Neliti Mungkinkan Institusi Pendidikan Buat Repositori Online secara Instan

Neliti merupakan perangkat lunak yang dikembangkan untuk membangun dan mengelola repositori berbentuk perpustakaan digital dan jurnal ilmiah online. Layanan ini menyasar dua segmen sekaligus, yakni institusi pendidikan dan individu dari kalangan akademisi. Model bisnis yang diterapkan dalam Neliti ialah mengenakan biaya bulanan kepada pelanggannya.

Saat ini beberapa universitas telah memanfaatkan layanannya, seperti Universitas Atma Jaya, Universitas Negeri Surabaya dan Universitas Negeri Semarang, dan juga beberapa lembaga penelitian seperti Center for Indonesian Policy Studies. Untuk memudahkan akses, masing-masing institusi tersebut dapat melakukan kustomisasi URL dengan domain yang dimiliki.

Bagi pustakawan atau pengelola jurnal ilmiah di organisasi dapat mengelola jurnal atau repositori menyesuaikan kebutuhannya. Sementara untuk peneliti, mahasiswa atau dosen, layanan ini dapat dimanfaatkan untuk mencari informasi atau data penelitian. Saat ini di basis data Neliti sudah ada lebih dari 200 ribu publikasi penelitian. Rata-rata per bulan platform ini sudah digunakan lebih dari 3 juta orang.

Berawal dari sulitnya menemukan hasil riset di Indonesia

Neliti didirikan oleh Anton Lucanus pada bulan April 2015 saat dia magang di Institut Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta.

“Masalah yang ingin Neliti atasi adalah banyaknya riset-riset di Indonesia yang tidak tersedia secara online. Indonesia mempunyai kurang lebih 120.000 perpustakaan di bawah universitas, badan pemerintahan dan lembaga penelitian yang menerbitkan jutaan publikasi tiap tahun. Penelitian ini sangat penting untuk mengatasi masalah sosial, ekonomi, kesehatan dan lingkungan di Indonesia. Namun, saat ini hanya sekitar 28% penelitian tersebut tersedia secara online,” ujar Anton.

Menurutnya dari temuan tersebut mengindikasikan peneliti kesulitan untuk mengakses pengetahuan yang mereka butuhkan untuk menghasilkan riset yang dapat mengatasi masalah sosial. Ini juga berarti bahwa penelitian di Indonesia jarang dibaca oleh kalangan pembuat kebijakan.

“Gagasan untuk membuat Neliti dimulai pada bulan April 2015 saat saya magang di Institut Biologi Molekuler Eijkman di Jakarta. Selama magang, saya belajar bahwa Institut Eijkman memiliki data penting yang saat ini tidak tersedia untuk kalangan umum secara online, seperti tingkat Japanese Encephalitis di Jawa Tengah,” lanjut Anton.

Di bawah naungan PT Neliti Teknologi Indonesia, startup ini sudah mendapatkan dana awal dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Untuk peningkatan bisnis dan produk Anton mengungkapkan di tahun 2019 mereka berencana melakukan fundraising dari investor.

Unggulkan kemampuan kustomisasi

Repositori Neliti
Contoh tampilan repositori yang digunakan dengan platform Neliti

Disinggung soal pembeda dengan layanan serupa Anton menjelaskan bahwa di platform repositori lain, pengguna tidak bisa membangun repositori sendiri. Mereka harus menggunakan software lain khusus untuk membuat repositori mereka.

Selain itu, kalaupun menggunakan perangkat lunak seperti EPrints atau Dspace untuk repositori, institusi harus mempelajari keterampilan pengembangan web, membayar hosting web, dan terus menerus mengeluarkan dana untuk membayar pengembang web. Neliti mencoba menyederhanakan proses tersebut.

“Dengan Neliti, proses pengembangan repositori jauh lebih mudah dan murah. Pengguna dapat membangun repositori atau jurnal online hanya dalam 5 menit dengan biaya minimal. Selain itu, Neliti juga menangani web hosting yang cepat, desain web, dan masalah teknis lainnya,” imbuh Anton.

Kendati saat ini masih dalam fase beta, pertumbuhan pengguna yang signifikan membuat tim Neliti optimis untuk pengembangan ke depannya. Tahun 2019, mereka akan merilis lebih banyak fitur dan meluncurkan versi final dari Neliti. Salah satu fitur yang segera dikeluarkan memungkinkan pengguna untuk melakukan personalisasi desain website jurnal.

Cilsy Kembangkan Platform Marketplace Konten Belajar Teknologi

Tidak sedikit orang yang memulai bisnis berdasarkan hobi atau pengalamannya. Hal ini juga yang dilakukan Rizal Rahman bersama beberapa rekannya. Memiliki latar belakang pendidikan teknologi dan jaringan, ditambah pengalaman yang kurang menyenangkan terkait sulitnya mencari materi belajar, membuat mereka memutuskan mengembangkan Clisy.

Rizal menyebut Cilsy sebagai marketplace yang berisi tutorial seputar teknologi. Layanan tersebut menargetkan dua pengguna potensial, (1) para profesional atau praktisi yang menjual konten tutorial dan (2) siapa saja yang membutuhkan materi belajar.

Untuk menjaga kualitas materi, Rizal dan tim terlebih dulu menyusun kurikulum. Selain bahasa penyampaian juga dikelola sebaik mungkin dalam proses kurasi agar mudah dipahami pengguna.

“Bagi instruktur jauh lebih menguntungkan mengajar di Cilsy dibanding menjadi blogger atau vlogger di Youtube. Selain mereka memiliki kesempatan berbagi skill kepada ribuan murid, di Cilsy mereka akan mendapat bagi hasil penjualan tutorial secara pasti tanpa perlu harus pusing melakukan marketing, SEO, mencari viewers dan lain-lain,” jelas Rizal.

Mulai diperkenalkan pada April tahun 2017, Cilsy mengklaim sudah memiliki lebih dari 3000 pengguna. Adapun beberapa konten materi yang sudah ada meliputi jaringan komputer, sistem server, hingga devops. Untuk ke depannya Rizal juga merencanakan akan menambah konten-konten di Cilsy meliputi materi IoT, data science, dan pemrograman.

“Saya dulu lulusan SMK TKJ, seharusnya bisa menjadi praktisi di bidang IT. Namun kenyataannya banyak teman-teman sekelas dan sejurusan saya malah berujung menjadi buruh pabrik. Mereka bisa begitu karena selama masa belajar di sekolah sangat sulit mendapat materi-materi yang berkualitas dan mudah dipahami,” ujar Rizal menceritakan alasan dirinya mengembangkan Cilsy.

Bereksperimen dengan Kuasai.id

Memiliki visi untuk menjadi marketplace IT Tutorial terbesar pertama di Indonesia fokus Cilsy saat ini adalah terus memproduksi konten berkualitas untuk mencetak lulusan-lulusan terbaik. Salah satu usaha mewujudkan hal tersebut tim bereksperimen dengan menghadirkan Kuasai.id. Bagian dari Cilsy yang memungkinkan pengguna bertatap muka dengan instruktur secara live memanfaatkan video call.

“Karena selama berjalannya Cilsy kita menemukan dua behavior pengguna, yaitu yang ingin bisa belajar fleksibel dan yang ingin live tatap muka dengan instruktur,” terang Rizal.

Selanjutnya startup asal Bandung ini akan terus berusaha untuk memperbanyak kerja sama dengan instruktur kenamaan dari kalangan profesional dan industri. Ia menargetkan untuk bisa mempunyai 200 instruktur berkualitas tahun ini.

“Targetnya kami bisa mempunyai 200 instruktur dan merambah kategori data science, IoT, dan programming. Lebih memperkaya pilihan tutorial dan lebih banyak menjangkau user,” tutup Rizal.

Endless OS Siapkan “Coding Tools”, Bantu Anak Belajar Menjadi Pengembang

Pengembang sistem operasi Endless OS tengah mempersiapkan tools baru untuk dukung anak menjadi developer atau pengembang pemula. Tools tersebut rencananya akan meluncur ke publik pada awal tahun depan, termasuk di Indonesia.

“Kami mendesain coding tools yang interaktif untuk anak, sehingga mereka bisa membuat apapun yang mereka suka. Endless OS ingin mengembalikan fungsi laptop untuk sarana belajar,” ucap Founder & CEO Endless Computer Endless, Matt Dalio, kepada DailySocial.

Peluncuran coding tools ini merupakan salah satu upaya Endless OS dalam mengembalikan fungsi laptop sebagai medium belajar. Sesuai dengan DNA dari Endless OS yakni mendorong perkembangan dunia pendidikan dengan membuka akses ke pengetahuan tanpa batas lewat teknologi dan konten yang terjangkau.

Menurut pendapatnya, sebanyak 80% penduduk Indonesia tidak memiliki kemampuan dalam membeli komputer. Untuk itu Endless Indonesia fokus untuk membuka akses untuk memiliki komputer bagi 50% dari jumlah tersebut.

Setiap konten yang dihasilkan anak, nantinya dapat didistribusikan ke seluruh pengguna Endless lewat toko aplikasi App Center secara gratis.

Fitur dan spesifikasi Endless OS

Tampilan antarmuka Endless OS
Tampilan antarmuka Endless OS

Dalio melanjutkan, Endless OS yang berbasis Linux ini memiliki tampilan antarmuka seperti smartphone dengan sistem kerja yang mudah digunakan. Tujuannya pengguna bisa langsung mengoperasikannya tanpa perlu mempelajari secara khusus terlebih dulu (zero training).

Dalam toko aplikasi milik Endless, dinamai App Center, memuat lebih dari 200 aplikasi, yang terdiri atas aplikasi bawaan untuk browsing, mengakses media sosial, pekerjaan kantor, dan permainan.

Tersedia pula kumpulan artikel dan literatur yang bisa diakses langsung tanpa dukungan koneksi internet. Dalam sistem operasinya, Endless menggabungkan banyak perangkat lunak dan telah menciptakan sejumlah proyek dan merilisnya di bawah lisensi bebas dan terbuka.

Seluruh aplikasi dirancang dapat digunakan secara offline, untuk menjawab tantangan soal konektivitas internet di Indonesia. Di samping itu, Endless OS bebas virus sehingga aman untuk digunakan kapanpun dan di manapun.

“Endless OS ini didesain untuk kegiatan anak belajar setiap hari kapanpun dan di manapun. Oleh karena itu, kami mendesain Endless sangat mudah untuk dioperasikan serasa menggunakan smartphone, yang terpenting tidak butuh internet dan bebas virus.”

Target bisnis untuk Indonesia

Dalio menuturkan pihaknya akan lebih fokus perluas penetrasi bisnisnya di sekitar Jakarta, terutama di kota tier dua. Perusahaan siap menyasar ke sekolah dan komunitas yang membutuhkan Endless OS untuk menunjang aktivitas belajarnya.

Mengingat masih banyaknya orang Indonesia yang menganggap komputer sebagai barang mahal, Endless telah bekerja sama dengan berbagai institusi pembiayaan skala mikro. Nama-nama tersebut di antaranya Adira Finance, Kudo, dan Kredivo untuk bantu masyarakat memiliki laptop dengan harga terjangkau.

Dalam menyediakan perangkat laptop, Endless OS juga telah bekerja sama dengan vendor laptop ternama seperti Acer dan Asus. Perangkat laptop yang di-bundle dengan Endless OS ini dijual mulai dari Rp3,8 juta.

Endless bisa diunduh software-nya secara gratis dari perangkat laptop masing-masing pengguna. Minimal spesifikasi laptop yang sudah mendukung Endless OS adalah buatan di atas 2007, didukung dengan RAM 2 GB, dan kapasitas penyimpanan minimal 32 GB untuk versi full.

“Sekitar 90% orang Indonesia membeli motor dengan kredit. Untuk itu kami ingin permudah orang memiliki laptop dengan cicilan yang ringan dan tidak membebankan mereka. Kami berencana untuk menurunkan harga laptop yang sudah di-atini agar semakin banyak orang yang punya laptop,” pungkas Dalio.

Secara operasional bisnis, Endless Indonesia memiliki 22 orang, kebanyakan untuk pemasaran. Adapun secara global, Endless telah beroperasi di 56 negara sejak pertama kali didirikan pada 2012. Pengguna terbanyak Endless ada di Amerika Latin, Brazil, dan Meksiko.

Melihat Besarnya Peluang Kebutuhan Teknisi Data, Skystar Ventures Lahirkan DQLab

Salah satu tren digital yang dibawa revolusi industri 4.0 adalah optimasi data — dalam artian mencoba memanfaatkan data yang ada di bisnis untuk dikonversi menjadi pengetahuan. Tak heran jika saat ini hampir setiap perusahaan membutuhkan tim data, baik dari sisi analis, teknisi, hingga pemrogram. Melihat peluang tersebut, DQLab hadir memberikan wadah berupa kanal pembelajaran soal data. Program-programnya memberikan pengajaran komprehensif tentang pengelolaan data dengan studi kasus industri.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang program DQLab, DailySocial telah berbincang Yovita Surianto selaku Program Director. Ia mendefinisikan DQLab sebagai program pembelajaran data science yang dikemas dengan metode praktik dan aplikatif berbasis proyek. Pendekatan tersebut diambil untuk membawa pengalaman dan kompleksitas riil terkait pengolahan data di perusahaan, khususnya di Indonesia. Program ini diinisiasi Universitas Multimedia Nusantara (dalam hal ini melalui Skystar Ventures) dan PHI-Integration.

“Visi kami menciptakan talenta data yang dapat berkontribusi secara tepat bagi perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan terciptanya banyak talenta data yang dapat memberikan impact, akan menciptakan ekosistem data yang kuat untuk menuju Indonesia yang lebih data-driven,” terang Yovita.

Kebutuhan talenta data masih sangat besar

Mengutip hasil penelitian Microsoft dan IDC yang diterbitkan awal 2018 ini, dari 79% perusahaan di Indonesia yang tengah menjalankan proses transformasi digital, hanya 7% memiliki strategi digital secara menyeluruh. Dalam tulisan sebelumnya, DailySocial juga pernah membahas tentang transformasi digital, dua aspek berkaitan langsung dengan data, yakni data-driven strategy dan data analytics. Industri 4.0 yang mengarah ke digitalisasi dan otomasi, menuntut pelaku industri untuk cepat beradaptasi dengan perubahan.

“Banyaknya program edukasi teknis di Indonesia untuk membangun talenta transformasi digital adalah inisiatif yang tepat. Edukasi di bidang data science yang terstruktur dan tepat dapat membantu mengoptimalkan proses pengolahan dan analisis data. Kami percaya, exposure ke beragam studi kasus dan penanganan data akan membantu pemahaman para praktisi data, bukan hanya dalam penggunaan tools melainkan mengasah problem solving dan analytical skills,” lanjut Yovita.

Kondisinya saat ini perusahaan memiliki banyak sekali data, seiring dengan komputerisasi di berbagai segmen. Sayangnya, menurut Yovita, hingga saat ini masih banyak sekali permasalahan pada data sehingga belum layak untuk diolah menjadi pengetahuan yang berguna dan menyebabkan hasil analisis menjadi kurang terpercaya. Isu-isu seperti struktur hingga redudansi data masih banyak dijumpai. Sementara di tengah kompetisi global, perusahaan perlu menjadi tangkas dan memutuskan sesuatu dengan cepat, tentu tidak hanya berdasarkan asumsi, melainkan analisis yang terukur.

“Pengolahan data yang tepat dapat memunculkan insight menarik untuk membantu pengambilan keputusan bagi bisnis. Contoh studi kasusnya: untuk menentukan paket produk yang tepat dan berdampak pada penjualan, melakukan proses segmentasi konsumen untuk membantu aktivitas pemasaran yang tertarget, menentukan variabel untuk memprediksi credit scoring, dan masih banyak lainnya,” jelas Yovita.

DQLab dengan pendekatan berbasis komunitas

DQLab
Salah satu kegiatan komunitas di DQLab / DQLab

Saat ini sudah banyak program edukasi yang secara khusus mengajarkan tentang data science. Selain DQLab, ada juga Algoritma yang secara khusus menyelenggarakan workshop terpadu tentang data science. Pendekatan berbasis komunitas dinilai relevan oleh DQLab. Dengan pendekatan tersebut, DQLab menghubungkan berbagai pihak, mulai dari industri, praktisi, dan pengajar; untuk saling mengisi satu dengan lainnya. PHI-Integration sebagai mitra strategis DQLab adalah konsultan data di Indonesia. PHI-Integration fokus ke pengembangan konten, dan platform.

“Program DQLab terbuka untuk umum. Saat ini kami bekerja sama dengan beberapa perusahaan untuk memberikan rekomendasi data talents yang memenuhi kriteria. Untuk memberikan pemahaman proses dan teknik pengolahan data secara tepat, secara berkala kami melakukan sesi bedah kasus mengundang pakar data di industri,” tutup Yovita.

Baca juga seri tulisan tentang data science dari DailySocial:

  1. Bagian 1 – Dasar Data Science
  2. Bagian 2 – Big Data
  3. Bagian 3 – Business Intelligence
  4. Bagian 4 – Machine Learning

Kelas.com Hadirkan Konten Belajar Eksklusif untuk Masyarakat Umum

Bertujuan untuk menghadirkan konten edukasi eksklusif secara online, Kelas.com resmi hadir di Indonesia. Startup edutech yang didirikan oleh CEO William Sutrisna ini menargetkan masyarakat umum yang ingin mendapatkan wawasan dan edukasi lebih secara online.

Di tahap awalnya, Kelas.com telah menggandeng tiga profesional untuk menjadi mentor, di antara Chef Juna (memasak), Ryan Ogilvy (make-up), dan Riomotret (fotografi). Selanjutnya Kelas.com akan menambah kategori kelas seperti, desain fesyen, jurnalisme, musik hingga kesenian asli Indonesia seperti gamelan, membatik, dan wayang.

“Pada dasarnya kami ingin menghadirkan mentor yang saat ini popular di kalangan masyarakat dan terbaik di bidangnya. Dengan alasan itulah Kelas.com didirikan,” kata William.

Disinggung apa yang membedakan video yang dibuat oleh Kelas.com dengan platform lainnya seperti Skillshare dan YouTube, William menegaskan, semua konten yang dihadirkan sudah terkurasi dan dipastikan belum pernah diunggah di platform lainnya. Dengan demikian pelanggan Kelas.com akan mendapatkan video eksklusif yang hanya tersedia di platform.

“Dengan menerapkan subscription fee, pelanggan bisa mendapatkan video edukasi selama satu tahun dari mentor. Ke depannya kami juga akan menciptakan konten baru dari mentor yang sama untuk pembahasan lebih mendalam,” kata William.

Kelas.com menargetkan per tahun bisa merekrut satu mentor dan menambah kelas pelatihan lebih banyak lagi dari berbagai kategori. Mengklaim telah mendapatkan pre registered sebanyak 10 ribu pengguna, targetnya Kelas.com bisa menambah 100 ribu pengguna lagi.

Telah mendapatkan pendanaan dari angel investor

Untuk memudahkan pelanggan dalam melakukan pembayaran, Kelas.com menyediakan pilihan melalui bank transfer dan kartu kredit. Biaya berlangganan yang dikenakan untuk pengguna ialah Rp490 ribu per tahun. Kelas.com juga berencana untuk menambah pilihan pembayaran melalui gerai Alfamart, OVO, dan Tcash.

Materi yang diajarkan oleh para mentor dapat diakses dalam bentuk video dengan durasi 2-5 jam setiap kelasnya. Selain itu ada pula workbook yang bisa diunduh sebagai latihan, agar bisa memahami teknik-teknik yang disampaikan lebih mendalam.

“Saat ini Kelas.com baru bisa di akses melalui situs saja, namun untuk memudahkan pengguna mengakses, kita juga memiliki rencana untuk meluncurkan aplikasi,” kata William.

Startup juga telah mendapatkan pendanaan dari angel investor lokal. Saat ini Kelas.com yang baru memiliki empat orang anggota tim, berharap bisa menjadi platform alternatif untuk masyarakat umum yang ingin mendapatkan edukasi secara informal.

Platform Ikigai Siap Bantu Calon Mahasiswa Temukan Universitas Sesuai Karakter

Pasangan suami istri Frisky Nurmuhammad dan Hana Nurmuhammad melihat potensi dan peluang penggunaan teknologi untuk menghubungkan perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri dengan para calon mahasiswa. Akhirnya lahirlah Ikigai. sebuah platform yang menyediakan fasilitas untuk mengetahui kepribadian atau karakter dan kemudian memberikan rekomendasi perguruan tinggi mana yang akan dipilih.

Pengguna Ikigai dimungkinkan menjelajahi lebih dari 150 pilihan program studi, pilihan perguruan tinggi hingga nantinya bisa langsung mendaftar ke perguruan tinggi yang menjadi partner Ikigai.

“Nama Ikigai berasal dari filsafat Jepang yang berarti ‘alasan untuk hidup’. Masyarakat Jepang percaya bahwa setiap orang memiliki ikigai, yakni sesuatu yang menjadi semangat mereka ketika bangun pagi, sesuatu yang membuat orang  menjalani kegiatannya dengan bahagia. Ikigai bisa berupa pekerjaan, hobi, hubungan, atau apapun yang membuat hidup orang tersebut bermakna. Kami percaya mengenalkan anak pada jati dirinya, kemudian membimbingnya untuk memilih masa depan yang sesuai karakternya adalah salah satu jalan untuk menemukan ikigai mereka,” terang Hana menjelaskan filosofi bisnisnya.

Ikigai mulai soft launching pada awal tahun ini dengan mengadakan roadshow ke beberapa sekolah di Jabodetabek. Dalam roadshow tersebut mereka memberikan workshop mengenai pentingnya memilih pendidikan yang cocok sesuai dengan karakter siswa. Ikigai sendiri diharapkan bisa digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia, termasuk juga di ASEAN mengingat tujuan awal mereka menghubungkan perguruan tinggi dalam maupun luar negeri.

“Masalah yang ingin kami selesaikan adalah ketidakmerataan akses informasi mengenai perguruan tinggi. Saat ini masih banyak misinformasi mengenai jumlah jurusan, prospek kerja dan perguruan tinggi itu sendiri, sehingga siswa bisa jadi memilih jurusan yang tidak sesuai dengan dirinya dan kalah dalam kompetisi pencarian kerja. Akses terhadap informasi tentang pilihan perguruan tinggi yang ada di Indonesia juga masih tidak merata dan masih diwarnai miskonsepsi bahwa perguruan tinggi swasta tidak bagus atau perguruan tinggi swasta sangat mahal,” lanjut Hana.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut Ikigai didesain dengan berbagai fitur, mulai dari fitur tes psikologi, profil universitas, lebih dari 150 database jurusan kuliah dan yang sedan disiapkan sistem aplikasi pendaftaran universitas dan Student tracking system yang rencananya bisa diluncurkan tahun ini.

Squline Enters Australian Market

Squline is officially available as education startup in Australia. As a developed country in Asia Pacific region, Australia’s population have learned Bahasa Indonesia in general since high school. This interest has created an opportunity to introduce Bahasa Indonesia class through an online medium.

In Australia, Bahasa Indonesia has been one of the preferred languages. It’s one of the most popular foreign languages in school, besides Japan and Mandarin.

Squline focuses on preparing Bahasa Indonesia online course for those who want to learn Bahasa Indonesia in fastest way with flexible scheduling, not restricted by time or space, by the experts. It fits the target market characteristics, the busy population.

In this platform, foreign language enthusiasts will be able to follow the placement test to know the ability of language interest.

In providing foreign language curriculum and graduation certificate for students who have completing the lessons, Squline has partnered up with language institutions.

Currently, Squline has more than 3,500 students all over Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Google App “Primer” Is Now Providing Content in Bahasa Indonesia

Google announces the latest update of a learning app “Prime” for Indonesian’s users. Currently, it has 54 content titled in Bahasa Indonesia, approximately within 5 minutes. It is done by the assumption that Primer was designed for mobile users. This app has launched in August 2017 and free to download in Android and iOS version.

“The updated version of Primer comes with the latest feature of skills, rewards, and curated methods. It’s designed to help users focus more on the ability they want to build or learn. Users will now get badges as the reward, that is expected to encourage them to learn harder,” Veronica Utami, Google Indonesia’s Head of Marketing, said.

In general, there are some content coverages include business planning, brand building, website and social media development, marketing via email, sales, business management, digital marketing in general, and content development. Primer is now providing additional lessons developed by Womenwill related to opportunities for women entrepreneurs in Indonesia.

Primer app in Android / Google Indonesia
Primer app in Android / Google Indonesia

“Our purpose is to educate and encourage the public to learn by providing relevant content, easy to understand, and capable to facilitate public in developing business and acquiring new customers,” she added.

Google’s commitment to developing Indonesia’s talent is already mentioned at “Google for Indonesia” in 2016, the education-based approach has become the main focus. One by one, the vision is being developed for Indonesia’s internet users in general.

Regarding content distribution, Google Indonesia has formed an exclusive partnership with Dicoding. The content will be distributed using Dicoding platform. There are 125 modules, 35 videos, and 24 quizzes in Bahasa Indonesia discussing the initial step for development to the publication of Android app in Google Play.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi “Primer” Google Kini Berisi Konten Berbahasa Indonesia

Google mengumumkan pembaruan aplikasi pembelajaran “Primer” untuk pengguna di Indonesia. Disebutkan kini Primer telah memiliki 54 judul konten dalam Bahasa Indonesia. Rata-rata setiap materi disajikan dalam durasi singkat yang dapat diselesaikan dalam lima menit. Hal tersebut dilakukan dengan asumsi Primer didesain sebagai pembelajaran yang difokuskan untuk pengguna perangkat mobile. Aplikasi ini gratis untuk pengguna Android dan iOS, telah diluncurkan pertama sejak bulan Agustus 2017 lalu.

“Versi terkini dari Primer dilengkapi dengan fitur terbaru yaitu keterampilan, hadiah, dan metode belajar yang terkurasi. Ini didesain untuk membantu untuk lebih fokus terhadap kemampuan yang ingin mereka bangun atau pelajari. Pengguna sekarang akan mendapatkan badge sebagai reward mereka, yang diharapkan dapat mendorong mereka untuk terus belajar,” kata Head of Marketing Google Indonesia Veronica Utami.

Secara umum ada beberapa cakupan konten yang disediakan, meliputi pembahasan perencanaan bisnis, membangun merek dagang, pengembangan situs web dan media sosial, pemasaran via email, penjualan, manajemen bisnis, pemasaran digital secara umum, dan pengembangan konten. Aplikasi Primer kini juga dilengkapi pelajaran tambahan yang dikembangkan oleh program Womenwill, yakni seputar peluang wirausaha bagi perempuan di Indonesia.

Tampilan aplikasi Primer di Android / Google Indonesia
Tampilan aplikasi Primer di Android / Google Indonesia

“Tujuan kami adalah untuk mengedukasi dan mendorong masyarakat untuk belajar, dengan cara memberikan konten-konten yang relevan, mudah dipahami dan dapat membantu masyarakat Indonesia dalam membangun bisnis mereka dan mendapatkan pelanggan baru,” imbuh Veronica.

Komitmen Google untuk pengembangan talenta di Indonesia sebarnya memang sudah dicanangkan pada inisiatif “Google for Indonesia” yang diumumkan pada 2016 lalu, pendekatan berbasis pendidikan menjadi salah satu fokus. Satu demi satu visi tersebut kini terus dikembangkan untuk pengguna internet di Indonesia secara umum.

Soal distribusi konten belajar, sebelumnya Google Indonesia juga secara khusus menjalin kerja sama dengan Dicoding. Melalui platform yang dimiliki Dicoding, Google Indonesia mendistribusikan konten belajar khusus di bidang pengembangan aplikasi Android. Disediakan 125 modul, 35 video dan 24 kuis dalam bahasa Indonesia membahas tentang langkah awal pengembangan hingga publikasi aplikasi Android di Google Play.

Application Information Will Show Up Here

Pemanfaatan Teknologi yang Tepat untuk Pendidikan

Besarnya pertumbuhan teknologi di berbagai industri ternyata tidak serta-merta berdampak signifikan pada peningkatan kualitas dan pemanfaatan teknologi untuk pendidikan di Indonesia. Rendahnya kualitas pendidikan serta kurangnya kolaborasi dari pemerintah, pengajar dan murid dibahas dalam sesi diskusi yang diinisiasi oleh Quipper.

Dalam kesempatan tersebut turut hadir Co-founder dan Country Manager Quipper Takuya Homma yang mengungkapkan perbedaan yang cukup mencolok dalam hal kualitas pendidikan di Indonesia dibandingkan dengan Jepang, sehingga penerapan teknologi di dalamnya tidak lagi dibutuhkan.

“Hal tersebut tentunya berbeda dengan negara seperti Indonesia, yang bisa dibilang masih rendah dalam hal kualitas pendidikan namun memiliki antusias yang cukup besar dari pihak pengajar hingga murid untuk memanfaatkan teknologi.”

Takuya menambahkan, dinamika dunia pendidikan di Indonesia saat ini hampir serupa dengan Tiongkok, yang mulai melakukan integrasi teknologi terhadap berbagai industri, termasuk pendidikan.

“Di luar pendidikan standar seperti matematika, fisika hingga biologi, masih banyak murid yang bisa memanfaatkan teknologi untuk pelajaran yang lain,” kata Takuya.

Masalah infrastruktur di pelosok Indonesia

Meskipun saat ini Pulau Jawa sudah cukup baik dalam hal pemerataan koneksi internet di berbagai daerah, namun di luar Pulau Jawa, keuntungan tersebut belum diperoleh secara maksimal. Kurangnya pemerataan teknologi dirasakan masih menjadi PR pemerintah, untuk bisa menerapkan teknologi dalam kurikulum. Hal tersebut ditegaskan oleh Gatot Pramono selaku Kepala Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi (Pustekkom) Kemendikbud.

“Saat ini dalam kurikulum di Indonesia sesuai dengan standar internasional, sudah termasuk penggunaan teknologi untuk belajar mengajar. Dalam hal ini pemanfaatan mempelajari suatu ilmu memanfaatkan video secara online. Namun masalah infrastruktur hingga rendahnya inisiatif dari pihak pengajar masih banyak terjadi di sekolah.”

Terkait soal infrastruktur, pakar pendidikan Itje Chodijah mengungkapkan, bukan hanya pihak sekolah yang wajib untuk mendukung peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia memanfaatkan teknologi, tapi juga pemerintah daerah hingga pusat wajib untuk melakukan kolaborasi demi meningkatkan infrastruktur di berbagai daerah.

“Semua pemerintah daerah harus melakukan kolaborasi dengan pihak terkait di masing-masing daerah untuk mewujudkan rencana tersebut, jika daerah tersebut termasuk wilayah yang terpencil makin berat pula upaya yang harus dilakukan,” kata Itje.

Mendukung inovasi dari entrepreneur yang menyasar sektor pendidikan

Turut hadir dalam sesi diskusi tersebut CEO Bahaso Tyovan Arie. Sebagai startup yang fokus untuk memberikan pilihan belajar alternatif kepada siswa agar lebih memahami pelajaran Bahasa Inggris di luar dari pendidikan di sekolah, dukungan serta kolaborasi dari pemerintah dalam hal pemerataan infrastruktur di daerah bisa membantu entrepreneur menciptakan inovasi memanfaatkan teknologi.

“Selama ini masalah terbesar di dunia pendidikan di Indonesia adalah kurangnya fasilitas untuk praktik, hingga masih kurangnya pemahaman mempelajari bahasa asing meskipun sudah diberikan di sekolah. Peluang tersebut yang Bahaso coba kembangkan,” kata Tyovan.

Itje menambahkan, dilihat dari antusiasme entrepreneur muda menciptakan berbagai macam platform memanfaatkan teknologi, bisa menjadi masa depan yang cerah bagi dunia pendidikan di Indonesia. Hal senada juga diutarakan oleh Gatot Pramono.

“Kami dari pemerintah melihat startup yang mencoba menghadirkan kemudahan dalam hal pendidikan memanfaatkan teknologi merupakan mitra. Selanjutnya kami pun berusaha untuk mengeluarkan regulasi yang relevan menyesuaikan teknologi yang mulai marak hadir di dunia pendidikan saat ini,” kata Gatot.