Cashlez Officially IPO, Creating Opportunities for Other Acquisitions

The payment gateway and mPOS startup, Cashlez, officially going IPO at the Indonesia Stock Exchange yesterday (4/5) using “CASH” as the stock code. Cashlez is listed on the acceleration board, as well as being the 27th company to be trading on the stock exchange this year.

The company releases 250 million new shares at Rp 350 per share. This capital amount covers around 17.5 percent of the agreed capital and is placed in Cashlez. Simultaneously, the company issued Series I Warrants at a ratio of 1: 1.

Cashlez’ President Director, Tee Teddy Setiawan said the company successfully obtained funding worth of Rp87.5 billion on this occasion. As planned, 61.31% of the funds were used for the acquisition of PT Softorb Technology Indonesia (STI), with the remaining 38.69% for working capital.

“Through this IPO, we can continue to innovate in developing business and one of them is the acquisition of STI which we consider is very strategic for our business growth,” he said in an official statement.

As quoted from his interview with IDX Channel, Teddy mentioned, besides the acquisition of STI, he also offers opportunities to take other corporate actions. “We are still looking for opportunities for the acquisition of similar companies to support inorganic growth.”

He continued, the due diligence process for the STI acquisition had begun since last year. The two sides started open discussions for future business synergies, given the huge potential of the payment system industry in Indonesia.

Entering the second half of last year, the company starts taking an option to IPO on the stock exchange, moreover, the company also participated in IDX Incubator. “We are encouraged to take the IPO initiative, especially with the current new board [acceleration board], we finally decided to take on the exchange.”

Fundamentally, STI has a strong and stable business base, compared to Cashlez as a startup. STI focuses on the front end, while Cashlez focuses on the back end. They need a front-end that can create innovation, for example by combining sensors with non-cash payment instruments such as cards.

“We are starting to enter the [payment] segment of transportation, prepaid cards, parking, and theme parks,” he continued.

To date, Cashlez is said to cover more than 7,300 merchants consisting of small, medium, to enterprises. However, 88% of them are dominated by SMEs.

Adjustment to the target

Even though the funds will be used in accordance with the original plan, the nominal funds targeted by Cashlez has adjusted. Previously, the company was targeting Rp90 billion to Rp100 billion by releasing 300 million shares of regular stock. The offer price is at Rp298-Rp358 per share. The date of the listing on the IDX was planned for April 20, 2020.

Teddy revealed that the adjustment occurred because of structural changes. Earlier this year, they began with unfavorable issue from Jiwasraya, then the Covid-19 pandemic emerged in March. Finally, it must’ve had an impact on several prospective investors and their commitment to enter, eventually changing their minds.

“However, since everything is back to normal, this is good timing to start fresh.”

In addition, regarding the company’s target this year, Teddy said he has yet made a revision. However, he currently opens for the possibility that a correction would occur in the second quarter of this year. the Cashlez business as a whole is targeted to increase by 2.5 to 3 times from last year.

“In March 2020 we still have our positive performance. The Covid-19 has affected on our business, related to PSBB, it is practically all business down almost 80%. We have to be more creative in catering to online transactions. ”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cashlez Resmi IPO, Buka Peluang Akuisisi Perusahaan Lain

Startup payment gateway dan mPOS Cashlez resmi melantai di Bursa Efek Indonesia, kemarin (4/5) dengan kode saham “CASH”. Cashlez tercatat di papan akselerasi, sekaligus menjadi perusahaan ke-27 yang melantai di bursa pada tahun ini.

Perusahaan melepas 250 juta saham baru dengan harga Rp350 per lembar. Jumlah modal ini meliputi sekitar 17,5 persen dari modal disetor dan ditempatkan pada Cashlez. Secara bersamaan, perusahaan menerbitkan Waran Seri I dengan rasio 1:1.

Presiden Direktur Cashlez Tee Teddy Setiawan mengatakan, dana yang berhasil diraup perusahaan dari hajatan ini adalah Rp87,5 miliar. Sesuai rencana, sebanyak 61,31% dari dana tersebut digunakan untuk akuisisi PT Softorb Technology Indonesia (STI), sisanya 38,69% untuk modal kerja.

“Melalui IPO ini, kami dapat terus berinovasi dalam mengembangkan bisnis dan salah satunya adalah akuisisi STI yang menurut kami sangat strategis untuk pertumbuhan bisnis kami,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Mengutip dari wawancaranya bersama IDX Channel, Teddy mengungkapkan selain akuisisi STI, ia juga membuka kemungkinan untuk melakukan aksi korporasi lainnya. “Kita masih cari opportunity untuk akuisisi perusahaan sejenis untuk menunjang growth anorganik.”

Dia melanjutkan, proses due diligence untuk akuisisi STI sudah dimulai sejak tahun lalu. Kedua belah pihak mulai membuka perbincangan untuk sinergi bisnis ke depannya, mengingat potensi industri sistem pembayaran yang masih sangat besar di Indonesia.

Memasuki paruh kedua tahun lalu, perusahaan mulai buka opsi untuk melantai di bursa, terlebih perusahaan sendiri masuk sebagai peserta di IDX Incubator. “Kami di-encourage untuk berani melantai di bursa, apalagi sekarang ada papan baru [papan akselerasi], akhirnya kita putuskan untuk masuk ke bursa.”

Secara fundamental, STI punya basis bisnis yang sudah kuat dan stabil, ketimbang Cashlez yang masuk dalam kategori startup. STI fokus pada front-end, sementara Cashlez fokus di back-end. Mereka butuh front-end yang bisa menciptakan inovasi, misalnya menggabungkan sensor-sensor alat pembayaran non-tunai seperti kartu.

“Sekarang kami mulai masuk [pembayaran] segmen transportasi, prepaid card, parking, dan theme park,” sambungnya.

Diklaim saat ini Cashlez telah menjaring lebih dari 7.300 merchant yang terdiri atas usaha kecil, menengah, hingga enterprise. Namun, 88% di antaranya didominasi oleh UKM.

Target meleset dari rencana

Meski penggunaan dana sesuai dengan rencana awal, sebenarnya target nominal dana yang diincar Cashlez meleset. Awalnya perusahaan mengincar dana antara Rp90 miliar sampai Rp100 miliar dengan melepas 300 juta lembar saham biasa. Harga penawaran ada di rentang Rp298-Rp358 per lembar. Pun tanggal pencatatan saham di BEI tadinya direncanakan tanggal 20 April 2020.

Teddy mengungkapkan bergesernya tanggal pencatatan ini terjadi karena dipengaruhi perubahan struktur. Awal tahun ini diawali isu yang kurang baik dari Jiwasraya, kemudian pada Maret muncul pandemi Covid-19. Akhirnya berdampak pada beberapa calon investor yang awalnya sudah menyatakan komitmennya untuk masuk, akhirnya berubah pikiran.

“Tapi sekarang semua sudah back to normal, ini timing yang baik untuk mulai lagi.”

Di samping itu, mengenai target perusahaan sepanjang tahun ini, Teddy mengaku belum melakukan revisi. Akan tetapi, ia membuka kemungkinan bahwa pada kuartal kedua tahun ini akan terjadi koreksi. Ditargetkan bisnis Cashlez secara keseluruhan dapat naik antara 2,5 hingga 3 kali lipat dari tahun lalu.

“Di Maret 2020 kinerja kita masih positif. Efek Covid-19 terhadap bisnis kita, berkaitan dengan PSBB, praktis bisnis hampir semua turun 80%. Kita harus lebih kreatif meng-cater transaksi ke online.”

Application Information Will Show Up Here

Behind Cashlez Optimism to IPO Soon

Cashlez, a fintech startup for payment gateway and mPOS, has performed corporate action to be listed in the stock exchange. According to the plan, the company aims for Rp90 billion to Rp100 billion by releasing 300 million shares or 20.29% from modal to be placed and fully channeled after IPO. The price ranging for Rp298-Rp358 per share.

Cashlez’s President Director, Tee Teddy Setiawan said, the fund raised will be channeled to acquire similar organizations engaged in payment gateway named Softorb Technology Indonesia. The rest will be for operational matters.

“Around 48.57% will be used to acquire 51% STI shares. The 51.43% will be used for company operational,” he said.

Teddy said, the company attracted to STI because of its focus on front-end. While Cashlez is focus on back-end. “We need the front-end to feed transactions, that is what STI do with their providing front-end.”

“Therefore, the business is quite sustainable. Also, we need to be major with 51%, for more synergy in terms of finance can be consolidated in order to be more healthy,” Teddy continued as quoted from Kontan.

The company appointed Sinarmas Sekuritas as the guarantor of the issuance of securities. Cashlez is targeted to pocket an effective statement from OJK on April 7, 2020 and the public offering period will take place the day after. The listing of shares on the IDX is planned for April 20, 2020.

Sumitomo Corporation as shareholders said, it believes that payment systems are increasingly needed in the coming new era such as MaaS (Mobility-as-a-Service). In this case, the Mobile Payment of Sale (mPOS) system from Cashlez will provide benefits for consumers and service providers.

In terms of performance, in the period of October 2019, Cashlez posted a net income of Rp11.73 billion, up 96.07% yoy. This increase was supported by an increase in the volume of transactions processed. Until February 2020, the transaction volume in Cashlez reached Rp1.3 trillion.

Teddy is targeting revenue growth of 120%. STI will also support its contribution as a subsidiary.

Cashlez position in the industry

One of Cashlez's automotive merchant / Cashlez
One of Cashlez’s automotive merchant / Cashlez

As an mPOS player, Cashlez expands its services by accepting payment by card, either an application-based credit card or debit card on a smartphone that can be connected to a card reader via Bluetooth.

In addition, merchants can also accept digital payment methods with QR codes (LinkAja, Ovo, GoPay, ShopeePay, and Kredivo), Cashlez-Link for payments on e-commerce sites, and virtual account payments.

The number of Cashlez merchants is claimed to have doubled from its position per August 2019 of 6 thousand merchants across first-tier cities. Most merchants come from the fashion & accessories, retail, electronics, professional services, automotive and watches & jewelry business segments.

There are many and diverse types of Cashlez players offering each of its advantages. Among them are Qasir, Pawoon, Nuta, Youtao, and the closest one is Moka. From the Moka product range, it is not only a matter of innovation in MPOS, but has touched on other verticals related to the merchant business.

In an earlier interview, Moka Co-Founder and CEO Haryanto Tanjo explained his ambition to become a “super app merchant.” The company targets 100 thousand merchants to join Moka this year, while currently there are more than 30 thousands. Two-thirds who join are culinary businesses, and the rest are retail and services.

Whether you want an IPO or not,  the online cash register adopted SaaS business model with b2b as target customers. Naturally, businesses have clearer economic units, like the roadmap to lead to profitability and a certain monetization scheme by subscribing.

Online cashier application business is actually still in the early stages, aka immature. It’s due to many merchants, especially micro, which have not been well educated about the benefits of digital applications for business development. The percentage of business people who have been reached by the digital world are still far behind those who are offline.

Quoting from the Ministry of Cooperatives and Small and Medium Enterprises (Kemenkop UKM), in 2017 as many as 3.79 million micro, small and medium enterprises (MSMEs) have utilized the online platform in marketing their products. This number is around 8 percent of the total SMEs in Indonesia, which is 59.2 million.

Worry not with the current market condition

Amidst the global economic slowdown due to the Covid-19 virus pandemic, Teddy said he was optimistic that Cashlez shares could be well absorbed by the public. According to him, the IPO is a long-term plan that has been prepared long before the outbreak of the virus.

“The impact is only from retail investors. However, from institutional investors, it continues to run,” Teddy said as quoted by Investor.id.

The company has also gathered three large investors to absorb shares. These investors were met when Cashlez held a roadshow, they were individual investors with wide networks and institutions who shared the same vision with the company.

It is well known that the stock exchange regulator together with the FSA have prepared all the steps to suppress the sluggish capital markets. One of them is encouraging institutional investors with large-amount funds to invest, namely BPJS Employment (now BPJAMSOSTEK), the Indonesian Pension Fund Association (ADPI), and the Financial Institution Pension Fund Association (ADPLK).

This momentum was used by the three institutions to buy shares of companies with good fundamentals at a discounted price. BPJAMSOSTEK has prepared an allocation of IDR 8 trillion to buy shares this year. The fund allocation is assuming that they only buy, not sell.

The majority of shares purchased are in the blue chip category which is included in the LQ45 Index and BUMN shares. As of December 2019, BPJAMSOSTEK managed funds of Rp.431.6 trillion. This money was allocated to a fixed income instrument of 71.4%, 19.09% of shares, mutual funds of 9.34%, and the remainder of direct investment (property and investments).

This type of investor has the characteristics of buying shares for long-term needs in order to get optimal profit, so that they are not sold at any time in a short period of time.

The Indonesian Central Securities Depository (KSEI) noted that Indonesia had 2.47 million capital market investors last year, up from the previous year’s 1.61 million investors. Local investors have a composition of 98.97% and the rest are foreign investors. Not much different, retail investors reached 98.89% of the total, while institutional investors amounted to 1.2%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Di Balik Optimisme Cashlez Segerakan Melantai di Pasar Bursa

Cashlez, startup fintech yang bergerak di payment gateway dan mPOS, melangsungkan aksi korporasi untuk tercatat di bursa saham. Sesuai rencana, perusahaan mengincar dana antara Rp90 miliar sampai Rp100 miliar dengan melepas 300 juta lembar saham biasa atau 20,29% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Harga penawaran di rentang Rp298-Rp358 per lembar.

Presiden Direktur Cashlez Tee Teddy Setiawan mengatakan, dana yang diperoleh dari IPO akan digunakan untuk akuisisi perusahaan serupa yang bergerak di payment gateway bernama Softorb Technology Indonesia (STI). Lalu sisanya diguanakan untuk modal kerja.

“Sekitar 48,57% akan digunakan untuk mengambil alih 51% saham STI. Sisanya sekitar 51,43% akan digunakan sebagai modal kerja perseroan,” ujarnya.

Teddy menjelaskan, perusahaan tertarik dengan STI karena mereka fokus pada front-end. Sementara, Cashlez fokus di back-end. “Kami perlu front-end yang bisa mem-feed transaksi, salah satunya yang dilakukan oleh STI untuk providing front end yang mereka punya.”

“Jadi secara integral binsis ini berkesinambungan. Dan harus 51% mayoritas, supaya kami bisa lebih sinergi lagi dari segi keuangan bisa dikonsolidasi agar lebih sehat,” lanjut Teddy dikutip dari Kontan.

Perusahaan menunjuk Sinarmas Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi efek. Ditargetkan Cashlez mengantongi pernyataan efektif dari OJK pada 7 April 2020 dan masa penawaran umum akan dilangsungkan pada sehari kemudian. Pencatatan saham di BEI direncanakan pada tanggal 20 April 2020.

Sumitomo Corporation selaku pemegang saham mengatakan, pihaknya meyakini bahwa sistem pembayaran semakin dibutuhkan di era baru yang akan datang seperti MaaS (Mobility-as-a-Service). Dalam hal ini, sistem mPOS (Mobile Payment of Sale/mesin kasir online) dari Cashlez akan memberikan manfaat bagi para konsumen dan penyedia layanan.

Secara kinerja, pada periode Oktober 2019, Cashlez membukukan pendapatan bersih sebesaar Rp11,73 miliar atau naik 96,07% yoy. Peningkatan ini disokong oleh peningkatan volume transaksi yang diproses. Hingga Februari 2020, volume transak di Cashlez mencapai Rp1,3 triliun.

Teddy menargetkan pertumbuhan pendapatan sebesar 120%. STI akan ikut menopang memberikan kontribusinya sebagai anak usaha.

Posisi Cashlez di industri

Salah satu merchant otomotif dari Cashlez / Cashlez
Salah satu merchant otomotif dari Cashlez / Cashlez

Sebagai pemain mPOS, Cashlez memperluas layanannya dengan penerimaan pembayaran dengan kartu, baik kartu kredit atau debit berbasis aplikasi pada smartphone yang dapat dihubungkan dengan card reader melalui bluetooth.

Selain itu, merchant juga dapat menerima metode pembayaran digital dengan kode QR (LinkAja, Ovo, GoPay, ShopeePay, dan Kredivo), Cashlez-Link untuk pembayaran di situs e-commerce, dan pembayaran virtual account.

Jumlah merchant Cashlez diklaim naik dua kali dari posisi per Agustus 2019 sebanyak 6 ribu merchant yang tersebar di berbagai kota besar. Merchant terbanyak berasal dari segmen usaha fesyen & aksesoris, ritel, elektronik, jasa profesional, otomotif, dan jam & perhiasan.

Pemain sejenis Cashlez terhitung ada banyak dan beragam menawarkan masing-masing keunggulannya. Di antaranya Qasir, Pawoon, Nuta, Youtao, dan salah satu yang terdekat adalah Moka. Dari rangkaian produk Moka, tidak hanya sebatas soal inovasi di mPOS, tapi sudah menyentuh ke vertikal lain yang berkaitan dengan bisnis merchant.

Dalam wawancara sebelumnya, Co-Founder dan CEO Moka Haryanto Tanjo menjelaskan ambisinya untuk menjadi “merchant super app.” Perusahaan menargetkan 100 ribu merchant bergabung ke Moka pada tahun ini, adapun sekarang ada lebih dari 30 ribu i. Dua pertiga yang bergabung adalah bisnis kuliner, dan sisanya ritel dan jasa.

Entah mau IPO ataupun tidak, secara model bisnis yang dianut pemain aplikasi kasir online ini adalah SaaS dengan target konsumen b2b. Secara alamiah, bisnis punya unit economic yang lebih jelas, seperti apa roadmap-nya untuk mengarah pada profitabilitas dan skema monetisasinya pasti dengan berlangganan.

Bisnis aplikasi kasir online sebenarnya masih dalam tahap awal alias belum dewasa. Lantaran, masih banyak merchant, terutama mikro yang belum teredukasi dengan baik manfaat dari aplikasi digital untuk pengembangan bisnisnya. Persentase pebisnis yang sudah tersentuh dengan dunia digital masih kalah jauh dengan mereka yang masih offline.

Mengutip dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM), pada 2017 sebanyak 3,79 juta usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sudah memanfaatkan platform online dalam memasarkan produknya. Jumlah ini berkisar 8 persen dari total pelaku UMKM yang ada di Indonesia, yakni 59,2 juta.

Tidak khawatir kondisi pasar

Di tengah merebaknya perlambatan ekonomi global karena pandemik virus Covid-19, Teddy mengaku tetap optimis saham Cashlez dapat diserap dengan baik oleh publik. Menurutnya, IPO merupakan rencana jangka panjang yang sudah disiapkan sejak lama sebelum merebaknya virus.

“Dampaknya paling hanya dari investor ritel. Tapi dari investor institusi tetap berjalan,” kata Teddy seperti dikutip dari Investor.id.

Perusahaan juga sudah mengumpulkan tiga investor besar untuk menyerap saham. Investor ini ditemui saat Cashlez melangsungkan roadshow, mereka adalah investor individu dengan jaringan luas dan institusi yang punya kesamaan visi dengan perusahaan.

Sebagaimana diketahui, regulator bursa bersama OJK menyiapkan segala jurus untuk menekan lesunya pasar modal. Salah satunya adalah mendorong investor institusi dengan dana jumbo untuk berinvestasi, yakni BPJS Ketenagakerjaan (kini BPJAMSOSTEK), Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI), dan Asosiasi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (ADPLK).

Momentum ini dimanfaatkan ketiga institusi tersebut untuk membeli saham-saham perusahaan yang punya fundamental baik dengan harga ‘diskon.’ Pihak BPJAMSOSTEK menyiapkan alokasi dana Rp8 triliun untuk beli saham sepanjang tahun ini. Alokasi dana ini dengan asumsi hanya melakukan beli, tidak melakukan jual.

Mayoritas saham yang dibeli adalah kategori blue chip yang masuk Index LQ45 dan saham BUMN. Per Desember 2019, BPJAMSOSTEK mengelola dana sebesar Rp431,6 triliun. Uang ini dialokasikan ke instrumen fixed income 71,4%, saham 19,09%, reksa dana 9,34%, dan sisanya investasi langsung (properti dan penyertaan).

Investor jenis ini punya karakteristik membeli saham untuk kebutuhan jangka panjang agar mendapat profit yang optimal, sehingga tidak sewaktu-waktu dijual dalam kurun waktu singkat.

Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat Indonesia memiliki 2,47 juta investor pasar modal sepanjang tahun lalu, naik dari tahun sebelumnya 1,61 juta investor. Investor lokal punya komposisi 98,97% dan sisanya investor asing. Tidak jauh berbeda, investor ritel mencapai 98,89% dari total, sementara investor institusi sebesar 1,2%.

Application Information Will Show Up Here

Cashlez Aims for IPO in 2020, Targeting 100 Billion Rupiah Funding

Cashlez, known as a payment gateway company, has claimed a significant business growth in 2019. More aggressive, they are promptly to plan an IPO, precisely in March 2020. The schedule has been fixed for public expose at the end of this month.

Quoted from Investor Daily, Cashlez plans to release 20% of shares to the public targeting Rp100 billion funding. One of the post-IPO plans, the company is to acquire a fintech company engaged in non-cash toll transaction transactions and parking management applications.

“The company that we are going to acquire is engaged in the same field, but they are more specific in making non-cash toll transactions or parking applications. They also make vending machines,” Cashlez’ CEO, Teddy Setiawan said.

Partnership with banks and non-bank financial institutions will be managed to improve service quality. Currently, Cashlez already runs with around 6 thousand partners. Their target for this year is to gather 4 thousand new merchants.

Optimism through 2019

Throughout 2019, Cashlez’s total merchant is said to have doubled. The number of transactions grew by 200% and GTV increased by 180% from the previous year. The achievement has exceeded the target.

Furthermore, the rate for card-based payment method has increased by 182%, e-commerce payment is at 180%, digital payments including electronic wallets increased by 60%.

In 2019, the company has received Series A funding from Sumitomo Corporation. They also expand its coverage, up to late 2019 they have operated in Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Bali, Medan, and Makassar. Cashlez is very serious in managing collaboration. In addition to banks, they also partnered with e-money services such as LinkAja, Ovo and GoPay.

IPO is currently being one of the ways for startups to raise funds. There are some local startups had claimed and planning to conduct an IPO. In terms of fintech, KinerjaPay had prior to IPO, Netzme was following the step.

In the payment gateway segment, Cashlez currently in competition with some companies such as Midtrans, Doku, Xendit, Duitku, and others.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cashlez Rencanakan IPO di Maret 2020, Targetkan Dana 100 Miliar Rupiah

Cashlez, yang terkenal sebagai perusahaan payment gateway, tahun 2019 mengklaim mencatat pertumbuhan bisnis yang cukup signifikan. Makin agresif, mereka segera merealisasikan rencana IPO, tepatnya pada Maret 2020 mendatang. Akhir bulan ini juga sudah diagendakan untuk acara public expose.

Dikutip dari Investor Daily, Cashlez berencana melepas 20% saham ke publik dengan target dana yang diinginkan didapat Rp100 miliar. Salah satu rencana pasca-IPO, perusahaan akan mengaikuisi perusahaan fintech yang bergerak di bidang transaksi tol non-tunai dan aplikasi pengelolaan parkir.

“Perusahaan yang akan kami akuisisi bergerak di bidang yang sama, tapi mereka lebih spesifik membuat transaksi tol non-tunai atau aplikasi untuk perparkiran. Mereka juga membuat vending machine,” terang CEO Cashlez Teddy Setiawan.

Kerja sama dengan mitra bank dan lembaga finansial non-bank juga akan dilakukan untuk meningkatkan kualitas layanan. Saat ini Cashlez sudah memiliki sekitar 6 ribu mitra. Targetnya tahun ini bisa merangkul 4 ribu  merchant baru.

Kinerja 2019 yang membuat optimis

Sepanjang tahun 2019 kemarin merchant Cashlez disebut meningkat dua kali lipat. Jumlah transaksi juga tumbuh 200% dan GTV naik 180% jika dibandingkan tahun sebelumnya. Pencapaian tersebut lebih tinggi dari target yang ditetapkan.

Rinciannya, metode pembayaran menggunakan kartu naik 182%, pembayaran e-commerce 180%, pembayaran digital termasuk dompet elektronik naik sebanyak 60%.

Di tahun 2019 kemarin perusahaan mendapat pendanaan seri A dari Sumitomo Corporation. Jangkauan layanan juga meluas, hingga 2019 akhir kemarin mereka sudah hadir di Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Bali, Medan, hingga Makassar. Cashlez juga tampak serius dalam hal kerja sama. Tak hanya bank, mereka juga menggandeng perusahaan e-money seperti LinkAja, Ovo dan GoPay.

IPO saat ini menjadi salah satu pilihan bagi startup untuk menggalang dana. Tercatat sudah ada beberapa startup lokal yang sudah dan berencana untuk melakukan IPO. Di fintechKinerjaPay sudah lebih dulu melakukan IPO, Netzme sedang berencana menuju ke sana.

Di segmen payment gateway Cashlez saat ini bersaing dengan beberapa nama seperti Midtrans, Doku, Xendit, Duitku dan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

Layanan mPOS Cashlez Rencanakan IPO Tahun 2020

Setelah mengantongi pendanaan Seri A bulan April tahun 2019 lalu, pengembang layanan mPOS (Mobile Point of Sales) terintegrasi dengan solusi pembayaran di Indonesia Cashlez berencana melakukan IPO. Masih dalam proses persiapan, Cashlez berharap bisa melakukan IPO pada 2020 mendatang. Kepada DailySocial, CEO Cashlez Teddy Tee mengungkapkan, nantinya IPO Cashlez masuk dalam papan pengembangan, bukan papan akselerasi yang disiapkan untuk perusahaan rintisan seperti Cashlez.

“Target yang ingin kami capai tahun 2020 mendatang salah satunya adalah rencana kami untuk IPO. Saat ini masih dalam tahapan persiapan agar bisa melancarkan rencana kami.”

Saat ini, Cashlez telah membantu lebih dari 6.000 merchant yang tersebar di seluruh Indonesia dengan wilayah ekspansi di Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta, Bali, dan Medan. Sebagian besar kliennya adalah pemilik toko ritel, restoran, kafe, akomodasi, salon, hingga asuransi. Selain melayani pengguna di wilayah Jawa, saat ini Cashlez sudah berekspansi ke Bali, tepatnya pada akhir 2018 silam.

Menjalin kemitraan dengan Kredivo

Cashlez telah menjalin kerja sama strategis dengan startup pembiayaan Kredivo. Melalui kerja sama ini, merchant yang terdaftar di Cashlez dapat menerima pembayaran kredit digital yang disiapkan Kredivo. Kredivo sendiri memiliki hampir 1 juta pengguna aktif dan diklaim terus tumbuh 20% setiap bulannya.

“Kami melihat Kredivo sudah mulai banyak penggunanya dan cara untuk mendapatkan kreditnya cepat sekali. Jadi kami bekerja sama dengan mereka supaya merchant kami bisa menerima pembayaran tersebut,” kata Teddy.

Produk baru ini nantinya diharapkan memudahkan merchant meningkatkan AOV (average order value) dan omset bagi pelaku usaha sekaligus memudahkan pengguna melakukan pembayaran secara cicilan. Semua prosesnya bisa dilakukan langsung di aplikasi Cashlez.

“Ke depannya Cashlez juga memiliki rencana untuk menambah kemitraan dengan platform lainnya, seperti Akulaku dan Dana. Kemitraan tersebut sudah masuk dalam pipeline Cashlez akhir tahun 2019 ini. Sebagai agregator, sistem pembayaran e-payment Cashlez berupaya untuk membuka kemitraan lebih luas lagi dengan perbankan, operator e-payment dan lainnya,” kata Teddy.

Meluncurkan CashlezOne

Produk lainnya yang juga telah diluncurkan adalah CashlezOne. Resmi diterbitkan saat acara Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, CashlezOne merupakan perpaduan dari fitur mPOS (mobile Point-of-Sale) gratis dan fitur penerimaan pembayaran kartu kredit/debit dan e-wallet dalam satu device yang diproduksi SUNMI untuk setiap pemilik usaha di Indonesia, baik enterprise maupun UKM.

Selain dapat menerima pembayaran nontunai dan aplikasi kasir di dalam CashlezOne tanpa smartphone, terdapat fitur reporting yang bisa mengetahui transaksi secara real-time, lokasi transaksi, cetak struk ataupun struk digital melalui e-mail dan SMS.

“Jadi CashlezOne itu sebenarnya hardware untuk memfasilitasi aplikasi kami dan juga untuk menggabungkan semua alat yang mungkin ada di meja kasir. Misalnya POS, cash register dan EDC dari berbagai bank/operator e-payment,” tutup Teddy.

Application Information Will Show Up Here

Cashlez Receives Series A Funding from Sumitomo Corporation

PT Cashlez Worldwide Indonesia (Cashlez) known as mPOS (Mobile Point of Sales) service developer integrated with Indonesia’s payment solution has secured Series A Funding led by Sumitomo Corporation. The previous investor, Mandiri Capital Indonesia also involved in this round.

“We have certain pride to be the first startup in Indonesia that receives funding from Sumitomo Corporation. Along with this support, Cashlez will create more innovations to develop its products and services in order to realize our vision and mission to be the best non-cash payment agregator platform,” Teddy Tee, Cashlez’s CEO said in the funding release.

The latest fund is to expand network, product development and create new feature to facilitate users in running business and to add non-cash payment options in Indonesia.

Regarding the plan, Cashlez is soon to appoint a new management team to contribute in strategy monitoring and and corporate managemant. In addition, they’re expected to provide guidance to all executors for long term evaluation to all shareholders.

“”We’re glad to be Cashlez‘s shareholder. Indonesia is one of the most progressive country to reduce cash flow. We expect payment to take an important role in the future, such as MaaS (Mobility as a Service). Moreover, Cashlez provides mPOS terminal for customers and business players. We do hope Cashlez to be the first unicorn in the payment industry and we’re to keep looking for potential startup for investment,” Suitomo Corporate’s Assistant General Manager, Hajime Terazawa said.

Aside from Java, Cashlez has been expanding to Bali, in 2018. In total, they have 3000 merchants of various backgrounds, such as retails, restaurants, cafes, accommodation, salon, and insurance.

This year, Cashlez may keep making effort to add payment methods. The latest one is they’re reportedly to have partnered up with PT Visionet International to add Ovo’s as their payment options.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Cashlez Terima Pendanaan Seri A dari Sumitomo Corporation (UPDATED)

PT Cashlez Worldwide Indonesia (Cashlez) yang dikenal sebagai pengembang layanan mPOS (Mobile Point of Sales) terintegrasi dengan solusi pembayaran di Indonesia baru-baru ini mengumumkan telah mengamankan pendanaan Seri A yang dipimpim oleh Sumitomo Corporation. Investor sebelumnya Mandiri Capital Indonesia turut terlibat dalam pendanaan kali ini.

“Suatu kebanggan tersendiri bagi kami dapat menjadi startup pertama di Indonesia yang menerima pendanaan dari  Sumitomo Corporation. Melalui dukungan ini, Cashlez akan terus berinovasi dalam mengembangkan produk dan layananya guna mewujudkan visi dan misi kami menjadi platform agregatoor pembayaran non tunai bisnis terbaik,” terang CEO Cashlez Teddy Tee dalam rilis pendanaan yang kami dapatkan.

Pendanaan kali ini rencananya akan dimanfaatkan untuk memperluas jaringan, pengembangan produk dan menghadirkan layanan baru untuk memudahkan mitra usaha dalam berbisnis dan menambah pilihan pembayaran non tunai di Indonesia.

Dalam rangka mewujudkan rencana tersebut, pihak Cashlez juga akan menunjuk tim manajemen baru untuk bisa berkontribusi mengawasi arahan strategi dan tata kelola perusahaan. Selain itu harapannya manajemen baru juga dapat memberikan panduan menyeluruh kepada semua tim eksekutor untuk memberikan nilai berkelanjutan dalam jangka panjang kepada pemegang saham.

“Kami sangat senang dapat menjadi shareholder Cashlez. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat progressive dalam mengurangi penggunaan uang tunai. Kami yakin pembayaran akan menjadi bagian penting di masa yang agan datang seperti MaaS (Mobility as a Service). Dalam hal ini Cashlez menyediakan terminal mPOS yang akan memberikan manfaat kepada pemilik usaha dan customer. Kami berharap Cashlez akan menjadi unicorn pertama di industri pembayaran dan kami akan terus mencari startup berpotensi lainnya untuk investasi,” ungkap Asisstant General Manager Suitomo Corporation Hajime Terazawa.

Selain melayani pengguna di wilayah Jawa, saat ini Cashlez sudah berekspansi ke Bali, tepatnya pada akhir 2018 silam. Secara total mereka sudah memiliki 3000 mitra merchant dari berbagai latar belakang usaha, mulai dari toko ritel, restoran, kafe, akomodasi, salon, hingga asuransi.

Tahun ini tampaknya Cashlez masih akan berupaya menambah pilihan pembayaran. Yang terbaru, mereka dikabarkan telah bekerja sama dengan PT Visionet Internasional untuk menambah layanan pembayaran Ovo ke dalam sistem.

Update : Kepada DailySocial pihak Cashlez menyatakan bahwa tahun ini mereka akan fokus pada ekspansi dan penetrasi pasar, utamanya ke kota-kota besar yang menjadi tujuan wisata. Tahun 2019 juga akan dilalui dengan membantun kolaborasi lebih banyak dnegan mitra pembayaran.

Cashlez juga akan mengoptimalkan digital marketing dan pengembangan “Cashlez Care” untuk meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan.

 

Application Information Will Show Up Here

Tak Sekadar “Payment Gateway”, Cashlez Siapkan Perangkat POS untuk Merchant

Cashlez, perusahaan teknologi pembayaran yang menciptakan sistem mPOS (mobile point of sales), yang telah berdiri sejak 2015, kini tengah mengembangkan sejumlah produk yang nantinya bisa dimanfaatkan merchant.

Kepada DailySocial, CEO dan Co-Founder Cashlez Teddy Setiawan mengungkapkan, salah satu fitur terbaru yang nantinya bakal diluncurkan adalah POS (point of sales) yang bisa digunakan secara gratis oleh merchant. Fitur Mini POS ini menyediakan teknologi yang bisa digunakan merchant untuk mencatat dan memproses pembayaran secara nontunai.

“Setelah dikenal sebagai payment gateway memproses pembayaran dengan mPOS, akhirnya kita akan meluncurkan POS, lengkap dengan reader/dongle yang bisa dimanfaatkan oleh merchant untuk transaksi pembayaran nontunai dengan card base atau QR payment,” kata Teddy.

Pengembangan bisnis

Cashlez juga sudah menjalin kemitraan dengan layanan fintech dan perbankan untuk penyediaan QR Payment Aggregator, di antaranya dengan TCASH, DIMO dan BNI. Selain card base, QR Payment Aggregator ini juga menjadi fokus pengembangan produk Cashlez. Cashlez juga berencana untuk mengembangkan layanan e-money dan Mandiri Pay.

“Intinya Cashlez memang sedang fokus untuk mengembangkan beragam produk yang bisa digunakan oleh merchant nantinya,” kata Teddy.

Untuk perluasan wilayah layanan, Cashlez juga akan membuka kantor perwakilan di Bali. Hal ini dilakukan setelah melihat besarnya potensi untuk industri pariwisata, terutama aktivitas wisata atau permainan yang bisa dimanfaatkan turis yang sedang berlibur di Bali.

“Misalnya jika turis tersebut ingin menyewa banana boat atau aktivitas permainan air lainnya, tidak usah lagi menggunakan uang tunai namun dengan teknologi nontunai yang Cashlez miliki,” kata Teddy.

Tahun 2018 ini, Cashlez masih memiliki sejumlah target yang ingin dicapai, termasuk soal akuisisi merchant dan pengembangan sejumlah fitur.

Finalisasi penggalangan dana baru

Tahun 2017 lalu Cashlez memperoleh dana segar Seri A senilai US$2 juta (lebih dari 26 miliar Rupiah) dari Mandiri Capital Indonesia (MCI), Gan Kapital, dan beberapa nama investor individual. Akhir tahun ini Cashlez dikabarkan sedang menggalang dana baru dari investor asing dan segera memfinalisasikannya.

Terkait hal tersebut, Teddy menjawab pihaknya masih belum bisa membenarkan hal tersebut terkait adanya NDA (non-disclosure agreement) antara investor dengan Cashlez.

“Berita tersebut bukan official statement dari Cashlez. [..] Kami akan segera umumkan apabila sudah terjadi kesepakatan dan official statement akan keluar dari kita,” tutup Teddy.

Application Information Will Show Up Here