Razer Gelar SEA Invitational Sebagai Lanjutan Kesuksesan cabang Esports di SEA Games ke-30

Dua tahun belakangan kita melihat bagaimana oesports sedikit demi sedikit mulai memasuki arena pertandingan olahraga tradisional. Tahun 2018 kita melihat esports dipertandingkan sebagai eksibisi pada Asian Games. Tahun 2019 esports malah sudah menjadi cabang bermedali pada gelaran SEA Games 2019.

Tahun ini Razer kembali menghadirkan kompetisi setingkat Asia Tenggara. Bertajuk Razer SEA Invitational 2020, kompetisi ini akan menjadi tindak lanjut dari SEA Games 2019 kemarin. Pertandingan akan diselenggarakan secara online, dimulai dari 22 Juni 2020 dengan babak puncak diadakan pada 3 – 5 Juli 2020.

Razer SEA Invitational akan menampilkan pertandingan PUBG Mobile, Dota 2, dan Mobile Legends: Bang-Bang (MLBB). Satu yang membuat Razer SEA Invitational jadi berbeda adalah kerja sama Razer dengan berbagai asosiasi esports di Asia Tenggara. Ada 10 negara di Asia Tenggara yang akan mengikuti turnamen ini, yaitu Brunei, Cambodia, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Sumber: Razer Official
Suasana Bootcamp pembekalan tim Dota 2 Asia Tenggara dari para pemain Evil Geniuses. Sumber: Razer Official

Lalu apa dampak kerja sama dengan asosiasi lokal ini? Salah satunya adalah, tim dan pemain yang bisa mengikuti pertandingan SEA Invitational hanyalah pemain yang mendaftarkan diri pada asosiasi esports di masing-masing negara saja. Walau bertajuk invitational, nantinya akan ada kualifikasi untuk masing-masing negara, yang diselenggarakan oleh asosiasi dari masing-masing negara.

“SEA Games 2019 adalah petualangan baru bagi kami semua yang ada di dalam regional Asia Tenggara, dengan Razer dan para asosiasi bekerja sama demi membawa mimpi bagi para atlet esports menjadi nyata.” Ucap David Tse Global Esports Director dari Razer dalam rilis.

“Kami berharap bisa melebarkan sayap, agar mimpi ini bisa dicapai oleh individu-individu berbakat di dalam regional SEA melalui SEA Invitational. Saya juga berharap para atlet bisa memanfaatkan kompetisi ini sebagai persiapan untuk mempertajam talenta mereka dan membiasakan diri dengan struktur serta format kompetisi layaknya SEA Games.” tandas David.

Dalam rilis juga dikatakan bahwa nantinya, akan dibentuk sebuah komite yang memberikan struktur dan juga formalisasi bagi gelaran SEA Invitational ini. 10 negara yang terlibat diundang untuk memilih representatif mereka masing-masing untuk bergabung ke dalam komite.

Indonesia di cabang esports SEA Games ke-30 berhasil mendapatkan 2 perak. Akankah prestasi tersebut terulang di Razer SEA Invitational 2020. Sumber: Mineski.net
Indonesia di cabang esports SEA Games ke-30 berhasil mendapatkan 2 perak. Akankah prestasi tersebut terulang di Razer SEA Invitational 2020. Sumber: Mineski.net

“Salah satu pelajaran terbesar dari SEA Games tahun lalu adalah, bahwa penting untuk mempertimbangkan feedback dari semua asosiasi, membawa semua pihak sejalan dengan struktur dan peraturan di dalam turnamen.” Ucap Joebert Yu, Competition Manager cabang esports di SEA Games ke-30. “Razer saat ini berada di jalur yang tepat, membuat komite untuk berbagai asosiasi esports di Asia Tenggara akan memberikan kami pijakan yang kukuh untuk menuju SEA Games 2021 nanti.”

Jika benar semua metode kualifikasi diserahkan kepada asosiasi terkait, maka kita tinggal menunggu pengumuman dari IESPA untuk gelaran SEA Invitational. Semoga atlet esports terbaik yang bisa mewakili Indonesia di Razer SEA Invitational, semoga bisa membawa pulang prestasi, dan membanggakan Indonesia.

Minggu Depan, Riot Games Bakal Adakan Valorant Launch Showdown

Riot Games akan meluncurkan Valorant secara resmi pada 2 Juni 2020. Dalam rangka merayakan peluncuran game tactical shooter barunya, Riot bekerja sama dengan Twitch untuk mengadakan kompetisi Valorant Launch Showdown. Total hadiah yang ditawarkan dalam kompetisi itu mencapai US$200 ribu. Sayangnya, Riot belum menentukan tanggal pasti dari turnamen tersebut. Satu hal yang pasti, kompetisi itu akan diadakan bersamaan dengan Summer Games Fest dari Twitch, yang diselenggarakan pada 5-7 Juni 2020.

Riot Games akan mengadakan turnamen Valorant Launch Showdown untuk enam kawasan, yaitu Amerika Utara, Brasil, Amerika Latin, Eropa, Korea Selatan, dan Jepang. Turnamen Valorant ini akan disiarkan di channel khusus gaming dan esports baru dari Twitch, yaitu /twitchgaming. Memang, Twitch dikenal sebagai platform streaming game. Namun, channel terbaru itu akan secara khusus menayangkan berita tentang game, berbagai event terkait game, dan konten eksklusif game. Channel ini juga akan menampilkan wawancara eksklusif dengan para developer serta menampilkan sejumlah game indie, lapor The Esports Observer.

Valorant Launch Showdown akan menjadi turnamen Valorant pertama yang diadakan oleh Riot. Sebelum ini, memang telah ada pihak ketiga yang menyelenggarakan turnamen Valorant, seperti organisasi esports Korea Selatan, T1. Valorant Launch Showdown juga akan menjadi awal dari rencana Riot untuk mengembangkan ekosistem esports dari game shooter terbarunya. Riot mengatakan, saat ini, mereka tidak akan turun tangan langsung dalam penyelenggaraan turnamen Valorant. Sebagai gantinya, mereka akan membiarkan pihak ketiga bertanggung jawab atas pengembangan ekosistem esporst Valorant. Namun, Forbes memperkirakan, dalam waktu beberapa tahun ke depan, Riot akan mengadakan turnamen Valorant sendiri.

Untuk mempersiapkan peluncuran Valorant pada minggu depan, Riot akan menutup versi closed beta. Saat diluncurkan, Valorant akan menawarkan konten baru, seperti peta dan operator baru. Tak tertutup kemungkinan, Riot juga akan merilis mode baru. Sejauh ini, para fans puas dengan versi beta Valorant. Jutaan orang telah mencoba game tersebut. Namun, game ini juga memiliki sejumlah masalah, seperti ping tinggi, kesulitan untuk registrasi, dan tentu saja, orang-orang yang bermain curang. Riot mengklaim, mereka telah mengatasi masalah tersebut.

GeForce GALAX PUBG Attack Wadahi Pemain PUBG yang Haus Akan Kompetisi

Belakangan, skena PUBG (Steam) lokal kembali berdenyut. Salah satunya setelah Bluehole mengumumkan PUBG Indonesia Series 2020, yang menjadi jalan bagi pejuang kompetitif PUBG lokal untuk menuju ke skena Asia Pasifik. Namun ternyata tidak hanya itu saja, ada juga turnamen PUBG lainnya yang akan mewadahi para pemain PUBG Indonesia yang haus akan kompetisi.

Diadakan oleh GeForce dan GALAX, turnamen bertajuk GeForce GALAX PUBG Attack ini memiliki total hadiah sebesar Rp35 juta rupiah untuk diperebutkan. Turnamen diselenggarakan mulai Mei hingga Juni 2020 mendatang. Fase pertama adalah fase pendaftaran. Dibuka sejak 26 Mei lalu, Anda yang tak sabar ingin berkompetisi bisa segera mendaftar, karena pendaftaran akan ditutup pada 15 Juni 2020 mendatang. Untuk mendaftar, Anda bisa pergi ke tautan: bit.ly/geforcegalaxattack.

Sumber: Rilis Resmi
Sumber: Official NVIDIA

Gelaran kompetisi ini juga dilakukan selaras dengan kampanye yang dilakukan oleh perusahaan pembuat kartu grafis asal Amerika Serikat tersebut. Dalam kampanye bertajuk “Frames Wins Game” turnamen ini ingin menyampaikan bahwa semakin besar jumlah frames per second dalam video game maka semakin besar kesempatan Anda menuju kemenangan.

Memang, korelasi antara besaran FPS dengan kemungkinan Anda untuk menang masih menjadi satu perdebatan tersendiri. Walau 144 fps sudah menjadi standar untuk pertandingan esports, namun pemain kasual cenderung masih mempertanyakan hal ini.

Jadi apakah semakin tinggi besaran FPS maka akan semakin cepat juga respon Anda? Mungkin Anda bisa menemukan jawabannya dari riset yang dilakukan oleh salah satu tech YouTuber ternama, Linus Tech Tips.

Pertandingan GeForce GALAX PUBG Attack akan berlangsung selama 3 hari, mulai dari 19 hingga 21 Juni 2020 mendatang, dan dilakukan secara online. Tanggal 19 dan 20 Juni merupakan pertandingan kualifikasi, ditutup dengan babak Grand Final yang diadakan pada 21 Juni 2020 mendatang.

Memperebutkan total hadiah sebesar Rp35 juta, GeForce GALAX PUBG Attack tak hanya memberikan hadiah uang tunai saja, tetapi juga berupa produk kartu grafis GALAX GeForce. Jadi bagi Anda yang kartu grafisnya sedikit ketinggalan zaman, memenangkan turnamen ini bisa jadi kesempata untuk upgrade PC gratisan. Berikut pembagian hadiah untuk GeForce GALAX PUBG Attack.

  • Juara Satu: Rp. 10.000.000 + GALAX GeForce RTX™ 2060 Super 1-CLICK OC
  • Peringkat 2: Rp. 5.000.000 + GALAX GeForce RTX™ 2060 1-CLICK OC
  • Peringkat 3: Rp. 3.000.000 + GALAX GeForce® GTX 1660 super EX 1-Click OC
  • Peringkat 4: Rp. 2.000.000 + Voucher Rp. 400.000 untuk pembelian VGA

Bagaimana? Apakah Anda sudah punya tim? Sudah latihan? Persiapkan diri untuk kompetisi ini, hitung-hitung sebagai pendinginan setelah PUBG Indonesia Series 2020.

Pringles Perpanjang Kerja Sama dengan ESL

Penyelenggara turnamen esports ESL mengumumkan bahwa kerja sama mereka dengan Pringles akan diperpanjang. Dengan ini, Pringles akan tetap mendukung semua turnamen ESL National Championship di Jerman dan Polandia selama satu tahun ke depan.

Sebagai merek non-endemik, Pringles telah bekerja sama dengan ESL sejak 2017. Ketika itu, mereka mensponsori turnamen ESL One Hamburg yang diadakan di Jerman. Pada 2018, Pringles memutuskan untuk memperdalam kerja sama mereka dengan ESL dan mensponsori lebih banyak kompetisi dan kegiatan. Sepanjang kerja sama dengan ESL, Pringles telah menjadi sponsor dari berbagai turnamen, seperti IEM Katowice, ESL One Cologne, ESL One Hamburg, dan ESL Meisterschaft. Pringles akan kembali mensponsori turnamen-turnamen tersebut dengan perpanjangan kerja sama ini.

“Dalam beberapa tahun belakangan, kami mendapatkan masukan yang sangat positif dari komunitas,” kata Stephan Schröder, SVP Global Brand Partnerships EMEA, ESL tentang kerja sama antara ESL dan Pringles, menurut laporan Esports Insider. “Karnea itu, kami senang untuk melanjutkan kerja sama kami dengan Pringles. Kerja sama ini mencakup berbagai kegiatan sepanjang 2020. Kami bangga karena Pringles memutuskan untuk melanjutkan kerja sama dengan kami di tengah masa sulit seperti sekarang.”

ESL Pringles
Pringles kembali memperpanjang kontrak kerja sama dengan ESL. | Sumber: The Esports Observer

Sebelum pandemi virus corona, dalam turnamen esports yang diadakan oleh ESL, para penonton akan mendapatkan Pringles dengan gambar tim-tim esports. Ini memungkinkan merek Pringles dikenal oleh ribuan penonton. Tak hanya itu, iklan Pringles juga ditampilkan selama turnamen, baik dalam siaran maupun di atas panggung langsung. Logo Pringles juga diletakkan pada bean bags di kawasan VIP dan hotel para pemain, yang juga mendapatkan Pringles saat mereka tiba.

Sayangnya, sekarang, ESL tidak bisa mengadakan turnamen esports offline seperti biasa. Karena itu, Pringles harus mencari cara baru untuk melakukan marketing di industri esports selama pandemi. Pada akhirnya, mereka memutuskan untuk menampilkan iklan saat siaran turnamen ESL, kerja sama dalam pembuatan konten media sosial, dan menampilkan logo Pringles dalam game, lapor The Esports Observer. Semua ini akan dilakukan pada ESL Meisterschaft dan ESL National Championship di Polandia.

“Kami adalah salah satu sponsor pertama ESL dan kami senang karena kerja sama kami dengan ESL memberikan hasil positif,” kata Doris Filseth, Market Activation Lead High Growth Markets, Kellogg Company. ESL bukan satu-satunya rekan Pringles dalam dunia esports. Pada Agustus 2019, mereka memutuskan untuk menjadi sponsor dari Overwatch League. Sementara pada Februari 2020, mereka mensponsori League of Legends European Championship.

Antara Prestasi dan Konten Tim Esports, Mana yang Lebih Penting?

Memiliki tim esports papan atas mungkin menjadi salah satu mimpi besar dari para penggemar esports. Aktualisasi diri sebagai gamers terbaik, banyak uang, dan dikagumi banyak orang, jadi beberapa alasan kenapa punya tim esports menjadi hal yang diimpikan. Tetapi membangun organisasi esports bukanlah perkara yang mudah.

Nyatanya butuh modal yang besar untuk mencapai kejayaan tersebut. Misal jika Anda bercita-cita punya tim yang menjadi juara Dota 2 The International, Anda butuh modal pada kisaran ratusan juta rupiah untuk PC High-End, internet, gaji pemain, gaming house, dan berbagai tetek-bengek biaya operasional lainnya.

Namun, selain mengejar prestasi, konten mungkin bisa dibilang menjadi alternatif yang relatif murah-meriah untuk mengumpulkan modal. Kisah sukses ini sempat saya bahas saat menulis profil FaZe Clan, sebuah organisasi esports yang mengawali hidupnya sebagai clan hura-hura dengan channel YouTube berisikan sajian konten trickshot keren.

Pada sisi lain ada juga kisah sukses tim esports lain yang mengawali perkembangannya dari prestasi. Kisah sukses tersebut datang dari Team Liquid, yang sedari awal memang diciptakan sebagai clan gaming kompetitif, dan menuai sukses dari dominasinya di ragam skena esports di dunia.

Prestasi vs Konten, jadi juara atau menjaring exposure, apa sebenarnya resep membangun organisasi esports yang sukses? Berikut pembahasan saya.

Biaya Untuk Mengelola Sebuah Tim Juara

Mengumpulkan prestasi, mungkin jadi satu resep paling umum yang dilakukan organisasi esports untuk menjadi sukses. Contoh saja T1, yang selama tahun 2020 dapat banyak sekali sponsor karena prestasi, mulai dari Nike, Logitech G, sampai monitor Samsung. Memang sih, sepertinya agak muluk-muluk jika kita ingin seperti T1 yang juara dunia 3 kali berturut-turut di salah satu skena esports paling populer di dunia, League of Legends.

Supaya tidak kejauhan, mari kita coba intip dari kacamata lokal saja. Sebagai contoh kasus di skena lokal, saya menggunakan divisi AOV milik EVOS Esports, yang pencapaiannya mirip T1, cuma saja di tingkat nasional… Hehe.

EVOS AOV mencatatkan rekor juara 3 kali berturut-turut di turnamen tingkat nasional lewat gelaran AOV Star League Musim pertama, kedua, dan ketiga.

Kemenangan ini menjadi pundi-pundi pendapatan yang cukup besar bagi manajemen EVOS Esports. Tercatat EVOS AOV menerima Rp500 juta dari ASL Season 1 juga 2, dan Rp355 dari ASL Season 3. Jika hanya menghitung hadiah ASL saja, maka EVOS AOV sudah mengumpulkan pundi-pundi sebesar Rp1,3 miliar. Kami juga pernah menuliskan total pendapatan EVOS dari hadiah kemenangan selama tahun 2019.

Jumlah yang besar?

Sepertinya sih lumayan, tapi coba kita lihat berapa biaya operasional untuk mengelola tim tersebut. Untuk mengetahui hal ini, saya mewawancarai sahabat saya, Hilmy Khairy yang juga dikenal sebagai Hiruma, Deputy of Esports di EVOS Esports. Sebelum menempati jabatannya sekarang, ia merupakan manajer tim EVOS AOV.

Lalu saya bertanya, kira-kira berapa biaya operasional yang dibutuhkan oleh tim EVOS AOV? “Wah ini rahasia sih, tapi setiap bulan kurang lebih ada total puluhan juta rupiah dikeluarkan untuk operasional tim.” Jawabnya.

Lebih lanjut, Hilmy lalu menjelaskan apa saja biaya yang dikeluarkan oleh manajemen EVOS untuk mengelola divisi AOV. “Yang pasti gaji pemain dan staf, biaya gaming house, internet, pemeliharaan rumah, air dan listrik, serta biaya sehari-hari, dan biaya katering.”

Itupun belum semua, masih ada biaya-biaya tak terduga, yang biasanya muncul ketika tim tersebut menjalani pertandingan tatap muka. “Kalau tanding offline biasanya ada biaya tambahan, seperti uang transpor untuk datang ke menuju ke dan pulang dari event, ada juga cemilan untuk mood booster ketika tanding. Kalau hotel dan akomodasi untuk pertandingan di luar kota atau luar negeri biasanya ditanggung oleh penyelenggara acara.” Tambah Hilmy.

Dari apa yang dijelaskan, mari kita kira-kira berapa biaya operasional untuk tim seperti EVOS AOV. Pertama-tama, gaji pemain. Hilmy memang tidak memberikan angkanya, namun ia mengatakan bahwa gaji tim EVOS AOV bervariasi mulai dari lebih dari UMR sampai 2 kali UMR.

UMR Jakarta saat ini adalah Rp4.276.349.906, kita bulatkan jadi Rp4,3 juta. Supaya lebih mudah, anggap saja semua gaji pemain EVOS AOV adalah 2 kali UMR yang berarti Rp8,6 juta dikalikan 5 orang. Baru menghitung gaji saja, kita sudah menyentuh angka pengeluaran sebesar Rp43 juta setiap bulannya.

Ini kita belum menghitung biaya sewa gaming house, internet, listrik dan air, laundry, katering, serta operasional bulanan lainnya. Anggap saja, jika ditotal semua, angka kasarnya bisa mencapai kisaran Rp80 juta setiap bulan. Dengan angka tersebut setiap bulannya, maka biaya operasional dari tim juara seperti EVOS AOV adalah Rp960 juta per tahun.

Dokumentasi Hybrid - Akbar Priono
EVOS AOV saat memenangkan gelarn juara nasionalnya yang ketiga dalam gelaran ASL Indonesia Season 3. Dokumentasi Hybrid – Akbar Priono

Angka yang cukup mengejutkan, apalagi pendapatan turnamen EVOS AOV dari turnamen AOV Star League cuma Rp1,3 miliar. Itupun didapatkan selama 3 musim yang berjalan selama satu setengah tahun. ASL Season 1 dan 2 diadakan pada tahun 2018, yang berarti EVOS AOV mendapatkan Rp1 miliar selama seathun dari turnamen.

Manajemen tim tidak mengambil semua hadiah turnamen, mereka hanya mengambil sebagian saja dari hadiah yang didapatkan. Hilmy menceritakan, organisasi esports punya sistem potongan hadiah yang bervariasi mulai dari 20% hingga 40%. Dengan asumsi EVOS menggunakan potongan yang terbesar, ini berarti manajemen hanya mendapat Rp400 juta saja. Jika hanya mengandalkan hadiah turnamen, sudah pasti manajemen tidak dapat menutup biaya operasional tahunan tim tersebut.

Tetapi memang pada kenyataannya pendapatan bagi organisasi esports sebesar seperti EVOS Esports tidak terbatas pada satu tim saja dan juga tidak berasal hanya dari satu muara saja. Pembahasan singkat tadi mungkin bisa menjadi gambaran yang sangat kasar, bahwa biaya operasional tim itu besar dan hadiah turnamen tidak dapat menutupnya.

Namun itu harusnya tidak masalah. Menurut asumsi saya, semua biaya yang dikeluarkan tersebut lebih bersifat investasi, yang timbal baliknya bisa sangat beragam bagi sang organisasi di masa depan nanti.

Mengintip Sumber Pemasukan Tim Esports

Sebelum kita melaju ke pembahasan berikutnya, mari kita bahas dulu, sebenarnya apa saja ladang bisnis dari tim esports. Memang sebenarnya asumsi bahwa organisasi esports hanya mengandalkan hadiah turnamen sebagai satu-satunya sumber pendapatan adalah penyederhanaan yang kelewatan. Mungkin hanya tim amatir atau semi-pro yang melakukan praktik seperti itu.

Organisasi esports sebesar seperti EVOS Esports, Rex Regum Qeon, BOOM Esports, atau Bigetron Esports, biasanya punya lebih dari satu sumber pendapatan. Bahkan, hadiah turnamen mungkin bukan dianggap sebagai sumber pendapatan, melainkan hanya bonus atas kerja keras yang dilakukan manajemen dan pemain saja.

Dalam sebuah artikel blog milik penasihat investasi asal Amerika Serikat, Roundhill Investment, disebutkan bahwa setidaknya ada 6 sumber pemasukan lain dari sebuah organisasi esports. Dalam artikel berjudul “How Esports Teams Make Money”, dikatakan bahwa sumber pemasukan organisasi esports termasuk sponsorship, advertising, merchandise, league revenue sharing, dan ticket sales.

Sponsorship mungkin jadi satu pemasukan terbesar. Anda pembaca setia Hybrid.co.id mungkin sadar akan hal ini. Berita soal sponsorship menjadi salah satu berita yang paling sering berseliweran di portal kami. Dari ekosistem lokal terakhir kali kita melihat EVOS disponsori oleh Lazada pada 15 April 2020 lalu. Dari ekosistem internasional biasanya lebih banyak lagi berita-berita sponsorship terhadap tim esports.

Mengutip data dari Newzoo, sponsorship ternyata memang sumber pemasukan terbesar esports, baik bagi organisasi esports atau penyelenggara turnamen esports. Menurut catatan sponsorship menyumbangkan pemasukan sebesar US$636,9 juta (sekitar Rp9,3 triliun) sampai Februari 2020 kemarin. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang terbanyak, dibanding sumber pemasukan lainnya.

Lalu penjualan merchandise. Ini juga menjadi satu sumber pemasukan yang menggiurkan, terutama jika tim esports tersebut punya derajat yang tinggi di dalam skena, dan dilengkapi dengan ragam rancangan busana yang mencerminkan personalita para penggemarnya.

Di luar negeri, FaZe Clan jadi organisasi esports yang giat menjalankan bisnis merchandise. Mereka bahkan dengan berani menyatakan ambisinya untuk menjadi Supreme-nya esports. Di Indonesia, EVOS jadi salah satu organisasi esports yang meraup cukup banyak dari bisnis merchandise. Menurut laporan terakhir, EVOS dikabarkan menerima Rp150 juta hanya dari penjualan merchandise selama M1 dan MPL ID Season 4.

Selanjutnya, bagi hasil kompetisi liga dan penjualan tiket mungkin jadi sumber pemasukan yang masih gelap di kancah lokal. Sejauh ini, belum ada pertandingan esports dalam negeri yang berhasil untung besar dari penjualan tiket. Sehingga kita masih belum bisa membahas penjualan tiket sebagai sumber pemasukan tim esports.

Lalu kalau soal bagi hasil, MPL Indonesia menerapkan sistem liga franchise pada musim keempat yang juga menerapkan sistem bagi hasil antara tim-tim yang berlaga.

Jumlahnya tidak diketahui, namun Senior Editor Hybrid Esports, Yabes Elia sempat berbincang dengan Chandra Wijaya, Managing Director ONIC Esports membahas buah investasi slot MPL ID Season 4. Jika Anda penasaran bagaimana dampak franchise league MPL ID S4 kepada aspek bisnis sebuah tim esports, Anda bisa menyaksikan video interview tersebut di bawah ini.

Dari semua beragam sumber pemasukan tim esports, bagaimana konten berperan dalam perkembangan tim esports? Mari kita bahas pada bagian berikutnya.

Konten Sebagai Sumber Pemasukan Tim Esports

Sebelum membahas lebih jauh, mari kita samakan persepsi terlebih terhadap apa yang dimaksud dengan konten. Dalam pembahasan ini, kita akan membatasi pembahasan konten kepada konten kanal media sosial Instagram, konten video kreatif pada platform YouTube, dan juga konten video live-streaming.

Dari sumber pemasukan tim esports yang kita bahas sebelumnya, pemasukan yang bisa didapatkan oleh konten mungkin bisa dibilang di dalam irisan pemasukan advertising dan juga sponsorship. Mengapa demikian? Karena sponsorship bisa menyertakan kerja sama konten di dalamnya dan konten juga bisa mendapat pemasukan khusus berupa advertising atau iklan brand dalam satu konten milik tim esports.

Jika kita berkaca kepada esports di luar negeri, FaZe Clan mungkin bisa dibilang menjadi contoh paling ideal dari bagaimana sebuah organisasi esports memanfaatkan konten sebagai sumber pemasukan mereka. Jika kita merujuk kepada situs analitik media sosial, Socialblade, kita bisa melihat bahwa channel YouTube milik FaZe Clan merupakan salah satu yang terbesar dalam kategori gaming. Tercatat channel YouTube FaZe Clan sudah di-subscribe oleh 7 juta orang dan bisa menghasilkan sampai dengan US$1,5 juta (sekitar Rp22 juta).

Namun estimasi penghasilan tersebut sebenarnya baru berasal dari Google AdSense saja. Terlebih, walau terlihat sangat besar, jumlah tersebut sebenarnya belum seberapa bagi organisasi esports yang, menurut Forbes, memiliki nilai valuasi sebesar US$240 juta (sekitar Rp3,5 triliun).

Walau secara estimasi pemasukan Google AdSense tidak sebegitu besar, namun sajian konten menghibur yang dinikmati oleh banyak orang dari FaZe Clan membuka peluang bisnis lain. Seperti yang saya sebut di awal, yaitu sponsorship dan advertising. Contoh nyata dari hal ini adalah kolaborasi antara FaZe Clan dengan Manchester City.

Dalam kerja sama Co-Branding tersebut dikatakan bahwa penggunaan jersey Manchester City dengan elemen brand Faze Clan menjadi salah satu hal yang dilakukan dalam kerja sama ini. Namun selain itu, ada juga kerja sama konten yang dilakukan oleh keduanya. Dengan jutaan view dari setiap konten yang diungga oleh FaZe Clan, tak heran jika sponsor berebut ingin dapat kesempatan berkolaborasi dengan organisasi esports yang mengawali perjalanannya dari Call of Duty tersebut.

Melihat industri gaming dan esports yang sedang “panas” belakangan. Tak heran jika berbagai brand, baik endemik dan non-endemik, ingin merebut perhatian sebagian dari seluruh penonton esports yang menurut Newzoo mencapai 495 juta orang di dunia.

Selain konten di YouTube, bidang lain yang tak kalah menjanjikan dari aspek konten bagi organisasi esports adalah live-streaming. Twitch sebagai platform yang paling menonjol dengan total waktu tonton mencapai 3 miliar jam pada Q1 2020 lalu, menjadi wadah terbaik bagi organisasi esports untuk menjangkau para penggemarnya.

Pada ekosistem esports luar negeri, tak heran jika kita melihat organisasi esports memiliki seorang streamer yang melakukan streaming dengan menggunakan nama organisasi tersebut. Team SoloMid misalnya, punya Ali Kabbani (Myth) sebagai kreator konten serta streamer untuk mewakili brand organisasi esports asal Amerika Serikat tersebut. FaZe Clan juga, yang dahulu memiliki Turner Tenney (tfue) sebagai streamer serta konten kreator andalan mereka, walaupun akhirnya ditinggal karena skandal kontrak yang eksploitatif.

Dari contoh kasus di atas, kita melihat bagaimana konten juga menjadi sumber pemasukan yang menjanjikan bagi organisasi esports. Lalu bagaimana dengan organisasi esports di Indonesia? Jika bicara live-streaming, satu perbedaan yang paling terasa adalah posisi Twitch yang tidak relevan bagi pasar gaming Indonesia.

Mengutip laporan Esports Markets Trend yang dirangkum oleh DSResearch pada September 2019 lalu, 84,6 persen dari 1.445 total responden masih memilih YouTube sebagai platform favorit untuk menonton konten gaming.

Untuk melihat peran konten bagi organisasi esports Indonesia, saya mengmbil contoh Rex Regum Qeon, yang punya kanal YouTube dengan 1,49 juta subscriber, salah satu yang terbanyak di Indonesia. Jika mengutip data Socialblade, channel milik salah satu tim esports papan atas Indonesia ini ternyata bisa menghasilkan paling banyak sebesar US$17,4 ribu (sekitar Rp258 juta) per bulan dengan total US$208,5 ribu (sekitar Rp3 miliar) per tahun dari Google AdSense.

Lucunya angka tersebut ternyata bersaing dengan total hadiah kemenangan yang didapat RRQ sepanjang tahun 2019 yang setidaknya mencapai Rp5,7 miliar. Apalagi, seperti yang sudah kita bahas di awal artikel tadi, tim esports biasanya tidak mengambil semua hadiah turnamen, melainkan paling banyak hanya 40% bagian saja.

Jadi, jika dengan asumsi RRQ memotong 40% bagian dari hadiah turnamen yang didapat pemain, manajemen RRQ berarti hanya menerima Rp2,2 miliar, Rp800 juta lebih kecil dibanding dari pendapatan Google AdSense YouTube Channel yang mereka miliki.

Lalu bagaimana soal pengeluaran untuk membuat konten? Gaji untuk seorang streamer bisa jadi lebih mahal atau lebih murah ketimbang gaji yang dibutuhkan untuk satu tim esports. Anggaplah tadi gaji untuk tim AOV untuk EVOS ada di kisaran Rp43 juta sebulan atau gaji minimal untuk tim MPL ID adalah Rp45 juta sebulan (Rp7,5 juta x6), nominal ini juga bisa jadi sama besarnya untuk membayar gaji bulanan streamer beserta tim produksinya (video editor, videografer, dkk.). Belum lagi jika kita berbicara soal alat-alat yang dibutuhkan, seperti kamera, webcam, PC untuk editing video. Modal awal untuk kebutuhan peralatan tadi mungkin saja mencapai Rp50-100 jutaan untuk sebuah kanal konten video. Untungnya, modal untuk peralatan ini mungkin memang tidak rutin — kecuali setiap bulan banting kamera.

Meski pengeluaran untuk tim esports dan tim kreator konten bisa jadi sama besar atau bahkan lebih mahal tim konten-nya (tergantung dari prestasi para pemain tim esports-nya), satu hal yang tak bisa dipungkiri adalah membangun tim juara itu mungkin lebih sulit dilakukan ketimbang membangun tim konten yang populer.

Sumber: PUBG Mobile Esports
Sumber: PUBG Mobile Esports

Kenapa? alasannya ada 2. Pertama, industri konten sudah jauh lebih matang dan tua ketimbang industri esports. Para profesional yang piawai merekam video atau mengedit bisa ditemukan dari industri-industri hiburan di luar esports. Demikian juga peralatannya. Misalnya, Anda bisa saja menemukan setiap komponen untuk merakit desktop PC kelas proletar sampai kelas sultan di Indonesia. Sedangkan di esports, para pemain yang masuk di kategori papan atas masih sangat terbatas. Demikian juga dengan pelatihnya, misalnya. Anda tidak bisa merekrut pelatih sepak bola untuk melatih tim Dota 2 dan berharap ia bisa dengan mudah beradaptasi — tidak seperti videografer atau video editor dari industri hiburan di luar esports.

Alasan kedua kenapa membangun tim juara lebih sulit karena memang caranya cuma satu; yaitu memiliki kemampuan yang hebat agar bisa jadi juara. Kemampuan ini kemungkinan besar tidak akan bisa didapat dengan cara instan. Kekompakan tim saat bertanding juga demikian.

Sedangkan popularitas konten? Ada banyak cara untuk bisa mencari popularitas. Para streamer perempuan bisa saja memanfaatkan eksplorasi tubuh dan wajah. Faktanya, wajah cantik ataupun bodi ciamik bisa didapatkan dengan mudah — jika Anda beruntung dalam undian genetik. Ada juga streamer yang lebih suka memanfaatkan perilaku menyimpang dan kata-kata kasar untuk memancing popularitas. Kenyataannya, popularitas itu memang seringnya tidak berbanding lurus dengan kapabilitas. Anak kecil makan bakso saja bisa jadi populer tanpa perlu ribuan jam berlatih layaknya tim esports. Sebaliknya, Anda tidak bisa jadi juara kompetisi hanya dengan menunjukkan belahan dada — kecuali mungkin memang kompetisinya soal itu…

Batasan etika dari definisi juara itu memang jauh lebih sempit, ketimbang populer. Faktanya, organisasi esports juga memanfaatkan gadis-gadis cantik untuk mendulang popularitas — yang sebelumnya juga pernah kami bahas.

Kesimpulan

Melalui pembahasan yang telah kita lakukan, kita setidaknya bisa mendapat gambaran kasar, apa yang bisa didapatkan organisasi esports atas prestasi yang mereka kejar dan konten-konten kreatif yang mereka produksi.

Jadi, prestasi atau konten? Sepertinya keduanya seperti dua sejoli yang tak terpisahkan dan saling melengkapi dalam proses perkembangan sebuah organisasi esports.

Toh tim yang berat ke konten seperti FaZe Clan, pada akhirnya juga berambisi menjadi juara, sampai-sampai rela keluar US$700.000 pada tahun 2016 hanya untuk membeli roster CS:GO. Team Liquid yang gencar mengejar prestasi juga tetap membuat konten agar mereka tetap eksis di dunia maya.

Bahkan RRQ yang punya orientasi menjadi juara, tetap memanfaatkan popularitas atas kemenangan mereka sebagai konten agar tetap menghasilkan pundi-pundi untuk membantu membawa RRQ kepada kesuksesan.

Apalagi, faktanya, membangun tim juara itu tetap butuh waktu yang panjang — setidaknya tidak sesingkat menemukan gadis-gadis berparas menarik ataupun streamer yang lucu dan kontroversial.

Selama Pandemi, Esports Balapan Tumbuh Pesat

Pandemi virus corona membuat berbagai ajang balapan harus dibatalkan, digantikan oleh balapan virtual. Hal ini mendorong pertumbuhan industri esports, khususnya terkait game-game balapan. Leeston Bryant, Senior Marketing Manager untuk Esports dari McLaren mengungkap, beberapa bulan belakangan, esports balapan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

“Satu perubahan paling besar adalah esports kini ada di benak masyarakat,” kata Bryant pada Motorsports.com. “Ibu saya bertanya apakah saya punya andil dalam mengajak para pesepak bola bermain Formula 1 sementara tetangga saya juga menanyakan tentang peran McLaren di esports. Saya telah berkecimpung di bidang esports selama dua tahun. Memang, selama itu, industri esports terus tumbuh. Namun, dalam dua bulan belakangan, saya melihat pertumbuhan yang sama dengan pertumbuhan selama dua tahun. Saya rasa, ini sangat menarik. Kami akan mencoba untuk memanfaatkan momentum ini di masa depan.”

Bryant mengungkap, para sponsor McLaren juga ingin mendapatkan akses ke esports sebagai channel baru yang tengah berkembang. Karena itu, meskipun balapan sebenarnya akan kembali diadakan, dia merasa, para rekan McLaren tetap tertarik untuk bertahan di dunia esports.

esports balapan
Banyak balapan yang digantikan dengan balapan virtual. | Sumber: F1.com

“Kami telah mengadakan diskusi dengan sponsor McLaren tentang esports beberapa kali, termasuk tentang ketika balapan kembali diadakan. Kami tertarik untuk mengadakan balapan virtual di waktu istirahat atau off-season balapan. Dengan begitu, kita bisa memberikan hiburan pada para fans balapan sepanjang waktu,” ujar Bryant. “Saya pikir, semua orang hampir selalu aktif mencari hiburan. Jadi, kami ingin bisa memberikan fans konten tambahan. Saya rasa, esports dan sim racing bisa kami gunakan untuk mencapai tujuan itu.”

Julian Tan, yang bertanggung jawab atas program esports di F1, juga mengatakan hal yang sama dengan Bryant. Namun, dia mengaku masih tidak yakin bagaimana popularitas sim racing akan memengaruhi industri motorsports setelah pandemi berakhir. Dia mengaku, sim racing memang tumbuh dengan sangat pesat, tapi, dia yakin, pandemi corona juga akan mengubah lanskap industri.

“Saya pikir, pertumbuhan dan perhatian yang diberikan masyarakat pada gaming dan esports sekarang akan memberikan dampak di masa depan, setelah pandemi berakhir. Hanya saja, sulit untuk memperkirakan apa dampak tersebut. Satu hal yang saya tahu, sekarang, kita semua mencoba untuk masuk ke industri gaming serta esports dan ada banyak hal yang kita pelajari dengan mencoba berbagai hal baru. Kita akan menjadi lebih siap untuk menghadapi tantangan yang muncul di masa depan,” ujar Tan.

Formula 1 ikut terjun dalam dunia esports dengan mengadakan virtual Grand Prix. Balapan virtual tersebut mengadu mantan pembalap, selebritas, dan atlet dari olahraga lain. Selain Formula 1, NASCAR dan Formula E juga mengadakan balapan virtual sebagai pengganti balapan yang dibatalkan. Namun, keberadaan balapan virtual juga membawa masalah untuk sebagian orang, seperti Daniel Abt yang kontraknya diputus oleh Audi karena menggunakan joki dalam balapan virtual.

Sumber header: F1.com

Fnatic dan OnePlus Gelar Kompetisi PUBG Mobile di India

OnePlus telah menjadi sponsor Fnatic sejak Januari 2019. Sementara dalam satu tahun belakangan, salah satu fokus Fnatic adalah memasuki pasar esports India, yang memang tengah berkembang pesat. Setelah mengakuisisi tim PUBG Mobile XSpark, Fnatic juga mempekerjakan Nimish Raut, mantan Senior Manager for Esports untuk Riot Games.

Minggu lalu, Fantic mengumumkan rencana mereka untuk mengadakan kompetisi PUBG Mobile bersama dengan OnePlus. Dalam kompetisi yang dinamai Domin8 ini, para gamer India akan memiliki kesempatan untuk melawan pemain Fnatic, influencer gaming India, serta atlet kriket lokal. Pertandingan akan diadakan dalam tiga babak. Tim yang menang akan mendapatkan smartphone flagship OnePlus.

Fnatic oneplus
Tim PUBG Mobile Fnatic cukup populer di media sosial. | Sumber: The Esports Observer

“Fnatic turun tangan dalam pembuatan konsep dan siaran kompetisi ini. Mengadakan Domin8 ini adalah sesuatu yang ingin kami lakukan bersama dengan OnePlus,” kata Nimish “Nemo” Raut yang kini menjadi Country Lead Fnatic pada The Esports Observer. Tim PUBG Mobile adalah salah satu tim Fnatic yang memiliki fans paling banyak di media sosial, walau roster tersebut juga akan dibubarkan setelah PUBG Mobile Pro League South Asia. Tanmay “ScoutOP” Singh, pemain bintang Fnatic memiliki lebih dari 1 juta pengikut di YouTube dan Instagram. Singh akan turut serta dalam acara Domin8.

Selain Singh, Domin8 juga akan diikuti oleh Luv “Godnixon Gaming” Sharma, kreator konten yang telah menjadi bagian dari Fnatic, Aaditya “Dyanamo Gaming” Sawant, streamer PUBG Mobile terbesar di India dengan 7 juta pengikut di YouTube, serta aktor/influencer Ahsaas Channa, yang tampil dalam web series yang dibuat oleh PUBG Mobile India. Kompetisi Domin8 juga akan diikuti oleh empat atlet kriket India ternama, yaitu Yuzvendra Chahal, KL Rahul, Shreyas Iyer, dan Smriti Mandhana. Para atlet tersebut memiliki jutaan pengikut di media sosial.

“OnePlus adalah rekan global Fnatic dan PUBG Mobile. Mereka punya peran penting dalam memajukan kerja sama dengan kami. Kegiatan ini tidak termasuk dalam rencana awal kami, tapi kami berdua setuju bahwa kompetisi tersebut akan bisa mendorong pertumbuhan industri esports di India,” kata Raut. “Ada beberapa hal yang kami negoisasikan ulang, seperti bagaimana kami akan memperkenalkan merek OnePlus ke masyarakat India. Ke depan, Fnatic dan OnePlus akan melakukan banyak hal bersama.”

PUBG Mobile memang sangat populer di India. Hal ini memungkinkan OnePlus untuk mengakses pasar gamer yang mungkin tak terjangkau oleh Fnatic. “Gaming akan memegang peran penting, tidak hanya untuk perusahaan smartphone, tapi juga untuk banyak perusahaan lain. Promosi melalui esports memungkinkan para merek untuk membuat marketing dan iklan yang menarik.”

T1 Kerja Sama Dengan Samsung Sebagai Official Display Partner

T1 atau yang dahulu dikenal sebagai SKT T1, menjadi salah satu organisasi esports paling aktif belakangan. Dari sisi esports, mereka cepat menanggapi FPS baru besutan Riot, Valorant, yang akan rilis 2 Juni 2020 ini. Digadang-gadang akan menjadi tren, Mereka segera buat tim dengan mantan pemain CS:GO sebagai salah satu anggotanya. Mereka juga mengadakan turnamen Valorant, walau akhirnya dimenangkan oleh Gen.G.

Secara bisnis, mereka juga aktif menjalin kerja sama, bahkan melakukan investasi walau ekonomi sedang melambat selama masa pandemi. Terakhir, mereka melakukan investasi ke startup analitik esports, mobalytic. Selain dari itu, yang terbaru ada Samsung, yang secara resmi menjadi display partner bagi organisasi esports asal Korea Selatan tersebut.

T1 turnamen valorant
T1 mengadakan turnamen Valorant.

Dalam kerja sama ini, semua anggota T1 yang berbasis di Korea Selatan akan menggunakan monitor curved terbaru milik Samsung. Tak hanya itu, dalam kerja sama ini, Samsung dan T1 akan melakukan berbagai aktivitas yang melibatkan tim League of Legends milik T1. Aktivitas tersebut termasuk acara meet-and-greet, yang juga menjadi ajang pameran ragam monitor milik konglomerat elektronik asal Korea Selatan tersebut.

Mengutip Esports Insider, Lee Sang-Hyeok (Faker), Part-owner T1 yang juga merupakan pemain League of Legends untuk T1 mengatakan. “Saya sangat gembira Samsung mensponsori T1, dan menyediakan tim kami monitor terbaik di kelasnya. Saya tidak sabar untuk berlatih menggunakan monitor Samsung seri Odyssey saat pindah ke markas baru T1 nanti.”

LCK kembali diadakan.
Faker, pemain League of Legends andalan T1, sekaligus part-owner dari organisasi esports tersebut.

Lebih lanjut Hyesung Ha, Senior Vice President of Visual Display Business Samsung menambahkan. “Kami bangga telah menjalin kerja sama dengan T1 yang merupakan jenama papan atas di kancah esports, dan kerja sama ini memungkinkan kami membantu melanjutkan kesuksesan mereka dan perkembangan bisnis kami secara global sebagai official display partner. Lini monitor Odyssey kami yang punya teknologi terbaru dengan respon berkecepatan tinggi, lengkungan yang nyaman dan rancangan yang apik, pastinya akan membantu para gamers profesional mencapai puncak performa yang mereka butuhkan, ketika setiap detik momen sangat berarti.”

Ini menjadi kerja sama T1 dengan brand untuk yang kesekian kali sepanjang tahun 2020 ini. Sebelumnya pada awal Januari, mereka mengamankan sponsorship dengan brand olahraga ternama asal Amerika Serikat, Nike. Lalu, satu bulan setelahnya mereka mengamankan sponsorship dengan salah satu brand peripheral komputer ternama, Logitech G.

Melihat ini, sepertinya terbukti, bahwa prestasi yang didapat T1 membuat brand memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap organisasi esports yang satu ini. Sebagai tim League of Legends kelas satu di Korea maupun dunia, tak heran jika T1 menjadi magnet bagi brand yang ingin mensponsori esports, baik itu endemik maupun non-endemik.

EA Umumkan Summer Circuit, Turnamen Apex Legends Terbaru

Respawn Entertainment dan EA baru saja mengumumkan turnamen Apex Legends baru. Kompetisi yang dinamai Summer Circuit ini merupakan bagian dari Apex Legends Global Series (ALGC). Total hadiah yang ditawarkan mencapai US$500 ribu. Kompetisi tersebut terbuka untuk semua pemain Apex Legends yang berhasil mendapatkan ranking Gold IV di PC dalam Series 4 Split 1 pada 18 Juni 2020.

Turnamen Summer Circuit akan dibagi ke dalam empat kawasan, yaitu EMEA (Eropa, Timur Tengah, dan Afrika), Amerika (Amerika Utara dan Amerika Latin), Asia Pasifik Selatan (Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru), serta Asia Pasifik Utara (Jepang dan Korea Selatan). Selama empat bulan, sejak Juni sampai September, Respawn dan EA akan menyelenggarakan lima babak kualifikasi di masing-masing kawasan. Pendaftaran untuk Regional Stages akan dibuka pada 9 Juni 2020. Sementara Regional Stages akan dimulai pada 20 Juni 2020.

Summer Circuit
Jadwal Summer Circuit. | Sumber: EA

Dalam Summer Circuit, ada empat turnamen Super Regional yang diadakan. Turnamen Super Regional pertama diadakan pada 21 Juni 2020, turnamen kedua pada 12 Juli 2020, turnamen ketiga pada 26 Juli 2020, dan turnamen keempat diadakan pada 9 Agustus 2020. Selain itu, Respawn dan EA juga akan mengadakan Last Chance Qualifier pada 16 Agustus 2020. Tim-tim terbaik di masing-masing kawasan berhak untuk maju ke babak playoff yang diadakan pada 12-13 September 2020.

“Kami menyelenggarakan Summer Circuit dengan tujuan untuk mengadakan turnamen dengan format terbaik bagi para fans dan pemain,” kata EA dalam blog mereka. “Kami tidak sabar untuk melihat persaingan antara tim-tim ternama dan melihat penantang baru muncul dalam turnamen ini.”

Dalam masing-masing turnamen Super Regional, tiga tim terbaik akan mendapatkan hadiah uang. Untuk kawasan Amerika dan EMEA, juara pertama akan mendapatkan US$6.000, juara dua US$3.000, dan juara tiga US$1.500. Sementara untuk kawasan Asia Pasifik Utara dan Selatan, juara pertama mendapatkan hadiah US$2.000, juara dua US$1.000, dan juara tiga US$500.

Sementara dalam babak playoff, 20 tim terbaik akan mendapatkan hadiah uang. Di kawasan Amerika dan EMEA, juara satu mendapatkan US$36.000, juara dua US$25.250, dan juara tiga US$18.000. Di kawasan Asia Pasifik, juara satu mendapatkan US$15.000, juara dua US$10.200, dan juara tiga US$6.750. Anda bisa melihat detail hadia uang yang diberikan di blog EA.

Sumber: GameSpot, Reuters, ESTNN

Pakai Joki di Balapan Virtual, Daniel Abt Diputus Kontrak oleh Audi

Audi memutuskan kontrak dengan pembalap Formula E Daniel Abt karena dia meminta pembalap virtual profesional untuk menggantikannya dalam balapan virtual pada akhir pekan lalu. Tak hanya itu, dia juga harus membayar denda sebesar €10 ribu (sekitar Rp162,6 juat). Abt mengonfirmasi hal ini dalam sebuah video. Dalam video itu, dia juga menjelaskan bahwa alasannya meminta sim racer Lorenz Hoerzing menggantikan posisinya adalah karena dia melihat ajang balapan virtual sebagai hiburan dan bukannya balapan serius. Karena itu, dia merasa, membiarkan seorang sim racer menjadi joki adalah sebuah candaan yang lucu.

“Kami ingin mendokumentasikan semua ini dan membuat cerita lucu untuk para fans,” kata Abt, seperti dikutip dari The Verge. Dia bahkan menyertakan video saat dia menawarkan ide ini pada Hoerzing. Dia bertanya pada Hoerzing, apakah remaja berumur 18 tahun itu ingin menggantikannya melawan pembalap-pembalap lain dalam balapan virtual. “Ayo pikirkan rencana ini baik-baik. Hal ini akan jadi sangat lucu,” ujar Abt.

Abt juga mengungkap, dia tidak meminta Hoerzing untuk menggantikannya agar dia bisa menang. Sejak awal, dia berencana untuk mengumumkan keputusannya meminta Hoerzing sebagai joki. Karena itu, dia tidak menggunakan VPN untuk menyembunyikan alamat IP dari Hoerzing, yang ada di Austria. Dia menyalahkan media yang langsung menuduhnya telah berbuat curang tanpa memberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan.

Rangkaian balapan virtual Formula E dimulai pada April 2020. Balapan virtual ini diadakan dengan tujuan untuk menghibur para fans karena semua balapan harus dibatalkan di tengah pandemi virus corona. Selain itu, balapan virtual tersebut juga diharapkan akan dapat mempererat hubungan antara para pembalap dan tim mereka. Tujuan lainnya adalah untuk menggalang dana amal.

Namun, Abt meminta Hoerzing, yang juga ikut serta dalam balapan untuk para sim racer dari Formula E, menjadi joki dalam balapan virtual tersebut. Dia bahkan sempat meminta seseorang untuk tampil di depan kamera menggunakan pakaian merah khas Audi di bawah namanya. Hanyas aja, wajah orang tersebut tertutup mikrofon. Sepanjang balapan, Hoerzing — di bawah nama Abt — berhasil memimpin, walau akhirnya, Oliver Rowland keluar sebagai juara. Kesuksesan Hoerzing justru memancing kecurigaan orang-orang, karena pada balapan sebelumnya, Abt justru tak memberikan performa maksimal.

Daniel Abt
Daniel Abt tak tampil dalam wawancara setelah balapan. | Sumber: The Verge

Pada akhirnya, Hoerzing keluar sebagai juara tiga. Itu artinya, Abt seharusnya tampil dalam wawancara dengan Rowland, yang menjadi juara, dan Stoffel Vandoorne, yang ada di posisi ke-2. Namun, Abt tidak muncul. Vandoorne mulai curiga, apakah Abt memang ikut serta dalam balapan kali ini. Dia juga membahas hal ini di channel Twitch pribadinya. Dia bahkan sempat mencoba untuk menelpon Abt, tapi sang pembalap Audi tak menjawab. Pihak penyelenggara kemudian berhasil memastikan bahwa Abt tidak ikut balapan berdasarkan alamat IP Hoerzing.

Abt meminta maaf setelah dia tertangkap basah. “Saya tidak melihat balapan ini sebagai sesuatu yang serius. Saya meminta maaf sebesar-besarnya karena saya tahu kerja keras yang diperlukan untuk merealisasikan proyek ini sebagai bagian dari balapan Formula E,” kata Abt dalam pernyataan resmi.

Sumber header: Sky Sports