Fairbanc Peroleh Fasilitas Debt Rp209 Miliar dari Pegadaian

Startup embedded finance Fairbanc mendapatkan pembiayaan utang (off balance sheet) sebesar $13,3 juta (sekitar Rp209 miliar) dari Pegadaian. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai para pedagang UMKM lebih banyak lagi.

Fairbanc menyediakan solusi tempo pembayaran terintegrasi untuk pelanggan UMKM yang terintegrasi dengan AI/ML. Platformnya terhubung dengan sistem ERP merek konsumen global dengan ekosistem pedagang besar seperti Nestle, dan telah melibatkan lebih dari 550 ribu pedagang di platformnya dan 200 ribu lebih pedagang sudah mendapatkan pendanaan.

Berkat kemitraannya dengan merek besar, Fairbanc mampu memberikan pinjaman BNPL ke pedagang tanpa perlu mengajukan melalui smartphone. Perusahaan menggunakan credit scoring berbasis AI yang dapat membantu memproses pinjaman microcredit secara instan.

Caranya dengan mengakses pesanan pedagang dan rekam jejak pembayarannya. Perusahaan dapat mengutilisasi data ini lebih lanjut untuk melakukan underwriting pinjaman serta mendongkrak penjualan merchant dengan menjaga biaya operasional tetap rendah.

Menurut survei yang dilakukan Unilever, sebanyak 80% penerima manfaat Fairbanc tidak memiliki rekening bank dan sekitar 70% di antaranya adalah pedagang perempuan yang mampu meningkatkan penjualan mereka rata-rata sebesar 35% – berkat BNPL yang dimungkinkan oleh teknologi Fairbanc.

Saat penandatanganan MoU, Chief of Transformation Office Pegadaian Mulyono mengungkapkan apresiasinya terhadap solusi Fairbanc. “Kemampuan Fairbanc untuk mengekstrak big data di tingkat outlet dengan menghubungkan ERP merek-merek besar dan memperoleh skor kredit menggunakan AI dan Machine Learning merupakan sinergi utama yang kami soroti,” kata dia, mengutip dari keterangan resmi, Senin (04/3).

Founder & CEO Fairbanc Mir Haque mengungkapkan rencananya untuk melakukan ekspansi yang lebih besar ke Indonesia. Sebanyak 95 juta orang dewasa di Indonesia masih belum memiliki rekening formal di lembaga keuangan.

“Namun, dengan pertumbuhan kelas menengah, populasi generasi muda yang semakin melek teknologi, dan lingkungan peraturan yang mendorong inovasi dan kewirausahaan, Indonesia kini jadi rumah bagi startup teknologi bernilai miliaran dolar terbesar di Asia Tenggara,” ucap Haque.

Tak hanya itu, dia juga meyakini dengan konsep Fairbanc di Indonesia dapat direplikasi ke negara berkembang lainnya untuk mengatasi salah satu tantangan dan peluang terbesar: memberikan akses kredit kepada jutaan pedagang dalam rangka mendorong revitalisasi ekonomi.

Haque mengaku dirinya sudah menjajaki peluang ekspansi ke Vietnam dan Filipina melalui kemitraan dengan Unilever.

Fairbanc didirikan pada tahun 2019 oleh Mir Haque, seorang MBA Wharton yang sebelumnya bekerja di banyak perusahaan global ternama. Tim pendirinya terdiri dari banyak veteran fintech, seperti mantan CTO Kiva, platform kredit mikro berbasis di San Francisco yang beroperasi di 77 negara dan Thomas Schumacher yang ikut mendirikan raksasa pinjaman mikro pasar berkembang yang berbasis di California, Tala.

Pada Juli 2022, Fairbanc meraih pendanaan pra-seri A senilai $4,8 juta dipimpin oleh Vertex Venture, diikuti Asian Development Bank, East Venture, Lippo Group, 500 Global, Accion Venture Labs, dan miliarder Indonesia Michael Sampoerna.

Disebutkan merek konsumen yang sudah bermitra dengan Fairbanc adalah Unilever, Danone, Nestle, Xiaomi, Mayora, Sasa, Sosro, Indofood, dan lainnya.

Konsep seperti Fairbanc juga digarap oleh pemain lainnya di Indonesia, di antaranya Modalku dan AwanTunai.

Fairbanc Raih Tambahan Pendanaan Pra-Seri A 72 Miliar Rupiah dipimpin Vertex Ventures

Startup fintech Fairbanc mengumumkan perolehan tambahan dana segar dalam putaran pra-seri A senilai $4,8 juta (senilai 72 miliar Rupiah) dipimpin oleh Vertex Ventures, dengan partisipasi dari Asian Development Bank, Accion Venture Lab, dan konglomerat Indonesia Lippo Group.

Pendanaan baru ini ditujukan untuk ekspansi di Indonesia dan akan membantu perusahaan mengeksplorasi pasar baru seperti Vietnam dan Filipina dalam kemitraannya dengan Unilever.

Platform Fairbanc memungkinkan UMKM mengambil kredit jangka pendek untuk membeli barang-barang FMCG dari brand principal besar. Perusahaan ini memiliki kemitraan dengan 13 merek, termasuk Unilever, Nestle, Coca-Cola, dan Danone.

Pada 2020, Fairbanc yang berbasis di AS ini mengumpulkan dana yang tidak diungkapkan dari 500 miliarder Global dan Indonesia, termasuk dari CEO Sampoerna Strategic, Michael Sampoerna. Menyusul investasi itu, startup tersebut merambah ke Indonesia. Satu tahun kemudian, Sampoerna Strategic Group kembali berpartisipasi dalam putaran pra-seri A, bersama ADB Ventures, Accion Venture Lab, dan East Ventures.

Perusahaan telah menerima lebih dari 350.000 merchant dalam satu tahun terakhir. Sekitar 75.000 merchant ini menggunakan layanan BNPL di Fairbanc, yang memungkinkan mereka membeli produk dengan margin tinggi. Fairbanc ingin meningkatkan skala dengan cepat dengan memanfaatkan jaringan pedagang besar dari merek konsumen mitra.

Menurut survei Unilever, 80% penerima manfaat Fairbanc tidak memiliki rekening bank dan sekitar 70% adalah pedagang wanita yang mampu meningkatkan penjualan mereka rata-rata sebesar 35%.

Berkat kemitraannya dengan brand FMCG besar, Fairbanc memungkinkan memberikan pinjaman BNPL ke peritel tanpa perlu mengajukan melalui smartphone. Perusahaan menggunakan credit scoring berbasis AI yang dapat membantu memproses pinjaman microcredit secara instan.

Dengan sistem yang terintegrasi ke berbagai brand consumer, Fairbanc dapat mengakses pesanan merchant dan rekam jejak pembayarannya. Perusahaan dapat mengutilisasi data ini lebih lanjut untuk melakukan underwriting pinjaman serta mendongkrak penjualan merchant dengan menjaga biaya operasional tetap rendah.

Konsep bisnis ini sedikit berbeda dengan lainnya. Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon dari volume penjualan. Dengan begitu, pedagang mikro tidak dibebankan bunga dan tambahan biaya dari merchant FMCG dan para distributornya.

Konsep serupa sebenarnya juga sudah diakomodasi oleh beberapa fintech di Indonesia melalui layanan invoice financing untuk kalangan bisnis. Salah satu startup yang sudah meluncurkan solusi tersebut adalah Investree, Modalku, dan AwanTunai.

Ekspansi ke Indonesia, Fairbanc Tawarkan “PayLater” Khusus Pedagang Mikro

Perekonomian Indonesia mayoritas disokong dari UKM. Pada 2014, UKM menyumbang 58,92% terhadap PDB. Ada 57,9 juta UKM pada tahun tersebut, angkanya melonjak jadi 62,9 juta dalam tiga tahun. Kunci terpenting dalam membesarkan sektor ini adalah memadukan teknologi digital dan akses modal yang tepat.

Startup fintech Fairbanc mengambil peluang tersebut untuk pemilik bisnis, khususnya pemilik usaha mikro pedesaan yang tidak memiliki rekening bank atau kesulitan mendapat pinjaman dari lembaga keuangan konvensional.

Dari markasnya di San Francisco, Fairbanc melebarkan sayapnya ke Indonesia pasca menerima pendanaan dengan nominal dirahasiakan dari 500 Startups dan miliarder Indonesia Michael Sampoerna pada awal tahun ini.

Konsep yang ditawarkan berbeda dengan startup fintech kebanyakan. Kepada DailySocial, CEO Fairbanc Indonesia Iman Pribadi menerangkan, platformnya menawarkan konsep closed loop financing, yakni sistem pembiayaan yang dilakukan di dalam supply chain. Di dalamnya tidak ada perubahan proses buat peminjam dan juga difasilitasi oleh distributor/prinsipal yang selama ini menyediakan barang untuk para peminjam.

Artinya adalah tidak ada pinjaman dalam bentuk uang, hanya ada tambahan fasilitas dari distributor berupa tambahan jangka waktu pembayaran untuk membeli barang lebih banyak dari distributor/principal.

“Kami menawarkan para pedagang mikro berupa pembiayaan dana bergulir (revolving credit line) yang dapat digunakan tiap minggu untuk membeli barang dagangan dari para distributor pilihan kami yang mana dapat menghasilkan peningkatan penjualan para distributor,” terangnya.

Model bisnis Fairbanc

Produk Fairbanc
Produk Fairbanc

Pedagang yang menerima fasilitas tersebut tidak menerima uang tunai, tetapi bisa membeli barang dagangan dengan cicilan tanpa bunga. Uang tunai diberikan ke distributor dan pedagang membayar cicilan tanpa bunga ke Fairbanc setelah menjual barang dagangan.

Fairbanc hanya mengirimkan kode verifikasi via SMS ke handphone milik pedagang saat bertransaksi. Solusi ini dianggap akurat untuk melayani orang-orang yang tidak punya rekening bank.

Setiap pedagang, sambungnya, memiliki batasan nilai pembiayaan yang sudah terotomatisasi dengan data science. Limit kredit akan bertambah ketika mereka membeli semakin banyak produk dagangan dari para distributor pilihan perusahaan.

Iman menerangkan, perusahaan beroperasi sebagai sebuah platform teknologi untuk perbankan dan dan industri jasa keuangan di Indonesia yang menawarkan pembiayaan dengan menggunakan teknologi dan data science dari Fairbanc.

Teknologi tersebut dimanfaatkan untuk melakukan otomatisasi penilaian kredit dan memantau risiko. Startup ini juga mengembangkan kemampuan pengenalan produk bertenaga AI untuk menawarkan insight kompetitif untuk mitra FMCG.

“Kita bukan lembaga fintech p2p dan tidak memberikan pinjaman jadi tidak ada proses restrukturisasi. Kita merupakan platform teknologi atau machine learning yang membantu meningkatkan pendapatan para pemilik warung/toko. Pinjaman hanya salah satu tools yang bisa difasilitasi oleh Fairbanc dengan lembaga keuangan.”

Lebih lanjut, konsep monetisasi Fairbanc sedikit berbeda. Karena tidak ada bunga yang dibebankan kepada pedagang mikro dan tidak ada tambahan biaya untuk perusahaan principal FMCG dan para distributornya, Fairbanc menghasilkan uang dengan mengoptimalkan pembayaran tunai langsung ke distributor dan penggunaan diskon atas volume penjualan.

Lewat kerja sama dengan perusahaan FMCG dan menawarkan pinjaman produktif untuk membeli produk-produk kebutuhan sehari-hari dengan margin tinggi seperti Unilever, Fairbanc berharap dapat mengurangi risiko gagal bayar pinjaman secara signifikan sambil scaling cepat dengan memanfaatkan jaringan pedagang besar merek konsumen.

Iman mencontohkan, bersama Unilever, perusahaan dapat meningkatkan penjualan pedagang mikro Unilever hingga 35% menggunakan data science. Sebanyak 100% outlet penjualannya meningkat antara 11% sampai 250%.

Tak hanya Unilever, kini Fairbanc telah melakukan kerja sama serupa dengan Sinar Mas untuk perlebar bisnisnya di Indonesia. Perusahaan juga telah terikat dengan organisasi Islam terbesar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk permodalan UKM berbasis syariah.

“Target kita bisa melayani 15000 warung/toko di tahun ini. Saat ini sedang jalan untuk 1000 warung atau toko dengan salah satu FMCG terbesar di Indonesia.”

Tim Fairbanc Indonesia

Iman sendiri sebelum bergabung di Fairbanc, ia pernah berkarier di Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kemenkop dan UKM, Reliance Capital, CIMB Niaga Auto Finance, dan Astra Financial Service.

Selain Iman, tim Fairbanc Indonesia dipimpin oleh para ahli yang berpengalaman di bidang keuangan, teknologi, dan ahli FMCG. Nama-nama tersebut di antaranya Siswanto sebagai FMCG Specialist. Ia berpengalaman selama lima tahun di Unilever dan 20 tahun di industri FMCG. Selain itu ada Ivan Manarung sebagai Business Intelligent Specialist. Ia juga pernah berkiprah di Unilever.

Di negara asalnya, Fairbanc dirintis oleh Mir Haque, Kevin O’Brien, Sayeem Ahmed, dan Thomas Schumacher. Pada dua tahun lalu, perusahaan melakukan pilot project di Bangladesh sebelum resmi bekerja sama dengan Unilever Indonesia, melalui Unilever Foundry Program.

Diklaim, program tersebut berhasil menghubungkan 80% pedagang mikro unbanked dan 70% di antaranya adalah perempuan. Mereka berhasil menaikkan 35% penjualannya melalui inisiatif tersebut.

Application Information Will Show Up Here