Harya Bimo terkait rencana bisnis ke depan dengan pendanaan baru ini. Pada kesempatan ini, pria yang karib disapa Bimo ini menegaskan bahwa kini Medigo akan memakai nama Klinik Pintar sebagai branding layanannya ke depan.

Sesuai misinya untuk menjadi penyedia supply chain klinik di Indonesia, pendanaan baru ini akan digunakan untuk mengekspansi jaringan dan layanan Klinik Pintar. Saat ini, Klinik Pintar sudah memiliki 120 klinik yang tersedia di 60 kota di seluruh Indonesia.

“Kami sudah membuktikan bahwa framework [melalui model supply chain klinik] ini berhasil. Maka itu, dalam dua tahun ke depan, kami ingin memperkuat layanan yang sudah ada dengan meningkatkan value jaringan Pintar lewat interoperabilitas layanan,” ungkapnya.

Salah satunya adalah sinergi layanan dengan ekosistem yang dimiliki BMHS. Untuk memperkuat sinergi ini, BMHS melakukan penyertaan saham seri A sejumlah 2339 lembar saham yang ditempatkan dan dikeluarkan dalam Klinik Pintar Technologies Pte Ltd, dengan penyertaan saham langsung $1,5 juta atau setara Rp21 miliar pada 8 November lalu. BMHS menjadi bagian dari mitra operasional klinik melalui jaringan digital Klinik Pintar.

Sinergi ini akan dilakukan Bundamedik Healthcare System yang merupakan ekosistem layanan kesehatan terintegrasi milik PT Bundamedik Tbk, dan terdiri dari jaringan rumah sakit, klinik, laboratorium, hingga evakuasi medis.

Pihaknya akan mengimplementasi sistem rujukan berbasis digital, baik ke rumah sakit maupun laboratorium, dengan memanfaatkan ekosistem yang dimiliki BMHS. Menurut Bimo, selama ini sistem rujukan di Indonesia masih berbasis kertas yang dinilai kurang efisien bagi pasien dan petugas kesehatan.

Klinik Pintar
Klinik Pintar

Dengan rujukan digital, dokter dan petugas kesehatan dapat melihat rekam jejak pasien sebelumnya. Pada contoh lain, pasien yang dirujuk untuk melakukan tes laboratorium, dapat mengambil hasilnya di Klinik Pintar.

“Kami berupaya empower klinik existing. Mengingat tidak semua klinik punya laboratorium, kami mengambil approach dengan strategi jaringan. Nah, BMHS punya pemikiran serupa dengan yang kami cari. Sinergi utama kami untuk address kebutuhan di daerah yang selama ini tidak punya akses ke laboratorium. Kami akan mengembangkan sinergi jaringan ini bersama BMHS. Target kami tahun depan membangun 400 klinik,” jelasnya.

Pada use case lain, Klinik Pintar juga akan meningkatkan interoperabilitas di supply chain dengan menghubungkan klinik dan supplier (principal). Dengan demikian, klinik dapat memesan berbagai peralatan medis dan produk kesehatan, seperti farmasi, vaksin, jarum suntik, dan sarung tangan.

“Kami ingin go national sekarang. Saat ini, supply kami lakukan bertahap di Jabodetabek. Target kami selanjutnya adalah Jawa dan luar Jawa. Paling tidak, kami target bisa tembus kota baru setiap kuartal. Kami juga kerja sama dengan pemain farmasi besar karena izin kami bukan distributor,” ujar Bimo.

Selain itu, pihaknya akan membuka akses baru bagi layanan ibu dan anak. Bimo menilai, segmen ini masih underserved di Indonesia, terutama selama pandemi Covid-19 terjadi. Klinik Pintar akan menyediakan sejumlah layanan, termasuk home care dan telemedicine melalui video call.

Terakhir, pihaknya juga tengah mengembangkan sejumlah program kesehatan sebagai tindakan preventif penyakit berat (diabetes, hipertensi, jantung) melalui health plan. Saat ini, program tersebut baru dipasarkan ke konsumen B2B.

“Banyak penyakit dalam yang sebetulnya tidak dapat ditangani via chat dan sekali pertemuan saja. Perlu approach offline dan online, tidak hanya telekonsultasi, tetapi juga monitoring. Ini salah satu tantangan yang kami lihat di rumah sakit dan klinik, bukan di penanganan gejala berat,” katanya.

Application Information Will Show Up Here