Upaya Cekpremi Agar Tetap Relevan sebagai Insurtech

Cekpremi bisa dikatakan sebagai salah satu pelopor insurtech di Indonesia. Mereka mengawali bisnisnya sebagai portal perbandingan produk asuransi online sejak 2014, dan kini menjadi bagian Fuse, untuk menjalankan strategi B2C dalam melengkapi rangkaian bisnis yang komprehensif. Layanan tersebut masih menjadi solusi utama di Cekpremi.

Dalam wawancara bersama DailySocial.id, Direktur Cekpremi Ziko Goi menjelaskan secara umum masih luas potensi yang bisa dikembangkan oleh perusahaan fintech dalam meningkatkan penetrasi produk asuransi. Mengacu pada data OJK, sekitar 97% masyarakat Indonesia belum terproteksi asuransi karena kurang percaya dengan sistem yang ada.

Terlebih itu, sejumlah perusahaan asuransi juga belum mengaplikasikan teknologi, sehingga kesulitan untuk mengembangkan produk asuransi dan menyediakan akses yang mudah.

“Ekosistem digital yang dibangun asuransi bisa menjadi jawaban bagi tantangan ini dan menawarkan kanal distribusi beragam untuk memasarkan produk asuransi,” terang dia.

Menanggapi hal tersebut, Cekpremi terus membenahi dirinya agar tetap relevan dengan kebutuhan masyarakat. Ziko menuturkan awalnya Cekpremi mempelopori penjualan asuransi kendaraan di Indonesia. Seiring berjalannya perkembangan digital, Cekpremi menyambut kesempatan tersebut dengan melakukan ekspansi ke produk asuransi lainnya, seperti properti, perjalanan, asuransi kesehatan dan jiwa, alat berat, barang bergerak, liabilitas, perkapalan, dan lainnya.

Perluasan ini berdampak pada peningkatan jumlah pengguna. Meski tidak dirinci lebih detail, disebutkan pengguna baru Cekpremi bertambah lebih dari puluhan ribu orang tiap tahunnya. Pelanggan ini datang dari kalangan individu dengan range usia generasi muda dan generasi X usia 30-45 tahun, juga nasabah korporat. “Saat ini juga mulai banyak generasi muda yang mulai mencari asuransi karena dampak Covid-19 yang membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya asuransi.”

Bermitra dengan Fuse

Sebagai catatan, pada 2018 Fuse bergabung dengan Cekpremi dan Ivan Sunandar (Founder Cekpremi) menjadi Co-Founder & COO Fuse. Sejak saat itu, Cekpremi yang fokus pada B2C comparison turut melengkapi dan memperkuat model bisnis di Fuse yang juga bermain di ranah B2A (business to agent/broker) dan B2B2C (asuransi mikro dan institusi finansial). “Cekpremi bermitra dengan Fuse, sebagai insurtech terbesar di Indonesia, Fuse memiliki sejumlah model bisnis dan menjadi insurtech dengan layanan paling komprehensif.”

Tak hanya bermitra dengan Fuse, Cekpremi sendiri juga melakukan langkah lainnya dengan sejumlah perusahaan asuransi untuk mengembangkan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Mulai dari asuransi kendaraan bermotor, asuransi kesehatan, jiwa, properti, asuransi perjalanan dan lain-lain.

Perusahaan asuransi yang bekerja sama dengan Cekpremi antara lain Simas Insurtech, Etiqa, Artarindo, Staco Mandiri, Tokio Marine Insurance Group dan Zurich Insurance.

“Cekpremi akan terus berupaya untuk menyediakan akses asuransi secara mudah melalui teknologi, menghadirkan produk asuransi yang sesuai dengan kebutuhan dan memberikan layanan terbaik bagi nasabah.”

DailySocial.id turut mendapat informasi bahwa Cekpremi dikabarkan akan melakukan rebrand agar memiliki posisi yang jelas dibandingkan Fuse. Namun sayangnya, Ziko enggan merinci lebih lanjut terkait rumor tersebut.

Perjalanan startup insurtech, umumnya dimulai dari portal perbandingan produk asuransi, bahkan produk keuangan pada umumnya seperti yang diawali oleh CekAja, sebelum merambah ke berbagai produk lainnya. Dalam perjalanannya, Cekpremi, bersama pemain lainnya seperti Lifepal, Asuransiku, Futuready, hingga Cermati, menghubungkan perusahaan asuransi konvensional ke platform digital.

Kemudian pengalaman berasuransi semakin lama makin menyeluruh, tidak hanya pada saat pembelian saja, namun juga saat proses klaim. Juga, semakin mudah ditemukan di berbagai aplikasi konsumer populer agar penetrasinya dapat meningkat secara perlahan.

Seperti yang disebutkan dalam laporan yang disusun DSInnovate bertajuk “Insurtech Ecosystem in Indonesia Report 2021”, disampaikan bahwa memberikan pengalaman pelanggan digital yang sederhana adalah kunci di era di mana pelanggan terbiasa dengan saluran digital.

“Pendekatan yang paling efisien adalah memberikan pengalaman nyata kepada pengguna. Produk asuransi mikro dapat menjadi pilihan untuk memperkenalkan cara kerja asuransi dan manfaat yang diberikannya,” tulis laporan tersebut.

Akan tetapi, diperlukan akses yang dibutuhkan dalam siklus hidup produk asuransi. Hal tersebut meliputi, informasi dan perbandingan produk, proses pembelian dan klaim, proses pembayaran dan pencairan. “Tantangannya adalah membuat aspek-aspek ini dapat dicapai secara instan dan real-time.”

 

Fuse Sets Different Approach to Advance Insurance Product Literation

According to OJK, Indonesia’s insurance penetration in 2019 was at 2.81%. A year later, this value rose slightly to 2.92% and to 3.11% in June 2021. With relatively low rate, this is a positive signal for the insurance industry in the country, especially during the pandemic. In comparison, insurance penetration in Thailand reached 4.99% and Malaysia 4.72%.

The ratio of policyholders to the total population of Indonesia still considered very unequal. Many have been using this huge potential for growth, including insurtech startups, to continue to raise public awareness to have insurance in the easiest, cheapest, and most practical way. This step has been translated by intensively mixing micro-insurance products performed by many startups.

For Fuse, this approach is considered less effective to increase penetration in a short time. Founded by Andy Yeung and Ivan Sunandar, this startup actually takes a different approach, Fuse empowers insurance agents with a digital platform.

Yeung explained in an interview with DailySocial, when he first started Fuse in 2016, it was clear that agents/brokers play an important role in the insurance sales chain and they will not be disrupted by technology in the near future. Eventually, the Fuse Pro application was developed to enable and support agents/brokers in digitization. At the same time, helping them turn their offline business into online.

“In other words, we are “shifting existing insurance” online, rather than trying to “create” new insurance markets such as microinsurance. That’s why we focus on this agent/broker business model, especially from day one,” he said.

Yeung continued, microinsurance businesses require a long time to build trust with channel partners and educate its end customers. A clear example is the collaboration with Tokopedia. Fuse helped them launch its first transactional insurance top up as people buy plane tickets in 2018.

After 3 years of working together, Fuse finally won the Tokopedia’s trust and appointed it as the only insurtech service to support all general needs of insurance products offered on the Tokopedia platform starting this year.

Yeung himself is a serial entrepreneur. Previously, he has been involved in various startups. Some of them are engaged in video streaming, group buy e-commerce, mobile game publishing, and Wi-Fi sharing applications.

He shifted into establishing Fuse only because his first startup in Indonesia was not successful in monetizing. “That is why I looked into fintech and eventually ended up in the insurtech space.”

In 2018, Fuse joined Cekpremi and Ivan Sunandar (Co-founder of Cekpremi) became Fuse’s Co-Founder and COO. Ivan started Cekpremi in 2014, the startup is one of the leading insurance comparison sites in Indonesia.

Insurtech potential

Yeung said, the space for insurance and insurtech businesses growth in Indonesia is wide as there are many pain points to be resolved by entrepreneurs/insurance companies. These opportunities are infrastructure, such as payments, maturing cost-effective distribution channels, and awareness of the benefits of having insurance protection.

“However, the challenge is that more entrepreneurs/insurance companies enter this space and compete homogeneously, rather than being the pioneers to look to underserved areas.”

However, Fuse still treat insurance companies as partners to combine and underwrite various types of insurance products. Fuse becomes the party to distributes the insurance product effectively through its distribution channel partners.

He said that his team is yet to make Fuse a licensed insurance company in the near future. Therefore, it will be an independent technology platform that partners with more insurance companies. “Instead of making our own company to compete with our corporate partners.”

Currently, apart from Indonesia, Fuse also available in Vietnam since 2020. Insurance penetration and startups in that country still have huge potential for growth as it is in Indonesia, therefore, this opportunity not only worked for Fuse, but also other local startups.

Also, Yeung said his team plans to increase its presence in several other countries this year. The company has expanded its partnerships with some of its channel partners to other countries.

“In fact, we were told by potential investors looking across the insurtech space in Indonesia & Southeast Asia that we are considered one of the largest in terms of gross premium income (Gross Writing Premium/GWP) and even valuation.”

It is claimed that Fuse’s GWP will reach $50 million (more than Rp700 billion) in 2020. This year, the GWP value is targeted to reach  $100-120 million (around Rp1.4 trillion-Rp1.7 trillion).

According to DSInnovate’s data in the “Insurtech Report 2021”, Indonesia insurance industry’s GWP has reached $20.8 billion in 2020. Life insurance dominates with a value of 73.8%.

Even though it was affected by the pandemic on its entrance in Indonesia, this sector was relatively able to recover quickly as seen from the Gross Premium Income.

In the report above, there are several important factors that can drive insurance adoption. First, the claim process should be easier (48% of respondents). Next, it is related to the service provider brand that must be convincing (39%). Also, cost issues (37%) and benefits provided (11%).

Agent significance

Actually, insurtech startups also have agency services to boost sales of insurance products through agents (B2B) in addition to retail channels (B2C). PasarPolis has PasarPolis Mitra and Qoala with Mitra Qoala Plus. However, both of them focus from retail first to business, while Fuse is the opposite. There is nothing wrong with these two business segments as the spirit is still the same, to increase the penetration of insurance products in Indonesia.

Agents are at the forefront of insurance companies in accelerating business. According to data from the Indonesian Life Insurance Association (AAJI), this channel contributed to 36.1% of the total life insurance premium income until the third quarter of 2020. Then, followed by the bancassurance line 46.95% and the telemarketing line 1.88%, and others 15 0.06%. In total, the number of licensed insurance agents rose 2.1% to 635,326 people during the period.

AAJI Executive Director Togar Pasaribu said, for life insurance companies, agents are like fresh blood. If you don’t recruit, it will endanger the company that adopts the agency strategy. “Please note that not all life insurance companies use agencies as their distribution channel. Therefore, this only applies to life insurance companies that use agents as salespeople,” he said as quoted from Kontan.

Separately reached by DailySocial, Togar reiterated that the agency model cannot be separated from Indonesian culture, therefore, all people understand the importance of life insurance protection for them and their family. This is because the insurance products are ‘sold’, not ‘purchased’.

This agency business is expensive and has a high turnover. Even so, companies that rely on this channel still have to recruit in order to keep growing under any conditions. Togar said that there is a general formula for recruiting agents, it is 10:3:1. It means, out of every 10 people invited, only three people are interested and take part in the training. However, in the end only one person was willing to become a life insurance agent.

“In an analogy, you just put instant noodles on the display, then people come to buy them. Life insurance products can’t do that. He must be offered. Well, this is why the role of life insurance marketers is important,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Fuse Ambil Sudut Pandang Berbeda untuk Tingkatkan Literasi Produk Asuransi

Menurut data OJK, penetrasi asuransi di Indonesia pada 2019 berada di angka 2,81%. Setahun kemudian nilai ini naik tipis jadi 2,92% dan menjadi 3,11% di bulan Juni 2021. Meskipun masih terbilang kecil, peningkatan ini menjadi sinyal positif bagi industri asuransi di tanah air, apalagi terjadi selama pandemi. Sebagai perbandingan, penetrasi asuransi di Thailand mencapai 4,99% dan Malaysia 4,72%.

Rasio pemegang polis terhadap jumlah penduduk Indonesia masih sangat timpang. Potensi ruang tumbuh yang besar ini dimanfaatkan banyak pihak, termasuk startup insurtech, untuk terus menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk memiliki asuransi dengan cara yang paling mudah, murah, dan praktis. Langkah tersebut diterjemahkan dengan gencar meracik produk asuransi mikro yang dilakukan oleh banyak startup.

Bagi Fuse, pendekatan tersebut dianggap kurang efektif dalam meningkatkan penetrasi dalam waktu cepat. Startup yang didirikan oleh Andy Yeung dan Ivan Sunandar ini justru mengambil pendekatan yang beda, Fuse memberdayakan agen asuransi dengan platform digital.

Dalam wawancara bersama DailySocial, Yeung menjelaskan, saat ia pertama kali merintis Fuse pada 2016, terpampang jelas bahwa agen/broker memainkan peran penting dalam rantai penjualan asuransi dan mereka tidak akan terganggu teknologi dalam waktu dekat. Akhirnya diputuskan untuk membangun aplikasi Fuse Pro untuk mengaktifkan dan mendukung agen/broker dalam digitalisasi. Sekaligus, membantu mereka mengubah bisnis offline menjadi online.

“Dengan kata lain, kami “menggeser asuransi yang ada” ke online, daripada mencoba “menciptakan” pasar asuransi baru seperti asuransi mikro. Itu sebabnya kami fokus pada model bisnis agen/broker ini terutama sejak hari pertama,” ujarnya.

Yeung melanjutkan, bisnis asuransi mikro membutuhkan waktu lama untuk membangun kepercayaan dengan mitra penyalur dan dengan demikian mendidik pelanggan akhir mereka. Contoh yang nyata terlihat dari kerja sama dengan Tokopedia. Fuse membantu mereka meluncurkan top up asuransi transaksional pertamanya saat orang membeli tiket pesawat di 2018.

Setelah 3 tahun bekerja sama, akhirnya Fuse mendapat kepercayaan dari Tokopedia dan menunjuknya sebagai satu-satunya layanan insurtech untuk mendukung semua kebutuhan umum produk asuransi yang ditawarkan di platform Tokopedia mulai pada tahun ini.

Yeung sendiri merupakan serial entrepreneur. Sebelumnya ia telah terlibat di berbagai startup. Beberapa di antaranya bergerak di video streaming, group buy e-commerce, mobile game publishing, dan aplikasi sharing Wi-Fi.

Ia terjun mendirikan Fuse hanya karena startup pertamanya di Indonesia tidak berhasil dalam melakukan monetisasi. “Itulah sebabnya saya melihat ke fintech dan akhirnya berakhir ke ruang insurtech.”

Pada 2018, Fuse bergabung dengan Cekpremi dan Ivan Sunandar (Co-founder Cekpremi) menjadi Co-Founder dan COO Fuse. Ivan memulai Cekpremi pada 2014, startup tersebut merupakan salah satu situs perbandingan asuransi terkemuka di Indonesia.

Peluang besar di insurtech

Menurut Yeung, ruang pertumbuhan untuk bisnis asuransi dan insurtech di Indonesia masih begitu luas karena banyak pain point yang harus diselesaikan oleh pengusaha/perusahaan asuransi. Peluang tersebut adalah infrastruktur, seperti pembayaran, saluran distribusi yang hemat biaya semakin matang, serta kesadaran akan manfaat memiliki asuransi untuk terlindungi.

“Meski begitu, tantangannya adalah jadi lebih banyak pengusaha/perusahaan asuransi yang masuk ke ruang ini dan bersaing secara homogen, daripada menjadi pionir untuk melihat ke daerah-daerah yang kurang terlayani.”

Kendati begitu, bagi Fuse, tetap memperlakukan perusahaan asuransi sebagai mitra untuk meracik dan underwrite berbagai jenis produk asuransi. Fuse menjadi pihak yang mendistribusikan produk asuransi tersebut secara efektif melalui mitra saluran distribusinya.

Ia menuturkan, pihaknya belum ingin menjadikan Fuse sebagai perusahaan asuransi berlisensi dalam waktu dekat. Justru tetap ingin menjadi platform teknologi independen yang bermitra dengan lebih banyak perusahaan asuransi. “Daripada membuat sendiri untuk bersaing dengan mitra perusahaan kami.”

Saat ini, Fuse tidak hanya beroperasi di Indonesia namun juga sudah hadir di Vietnam sejak 2020. Penetrasi asuransi dan startup di sana masih punya ruang tumbuh yang besar sama seperti Indonesia, makanya kesempatan tersebut juga digarap tak hanya Fuse, tapi juga startup lokal lainnya.

Bahkan, menurut Yeung, pihaknya berencana untuk menambah kehadiran di beberapa negara lainnya pada tahun ini. Perusahaan telah memperluas kemitraannya dengan beberapa mitra salurannya ke negara lain.

“Faktanya, kami diberitahu oleh calon investor yang melihat ke seluruh ruang insurtech di Indonesia & Asia Tenggara bahwa kami termasuk yang terbesar dalam hal pendapatan premi bruto (Gross Writing Premium/GWP) dan bahkan secara valuasi.”

Diklaim GWP Fuse mencapai angka $50 juta (lebih dari Rp700 miliar) pada 2020. Nilai GWP tersebut ditargetkan sepanjang tahun ini menembus kisaran $100-120 juta (sekitar Rp1,4 triliun-Rp1,7 triliun).

Menurut data yang diolah DSInnovate dalam “Insurtech Report 2021”, GWP yang telah dibukukan industri perasuransian di Indonesia telah mencapai $20,8 miliar pada tahun 2020. Asuransi jiwa mendominasi dengan nilai 73,8%.

Kendati sempat terdampak pandemi di awal kemunculannya di Indonesia, namun sektor ini relatif bisa cepat pulih jika dilihat dari Gross Premium Income yang didapat.

Dalam laporan di atas, ada beberapa faktor penting yang dapat mendorong adopsi asuransi. Pertama, isi proses klaim yang harus memudahkan (48% responden). Kemudian yang kedua terkait brand penyedia layanan yang harus meyakinkan (39%). Lalu dilanjutkan biaya (37%) dan manfaat yang diberikan (11%).

Peran vital keagenan

Sebenarnya, startup insurtech saat ini juga memiliki layanan keagenan untuk mendongkrak penjualan produk asuransi lewat agen (B2B) selain kanal ritel (B2C). PasarPolis punya PasarPolis Mitra dan Qoala dengan Mitra Qoala Plus. Hanya saja, keduanya fokus dari ritel dulu baru ke bisnis, sementara Fuse sebaliknya. Tidak ada yang salah dengan kedua segmen bisnis ini karena semangat sama, yakni ingin meningkatkan penetrasi produk asuransi di Indonesia.

Agen adalah garda terdepan perusahaan asuransi dalam memacu bisnis. Menurut data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), jalur ini memberikan kontribusi terhadap 36,1% dari total pendapatan premi asuransi jiwa hingga kuartal III 2020. Kemudian, disusul jalur bancassurance 46,95% dan jalur telemarketing 1,88%, dan lainnya 15,06%. Secara total, jumlah agen asuransi berlisensi naik 2,1% menjadi 635.326 orang dalam periode tersebut.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu mengatakan, bagi perusahaan asuransi jiwa, agen itu ibarat darah segar. Bila tidak melakukan rekrutmen, akan membahayakan perusahaan yang mengadopsi strategi agency. “Harap dicatat bahwa tidak semua perusahaan asuransi jiwa menggunakan agency sebagai kanal distribusinya. Jadi hal ini hanya berlaku bagi perusahaan asuransi jiwa yang menggunakan agen sebagai tenaga penjual,” ucapnya seperti dikutip dari Kontan.

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial, Togar kembali menegaskan model keagenan tidak bisa dipisahkan dari budaya masyarakat Indonesia hingga seluruh masyarakat memahami pentingnya proteksi asuransi jiwa bagi dia dan keluarganya. Sebab, produk asuransi sampai saat ini masih ‘dijual’, bukan ‘dibeli’.

Bisnis keagenan ini termasuk mahal dan memiliki turnover yang tinggi. Kendati begitu, perusahaan yang mengandalkan kanal ini tetap harus melakukan perekrutan agar tetap tumbuh dalam kondisi apapun. Togar menyebut ada rumusan umum dalam merekrut agen, yakni 10:3:1. Artinya, dari setiap 10 orang yang diundang, hanya tiga orang yang tertarik dan mengikuti pelatihan. Namun pada akhirnya hanya satu orang yang bersedia menjadi agen asuransi jiwa.

“Kalau dianalogikan, mie instan itu tinggal taruh di-display, lalu orang datang membelinya. Produk asuransi jiwa enggak bisa begitu. Dia harus ditawarkan. Nah, inilah yang menyebabkan kenapa peranan tenaga pemasar asuransi jiwa menjadi penting,” katanya.

Daftar Startup Insurtech di Indonesia

Startup yang bergerak di bidang Insurtech (Insurance Technology) di Indonesia tidak sedikit pemainnya. Insurtech merupakan bisnis yang coba mendigitalkan manajemen produk asuransi, bentuknya berupa kanal informasi dan perbandingan produk, pemesanan layanan, hingga klaim asuransi. Berikut ini daftar startup Insurtech di Indonesia:

PasarPolis

PasarPolis salah satu startup insurtech indonesia yang resmi diperkenalkan pada tahun 2015

PasarPolis salah satu startup bidang insurtech yang resmi diperkenalkan pada masyarakat pada 3 Maret 2015. Disebutkan PasarPolis telah bermitra dengan lebih dari 100 produk asuransi dari sekitar 30 mitra asuransi yang memasarkan produknya di situs PasarPolis. PasarPolis menyediakan enam jenis produk asuransi, seperti asuransi perjalanan, kecelakaan diri, properti, kesehatan, jiwa, dan kendaraan motor.

Tahun lalu, setelah mengumumkan ambisi ekspansinya ke pasar regional dimulai dari Thailand dan Vietnam, PasarPolis mulai mengembangkan di sektor pariwisata, yaitu produk asuransi yang ditawarkan PasarPolis seperti asuransi perjalanan dan penundaan penerbangan. Sementara untuk e-commerce produk yang ditawarkan mencakup penanggungan kerusakan produk saat proses pengiriman.

RajaPremi

RajaPremi adalah startup insurtech dengan portal asuransi pertama di Indonesia. Startup yang sebenarnya sudah digarap sejak 2012 ini, dan dirintis oleh tiga orang founder, Chang Jeh sebagai CEO, Keith Chee sebagai CTO, dan Margaretha Venny sebagai General Manager.

Layanan yang mengklaim dirinya sebagai pelopor pasar asuransi online di Indonesia ini menawarkan banyak produk yang salah satunya adalah asuransi jiwa dan kesehatan. Melalui situs ini, masyarakat diajak untuk membandingkan harga dan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Bahkan, rajapremi.com juga menyediakan konsultasi gratis dengan konsultan asuransi independen untuk memudahkan calon pengguna layanannya memilih asuransi yang tepat.

Qoala 

Startup insurtech indonesia qoala merupakan salah satu peserta dari Grab Ventures Velocity (GVV)

Qoala juga merupakan startup insurtech yang menjembatani proses klaim asuransi melalui sistem teknologi. Qoala sendiri berada di bawah PT Archor Teknologi Digital dan merupakan salah satu peserta dari Grab Ventures Velocity (GVV) batch kedua.

Semua proses klaim Qoala menggunakan teknologi digital berbasis artificial intelegence (AI). Gunanya untuk mempercepat proses identifikasi terhadap seseorang. Sehingga proses klaim jadi lebih efektif dan tentu saja cepat. Waktu klaim yang dijanjikan Qoala hanya butuh beberapa menit saja. Bahkan klaim bisa dikirimkan melalui pembayaran digital OVO dan Gopay.

Wowpremi

WowPremi masuk dalam daftar startup insurtech indonesia

WowPremi masuk dalam daftar startup insurtech yang tidak hanya melayani pengajuan polis asuransi jiwa secara online, melainkan juga membantu calon nasabah mencocokan kebutuhan asuransi karena WowPremi menyediakan banyak kategori asuransi dari perusahaan asuransi terkemuka. Selain didukung oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), WowPremi menggandeng payment gateway yang didukung oleh 21 bank dan kartu kredit sehingga proses pembayaran asuransi dijamin aman dan instan.

Futuready

Futuready adalah salah satu startup insurtech Indonesia yang bisnis perusahaannya pialang (lebih dikenal broker) asuransi, dengan jalur penjualan khusus online. Perusahaan ini diklaim memiliki lisensi resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan nama usaha PT Futuready Insurance Broker dan nomor izin no. KEP-518/NB.1/2015.

Futuready adalah startup insurtech indonesia yang bisnisnya pialang (lebih dikenal broker) asuransi

Setelah sebelumnya fokus kepada onboarding customer, saat ini Futuready fokus kepada layanan pelanggan secara menyeluruh, terutama dalam hal proses klaim asuransi. Didukung dengan teknologi dan pilihan pembayaran pelanggan, mereka menyebutkan proses klaim bisa dilakukan hanya dalam waktu 48 jam saja.

Igloo

Igloo merupakan asuransi digital on-demand untuk perlindungan layar. Aplikasi yang dilengkapi dengan teknologi machine learning tersebut menyediakan layanan asuransi khusus untuk perlindungan layar (screen protector) untuk semua tipe dan merek ponsel yang tersedia di Indonesia.

Saat ini Igloo hanya menyediakan asuransi untuk layar ponsel saja, namun ke depannya Igloo juga akan menghadirkan asuransi untuk perjalanan wisata, perlindungan furnitur dan barang berharga di apartemen.

Lifepal

Lifepal, startup insurtech yang hadir dalam bentuk platform marketplace , layanannya membantu membandingkan, membeli, dan menggunakan produk asuransi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran. Adapun produk yang ditawarkan mulai dari asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi kendaraan, asuransi perjalanan, dan lain sebagainya.

Lifepal, startup insurtech indonesia yang hadir dalam bentuk platform marketplace

Lifepal menyediakan pilihan paket asuransi kesehatan dan jiwa yang lengkap, mulai dari Paket Keluarga, Paket Penyakit Kritis, Paket Kehamilan, hingga Paket Lanjut Usia. Juga menawarkan perbandingan perlindungan dengan manfaat terbaik dan harga premi termurah dari berbagai brand asuransi ternama untuk melindungi karyawan perusahaan.

9lives

9Lives (PT. Nine Lives Indonesia) merupakan sebuah perusahaan startup insurtech Indonesia yang bergerak dibidang usaha aktivitas konsultasi digital dan managemen fasilitas informasi teknologi lainnya, yang menyediakan pelayanan dalam pencarian dan pembelian polis asuransi. Serta klaim asuransi melalui sebuah mobile aplikasi.

Hadir di Indonesia sejak tahun 2018, 9Lives mencoba relevan dengan inovasi microinsurance. Yang terbaru mereka meluncurkan Asuransi Selfie yang secara khusus melindungi wajah saat terjadi kecelakaan. Produk ini diharapkan cocok dengan target pasarnya, yaitu kalangan milenial khususnya kaum perempuan.

Cekpremi

Satu lagi layanan perbandingan produk finansial hadir di Indonesia. Meski bukan yang pertama, CekPremi besutan PT Reventon Mitra Utama ini mencoba hadir sebagai portal informasi dalam perbandingan produk asuransi online.

Sebagai penyedia layanan perbandingan asuransi, Cekpremi memiliki peran ganda yang untuk dapat menguntungkan konsumen maupun mitra asuransi yang berpartisipasi. Melalui situs resminya, saat ini CekPremi baru menyediakan jasa perbandingan produk asuransi untuk mobil, motor dan juga asuransi perjalanan. Keunggulan lain yang ditawarkan oleh CekPremi yaitu mereka berani memberikan garansi 200% dari perbedaan harga jika konsumen menemukan premi yang lebih murah daripada yang dijual di Cekpremi.

Premiro

Premiro, portal pembanding asuransi yang menginginkan pelanggan memegang kendali. Startup insurtech ini menghubungkan pengguna dengan produk-produk asuransi pilihan secara instan tanpa harus meninggalkan rumah atau pekerjaan. Hemat waktu dan tenaga. Dengan memberikan kebebasan memilih asuransi yang paling sesuai dengan kebutuhan pelanggan.

Premiro menghadirkan empat produk. Untuk asuransi perjalanan, bagi yang ingin ke luar negeri hanya melayani perjalanan tunggal. Pada produk asuransi kendaraan, terdapat beragam pilihan perlindungan serta disediakan bengkel rekanan terpilih. Perlindungan untuk properti dan harta benda, tersedia untuk memproteksi risiko terhadap kebakaran, banjir, pencurian, perampokan dan berbagai risiko lain. Selanjutnya adalah produk kesehatan, pribadi dan jiwa.

Asuransi88

Bekerja sama dengan lebih dari 10 perusahaan penyedia asuransi, Startup insurtech Asuransi88 mengklaim menawarkan layanannya secara gratis, mudah, tidak bias, dan independen. Monetisasi melalui iklan dan lead pembelian produk melalui situsnya merupakan model bisnis yang coba dibangun oleh Asuransi88.

Startup insurtech indonesia Asuransi88 bekerja sama dengan lebih dari 10 perusahaan penyedia asuransi

Melalui Internet, Asuransi88 menawarkan kemudahan bagi para penggunanya untuk dapat memiliki layanan asuransi idaman dari yang dulunya harus melalui proses yang cukup lama dan membuang waktu. Hanya dengan tiga langkah, seperti yang dikutip dari rilis persnya, pengguna sudah bisa mendapatkan asuransi terbaik sesuai dengan kebutuhannya.

Rencana Portal Asuransi Online Cek Premi Tahun Ini

Portal asuransi online CekPremi membeberkan sejumlah rencana agresif pada tahun ini demi meningkatkan eksistensinya sebagai pemain fintech asuransi di Tanah Air. Beberapa rencana di antaranya menambah rekanan produk dan layanan baru, serta meluncurkan aplikasi khusus pengajuan klaim asuransi.

Untuk melancarkan seluruh strategi tersebut, perusahaan berencana untuk mencari dana segar dari investor. Aksi ini merupakan perdana dilakukan CekPremi sejak pertama kali diluncurkan pada September 2014, selama ini perusahaan menggunakan dana dari kantung sendiri untuk operasionalnya.

“Kondisi kami terkini masih memiliki dana yang cukup untuk terus ekspansi. Namun untuk mencapai pertumbuhan yang lebih agresif, tentu saja butuh tambahan funding. Kami masih memproses dengan bertemu calon investor potensial,” terang Business Development Manager CekPremi Ivan Sunandar kepada DailySocial, Senin (15/5).

Saat ini CekPremi sudah bermitra dengan lebih dari 20 perusahaan asuransi umum di Indonesia. Adapun jumlah nasabah aktif yang sudah dihimpun CekPremi sekitar 12 ribu hingga 15 ribu orang, dengan total premi sekitar Rp46 miliar. Lokasi nasabah saat ini masih terpusat di Pulau Jawa, namun telah menyebar ke Papua, Medan, Kalimantan, dan Bali.

Beberapa perusahaan asuransi yang sudah menjadi rekanan CekPremi diantaranya, Asuransi MAG, Jasindo, Adira Insurance, Bess Central Insurance, dan lainnya. Adapun produk asuransi yang paling diminati adalah asuransi kesehatan dan mobil.

“Asuransi kesehatan dan mobil jadi produk yang paling laku, faktornya dikarenakan awareness masyarakat terhadap asuransi mulai meningkat sebagai sesuatu yang diperlukan. Kehadiran BPJS juga menjadi pemicu kesadaran masyarakat.”

Siap tunduk aturan OJK

Seperti diketahui, OJK saat ini tengah mewacanakan rencana untuk mengatur pemasaran asuransi secara digital. Pengaturan akan dilakukan secara bertahap, langkah awal akan diatur soal pemasaran asuransi lewat situs masing-masing asuransi berbentuk surat edaran. Berikutnya, regulator akan mengatur soal pemasaran produk asuransi lewat lembaga lain yang bertindak sebagai agregator.

Terkait hal ini, Ivan mengatakan bahwa pihaknya siap untuk tunduk dengan aturan tersebut meski saat ini belum ada aturan yang mengatur mekanisme asuransi online di Indonesia.

Secara model bisnis, pihaknya menolak disebut sebagai agregator, broker, ataupun agen asuransi. Sebab ketiganya memiliki kelemahan masing-masing.

Untuk agregator, perusahaan memiliki keterbatasan tidak bisa melayani nasabah untuk pemrosesan klaim. Kalau broker, kebanyakan segmen broker adalah nasabah institusi, biasa menangani asuransi dengan risiko yang besar. Hal ini berbeda dengan fokus CekPremi yang fokus menyasar nasabah ritel.

Sementara agen memiliki keterbatasan dalam melayani nasabah. Berdasarkan aturan yang berlaku, seorang agen tidak bisa merepresentasikan diri sebagai agen dari berbagai perusahaan asuransi.

“Sedangkan ranah model bisnis kami adalah di antara broker dan agen. Kami ini end-to-end service, juga bukan disebut agregator karena kami memiliki petugas yang melayani setiap klaim yang diajukan nasabah. Kami juga punya tim bengkel khusus untuk menangani asuransi mobil dan pelayanan klaimnya,” pungkas Ivan.

CekPremi Sempurnakan Layanan dengan Kehadiran Asuransi Motor di Tahun 2015

Ilustrasi Sepeda Motor / Shutterstock

Semenjak diluncurkan secara resmi pada bulan September lalu, portal online penyedia jasa perbandingan produk asuransi di Indonesia CekPremi terus melakukan penyempurnaan layanan mereka. Menyambut tahun 2015, CekPremi menambah diversifikasi produk dengan melayani penjualan asuransi motor secara online. Untuk segmen ini CekPremi menggandeng lima perusahaan asuransi terkemuka.

Continue reading CekPremi Sempurnakan Layanan dengan Kehadiran Asuransi Motor di Tahun 2015

CekPremi Hadirkan Portal Informasi Perbandingan Produk Asuransi Online

Ilustrasi Insurance Online / Shutterstock

Satu lagi layanan perbandingan produk finansial hadir di Indonesia. Meski bukan yang pertama, CekPremi besutan PT Reventon Mitra Utama ini mencoba hadir sebagai portal informasi dalam perbandingan produk asuransi online. Hadirnya CekPremi akan membuat persaingan di segmen ini semakin semarak.

Continue reading CekPremi Hadirkan Portal Informasi Perbandingan Produk Asuransi Online