Studi Kasus Teknologi VR: Faktor Apakah yang Membuat Teknologi Baru Sukses?

Metaverse kini tengah naik daun. Ada banyak perusahaan yang tertarik untuk menjajaki metaverse, walaupun definisi dari metaverse itu sendiri masih rancu. Salah satu perusahaan besar yang menunjukkan ketertarikan dengan metaverse adalah Facebook. Perusahaan media sosial tersebut bahkan mengubah namanya menjadi Meta. Bersamaan dengan perubahan nama perusahaan, Mark Zuckerberg mengumumkan rencananya untuk membangun metaverse, yang dia artikan sebagai dunia digital yang dibangun di atas dunia fisik.

Menariknya, tidak semua orang yang bekerja untuk Meta setuju dengan  rencana Zuckerberg. Ialah John Carmack, Consulting Chief Technology Officer dari Oculus. Selama ini, dia selalu menentang usaha perusahaan untuk membangun metaverse, walau dia mengaku bahwa dia punya ketertarikan akan metaverse itu sendiri.

“Saya ingin metaverse ada, tapi saya punya alasan kuat untuk percaya bahwa mencoba membangun metaverse bukanlah cara terbaik untuk menemukan metaverse,” ujar Carmack, seperti dikutip dari GamesIndustry. Dia juga menyebut metaverse sebagai “jebakan” untuk orang-orang yang hanya peduli akan sebuah konsep secara luas, tanpa peduli akan bagaimana cara merealisasikan konsep tersebut.

“Tapi, Mark Zuckerberg telah memutuskan bahwa sekarang adalah waktu yang tepat untuk membangun metaverse. Jadi sumber daya pun digelontorkan untuk itu. Sekarang, tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah memastikan semua energi dan sumber daya ini bisa disalurkan ke sesuatu yang positif agar kita bisa membangun sesuatu yang bisa memberikan manfaat dalam waktu dekat,” kata Carmack.

Di tengah booming metaverse, bukan hal yang aneh jika ada orang-orang yang justru merasa skeptis. Sebelum ini, ada beberapa teknologi yang juga sangat hype, tapi gagal merealisasikan ekspektasi masyarakat. Contohnya adalah virtual reality alias VR.

Industri AR/VR, Kini dan Enam Tahun Lalu

Pada 2015, Digi-Capital memperkirakan, nilai industri AR/VR bakal mencapai US$150 miliar pada 2020, dengan pembagian US$120 miliar untuk industri AR dan US$30 miliar sisanya untuk industri VR. Ketika itu, mereka mengatakan, industri VR akan disokong oleh game dan film 3D, menurut laporan TechCrunch. Sementara harga headset VR diperkirakan akan sama seperti harga konsol.

Perkiraan nilai industri AR/VR pada 2015. | Sumber: Digi-Capital via TechCrunch

Enam tahun lalu, Digi-Capital memperkirakan, pasar Augmented Reality (AR) akan lebih besar daripada pasar VR. Karena, pasar AR akan mirip dengan pasar smartphone/tablet. Jika jumlah pengguna VR diperkirakan akan mencapai puluhan juta orang, jumlah pengguna diduga bakal menembus angka ratusan juta orang.

Dua tahun kemudian, pada 2017, nilai industri AR/VR diperkirakan mencapai US$11 miliar. Dengan total belanja sebesar US$3 miliar, Amerika Serikat menjadi negara yang memberikan kontribusi terbesar ke pasar AR/VR. Dalam beberapa tahun ke depan, pada 2021, BI Intelligence memperkirakan bahwa nilai industri AR/VR akan mencapai US$215 miliar. Setiap tahunnya, industri AR/VR diduga akan mengalami pertumbuhan sebesar 113%. Saat itu, industri AR/VR diperkirakan akan tumbuh pesat karena perusahaan-perusahaan teknologi besar — seperti Apple, Facebook, dan Google — menanamkan investasi yang tidak kecil di bidang AR/VR.

Pada 2017, AR/VR diperkirakan akan banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan retail. Industri retail diperkirakan mengeluarkan US$422 untuk investasi di ranah AR dan VR. Selain retail, bidang manufaktur juga diperkirakan akan menanamkan investasi besar — sekitar US$309 juta — untuk AR dan VR.

Sekarang, mari bandingkan estimasi nilai industri AR/VR dari beberapa tahun lalu dengan nilai industri AR/VR yang sebenarnya pada 2021. Berdasarkan data dari Statista, nilai industri AR/VR di tahun ini hanya mencapai US$30,7 miliar, jauh lebih kecil daripada perkiraan sebelumnya. Meskipun begitu, seperti yang Anda bisa lihat pada gambar di bawah, nilai industri AR/VR diperkirakan masih akan naik dalam beberapa tahun ke depan. Pada 2023, industri AR/VR diperkirakan akan menembus US$100 miliar dan pada 2024, angka itu akan naik menjadi hampir US$300 miliar.

Perkiraan nilai industri AR/VR dalam beberapa tahun ke depan. | Sumber: Statista

Per April 2021, eMarketer mengungkap bahwa paling sedikit, ada 58,9 juta orang yang menggunakan VR setidaknya satu kali dalam satu bulan sepanjang 2021. Angka itu naik menjadi 93,3 juta orang untuk penggunaan AR. Mereka juga memperkirakan, pandemi akan membuat jumlah pengguna AR/VR bertambah. Karena, selama pandemi, orang-orang harus bekerja, belajar, berbelanja, dan melakukan berbagai kegiatan lainnya dari rumah. Selain pandemi, beberapa hal lain yang akan mendorong tingkat adopsi AR/VR adalah jaringan 5G, kecerdasan buatan (AI), dan edge cloud processing.

Pada 2018, Global World Index merilis laporan tentang persepsi konsumen di Amerika Serikat dan Inggris akan teknologi AR dan VR. Berdasarkan survei itu, sebanyak 53% responden percaya, VR akan digunakan secara massal terlebih dulu dari AR. Sementara itu, hanya 34% responden yang menganggap, AR akan digunakan oleh masyarakat banyak terlebih dulu. Menariknya, bagi orang-orang yang sudah mencoba teknologi AR/VR, sebanyak 50% percaya akan potensi AR dan 47% percaya akan potensi VR. Ketika itu, GWI sendiri juga menyebutkan, mereka percaya, AR punya kemungkinan lebih besar untuk membuktikan bahwa teknologi AR bisa memberikan manfaat dalam kehidupan sehari-hari para konsumen.

Tentang penggunaan teknologi AR/VR, kebanyakan konsumen masih menganggap, teknologi AR/VR akan digunakan di industri game. Selain game, beberapa industri lain yang dianggap akan bisa memanfaatkan teknologi AR/VR adalah film dan TV, siaran olahraga, edukasi, dan media sosial.

Bidang-bidang yang diperkirakan akan bisa memanfaatkan teknologi AR/VR. | Sumber: Global World Index

Dari survei yang mereka lakukan, GWI juga mengetahui bahwa masalah terbesar untuk membuat VR diterima oleh masyarakat luas adalah harga perangkat VR yang mahal. Jika Anda mengecek situs e-commerce, Anda akan tahu bahwa HTC Vive dihargai sekitar Rp16-Rp24 juta. Tak hanya itu, Anda juga harus membeli PC yang cukup powerful untuk bisa menggunakan headset VR tersebut.

GWI mengungkap, menumbuhkan pasar VR, maka pelaku industri VR harus  bisa menunjukkan manfaat yang bisa konsumen dapat dari teknologi VR. Selain itu, mereka juga punya pekerjaan rumah untuk menurunkan harga dari perangkat VR agar menjadi lebih terjangkau. Kabar baiknya, saat ini, sudah ada perangkat VR yang harganya lebih murah dari HTC Vive atau perangkat VR kelas atas lainnya. Salah satunya adalah Oculus Quest, yang ada di rentang harga Rp5 juta-an. Masalahnya, headset VR murah meriah biasanya tidak akan memberikan pengalaman semulus headset VR mahal. Buktinya, orang-orang yang menggunakan headset VR kelas bawah atau menengah biasanya mengeluhkan bahwa mereka mengalami motion sickness. Pengalaman yang buruk saat menggunakan teknologi VR justru bisa membuat konsumen mempertanyakan legitimasi teknologi VR.

Selain harga headset yang mahal, masalah lain yang menghambat industri VR tumbuh adalah konten. Jika dibandingkan dengan konten biasa, konten VR masih jauh lebih sedikit. Padahal, salah satu cara untuk menarik konsumen untuk membeli headset VR adalah dengan mengiming-imingi mereka dengan konten. Memang, jumlah konten VR akan bertambah dengan sendirinya seiring dengan bertambahnya jumlah pengguna VR. Hanya saja, pasar VR tidak akan bisa tumbuh jika tidak ada konten yang membuat konsumen tertarik untuk membeli VR.

Kabar baik untuk pelaku industri AR, harga perangkat yang mahal bukanlah masalah di industri AR. Karena, untuk mencoba menggunakan teknologi AR, Anda tidak perlu mengeluarkan uang banyak. Hanya dengan smartphone, Anda sudah bisa merasakan pengalaman menggunakan AR. Pokemon Go adalah contoh penggunaan teknologi AR yang sangat sukses.

Kenapa VR Tidak Bisa Merealisasikan Hype?

Google pertama kali meluncurkan headset VR Daydream View pada 2016. Tiga tahun kemudian, pada 2019, mereka memutuskan untuk berhenti memproduksi Daydream. Google mengatakan, mereka memulai proyek Daydream karena mereka melihat potensi besar untuk smartphone VR. Namun, mereka kemudian menyadari berbagai keterbatasan dalam smartphone VR. Dan hal ini membuat mereka percaya, smartphone VR tidak akan bisa bertahan lama.

Alasan lain Google memutuskan untuk menghentikan proyek Daydream adalah karena jumlah orang yang membeli headset VR itu tidak sebanyak harapan mereka. Seolah hal itu tidak cukup buruk, seiring dengan berjalannya waktu,  waktu penggunaan Daydream View oleh orang-orang yang headset VR itu pun terus turun, lapor BBC.

Daydream VR. | Sumber: Wikipedia

Terkait keputusan Google untuk menghentikan proyek Daydream, James Gautrey, Portfolio Manager di Schroders — perusahaan yang mengkhususkan diri untuk menganalisa saham perusahaan teknologi — mengatakan bahwa salah satu masalah yang menghambat pertumbuhan industri VR adalah harga headset VR yang mahal.

“Menurut saya, hambatan dari adopsi VR secara massal adalah karena VR memerlukan hardware yang mumpuni,” kata Gautrey, dikutip dari BBC. “Ambil game sebagai contoh; Anda akan memerlukan PC yang powerful, tempat yang luas, Anda juga harus memasang sensor yang diperlukan, dan tentu saja, headset VR itu sendiri. Biaya yang harus Anda keluarkan bisa mencapai ribuan dollar. Selain itu, memasang sistem VR juga merepotkan.”

Lebih lanjut, Gautrey mengatakan, berbagai tantangan untuk mengadopsi teknologi VR bukan berarti VR tidak berguna. Selain game, teknologi VR menawarkan sejumlah manfaat. Misalnya, VR bisa digunakan untuk melatih orang-orang yang punya pekerjaa berbahaya, seperti pilot, ahli bedah, atau penyelam. “Namun, selain itu dan game, saya tidak melihat bagaimana VR bisa digunakan oleh banyak orang,” ujarnya.

Untuk mengetahui tentang masalah lain yang menghambat pertumbuhan industri VR, Andreea-Anamaria Mureesan, murid Ph.D jurusan Human-Centered Computing di University of Copenhagen mencoba untuk menganalisa lebih dari 200 video VR fails di YouTube. Dia berusaha mencari tahu masalah apa yang merusak pengalaman VR seseorang dan apa yang bisa developer lakukan untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk membuat laporan ini, Mureesan bekerja sama dengan Emily Dao dari Monash University, Jarrod Knibbe dari University of Melbourned, dan Kasper Hornbæk dari University of Copenhagen.

Setelah menganalisa lebih dari 200 video VR fails, Mureesan dan rekan-rekannya menemukan bahwa hal yang paling sering terjadi dalam video-video itu adalah  pengguna menabrak tembok, furnitur, atau orang lain saat menggunakan headset VR. Hal itu berarti, ruang menjadi salah satu faktor yang membuat pengalaman menggunakan headset VR menjadi tidak menyenangkan, seperti yang disebutkan oleh Digital Trends.

Memang, jika Anda ingin bisa menjelajah dunia virtual atau memainkan game VR dengan leluasa, Anda membutuhkan tempat yang luas. Masalahnya, tidak semua orang memiliki ruang yang cukup luas untuk memainkan VR. Di Indonesia, jangankan ruang bermain, 20% warganya masih tidak punya rumah. Sementara di Amerika Serikat, pada 2020, jumlah orang yang memiliki rumah hanya mencapai 65,8% dari total populasi.

Tidak habis sampai di sana, masalah ketersediaan ruang juga mencakup orang-orang yang punya tempat tinggal, tapi tidak punya ruang yang cukup luas untuk bermain. Sebagai contoh, orang-orang yang tinggal di apartemen mikro, tren yang mulai populer di kalangan warga kota yang tinggal di kota yang padat dan punya biaya hidup tinggi.

Data kepemilikan rumah di Amerika Serikat. | Sumber: Statista

Kabar baiknya, ada cara bagi developer aplikasi/game VR untuk memanfaatkan ruang yang terbatas. Para peneliti asal Jepang berhasil menemukan cara untuk “mengecoh” otak pengguna VR, membuat mereka berpikir bahwa mereka terus berjalan lurus walau sebenarnya mereka sedang berjalan memutar. Dengan begitu, seseorang bisa terus berjalan tanpa henti di dunia VR tanpa harus khawatir akan menabrak tembok. Hanya saja, ruang yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan metode ini tetap cukup besar, yaitu 5×7 meter.

Sementara itu, solusi yang ditawarkan oleh Muresan dan rekan-rekannya sedikit berbeda. Daripada mencoba untuk mengubah persepsi pengguna akan ruang, mereka menyarankan developer perangkat VR untuk memungkinkan pengguna membuat batasan ruang yang lebih fleksibel.

Sekarang, jika Anda ingin menggunakan perangkat VR seperti HTC Vive atau Oculus Quest, Anda harus menentukan batas “ruang bermain” terlebih dulu. Jadi, ketika Anda sudah masuk ke dunia VR, Anda akan mendapatkan peringatan saat Anda berada terlalu dekat dengan batas yang sudah Anda tentukan sebelumnya. Dengan menentukan batas ruang, pengguna diharapkan tidak tidak menabrak tembok atau furnitur lainnya ketika mereka sedang di dalam dunia virtual.

“Kami menyarankan developer untuk membiarkan pengguna membuat batas ruang yang lebih kompleks untuk mencegah pengguna menabrak sesuatu. Misalnya, dengan mempertimbangkan objek yang ada di atas kepala pengguna,” ujar Muresan. “Pendekatan lain yang kami sarankan adalah mengubah elemen dalam game sesuai dengan situasi pemain.”

Contoh skenario yang Muresan berikan adalah ketika seorang pemain berada dekat dengan batas ruang yang dia tentukan, senjata yang dipegang oleh pemain akan secara otomatis berubah. Daripada membiarkan pengguna memegang pedang — yang mengharuskan pengguna untuk membuat gerakan melebar — senjata yang pengguna pegang akan secara otomatis berubah menjadi perisai, sehingga dia tidak harus membuat gerakan lebar.

Apa yang Membuat Teknologi Populer?

Setelah membahas tentang hype dari teknologi VR dan bagaimana VR tidak bisa memenuhi ekspektasi dari konsumen, sekarang, mari membahas teknologi yang memang sukses menjadi populer dan diadopsi oleh banyak orang. Salah satunya adalah Universal Serial Bus (USB).

Sekarang, Anda bisa memasang berbagai aksesori komputer — mulai dari mouse, keyboard, headphone, sampai game controller — melalui port USB. One port to rule them all. Namun, pada awal tahun 1990-an, PC punya inpu port yang beragam, seperti serial ports, parallel ports, mouse dan keyboard ports, dan lain sebagainya. Tak hanya itu, saat Anda menghubungkan sebuah aksesori ke komputer, terkadang Anda harus memasang software khusus atau bahkan melakukan reboot. Dengan kata lain, ketika itu, proses memasang peripheral komputer jauh lebih rumit dari sekarang.

Ajay Bhatt, seorang Computer Architect yang ketika itu bekerja di Intel, menyadari hal ini, bahwa komputer terlalu rumit untuk digunakan, bahkan oleh dirinya sendiri, yang mengerti teknologi. Dia lalu mendapat ide untuk menyederhanakan penggunaan komputer, dengan cara membuat satu port standar yang bisa digunakan untuk menghubungkan berbagai aksesori ke komputer.

“Pada awalnya, tujuan saya adalah untuk menarik pengguna baru untuk komputer,” kata Bhatt pada Fast Company. “Semua berawal pada 1992. Saya mengajukan ide port terstandar pada beberapa manajer, tapi mereka tidak tertarik. Mereka tidak mengerti betapa pentingnya keberadaan Universal Serial Bus (USB), tapi saya tidak patah semangat. Saya tahu bahwa pengoperasian komputer bisa dibuat menjadi jauh lebih mudah. Anda seharusnya tidak memerlukan orang IT untuk memasang printer atau mengonfigurasi mouse atau keyboard.”

Ajay Bhatt. | Sumber: Twitter

Lebih lanjut, Bhatt bercerita, karena keinginannya untuk membuat port eksternal universal mendapat respons yang kurang baik, dia memutuskan untuk pindah ke sister company dari Intel. Di sana, dia bertemu dengan Fred Pollock, seorang Intell Fellows, yaitu orang-orang yang dianggap memang sangat ahli dalam teknologi. Ketika Bhatt meminta pendapat Pollock akan idenya, Pollock mengatakan bahwa dia tidak tahu dan mendorong Bhatt untuk mencoba untuk merealisasikan idenya sendiri. Sejak saat itu, Bhatt mulai menggaungkan idenya akan port universal ke banyak grup di Intel.

“Saya berbicara dengan divisi bisnis, saya bicara dengan ahli tenkologi lainnya. Dan saya juga pergi dan berbicara dengan Microsoft,” kata Bhatt. “Kami juga pergi untuk bicara pada perusahaan-perusahaan yang akhirnya menjadi rekan kami, seperti Compaq, DEC, IBM, NEC, dan lain sebagainya.” Dia mengatakan, untuk merealisasikan idenya, dia tidak hanya harus membangun jaringan di dalam perusahaan Intel, tapi juga bekerja sama dengan orang-orang dari perusahaan lain.

Bhatt akhirnya berhasil meyakinkan orang-orang di dalam Intel akan legitimasi idenya. Pada 1993, Intel setuju untuk membuat port universal. Bhatt mengungkap, proses untuk meyakinkan orang-orang Intel akan legitimasi idenya membutuhkan waktu sekitar satu sampai satu setengah tahun. “Pada akhir 1993 atau awal 1994, saya sudah punya tim kecil,” kata Bhatt. “Kami punya grup internal untuk menciptakan ide baru di Intel dan juga melakukan analisa dan menuliskan spesifikasi yang diperlukan. Setelah itu, kami juga bekerja sama dengan rekan di luar perusahaan.”

Standar USB akhirnya resmi dirilis resmi dirilis pada 1996. Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa dalam membuat teknologi terstandarisasi, kerja sama antara pelaku industri sangat penting.

Pada awalnya, komputer punya beragam jenis ports, termasuk Parallel Port. | Sumber: Wikipedia

Selain UBS, mari kita mengambil contoh teknologi lain yang sukses diadopsi banyak orang, yaitu VHS. Format kaset video itu diluncurkan oleh JVC. Sebenarnya, sebelum JVC memperkenalkan VHS, Sony telah terlebih dulu meluncurkan format kaset video bernama Betamax. Sony bahkan sempat mendapat dukungan dari pemerintah Jepang. Karena, pada 1974, pemerintah Jepang ingin melindungi konsumen dengan mengharuskan perusahaan manufaktur elektronik untuk membuat satu format standar dan tidak  lagi menggunakan format-format berlainan yang tidak kompatibel dengan satu sama lain.

Meskipun Sony hadir dengan Betamax terlebih dulu, JVC tidak mau kalah. Mereka berhasil meyakinkan Matsushita — manufaktur elektronik terbesar di Jepang, bertanggung jawab atas produk Panasonic dan National — untuk mendukung format buatan mereka, VHS. Tak berhenti sampai di situ, JVC juga mencari dukungan dari perusahaan-perusahaan lain, seperti Hitachi, Mitsubishi, dan Sharp. Dukungan dari ketiga perusahaan tersebut hadir dalam bentuk peluncuran VHS player pada 1976. Alhasil, pemerintah Jepang terpaksa membatalkan rencana mereka untuk memaksa manufaktur elekronik dalam menggunakan satu format standar. Dan perang antara Sony dan JVC pun dimulai, lapor The Guardian.

Jika dibandingkan dengan VHS, Betamax tidak hanya hadir terlebih dulu, tapi juga menawarkan kualitas yang lebih baik. Namun, VHS digunakan oleh lebih banyak orang. Dengan begitu, JVC bisa memproduksi kaset VHS dalam jumlha lebih banyak dan menawarkan kaset tersebut dengan harga yang lebih murah. Pornografi jadi salah satu industri yang menggunakan VHS. Karena harganya yang murah, banyak pelaku industri pornografi yang menjadikan VHS sebagai format untuk video mereka. Penggunaan VHS oleh industri pornografi merupakan titik tolak balik yang membuat VHS bisa mengalahkan Betamax.

Pada 1988, Sony membuat VHS recorder pertama mereka. Hal ini menjadi penanda bahwa mereka telah mengaku kalah dari JVC dalam perang format kaset video. Pada 2002, Sony meluncurkan recorder Betamax terakhir dan pada 2016, mereka berhenti memproduksi kaset video berformat Betamax.

VHS recorder dan player. | Sumber: Wikipedia

Dari perang antara Sony dan JVC terkait format kaset, kita bisa menarik kesimpulan bahwa teknologi yang hadir pertama kali tidak melulu akan diadopsi secara massal. Kualitas yang lebih baik juga tidak menjamin bahwa sebuah teknologi akan digunakan oleh banyak orang. Buktinya, walau Sony meluncurkan Betamax — yang punya kualitas lebih baik dari VHS — lebih dulu, pada akhirnya, VHS-lah yang keluar sebagai pemenang.

Berbicara soal teknologi yang digunakan banyak orang, smartphone merupakan salah satu teknologi terpopuler saat ini. Tidak heran, mengingat jumlah pengguna smartphone diperkirakan mencapai 6,4 miliar orang, menurut Statista. Lalu, kenapa smartphone bisa menjadi sangat populer? Salah satunya adalah karena smartphone punya daya komputas yang cukup memadai, walau ukurannya kecil, menurut laporan Business Insider.

Jika Anda menghubungkan smartphone dengan internet, ada banyak hal yang bisa Anda lakukan melalui smartphone, mulai dari membuka email, chatting, dan menjelajah internet. Melalui smartphone, Anda sekarang bahkan bisa mencari pacar atau membeli saham. Dan hal ini tidak lepas dari peran para developer aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk melakukan banyak hal melalui smartphone mereka.

Selain ukurannya yang lebih kecil — sehingga bisa dibawa kemana saja — smartphone juga punya keunggulan lain dari PC, yaitu harga yang lebih murah. Faktanya, ada banyak orang yang mengenal internet pertama kali melalui smartphone dan bukannya PC. Indonesia merupakan salah satu negara yang kebanyakan warganya mengenal internet melalui smartphone.

Kesimpulan

Dalam marketing, hype memang bisa mendorong penjualan sebuah produk. Hal yang sama juga berlaku untuk teknologi baru. Teknologi yang dibicarakan oleh banyak orang berpotensi untuk digunakan oleh banyak orang. Sayangnya, hype saja tidak menjamin sebuah teknologi sukses. Buktinya, walau punya hype yang besar, industri VR belum menjadi sebesar yang diperkirakan pada beberapa tahun lalu. Sebaliknya, terkadang, teknologi baru yang pada awalnya kurang diminati, justru bisa jadi sesuatu yang mengubah sebuah industri. Contohnya, USB.

Apakah hal itu berarti kita tidak boleh mengikuti teknologi yang sedang tren? Tidak juga. Memperhatikan dan mencoba teknologi baru yang sedang berkembang, tidak ada yang salah dengan hal itu. Namun, ada baiknya jika kita juga tidak menelan informasi yang didapat bulat-bulat.

Sumber header: Pixabay

Setelah Hampir Satu Dekade, Preview Gambar Instagram di Twitter Muncul Lagi

Sembilan tahun, para digital creator dan influencer media sosial dibikin repot karena preview gambar pada tautan Instagram di Twitter tidak muncul. Hal itu sangat mengganggu workflow pengelola atau admin media sosial multi-platform.

Setelah hampir satu dekade, Instagram dan Twitter akhirnya sepakat untuk menghidupkan kembali fitur Twitter Card. Kini kita bisa menjumpai lagi, preview gambar pada konten kiriman dari Instagram di timeline Twitter.

 

Fitur ini diluncurkan di Android, iOS, dan web. Baik Instagram dan Twitter mempromosikan perubahan tersebut. Jadi bukan lagi hanya sekedar teks URL, meskipun formatnya berbeda dari yang sebelumnya yakni berbentuk kartu.

 

Dulu persaingan antara platform media sosial memang sempat memanas, Instagram menonaktifkan kemampuan untuk melihat preview postingan di Twitter setelah diakusisi oleh Facebook (sekarang Meta) pada tahun 2012. Kevin Systrom, founder dan mantan CEO Instagram, mengatakan bahwa keputusan itu miliknya, bukan dari CEO Facebook Mark Zuckerberg.

Instagram bukan satu-satunya pihak yang membuat perubahan yang membatasi integrasi Instagram dan Twitter. Twitter membalas dengan menghapus fitur yang memungkinkan Anda menemukan orang yang diikuti di Instagram pada Twitter, beberapa bulan setelah akuisisi Instagram oleh Facebook diumumkan.

Banyak pihak yang berspekulasi bahwa keputusan ini untuk meningkatkan citra publik dari perusahaan induk Instagram yakni Meta. Mulai dari rebranding perusahaan dari Facebook menjadi Meta, kemudian diikuti oleh pengumuman penghapusan teknologi face recognition dengan lebih dari 1 miliar template data pengenalan wajah pengguna Facebook.

Sumber: TheVerge

Nomor Lama Hilang? ini Panduan Ganti No Hp di Facebook

Apabila anda mengalami kesusahan dalam mengganti nomor Hp anda di Facebook, anda bisa melihat cara ganti no Hp Facebook yang anda bisa ikuti untuk meningkatkan keamanan akun Facebook anda. 

Mengganti nomor telepon di akun facebook yang anda miliki juga akan bisa membuat diri anda mudah untuk mendapatkan akses ketika log in karena nomor tersebut akan menjadi tempat konfirmasi apabila anda lupa terhadap kata sandi akun Facebook anda. Ada langkah-langkah yang anda bisa ikuti tergantung akan perangkat apa yang anda gunakan:

Cara Mengganti No Handphone Facebook di Aplikasi

Apabila anda lebih sering menggunakan Facebook di aplikasi yang ada pada smartphone anda, anda bisa menggunakan cara ini untuk mengganti nomor telepon anda di Facebook:

  • Buka Aplikasi Facebook di smartphone anda


cara ganti no hp Facebook

  • Anda bisa klik ikon pada sebelah kanan atas yang berbentuk ikon 3 garis


cara ganti no hp Facebook

  • Selanjutnya anda bisa langsung menggeser layar anda ke bawah hingga terlihat tulisan pengaturan.

cara ganti no hp Facebook

 

  • Setelah menekan tulisan Pengaturan, anda bisa langsung klik Informasi Pribadi

cara ganti no hp Facebook

  • Lalu anda bisa menuliskan nomor telepon yang  ingin anda cantumkan, setelah itu anda bisa menekan tambahkan nomor Telepon.
  • Kemudian anda bisa menekan Lanjutkan, dan anda akan mendapatkan kode konfirmasi yang akan dikirimkan ke nomor anda.
  • Anda bisa cek kotak sms anda lalu mengisi kode konfirmasi yang tadi telah dikirimkan aplikasi Facebook anda
  • Selanjutnya anda bisa klik hapus pada nomor telepon yang mungkin anda tidak gunakan. Selamat nomor handphone di Facebook anda telah berubah, Itu dia cara mengganti nomor telepon anda di Facebook.

Cara Mengganti No Handphone Facebook di PC

Untuk anda yang menggunakan laptop maupun komputer dalam bersosial media, dibawah ini akan ditunjukkan langkah-langkah untuk mengganti nomor handphone Facebook melalui PC anda:

  • Bukalah browser anda dan carilah situs resmi Facebook.
  • Selanjutnya anda bisa log in  terlebih dahulu.

    cara ganti no hp Facebook

  • Setelah anda masuk akun Facebook anda, anda bisa mengklik ikon tanda panah di sebelah kanan atas layar anda.

  • cara ganti no hp Facebook
  • Kemudian anda bisa klik Pengaturan dan Privasi dan menekan kembali ikon pengaturan
  • Selanjutnya anda bisa menggeser layar desktop anda hingga menemukan tulisan seluler, lalu anda bisa klik ikon tersebut.

cara ganti no hp Facebook

  • Kemudian anda bisa bisa menekan tambahkan nomor ponsel lain kemudian silahkan untuk mengisi nomor telepon baru anda.
  • Anda bisa cek kotak sms anda lalu mengisi kode konfirmasi yang tadi telah dikirimkan ke dalam aplikasi facebook anda
  • Selanjutnya anda bisa klik hapus pada nomor telepon yang mungkin anda tidak gunakan. Selamat nomor handphone di Facebook anda telah berubah, Itu dia cara mengganti nomor telepon anda di Facebook.

Demikianlah tutorial cara mengganti nomor HP di Facebook melalui aplikasi di perangkat anda maupun melalui PC. Mudah bukan? Selamat Mencoba!

Gambar Header Pixabay

Ciptakan Produk yang Disukai dan Dibutuhkan Pengguna

The companies that work are the ones that people really care about and have a vision for the world so do something you like.

– Mark Zuckerberg, Co-Founder dan CEO Facebook

Salah satu alasan pelanggan terus menerus menggunakan suatu layanan atau produk adalah rasa kepercayaan dan kenyamanan saat menikmati atau memanfaatkannya. Hal ini secara langsung menimbulkan loyalty atau kesetiaan.

Tidak mudah bagi startup menciptakan inovasi yang dibutuhkan dan dicintai target pengguna. Perusahaan teknologi terkemuka, seperti Apple, Google, hingga Microsoft menyadari inovasi harus selaras dengan kebutuhan konsumennya.

Apple, misalnya, memastikan piranti lunak dan piranti keras yang ditawarkan memberikan manfaat, diadopsi oleh kalangan luas, dan membawa perubahan bagi konsumen, baik dari cara pandang atau kebiasaan lainnya, dalam mengonsumsi produk elektronik.

Ray-Ban Stories Adalah Kacamata Pintar Generasi Pertama dari Facebook

Setelah lama dirumorkan, Facebook akhirnya secara resmi memperkenalkan kacamata pintar perdananya pada tanggal 9 September kemarin. Dinamai Ray-Ban Stories, perangkat ini memang merupakan hasil kolaborasi langsung Facebook dengan sang produsen kacamata asal Italia tersebut, lebih tepatnya induk perusahaannya, yakni EssilorLuxottica.

Secara fisik, Ray-Ban Stories nyaris identik dengan kacamata tradisional, dan frame-nya pun tergolong tipis untuk ukuran perangkat yang mengemas sederet komponen elektronik. Anda tidak akan menemukan satu pun branding Facebook di tubuhnya, dan satu-satunya bagian yang menunjukkan bahwa ini bukan kacamata biasa hanyalah dua lensa kecil di ujung kiri dan kanan atasnya.

Di balik masing-masing lensa tersebut, tertanam sensor kamera 5 megapiksel. Kenapa harus dua? Supaya foto yang dihasilkan juga bisa diberi efek 3D. Foto tangkapannya sendiri memiliki resolusi 2592 x 1944, sementara videonya memakai format kotak dengan resolusi 1184 x 1184.

Pengoperasiannya terkesan sangat simpel. Pada tangkai sebelah kanan, pengguna bisa menemukan sebuah tombol. Klik tombol tersebut, maka perangkat bakal merekam video selama 30 detik. Klik dan tahan tombolnya, maka perangkat bakal menjepret foto. Selagi kameranya bekerja, orang lain bisa melihat indikator LED kecil di sebelah lensanya menyala dalam warna putih.

Untuk melihat hasil tangkapannya, pengguna perlu memakai aplikasi Facebook View di perangkat Android maupun iOS. Lewat aplikasi ini pula pengguna dapat mengunggah konten ke Facebook, Instagram, WhatsApp, Messenger, Twitter, TikTok, Snapchat, dan lain sebagainya.

Seandainya tangan pengguna sedang sibuk, mereka juga bisa mengambil video atau foto dengan memanfaatkan perintah suara. Ya, selain mengusung kamera, kacamata ini rupanya juga mengemas mikrofon sekaligus speaker. Jadi selain untuk mengabadikan momen, perangkat juga dapat difungsikan untuk menelepon atau mendengarkan musik.

Yang tidak bisa dilakukan oleh kacamata ini adalah menampilkan konten augmented reality (AR) di hadapan penggunanya. Tidak seperti prototipe Spectacles generasi keempat, Ray-Ban Stories sama sekali tidak dibekali kapabilitas AR. Maklum, kacamata ini merupakan produk generasi pertama.

Dalam sekali pengisian, Stories diyakini mampu bertahan sampai satu hari penuh. Kacamata ini hadir bersama sebuah wadah yang merangkap sebagai charging case, jadi Anda tidak usah repot-repot mencari colokan tersembunyi di tangkainya. Case ini dapat mengisi ulang Stories sampai sebanyak tiga kali sebelum ia sendiri perlu dicolokkan ke charger.

Sebagai produk yang mempunyai asosiasi langsung dengan Facebook, Ray-Ban Stories tentu memicu pertanyaan-pertanyaan seputar privasi. Namun kalau menurut Facebook sendiri, Stories dirancang dengan berfokus pada aspek privasi. Mereka bahkan telah menyiapkan sebuah microsite yang secara khusus menjelaskan mengenai fitur-fitur privasi milik kacamata ini.

Lalu seandainya pengguna benar-benar butuh privasi ekstra, mereka bisa mematikan semua komponen elektronik yang tertanam di Stories lewat sebuah tuas kecil di belakang engselnya.

Tertarik? Well, sayang sekali untuk sekarang Ray-Ban Stories baru akan tersedia di Amerika Serikat, Australia, Inggris, Irlandia, Italia, dan Kanada. Harganya dipatok $299, dan ia tersedia dalam total 20 variasi desain berdasarkan tiga style khas Ray-Ban — Wayfarer, Round, dan Meteor. Sejauh ini belum ada informasi terkait ketersediaannya di negara-negara selain yang sudah disebutkan.

Sumber: Facebook.

Apa itu Metaverse: Definisi, Relevansi, dan Potensinya?

Beberapa tahun belakangan, metaverse tengah menjadi pembicaraan hangat. Microsoft sedang bereksperimen untuk membuat enterprise metaverse, sementara Facebook baru saja membuat grup metaverse di divisi Reality Labs mereka. Ketika mendapatkan investasi sebesar US$1 miliar pada April 2021, Epic Games mengungkap bahwa mereka akan menggunakan dana itu untuk merealisasikan visi mereka untuk membuat metaverse.

Pertanyaannya…

Apa Definisi Metaverse?

Istilah metaverse pertama kali digunakan dalam Snow Crash, novel ber-genre cyberpunk yang diterbitkan pada 1992. Dalam novel tersebut, metaverse digambarkan sebagai dunia virtual yang bisa dikunjungi oleh orang-orang melalui perangkat VR. Namun, Snow Crash tidak menggambarkan metaverse sebagai utopia sempurna yang membuat semua orang yang masuk ke dalamnya menjadi bahagia. Sebaliknya, metaverse menciptakan masalah tersendiri, mulai dari kecanduan teknologi, diskriminasi, kekerasan, dan harassment. Sebagian dari masalah itu bahkan sampai terbawa ke dunia nyata.

Saat ini, ada banyak perusahaan yang tertarik untuk mengembangkan metaverse, mulai dari perusahaan game seperti Epic Games dan Tencent, sampai perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft dan Facebook. Begitu banyaknya perusahaan yang tertarik dengan metaverse sehingga definisi dari metaverse itu sendiri pun masih belum seragam. Masing-masing perusahaan seolah-olah punya konsep akan metaverse yang ideal. Berikut beberapa definisi metaverse dari sejumlah tokoh dan perusahaan ternama.

Facebook baru saja membuat divisi metaverse. | Sumber: CNET

“Anda bisa membayangkan metaverse sebagai perwujudan internet yang bisa Anda masuki. Jadi, Anda tidak lagi sekadar melihat apa yang ada di internet,” kata CEO dan pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, seperti dikutip dari CNN. Sementara itu, Roblox mengartikan metaverse sebagai ruang virtual 3D dalam semesta virtual yang bisa diakses oleh banyak orang secara bersamaan.

Menurut Tim Sweeney, CEO dan pendiri Epic Games, metaverse adalah media sosial 3D yang bisa diakses secara realtime. Dengan menggunakan media itu, orang-orang akan bisa membuat konten di dunia virtual dan saling berbagi konten tersebut. Para pemain juga akan punya kesempatan yang sama untuk mengubah keadaaan sosioekonomi di dunia virtual tersebut.

Sementara itu, Peter Warman, CEO Newzoo menganggap metaverse sebagai tempat yang memungkinkan orang-orang untuk menjadi penggemar, pemain, dan kreator secara bersamaan. Menurutnya, hal ini akan memaksimalkan engagement, yang juga akan mendorong potensi bisnis.

Jesse Alton, bos dari Open Metaverse, grup yang membuat standar open source untuk metaverse menjelaskan bahwa idealnya, metaverse tidak tergantung pada satu teknologi milik satu perusahaan, tapi terdiri dari berbagai teknologi buatan banyak perusahaan yang saling terhubung dengan satu sama lain.

Apa saja teknologi yang terlibat dalam pengembangan metaverse? Newzoo membagi ekosistem metaverse ke dalam beberapa kategori. Pertama adalah metaverse gateways, yang merupakan pintu bagi konsumen untuk masuk ke metaverse. Newzoo kembali membagi segmen ini menjadi dua kelompok, yaitu centralized atau terpusat dan decentralized atau tersebar.

Dua bagian dari segmen metaverse gateways. | Sumber: Newzoo

Contoh perusahaan yang menyediakan centralized gateways adalah Fortnite, Minecraft, Animal Crossing, Grand Theft Auto Online, Roblox, VRChat, dan lain sebagainya. Sementara contoh platform decentralized gateways adalah The Sandbox, Decentraland, Somnium Space dan lain-lain. Avatar & identitas menjadi bagian lain dari metaverse. Sesuai namanya, perusahaan yang bergerak di bidang ini biasanya akan menawarkan jasa untuk membuat avatar atau identitas di dunia virtual. Contoh perusahaan yang bergerak di bidang ini adalah Avatar SDK, The Fabricant, Tafi, dan lain-lain.

Selain gateways dan avatar & identitas, elemen ketiga dari metaverse adalah user interface & immersion. Ada banyak perusahaan game dan teknologi yang masuk dalam kategori ini, seperti Samsung, Apple, HP, HTC, Microsoft HoloLens, Xbox, PlayStation, dan Nintendo Switch. Elemen berikutnya dari metaverse adalah perekonomian. Perusahaan yang masuk dalam kategori ini bertanggung jawab atas segala sesuatu yang ada kaitannya dengan pembayaran (seperti PayPal dan WeChat Pay) serta transaksi jual-beli, (seperti OpenSea, DMarket, dan Elixir). Dalam kategori ini, Anda juga akan menemukan perusahaan crypto wallet seperti Metamask dan Fortmatic, serta perusahaan yang bergerak di bidang NFT, seperti Forte, Ultra, dan Maddie’s.

Elemen sosial juga punya peran penting dalam metaverse. Karena itu, perusahaan-perusahaan media sosial seperti Facebook, LINE, Discord, TikTok, dan lain-lain, merupakan bagian dari ekosistem metaverse. Perusahaan-perusahaan yang membuat game play-to-earn atau play-to-collect, seperti DeltaTime, dan Exceedme juga punya peran tersendiri dalam pengembangan metaverse.

Sejumlah perusahaan yang menjadi bagian dari ekosisstem metaverse. | Sumber: Newzoo

Agar metaverse berjalan dengan baik, diperlukan infrastruktur yang mumpuni. Infrastruktur dari metaverse juga disokong oleh banyak perusahaan dari berbagai segmen, mulai dari segmen cloud dan hosting, visualization & digital twin, decentralized infra, artificial intelligence, sampai adtech & marketing.

Menilik sejarah, sebenarnya metaverse sudah pernah menjadi topik pembicaraan lebih dari 10 tahun lalu. Metaverse Roadmap Summit pertama digelar pada Mei 2006. Satu tahun kemudian, pada 2007, organisasi nirlaba Accelerating Studies Foundation (ASF) merilis studi tentang metaverse. Studi tersebut membahas tentang masa depan metaverse menurut prediksi para akademisi, perusahaan game, para teknisi geospatial, dan media yang ikut serta dalam Metaverse Roadmap Summit. Berdasarkan laporan tersebut, secara garis besar, ada empat skenario yang mungkin terjadi, yaitu augmented reality, lifelogging, virtual worlds, dan mirror worlds.

Saat itu, augmented reality diartikan sebagai teknologi imersif yang bisa melacak posisi pengguna secara otomatis. Sejatinya, teknologi itu berfungsi untuk membantu pengguna mendapatkan informasi tentang suatu tempat atau suatu benda secara instan. Sementara lifelogging disebutkan sebagai penggunaan teknologi AR yang fokus pada sisi komunikasi, memori, dan observasi dari pengguna. Dengan kata lain, teknologi lifelogging, sesuai namanya, memungkinkan pengguna untuk merekam segala sesuatu yang terjadi secara 3D.

Kamera untuk lifelogging. | Sumber: Wikipedia

Sementara itu, virtual world merupakan sistem untuk mengadopsi elemen sosial dan ekonomi masyarakat di dunia nyata ke dunia virtual. Dan mirror worlds adalah teknologi yang akan menampilkan gambar dari Bumi — seperti Google Earth — tapi dilengkapi dengan informasi mendetail terkait tempat-tempat yang ditampilkan. Para ahli memperkirakan, semua ini akan terjadi dalam waktu 10 tahun, yaitu pada 2016. Namun, seperti yang Anda ketahui, hal itu tidak terjadi.

Sekarang, metaverse kembali menjadi tren. Menurut Alton, kali ini, metaverse akhirnya akan bisa direalisasikan. Karena, teknologi yang dibutuhkan untuk membuat metaverse sudah tersedia, seperti prosesor perangkat mobile dan konsol game yang mumpuni, infrastruktur internet yang memadai, dan keberadaan headset VR serta cryptocurrency. Dan yang paling penting, dalam dua tahun terakhir, masyarakat semakin terbiasa untuk hidup di dunia online karena pandemi.

Relevansi Metaverse dengan Industri Game dan Keuntungan dari Metaverse

Industri game banyak berubah dalam 10 tahun terakhir. Tidak hanya muncul genre dan model bisnis baru, cara gamers menikmati game pun mulai melebar. Para gamers memang masih senang untuk bermain game. Namun, mereka juga senang menonton orang lain bermain game. Hal inilah yang mendorong munculnya industri streaming game dan esports. Metaverse dianggap sebagai bagian dari evolusi industri game. Di masa depan, game tak lagi menjadi sebuah layanan, tapi sebuah platform. Artinya, game tidak hanya digunakan sebagai tempat untuk bermain, tapi juga untuk berkumpul bersama dengan teman atau melakukan kegiatan non-gaming lainnya.

Sekarang, sebagian kreator game telah mengintegrasikan sejumlah kegiatan non-gaming di game mereka. Salah satunya adalah Epic Games, yang pernah menggelar konser virtual di Fortnite. Sementara itu, Balenciaga, merek luxury fashion asal Prancsi, menggelar fashion show di Afterworld: The Age of Tomorrow. Ke depan, diduga akan ada semakin banyak kreator game yang memasukkan elemen non-gaming ke game mereka. Hal ini akan menguntungkan para kreator game. Karena, elemen non-gaming bisa menarik non-gamers untuk mencoba game mereka. Para gamers juga kemungkinan tidak akan keberatan dengan adanya elemen non-gaming di sebuah game. Pasalnya, saat ini pun, banyak gamers yang menggunakan game sebagai tempat untuk bersosialisasi.

Selain keberadaan elemen non-gaming, keberadaan metaverse juga akan memengaruhi game dalam hal lain. Misalnya, dari segi jumlah pemain. Menurut Newzoo, ketika tren metaverse terealisasi, jumlah pemain dalam game di satu waktu bisa mencapai lebih dari 10 ribu orang. Sementara dari segi konten, komunitas akan punya peran lebih besar dalam menyediakan konten dalam game. Karena, metaverse akan mendukung konten buatan pemain/pengguna, seperti yang terlihat di Roblox.

Metaverse juga akan mendorong munculnya model bisnis baru. Karena metaverse game bisa mendorong kegiatan non-gaming di dalam game, perusahaan game akan bisa memonetisasi hal itu. Misalnya, dengan menjual tiket untuk konser digital atau kegiatan non-gaming lainnya. Sekarang, juga mulai banyak perusahaan yang membuat game dengan model play-to-earn, memungkinkan pemain untuk menukar reward yang didapat dalam game dengan uang di dunia nyata. Keberadaan metaverse game juga akan membuka peluang bagi native ads. Karena keberadaan iklan tradisional yang mengganggu akan sulit untuk diterapkan di dunia virtual.

Tak hanya game, keberadaan metaverse juga akan mendorong pertumbuhan sejumlah industri lain, seperti live streaming, cloud, dan VR/AR. Selain itu, keberadaan metaverse juga bisa mempercepat perkembangan teknologi di bidang hardware, infrastruktur jaringan, visualisasi, dan juga AI.

Bagi perusahaan, keberadaan metaverse memberikan keuntungan yang jelas, yaitu membuka ladang bisnis baru. Jadi, tidak heran jika banyak perusahaan yang tertarik untuk mengembangkan metaverse. Namun, apakah para konsumen juga tertarik dengan metaverse? Untuk menjawab pertanyaan itu, Newzoo melakukan survei pada 5,5 ribu orang di empat negara, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Tiongkok.

Berdasarkan survei Newzoo, diketahui bahwa para konsumen tertarik dengan konsep metaverse. Saat ini, semua ide terkait metaverse disambut dengan hangat. Namun, tingkat antusiasme para responden di empat negara tidak sama. Jika dibandingkan dengan responden di Inggris dan Jepang, responden di AS dan Tiongkok cenderung lebih terbuka dengan ide metaverse. Umur menjadi faktor lain apakah responden akan mau menerima konsep metaverse. Biasanya, responden muda cenderung lebih terbuka dengan ide metaverse.

Ketertarikan responden untuk menggunakan metaverse pun cukup tinggi. Menariknya, kebanyakan responden lebih tertarik untuk menggunakan metaverse demi melakukan hal-hal sederhana, seperti berkumpul dengan teman dan keluarga, daripada melakukan sesuatu yang fantastis, seperti mengumpulkan banyak orang di dunia virtual untuk mengadakan flash mob.

Berikut data dari Newzoo terkait kegiatan apa yang hendak dilakukan para konsumen di metaverse.

Kegiatan yang ingin dilakukan oleh para responden di metaverse. | Sumber: Newzoo

Seperti yang bisa Anda lihat di atas, berkumpul dengan teman menjadi kegiatan yang paling ingin dilakukan oleh para responden di metaverse. Sebanyak 42% responden mengaku sangat tertarik untuk berkumpul dengan teman mereka via metaverse, dan 32% lainnya tertarik melakukan hal tersebut. Sementara kegiatan terpopuler kedua adalah berkumpul bersama keluarga. Selain itu, beberapa kegiatan lain yang ingin dilakukan oleh responden di metaverse adalah menonton TV, mengadakan pesta, atau menghadiri konser.

Masalah yang Mungkin Ditimbulkan oleh Metaverse

Kemajuan teknologi selalu menjadi pisau bermata dua. Di satu sisi, ia akan memudahkan kehidupan banyak orang. Di sisi lain, ia juga akan memunculkan masalah baru. Metaverse bukanlah pengecualian. Bahkan sebelum metaverse bisa direalisasikan sepenuhnya, sejumlah pakar sudah memperkirakan masalah yang mungkin muncul, seperti perbedaan pengalaman yang dialami oleh para pengguna.

Zuckerberg menyebutkan, kemungkinan, iklan akan menjadi sumber pemasukan metaverse, sama seperti Facebook. Namun, hal ini membuat sejumlah pakar khawatir. Karena, jika metaverse menjadikan iklan sebagai sumber pemasukan utama, hal ini berpotensi untuk menciptakan kesenjangan di kalangan para pengguna. Pengalaman yang didapatkan pengguna akan tidak sama: tergantung apakah mereka sanggup untuk membayar atau tidak. Hal ini sama seperti model bisnis pay-to-win di industri game. Game dengan model bisnis pay-to-win akan memanjakan para sultan, tapi menyulitkan para pemain yang bermain gratis atau mengeluarkan sedikit uang. Dan hal ini menimbulkan sejumlah masalah.

“Saya tidak ingin melihat dunia virtual yang membagi para penggunanya ke dua kelompok: kelompok berbayar yang mendapatkan pengalaman lebih baik dan kelompok pengguna gratis yang dieksploitasi dengan iklan,” kata Avi Bar-Zeev, pendiri badan konsultan AR dan VR, RealityPrime, dikutip dari CNN. Sebelum mendirikan RealityPrime, dia pernah bekerja di Apple, Amazon, serta Microsoft. Dia menambahkan, keberadaan metaverse juga bisa memperparah online harassment. Karena, di metaverse, seseorang bisa menggunakan avatarnya untuk “menyerang” avatar orang lain.

Masalah lain yang mungkin muncul adalah tentang keamanan dan privasi data. Semakin banyak informasi yang kita unggah ke internet, maka semakin besar pula risiko akan kebocoran data pribadi. Metaverse juga bisa memperburuk masalah misinformasi dan radikalisasi yang sudah marak karena internet saat ini. Bar-Zeev menjelaskan, jika kita bisa mengubah persepsi seseorang akan dunia nyata di dunia virtual, maka dia akan mempercayai semua yang kita katakan, tidak peduli apakah omongan kita benar atau tidak. Menurutnya, untuk mencegah hal-hal buruk terjadi di metaverse, semua pelaku yang terlibat dalam pengembangan teknologi tersebut harus bertanggung jawab.

Lightship adalah platform milik Niantic. | Sumber: VentureBeat

John Hanke, CEO dan pendiri dari Niantic menjadi salah satu orang yang memberikan peringatan akan bahaya dari metaverse. Dalam sebuah tulisan panjang, dia menjelaskan bahwa kita seharusnya menghindari konsep metaverse yang diangkat dalam novel Snow Crash. “Sebagai bagian dari masyarakat, kita harusnya berharap, keadaan di dunia nyata tidak menjadi begitu buruk sehingga kita ingin terus menerus melarikan diri ke dunia virtual,” katanya. “Kita bahkan seharunya berjuang demi memastikan masa depan itu tidak menjadi kenyataan.”

Namun, hal itu bukan berarti Niantic tidak tertarik dengan konsep metaverse.  Hanke sadar, meminta masyarakat untuk berhenti menggunakan teknologi sama sekali adalah hal yang mustahil. Pasalnya, teknologi memang memberikan banyak kemudahan dalam hidup, khususnya dalam mengakses informasi dan menjalin komunikasi dengan teman dan keluarga. Karena itu, Hanke mengatakan, dalam mengembangkan metaverse, Niantic memutuskan untuk fokus pada segmen “reality” dari “augmented reality“.

Dengan kata lain, Niantic ingin membuat metaverse yang justru mendorong para penggunanya untuk pergi keluar rumah dan menjalin hubungan dengan orang-orang dan dunia di sekitar kita. Hanke menyebut konsep metaverse Niantic sebagai “real world metaverse“. Dia berkata, “Teknologi seharusnya digunakan untuk membuat kehidupan sehari-hari manusia menjadi lebih baik dan bukannya digunakan untuk menjadi pengganti dunia nyata.”

Lebih lanjut, Hanke menjelaskan, dalam membuat real world metaverse, ada dua hal yang harus Niantic lakukan. Pertama, mensinkronkan kondisi dari ratusan juta pengguna di dunia virtual serta semua benda virtual yang berinteraksi dengan mereka. Kedua, menghubungkan semua pengguna dan benda itu ke dunia nyata, menurut laporan IGN.

Demi merealisasikan visi augmented world tersebut, Niantic akan terus mengembangkan platform Lightship mereka. Sebelum ini, platform tersebut telah digunakan untuk Pokemon Go. Platform itu memungkinkan para pengguna untuk berinteraksi dengan obyek digital di dunia nyata. Setiap pengguna akan mendapatkan pengalaman yang sama di dunia virtual. Jadi, jika seseorang membuat sebuah perusabahan di dunia digital (misalnya dengan mengambil sebuah objek), perubahan tersebut juga akan dapat dirasakan oleh semua orang yang terhubung ke dunia digital tersebut.

Pokemon Go menunjukkan bagaimana objek virtual bisa dihubungkan dengan dunia nyata.

Metaverse tidak hanya menarik perhatian perusahaan, tapi juga pemerintah negara. Korea Selatan adalah salah satu negara yang menunjukkan kepedulian akan perkembangan teknologi metaverse. Pada Mei 2021, Korea Selatan membuat alians metaverse yang berisi perusahaan telekomunikasi lokal, perusahaan internet Naver, serta peneliti universitas di negara tersebut. Tujuan dari aliansi itu adalah untuk mendorong perkembangan platform virtual dan augmented reality. Selain itu, mereka juga bertugas untuk membuat kode etik terkait dunia virtual.

Menurut laporan The Register, aliansi metaverse ini juga ditugaskan untuk mendefinisikan platform metaverse nasional. Platform itu harus bisa diakses oleh semua pihak yang ingin menyediakan layanan virtual. Cho Kyeongsik, Wakil Menteri Sains kedua menyebutkan, dia berharap, aliansi metaverse ini akan mencegah agar metaverse tidak menjadi lahan bisnis yang hanya dimonopoli oleh satu perusahaan besar.

Penutup

Metaverse memang diminati oleh banyak perusahaan besar. Meskipun begitu, selalu terbuka kemungkinan bahwa teknologi itu tidak tumbuh besar seperti yang diharapkan. Sebelum ini pun, metaverse pernah menjadi tren teknologi, tapi ia tak pernah terealisasi. Kabar baiknya, selain teknologi yang lebih canggih, sekarang, masyarakat sudah mulai terbuka dengan konsep untuk bersosialisasi di dunia virtual, khususnya melalui game. Sejak tahun lalu, game mulai digunakan sebagai tempat untuk berkumpul atau bahkan mengadakan kegiatan penting, seperti pesta ulang tahun atau pernikahan.

 Sumber header: PC Mag

Facebook Perbarui Tool Transfer Datanya, Kini Lebih Mudah Digunakan dan Lebih Menyeluruh

Facebook mengumumkan sejumlah pembaruan terhadap tool Transfer Your Information yang mereka miliki. Tujuannya tidak lain dari memberikan pengguna kontrol yang lebih menyeluruh terhadap data mereka masing-masing

Pembaruan yang paling utama adalah tampilan antarmuka atau UI yang lebih simpel dan lebih mudah dinavigasikan, terutama bagi yang mengaksesnya dari perangkat mobile. Pengguna sekarang bisa dengan gampang melihat tipe data apa saja yang didukung oleh masing-masing layanan tujuan, semisal Google Photos untuk foto dan video, atau Blogger untuk post dan note.

Facebook juga telah menambahkan dua layanan tujuan baru, yakni Photobucket dan Google Calendar. Dengan adanya Google Calendar, jenis data yang bisa ditransfer pun otomatis bertambah satu, yakni event. Facebook tidak lupa menyediakan opsi filter sehingga pengguna dapat memilih data-data yang hendak dipindah secara lebih presisi.

Versi awal tool ini pertama Facebook luncurkan menjelang akhir 2019. Kala itu, tipe data yang bisa dipindah hanyalah foto dan video saja, dan layanan tujuan yang didukung pun hanya Google Photos. Facebook perlahan menambahkan sejumlah layanan tujuan lain macam Dropbox dan Backblaze. Lalu pada bulan April kemarin, mereka menambahkan post dan note sebagai tipe data baru yang bisa ditransfer ke Google Docs, Blogger, atau WordPress.com.

Tool ini merupakan bagian dari upaya Facebook menjunjung prinsip portabilitas data. Pada pertengahan 2018, bersama dengan Google, Microsoft, dan Twitter, Facebook meluncurkan platform portabilitas data yang bersifat open-source bernama Data Transfer Project. Facebook berjanji untuk terus berkontribusi terhadap proyek tersebut, dan salah satu caranya adalah dengan menyempurnakan tool Transfer Your Information ini.

Untuk mengaksesnya, pengguna bisa masuk ke menu Settings di aplikasi atau situs Facebook, lalu pilih opsi “Your Facebook Information”. Selanjutnya, pilih opsi “Transfer a copy of your information”, dan tinggal ikuti langkah-langkahnya.

Sumber: Facebook.

Cara Menggunakan MultiDevice dengan Whatsapp Beta

Baru-baru ini, Whatsapp mengumumkan bahwa mereka sedang menguji sebuah fitur yang bisa membuat aplikasi tukar pesan ini dijalankan pada 4 perangkat sekaligus. Selama ini, perangkat yang bisa berjalan secara sinkron hanya sebanyak 2 saja, yaitu smartphone dan sebuah PC, entah itu pada web browser mau pun aplikasi desktop. Pada fitur terbarunya ini, pengguna bisa memakai hingga 4 perangkat sekaligus tanpa harus terkoneksi dengan smartphone-nya. Namun, fitur ini masih masuk dalam kategori beta.

Sebelum dibahas lebih lanjut, penggunakan 4 perangkat sekaligus ini hanya berlaku untuk komputer dan bukan smartphone lain. Artinya, pengguna hanya bisa menggunakannya pada sebuah perangkat smartphone sebagai yang utama dan terhubung dengan 4 perangkat komputer lainnya. Sayang memang, sebelumnya saya sempat berpikir bahwa kita bisa menggunakannya pada dua smartphone secara bersamaan. Ternyata tidak.

Whatsapp multi devices Linked Device

Namun saat ini, jika kita ada pada sebuah tempat umum dengan kondisi smartphone sedang mati karena tidak ada baterai, kita masih bisa melakukan tukar pesan via Whatsapp. Tidak hanya itu, kita bahkan masih bisa melakukan panggilan suara dan video langsung melalui sebuah komputer tanpa harus memerlukan koneksi yang tersinkron dengan Whatsapp smartphone. Tertarik untuk mencobanya?

Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah Anda harus melakukan instalasi Whatsapp Beta. Tenang, untuk Android, Whatsapp sudah menyediakan versi Beta pada halaman download resmi mereka jika tidak mengikuti program beta mereka. Selanjutnya, Anda harus bertukar pesan dengan mereka yang memiliki versi Whatsapp terbaru. Jika tidak, kita harus menerima pesan tersebut langsung pada smartphone kita.

Whatsapp multi devices resource

Anda bisa menggunakan versi web dan juga desktop untuk mencoba fitur baru ini. Seperti biasa, versi desktop merupakan yang paling lengkap karena bisa menerima dan melakukan panggilan suara serta video kepada pengguna Whatsapp lainnya. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa menggunakan desktop untuk versi beta akan cukup memakai banyak RAM serta penulisan pada hard disk. Beberapa kali Whatsapp Desktop saya terkena crash karena pemakaian storage yang tinggi serta RAM yang mencapai 500 MB.

Beberapa fitur juga tidak tersedia pada Whatsapp Beta ini, salah satunya adalah Pin Chat yang akan membuat kontak yang penting berada di bagian atas. Selain itu, untuk melihat fitur live location juga harus menggunakan smartphone. Versi web dan desktop juga harus mengunduh pesan-pesan agar bisa dilihat secara langsung. Oleh karena itu, pesan-pesan lama setelah 3 bulan hanya bisa dilihat pada smartphone saja.

Whatsapp multi devices Pin chat

Jika Anda sudah melihat segala kekurangan tadi dan masih ingin mencobanya, ikuti langkah-langkah ini

  1. Ikut dalam program beta testing dari Whatsapp. Pengguna Android bisa langsung melakukan download melalui https://www.whatsapp.com/android/. Selain itu, tentukan apakah Anda ingin menggunakan versi web atau men-download versi desktop. Lakukan login pada aplikasi jika belum.
  2. Setelah itu masuk ke menu (untuk Android, tekan pada 3 garis yang berada di sisi kanan atas) dan masuk ke pilihan Linked Devices
  3. Nantinya akan ada pilihan dengan nama Multi-device beta. Tekan pada menu tersebut.
  4. Setelah itu, Anda akan bisa langsung menekan pilihan Join beta yang berada di sisi bawah. Dengan menekan ini, berarti akan menghapus semua login yang pernah dilakukan pada komputer sebelumnya.
  5. Dari sisi aplikasi, Anda sudah tergabung dengan beta dan bisa langsung melakukan login pada web atau versi desktop dengan melakukan pemindaian QR Code.
  6. Setelah melakukan pemindaian QR, Whatsapp akan melakukan sinkronisasi data 3 bulan kebelakang sehingga memerlukan beberapa saat untuk hal tersebut. Hal ini juga membuat pencarian pesan hanya bisa dilakukan hingga 3 bulan sebelumnya.
  7. Voila! Anda sudah bisa menggunakan Whatsapp di 4 komputer berbeda tanpa harus terkoneksi ke smartphone.

Perlu ditekankan bahwa fitur-fitur ini masih terbatas karena masih dalam tahap beta. Semoga saja, Whatsapp akan cepat dalam menambahkan fitur-fitur yang sebelumnya ada pada masa sebelum multi-device beta. Saya sendiri sudah menggunakan fitur ini dan hanya bermasalah dengan Whatsapp Desktop yang cukup memakan banyak sumber daya RAM dan penyimpanan internal di PC. Selamat mencoba!

Whatsapp multi devices Live Location

WhatsApp Bakal Hadirkan Fitur Multi-Device, Satu Akun Bisa Digunakan di Empat Perangkat Lain Sekaligus

Setelah sekian lama, WhatsApp akhirnya mulai mengabulkan salah satu permintaan terbanyak dari para penggunanya, yakni fitur multi-device yang memungkinkan satu akun WhatsApp untuk digunakan di lebih dari satu perangkat secara bersamaan, tanpa perlu bergantung terhadap smartphone.

Anda mungkin heran kenapa WhatsApp butuh waktu begitu lama untuk menghadirkan fitur semacam ini, yang di banyak aplikasi chatting lain sudah tersedia sejak lama. Alasan WhatsApp rupanya berkaitan dengan faktor privasi dan enkripsi end-to-end. Mereka pada dasarnya harus mendesain ulang arsitektur teknologi WhatsApp demi mewujudkan fitur multi-device selagi mempertahankan sederet fitur keamanan yang ditawarkannya selama ini.

Seperti yang kita tahu, WhatsApp saat ini memang sudah bisa kita gunakan di komputer ataupun laptop, akan tetapi pengalaman yang kita dapat bukanlah pengalaman multi-device yang sesungguhnya. Pasalnya, WhatsApp yang kita buka di perangkat desktop itu hanya sebatas menjadi cermin dari aplikasi WhatsApp di smartphone.

Itu berarti semua koneksi, sinkronisasi data, enkripsi, dan lain sebagainya berjalan di aplikasi WhatsApp pada smartphone, bukan di komputer atau laptop secara langsung. Menurut WhatsApp, ini adalah cara termudah untuk menghadirkan pengalaman ‘multi-device‘ tanpa berkompromi soal keamanan, meski memang pengalamannya jadi sangat terbatas.

Batasan yang paling utama tentu saja adalah ketergantungan terhadap smartphone. Kalau aplikasinya di smartphone tiba-tiba force closed, maka WhatsApp di laptop jadi tidak bisa digunakan. Demikian pula ketika smartphone kehilangan koneksi data, atau malah kehabisan daya, WhatsApp di perangkat desktop pun jadi tidak bisa diakses sama sekali.

WhatsApp punya penjelasan yang sangat merinci di blog Facebook Engineering terkait teknologi baru yang mereka terapkan untuk mewujudkan pengalaman multi-device yang sesungguhnya. Sederhananya, setiap device kini dapat terhubung langsung ke server, dan semua pesan yang pengguna kirim akan selalu terenkripsi, tidak peduli dari perangkat mana pun mereka mengirimnya.

Perlu dicatat, fitur multi-device ini memungkinkan satu akun WhatsApp untuk digunakan di empat perangkat lain secara bersamaan, asalkan perangkat lainnya itu bukan smartphone. Bisa jadi ini merupakan indikasi kalau WhatsApp juga tengah menggodok aplikasi versi terpisah untuk iPad dan tablet Android.

Fitur multi-device ini masih akan meminta pengguna untuk menghubungkan perangkat lain dengan memindai kode QR menggunakan ponselnya sebagai langkah awal, tapi sekarang juga ditambah dengan autentikasi biometrik. Usai dihubungkan, perangkat bisa langsung dipakai untuk mengakses WhatsApp kapan saja, bahkan ketika ponsel pengguna sedang mati.

Sebelum fitur ini bisa dinikmati oleh semua pengguna, WhatsApp bakal lebih dulu menguji versi beta-nya bersama pengguna dalam jumlah terbatas. Tujuannya tentu untuk mengoptimalkan pengalamannya lebih jauh lagi, sekaligus menambahkan sejumlah fitur ekstra.

Sumber: Facebook.

Take-Two Akuisisi Perusahaan Animasi, Mantan Director Mass Effect Buat Studio Game Baru

Take-Two mengumumkan bahwa mereka telah mengakuisisi perusahaan animasi asal Prancis, Dynamixyz, pada minggu lalu. Sementara itu, Sony juga telah mengakuisisi Nixxes Software, perusahaan yang mengkhususkan diri pada game porting PC. Pada minggu lalu, mantan Director Mass Effect juga mengungkap bahwa dia telah membuat studio game baru yang disebut Humanoid Studios.

Take-Two Akuisisi Perusahaan Animasi Dyanmixyz

Take-Two menyatakan bahwa mereka telah mengakuisisi Dynamixyz, perusahaan asal Prancis yang mengkhususkan diri pada animasi wajah. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai akuisisi tersebut. Sebelum ini, kedua perusahaan itu juga telah bekerja sama dalam membuat beberapa game, seperti Red Dead Redemption 2 dan NBA 2K21. Selain itu, Dynamixyz juga pernah menangani Avengers: Endgame dan Love, Death & Robots, seri animasi di Netflix.

Ke depan, Dynamixyz akan beroperasi sebagai divisi dari Take-Two. Mereka akan pada proyek yang tengah dikerjakan oleh Take-Two. Namun, Dynamixyz masih akan tetap dipimpin oleh CEO Gaspard Breton. Dia akan bertanggung jawab pada Scott Belmont, Executive Vice President dan Chief Information Officer dari Take-Two, menurut laporan GamesIndustry.

Sony Akuisisi Nixxes Software

Minggu lalu, Sony mengakuisisi Nixxes Software, perusahaan yang fokus untuk membuat game porting PC. Mengingat Sony memang ingin membawa beberapa game mereka ke PC — termasuk Days Gone dan Horizon: Zero Dawn — maka keputusan mereka untuk mengakuisisi Nixxes masuk akal. Sebelum diakuisisi oleh Sony, Nixxes secara eksklusif untuk membuat porting PC dari game-game Square Enix, seperti Shadow of the Tomb Raider dan Marvel’s Avengers, lapor VentureBeat. Selain Nixxes, Sony juga mengakuisisi Housemarque — developer dari Returnal — pada minggu lalu.

Nixxes adalah perusahaan yang fokus dalam melakukan porting game konsol ke PC.

Community Gaming Dapat Kucuran Dana Sebesar US$2,3 Juta

Community Gaming mendapatkan investasi sebesar US$2,3 juta untuk mengotomasi turnamen esports, mulai dari bagian penyelenggaraan turnamen — baik secara online maupun offline, pembayaran peserta, sampai pembagian hadiah untuk pemenang. Ronde investasi ini dipimpin oleh perusahaan blockchain, CoinFund. Beberapa investor lain yang ikut menanamkan modal di Community Gaming juga pernah pernah berinvestasi di bidang cryptocurrency, seperti Dapper Labs, Animoca Brands, Multicoin Capital, 1kx, Warburg Serres, dan Hashed, seperti yang disebutkan oleh VentureBeat. Community Gaming menyebutkan, untuk memudahkan proses pembagian hadiah pada para pemenang, mereka akan menggunakan teknologi blockchain.

Mantan Director Mass Effect Buka Studio Baru

Casey Hudson, mantan General Manager BioWare dan Director Mass Effect, telah mendirikan studio game baru, yang dinamai Humanoid Studios. Dia mengungumumkan hal ini pada 30 Juni 2021, melalui Twitter. Dia akan memimpin Humanoid sebagai CEO. Dalam situs resmi Humanoid, Hudson ditulis sebagai salah satu pendiri dari studio game tersebut. Namun, dia mengakui bahwa dia mendapatkan bantuan dari beberapa koleganya dalam membuat Humanoid. Sayangnya, tidak diketahui siapa saja kolega yang dia maksud.

Saat ini, Humanoid tengah membuka lowongan untuk beberapa posisi penting. Studio itu akan membuka kantor di British Columbia dan Alberta, Kanada. Walau pada awalnya para pekerja bisa bekerja dari rumah karena pandemi, nantinya, para pekerja akan diminta untuk bekerja dari kantor, lapor GamesRadar.

Platform Cloud Streaming Facebook Punya 1,5 Juta Pemain Bulanan

Facebook mengungkap, layanan cloud streaming mereka kini digunakan oleh 1,5 juta orang setiap bulannya. Selain itu, mereka juga mengumumkan, Ubisoft akan menjadi rekan mereka. Hal itu berarti, beberapa game Ubisoft akan tersedia di platform cloud streaming Facebook, seperti Assassin’s Creed Rebellion, Hungry Shark Evolution, dan Hungry Dragon. Selain itu, Mighty Quest dan Trials Frontier juga akan ditambahkan ke platform cloud streaming Facebook pada tahun ini. Facebook juga menyebutkan, mereka berencana untuk menambahkan game-game free-to-play di platform mereka. Belum lama ini, mereka memasukkan Roller Coaster Tycoon Touch dari Atari dan Lego Legacy Heroes Unboxed dari Gameloft, menurut laporan GamesIndustry.