CEO Zalora Indonesia: Diferensiasi Produk Menjadi Penting Saat Kompetitor Fokus pada Harga

Berada di bawah naungan Global Fashion Group (GFG), perusahaan fashion commerce Rocket Internet “Zalora” secara khusus telah menjadikan Indonesia sebagai pasar terbesarnya setelah meluncur sejak tahun 2012 lalu. Mereka mengklaim, hingga saat ini masih menunjukkan pertumbuhan yang positif.

Kepada DailySocial.id, CEO Zalora Indonesia Anthony Fung menjelaskan rencana bisnis dan tren fesyen saat ini dan ke depannya.

Pertumbuhan industri fesyen

Jika berbicara lima tahun yang lalu, kebanyakan industri fesyen masih didominasi oleh brick and mortar. Mulai dari department store hingga mall, banyak menjual produk fashion yang pilihannya ditentukan langsung oleh distributor. Namun saat ini industri sudah mengalami perubahan yang cukup drastis. Tidak lagi mengandalkan toko offline, namun semua proses, pilihan hingga opsi konsumen, merchant dan principal menjadi lebih seamless dilakukan secara online.

Pesatnya pertumbuhan penetrasi internet d Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa Zalora saat ini masih terus mengalami pertumbuhan dan menghadirkan banyak kategori produk. Bukan hanya produk fashion lokal namun juga brand global.

“Saat ini beberapa brand yang hadir di Zalora tidak memiliki toko offline. Mengedepankan konsep Direct to Consumer semua brand tersebut menjual produk unggulan mereka melalui Zalora. Bukan hanya brand lokal, namun juga mancanegara,” kata Anthony.

Beberapa brand asal Amerika Serikat yang saat ini sudah tersedia dan bisa diakses dengan mudah oleh pelanggan Zalora seperti Abercrombie & Fitch dan GAP. Menurut Anthony, kedua brand tersebut tidak memiliki toko fisik di Indonesia.

Secara khusus Zalora saat ini ingin memosisikan diri mereka sebagai lebih dari sekadar ritel, namun digital platform yang menyediakan produk bukan hanya fashion namun juga lifestyle, beauty, dan luxury.

“Kita juga menawarkan pengalaman pelanggan yang baik untuk melakukan pencarian hingga pembelian melalui browser hingga aplikasi. Dengan menyediakan supply dan demand kepada konsumen dan juga merchant,” kata Anthony.

Secara demografi pelanggan Zalora saat ini terdiri dari 60% perempuan dan 40% laki-laki. Berbeda dengan platform fashion commerce lainnya yang hanya fokus kepada kalangan perempuan, Zalora mengklaim memiliki sejumlah pembeli setia yang berasal dari kalangan laki-laki. Salah satu alasannya adalah produk olahraga mereka yang berkualitas dan merupakan brand terpercaya.

“Kami telah menjalin kerja sama strategis dengan berbagai brand sport. Salah satunya adalah NIKE yang menjadi pilihan dan diminati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia,” kata Anthony.

Pandemi dan perubahan kebiasaan pelanggan

Selama pandemi, Zalora mencatat ada penambahan jumlah permintaan untuk kategori tertentu. Aturan bekerja di rumah serta pembatasan untuk melakukan kegiatan secara offline ternyata telah menambah pembelian untuk kategori “Stay at Home Clothing”. Di antaranya adalah t-shirt, sandal, pakaian dan produk olahraga, hingga kecantikan.

Untuk brand luxury atau yang masuk dalam kategori barang mewah juga banyak dicari pelanggan. Sementara untuk produk fesyen acara formal seperti batik, pakaian pesta, dan pakaian resmi lainnya mengalami penurunan. Secara keseluruhan Zalora mengklaim tetap mengalami pertumbuhan yang sangat baik selama pandemi.

Zalora juga mencatat selama pandemi pelanggan mereka di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Pandemi yang telah mempercepat akselerasi dan adopsi digital telah membuat sebagian besar masyarakat Indonesia terbiasa belanja online.

“Sebelum pandemi hanya sekitar 5-7% saja masyarakat Indonesia yang belanja secara online, saat pandemi jumlah tersebut bertambah hingga 20%. Mengalahkan Singapura yang sebelumnya merupakan negara terbesar untuk kegiatan belanja online,” kata Anthony.

Strategi yang dilancarkan oleh Zalora adalah memperkuat supply produk lokal. Sementara di sisi lain Zalora juga membawa brand internasional dari negara seperti Hong Kong hingga Malaysia untuk menjembatani kebutuhan para penjual dan pelanggan di Indonesia mengakses berbagai brand dari negara tersebut.

Setelah melakukan IPO tahun 2019 lalu, Zalora yang merupakan bagian dari perusahaan induk mereka Global Fashion Group (GFG), tidak terlalu banyak melakukan manuver bisnis atau memberikan informasi yang cukup rutin kepada media. Menyesuaikan kebijakan perusahaan yang telah go-public, langkah tersebut sengaja dilakukan oleh Zalora. Namun demikian inovasi dan opsi untuk menghadirkan produk yang beragam terus menjadi bagian dari roadmap Zalora saat ini dan ke depannya.

“Diferensiasi produk menjadi penting bagi kami, karena kebanyakan pemain serupa hanya fokus kepada harga dan menjual produk dari seller yang sama atau bisnis secara horizontal. Kami fokus dari sisi vertikal yaitu menghadirkan produk yang berbeda dan tidak tersedia di platform lainnya, didukung oleh perusahaan induk kami Global Fashion Group,” kata Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Chatbot sebagai Produk AI Masih Memiliki Banyak Peluang untuk Dikembangkan

Artificial Intelligence (AI) mulai banyak dimanfaatkan secara riil dalam keseharian, salah satu yang paling populer saat ini dalam bentuk chatbot. Umumnya AI tersebut dipadukan dengan Natural Language Processing (NLP) dan Machine Learning (ML) untuk mampu mengakomodasi pertanyaan-pertanyaan dari pelanggan bisnis.

Popularitas layanan berbasis chatbot berkembang tak terlepas dari penetrasi aplikasi berbasis messaging, layaknya LINE, WhatsApp ataupun Messenger. Kira-kira mulai booming sejak 10 tahun yang lalu, sejak tahun 2007 di saat model ponsel pintar mulai banyak dipasarkan dan digunakan masyarakat.

Untuk mengetahui tentang bagaimana perkembangan layanan berbasis AI –khususnya chatbot—di Indonesia, dalam diskusi mingguan DailySocial #SelasaStartup mengundang narasumber CEO Kata.ai Irzan Raditya. Tema yang diambil ialah “Chatbot: The Landscape and The Future”. Kata.ai (sebelumnya YessBoss) dikenal sebagai salah satu startup pionir yang memfokuskan dalam pengembangan solusi berbasis AI.

Perkembangan produk berbasis chatbot di pasar

Mengawali diskusi, Irzan memaparkan bahwa saat ini model layanan otomasi mulai banyak diminati oleh perusahaan besar. Selain untuk efisiensi, dari sisi ROI (Return of Investment) dinilai lebih menguntungkan. Terlebih saat ini teknologi fundamentalnya sudah sangat kuat –tidak hanya dari sisi teknologi algoritmanya, melainkan infrastrukturnya juga, misalnya komputasi awan dan big data.

“Saat ini perkembangan layanan chatbot sudah mencapai dua kali lipat dalam setahun,” ujar Irzan.

Turut dicontohkan di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan yang bermitra dengan Kata.ai untuk mengembangkan layanan berbasis chatbot. Umumnya untuk layanan pelanggan, seperti BCA dengan Vira, Unilever dengan Jemma dan Telkomsel dengan Veronica. Bot tersebut dipasangkan di aplikasi populer layaknya LINE ataupun Facebook Messenger.

“Pada dasarnya chatbot menawarkan berbagai keunggulan. Di antaranya pengguna tidak perlu lagi mencari supplier, menghubungi mereka, memeriksa ketersediaan dan pembayaran rincian. Semua akan distimulasikan oleh respons spesifik berdasarkan pertanyaan yang dikirim,” jelas Irzan.

Banyak potensi yang masih bisa dieksploitasi

Landasan teknologi chatbot salah satunya ML, membuat mesin terus belajar memahami pola pelanggan. NLP memungkinkan “robot” tersebut memahami bahasa yang biasa digunakan oleh pengguna. Dan yang paling menarik juga terkait keterbukaan pengembang platform messenger yang makin terbuka dengan integrasi layanan dengan produk seperti chatbot dari pihak ketiga, hal ini ditunjukkan dengan ketersediaan API (Application Programming Interface) dan banyak kanal yang dikhususkan untuk pemasangan chatbot –dan terpantau terus diprioritaskan.

Memang, saat ini pemanfaatan chatbot lebih banyak digunakan untuk model layanan pelanggan. Namun demikian, sejatinya landasan dari chatbot sendiri masih sangat bisa dikembangkan untuk berbagai hal. Contohnya, dari model layanan pelanggan, beberapa chatbot didesain untuk dapat memproses langsung berbagai jenis transaksi terkait dengan bisnis perusahaan.

Model seperti chat-commerce bisa juga dioptimasikan dengan chatbot untuk pelayanan yang sepenuhnya otomatis. Kendati demikian dampaknya sudah pasti pada pengurangan SDM –seperti yang sudah terjadi di beberapa startup atau perusahaan yang mulai bertransformasi digital saat ini.

Ivosights Hadirkan Platform Digital Layanan Pelanggan

Saat ini ketika media sosial sudah menjadi media paling populer untuk konsumen menyampaikan keluhan, kritikan hingga hujatan tentunya menjadi pentng untuk brand menjaga nama baik tersebut. Media digital secara perlahan mulai menggantikan cara konvensional pelanggan melakukan interaksi langsung kepada brand. Melihat adanya perubahan tersebut, Ivosights kemudian hadir untuk memberikan solusi menyeluruh kepada perusahaan di Indonesia, dengan tiga engine andalan mereka.

Kepada media hari ini, CEO dan Co-founder Ivosights Elga Yulwardian mengungkapkan engine yang dimiliki oleh Ivosights mencakup layanan yang saat ini paling dibutuhkan oleh perusahaan besar hingga startup, yaitu Digital Monitoring Platform, Social Customer Care Platform, dan Automation Social CRM Platform.

“Dengan solusi end-to-end menjadikan Ivosights satu-satunya perusahaan lokal yang menyediakan tiga platform tersebut dalam satu rangkaian engine yang terintegrasi.”

Sekilas cara kerja Ivosights serupa dengan Zendesk yang banyak digunakan layanan e-commerce dan jasa di tanah air. Dari sisi fitur, Elga menegaskan Zendesk hanya bisa memberikan respon kepada komentar yang menyasar langsung kepada akun media sosial milik klien, sementara untuk Ivosights semua “mention” di media sosial bisa ditangkap memanfaatkan engine-nya.

“Tentunya penanganan dan waktu yang ditentukan oleh masing-masing perusahaan memiliki SOP yang berbeda. Ivosights hanya berfungsi untuk menghadirkan automation selanjutnya diarahkan kepada pihak terkait di perusahaan,” kata Elga.

Penanganan layanan pelanggan memanfaatkan digital

Belajar dari pengalaman bekerja di Indosat Ooredoo, Elga melihat saat ini makin banyak perusahaan yang memanfaatkan platform digital untuk penanganan media sosial mereka. Dengan memanfaatkan teknologi, perusahaan juga bisa melihat consumer behaviour dan melakukan pendekatan dengan cara yang tepat memanfaatkan channel yang ada.

“Misalnya jika perusahaan memiliki kampanye atau penawaran kepada pelanggannya, bisa dilakukan belajar dari kebiasaan pelanggan tersebut. Apakah lebih responsif ketika ditawarkan melalui Facebook, email atau SMS,” kata Elga.

Jika sebelumnya banyak perusahaan telekomunikasi, layanan e-commerce hingga perusahaan terkemuka memanfaatkan layanan call center untuk melayani pelanggan, kini dengan beragam pilihan layanan di Ivosights semua bisa dilakukan secara digital.

“Bukan hanya perusahaan hingga layanan e-commerce, pemerintah daerah dan pemerintah kota pun bisa langsung mengumpulkan feedback dan kritikan dari masyarakat umum memanfaatkan platform yang kami miliki,” tambah Elga.

Fitur lengkap dan harga kompetitif

Dari sisi harga Ivosights menawarkan harga yang kompetitif dan lumayan terjangkau, semua disesuaikan dengan keperluan dari masing-masing klien. Pilihan kustomisasi ini memudahkan pelanggan untuk melakukan engagement dengan pelanggan.

Ivosights yang saat ini telah memiliki klien dari perusahaan swasta, startup, layanan e-commerce hingga pemerintah daerah, mengklaim bisa membantu brand untuk memonitor adanya sentimen negatif yang datang di semua akun media sosial yang dimiliki perusahaan.

“Selain Indosat Ooredoo, klien kami saat ini adalah elevenia, Bukalapak, Bekraf, hingga Indolotte yang memanfaatkan outsource layanan pelanggan,” kata Elga.

Selanjutnya target Ivosights adalah mengembangkan layanan dan mempertajam layanan yang ada. Selain memperluas kerja sama dengan pemerintah daerah, salah satunya adalah Pemda Jawa Barat, Ivosights juga sedang melakukan proses ekstrak surat kabar menjadi digital yang nantinya bisa dimanfaatkan agensi kehumasan. Selain inbound services, Ivosights rencananya juga akan menghadirkan outbound services.

“Nantinya bukan hanya layanan pelanggan (CS) yaitu inbound services ke depannya Ivosights akan juga menyediakan layanan outbound yaitu omnisales atau penjualan langsung memanfaatkan teknologi digital,” tutup Elga.

Riset SuperAwesome: 66% Anak di Asia Tenggara Memilih Hiburan Internet Dibandingkan Televisi

Internet saat ini bukan hanya menjadi konsumsi bagi orang dewasa saja, melainkan usia remaja hingga anak-anak juga sudah akrab dengan layanan berbasis internet. Laporan terkini yang dirilis oleh salah satu penyedia platform digital marketing SuperAwesome menyebutkan sekitar 66% anak-anak di kawasan Asia Tenggara lebih memilih internet dibandingkan televisi atau media tradisional lainnya untuk mendapatkan hiburan.

Sebanyak 70% anak-anak usia 6 hingga 14 tahun mengakses aplikasi game mobile. Bahkan lebih dari seperempat anak-anak yang menonton televisi juga menggunakan smartphone pada saat yang bersamaan. Secara keseluruhan riset SuperAwesome mencatat, bahwa anak-anak di kawasan Asia Tenggara mulai meninggalkan televisi sebagai pilihan untuk mendapatkan hiburan digital.

“Pasar usia 13 tahun ke bawah adalah salah satu market paling berpengaruh di dunia. Sayangnya belum banyak informasi akurat mengenai perilaku digital mereka. Untuk itu kami dengan senang hati melakukan studi yang komprehensif terhadap perilaku digital anak-anak di kawasan ASEAN, seperti yang telah kami lakukan sebelumnya di Amerika dan Inggris,” ungkap CEO SuperAwesome Dylan Collins.

Sebelumnya pengamatan perilaku digital media di kawasan Asia Tenggara lebih berfokus pada usia remaja atau dewasa. Sementara pasar usia 13 tahun ke bawah kurang mendapatkan perhatian. Faktanya kelompok usia ini memiliki pengaruh besar pada tren konsumen dan keputusan akhir untuk membeli barang, terlebih bagi mereka yang berkeluarga.

Ditambahkan pula oleh Collins bahwa smartphone merupakan perangkat inti yang paling sering digunakan untuk mengakses media, dengan peningkatan yang cukup signifikan penggunaan smartphone melampaui televisi. Penelitian yang di lakukan oleh SuperAwesome melibatkan 1800 anak-anak usia 6 hingga 14 tahun di 5 negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

Platform media digital untuk anak-anak

Sejak melakukan ekspansi ke Indonesia 2 bulan yang lalu, SuperAwesome mengklaim menjadi platform iklan anak-anak dan remaja terbesar di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam. Anak-anak usia 6 sampai 16 tahun saat ini merupakan populasi terbesar di Asia Tenggara. Terlebih anak-anak di era seperti sekarang sudah umum menggunakan media digital untuk memperoleh informasi seperti mainan atau barang yang mereka inginkan.

Setiap bulan SuperAwesome mengaku telah menjangkau lebih dari 250 juta anak-anak melalui iklan video di paltform mobile dan web. Dan market tersebut telah menjadi fokus untama perusahaan dalam mengerucutkan bisnis digital. SuperAwesome merupakan sister company dari Deliveree dan termasuk salah satu proyek dari Inspire Ventures.