GDC: 1 dari 3 Developer Harus Menunda Perilisan Game-nya Akibat Pandemi

Satu dari tiga developer harus menunda perilisan game terbaru bikinannya akibat pandemi COVID-19. Kesimpulan itu didapatkan dari survei yang dilakukan penyelenggara Game Developers Conference (GDC) terhadap hampir 2.500 tim developer yang berbeda.

Yup, bukan cuma CD Projekt Red, Sucker Punch Productions, dan developerdeveloper besar lain yang dengan terpaksa harus memundurkan peluncuran karyanya, tapi juga developer indie yang bahkan belum memiliki tim sama sekali. Dalam survei tersebut, kategori responden terbanyak (20% dari total responden) adalah developer yang bekerja seorang diri. Barulah di posisi terbanyak kedua (18%), ada tim developer dengan 500 karyawan atau lebih.

Dari semua itu, sekitar 33% mengaku tidak bisa memenuhi jadwal perilisan yang telah mereka tetapkan sebelumnya akibat pandemi. Faktor-faktor penghambatnya pun bukan cuma faktor internal seperti keterbatasan komunikasi atau keterbatasan akses terhadap perangkat development kit, melainkan juga faktor eksternal seperti proses sertifikasi dari penyedia platform (Nintendo misalnya) yang memakan waktu lebih lama ketimbang sebelum pandemi.

Seperti yang saya bilang, salah satu penghambat utamanya adalah perihal komunikasi. Ini wajar mengingat 70% dari semua responden harus menerapkan kebijakan bekerja dari rumah dan mengandalkan platform seperti Discord sebagai medium komunikasi utamanya. Seperti halnya para pekerja di industri lain, sebagian besar developer pasti merasakan betapa sulitnya melangsungkan komunikasi jarak jauh akibat banyaknya pengalih perhatian di kediaman masing-masing.

Faktor lain yang sulit dicarikan solusinya adalah terkait voice acting. Yang tadinya tinggal mengundang aktor atau aktris ke studio sekarang harus dilaksanakan dari rumah masing-masing aktor dan aktris karena studionya harus ditutup. Perlengkapan rekaman di rumah tentu saja lebih terbatas, dan sejumlah developer terpaksa harus mengirimkan perlengkapan rekaman khusus sekaligus menambah porsi kerja para audio engineer-nya.

Ghost of Tsushima yang baru saja dirilis juga mundur jauh dari jadwal aslinya / Sucker Punch Productions
Ghost of Tsushima yang baru saja dirilis juga mundur jauh dari jadwal aslinya / Sucker Punch Productions

Menariknya, pandemi COVID-19 juga akan mengubah cara developer bekerja secara permanen, dan topik ini disetujui oleh 64% dari seluruh responden. Beberapa langkah alternatif yang diambil guna menjaga produktivitas selama pandemi rupanya akan terus dipertahankan meski mereka sudah bisa kembali ke kantor masing-masing secara aman nantinya.

Salah satu responden mengatakan bahwa perusahaannya kini memperbolehkan tim ilustrator untuk bekerja dari rumah, sedangkan responden lain mengaku sudah mulai merekrut karyawan baru yang akan bekerja secara remote sepenuhnya, termasuk saat pandemi sudah berakhir nanti.

Sebelum pandemi, sebagian developer mungkin tidak mengira bahwa di luar sana ada banyak tool kolaborasi online yang dapat mereka manfaatkan untuk bekerja secara lebih efisien. Pandemi memaksa mereka untuk mencoba sejumlah opsi yang ada, dan beberapa developer pasti akan tetap menggunakannya sampai seterusnya.

Terhambat atau tidak, setidaknya kita bisa mendapat gambaran mengenai sulitnya bertahan di industri game di saat pandemi melalui survei ini. Di saat developer tidak bisa bekerja semaksimal sebelumnya, permintaan dari konsumen justru naik, terbukti dari meningkatnya penjualan console maupun hardware PC gaming.

Survei ini pun tidak lupa menanyakan mengenai perkembangan bisnis para developer selama pandemi. 31% responden mengaku bisnisnya mengalami peningkatan, sedangkan 37% bilang kondisinya sama saja. Sebaliknya, 32% sisa responden melihat ada penurunan dari bisnisnya secara keseluruhan. Nasib tiap developer tentu berbeda, demikian pula kesiapan mereka menghadapi perubahan kondisi bekerja selama pandemi.

Via: IGN.

Stripe Bersiap Masuk Indonesia di Tengah Persaingan Ketat Platform Pembayaran Digital Lokal

Tanda-tanda Stripe memasuki pasar Indonesia semakin kuat. Mereka sudah mengantongi status terdaftar dari Bank Indonesia sebagai penyelenggara teknologi finansial di bawah naungan PT Stripe Payment Indonesia. Tim lokal pun tampak sudah disiapkan — penulis sempat menemui seorang rekan yang terhubung dengan tim Stripe Indonesia melalui sambungan email.

Stripe menawarkan sistem pembayaran yang dapat diintegrasikan ke aplikasi digital melalui konektivitas API. Salah satu yang diunggulkan, platform tersebut dapat dengan mudah menerima pembayaran dari luar negeri.

Tidak hanya layanan pembayaran pada umumnya (payment gateway), Stripe juga memiliki produk yang memudahkan sistem berlangganan, pembuatan kartu pembayaran (virtual/fisik), hingga solusi fraud protection berbasis machine learning. Bisa dikatakan, Stripe adalah perwujudan payment service yang komplit untuk saat ini.

Sejauh pengamatan penulis di komunitas pengembang, Stripe juga cukup dikenal sebagai layanan yang “developer friendly”. Memiliki dokumentasi lengkap dan tergolong mudah diintegrasikan dengan sistem-sistem lainnya.

Salah satu tampilan dasbor Stripe untuk pengembang / Stripe
Salah satu tampilan dasbor Stripe untuk pengembang / Stripe

Peta platform pembayaran di Indonesia

Di Indonesia industri payment service sudah diramaikan nama-nama seperti Doku, Midtrans, Duitku, iPaymu, Duitku, dan lainnya. Diresmikannya QRIS juga menambah pilihan cara pembayaran baik bagi merchant maupun pengguna.

Midtrans misalnya, setelah diakuisisi oleh Gojek tidak mengendurkan inovasinya. Tercatat saat ini, selain layanan pembayaran, mereka memiliki IRIS sebuah solusi untuk layanan pengiriman dana ke banyak rekening bank.

Mereka juga memiliki Aegis, sebuah sistem yang mampu mendeteksi pembayaran yang dicurigai sebagai fraud. Tentunya berdasarkan analisis risiko yang dihasilkan dari data pengamatan pola penipuan yang ada. Sebuah solusi yang serupa dengan apa yang dihadirkan Stripe.

Inovasi juga terus dilakukan oleh Doku. Akhir 2019 silam mereka memperbarui Doku Merchant. Layanan yang identik dengan warna merah ini juga memiliki layanan remitansi yang memungkinkan melakukan transfer uang dari dalam maupun luar negeri. Doku juga memiliki layanan QRIS Doku yang diklaim memudahkan penggunanya mengimplementasi pembayaran menggunakan QRIS.

Jika akhirnya resmi masuk ke Indonesia Stripe akan meramaikan skema payment service di Indonesia. Persaingan yang cukup ketat dalam industri ini bisa jadi awal untuk lahirnya inovasi-inovasi terkini lainnya.

Stripe didirikan pada 2009 oleh John dan Patrick Collison bersaudara. Kini 11 tahun berjalan mereka berhasil mengamankan pendanaan hingga seri G+. Tercatat beberapa nama investor turut serta seperti Sequoia Capital, General Catalyst, dan beberapa nama lainnya. Setelah mengamankan pendanaan senilai pada putaran $600 juta Seri G+ pada April 2020 kini valuasi Stripe diperkirakan mencapai $36 miliar.

Awanio Officially Launches as A PaaS to Help Developers Manage the Server Infrastructure

Cloud computing is the foundation of many digital products nowadays. From all three products of cloud computing, platform as a service (PaaS) might be the one less attractive or targeted by startup players.

It is what Iskandar Soesman, Awanio‘s Co-founder & CEO has in mind. Awanio is one of the very few PaaS startups in the country. He believes that currently global players such as Heroku, Nanobox, Engine Yard, or Nodechef still dominate the PaaS market.

“Also, due to a small number of locals who penetrated this segment, we see this as a huge opportunity for Awanio,” Soesman told DailySocial.

The increasing demand for cloud computing service in Indonesia is not followed by enough talents of software engineer and system engineer, he said. This factor is considered an added value for PaaS players such as Awanio to gain benefits.

Focus on the developer

Soesman and his colleagues have mission for Awanio to lessen the burden of developers. It is based on the developer’s loads to catch and master all variants of operational-based infrastructure technology meanwhile being agile to manage the application.

Therefore, developers must face some challenges from setup server, setup database server, and scale up the application. “The operational working, not many developers have the skill to do it. It can waste their time trying to make up for the preparation.”

In this product, Awanio intends to take over the operational job. Simply put, Awanio service allows developers to simply enter their code into the code repository such as Github, Gitlab, or Awanio.

Business Model

Similar to other cloud-based businesses, Awanio applies a pay as you go business model and a subscription system. The first method allows customers to use Awanio resources that are calculated based on CPU, RAM, storage, and network.

In addition to the infrastructure, the Awanio system will also run on top cloud service providers such as Google Cloud or Amazon Web Services (AWS). According to Iskandar, developers still often have difficulty mastering the technical aspects of cloud infrastructure. He expects Awanio could be the bridge.

Awanio’s products target several layers of consumers, such as developers who work individually, startups with no engineer teams to manage application infrastructure, and corporations with infrastructure but require a system to manage it. Soesman said that Awanio is currently operating with its own funds [bootsrap] and offering limited service due to the minimum viable product (MVP) phase. However,  Awanio has served 174 users across Indonesia and Europe.

“Currently, we cover two regions, Indonesia with a data center in Jakarta and the European Union, which data center is in Hamburg,” Soesman said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Awanio Meluncur sebagai PaaS, Bantu Pengembang Kelola Infrastruktur Server

Komputasi awan adalah “semen dan bata bagi banyak produk digital saat ini. Dari tiga jenis produk komputasi awan, platform as a service (PaaS) bisa disebut sebagai yang paling jarang dibicarakan ataupun disasar para pegiat startup.

Hal itu setidaknya diyakini oleh Iskandar Soesman, Co-founder & CEO Awanio. Awanio adalah satu dari sedikit startup PaaS di tanah air. Ia berpendapat saat ini pemain global seperti Heroku, Nanobox, Engine Yard, atau Nodechef masih mendominasi pasar PaaS.

“Dan karena di lokal belum banyak yang masuk ke segmen ini, kami melihat ini menjadi peluang besar yang bisa diambil oleh Awanio,” ujar Iskandar kepada DailySocial.

Kebutuhan layanan komputasi awan yang terus meningkat di Indonesia menurut Iskandar belum diikuti oleh suplai software engineer dan system engineer yang memadai. Faktor ini yang kemudian dianggap sebagai kesempatan tambahan bagi pemain PaaS seperti Awanio untuk meraih peruntungan.

Fokus pada developer

Misi Iskandar dan kawan-kawannya di Awanio adalah memudahkan kerja para developer. Hal ini didasari oleh beban kerja para developer dalam mengejar dan menguasai berbagai teknologi infrastruktur yang bersifat operasional namun di saat yang bersamaan harus cermat mengelola aplikasi mereka.

Akibat hal itu, pengembang harus berpacu menghadapi bermacam tantangan mulai dari setup server, setup database server, hingga scale up aplikasi. “Pekerjaan operasional seperti ini, kadang tidak semua developer mempunyai skill untuk melakukannya. Akibatnya akan ada banyak waktu yang terbuang hanya untuk melakukan persiapan ini.”

Lewat produknya, Awanio berusaha mengambil alih tugas-tugas operasional tersebut. Dalam kalimat lebih sederhana, layanan Awanio memungkinkan para developer cukup memasukkan code mereka ke dalam code repository seperti di Github, Gitlab, atau Awanio sendiri.

Model bisnis

Tak jauh berbeda dengan pelaku bisnis berbasis komputasi awan lain, Awanio menerapkan model bisnis pay as you go dan sistem berlangganan. Metode pertama memungkinkan pelanggan menggunakan sumber daya Awanio yang dihitung berdasarkan CPU, RAM, storage, dan network.

Selain infrastruktur yang mereka kelola sendiri, sistem Awanio juga akan berjalan di atas penyedia layanan cloud terkemuka seperti Google Cloud ataupun Amazon Web Services (AWS). Menurut Iskandar para pengembang masih kerap kesulitan menguasai aspek teknis dari infrastruktur cloud. Ia berharap Awanio menjadi jembatannya.

Produk Awanio menyasar beberapa lapis konsumen yakni developer yang bekerja secara individu, startup yang tidak memilik tim untuk mengurus infrastruktur aplikasi, serta korporasi yang sudah punya infrastruktur namun memerlukan sistem untuk mengelolanya. Iskandar menyebut Awanio saat ini masih beroperasi dengan dana sendiri dan melayani secara terbatas karena masih berada di fase minimum viable product (MVP). Meski begitu Awanio saat ini sudah memiliki 174 pengguna yang tersebar di Indonesia dan Eropa.

“Jadi untuk saat ini kami punya dua region yaitu Indonsia yang data center-nya ada di Jakarta dan wilayah Uni Eropa yang data center-nya ada di Hamburg,” pungkas Iskandar.

Mengenal Lebih Jauh Pekerjaan Teknis Populer di Startup

Makin maraknya kehadiran startup digital saat ini membuka lapangan pekerjaan yang makin besar di bidang teknik (teknologi), meliputi developer, programmer, hingga pekerjaan terkait lainnya. Diprediksi tahun 2020 mendatang penawaran pekerjaan berbasis teknologi tersebut makin masif jumlah seiring dengan pertumbuhan startup dan kehadiran perusahaan teknologi lokal hingga asing di Indonesia.

Untuk mengetahui lebih lanjut apa saja pekerjaan yang makin banyak dicari oleh perusahaan dan startup, berikut lima pekerjaan berbasis teknologi paling dicari dan menjadi favorit secara global.

Developer

Pekerjaan yang satu ini masih menjadi pekerjaan yang paling banyak dicari oleh perusahaan dan startup. Developer atau yang juga dikenal sebagai programmer merupakan posisi kunci dalam pengembangan produk aplikasi. Banyak variannya, termasuk didasarkan pada jenis bahasa pemrograman yang digunakan.

Selain itu, ditinjau dari cakupan tugasnya juga ada beberapa kategori developer, di antaranya adalah software developer, application developer, mobile developer, dan web developer. Meskipun peran pekerjaan utama mereka adalah menulis kode, namun pengembang juga akan mengumpulkan persyaratan lain untuk perangkat lunak, seperti desain atau arsitektur. Termasuk di dalamnya dokumentasi perangkat lunak dan tugas-tugas lain yang terkait dengan proses pengembangan.

Data Scientist

Tugas utama data scientist adalah mengumpulkan, menganalisis, dan menafsirkan data yang masuk; dengan tujuan untuk membantu bisnis mendapatkan pengetahuan berharga dari hasil kerja sistemnya. Peran mereka juga mencakup penggunaan teknologi analisis canggih, termasuk machine learning dan pemodelan prediktif, untuk menyajikan wawasan di luar analisis statistik.

Permintaan untuk posisi ini makin meningkatnya jumlah dalam beberapa tahun terakhir. Mulai banyak perusahaan yang ingin mengelola data mereka untuk bisa digunakan dengan tepat untuk kebutuhan internal perusahaan.

Cyber-security Analyst

Tugas utama mereka adalah merancang dan melaksanakan standar keamanan untuk melindungi jaringan dan sistem komputer perusahaan. Fokus pekerjaannya adalah mempertahankan integritas keamanan sistem dan jaringan siber, melakukan inisiatif keamanan siber dengan analisis prediktif dan reaktif, mengatur sumber daya selama respons insiden, dan mendorong penyelesaian yang tepat waktu dan lengkap.

Untuk bisa menjadi seorang cyber-security analyst, harus mampu memahami adanya tanda-tanda terjadinya serangan dan berbagai prosedur terkait dari ancaman dengan mengembangkan produk yang memadukan intelijen perusahaan.

UI/UX Designer

Meskipun memiliki keterkaitan satu dan lainnya, namun dua pekerjaan tersebut bisa dipelajari secara terpisah. Secara khusus desain UX (user experience) mengacu pada pengalaman pengguna, terutama bagaimana pengguna berinteraksi dengan beberapa teknologi. Desain UI (user interface) berhubungan dengan antarmuka pengguna yang terkait dengan tata letak. Meskipun memiliki peran yang berbeda, tetapi saling melengkapi satu sama lain, dan keduanya sangat penting untuk produk teknologi informasi.

Tanggung jawab desainer UI / UX termasuk mengumpulkan persyaratan pengguna, merancang elemen grafis, dan membangun komponen navigasi. Intinya UX bertanggung jawab untuk membuat antarmuka berguna, dan UI bertanggung jawab untuk membuat antarmuka menjadi indah dilihat. Secara teknis, UX hadir lebih dulu dan kemudian diikuti oleh UI. Namun, dapat di eksekusi oleh tim atau kelompok orang yang sama.

Network Engineer

Posisi yang satu ini juga kerap dikenal sebagai arsitek jaringan. Pada khususnya seorang network engineer adalah mereka yang bertugas untuk merancang dan mengimplementasikan jaringan komputer. Network engineer fokus kepada desain dan perencanaan tingkat tinggi, memilih komponen komunikasi data yang sesuai, dan melakukan konfigurasi untuk memenuhi kebutuhan pengguna dan perusahaan.

Pembangunan jaringan yang bisa bekerja dengan baik, harus terintegrasi dengan komponen LAN, WAN, internet, dan komponen intranet dengan model analisis jaringan.

LINE Ungkap Aplikasi LINE Mini, Bantu Pebisnis Optimalkan Layanan

Salah satu inovasi LINE Corporation yang diumumkan di ajang LINE Developer Day 2019 pada 20-21 November 2019 lalu di Tokyo, Jepang ialah aplikasi LINE Mini yang ditujukan untuk para pebisnis, UMKM, dan retail.

Aplikasi LINE Mini merupakan fitur untuk membuat dan mengembangkan aplikasi di dalam platform LINE dengan menggunakan HTML 5 dan teknologi inovatif lain. Sehingga memungkinkan pebisnis, UMKM, atau toko membuat layanan mereka di dalam akun resmi LINE secara lengkap.

Euivin Park, LINE CTO
Euivin Park, LINE CTO

Pada dasarnya, aplikasi LINE Mini dapat memungkinkan pengguna untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih lengkap dan intuitif di dalam akun resmi LINE. Pelanggan dapat mencari menu, memesan makanan, melakukan pembayaran, dan bahkan bergabung sebagai anggota eksklusif di dalamnya. Lebih jauh lagi, pelanggan juga dapat melihat poin akumulatif mereka, menerima kupon tanpa harus mengunduh aplikasi lain atau mendaftar kembali di akun berbeda, semuanya tersedia dalam one stop solution.

Agar lebih banyak perusahaan atau toko untuk memindahkan aplikasi desain LINE Mini App, LINE juga mulai menyediakan desain versi baru Micro Frontend yang memungkinkan pengembang menciptakan aplikasi untuk kebutuhan yang berbeda. Tak hanya itu, mereka juga bisa menghubungkan beragam fungsi berbeda melalui API. Perusahaan bisa mengembangkan beragam layanan baru untuk bisnis mereka di dalam akun LINE.

Aplikasi LINE Mini tidak hanya menawarkan pengembangan konstruksi yang mudah, tetapi juga fleksibilitas aplikasi yang lebih baik. Pelanggan bisa mendapatkan pengalaman yang lebih lengkap tanpa harus terbebani oleh ukuran aplikasi yang berat, keharusan mengunduh aplikasi pendukung lain, mendaftar akun baru, atau khawatir soal data pribadi mereka. Di dalam satu tempat ini, pelanggan tidak harus repot berpindah-pindah aplikasi lain yang dimiliki oleh perusahaan.

Keuntungan lain yang dimiliki oleh aplikasi LINE Mini baik bagi perusahaan maupun pelanggan adalah ukurannya yang ringan. Karena sebagian besar informasi pengguna disimpan di dalam aplikasi LINE sendiri, struktur aplikasi yang miliki oleh aplikasi LINE Mini cukup mudah dan hanya metode API yang bisa digunakan untuk menghubungkan informasi pelanggan.

Ada banyak hal yang bisa disediakan perusahaan di dalam aplikasi LINE Mini, termasuk kartu keanggotaan, kupon, reservasi online, mekanisme pembayaran dan notifikasi yang bisa terhubung serta berkoresponden dengan operasional perusahaan. Tidak hanya itu, aplikasi LINE Mini pun dapat dikombinasikan dengan sumber-sumber API untuk menambahkan lebih banyak fitur bagi pelanggan.

Implementasi aplikasi LINE Mini merupakan langkah pertama dari LINE dalam upayanya mengembangkan serta mempromosikan konsep OMO yang akan mengurangi “beban” pengguna untuk mengunduh dan menggunakan berbagai aplikasi berbeda dari satu induk perusahaan serta meningkatkan konsep “Life on LINE” lebih dalam lagi.

Saat ini, aplikasi LINE Mini masih berada dalam tahap soft launch di Jepang musim gugur ini dan diharapkan tersedia untuk pengguna di Negeri Matahari Terbit tersebut mulai musim semi 2020 mendatang.

Tentang LINT, Improvement yang Dilakukan LINE Untuk 10 Tahun Mendatang

Ajang tahunan LINE Developer Day 2019 telah usai digelar, tech conference ini berlangsung dua hari (20 dan 21 November) di Tokyo, Jepang dan membahas banyak hal dari perspektif teknis. Salah satu agenda utamanya ialah sesi bertajuk LINT yang dibawakan oleh Shunsuke Nakamura selaku LINE LINT TF Engineering manager & Software engineer.

Sebagai informasi, aplikasi perpesanan LINE meluncur pada tahun 2011. Pertumbuhan pengguna dan fitur atau layanan yang terintegrasi dengan LINE berkembang dengan cepat. Namun sistem inti LINE dihadapkan dengan berbagai hutang teknis yang harus mereka selesaikan sebagai platform.

LINT sendiri merupakan singkatan dari LINE Improvement for Next Ten years. Dalam sesi ini, Shunsuke Nakamura menjabarkan tantangan besar yang mereka hadapi dan bagaimana cara LINE bekerja melawan hutang teknis untuk sepuluh tahun ke depan, termasuk mengungkap fitur-fitur baru apa saja yang sedang dan akan mereka kerjakan di masa depan.

Untuk saat ini sebagian besar team engineer yang tergabung dalam project LINT berasal dari Jepang dan Korea, karena kantor pusat LINE terbesar memang berada di sana. Bagaimana dengan Indonesia?

Kami juga mengundang engineer dari luar Jepang. Untuk functionality dan feature, ada beberapa engineer dari Taiwan dan Thailand yang terlibat. Namun Indonesia belum terlibat dalam project ini, kami berharap untuk bekerja dengan Indonesia setelah kami memiliki server side engineer di sana,” tutur Shunsuke Nakamura dalam sesi interview di sela acara LINE Developer Day 2019.

LINT

Banyak fitur atau layanan yang akan disematkan di aplikasi LINE di masa mendatang. Sebut saja, dukungan fitur login-logout, multi akun, multi device, dan banyak lagi. Pembahasannya sangat teknis, Anda dapat mengetahui tentang LINT di tautan ini.

Lalu, apa tantangan terbesar dan hutang teknis yang dimiliki LINE dalam 10 tahun ke depan? Menurut Shunsuke Nakamura, salah satunya ialah LINE masih belum memiliki dukungan multi akun dan multi perangkat. Penambahan fitur tersebut akan menimbulkan banyak biaya. Lalu, yang lain ialah biaya back up data. Di mana LINE tidak hanya harus menduplikasi data tetapi melakukan maintenance sehingga biayanya juga berlipat ganda.

Selain itu, momen yang paling menantang yang dihadapi oleh para engineer LINE ialah saat ucapan tahun baru. Jepang, Taiwan, Thailand, dan Indonesia memiliki perbedaan waktu. Traffic akan tinggi saat itu dan LINE harus memastikan semuanya berjalan dengan baik.

Selain itu, masing-masing negara memiliki ‘gaya’ mereka sendiri untuk mengirim ucapan selamat tahun baru. Pengguna LINE Jepang sebagian besar akan menggunakan teks, sementara yang lain seperti Indonesia akan menggunakan foto atau gambar juga untuk menyampaikan pesan.

 

[LINE Developer Day 2019] Kami Belum Tertarik untuk Fokus Pada Konten Berbasis Video

Konten berbasis video semakin diminati di Indonesia, banyak yang ingin menjadi seorang vlogger, content creator, atau YouTuber. Di sesi interview dengan Euivin Park selaku Chief Technology Officer (CTO) Line Corp saya sudah menyiapkan beberapa pertanyaan terkait konten video dan soal enkripsi pesan.

Pertama apakah LINE memiliki rencana untuk merilis platform berbasis video baru dalam lingkungan aplikasinya, seperti YouTube atau IGTV? Sayangnya sejauh ini di Indonesia, konten berbasis video belum menjadi prioritas bagi pengguna LINE.

 

Euivin Park - Chief Technology Officer (CTO) Line Corp dalam sesi interview di LINE Developer Day 2019.
Euivin Park – Chief Technology Officer (CTO) Line Corp dalam sesi interview di LINE Developer Day 2019.

Dengan kebutuhan pengguna sebagai nilai utama kami, kami akan mempertimbangkan berbagai layanan apapun yang menjadi kebutuhan. Layanan video mungkin akan dikembangkan, namun sejauh ini di Indonesia – konten berbasis video bukanlah prioritas bagi pengguna kami.” Jawab Euivin Park di sela acara hari pertama Line Developer Day 2019 di Grand Nikko Hotel, Tokyo.

Singkatnya, Park menyebut perusahaannya belum berencana untuk menghadirkan produk dengan fokus utama untuk konten berbasis video tersebut. Lalu, pertanyaan kedua terkait postingan video di timeline.

Sebenarnya pengguna LINE sudah dapat memposting video di timeline, baik dari file video di galeri penyimpanan smartphone atau langsung merekamnya. Pertanyaannya ialah apakah LINE ada rencana untuk memonetisasi konten video dalam timeline? Sebab, hal ini pasti akan membuat banyak content creator berbondong-bondong membuat konten video di LINE.

Park mengatakan akan mempertimbangkan dan tidak menutup kemungkinan untuk memonetisasi konten video. “Namun kami perlu mengevaluasi terlebih dahulu berapa banyak pengguna LINE yang mengakses video melalui timeline, dengan menganalisa hasil data yang diperoleh dari proses risetnya,” jelas Park. Park juga menyebut akan mencari model bisnis yang sesuai dengan karakteristik dan kekuatan dari layanan LINE.

Pertanyaan ketiga terkait pesan enkripsi end-to-end, apakah mencakup semua konten yang ada dalam aplikasi LINE, termasuk foto dan video, panggilan telepon, dan panggilan video – ternyata tidak.

“Saat ini, enkripsi end-to-end hanya berlaku untuk teks, location messages, dan panggilan 1:1. Hal ini tidak berlaku untuk seluruh konten karena akan menimbulkan biaya yang berlebihan. Kami berusaha menyeimbangkan biaya,” jawab Park.

Selain itu, disinggung soal kompetisi di pasar Indonesia, Park menyebut LINE punya strategi berbeda. Park mengerti bahwa LINE bukan satu-satunya pemain di ranah aplikasi pesan instan di Tanah Air.

Kami  berupaya untuk memahami kebutuhan masyarakat Indonesia dan menghadirkan layanan untuk memenuhi kebutuhan berbasis gaya hidup masyarakat Indonesia,” ucapnya.

Menurut Park, pengguna internet Indonesia sangat terbuka untuk berkomunikasi dengan anggota masyarakat lain yang belum ditemuinya di kehidupan nyata. Selain itu, Park juga menekankan bahwa mayoritas pengguna LINE di Indonesia merupakan remaja, lebih besar jika dibandingkan dengan negara lain.

Hal ini juga menjadi salah satu bahan pertimbangan LINE dalam menghadirkan produk dan layanan, dan menekankan bahwa perusahaannya tidak ingin sembarangan dalam meluncurkan produk.

Soal LINE Brain, Park mengaku ingin segera menghadirkan teknologi LINE Brain di Indonesia, namun masih terbentur kendala menyoal bahasa. LINE Brain merupakan teknologi kecerdasan buatan yang secara spesifik ditujukan untuk layanan Business to Business (B2B).

Tentu saja kami sangat ingin LINE Brain bisa menyapa masyarakat Indonesia, namun ada beberapa hal teknis yang harus dirampungkan, salah satunya menyoal bahasa,” tutupnya.

LINE Developer Day 2019 Hari Pertama, Bertajuk LIFE with LINE

Pegelaran LINE Developer Day kembali diadakan di Jepang untuk kelima kalinya. Ajang tahunan ini menjadi tempat untuk berbagi dan berkreasi bersama dengan teknologi dan platform LINE.

Tahun ini LINE Developer Day diselenggarakan dua hari. Menariknya tak hanya membahas tentang teknologi dan platform milik LINE saja, mereka juga mengundang para developer lain yang sama-sama peduli tentang bidang teknis yang sama dan yang berada di garis depan untuk berbagi teknologi dan pengetahuan.

PSX_20191121_110201

Datang ke tempat ini, tidak hanya berbagi teknologi yang telah dilihat atau didengar di internet, namun para developer juga dapat berbicara bersama sambil mendengarkan proses dan masalah dalam melanjutkan project.” Ujar CTO LINE Corp Euivin Park.

Park ini ingin meng-upgrade LINE Developer Day sebagai konferensi teknis untuk para developer dan membantunya. Nah salah satu fokus LINE yang diungkap pada hari pertama LINE Developer Day ialah menghadirkan layanan intuitif untuk penggunanya bertajuk “LIFE with LINE”. Di dalamnya termasuk fintech, commerce, 020, serta contents & entertainment.

Tahun ini saja kami merilis 25 layanan baru dan fungsi-fungsi utama baru secara Global, seperti open chat di dalam LINE dan LINE CONOMI, dan dApp yang menggunakan Blockchain. Kami mempunyai tema LIFE with LINE, di mana salah satu dari visi tersebut yakni fokus mengembangkan layanan finansial. Ini bagian dari mempermudah berbagai permasalahan yang selama ini terjadi di masyarakat,” ujar Euivin Park.

Layanan finansial ini telah menjadi fokus LINE sejak tahun lalu, mereka telah mengembangkan berbagai layanan seperti LINE Insurance, LINE Score, LINE Securities, LINE Pocket Money, dan pada bulan September LINE membuka layanan transaksi mata uang virtual BITMAX baru untuk Jepang.

PSX_20191121_110339

Fokus pada layanan perbankan dan finansial dalam pengembangan teknologi AI LINE salah satunya juga diterapkan pada LINE Pay. LINE Pay mengombinasikan teknologi AI untuk pengenalan gambar dan analisa untuk menghadirkan keamanan lebih baik, serta autentikasi melalui biometrik saat melakukan transaksi.

Pengguna terdaftar di Jepang telah melampaui 36 juta akun dan 48 juta secara global. Volume transaksi melebihi 1 triliun yen, LINE telah membuat kemajuan signifikan dalam mempromosikan cashless society.

Di Jepang, LINE mendirikan Mobile Payment Alliance dan secara global kami bertujuan untuk ekspansi lebih lanjut dengan berkolaborasi dengan berbagai layanan pembayaran dalam bentuk LINE Pay Global Alliance.

Selain itu, LINE turut menegaskan bahwa privasi pengguna merupakan salah satu faktor utama dalam pengembangan teknologi dan layanan baru, terutama terkait AI. Dalam pengembangannya, LINE mengusung dua prinsip, yaitu privasi sebagai yang utama dan menghindari data silos. Terkait pentingnya keamanan privasi pengguna, Park mengatakan bahwa semua sistem yang dikembangkan LINE harus berporos pada prinsip ini.

Sementara data silos ialah salah satu hambatan yang kerap ditemukan developer dalam menghadirkan pengalaman penggunaan yang mulus. Karena umumnya data yang dibutuhkan berasal dari berbagai sumber penyimpanan, menggunakan sistem atau pemprograman berbeda sehingga sulit untuk diintegrasikan dan menyebabkan risiko yang besar.

Untuk mengatasinya, LINE tengah mengembangkan platform bertajuk Unified Self Service Data Platform, menawarkan bantuan menyoal tata kelola data sehingga pengembang dapat lebih mudah memperoleh data yang dibutuhkan guna melakukan penyesuaian pada sistem agar dapat terintegrasi dengan mulus.

LINE juga mengumumkan aplikasi LINE Mini, merupakan API yang dapat dimanfaatkan developer untuk menciptakan produk, salah satunya chatbot, dan memungkinkan pengembang untuk saling berkolaborasi. Aplikasi LINE Mini sendiri merupakan bagian dari bisnis AI milik LINE, yaitu LINE Brain.

 

LINE Corporation Gelar Developer Day 2019, 2 Hari dengan 70 Topik

Awalnya aplikasi chatting LINE dikenal dengan pilihan strikernya yang lucu-lucu. Seiring waktu, LINE terus memanjakan para penggunanya dengan beragam fitur dan layanan baru.

LINE Corporation pun secara rutin mengadakan LINE Developer Day. Ajang tahunan ini dimulai sejak 2015 dan tahun 2019 ini berlangsung selama dua hari yakni pada tanggal 20 dan 21 November di Grand Nikko Hotel, Daiba,- Tokyo, Jepang.

Euivin Park, LINE CTO - membuka LINE Developer Day 2019.
Euivin Park, LINE CTO – membuka LINE Developer Day 2019.

LINE Developer Day sendiri merupakan tech conference yang membahas banyak hal dari perspektif teknis. Misalnya update soal pengembangan layanan dan pengenalan inisiatif baru LINE di masa depan, serta tantangan dan permasalahan yang mereka hadapi.

Tahun lalu, LINE Developer Day mencakup 60 agenda termasuk AI, blockchain, fintech, platform iklan LINE, infrastruktur, keamanan, data, dan teknologi penting lainnya yang digunakan dalam layanan LINE.

Sementara tahun ini ada lebih dari 70 agenda, hari pertama akan fokus pada teknologi di terkait “Engineering” seperti AI, data platform dan infrastruktur, keamanan dan privasi, LINT (LINE Improvement for Next Ten years). Lalu, hari kedua lebih ke perspektif praktis untuk pengembangan produk dengan tema “Production” seperti teknologi layanan web, UI / UX, dan project management.

Sesi pembicaraan disampaikan termasuk oleh ahli geometri informasi dan penasihat senior RIKEN Brain Science Institute Shun-ichi Amari, ahli keamanan siber dan Wakil Direktur EG Secure Solutions, Direktur THE GUILD, serta desainer UI/UX Takayuki Fukatsu.

Pengembangan teknologi tersebut juga dimanfaatkan LINE pada ranah Smart City, meski masih terbatas untuk wilayah Jepang dan akan digunakan sebagai medium untuk membantu proses evakuasi terjadinya bencana.

Selain itu, peserta dapat mengunjungi stan interaktif untuk mencoba pengkodean menggunakan OSS, API, dan teknologi LINE lainnya. Pengunjung juga dapat menikmati pembicaraan dalam tiga kategori presentasi tambahan dalam format Booth, Poster Session, dan Short Track untuk memperoleh informasi terkait layanan LINE lebih jauh.