Google Luncurkan AIY Vision Kit, Perangkat Computer Vision DIY Berbasis Raspberry Pi

Usai memperkenalkan VR headset super-simpel Cardboard di tahun 2014, Google kembali bereksperimen dengan karton. Namun demikian, proyeknya kali ini jauh lebih kompleks karena melibatkan sederet komponen elektronik, dan lagi material karton di sini hanya bersifat kosmetik saja.

Namanya AIY Vision Kit, dan perangkat ini merupakan bagian dari salah satu program eksperimental terbaru Google, yaitu AIY Project. Sebelumnya, Google memulai debut program ini melalui AIY Voice Kit, yang premisnya menawarkan dukungan perintah suara dan integrasi Google Assistant pada perangkat berbasis Raspberry Pi.

Untuk Vision Kit, premisnya tidak jauh berbeda dan masih mengandalkan Raspberry Pi. Hanya saja, topik yang menjadi fokus kali ini adalah computer vision. Google melihat proyek ini sebagai cara murah dan sederhana untuk menerapkan teknologi computer vision tanpa perlu mengandalkan koneksi ke jaringan cloud.

AIY Vision Kit

Vision Kit ditujukan untuk penghobi DIY alias do-it-yourself. Paket penjualannya mencakup casing karton, papan sirkuit VisionBonnet, tombol arcade RGB, speaker piezoelektrik, lensa wide-angle dan makro, mur untuk menyambungkan ke tripod dan beragam komponen penyambung lain.

Sisanya, pengguna harus menyiapkannya sendiri, mulai dari Raspberry Pi Zero W, kamera Raspberry Pi, SD card, dan power supply. Kalau sudah lengkap, barulah Vision Kit siap diprogram lebih lanjut.

AIY Vision Kit

Komponen utama Vision Kit adalah papan sirkuit VisionBonnet itu tadi, yang mengemas chip Intel Movidius MA2450. Chip ini punya konsumsi daya yang amat kecil, akan tetapi sanggup menerapkan computer vision dengan menjalankan sejumlah neural network secara lokal, alias tanpa sambungan internet.

Google sendiri menyediakan tiga model neural network yang bisa langsung dipakai. Yang pertama untuk mengenali ribuan benda umum. Yang kedua untuk mengenali wajah dan ekspresinya. Yang terakhir untuk mendeteksi manusia, kucing atau anjing. Selebihnya, pengguna bebas ‘melatih’ model neural network-nya sendiri menggunakan software open-source TensorFlow.

AIY Vision Kit

Sejauh ini Anda mungkin bertanya, “apa manfaat praktisnya?” Banyak, salah satunya untuk mengidentifikasi beragam jenis tanaman maupun hewan. Selain itu, Vision Kit juga bisa dimanfaatkan untuk mengecek apakah anjing Anda kabur dari halaman belakang, atau mengecek apakah tamu-tamu yang datang tampak terkesan dengan dekorasi rumah Anda berdasarkan ekspresi mukanya.

Google berencana memasarkan AIY Vision Kit ke komunitas maker mulai awal Desember ini. Harganya dipatok $45, sekali lagi belum termasuk chip Raspberry Pi dkk yang saya sebutkan tadi.

Sumber: Google.

Google Lens Kini Terintegrasi ke Google Assistant di Semua Smartphone Pixel

Setelah menjalani debutnya bersama Pixel 2 dan Pixel 2 XL pada bulan Oktober lalu, Google Lens akhirnya terintegrasi secara penuh ke Google Assistant dan sudah siap untuk dinikmati oleh para pengguna smartphone Pixel yang berbahasa Inggris, termasuk generasi yang pertama.

Sekadar mengingatkan, Google Lens yang memanfaatkan teknologi computer vision dan machine learning ini memungkinkan pengguna untuk melakukan pencarian informasi hanya dengan memotret menggunakan ponselnya. Semisal pengguna menjumpai poster sebuah film, mereka tinggal mengarahkan kamera ponsel untuk mengakses informasi macam trailer sampai ulasan lengkapnya.

Sebelum ini, Google Lens hanya bisa diakses lewat aplikasi galeri foto di Pixel 2. Jadi, caranya bukan yang paling mudah; pengguna harus mengambil foto, membuka aplikasi galeri, lalu mengklik icon Google Lens. Sekarang semuanya jadi jauh lebih mudah berkat integrasinya pada Google Assistant.

Jadi ketika pengguna membuka Google Assistant, mereka akan menjumpai icon baru Google Lens di ujung kanan bawah. Klik icon tersebut, maka kamera ponsel akan aktif. Jepret suatu gambar, maka Assistant akan langsung menyajikan informasi-informasi yang relevan. Semuanya berlangsung secara real-time.

Google Lens

Ada cukup banyak skenario penggunaan Google Lens yang menarik. Yang pertama adalah untuk menyimpan informasi dari sebuah kartu nama secara instan. Lens juga dapat dipakai untuk membuka alamat suatu lokasi di Google Maps, untuk langsung dilanjutkan ke mode navigasi.

Skenario lain diperuntukkan bagi turis, di mana mereka bisa memanfaatkan Google Lens untuk mempelajari berbagai monumen bersejarah maupun koleksi karya seni di suatu museum, semuanya hanya dengan mengarahkan kamera ponsel. Terakhir, Lens juga bisa digunakan untuk mencari informasi suatu produk dengan memotret barcode-nya.

Seperti yang saya bilang di awal, integrasi Google Lens pada Assistant ini bakal tersedia di semua smartphone Pixel. Google bakal merilisnya dalam beberapa minggu ke depan di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Australia, India dan Singapura.

Sumber: Google.

AR City Bantu Anda Mengeksplorasi Berbagai Kota dengan Augmented Reality dan Computer Vision

Di titik ini, Anda mungkin beranggapan bahwa augmented reality (AR) hanya bermanfaat untuk bidang pendidikan dan hiburan. Padahal kalau kita ingat di tahun 2012 lalu, Nokia sempat menunjukkan manfaat AR untuk bernavigasi di suatu lokasi melalui aplikasi bernama City Lens.

Dunia mungkin sudah lupa dengan Nokia dan City Lens. Namun perkembangan pesat teknologi AR belakangan ini, yang ditandai oleh kemunculan ARKit di iOS dan ARCore di Android, menginspirasi developer untuk kembali menyentuh konsep yang dipopulerkan Nokia tersebut dan lanjut mematangkannya.

Salah satunya adalah Blippar. Mereka baru saja meluncurkan versi beta dari aplikasi AR City. Premis yang ditawarkan adalah membantu pengguna bernavigasi dan mengeksplorasi kota-kota di dunia dengan memanfaatkan kecanggihan AR dan computer vision. Anggap saja ini sebagai evolusi Nokia City Lens yang juga dilengkapi mode navigasi.

Blippar AR City

Jadi ketimbang melihat petunjuk arah di tampilan peta, Anda bisa mengarahkan smartphone ke jalanan dan melihat petunjuk arah yang muncul di atasnya langsung. Blippar mengklaim akurasinya melebihi GPS karena mereka juga menerapkan teknologi Visual Intertial Odometry (VIO) untuk memantau pergerakan pengguna.

Selagi pengguna berjalan, beragam informasi akan muncul di sekitarnya, mulai dari nama jalan, nama gedung maupun titik-titik tertentu yang biasa dikunjungi warga setempat. Informasi tambahan ini baru tersedia di 300 kota, dan khusus di area seperti pusat kota London, Mountain View dan San Francisco, informasinya bakal lebih komplet lagi.

AR City saat ini baru tersedia untuk perangkat iOS, namun saya tidak akan terkejut jika Blippar ke depannya juga merilis versi Android-nya. Lebih lanjut, Blippar nantinya juga berencana menambahkan konten dari layanan pihak ketiga guna memperkaya informasi yang disajikan.

Sumber: Blippar.

Berkat Chip Myriad X dari Intel, Drone Bakal Punya ‘Penglihatan’ yang Lebih Baik Lagi

Pernah mendengar perusahaan bernama Movidius? Mungkin tidak, padahal hasil karyanya banyak terdapat di gadget populer macam drone DJI Phantom 4. Tanpa jerih payah Movidius, mustahil pabrikan drone nomor satu itu bisa menciptakan drone yang mampu memahami kondisi di sekitarnya.

Fokus Movidius ada pada pengembangan prosesor khusus untuk keperluan deep learning maupun computer vision. Begitu istimewanya teknologi ciptaan Movidius, Intel sampai tertarik untuk mengakuisisinya tahun lalu. Kini di bawah naungan Intel, Movidius malah makin serius berinovasi.

Buah pemikiran terbarunya adalah Myriad X, kelanjutan dari chip Myriad 2 yang datang dengan kapabilitas deep learning luar biasa berkat integrasi Neural Compute Engine. Secara prinsip peran Myriad X sebagai sebuah vision processing unit (VPU) masih sama seperti Myriad 2, yakni menghilangkan ketergantungan perangkat terhadap jaringan cloud dalam melakukan analisis, tapi dengan kinerja yang jauh lebih baik lagi.

Secara teknis, Myriad X sanggup mengatasi hingga 4 triliun pengoperasian per detik, sedangkan batas maksimum Myriad 2 hanya pada 1 – 1,5 triliun saja. Pada prakteknya, perangkat seperti drone atau kamera pengawas yang dibekali chip Myriad X tak hanya sanggup mendeteksi ada seseorang di jarak pandangnya, tapi mungkin juga mengenali jenis kelamin ataupun usianya.

Namun yang terpenting adalah bagaimana semua ini bisa dilakukan secara lokal, alias tanpa mengandalkan bantuan cloud, dan juga tanpa mengonsumsi daya yang besar. Itulah mengapa Intel dan Movidius membidik perangkat-perangkat macam drone, VR atau AR headset, robot maupun berbagai jenis kamera pintar sebagai target pasar Myriad X.

Sumber: TechCrunch dan Intel.

Cukup Tunjuk Suatu Objek, Orcam MyEye Akan Mendeskripsikannya Kepada Anda

Belum lama ini, Microsoft meluncurkan aplikasi unik bernama Seeing AI, yang berperan sebagai narator untuk pengguna yang memiliki gangguan penglihatan. Cara kerjanya sederhana sekali: cukup buka app di ponsel, arahkan kamera, maka ia akan mendeskripsikan apapun yang ada di hadapannya.

Kalau itu masih kurang simpel, maka solusinya bukan lagi sebatas software, melainkan dengan hardware seperti OrCam MyEye ini. Ia merupakan sebuah perangkat kecil yang bisa dipasangkan ke tangkai kacamata, dan fungsinya kurang lebih sama seperti Seeing AI, yakni mengidentifikasi objek sekaligus membacakannya ke pengguna.

Orcam MyEye

Cara menggunakannya bahkan lebih sederhana lagi, dimana pengguna hanya diminta untuk menunjuk ke arah objek yang ingin dibacakan. Bisa teks di buku menu, teks di kaleng minuman, kartu nama, dan masih banyak lagi. Andai Anda memegang kaleng atau objek lainnya dalam posisi terbalik, MyEye bakal meminta Anda untuk membaliknya.

Seperti Seeing AI, MyEye juga dapat mendeteksi uang dan membacakan jumlahnya kepada pengguna. Kalau teks yang dibaca ternyata dalam bahasa asing, MyEye akan langsung menerjemahkannya selama bahasa tersebut didukung. Facial recognition juga tersedia, dimana perangkat bisa mengingat nama dan mengenali wajah seseorang yang sudah pernah Anda temui sebelumnya.

Orcam MyEye / Orcam

Namun fitur MyEye yang paling istimewa sejatinya adalah bagaimana ia sangat menghargai privasi penggunanya, sebab semua data akan diolah langsung di perangkat, tanpa tersambung ponsel atau server apapun. Hal ini juga berarti MyEye bisa digunakan di mana saja, dan ia sama sekali tidak bergantung pada koneksi internet.

Pengembangnya yang bermarkas di Israel sebenarnya sudah cukup lama memasarkan Orcam MyEye dengan banderol harga $3.500, akan tetapi mereka sedang mengerjakan versi baru yang lebih sempurna. Lebih sempurna karena versi barunya ini tidak perlu lagi tersambung ke perangkat tambahan seukuran ponsel yang bertindak sebagai processing unit-nya.

Nodeflux Kombinasikan Komputasi Pintar untuk Ragam Kebutuhan Analisis

Implementasi yang pas dari teknologi mampu menghasilkan sebuah pemrosesan baru yang lebih pintar, cepat dan efisien. Salah satunya seperti yang diupayakan oleh Nodeflux, startup teknologi yang mengembangkan produk berbasis distributed-computation platform.

Sederhananya sistem pemrosesan yang dimiliki Nodeflux mampu untuk mengitepretasikan data dari berbagai sumber (teks, audio, video, gambar, dan lain sebagainya) dan memadupadankan dengan operasi komputasi untuk menghasilkan sebuah analisis yang lebih bermanfaat untuk pengguna.

Salah satu yang sudah diimplementasikan adalah pemrosesan gambar dan video dari kanal media perekaman (CCTV, Webcam dan lainnya) untuk membantu bisnis mengetahui tren aktivitas tertentu. Beberapa pemrosesan yang dilakukan di antaranya deteksi orang, menghitung jumlah orang dalam kerumunan, pengenalan wajah, deteksi usia dan jenis kelamin, menghitung jumlah suatu objek, hingga memahami perilaku dalam sebuah kerumunan.

Sampai sini tentu sudah makin mudah diterka beberapa skema implementasi produk Nodeflux dalam kehidupan sehari-hari. Nodeflux didirikan oleh dua Co-Founder lulusan ITB, Meidy Fitranto dan Faris Rahman.

Konsep dasar platform Nodeflux
Konsep dasar platform Nodeflux

Memadukan teknologi komputasi canggih

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Nodeflux Meidy menerangkan bahwa fungsi platform Nodeflux sebenarnya adalah kemampuan komputasi terdistribusi dan juga kemampuan menyebarkan “brain”, komputasi dan kecerdasan buatan secara scalable. Di sini “brain” yang dimaksud dapat digunakan untuk implementasi pada pengolahan seperti Big Data, IoT dan Machine Learning.

“Kalau untuk sekarang kami sedang berfokus mendalami penerapan Artificial Intelligence, Machine Learning dan Deep Learning di area Computer Vision. Jadi Nodeflux men-deploy brain ke CCTV, Webcam, Smartphone dan beberapa perangkat lainnya sehingga mereka mampu melakukan banyak fungsi kecerdasan di luar kemampuan awalnya. Contohnya untuk mendeteksi objek, mengklasifikasikan tipe objek dan sebagainya,” ujar Meidy.

Dua Co-Founder Nodeflux Faris Rahman dan Meidy Fitranto
Dua Co-Founder Nodeflux Faris Rahman dan Meidy Fitranto

Dari perpaduan teknologi tersebut, saat ini Nodeflux telah siap diimplementasikan untuk beberapa sektor bisnis. Untuk ritel memberikan solusi pemantauan persediaan barang, memantau arus pengunjung, menganalisis antrean, hingga menganalisis alur jalan pengunjung. Kemudian di dalam bangunan, Nodeflux dapat membantu pengelolaan parkir, sistem keamanan pintar serta manajemen kedatangan. Selain itu skema implementasi juga sudah disiapkan untuk kota pintar, transportasi, manajemen jalan tol hingga fasilitas keselamatan.

“Kita bisa menggunakan CCTV existing sebagai input source, lalu membuat CCTV yang awalnya standar menjadi pintar, dari biasanya hanya untuk kebutuhan surveillance security, bisa melakukan hal pintar seperti menghitung density kendaraan suatu jalan, identifikasi pelat nomor, mendeteksi PKL Liar, angkutan umum yang mengetem, sampah di kali, ketinggian air, dan sebagainya,” ujar Meidy lebih lanjut.

Studi kasus dan tingkat efektivitas

TransJakarta menjadi salah satu mitra studi kasus yang telah menerapkan Proof of Concept (POC) solusi Nodeflux. Yakni untuk memantau tingkat antrean kepadatan dan dilakukan analisis guna pengambilan keputusan di lapangan dalam operasional. Salah satu yang menarik juga sebuah implementasi untuk mendeteksi angkutan umum yang parkir tidak pada tempatnya, umum disebut ngetem. Ada juga implementasi untuk mengotomatiskan lampu lalu lintas berdasarkan kepadatan kendaraan di setiap arah. Dan masih banyak lagi.

Salah satu implementasi Nodeflux dalam "Ngetem Detector"
Salah satu implementasi Nodeflux dalam “Ngetem Detector”

Menjelaskan tentang efisiensi dalam penerapannya Meidy menjelaskan, “Contoh studi kasus, Traffic Monitoring, yang sebelumnya dilakukan manual, kini dapat dilakukan secara otomatis dan real time, reduce cost, dan informasi yang disajikan lebih reliable dan lengkap. Kemudian Stock Monitoring, yang sebelumnya harus dilakukan manual, kini dapat dilakukan dengan cara otomasi dan near real time. Mengurangi opex dan opportunity loss.”

Pada dasarnya sudah sangat jelas, masa depan penerapan teknologi memang membuat segalanya menjadi canggih dan terukur. Apa yang dikembangkan Nodeflux bisa dikatakan mencicil inovasi masa depan dari penerapan teknologi dalam dunia nyata, saat semua menjadi serba pintar dan memberikan inisght yang bermanfaat pagi penggunanya.

“Dari sisi inovasi produk, secara solusi, kami ingin bisa memberikan solusi yang signifikan dengan menggunakan pendekatan teknologi. Secara kualitas kami ingin menghasilkan produk teknologi yang mampu compete secara global. Dan dari sisi bisnis kami ingin agar bisa menjadi startup yang solutif dan terdepan dalam komputasi dan AI di Indonesia,” pungkas Meidy menjelaskan visi besarnya bersama Nodeflux.

Lighthouse Adalah Kamera Pengawas dengan Teknologi Sekelas Mobil Tanpa Sopir

Kamera pengawas yang dapat membedakan hewan peliharaan dari anak kecil maupun pencuri terdengar seperti properti dalam sebuah film sci-fi. Namun perkembangan teknologi computer vision yang begitu pesat sangat berpengaruh terhadap realisasi produk yang kita anggap fiktif itu tadi.

Buktinya adalah Lighthouse, sebuah kamera pengawas canggih dengan integrasi teknologi 3D sensing, deep learning sekaligus artificial intelligence (AI). Pengembangnya merupakan binaan Playground, sebuah inkubator teknologi yang didirikan oleh Andy Rubin setelah beliau meninggalkan Google. Siapa itu Andy Rubin? Anda pasti belum pernah membaca sejarah Android.

Lighthouse mengerti apa yang sedang dilihatnya dan mampu mengidentifikasi objek yang berbeda / Lighthouse AI
Lighthouse mengerti apa yang sedang dilihatnya dan mampu mengidentifikasi objek yang berbeda / Lighthouse AI

Kembali ke Lighthouse itu sendiri, perangkat ini bukan sembarang kamera pengawas berbekal konektivitas Wi-Fi. Ia sanggup mendeteksi objek yang sedang diawasinya secara akurat. Contoh yang paling gampang, ia tahu kalau yang sedang tidur-tiduran di depan pintu masuk rumah adalah anjing kesayangan Anda dan bukan putra bungsu Anda.

Kepintaran Lighthouse akan semakin terasa ketika Anda mencoba untuk memonitor hasil rekamannya. Di sini Anda bisa melontarkan pertanyaan sederhana seperti, “Siapa yang tadi pagi berdiri di pintu bersama anjing?”, atau yang lebih kompleks seperti, “Jam berapa anak-anak saya pulang hari Selasa lalu?”

Orang maupun hewan peliharaan yang Anda tanyakan akan di-highlight dalam warna biru dan kuning / Lighthouse AI
Orang maupun hewan peliharaan yang Anda tanyakan akan di-highlight dalam warna biru dan kuning / Lighthouse AI

Selanjutnya, Lighthouse akan memberikan jawaban dalam bentuk video dimana orang maupun hewan yang Anda tanyakan itu tadi telah di-highlight dalam warna yang berbeda. Semua ini disimpan dalam jaringan cloud dan dienkripsi, sehingga apapun yang terjadi Anda tetap punya arsip yang lengkap.

Anda bahkan bisa menginstruksikan Lighthouse untuk mengaktifkan fitur-fitur tertentu pada berbagai skenario. Contohnya, Anda bisa meminta Lighthouse untuk mengirim notifikasi ketika anak-anak Anda belum pulang lewat jam 4 sore.

Lighthouse menggunakan teknologi 'penglihatan' mirip seperti yang ada pada mobil tanpa sopir / Lighthouse AI
Lighthouse menggunakan teknologi ‘penglihatan’ mirip seperti yang ada pada mobil tanpa sopir / Lighthouse AI

Teknologi yang digunakan Lighthouse sejatinya mirip seperti teknologi yang digunakan pada mobil kemudi otomatis, dimana mobil dapat mengenali sekaligus membedakan objek di depan mereka dan bertindak menyesuaikan skenarionya. Pada kenyataannya, dua pendiri Lighthouse sebelumnya bisa dikatakan sebagai pionir pengembangan teknologi kemudi otomatis.

Saat ini Lighthouse masih dalam tahap akhir pengembangan sebelum siap dipasarkan mulai bulan September mendatang. Pengembangnya sudah menerima pre-order seharga $399 dengan bonus biaya berlangganan selama dua tahun, $499 selama empat tahun, dan $599 selama enam tahun. Setelahnya, Anda harus membayar biaya berlangganan sebesar $10 per bulan.

Sumber: Fast Company.

Kamera Pengawas Berbekal AI Bisa Berperan dalam Pencegahan Aksi Kriminal

Tidak terhitung jumlah aksi kriminal yang tertangkap kamera pengawas. Namun semua ini tetap tidak bisa mencegah kejadian tersebut terjadi. Bagaimana seandainya ada kamera pengawas yang dapat mendeteksi seorang penyusup lalu memberikan peringatan secara real-time?

Tidak lama lagi, impian tersebut mungkin akan terwujud. Movidius, perusahaan ahli computer vision yang belum lama ini diakuisisi Intel, telah bekerja sama dengan Hikvision guna merealisasikannya. Kalau Anda tidak kenal dengan Hikvision, perusahaan ini merupakan salah satu produsen kamera pengawas terbesar sejagat.

Kata kuncinya adalah artificial intelligence alias AI. Saat AI beserta elemen-elemen pendukungnya diintegrasikan ke kamera pengawas, maka pendeteksian seorang penyusup maupun paket barang yang mencurigakan sangat mungkin untuk dilakukan. Pada kenyataannya, teknologi buatan Movidius sudah digunakan di sejumlah perangkat populer, drone DJI Phantom 4 salah satunya.

Hikvision sendiri sejauh ini sebenarnya sudah memiliki sejumlah kamera yang dapat mengidentifikasi tipe mobil, mendeteksi penyusup atau bahkan pengemudi mobil yang lupa mengenakan sabuk pengaman, dengan tingkat akurasi 99 persen. Pun demikian, prosesnya masih harus mengandalkan jaringan cloud.

Apa yang Movidius tawarkan lewat platform Myriad 2 Vision Processing Unit (VPU) sederhananya adalah kemudahan melakukan itu semua secara lokal. Dengan kata lain, teknologi analisisnya sudah ditanamkan ke dalam kamera, dan prosesnya pun bisa berlangsung di tempat secara instan.

Semua ini merupakan komposisi dasar yang diperlukan untuk mewujudkan skenario di awal tadi. Kamera pengawas selama ini telah menjadi alat bantu yang efektif dalam menemukan bukti aksi kriminal. Namun ke depannya kamera pengawas juga bisa berperan dalam pencegahan aksi kriminal.

Sumber: Movidius dan Engadget.

DJI Mavic Pro Adalah Drone Terkecil yang Pernah DJI Buat

Seperti yang sudah dirumorkan, DJI baru-baru ini meresmikan sebuah drone anyar bernama Mavic Pro. Ini merupakan drone terkecil yang pernah DJI buat; keempat lengannya bisa dilipat sehingga perangkat jadi tampak sangat ringkas, bahkan lebih ringkas dari GoPro Karma yang mengusung konsep desain serupa.

Namun jangan sesekali tertipu dengan wujudnya yang mini, DJI telah menambatkan deretan teknologi canggih ke Mavic Pro. Secara garis besar, drone ini punya spesifikasi dan fitur setara Phantom 4, bahkan melampauinya di beberapa aspek.

Kamera 4K milik DJI Mavic Pro menancap pada gimbal 3-axis untuk hasil perekaman yang stabil / DJI
Kamera 4K milik DJI Mavic Pro menancap pada gimbal 3-axis untuk hasil perekaman yang stabil / DJI

Pertama-tama, ada kamera 4K yang menancap pada gimbal 3-axis. Kamera ini pada dasarnya sama persis seperti yang dimiliki Phantom 4, hanya saja sudut pandang lensanya sedikit lebih sempit di angka 78 derajat. Foto bisa ia ambil dalam resolusi 12 megapixel, termasuk dalam format RAW sekalipun.

Performanya juga tidak kalah dibanding Phantom 4, dengan kecepatan maksimum 65 km/jam dalam mode Sport dan baterai 3.830 mAh yang sanggup beroperasi selama 27 menit nonstop. Yang sangat menarik, drone ini bisa dikendalikan dari jarak 7 km jauhnya. Sebagai pembanding, jarak maksimum Phantom 4 ‘hanya’ 5 km.

Perihal stabilitas selama mengudara, Mavic Pro telah dilengkapi seabrek sensor yang meliputi 5 kamera, sepasang sensor ultrasonik, sistem GPS dan GLONASS, serta chipset pengolah dengan total 24-core. Ia bahkan bisa mendarat dengan sendirinya di titik lepas landas tanpa meleset lebih dari satu inci.

DJI Mavic Pro dalam kondisi terlipat bersama controller-nya / DJI
DJI Mavic Pro dalam kondisi terlipat bersama controller-nya / DJI

Mavic Pro datang bersama sebuah controller yang ringkas pula, kira-kira seukuran controller NES kalau menurut The Verge yang sudah mencobanya. Terdapat layar kecil di bagian tengah controller untuk memonitor data telemetri, namun pengguna juga bisa menjepitkan smartphone di bawahnya untuk memantau pandangan drone secara real-time.

Tidak seperti Phantom 4, pengguna diberi sejumlah cara untuk mengendalikan Mavic Pro; bisa menggunakan controller-nya saja, controller + smartphone, atau smartphone saja. Saat dikendalikan menggunakan ponsel saja, Mavic Pro masih bisa mengaktifkan fitur TapFly seperti milik Phantom 4, dimana pengguna cuma perlu menyentuh layar ponsel dan drone pun akan terbang menuju ke arah yang ditunjuk.

Computer vision memungkinkan DJI Mavic Pro untuk mengikuti objek secara presisi dan menghindari rintangan secara otomatis / DJI
Computer vision memungkinkan DJI Mavic Pro untuk mengikuti objek secara presisi dan menghindari rintangan secara otomatis / DJI

Ya, Mavic Pro memang telah dibekali teknologi computer vision seperti kakaknya yang berbodi lebih bongsor tersebut. Ia dapat menghindari rintangan yang berada di rutenya tanpa perlu campur tangan Anda, dan ia juga bisa diinstruksikan untuk selalu mengikuti objek tertentu dan menempatkannya di tengah-tengah frame kamera.

Yang baru dan sejauh ini eksklusif untuk Mavic Pro adalah fitur pengenalan gesture yang memungkinkan pengendalian tanpa controller. Pengguna bisa melambaikan tangannya untuk memanggil drone, lalu membentuk bingkai di depan wajah dengan tangannya guna menginstruksikan drone untuk siap-siap mengambil selfie.

DJI Goggles / DJI
DJI Goggles / DJI

Bersamaan dengan Mavic Pro, DJI juga mengumumkan aksesori baru bernama DJI Goggles yang pada dasarnya merupakan VR headset untuk melihat tampilan kamera drone dalam sudut pandang pertama seluas 85 derajat dan resolusi 1080p. Menariknya, Goggles menerima data langsung dari Mavic Pro, bukan dijembatani controller sehingga lag diyakini sangat minim.

Soal ketersediaan, DJI Mavic Pro akan dipasarkan mulai 15 Oktober seharga $999, atau $749 tanpa controller. Untuk DJI Goggles, sayang sejauh ini belum ada informasi mengenai harganya.

Sumber: The Verge dan DJI.

Anki Cozmo Ialah Robot Mungil yang Punya Emosi, Berkarisma dan Bisa Berinteraksi dengan Manusia

Masih ingat dengan Anki, perusahaan robotik yang didirikan oleh tiga cendekiawan asal Carnegie Mellon University? Dalam tiga tahun terakhir, mereka sempat mencuri perhatian lewat Anki Drive dan Anki Overdrive, yang tak lain merupakan permainan balap mobil berbekal kecerdasan buatan.

Kini Anki sudah siap mewujudkan visinya yang diusung sejak awal perusahaan terbentuk, yakni menghidupkan sebuah karakter robot yang punya emosi, berkarisma dan dapat berinteraksi dengan manusia. Bernama Anki Cozmo, robot ini merupakan hasil riset dan pengembangan dari tim yang memiliki latar belakang sangat beragam, mulai dari ahli robotik, animator, game developer sampai desainer Batmobile.

Cozmo istimewa karena ia merupakan perpaduan teknologi robotik dan kecerdasan buatan. Wujudnya sepintas memang mirip robot dari film WALL-E garapan Pixar, dan ukurannya pun hanya sekepalan tangan; tapi jangan salah, dalam sedetik saja ia dapat mengolah data lebih banyak ketimbang seluruh robot Mars Rover buatan NASA.

Namun letak keunikan Cozmo justru ada pada karismanya. Berbekal teknologi computer vision dan emotion engine, Cozmo dapat mengenali dan mengingat wajah beserta nama Anda. Semakin sering Anda berinteraksi dengan Cozmo, semakin terikat pula ia dengan Anda; ekspresi wajahnya akan berbeda ketika melihat orang yang baru ia kenal dan yang sudah ia anggap sebagai sahabat.

Cozmo dapat mengeluarkan ekspresi yang kompleks berdasarkan emosinya saat itu. Jika Anda sudah mengabaikannya terlalu lama, maka ia akan sedikit cemberut. Ia pun tidak betah tinggal diam begitu saja, dan akan mengajak Anda bermain-main dengan sejumlah aktivitas yang bisa diakses lewat aplikasi smartphone.

Anki Cozmo dapat mengenal dan mengingat wajah beserta nama Anda / Anki
Anki Cozmo dapat mengenal dan mengingat wajah beserta nama Anda / Anki

Untuk bisa mulai bermain dengan Cozmo, pengguna sama sekali tak perlu merakit komponen demi komponen. Cozmo bisa langsung diaktifkan melalui aplikasi di perangkat Android maupun iOS. Lucunya, ketika ia sedang di-charge, akan kedengaran suaranya sedang mendengkur.

Anki saat ini sudah menerima pre-order Cozmo seharga $160. Rencananya Cozmo akan mulai dipasarkan secara luas mulai bulan Oktober mendatang dengan harga retail $180. Sepintas ia memang terdengar mahal, namun sebagai perbandingan, replika BB-8 buatan Sphero dibanderol $150, dan robot tersebut sama sekali tak dilengkapi indera penglihatan maupun kecerdasan buatan.

Sumber: Anki.