Eratani Kembangkan IoT untuk Adopsi Smart Farming

Startup agritech Eratani mengumumkan perolehan pendanaan usaha dari Bank BRI untuk pengadaan perangkat IoT Smart Fertilizing Recommendation System buat para petani. Tidak disebutkan fasilitas kredit yang didapat, namun diyakini kolaborasi kedua belah pihak dapat membawa dampak positif untuk industri pertanian di Indonesia.

Perangkat IoT ini merupakan sistem cerdas untuk pemupukan berimbang, yang membantu petani binaan Eratani mengoptimalkan penggunaan sumber daya dan meningkatkan hasil panen. Perangkat digunakan untuk mengukur kandungan unsur hara tanah, seperti nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), tingkat keasaman (pH), serta dapat digunakan untuk menghitung kebutuhan pupuk berdasarkan kondisi tanah yang spesifik secara cepat dan aktual.

Selain itu, perangkat tersebut juga dilengkapi dengan sensor yang dapat menyesuaikan kebutuhan unsur hara tanah berdasarkan target panen yang ingin dicapai, sehingga dapat mengoptimalkan kebutuhan dalam penyerapan unsur hara serta meningkatkan hasil panen bagi petani di lapangan.

“Dengan demikian, para petani tidak perlu membeli pupuk dengan jumlah yang berlebihan, sehingga dapat meminimalisir beban biaya pemupukan yang tinggi serta pemberian pupuk yang tidak efektif dan efisien,” ucap CFO Eratani Bambang Cahyo Susilo dihubungi secara terpisah oleh DailySocial.id.

Menurutnya, kerja sama dengan BRI ini termasuk ke dalam tiga pilar utama di Eratani. Yakni, membantu petani untuk mendapatkan akses pembiayaan yang lebih terjangkau (access to smart working capital), mendapatkan penyuluhan dan pendampingan (access to knowledge and technology), serta memberikan harga jual gabah layak/fair trade (access to market).

“Sebagai upaya untuk terus meningkatkan hasil produksi pertanian dan mengurangi biaya operasional para petani, Eratani secara terus menerus mengimplementasikan berbagai metode terbaik (agriculture best practices) dan mengoptimalkan penggunaan teknologi dalam proses budidaya padi, termasuk melalui pengadaan IoT,” imbuhnya.

Berdasarkan data USDA (United States Department of Agriculture), Indonesia menduduki peringkat keempat dalam hal konsumsi beras global, dengan total konsumsi rata-rata mencapai 35,367 juta ton sepanjang tahun. Permintaan yang tinggi akan beras ini berasal dari kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi nasi dalam asupan harian.

Sampai saat ini, upaya untuk memenuhi kebutuhan pangan masih harus terus dioptimalkan karena dihadapi dengan berbagai tantangan, termasuk alih fungsi lahan. Data Kementerian Pertanian menunjukkan alih fungsi lahan pertanian Indonesia mencapai 90.000 hingga 100.000 hektar setiap tahun.

Tergerusnya lahan pertanian membuat petani harus fokus untuk memaksimalkan potensi lahan yang tersedia. Praktik pertanian berkelanjutan dapat menjadi solusi dari tantangan tersebut, salah satunya adalah melalui pemanfaatan IoT.

IoT adalah perangkat teknologi portabel yang terhubung melalui internet dan memiliki kemampuan untuk mendeteksi berbagai parameter secara cepat dan aktual. Sensor IoT di sektor pertanian memiliki kemampuan alternatif untuk memantau penyakit pada tanaman, serangan hama, dan analisis kesuburan tanah.

“[..] misi Eratani untuk menjadi mitra terbaik bagi petani dengan cara memberikan dukungan dalam keseluruhan proses pertanian, dari hulu hingga hilir, melalui penerapan smart farming. Kami berharap langkah ini dapat menjadi gebrakan baru bagi petani untuk mengetahui kebutuhan selama masa tanam secara aktual dan tepat sasaran. [..],” tambah VP Operations Eratani Adwin Pratama Anas dalam keterangan resmi.

Sub-Branch Office BRI Kementrans Fauzan Rahman turut menyampaikan, “Kami antusias untuk bermitra dengan Eratani sebagai perusahaan agritech karena kami juga menyadari bahwa Agronomis Eratani di lapangan tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar dapat melaksanakan tugas dengan lebih efektif [..].”

Pencapaian bisnis

Bambang mengklaim sejumlah pencapaiannya hingga kini. Berikut rinciannya:

  • Eratani telah menggandeng lebih dari 22.000 petani yang tersebar di 410 desa di 32 kabupaten di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan. Sebagai ecosystem builder di sektor pertanian, Eratani tidak hanya membina para petani (small holder farmers), tetapi juga menjalin kemitraan dengan lebih dari 500 kios pertanian dan 70 penggilingan padi (rice milling units).
  • Dalam perjalanan untuk menyejahterakan para petani Indonesia, Eratani telah membantu petani meningkatkan hasil produksi pertanian sebesar 29% dan meningkatkan pendapatan petani sebesar 25%. Di sisi lain, Eratani juga telah membantu 100% petani binaan mempunyai akses pembiayaan (bankable farmers), serta meningkatkan transaksi kios yang dibina sebesar 3x lipat.
  • Dari sudut pandang pemberdayaan perempuan, saat ini 30% dari Petani Binaan Eratani adalah perempuan dan terus berkomitmen untuk berpartisipasi aktif dalam pemberdayaan petani perempuan Indonesia. Ke depannya Eratani akan membentuk program yang dikhususkan untuk membantu memaksimalkan potensi yang mereka miliki.
  • Keberadaan Eratani juga menciptakan peluang kerja bagi anak-anak muda Indonesia untuk berpartisipasi aktif di sektor pertanian demi terciptanya petani-petani muda Indonesia. Saat ini Eratani telah memperkerjakan lulusan-lulusan sekolah pertanian (universitas dan SMK) di wilayah-wilayah operasional Eratani.

“Melalui solusi yang komprehensif, Eratani berharap dapat terus memberikan kontribusi berkelanjutan baik dalam meningkatakan taraf hidup para petani, ketahanan pangan, dan pertanian yang berkelanjutan (sustainable agriculture),” kata Bambang.

Pencapaian di atas akan dilanjutkan pada tahun ini. Bambang bilang, pihaknya ingin memperkuat posisinya sebagai ecosystem builder dan thought leader di sektor pertanian melalui value creation (information value, community value, and social value) kepada berbagai pemangku kepentingan, termasuk mengembangkan program-program pengembang. Bekerja sama dengan pemerintah pusat dan daerah, swasta, organisasi nirlaba, dan sektor pendidikan.

“Ke depannya Eratani akan terus berkontribusi untuk menjawab tantangan ketahanan dan keberlanjutan pangan melalui inovasi, efisiensi, peningkatan produktivitas, dan penerapan sistem keberlanjutan di sektor pertanian melalui pendekatan teknologi dan operasional yang efektif serta efisien,” pungkasnya.

Application Information Will Show Up Here

Eratani Tutup Pendanaan Tahap Awal Senilai 88 Miliar Rupiah

Startup agritech Eratani mengumumkan perolehan dana tambahan senilai $2 juta (sekitar 30,4 miliar Rupiah) dari SBI Ven Capital, melalui dana bersama dengan Kyobo Sekuritas dan NTUitif, sebagai lead investor dalam putaran tahap awal yang sudah berlangsung sejak tahun lalu.

Investor lainnya yang turut berpartisipasi di antaranya, Genting Ventures, Orvel Ventures, dan Ascend Angles. Bila ditotal, dalam putaran ini Eratani mengumpulkan dana sebesar $5,8 juta (sekitar 88,2 miliar Rupiah) dari sejumlah investor, yakni TNB Aura, AgFunder, B.I.G Ventures, dan Trihill Capital.

Trihill Capital merupakan salah satu investor yang masuk dalam putaran tahap pra-awal senilai 23 miliar Rupiah yang diumumkan pada Juni 2022.

Perusahaan meyakini investasi yang dikucurkan para investor menandai optimisme dan kepercayaan mereka terhadap kemampuan Eratani membuka potensi agritech, sembari menciptakan dampak sosial yang signifikan.

“Investasi ini tidak hanya memvalidasi model bisnis kami tetapi juga menggemakan keyakinan kami akan potensi agribisnis Indonesia. Kami berkomitmen untuk melanjutkan pekerjaan kami dalam memberdayakan petani, meningkatkan efisiensi, dan mendorong keberlanjutan bisnis di sektor pertanian,” ucap CEO Eratani Andrew Soeherman dalam keterangan resmi.

CEO SBI Ven Capital Ryosuke Hayashi menyampaikan, “kami sangat yakin dengan potensi besar sektor agritech Indonesia, dan Eratani berada di posisi yang tepat untuk memanfaatkannya. Pendekatan holistik dan solusi inovatif mereka tidak hanya merampingkan proses pertanian tetapi juga menciptakan dampak sosial bagi petani. Kami tetap yakin dengan kemampuan Eratani untuk mendorong pertumbuhan dan transformasi di sektor pertanian.”

Startup yang didirikan pada 2021 ini menyediakan teknologi yang terintegrasi dalam budidaya padi. Solusi komprehensifnya melibatkan pendanaan petani, manajemen rantai pasokan, distribusi tanaman dan bantuan pertanian, solusinya menyeluruh dari hulu ke hilir.

Program pendampingan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas para petani binaan Eratani dari awal hingga akhir proses tanam. Pendampingan ini meliputi pengecekan pH tanah, perawatan tanaman, cara menghadapi serangan hama, penyediaan sarana produksi pertanian yang berkualitas, hingga penyaluran hasil panen dengan harga yang terstandardisasi.

Diklaim perusahaan telah menjaring 20 ribu petani padi di lima provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Sulawesi Selatan.

Isu pertanian

Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial.id, Andrew menyebut terdapat dua isu utama yang dihadapi oleh sektor pertanian, yakni (1) 98% proses dari hulu ke hilir belum terdigitalisasi dan (2) 93% petani masih melakukan kegiatan usaha sendiri dan tidak terorganisir.

Berdasarkan riset McKinsey, sebanyak 50%-70% hasil panen di Indonesia tidak pernah sampai ke pasar. Diperkirakan produktivitas petani di Indonesia harus naik 60% jika ingin memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 280 juta jiwa. Itu pun bisa terealisasi apabila petani mampu meningkatkan hasil panen, mengurangi kerugian pasca-panen, hingga dapat mendistribusikannya ke kota besar.

Secara potensi, sektor pertanian Indonesia menyumbang sekitar 13% terhadap PDB dan mempekerjakan hampir 29% tenaga kerja. Namun sektor ini menghadapi inefisiensi yang signifikan, di antaranya logistik yang buruk dan biaya tinggi akibat tengkulak, mengakibatkan margin keuntungan berkurang bagi petani, terutama beras, yang melibatkan sekitar 17 juta rumah tangga.

Solusi inovatif Eratani bertujuan untuk merampingkan sektor ini membuatnya lebih efisien dan adil, yang terpenting memastikan petani mendapatkan keuntungan langsung dari pekerjaan mereka.

Eratani Memperoleh Pendanaan Awal 57 Miliar Rupiah

Startup agritech Eratani memperoleh pendanaan tahap awal (seed funding)  $3,8 juta atau setara 57 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin perusahaan investasi asal Singapura, TNB Aura, dan diikuti partisipasi dari AgFunder, B.I.G Ventures, serta investor pra-awal mereka, yakni Trihill Capital.

Founding Partner dari TNB Aura Vicknesh R. Pillay menilai banyak tantangan di lingkup rantai pasok pertanian nasional. “Namun, kami meyakini Eratani punya pendekatan farmers-centric dalam meningkatkan ketahanan pangan berkelanjutan di Indonesia,” tuturnya dalam keterangan resmi.

Sebelumnya, Eratani menerima pendanaan pra-awal sebesar Rp23 miliar yang dipimpin Trihill Capital, serta partisipasi dari Kenangan Kapital dan Kopital Network. Pendanaan tersebut dimanfaatkan untuk mendampingi lebih dari 10.000 petani binaan di Pulau Jawa dengan total sebesar 8.000 hektar lahan padi dan telah berkontribusi lebih dari 52.000 ton beras dalam kurun satu tahun.

Eratani didirikan Andrew Soeherman (CEO), Kevin Juan Tanggo Laksono (COO), dan Angles Gani (CPO) pada Juni 2021. Misinya adalah memberikan pendampingan menyeluruh kepada petani Indonesia dengan memfasilitasi akses pada modal usaha dan membangun ekosistem dari hulu (upstream) hingga ke hilir (downstream).

Adapun, program pendampingan ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas para petani binaan Eratani dari awal hingga akhir proses tanam. Pendampingan ini meliputi pengecekan pH tanah, perawatan tanaman, cara menghadapi serangan hama, penyediaan sarana produksi pertanian yang berkualitas, hingga penyaluran hasil panen dengan harga yang terstandardisasi.

Rencana selanjutnya

“Putaran kali ini akan membuat kami semakin kuat dan gencar untuk mengembangkan Eratani melalui kontribusi kami secara langsung dalam memaksimalkan potensi pertanian di Indonesia,” Co-Founder & CEO Eratani Andrew Soeherman.

Eratani akan menyempurnakan program pendampingan untuk memaksimalkan produktivitas petani, ekspansi ke wilayah binaan baru, digitalisasi proses pertanian, serta pengembangan SDM dan teknologi. Pihaknya memproyeksikan dapat menggandeng hingga 50.000 petani binaan pada akhir 2024.

Selain itu, Eratani juga akan memaksimalkan kerja sama yang dimiliki bersama dengan Kementerian Pertanian Indonesia dan BULOG Indonesia untuk mengembangkan ekosistem pertanian di Indonesia dan mengawali misi swasembada pangan di Indonesia.

Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial.id, Andrew mengungkap ada dua isu utama yang dihadapi oleh sektor pertanian, yakni (1) 98% proses dari hulu ke hilir belum terdigitalisasi dan (2) 93% petani masih melakukan kegiatan usaha sendiri dan tidak terorganisir.

Berdasarkan riset McKinsey sebelumnya, sebanyak 50%-70% hasil panen di Indonesia tidak pernah sampai ke pasar. McKinsey memperkirakan produktivitas petani di Indonesia harus naik 60% jika ingin memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 280 juta jiwa. Itu pun bisa terealisasi apabila petani mampu meningkatkan hasil panen, mengurangi kerugian pasca-panen, hingga dapat mendistribusikannya ke kota besar.

Application Information Will Show Up Here

[Video] Berkunjung ke Kantor Eratani | DSTOUR 2022

DailySocial mendapat kesempatan mengunjungi kantor Eratani di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.

Mengedepankan skema work from anywhere untuk (WFA) kepada para pegawainya, kantor Eratani sengaja didesain memfasilitasi pegawai yang ingin bekerja di kantor atau di mana saja.

Dihiasi dengan pemandangan outdoor yang menyegarkan, simak liputan lengkap jalan-jalan DailySocial bersama CEO Eratani Andrew Soeherman dalam video di bawah ini.

Untuk video menarik lainnya seputar program jalan-jalan ke kantor startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV di sesi DStour.

[Video] Fokus Eratani Memberdayakan Petani Indonesia

Melalui wawancara bersama DailySocial.id, Co-Founder & CEO Eratani Andrew Soeherman menjelaskan tentang bagaimana bisnis Eratani di sektor pertanian bisa beradaptasi dan mengalami pertumbuhan yang positif di masa pasca pandemi.

Menurut Andrew, ada perbedaan dalam sektor pertanian pada sebelum pandemi dan pasca pandemi.

Berbekal tanggapan dan juga masukan dari para petani yang menjadi mitra dari perusahaannya, Andrew menjelaskan tentang sejumlah kolaborasi yang dilakukan perusahaannya sebagai salah satu solusi dalam menjawab tantangan yang dihadapi.

Seperti apa target dan rencana yang diusung oleh Eratani? Bagaimana kolaborasi yang menjadi fokus Eratani dalam menyukseskan bisnisnya?

Simak pembahasan tentang Eratani yang terangkum di video wawancara berikut.

Untuk video menarik lainnya seputar strategi bisnis dan kontribusi sejumlah startup di Indonesia, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV dalam sesi DScussion.

Eratani Rencanakan Galang Dana Tahap Lanjutan; Luncurkan Fitur Eramaju

Setelah memperoleh pendanaan pra-awal 23 miliar Rupiah dari Trihill Capital, Kenangan Kapital, Kopital Network, platform agritech Eratani saat ini sedang menjajaki penggalangan dana tahapan lanjutan.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Eratani Andrew Soeherman menyebutkan, setelah menutup pendanaan bulan Juni lalu, saat ini mereka tengah melakukan diskusi dengan beberapa pemodal ventura. Tidak disebutkan lebih lanjut kapan finalisasi penggalangan dana mereka tahun ini.

Sebagai platform yang menyasar sektor pertanian, Eratani mengklaim telah mengalami pertumbuhan bisnis positif. Masih fokus kepada komoditas beras, perusahaan juga memiliki rencana untuk menambah lini produk baru lainnya dalam waktu dekat.

Meskipun masih banyak tantangan yang dihadapi untuk melakukan transformasi agar lebih banyak petani untuk go-digital, menurut Andrew dengan dukungan dari tim yang solid, edukasi pasar, dan teknologi, diharapkan Eratani bisa mencapai target, yakni memiliki sekitar 25 ribu petani yang bergabung dalam ekosistem.

“Semua proses harus dilalui oleh kami agar semua bisa menerima dan transformasi pun kemudian bisa terjadi,” kata Andrew.

Eratani didirikan oleh Andrew Soeherman, Kevin Juan Tanggo Laksono (COO), dan Angles Gani (CPO) pada Juni 2021. Mereka membidik posisi nomor satu di Indonesia sebagai platform agritech yang memiliki ekosistem pertanian kuat dengan layanan mulai dari pembiayaan, pengadaan barang, pengolahan, hingga distribusi hasil panen.

Saat ini Eratani telah membina lebih dari 5.000 petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta.

Luncurkan fitur Eramaju

Bertujuan untuk memberikan edukasi yang relevan dan tepat sasaran kepada petani, Eratani meluncurkan fitur Eramaju yang bisa diakses secara langsung dalam platform.

Misi Eratani yang ingin menyejahterakan petani nusantara menjadi salah satu tujuan dari peluncuran fitur edukatif tersebut. Penetrasi penggunaan teknologi aplikasi terhadap petani turut menjadi sebuah tantangan bagi Eratani, mayoritas petani Indonesia terbiasa dengan sistem pertanian yang tradisional.

Fitur EraMaju memuat berbagai macam informasi seputar tips and tricks bertani yang dikupas secara detail sehingga berguna untuk membantu meningkatkan hasil pertanian.

Tercatat saat ini sekitar 75% petani masih menggunakan metode bertani tradisional. Mereka terkendala oleh banyak faktor, seperti minimnya edukasi, infrastruktur, dukungan dari berbagai pihak.

Fitur edukasi tersebut berisi tips pertanian, informasi obat-obatan beserta dosis yang dapat membantu dalam meningkatkan hasil panen dimana seluruh informasi tersebut dapat diakses hanya dalam satu genggaman tangan.

“Fitur Eramaju lahir ketika kita melihat masih banyak petani yang masih melakukan kegiatan pembasmian hama dengan cara yang salah. Dengan fitur ini mereka bisa mengetahui cara mengatasi masalah tersebut, dengan area pertanian yang di cover oleh Eratani,” kata Andrew.

Application Information Will Show Up Here

Startup Agritech Eratani Memperoleh Pendanaan Awal 23 Miliar Rupiah

Startup agritech Eratani memperoleh pendanaan awal (pre-seed) sebesar 23 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Trihill Capital, diikuti partisipasi dari Kenangan Kapital dan Kopital Network. Melalui pendanaan ini, mereka akan membangun ekosistem pertanian dari hulu ke hilir hingga mengembangkan super app bagi petani.

Sejumlah founder startup juga ikut menyuntik investasi ke Eratani di antaranya adalah Co-founder & CEO Koinworks Benedicto Haryono, Co-founder & CEO Sociolla John Marco Rasjid, Founder & CEO Gaji Gesa Vidit Agrawal, dan beberapa angel investor lainnya.

Menurut Founder & CEO Eratani Andrew Soeherman, investor tertarik dengan model bisnisnya karena fokus pada seluruh proses pertanian dari hulu (upstream) hingga hilir (downstream). Hal ini memberikan Eratani nilai kompetitif terhadap terobosan baru di industri pertanian ke depan.

“Kami terus membangun dan memajukan ekosistem pertanian dengan digitalisasi dan transparansi di setiap prosesnya. Ke depannya Eratani ingin banyak berkolaborasi dengan badan usaha pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan membantu pemerintah dalam mendorong pertumbuhan sektor pertanian yang merata di Indonesia,” ungkapnya.

Eratani didirikan oleh Andrew Soeherman, Kevin Juan Tanggo Laksono (COO), dan Angles Gani (CPO) pada Juni 2021. Mereka membidik posisi nomor satu di Indonesia sebagai platform agritech yang memiliki ekosistem pertanian kuat dengan layanan mulai dari pembiayaan, pengadaan barang, pengolahan, hingga distribusi hasil panen. Saat ini Eratani telah membina lebih dari 5.000 petani di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Yogyakarta. 

Ekspansi hingga super app

Lebih lanjut, Eratani akan fokus membangun ekosistem dan supply chain; ekspansi ke seluruh pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan; serta mengembangkan platform super app bagi petani Indonesia. Adapun, super app ini dirancang untuk dapat mengakomodasi kebutuhan petani melalui digitalisasi proses pertanian, mulai dari akses permodalan usaha, edukasi pengolahan lahan, sarana produksi pertanian, dan pengelolaan hasil panen.

“Sejak awal Eratani hadir di Indonesia, kami berupaya membantu petani melewati tantangan yang dihadapi. Itulah sebabnya pembangunan super app menjadi kunci percepatan bagi tersedianya ekosistem digital yang terpercaya bagi petani. Kami optimistis akan lebih banyak petani yang dapat diberdayakan,” ujarnya.

Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial.id, Andrew mengungkap beberapa isu yang kerap dialami sektor pertanian. Pertama, 98% proses pertanian dari hulu ke hilir belum terdigitalisasi. Kedua, 93% petani masih melakukan kegiatan usaha sendiri dan tidak terorganisir.

Ketiga, petani tidak punya modal untuk mengolah lahan sampai panen. Kebanyakan sarana produksinya dibeli dengan hasil panen. Ia juga menyoroti sulitnya meregenerasi petani-petani baru karena anak-anak masa kini kurang tertarik untuk bertani.

Mengacu data BPS di 2020, sebesar 46,30% masyarakat yang masuk dalam kategori miskin di Indonesia, sebagian besar berasal dari sektor pertanian. Sektor pertanian masih menjadi pilar utama perekonomian Indonesia.

Sementara, laporan McKinsey mencatat sebanyak 50%-70% hasil panen di Indonesia tidak pernah sampai ke pasar. Riset memperkirakan produktivitas petani di Indonesia harus naik 60% jika ingin memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 280 juta jiwa. Itu pun bisa terealisasi apabila petani mampu meningkatkan hasil panen, mengurangi kerugian pasca-panen, hingga dapat mendistribusikannya ke kota besar.

Application Information Will Show Up Here

Bagaimana Startup Agritech Eratani Merangkul Ekosistem Pertanian Secara Menyeluruh

Wasroni, petani asal Indramayu, mengaku terbantu dengan permodalan dalam bentuk sarana produksi yang diberikan oleh Eratani. “Kalau terlambat [memberikan] pupuk, hasil panennya jadi kurang bagus,” ujarnya.

Petani lainnya, asal Yogyakarta, Edi Purwanto, juga dapat menekan biaya pengeluaran berkat alat dan mesin bertani yang disediakan Eratani. “Kami harap ini dapat mengangkat harga gabah,” tutur Edi.

Barusan adalah dua dari sekian petani yang telah tergabung dalam ekosistem Eratani, pemain baru di industri agritech Indonesia. Berdiri pada 2021, Eratani lahir dari kekhawatiran para founder, yang diawaki Andrew Soeherman, Kevin Juan, dan Angles Gani, terhadap masa depan sektor pertanian Indonesia.

McKinsey sebelumnya mengungkap sebanyak 50%-70% hasil panen di Indonesia tidak pernah sampai ke pasar. Dalam risetnya, McKinsey memperkirakan produktivitas petani di Indonesia harus naik 60% jika ingin memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 280 juta jiwa. Itu pun bisa terealisasi apabila petani mampu meningkatkan hasil panen, mengurangi kerugian pasca-panen, hingga dapat mendistribusikannya ke kota besar.

Untuk bisa berkontribusi terhadap pemecahan masalah petani, Eratani masuk dengan menerapkan strategi pendekatan berbeda jika dibandingkan dengan platform agritech yang sudah ada.

Elemen kuncinya adalah membangun ekosistem dari hulu (upstream) sampai ke hilir (downstream) sehingga dapat mendorong jumlah petani yang bergabung, membantu menyalurkan pembiayaan, serta bagaimana meningkatkan produktivitas lahan dan bagaimana mereka bisa mendorong kesejahteraan petani.

Pain point

“Sebagaimana yang kami terapkan di Eratani, saya percaya bisnis sama dengan air, mengalir dari atas ke bawah.” ujar Co-founder dan CEO Eratani Andrew Soeherman saat berbincang virtual dengan DailySocial.

Berbagai pengalaman yang diperoleh Andrew ketika berkarier di Gojek dan OYO membawanya ke momen pembelajaran untuk mendirikan Eratani. Ketika pandemi Covid-19 terjadi, ia menyaksikan banyak pergeseran model bisnis demi beradaptasi di era new normal.

Ia ingin Eratani dapat melayani ekosistem pertanian di hulu sampai ke hilir, model yang dinilai belum mampu dicengkeram oleh pemain existing di Tanah Air.

Ada beberapa isu lapangan yang ditangkap Andrew. Yang pertama adalah 98% proses pertanian dari hulu ke hilir belum terdigitalisasi. Kemudian, sebanyak 93% petani masih melakukan kegiatan usaha sendiri dan tidak terorganisir. Selain itu, petani juga tidak punya modal untuk mengolah lahan sampai panen. Kebanyakan sarana produksinya dibeli dengan hasil panen.

Yang cukup mengkhawatirkan, ia melihat kebanyakan petani di Indonesia telah berusia di atas 40 tahun. Ini akan menjadi situasi sulit untuk meregenerasi petani-petani baru karena anak-anak masa kini kurang tertarik untuk bertani.

Sumber: DSInnovate & Crowde

Mengacu laporan DSInnovate dan Crowde di tahun 2021, hal-hal di atas memang telah menjadi tantangan usang yang kerap menghambat sektor pertanian Indonesia. Dari permodalan, akses untuk menyalurkan produk ke pasar, dan hak mendapatkan harga jual yang adil. Situasi ini diperburuk ketika pandemi terjadi. Menurut laporan, pandemi berdampak terhadap produktivitas tenaga kerja, seluruh aspek produktivitas, dan aktivitas perdagangan di sektor pertanian.

Sebagian besar petani diklasifikasikan dalam kategori masyarakat miskin. Jangankan modal bertani dan biaya operasional. Mereka harus memikirkan biaya untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari sebelum hasil panen terjual. Sulit bagi petani mencari pekerjaan di luar musim panen sehingga sulit memenuhi biaya hidup dari musim ke musim tanpa pinjaman.

Pendekatan berbeda

Eratani menggunakan pendekatan secara kolektif. Diawali dari permodalan, Andrew paham petani punya kebutuhan berbeda-beda. Setiap petani yang ingin bergabung ke Eratani harus mengikuti kebijakan yang ada. Di antaranya Eratani tidak mengakuisisi petani secara satu per satu, tetapi masuk melalui kelompok tani. Pada proses ini, Eratani akan membahas anggaran dan mengumpulkan data calon petani yang dilakukan oleh tim Farmers.

Selanjutnya data tersebut diserahkan ke tim Operations untuk divalidasi berdasarkan sejumlah indikator, misalnya lama menjadi petani, validasi kepemilikan lahan, dan isu-isu di lapangan, termasuk hasil panen.

“Ketika sudah tervalidasi, tidak semua petani di-approve. Dari sini, kami akan serahkan data ke mitra P2P untuk proses validasi selanjutnya. Dengan kata lain, proses akuisisi petani dilakukan secara manual karena petani tidak bisa langsung begitu saja [paham memakai] teknologi atau aplikasi,” ungkapnya.

Eratani juga mengoperasikan tim Engagement yang berfungsi untuk memantau dan memastikan terjadinya retensi di kalangan petani. Tim ini akan melakukan tatap muka dengan petani untuk memantau situasi panen atau isu lahan.

Hulu ke hilir

Misi Eratani adalah mempermudah proses bertani dari hulu (mencakup pendanaan dan pengelolaan rantai pasokan) hingga ke hilir (mencakup distribusi dan penyaluran hasil panen). Misi ini tercermin dari produk/layanan dikembangkan Eratani, yakni Era Farmers, Era Market, dan Era Rice.

“Kami coba validasi produk pada dua-tiga bulan pertama. Kami ada proof of concept sampai akhirnya kami mendapat investasi dari angel investor pada Juli 2021,” tutur Andrew.

Menurutnya, ekosistem hulu menjadi elemen kunci yang sulit dibangun karena karakteristiknya yang berat di operasional. Ditambah lagi, petani di Indonesia kebanyakan jauh dari perkotaan. Di lapangan, ada 180 ribu unit pabrik penggilingan (Rice Mailing Unit/RMU) tersedia, tetapi 60%-70% di antaranya setop beroperasi karena tidak ada hasil panennya. Sama seperti model Gojek, menurutnya percuma punya jutaan merchant jika tidak ada driver.

Lebih lanjut, pada model Era Rice, pihaknya mengadopsi model franchise di mana pihaknya memfasilitasi penggilingan gabah menjadi beras dan menjualnya kembali dalam bentuk private label ke supermarket. Penggilingan ini tergantung ketersediaan di lokasi, jika tidak ada, gabah akan tetap dijual.

Saat ini Eratani baru fokus pada komoditas padi yang merupakan komoditas terbesar di Indonesia. Nilai pasarnya mencapai $31 miliar secara tahunan. Menurut data Kementerian Pertanian, produksi padi sebagai komoditas utama sektor pertanian meningkat mencapai 55,27 ton gabah kering giling (GKG) atau naik 1,13% di 2021 dibandingkan tahun sebelumnya.

Saat ini ada sekitar 34 juta petani di Indonesia dengan total lahan sebesar 10,5 juta hektar. Asumsinya 50%-60% merupakan petani padi, ketika biaya mengelola lahan per hektar mencapai sebesar Rp14 juta.

“Petani rata-rata butuh Rp30-35 juta per satu hektar ketika musim panen. Setelah kami kalkulasi, kami butuh source of fund yang memadai untuk mencapai [metrik] North Star kami. Model pembiayaan bukan dalam uang tunai, tetapi dikonversi dalam bentuk sarana produksi petani yang dikelola Eratani. Contohnya, sewa traktor dan beli pupuk. Modal yang dikonversi ini tidak langsung turun sekaligus, biasanya 30% untuk pengolahan pertama,” jelasnya.

Saat ini, Eratani didukung lima platform P2P dalam menyalurkan modal kepada petani. Pihaknya tengah menjajaki peluang kemitraan pembiayaan dari sektor perbankan.

Lalu bagaimana mereka menghadapi potensi gagal bayar atau panen? Eratani menyiapkan sejumlah langkah mitigasi bagi petani, yakni asuransi dan pembeli hasil panen (off taker) yang akan ditunjuk dan disepakati dalam kontrak. Di sini, tim Engagements bergerak untuk mengetahui isu yang terjadi di lapangan dan bagaimana mengatasinya.

Sejauh ini, Eratani memiliki lebih dari 1.000 petani dan 1.000 hektar luas wilayah binaan, menyalurkan dana lebih dari Rp10 miliar, mendorong produktivitas pertanian di atas 20%, dan pendapatan petani naik 15%. Tahun ini, Eratani membidik sebanyak 25.000 petani masuk ke ekosistemnya.

“Kami ingin kehidupan petani lebih baik, ketahanan pangan lebih baik, dan petani generasi baru dapat lahir,” tambahnya.

Teknologi

Yang menarik, proses ini masih dilakukan secara manual. Andrew punya hipotesis kuat mengapa mereka tidak melibatkan teknologi di proses awal. Menurut data BPS di 2018, baru 4,5 juta orang yang terhubung dengan internet dari total 27 juta pelaku usaha di agrikultur.

“Jangan karena tech company, semua harus serba teknologi. Apakah petani siap untuk bertransformasi bersama Anda? You need time to make sure they understand. It’s not the right time for them to start everything digitilized,” katanya.

Pertanyaannya, sampai kapan proses ini dijalankan secara manual?

Menurut Andrew, shifting ke digital ini akan dilakukan secara bertahap. Pada musim tanam pertama, proses akuisisi petani akan dilakukan secara manual, asumsinya satu kali musim tanam sekitar empat bulan. Pada musim tanam kedua, Eratani mulai shifting sekitar 30%-40% prosesnya ke digital. Pada musim tanam ketiga, seluruh proses sudah terdigitalisasi, bahkan penjualan ke off taker bisa dilakukan via aplikasi.

Saat ini, Eratani tengah fokus membina petani dan membangun teknologi untuk mengakomodasi kebutuhan operasional yang banyak.

“Belum ada startup yang masuk ke plantation management. Ini bakal menjadi lanskap yang kompetitif, makanya kami tidak ingin terburu-buru, meski kami tahu startup kulturnya serba cepat,” tutup Andrew.