Perkuat Ekosistem Edtech, Cakap Siapkan Tiga Layanan Baru

Pasca berganti nama dari Squline, Cakap kini tengah mempersiapkan tiga layanan baru, yaitu Cakap Chat, Cakap Live, dan Cakap Lifestyle. Di antara platform tersebut, Cakap Chat yang sudah mendapatkan tanggal peluncuran pasti di kuartal ketiga 2019.

CEO Cakap Tomy Yunus menyebutkan, ekspansi layanan ini untuk mengakomodasi fokus Cakap menjadi penyedia platform kursus bahasa asing yang lebih terjangkau dan membuka akses terhadap guru profesional serta pendidikan berkualitas tinggi di Indonesia.

“Lewat layanan baru ini, kami ingin memperkuat ekosistem dengan menambah mitra pengajar dan konten pembelajaran yang lebih beragam,” kata Tomy kepada DailySocial.

Tomy menjelaskan, Cakap Chat adalah aplikasi yang dapat digunakan untuk belajar, berkonsultasi, maupun mengobrol one-on-one dengan guru/tutor. Pengguna bisa mengirimkan chat (teks) atau voice note (suara). Model bisnisnya berbasis langganan dalam jangka waktu tertentu.

Sementara itu, Cakap Live merupakan aplikasi live streaming untuk kegiatan belajar dengan guru profesional dengan maksimal partisipan mencapai 100 orang dalam satu sesi. Konten dan pengisi akan dikurasi. Aplikasi ini belum resmi meluncur, tetapi sudah bisa diakses pengguna.

Tentang Cakap Lifestyle, Tomy belum dapat memberikan informasi lebih lanjut mengenai layanan ini. Yang pasti Cakap Lifestyle akan menghadirkan beragam konten mengenai skill dan lifestyle. 

“Kami harap ada peningkatan pengguna yang cukup signifikan agar aplikasi Cakap dapat semakin meningkatkan lebih banyak kualitas kehidupan pengguna,” ujarnya.

Dalam jangka panjang, ungkap Yunus, Cakap berambisi untuk menjadi super app di bidang education technology atau edtech di Indonesia. Terlebih dengan ekspansi layanan yang tengah dilakukan untuk memperkuat ekosistemnya.

“Kami optimistis Cakap bisa menjadi super app dalam lima tahun ke depan. Apalagi program di pemerintahan Presiden Jokowi akan fokus pada pengembangan SDM daripada belanja infrastruktur. Ini menjadi angin segar bagi pelaku di industri pendidikan, termasuk edtech,” paparnya.

Bidang edtech saat ini cukup banyak dilirik pelaku startup di tanah air. Hadirnya teknologi menjadi salah satu tool untuk mengatasi sejumlah masalah di sektor pendidikan Indonesia, mulai dari keterbatasan akses jalan, internet, dan jumlah pengajar. Di sisi lain, masih sulit untuk mengubah mindset orang Indonesia untuk belajar lewat platform.

Kemendikbud menyebutkan total keseluruhan guru di Indonesia per 2018 hanya sebanyak 3,2 juta orang. Jumlah tersebut sangat jauh dengan populasi Indonesia yang mencapai lebih dari 260 juta jiwa.

 

Ruang Guru Introduces “Brain Academy” Group Course

The EdTech startup, Ruangguru introduces a Brain Academy course (bimbel). It is to combine technology with face-to-face learning to optimizing student activities.

Currently, Ruangguru is the leading EdTech startup in Indonesia. Started since 2014, they’ve acquired 300,000 private teachers with 13 million registered users.

Brain Academy is available for students at 4th grade to 12th grade. It’s now available in 10 cities throughout Indonesia, in Medan, Pekanbaru, Palembang, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Bogor, Bandung, Semarang, Surabaya, and Malang.

The concept is said to be different from the common group course. They’re using technology to optimizing the learning process. Every student will have a diagnostic test in each session. The result should be the basic recommendation of which students can learn.

The registered students will get learning material and online tryout in digital format that is said to make the learning process more interactive, personal, and can be monitored accurately. In addition, Brain Academy also offers self-improvement material outside of school, such as critical thinking, communications, problem-solving, leadership, technology literacy, and many more, also providing convenience location with complete facilities, such as creative studio, cafeteria, and praying room.

“The beginning of Brain Academy goes along with our vision in Ruangguru, it’s to create easy access to the high quality of education. We believe these things aren’t meant to happen online but also offline. Aside from being a place to learn, Brain Academy also acts as information center, payment vehicle, and customer care for Ruangguru services,” Ruangguru’s CEO, Belva Devara said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ruangguru Luncurkan Bimbingan Belajar “Brain Academy”

Startup pendidikan Ruangguru meluncurkan bimbingan belajar (bimbel) Brain Academy. Bimbel tersebut nantinya akan mengombinasikan teknologi dengan proses pembelajaran tatap muka untuk memaksimalkan kegiatan belajar dengan siswa.

Ruangguru saat ini menjadi salah satu startup pendidikan teratas di Indonesia. Mulai dikembangkan sejak tahun 2014 silam mereka saat ini kurang lebih sudah memiliki 300.000 guru privat dengan total 13 juta pengguna terdaftar.

Brain Academy dibuka untuk siswa-siswi kelas 4 SD hingga 12 SMA. Saat ini sudah ada di 10 kota di Indonesia, yaitu Medan, Pekanbaru, Palembang, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Bogor, Bandung, Semarang, Surabaya, dan Malang.

Konsep Brain Academy diklaim berbeda dengan bimbel pada umumnya. Mereka memanfaatkan teknologi untuk mengoptimalkan proses belajar mengajar. Setiap siswa yang bergabungakan mendapatkan tes diagnostik dalam setiap sesi. Hasilnya akan menjadi dasar rekomendasi materi belajar mana yang dapat dipelajari.

Para siswa yang bergabung juga akan mendapat materi dan tryout online dalam format digital yang diklaim bisa membuat proses belajar menjadi lebih interaktif, personal, dan dapat dimonitor dengan akurat. Selain itu Brain Academy juga menjanjikan materi pengembangan diri di luar pelajaran sekolah meliputi critical thinking, communications, problem solving, leadership, technology literacy, dan lain-lain dan menyediakan lokasi yang nyaman dengan fasilitas yang lengkap, seperti studio kreatif, kafetaria, hingga musala.

“Lahirnya Brain Academy sejalan dengan visi kami di Ruangguru yaitu mempermudah akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Kami percaya bahwa hal ini tidak hanya dilakukan secara online tetapi juga offline. Selain menjadi tempat belajar Brain Academy juga berfungsi sebagai pusat informasi, tempat pembayaran dan layanan customer care untuk layanan-layanan Ruangguru lainnya,” jelas CEO Ruangguru Belva Devara.

Application Information Will Show Up Here

RevoU Tawarkan Pendidikan Teknologi, Sesuaikan Materi dengan Kebutuhan Startup

Geliat pesat bisnis dan startup di Indonesia nyatanya masih menyisakan pengangguran yang terus meningkat karena tidak sesuainya skill calon pekerja dengan kebutuhan industri. Pekerjaan rumah ini harus diselesaikan secara bersama oleh pemerintah, institusi pendidikan serta berbagai pihak lainnya.

Engineer menjadi pekerjaan yang paling banyak dicari startup, namun ketersediaannya begitu terbatas. Alhasil, membuat startup mengambil talenta dari luar negeri untuk bekerja di perusahaannya.

RevoU turut mengambil kesempatan tersebut dengan meresmikan kehadirannya di Indonesia sejak awal Juni 2019. Startup edutech ini sebenarnya adalah hasil paduan dari startup edutech di Tiongkok dan Amerika Serikat, dengan lokalisasi untuk Indonesia.

RevoU didirikan oleh Matteo Sutto, mantan petinggi di Zalora dan iPrice Group. Startup ini memosisikan diri sebagai wadah percepatan karier buat siapapun asal memiliki kemauan yang kuat untuk belajar, terlepas dari latar belakang, tingkat pendidikan, atau karier sebelumnya.

Menurutnya, pangkal isu dari ketimpangan ini bukan terjadi karena kurang sesuainya kurikulum yang diajarkan institusi pendidikan. Namun karena minimnya tools untuk melatih skill jadi lebih baik sesuai dengan kebutuhan industri.

Salah satu faktor ini, setidaknya ia temukan saat bekerja di iPrice. Banyak orang Indonesia yang memiliki skill mumpuni berkat mentoring dan pelatihan yang tepat diajarkan di sana.

“Jadi bukan karena kurang talenta, tapi kurangnya tools untuk berlatih mengembangkan skill yang tepat sesuai kebutuhan industri IT. Ini isu fundamental yang coba kami selesaikan lewat RevoU,” terang Sutto kepada DailySocial.

Program “Career Track” dan penyaringan peserta

Founder dan CEO RevoU Matteo Sutto / RevoU
Founder dan CEO RevoU Matteo Sutto / RevoU

Dia melanjutkan, RevoU menyiapkan pilihan karier yang ingin ditempuh setiap partisipannya, disebut “Career Track.” Kurikulumnya merupakan kombinasi materi online yang sudah ada, 1-on-1 live mentoring dengan pelaku startup, dan dipadu padankan tugas-tugas rutin yang berkorelasi dengan pekerjaan nyata di lapangan.

Alhasil, setiap partisipan diharapkan memiliki skill yang lebih matang dan tidak bersifat jangka pendek saja. Sebab ilmu yang diajarkan dari para mentor dapat langsung dipraktikkan dalam pekerjaan nyata.

Mentor yang mengisi dalam setiap pertemuan, sambungnya, adalah praktisi nyata yang bekerja di startup dan mau berbagi pengalaman serta tips untuk para partisipan.

Program pendidikan yang dapat dipilih dalam Career Track sementara ini adalah Digital Marketing. Sutto menyebut pihaknya akan terus menambah pilihan karier yang paling banyak dibutuhkan di startup, seperti dan Data Science, Engineer, Computer Science, Data Analytics dan sebagainya.

“RevoU bertugas untuk melatih calon talenta, sehingga saat bekerja di startup, perusahaan tidak perlu melatih lagi karena sudah kami kerjakan. Jadi lulusan yang kami hasilkan siap langsung kerja.”

Ambil contoh, untuk Digital Marketing, komitmen yang dibutuhkan untuk mengikuti program ini adalah 15 minggu. Selama program berlangsung, partisipan tidak akan diajari ilmu yang basic, seperti apa itu SEO, dan sebagainya. Melainkan mengajak mereka untuk membuat kerangka kerja analitis, dan aktif dengan mengerjakan tugas yang datang dari contoh pekerjaan dalam kehidupan nyata.

“Tugas berkala kami berikan untuk memastikan apakah mereka paham dengan yang dipelajari dalam sepekan tersebut. Mereka juga diajak untuk pakai tools yang biasa dipakai startup, seperti Slack untuk berkomunikasi dengan partisipan lainnya atau mentor.”

Menurutnya 15 minggu adalah waktu yang pas, tidak terlalu lama pun juga tidak terlalu cepat. Namun durasi tersebut akan disesuaikan untuk program Career Track yang lainnya, apabila dibutuhkan.

Sutto menyebutkan, RevoU memang diperuntukkan buat siapapun entah itu mahasiswa tingkat akhir atau pekerja dengan pengalaman awal, namun ada seleksi yang ketat. Pasalnya, perusahaan memiliki aturan bahwa setiap partisipan yang gagal diterima di startup, mereka tidak diwajibkan membayar iuran.

Apabila berhasil diterima di startup, partisipan memiliki keringanan untuk mencicilnya dengan membayar uang muka yang ringan dan melunasinya dari 12 bulan sampai 18 bulan setelah mereka mendapat gaji di kantor baru. Untuk biaya program Digital Marketing dimulai dari Rp15 juta per orangnya.

Sebelum partisipan bergabung, sebenarnya mereka mendapat kesempatan untuk ikut kelas perkenalan secara gratis selama tiga minggu. Dalam perkenalan ini, siapapun bisa bergabung dan diharapkan mendapat gambaran besar tentang pilihan program Career Track yang sesuai dengan ketertarikan.

“Program tiga minggu ini gratis untuk siapapun, tapi untuk ikut Career Track ada seleksi ketat karena kami berinvestasi untuk setiap partisipan yang masuk ke RevoU. Kalau mereka tidak diterima, kami tidak menghasilkan uang sama sekali.”

Rencana berikutnya RevoU

Pada tahap awal RevoU, Sutto beserta tim akan perbanyak pilihan program Career Track. Namun, bukan berarti secara langsung fokus memperbanyak volume partisipan karena dikhawatirkan akan mengurangi kualitas lulusan.

Untuk itu, perusahaan akan fokus dari sisi supply dan demand dengan perbanyak kemitraan dengan startup agar mereka semakin mudah menerima rekomendasi lulusan yang siap direkrut. Beberapa nama startup yang telah bekerja sama di antaranya Lazada, Shopee, Traveloka, Zalora, dan Gojek.

Dari sisi supply, bekerja sama dengan perguruan tinggi untuk mendorong mahasiswa mengikuti program di RevoU.

“Dari strategi tersebut, kami harapkan secara perlahan awareness masyarakat terhadap RevoU meningkat karena kami punya misi besar, tidak sekadar bisnis saja, ingin meningkatkan kemampuan lulusan di Tanah Air.”

Sutto enggan menyebut berapa banyak partisipan yang telah bergabung, namun diklaim sudah ada perkumpulan mahasiswa yang berpartisipasi pada bulan pertama operasionalnya ini.

RevoU disebutkan telah menerima pendanaan dari angel investor dengan nilai yang tidak disebutkan. Tim RevoU tersebar di Singapura dan Eropa. Namun tim inti RevoU akan bertempat di Indonesia.

Kehadiran RevoU tentunya meramaikan startup edutech di Indonesia. Pemain lainnya dengan konsep yang berbeda ditawarkan oleh startup seperti Udemy, Zenius, Ruangguru, Cakap, GreatEdu, Labster, Kelas.com, Quipper, dan masih banyak lagi. Adapun yang model bisnisnya sangat mirip dengan RevoU ada Binar Academy dan Hacktiv8.

Dicoding Pertajam Fitur Job Marketplace, Bantu Perusahaan Temukan Lulusan Terbaik

Dicoding, startup edukasi dan komunitas pemrograman, mempertajam fitur job marketplace yang baru dirilis pada tahun ini agar semakin memberikan dampak positif demi mengurangi ketimpangan antara kebutuhan industri dengan talenta berkualitas.

Co-Founder dan CEO Dicoding Narenda Wicaksono menjelaskan, situs job marketplace ini dibutuhkan oleh tiap perusahaan yang ingin mencari talenta IT. Menurut hasil riset yang ia kutip, dari seluruh lulusan IT di Indonesia, hanya 7% di antaranya yang bekerja di perusahaan IT yang diinginkan.

Ditambah lagi, mengacu pada survei internal yang dibuat Dicoding bulan lalu untuk 150 ribu developer IT di 460 kabupaten/kota di seluruh Indonesia, hanya 56% SDM IT yang sukses mendapatkan karier sebagai IT developer atau engineer di perusahaan.

Sedangkan 44% sisanya masih bekerja lepas. Salah satu penyebabnya karena tertinggalnya kemampuan yang dimiliki lulusan IT dan belum sesuai dengan kebutuhan industri terkini.

Survei menyebutkan, meski mayoritas responden merupakan lulusan IT, tapi dua dari tiga orang merasa bahwa mereka baru “mulai belajar” pemrograman dasar seperti Android, Java, dan Web saat mengikuti kelas online Dicoding Academy.

Bahkan, satu dari tiga orang merasa bahwa materi yang diberikan oleh Kelas Pemula di Dicoding setara dengan materi yang diterima saat mereka kuliah.

“Ini jadi fakta yang miris. Untuk itu kita harus do something untuk memberi semangat dengan memberikan kesempatan belajar untuk semua orang. Makanya kami buat program beasiswa mulai bulan ini,” terangnya, Rabu (15/5).

Situs job marketplace ini disebutkan hanya untuk pelajar Dicoding Academy yang telah lulus menyelesaikan seluruh tugasnya dan aktif dalam komunitas Dicoding. Namun, setiap orang dari latar belakang manapun memiliki kesempatan yang sama untuk bersaing mendapatkan pekerjaan di bidang IT sesuai spesialisasinya.

Narendra menyebutkan beberapa perusahaan yang sudah memanfaatkan Dicoding Jobs di antaranya BNI, Biznet, Telkom, dan Gojek.

“Kami ingin pastikan talenta yang bisa pakai situs ini hanya mereka yang sudah lulus. Banyak sekali dari mereka yang sudah keburu di-hire perusahaan meski belum lulus. Ini menunjukkan demand yang begitu tinggi terhadap talenta khusus di bidang IT apalagi yang bisa coding.”

Buat program beasiswa

Sejalan dengan upaya tersebut, Dicoding terus berusaha menjaring lebih banyak talenta baru untuk tertarik mendalami ilmu pemrograman dengan kelas edukasi yang telah disiapkan. Perusahaan kini giat menggelar program beasiswa, juga gaet mitra korporasi agar semakin banyak menelurkan talenta berbakat.

“Target kita adalah relevan dengan kebutuhan industri, bagaimana bisa cetak talenta terbaik agar bisa di-hire oleh perusahaan terbaik, talenta pun bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik,”

Sepanjang tahun ini Dicoding bekerja sama dengan berbagai institusi pemerintah seperti Bekraf dan Kemkominfo, juga level swasta seperti perusahaan telekomunikasi untuk program beasiswa yang diadakan oleh masing-masing institusi. Harapan akhirnya adalah ketimpangan antara kebutuhan dan permintaan di bidang IT semakin menipis.

Hingga Mei 2019, Dicoding telah memiliki 150 ribu anggota yang berhasil membuat 820 startup. Startup ini maksudnya produk, bisa berupa aplikasi sebagai ketentuan kelulusan. Secara total ada 5.500 aplikasi yang telah dihasilkan oleh seluruh startup tersebut. Bila ditotal, seluruh aplikasi ini telah diunduh sampai 225 juta kali.

Adapun kelas yang ditawarkan terdiri dari 19 kelas berbeda dengan ragam jenjang dari pemula hingga mahir, meliputi Membuat Aplikasi Android, Membuat Game, Membangun PWA, Cloud, Flutter, Kotlin for Android, Blockchain, Java, Web, Chatbot, Cognitive, serta Manajemen Source Code.

Seluruh kelas ini ada yang bisa diakses secara gratis namun ada juga yang harus berbayar sampai Rp2,2 juta.

Secara perusahaan, Dicoding melakukan monetisasi secara B2B lewat bekerja sama dengan berbagai korporasi dan B2C lewat penjualan kelas edukasi Dicoding Academy kepada end user. Narenda menyebut perusahaan masih menggunakan dana dari kantong sendiri untuk operasionalnya dan belum terbuka untuk pendanaan dari pihak eksternal.

Platform CariKuliah Permudah Proses Pencarian Kuliah

CariKuliah merupakan platform yang berusaha memudahkan masyarakat untuk masuk ke dunia perkuliahan. Selain mempermudah mencari dan penentuan jurusan, platform ini juga disiapkan untuk terintegrasi dengan universitas untuk pendaftaran dan pembayaran.

Dikembangkan oleh Alejandro Tumiwa dan Michelle Tedja, CariKuliah berangkat dari repotnya mendaftarkan diri ke universitas. Mulai dari permasalahan banyaknya biaya yang harus dikeluarkan dan waktu yang dihabiskan untuk mengurus pendaftaran.

“Dengan adanya CariKuliah kami berharap dengan adanya fitur yang kami sediakan (pencarian, pendaftaran, dan pembayaran) dan dengan nuansa yang tidak kaku tetapi penting bisa shaping the mind of students dalam menentukan jurusan dan membantu universitas dalam mempermudah sistem pendaftaran yang selama ini anak-anak harus datang ke universitas hanya untuk mendaftar atau harus buka website satu demi satu untuk mencari jurusan, biaya, dan bahkan pendaftaran (untuk beberapa universitas) yang nantinya akan berlanjut ke karier mereka,” terang Alejandro.

Salah satu fitur yang disediakan CariKuliah adalah fitur pencarian jurusan dan universitas. Alejandro mengklaim pihaknya mengembangkan fitur ini agar semudah mungkin membantu para calon pendaftar untuk mencari. Fitur ini juga dilengkapi dengan artikel-artikel seputar informasi jurusan.

Fitur pencarian kuliah di CariKuliah akan menyediakan pendaftaran universitas melalui satu pintu tanpa harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendaftar. Nantinya pengguna akan menghubungkan langsung antara universitas dan pengguna untuk verifikasi dan tracking proses pendaftaran.

Fitur ketiga dari CariKuliah adalah fitur payment gateway. Fitur ini akan memudahkan mahasiswa untuk melakukan pembayaran kuliah karena adanya notifikasi besar biaya dan jatuh tempo pembayaran.

Konsep yang diusung CariKuliah ini serupa dengan apa yang dikembangkan oleh Ikigai. Keduanya sama-sama memiliki visi untuk membantu masyarakat dalam mencari dan menemukan universitas yang cocok dengan pilihannya.

Saat ini pihak CariKuliah menyampaikan bahwa mereka sudah bekerja sama dengan beberapa universitas di Jabodetabek. Untuk sekarang targetnya adalah bekerja sama dengan universitas swasta tapi tidak menutup kemungkinan juga akan bekerja sama dengan unversitas negeri.

“Fokus kami dalam satu tahun ini adalah mendapatkan murid sebanyak-banyaknya dan yang kami targetkan juga bisa bekerja sama dengan lebih banyak universitas lagi. Sedangkan area yang kami fokuskan untuk sekarang hanya di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Yogyakarta,” tutup Alejandro.

RingerLaktat dan Kelase Luncurkan Platform Belajar Online Khusus Ilmu Kedokteran

RingerLaktat dan Kelase berkolaborasi meluncurkan platform kursus online di bidang kedokteran. Berbentuk Massive Open Online Course (MOOC), inovasi ini diharapkan mempermudah calon dokter untuk mengakses berbagai materi pembelajaran. Tidak hanya mengenai dunia kedokteran, situs yang bisa diakses melalui RingerLaktat.id ini juga menawarkan materi keperawatan, rekam medis, kesehatan masyarakat dan sebagainya.

Pengembangan platform MOOC RingerLaktat dilatarbelakangi tingginya minat fakultas kedokteran di universitas. Sementara perjalanan menjadi seorang dokter tidaklah sederhana. Kurikulum pendidikan kedokteran tergolong kompleks. Aspek kognitif, afektif dan psikomotor diasah selama 3,5-4 tahun di fase pra-klinik, 1,5-2 tahun di fase koasisten, dan persiapan menghadapi Uji Kompetensi Dokter (UKMPPD).

Di samping itu, menurut pemaparan tim RingerLaktat, pendidikan kedokteran di Indonesia memiliki berbagai tantangan, di antaranya keterbatasan dokter yang berperan sebagai pengajar dan penyebaran dokter di Indonesia yang belum merata. Materi kedokteran termutakhir masih didominasi oleh konten berbahasa Inggris, tentunya menjadi tantangan tersendiri bagi calon dokter. Di sisi lain uji kompetensi dokter sebagai syarat exit exam menyisakan ribuan calon dokter yang belum lulus.

“RingerLaktat merupakan layanan kursus online di bidang pendidikan kedokteran yang pertama di Indonesia. Sebagaimana cairan infus, RingerLaktat salah satu fungsinya untuk meresusitasi kondisi syok atau merehidrasi pasien yang lemah. RingerLaktat hadir untuk membantu calon sejawat di seluruh fakultas kedokteran di Indonesia mendapatkan asupan akses materi pendidikan kedokteran berkualitas,” ujar Co-Founder RingerLaktat dokter Penggalih Herlambang.

Co-Founder RingerLaktat lainnya, dokter Luthfi Saiful Arif, menambahkan, saat ini startupnya telah bekerja sama dengan puluhan dokter dari berbagai universitas dan rumah sakit untuk pengembangan materi berkualitas.

“Kami masih memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menggaet lebih banyak dokter agar mau bergabung sebagai pengembang kelas dan fasilitator online. RingerLaktat sangat membuka diri kepada para dokter yang ingin berkolaborasi dalam menyebarluaskan ilmu dan kecakapan yang dimiliki dalam bentuk kelas online gratis maupun berbayar,” ungkap Arif.

Sebagai pengembang teknologi pendidikan, peran Kelase dalam kerja sama ini menyediakan platform MOOC yang terkustomisasi.

“Kami merasa tertantang untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada pada bidang pendidikan kedokteran bersama RingerLaktat. Untuk itu kami begitu antusias mengakselerasi bisnis inovasi sosial yang dijalankan RingerLaktat agar dapat memberi manfaat yang lebih luas pada pendidikan kedokteran Indonesia dengan teknologi dan sumber daya yang kami miliki,” ungkap Co-Founder & COO Kelase Winastwan Gora.

Application Information Will Show Up Here

Online Learning Platform Potential in Producing Qualified Talents

The high demand of new talent wasn’t followed by qualified skill and and knowledge of the related industry. HarukaEDU is an example of startup offering online learning platform that is expected to fulfill the demand.

In order to look further of the current education tech startup trends and potential in Indonesia, #SelasaStartup invited HarukaEDU’s CEO, Novistiar Rustandi.

Solving the cost and time issues

Before established HarukaEDU, Novistiar is said to question the target market and related industry. He said many of school graduates have issues to make it into the next level due to time and cost.

On the other hand, academic institutions aren’t capable to create online learning program due to the lack of resources. These issues are to be solved by online learning platform.

“We also specifically offer a training for companies to improve their employee’s skills through online learning. To date, we’ve been receiving positive response, not only in Jakarta but also outside the city,” he explained.

Supporting industry 4.0

With automation replacing the conventional skills nowadays, doesn’t mean less job opportunity. Technology has created new opportunity from the demand.

“One example is digital marketing and social media which is getting more popular among companies. I predict in the future that the skill will matter more than diplomas of talents which are to be hired by conventional companies in Indonesia,” he added.

The online learning platform also intends to cut the academic cost in university and high-level education which is considered expensive. They’re trying to replace the perception of online learning as “unrated” with high-quality classes.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Potensi Platform Pembelajaran Online Mencetak Talenta Berkualitas

Besarnya demand talenta baru ternyata tidak dibarengi dengan skill dan pengetahuan yang sesuai untuk industri terkait. HarukaEDU adalah contoh startup yang menawarkan platform pembelajaran online yang diharapkan dapat menyuplai demand tersebut.

Untuk bisa melihat lebih jauh seperti apa tren dan potensi startup teknologi pendidikan di Indonesia, #SelasaStartup menghadirkan CEO HarukaEDU Novistiar Rustandi.

Atasi masalah kurang waktu dan biaya

Sebelum mendirikan HarukaEDU, Novistiar mengklaim banyak melakukan tanya jawab ke target pasar dan industri terkait. Ia menyimpulkan banyak lulusan sekolah menengah yang terkendala melanjutkan pendidikan karena permasalahan waktu dan biaya.

Di sisi lain, instansi pendidikan masih belum bisa menghadirkan program belajar secara online karena kurangnya sumberdaya. Permasalahan ini yang bisa diselesaikan oleh platform pembelajaran online.

“Kami juga secara khusus menawarkan pelatihan kepada perusahaan untuk bisa meningkatkan skill karyawan mereka melalui proses belajar secara online. Sejauh ini kami mendapatkan respon yang positif bukan hanya di Jakarta tapi daerah di luar Jakarta,” kata Novistiar.

Mendukung industri 4.0

Meskipun saat ini otomasi sudah banyak menggantikan skill konvensional, bukan berarti lapangan pekerjaan berkurang. Teknologi justru telah menghadirkan lapangan pekerjaan baru yang lahir dari kebutuhan memanfaatkan teknologi.

“Salah satunya adalah digital marketing dan media sosial yang saat ini makin banyak dicari oleh perusahaan. Saya lihat ke depannya skill lebih memegang peranan penting dibandingkan ijazah untuk talenta yang ternyata masih banyak dicari oleh perusahaan konvensional di Indonesia,” kata Novistiar.

Platform pembelajaran online juga berusaha memangkas biaya pendidikan universitas dan pendidikan lanjutan yang masih tergolong sangat besar. Mereka berusaha menghilangkan persepsi bahwa pembelajaran online sebagai “abal-abal” dengan kelas-kelas yang semakin berkualitas.

Pasca Pergantian Nama, Startup Edutech “Cakap” Akan Adakan Acara Peluncuran

Sejak diluncurkan pada tahun 2014, Squline mencoba menjadi layanan edtech yang mempertemukan pengajar profesional dengan peserta didik secara real time dengan mekanisme live tutoring. Harapannya proses belajar-mengajar tidak melulu bergantung pada waktu dan tempat.

Masih menggenggam semangat yang sama, untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan memberikan dampak sosial bagi masyarakat Indonesia, Squline memutuskan untuk melakukan rebranding dengan nama baru “Cakap”.

Untuk memperkenalkan brand Cakap kepada publik pada hari Sabtu, 6 April 2019 mendatang startup karya anak bangsa tersebut akan mengadakan acara “Grand Launching Cakap” di Summarecon Mall Serpong. Acara akan dimulai pada pukul 11.00 WIB. Selain peluncuran brand baru, acara ini akan dimeriahkan dengan pameran, talkshow dan panggung musik oleh Rendy Pandugo.

Tema besar yang diusung dalam rangkaian acara ini adalah “Cakap Bahasa, Cerdaskan Bangsa”. Beberapa narasumber yang akan dihadirkan untuk memberikan pengetahuan dalam talkshow meliputi Tomy Yunus (Founder & CEO Cakap), Ivan Lanin (Pakar Bahasa Indonesia dan Wikipediawan), Tjhen Wandra (YouTuber dan Pengajar Bahasa Mandarin), Hiroki Kato (Presenter dan Musisi).

Acara ini sekaligus akan menjadi ajang penyerahan rekor muri untuk Cakap sebagai aplikasi online pertama belajar bahasa dengan interaksi dua arah secara langsung di Indonesia. Selain itu peserta bekesempatan memenangkan beasiswa belajar Bahasa Mandarin senilai 38 juta Rupiah dan berbagai promo paket belajar menarik lainnya.

Saat ini aplikasi Cakap menyediakan layanan kursus bahasa asing online, meliputi Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Bahasa Jepang dan Bahasa Indonesia. Adapun pengguna Cakap sudah meliputi beberapa negara, baik dari Indonesia, Brunei Darussalam, Korea, Filipina, Jepang, Australia dan Amerika Serikat.

Grand Launching Cakap

Disclosure: DailySocial merupakan media partner acara Grand Lunching Cakap